• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Pembelajaran Matematika Tentang Bangun Ruang Pada Siswa Kelas IV SD

a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD

Sebagai makhluk individual, siswa mempunyai karakteristik yang unik (khas) yang dimiliki dirinya sendiri dan tidak dimiliki orang lain. Setiap siswa sekolah dasar berada dalam perubahan fisik maupun mental menuju arah yang lebih baik. Karakteristik kognitif siswa sekolah dasar yaitu masih terikat pada hal-hal konkret yang dapat ditangkap oleh panca indranya.

Menurut Heruman usia siswa Sekolah Dasar berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini yaitu kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Heruman (2011: 1)

Chasiyah, Chatijah, & Legowo (2009: 37-42) memberikan penjelasan mengenai karakteristik peserta didik usia sekolah dasar diantaranya: anak sudah dapat mereaksi interaksi rangsangan intelektual, pada masa awal anak sudah menguasai 2.500 kata dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) sudah dapat mnguasai sekitar 50.000 kata, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri kepada sikap kooperatif dan sosiosentris, mulai belajar untuk mengontrol dan mengendalikan emosinya, anak mulai mengenal konsep moral, dan perkembangan motorik anak sudah terkoordinasi dengan baik. Havighurst (Susanto, 2014: 72) berpendapat bahwa tugas anak usia sekolah dasar meliputi:

(2)

2) Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang sedang tumbuh kembang.

3) Belajar bergaul bersama teman sebaya.

4) Belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita.

5) Mengembangkan konsep-konsep yang perlukan dalam kehidupan sehari-hari.

6) Mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai. 7) Mencapai kebebasan pribadi.

8) Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok sosial.

Buhler ( Sobur, 2003: 132) fase perkembangan anak usia 9-11 tahun yaitu anak memiliki objektivitas yang tinggi, bisa juga disebut sebagai masa menyelidiki, mencoba, dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Berkaitan dengan fase perkembangan anak menurut Piaget anak yang berusia 7-11 tahun masuk pada tahap operasional konkret dimana anak dapat mengembangkan pikiran logis.

Mengenai karakteristik siswa usia 9/10 tahun sampai dengan 12/13 tahun Yusuf (2012: 25) menyatakan bahwa mereka berada masa kelas tinggi sekolah dasar yang memiliki beberapa sifat khas diantaranya: (1) adanya minat terhadap kehidupan sehari-hari yang bersifat konkret, (2) sangat realistik, rasa ingin tahu besar dan ingin belajar, (3) menjelang akhir masa ini memiliki minat terhadap suatu hal, (4) sampai umur 11 tahun membutuhkan orang dewasa untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya, (5) memandang nilai sebagai ukuran prestasi, dan (6) senang berkelompok.

Berdasarkan uraian dari pendapat ahli yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa usia siswa kelas IV SD umumnya berada pada usia 9-11 tahun termasuk dalam tahap perkembangan operasional konkret. Pada tahap ini sudah mulai mengembangkan keterampilan fisik, belajar

(3)

bersosialisasi dan membentuk dan mengembangkan nilai-nilai sosial. Pada usia ini juga anak telah mampu berpikir secara logis dan sistematis, belum mampu berpikir secara abstrak, belajar dengan antusias apabila pembelajarannya menyenangkan, rasa ingin tahunya besar dan senang bereksplorasi.

b. Hakikat Pembelajaran 1) Pengertian Pembelajaran

Sagala (2011: 61), “Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa.” Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 (2012) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Asyhar (2011: 7) berpendapat mengenai pembelajaran yaitu segala sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik.

Rusman (2012: 94) menjelaskan pembelajaran merupakan proses interaksi antara sumber belajar, guru dan siswa yang dapat dilakukan secara langsung yaitu tatap muka maupun secara tidak langsung menggunakan media serta sebelumnya telah menentukan model pembelajaran. Gagne (Huda, 2013: 3) mengartikan pembelajaran sebagai proses modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya.

Dari beberapa pendapat di atas mengenai pengertian pembelajaran dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran adalah suatu kegiatan berupa proses interaksi antara sumber belajar, guru dan siswa yang telah terencana pada lingkungan belajar.

2) Tujuan Pembelajaran

Menurut Mager (Hamalik, 2010: 77) konsep tujuan pembelajaran yang menitikberatkan pada tingkah laku siswa atau perbuatan sebagai output pada diri siswa, yang dapat diamati. Output tersebut menjadi

(4)

petunjuk bahwa siswa telah melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran menurut Sagala (2012: 62) untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Menurut BSNP (Rusman, 2012: 93) kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.

Berdasarkan uraian dari pendapat ahli yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku untuk meningkatkan kemampuan mengkonstruksikan pengetahuan baru dan meningkatkan kreatifitas berfikir siswa dalam rangka pencapaian kompetensi setelah melakukan kegiatan pembelajaran. c. Pembelajaran Matematika di SD

1) Pengertian Matematika

Menurut Wahyudi (2015: 68), “Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran yang sudah ada sebelumnya dan diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan jelas.”

Menurut Depdiknas (Susanto, 2013: 184) kata matematika berasal dari bahasa latin, manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut

wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.

Menurut BNSP (2006: 147) matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi dan komunikasi yang dilandasi oleh perkembangan teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan

(5)

matematika diskrit serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Ruseffendi (Heruman, 2011: 1) berpendapat bahwa matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara deduktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke detail.

Berdasarkan uraian dari pendapat ahli yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak yang dibangun melalui penalaran deduktif dan tergolong ke dalam ilmu pasti karena kebenaran yang sudah ada sebelumnya dan diterima, sehingga kebenaran antar konsep bersifat sangat kuat dan jelas. 2) Fungsi Matematika

Pembelajaran Matematika memiliki fungsi. Cockroft (Uno & Umar, 2010: 108) menyatakan bahwa “Fungsi Matematika menyediakan suatu daya, alat komunikasi yang singkat, dan tidak ambigu, serta sebagai alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi suatu hasil atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari”.

Jihad (2008: 153) berpendapat mengenai fungsi matematika berdasarkan kurikulum matematika yaitu sebagai wahana untuk: (a) mengembangkan kemampuan berkomunikasi menggunakan bilangan dan symbol, dan (b) mengembangkan ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan beberapa penjelasan tentang fungsi matematika dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi matematika yaitu sebagai alat pemecahan masalah melalui pola dan modal matematika, sebagai alat komunikasi menggunakan bilangan dan symbol,dan sebagai wahana mempertajam penalaran

(6)

3) Tujuan pembelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar Wahyudi (2015: 68) mengemukakan bahwa, “Tujuan pembelajaran matematika ialah melatih cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten." Jihad (2012: 153) berpendapat mengenai tujuan matematika yaitu agar siswa memiliki kemampuan dalam: (a) menggunakan alogaritme, (b) melakukan manipulasi secara matematika, (c) mengorganisasi data, (d) memanfaatkan simbol, tabel, diagram dan grafik, (e) mengenal dan menemukan pola, (f) menarik kesimpulan, (g) membuat kalimat atau model matematika, (h) membuat interprestasi bangun dalam bidang dan ruang, (i) memahami pengukuran dan satuan-satuannya, dan (j) menggunakan alat hitung dan alat bantu matematika.

Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas (Susanto, 2013: 190), sebagai berikut: (a) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritme, (b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (c) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (d) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah, dan (e) memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 148) mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi

(7)

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli mengenai tujuan pembelajaran matematika di SD, dapat disimpulkan tujuan pembelajaran matematika dikelas IV SD yaitu untuk melatih siswa cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten, serta untuk mengembangkan sikap gigih dan percaya diri menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mengkomunikasikannya. 4) Ruang Lingkup Matematika Kelas IV SD

Dalam BSNP (2006: 148) mengemukakan aspek-aspek mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI yaitu sebagai berikut: (a) bilangan, (b) geometri dan pengukuran, dan (c) pengolahan data. Bilangan adalah sesuatu yang bersifat abstrak yang memberi keterangan mengenai banyaknya himpunan. Bilangan membahas tentang kaidah konsep simbolisasi lambang bilangan dan perhitungan dasar yang sederhana. Geometri dan pengukuran membelajarkan siswa tentang konsep ruang dan ukurannya dengan perhitungan dasar yang sederhana. Pengolahan data lebih banyak membahas tentang hakikat data, cara mengolah, dan membaca data berdasarkan kaidah rasional dan ilmiah. Ketiga ruang lingkup tersebut dalam pembelajaran dapat menggunakan media konkret dan media manipulatif. Ruang lingkup pada kelas IV SD yaitu bilangan, geometri dan pengukuran, belum sampai pada materi pengolahan data.

Kemudian secara rinci, Wahyudi (2015: 72-73) menjelaskan Standar Kompetensi Matematika siswa SD dan MI adalah sebagai berikut: (a) bilangan meliputi menggunakan bilangan dalam pemecahan

(8)

masalah, menggunakan operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah, menggunakan konsep bilangan cacah dan pecahan dalam pemecahan masalah, menentukan sifat-sifat operasi hitung, faktor, kelipatan bilangan bulat, dan pecahan serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, (b) pengukuran dan geometri meliputi melakukan pengukuran, mengenal bangun datar dan bangun ruang serta menggunakannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari, melakukan pengukuran, menentukan unsur bangun datar dan menggunakannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari, melakukan pengukuran keliling dan luas bangun datar dan menggunakannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari, melakukan pengukuran, menentukan sifat dan unsur bangun ruang, menentukan kesimetrian bangun datar serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, (c) pengolahan data meliputi mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data.

Berdasarkan aspek-aspek penjabaran ruang lingkup pelajaran matematika di sekolah dasar, pada penelitian ini peneliti mengambil aspek penjabaran pada kelas IV semester 2, yaitu bangun ruang. Penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar tentang materi bangun ruang berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika tentang Bangun Ruang Kelas IV SD Semester 2

Standar kompetensi Kompetensi dasar 8. Memahami sifat

bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar

8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana

8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan kubus

8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan bangun datar simetris

8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar

(9)

Kompetensi dasar yang digunakan oleh peneliti yaitu 8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana. Selanjutnya, peneliti menentukan limabelas indikator yang terdiri dari: (1) mengidentifikasikan sisi kubus, (2) mengidentifikasikan rusuk kubus, (3) mengidentifikasikan titik sudut kubus, (4) menyebutkan sifat-sifat kubus, (5) menyebutkan benda-benda yang berbentuk kubus di lingkungan sekitar, (6) mengidentifikasikan sisi balok, (7) mengidentifikasikan rusuk balok, (8) mengidentifikasikan titik sudut balok, (9) menyebutkan sifat-sifat balok, (10) menyebutkan benda-benda yang berbentuk balok di lingkungan sekitar, (11) mengidentifikasikan sisi prisma tegak segitiga, (12) mengidentifikasikan rusuk prisma tegak segitiga, (13) mengidenfifikasikan titik sudut prisma tegak segitiga, (14) menyebutkan sifat-sifat prisma tegak segitiga, dan (15) menyebutkan benda-benda yang berbentuk prisma tegak segitiga di lingkungan sekitar. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada silabus dalam lampiran 2 halaman 181. Pemilihan ini disesuaikan berdasarkan hasil identifikasi masalah yang menunjukan bahwa siswa kelas IV SD Negeri 2 Kalirejo sebagian besar masih mengalami kesulitan dalam menentukan sifat-sifat bangun ruang. 5) Materi Sifat-sifat Bangun Ruang

a) Hakikat Bangun Ruang

Wahyudi (2013: 139) juga menjelaskan bahwa bangun ruang adalah bangun yang dibentuk oleh daerah segi banyak yang disebut sisi. Bangun ruang disebut juga bangun berdimensi tiga karena mengandung tiga unsur, yaitu panjang, lebar, dan tinggi.

Melengkapi pengertian tersebut Suharjana (2008: 5) berpendapat, bangun ruang merupakan bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut. Suharjana (2008: 15) memberikan penjelasan mengenai unsur-unsur bangun ruang seperti daerah yang membatasi bangun ruang disebut sisi. Sisi-sisi pada bangun ruang bertemu pada

(10)

satu garis yang disebut rusuk. Pertemuan tiga atau lebih rusuk pada suatu bangun ruang pada suatu titik yang disebut titik sudut.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh daerah atau bidang yang mempunyai bagian-bagian seperti sisi, rusuk dan titik sudut serta mengandung tiga unsur yaitu panjang, lebar, dan tinggi. b) Macam-macam bangun ruang

Macam-macam bangun ruang dipelajari pada kelas IV yaitu prisma. Ada bermacam-macam bentuk prisma, diantaranya: prisma segi empat, prisma segitiga, prisma segilima dll. Prisma yang banyak dijumpai adalah prisma siku-siku yaitu prisma yang sisinya berbentuk persegi panjang. Sisi pada prisma dibatasi oleh rusuk-rusuk. Menurut Suharjono (2008: 24), “Prisma Tegak Segitiga adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua buah daerah segitiga yang sejajar serta tiga daerah persegipanjang yang saling berpotongan menurut garis-garis yang sejajar.”

c) Sifat-sifat Prisma Segi Empat (1) Sifat-sifat Kubus

Kubus adalah sebuah benda ruang yang dibatasi oleh enam buah persegi yang berukuran sama.

Gambar 2.1. Kubus ABCD.EFGH

(a) Sisi-sisi pada kubus ABCD.EFGH adalah  sisi ABCD

 sisi ABFE

 sisi EFGH  sisi DCGH

(11)

 sisi ADHE  sisi BCGF

Jadi, ada 6 sisi pada bangun ruang kubus. Sisi-sisi kubus tersebut berbentuk persegi (bujur sangkar) yang berukuran sama.

(b) Rusuk-rusuk pada kubus ABCD.EFGH adalah  rusuk AB  rusuk EF  rusuk HG  rusuk DC  rusuk BC  rusuk FG  rusuk EH  rusuk AD  rusuk AE  rusuk BF  rusuk CG  rusuk DH

Jadi, ada 12 rusuk pada bangun ruang kubus. Rusuk-rusuk kubus tersebut mempunyai panjang yang sama.

(c) Titik-titik sudut pada kubus ABCD.EFGH adalah:  Titik sudut A  Titik sudut B  Titik sudut C  Titik sudut D  Titik sudut E  Titik sudut F  Titik sudut G  Titik sudut H

Jadi, ada 8 titik sudut pada bangun ruang kubus. (2) Sifat-sifat Balok

Balok adalah sebuah benda ruang yang terbentuk dari enam daerah dengan empat persegi panjang dimana setiap pasang sisi saling sejajar dan berukuran sama.

Gambar 2.2. Balok ABCD.EFGH

(a) Sisi-sisi pada balok ABCD.EFGH adalah:  sisi ABCD  sisi ABFE  sisi ADHE  sisi EFGH  sisi DCGH  sisi BCGF

(12)

Jadi, ada 6 sisi pada bangun ruang balok. Sisi ABCD = sisi EFGH

Sisi BCFG = sisi ADHE Sisi ABFE = sisi EFGH

(b) Rusuk-rusuk pada balok ABCD.EFGH  rusuk AB  rusuk EF  rusuk HG  rusuk DC  rusuk BC  rusuk FG  rusuk EH  rusuk AD  rusuk AE  rusuk BF  rusuk CG  rusuk DH Jadi, ada 12 rusuk pada bangun ruang kubus.

Rusuk AB = rusuk EF = rusuk HG = rusuk DC Rusuk BC = rusuk FG = rusuk EH = rusuk AD Rusuk AE = rusuk BF = rusuk CG = rusuk DH (c) Titik-titik sudut pada balok ABCD.EFGH

 Titik sudut A  Titik sudut B  Titik sudut C  Titik sudut D  Titik sudut E  Titik sudut F  Titik sudut G  Titik sudut H d) Sifat-sifat Prisma Tegak Segitiga

Gambar 2.3. Prisma Tegak Segitiga6 ABC.DEF Sifat-sifat prisma tegak segitiga terdiri dari: (a) mempunyai 9 rusuk, yaitu:

(13)

(b) mempunyai 5 bidang sisi, yaitu: ABC, DEF, ABED, BCFE, dan ACFD (c) mempunyai 6 titik sudut, yaitu :

A, B, C, D, E, dan F

d. Pembelajaran Matematika Tentang Bangun Ruang Pada Siswa Kelas IV SD

Pembelajaran adalah suatu kegiatan berupa proses interaksi antara sumber belajar, guru dan siswa yang telah terencana pada lingkungan belajar. Dalam pembelajaran tidak hanya merujuk pada hasil pembelajaran akan tetapi, juga ada komponen yang tidak kalah penting, yaitu proses atau aktivitas belajar. Hasil belajar yang dimaksud yaitu mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan aktivitas belajar yang dimaksud adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi guru dan siswa selama pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran yaitu tercapainya perubahan perilaku untuk meningkatkan kemampuan mengkonstruksikan pengetahuan baru dan meningkatkan kreatifitas berfikir siswa dalam rangka pencapaian kompetensi setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Matematika suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak yang dibangun melalui penalaran deduktif dan tergolong kedalam ilmu pasti karena kebenaran yang sudah ada sebelumnya dan diterima, sehingga kebenaran antar konsep bersifat sangat kuat dan jelas. Menurut Susanto (2013: 186) pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika. Siswa kelas IV SD berada pada usia 10-11 tahun termasuk dalam tahap perkembangan operasional konkret. Pada usia ini juga anak telah mampu berpikir secara logis dan sistematis, belum mampu berpikir secara abstrak, belajar dengan antusias

(14)

apabila pembelajarannya menyenangkan, rasa ingin tahunya besar dan senang bereksplorasi.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika tentang bangun ruang kelas IV SD merupakan interaksi terarah antara sumber belajar, guru dan siswa yang terjadi di kelas IV agar siswa dapat mengembangkan kreativitas berpikir, meningkatkan kemampuan berpikir, dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi sifat-sifat bangun ruang.

2. Penggunaan Model Think Talk Write dengan Media Konkret a. Penggunaan Model Think Talk Write

1) Pengertian Model Think Talk Write

Menurut Shoimin (2014: 212), Think talk write adalah suatu model pembelajaran digunakan untuk melatih keterampilan peserta didik untuk menulis. Think Talk Write menekankan perlunya peserta didik mengkomunikasikan hasil pemikirannya. Huda (2013: 218) berpendapat bahwa, “Think Talk Write (TTW) adalah strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar.” Strategi ini diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin pada tahun 1996 untuk pembelajaran matematika.

Huinker dan Laughlin (Gofisnovega dan Aswandi, 2015: 2) berpendapat bahwa dengan menggunakan strategi Think Talk Write

(TTW) siswa mampu memecahkan masalah mathemathics dan membuat

ringkasan tentang hal itu. Selain itu berpikir dan berbicara merupakan langkah-langkah penting dalam proses membawa makna ke dalam tulisan peserta didik. Berbicara mendorong eksplorasi kata-kata dan pengujian ide-ide serta mempromosikan pemahaman. Pada tahap ini peserta didik dapat mendiskusikan pengetahuan mereka dan menguji ide-ide baru mereka, sehingga mereka mengetahui apa yang sebenarnya mereka tahu dan apa yang sebenarnya mereka butuhkan untuk dipelajari. Kesimpulannya bahwa Think Talk Write strategi membangun dalam

(15)

waktu untuk berpikir dan refleksi dan untuk organisasi ide dan pengujian ide-ide sebelum siswa diharapkan untuk menulis.

Dalam hasil penelitian Rivard dan Straw (2000: 29) tentang The Effect of Talk and Writing on Learning Science: An Exploratory Study

menjelaskan penerapan Talk dan Writing dapat meningkatkan kemampuan belajar ilmu pengetahuan, gender juga berpengaruh terhadap

talk dan write. Hal ini ditandai dengan keaktifan talk dan write yang

mengalami peningkatan pada tiap siklusnya. Penggunaan model TTW ini juga digunakan oleh Gofisnovega dan Aswandi pada pembelajaran bahasa Inggris. Hasil dari penilitiannya yaitu strategi TTW adalah strategi yang tepat dalam membantu siswa untuk mempraktekkan serta meningkatkan kemampuan mereka dalam menulis teks deskripsi setelah melakukan kegiatan yang dilangsungkan dalam implementasi dari strategi TTW. Penggunaan model Think Talk Write juga dapat digunakan pada pembelajaran matematika hal tersebut merupakan penelitian dari Indriyani (2015: 1-6). Hasil penelitiannya yaitu penerapan model TTW dengan media bangun datar dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun datar pada siswa kelas V. Penggunaan model TTW juga digunakan oleh Prameswari (2015: 1-6) dengan hasil penelitiannya yaitu dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang operasi penjumlahan berbagai bentuk pecahan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model Think Talk Write dapat digunakan dalam pembelajaran matematika.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa model

Think Talk Write (TTW) adalah model pembelajaran yang memfasilitasi

peserta didik untuk mengembangkan ketrampilan berpikir, menyampaikan pendapat dan selanjutnya dapat menuliskan hal-hal yang telah dipahami.

(16)

2) Unsur-unsur Model Think Talk Write

Huda (2013: 218-219) berpendapat ada tiga unsur penting model

Think Talk Write (TTW) yaitu think (berpikir), talk

(berbicara/berdiskusi), dan write (menulis). a) Think (Berpikir)

Aktivitas berpikir siswa dapat terlihat dari proses membaca suatu teks soal, kemudian membuat catatan kecil. Catatan siswa tersebut dibuat menggunakan bahasanya sendiri, berupa hal-hal yang dipahami, dan tidak dipahami.

b) Talk (Berbicara)

Pada tahap kedua ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen. Dalam tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan masalah yang diberikan oleh guru dengan cara merefleksikan, menyusun dan menguji ide-ide yang muncul dalam kelompoknya.

c) Write (Menulis)

Tahap yang terakhir adalah write, siswa menuliskan hasil diskusi. Tulisan ini terdiri dari landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, cara penyelesaian dan solusinya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur model Think Talk Write (TTW) yaitu think (berpikir),

talk (berbicara/berdiskusi), write (menulis)

3) Langkah-langkah Penggunaan Model Think Talk Write di Kelas IV SD

Shoimin (2014: 214-215) menyebutkan langkah-langkah model

Think Talk Write (TTW) yaitu:

a) Guru membagikan LKS yang memuat soal yang harus dikerjakan oleh siswa serta petunjuk pelaksanaannya.

b) Peserta didik membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia ketahui dan tidak

(17)

ketahui dalam masalah tersebut. Ketika peserta didik membuat catatan kecil inilah akan terjadi proses berpikir (think). Setelah itu peserta didik berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut secara individu.

c) Guru membagikan siswa dalam kelompok kecil (3-5 siswa).

d) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan dari hasil catatan (talk). Pemahaman dibangun melalui interaksinya dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan.

e) Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan pengetahuan berupa jawaban atas soal (berisi landasan, keterkaitan konsep, metode dan solusi) dan bentuk tulisan (write) dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu peserta didik menghubungkan ide-ide yang diperolehnya melalui diskusi.

f) Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.

g) Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari.

Yamin dan Ansari (2012: 90) menyebutkan langkah-langkah model

Think Talk Write (TTW) yaitu:

a) Guru membagi teks bacaan berupa lembaran aktivitas siswa yang memuat situasi masalah bersifat open-ended dan petunjuk serta prosedur pelaksanannya.

b) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual, untuk didiskusikan diskusi (think).

c) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator.

d) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil diskusinya (write).

Huda (2013: 220) menyebutkan langkah-langkah model Think Talk

(18)

a) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk didiskusikan.

b) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Dalam hal ini mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide matematika dalam diskusi. Pemahaman dibangun melalui interaksi diskusi, oleh karena itu diharapkan dapat menghasilkan solusi.

c) Siswa menuliskan pemahaman dari materi yang telah didiskusikan

(write).

d) Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih beberapa siswa sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawaban, sedangkan kelompok lain memberi tanggapan.

Berdasarkan pemaparan dari pendapat para ahli mengenai langkah-langkah penggunaan model pembelajaran Think Talk Write(TTW) pada kelas IV SD, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkahnya yaitu (1) guru membagikan LKS, (2) pada tahap think guru menggunakan LKS tersebut untuk melatih pemahaman siswa dengan membuat jawaban sementara, (3) guru membagikan siswa dalam kelompok kecil (3-5 siswa), (4) pada tahap talk siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan kelompoknya untuk mendiskusikan jawaban sementara dari masing-masing individu, guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar, (5) pada tahap write siswa menuliskan hasil diskusi kelompok dengan bahasa sendiri, (6) perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan, dan (7) kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari.

4) Keunggulan dan Kelemahan Model Think Talk Write

Shoimin (2014: 215) berpendapat kelebihan dan kekurangan model

Think Talk Write (TTW). Kelebihan model TTW yaitu: (1)

(19)

memberikan soal open ended dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa, (3) dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompok akan melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, dan (4) membiasakan siswa berpikir dan berkomunikasi dengan teman, guru, bahkan dengan diri mereka sendiri.

Sedangkan kekurangan Model Think Talk Write (TTW) yaitu: (1) apabila soalnya open ended dapat memotivasi siswa dimungkinkan sibuk, (2) ketika siswa bekerja dalam kelompok itu mudah kehilangan kemampuan dan kepercayaan karena didominasi oleh siswa yang mampu, dan (3) guru harus benar-benar menyiapkan semua media dengan matang agar dalam menerapkan model Think Talk Write (TTW) tidak mengalami kesulitan.

b. Penggunaan Media Konkret

1) Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin, merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat. Menurut Sadiman (Sanaky, 2013: 4) media pembelajaran adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara pengajar dan pebelajar dalam proses pembelajaran di kelas (Sanaky, 2013:4). Hamdani (2011: 244) juga berpendapat tentang pengertian media pembelajaran yaitu segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga terciptanya proses belajar.

Mengenai pengertian media pembelajaran menurut Asyhar (2011: 8) adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan dari suatu sumber secara terencana, sehingga tercipta lingkungan kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efesien dan efektif.

Berdasarkan uraian di atas bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan materi pembelajaran dari

(20)

sumber yang terencana dari guru kepada siswa sehingga tercipta pembelajaran kondusif, efesien, dan efektif.

2) Macam-macam Media

Menurut Asyhar (2011: 44-46) jenis media dapat dibagi ke dalam empat jenis, yaitu media visual, media audio, media audio-visual dan multimedia. Berikut ini penjelasan keempat jenis media tersebut:

a) Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari siswa. Dengan media ini, pengalaman belajar yang dialami siswa sangat tergantung pada kemampuan penglihatannya. Media visual yang sering digunakan dalam pembelajaran dikelompokkan menjadi: (a) benda realita atau benda nyata, (b) model dan prototipe, (c) media cetak, dan (d) media grafis.

b) Media audio adalah jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran siswa. Pengalaman belajar yang akan didapatkan adalah dengan mengandalkan kemampuan indera pendengaran. Oleh karena itu, media audio hanya mampu memanipulasi suara semata. Contoh media audio yang umum digunakan yaitu tape recorder, radio, dan CD player.

c) Media audio-visual adalah jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Pesan dan informasi yang dapat disalurkan melalui media ini dapat berupa verbal dan nonverbal yang mengandalkan penglihatan dan pendengaran. Beberapa contoh media audio-visual adalah film, video, program TV dan lain-lain.

d) Multimedia yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran. Pembelajaran multimedia melibatkan indera penglihatan dan pendengaran melalui media teks, visual diam, visual

(21)

gerak, dan audio serta media interaktif berbasis komputer dan teknologi komunikasi informasi.

Mengenai jenis-jenis media Sanaky (2013: 25-26) berpendapat ada 3 jenis media yaitu media audio, media visual dan media audio visual.

Mengenai jenis-jenis media, Sudjana dan Rivai (2010: 3-4) juga menyatakan bahwa ada beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam proses pengajaran. Jenis media tersebut yaitu:

a) Media grafis, media ini sering disebut juga media dua dimensi yakni media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Dengan media grafis guru dapat menyalurkan pesan dan informasi melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan apabila hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Beberapa contoh media grafis antara lain gambar, foto, grafik, kartun, karikatur, puzzle, diagram, komik dan lain-lain. b) Media tiga dimensi meliputi model padat, model susun, model kerja,

diorama dan lain-lain.

c) Media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan lain-lain.

d) Penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan mengenai macam-macam media pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa macam media pembelajaran yang dapat digolongkan ke dalam tiga besar golongan media yaitu media audio, media visual, dan media audio-visual yang jenisnya selalu berkembang.

Media yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian adalah media konkret. Berdasarkan jenis dan klasifikasi media di atas, media konkret disebut juga dengan media sebenarnya atau media realia. Media benda konkret merupakan media yang tidak diproyeksikan, selain itu media konkret masuk dalam media tiga dimensi.

(22)

3) Kriteria Pemilihan Media

Menurut Sanaky (2013: 6-7) media yang dipilih dalam pembelajaran harus sesuai dengan: (a) tujuan pengajaran, (b) bahan pelajaran, (c) metode pengajaran, (d) tersedia alat yang dibutuhkan, (e) pribadi mengajar, (f) kondisi siswa, dan (g) situasi pembelajaran.

Kriteria pemilihan media juga dijelaskan oleh Asyhar (2011: 90) diantaranya yaitu:

(a) Sesuai dengan tujuan pembelajaran. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan, yang secara umum mengacu pada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

(b) Dapat mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, prosedural atau generalisasi media yang berbeda

(c) Praktis, luwes, dan bertahan. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana. (d) Guru terampil menggunakannya.

(e) Cocok untuk sasaran. Ada media yang cocok untuk jenis kelompok besar, sedang, kecil dan perorangan.

(f) Berkualitas baik.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kriteria dalam pemilihan media pembelajaran diantaranya yaitu sesuai dengan tujuan pembelajaran, mendukung pembelajaran, sesuai dengan kondisi siswa, praktis, tepat sasaran dan berkualitas baik.

4) Media Konkret

Media konkret dapat juga diartikan sebagai media nyata, realita, atau realia. Asyhar (2011: 54) mengemukakan bahwa benda nyata adalah benda yang dapat dilihat, didengar, atau di alami oleh siswa sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka. Sejalan dengan pendapat Asyhar, Sanaky (2013: 128) berpendapat, “Benda asli adalah benda dalam keadaan sebenarnya dan seutuhnya”.

(23)

Menurut Rusman (2012: 175), “Realia dan model adalah alat bantu visual dalam pembelajaran yang berfungsi memberikan pengalaman langsung. Realia merupakan model objek nyata dari suatu benda.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media konkret adalah alat bantu visual yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa berupa benda yang merupakan model dari benda sebenarnya.

Pada penelitian ini media konkret berupa benda yang merupakan model dari bangun ruang kubus, balok dan prisma tegak segitiga. Benda-benda tersebut yaitu replika dadu berbentuk kubus, wadah susu yang berbentuk balok dan wadah coklat berbentuk prisma tegak segitiga. Disamping itu guru juga menggunakan media kerangka kubus balok, dan prisma tegak segitiga untuk memudahkan siswa mempelajari rusuk dan titik sudut. Gambar 2.4 sampai Gambar 2.6. merupakan media yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 2.4 Replika dadu

(24)

Gambar 2.6. Wadah Coklat Berbentuk Prisma tegak Segitiga 5) Langkah-langkah Penggunakan Media Konkret di Kelas IV SD

Penggunaan media konkret akan memudahkan siswa dalam pembelajaran karena siswa akan memperoleh pengalaman nyata. Menurut Asyhar (2011: 55), media nyata juga bisa digunakan oleh peserta didik ketika mempelajari suatu proses produksi melalui kunjungan industri.

Sudjana dan Rivai (2010: 197) mengemukakan langkah-langkah penggunaan media konkret, yaitu:(1)memperkenalkan unit, perlu dipilih metode khusus yang akan memikat perhatian para siswa dalam menghadapi kegiatan-kegiatan baru, (2) menjelaskan proses, pengalaman nyata yang hidup tidak hanya dapat menyampaikan informasi secara akurat terhadap penampilan benda-benda atau objek, (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan, keterlibatan para siswa kepada unit bukan hanya sekedar memperoleh jawaban dari pertanyaan orisinil yang diajukan mereka, tetapi berbagai pertanyaan baru akan bermunculan kemudian, (4) melengkapi perbandingan, sebagian besar dari studi sosial mengandung perbandingan tentang cara hidup kita dengan kehidupan masyarakat yang berbeda tempat tinggal dan waktunya, (5) unit akhir atau puncak, merangkum seluruh materi yag pernah dipelajari siswa.

Berdasarkan pendapat tentang langkah penggunaan media benda konkret yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penggunaan media konkret di kelas IV SD adalah sebagai berikut:

(25)

a) Persiapan Sebelum Menggunakan Media Konket

Pada langkah yang pertama ini guru mempersiapkan diri dan mempersiapkan media serta peralatan yang diperlukan dalam penggunaan media konkret. Setelah itu, guru perlu mengatur penempatan media konkret dan peralatan yang lain dengan baik sehingga tiap siswa kelas IV memiliki kesempatan yang sama untuk mengamati media tersebut.

b) Kegiatan Selama Penggunaan Media

Pada langkah ini guru menjaga suasana atau ketenangan kelas dan menghindari gangguan yang dimungkinkan dapat menghambat atau mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar.

Kegiatan selama penggunaan media konkret dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Guru menunjukkan media benda konkret di depan kelas disertai upaya menjaga ketenangan kelas dan siswa diminta memperhatikan benda secara seksama;

(2) Guru bertanya jawab tentang benda yang dijadikan media. (3) Guru menjelaskan materi dan bertanya jawab dengan siswa

tentang cara berbicara yang baik dalam mendeskripsikan benda tersebut;

(4) Guru memberikan contoh berbicara yang baik dalam mendeskripsikan media benda tersebut;

(5) Guru menugaskan siswa untuk mencoba membuat deskripsi benda dan menjaga ketenangan kelas; dan

(6) Guru meminta beberapa siswa berbicara di depan kelas secara individual untuk mendeskripsikan salah satu benda.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dadu, kotak susu, dan bungkus coklat media konkret dari benda-benda yang sering dijumpai, praktis, dan terbuat dari kertas

(26)

6) Kelebihan dan kekurangan Media Konkret

Asyhar (2011: 55) berpendapat, “Kelebihan dari media nyata ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran bersifat lebih konkret dan waktu retensi lebih panjang”.

Sudjana & Rivai (2013: 196) menyatakan bahwa belajar dengan menggunakan benda-benda asli memegang peranan yang penting dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, pada dasarnya media konkret memiliki kelebihan yaitu memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga pembelajaran bersifat lebih konkret dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran.

Sanaky (2013: 129) menjelaskan bahwa belajar menggunakan media konkret memerlukan biaya yang cukup besar. Selanjutnya Moedjiono (Daryanto, 2013: 29) menjelaskan bahwa kelompok media tiga dimendi dapat berwujud sebagai media benda asli yang mempunyai kelemahan diantaranya: (1) tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar, (2) penyimpanan memerlukan ruang yang besar, dan (3) perawatannya rumit.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan kekurangan media konkret yaitu tidak semua bisa digunakan dalam pembelajaran dikelas, tidak praktis dan biaya yang besar.

c. Penggunaan Model Think Talk Write dengan Media Konkret di Kelas IV SD

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dengan media konkret adalah menerapkan model dalam pembelajaran yang membangun pola berpikir kritis, aktif dan kreatif siswa dengan 3 tahapan yaitu think (berpikir), talk (berbicara), dan write (menulis) yang di dalamnya melibatkan penggunaan media konkret. Media konkret yang dipakai peneliti dalam proses pembelajaran termasuk merupakan model dari benda sebenarnya untuk

(27)

memudahkan konsep yang akan disampaikan kepada siswa, sehingga siswa merasa tertarik.

Berdasarkan uraian tersebut lebih detail lagi langkah-langkah penggunaan model Think Talk Write (TTW) dengan media konkret pada pembelajaran matematika tentang bangun ruang di kelas IV SD yaitu: 1) Guru membagikan LKS.

2) Pada tahap think (berpikir) guru menggunakan LKS tersebut untuk melatih pemahaman siswa dengan membuat jawaban sementara.

3) Pembentukan kelompok kecil (3-5) dan memberikan media konkret pada setiap kelompok.

4) Pada tahap talk (berbicara) siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan kelompoknya untuk mendiskusikan jawaban

5) Tahap write (menulis), siswa menuliskan hasil diskusi kelompok dengan bahasa sendiri.

6) Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok, dan 7) Kegiatan akhir menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

3. Penelitian Yang Relevan

Berikut disajikan contoh judul penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan untuk menghindari duplikasi terhadap penelitian dan juga untuk menyempurnakan penelitian sebelumnya.

Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Bainbridge, Ellis dan Wolodko (2003:1-20) yang berjudul

Writing to Succeed in Elementary School Mathematics memiliki hasil bahwa writing (menulis) dapat meningkatkan pembelajaran matematika di sekolah

dasar karena siswa mampu membangun dan mengembangkan pemahaman konseptual mengenai ide-ide matematika. Persamaan pada penelitian ini penggunaan tahap, think (berpikir) sebelum menuliskan, writing (menulis) dan meneliti pembelajaran matematika. Sedangkan perbedaan dalam penelitian tersebut yaitu tidak menggunakan tahap talk (berbicara) dan subjek penelitiannya adalah semua siswa dari kelas 1 sampai kelas IV sedangkan penelitian saya subjeknya siswa kelas IV.

(28)

Selanjutnya yang kedua, penelitian yang dilaksanakan oleh Alviyani, N. N., Suhartono dan Joharman (2015: 1-6) yang berjudul “Penggunaan Model Kooperatif Think Talk Write (TTW) Dengan Media Benda Konkret dalam Peningkatan Keterampilan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Di Kelas IV Sekolah Dasar.” Kesimpulan dari penelitian ini yaitu penggunaan model think

talk write dengan media konkret yang dilaksanakan dengan langkah-langkah

tepat dapat meningkatkan keterampilan menyelesaikan soal cerita matematika tentang pecahan pada siswa kelas V SDN 5 Kebumen tahun ajaran 2014/2015. Hasil presentase ketuntasan belajar siswa pada siklus1 dan pertemuan I yaitu 57,69% sedangkan pada siklus III pertemuan kedua presentasenya yaitu 88,46%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa telah mencapai indikator kinerja penelitian (85%) Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan model think talk write dan media konkret sedangkan perbedaannya terletak pada materi pelajaran dan tujuan pencapaiannya.

Penelitian relevan yang ketiga dilakukan oleh Rohmat, A., Wahyudi, dan Susiani, T. S. (2013: 1-7) yang berjudul “Penggunaan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Media Konkret Dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika Tentang Bangun Ruang Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Patukrejo”, kesimpulan dari penelitian ini yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan media konkret dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang bangun ruang siswa kelas IV SDN 3 Patukrejo Tahun Ajaran 2012/2013. Hal tersebut dapat dilihat dari siklus I ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 86,21% atau sebanyak 25 siswa. Selanjutnya, pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa meningkat lagi menjadi 89,66% atau sebanyak 26 siswa. Sedangkan pada siklus III persentase siswa yang mencapai ketuntasan hasil belajar bangun ruang meningkat kembali menjadi 100% atau sebanyak 29 siswa. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama tentang peningkatan pembelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun ruang di kelas IV SD dan sama-sama menggunakan media konkret. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada penggunaan model pembelajaran.

(29)

B. Kerangka Berpikir

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memaksimalkan pelaksanaan proses pembelajaran dan memaksimalkan peran aktif siswa dalam pembelajaran sehingga menunjukkan hasil belajar yang sesuai dengan tujuan dan diharapkan, serta menjadi tolak ukur untuk pembelajaran berikutnya agar lebih baik. Kenyataannya yang dijumpai di SDN 2 Kalirejo proses pembelajaran matematika yang berlangsung masih perlu perbaikan karena tujuan pembelajran matematika belum tercapai. Hal-hal yang dilakukan guru dalam pembelajaran yaitu guru lebih banyak menyampaikan materi, dilanjutkan memberikan penugasan kepada siswa untuk mengerjakan soal di LKS kemudian menilainya. Hal tersebut merupakan pembelajaran konvensional. Dalam hal ini guru sudah mulai menggunakan media dan metode pembelajaran akan tetapi belum variatif. Di samping itu kita juga harus melihat kondisi siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Berdasarkan pengamatan siswa kurang berpikir aktif, tudak berpartisipatif dalam pembelajaran, hanya mendengarkan guru saja, belum mampu memunculkan dan mengembangkan pemahamannya terhadap materi yang diajarkan, masih ada siswa yang bermain sendiri, dan sering berputus asa dalam mengerjakan soal yang diberikan guru.

Pembelajaran hendaknya dapat dilaksanakan sesuai dengan karakteristik siswa. Sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak, karakteristik siswa kelas IV SD berada pada tahap perkembangan operasional konkret. Pada tahap ini anak telah memiliki kemampuan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret misalnya benda yang dapat dilihat, didengar, dan disentuh.

Penggunaan model dan media pembelajaran merupakan salah satu tindakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu model yang dapat digunakan yaitu model Think Talk Write (TTW). Model Think Talk Write (TTW) adalah adalah model pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan ketrampilan berpikir, menyampaikan pendapat (keterampilan berkomunikasi) dan selanjutnya menuliskan hal-hal yang telah dipahami.

Penggunaan media yang berfungsi mempermudah penyampaian materi dalam pembelajaran tidak kalah penting. Dalam penelitian selain menggunakan

(30)

model Think Talk Write (TTW), peneliti juga menggunakan media konkret/ media nyata. Media konkret adalah alat bantu visual yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa berupa benda yang merupakan model dari benda sebenarnya. Media konkret yang digunakan yaitu benda-benda yang berbentuk kubus, balok dan prisma tegak segitiga dan terbuat dari kertas.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti berupaya melakukan peningkatan pada

(TTW) dengan media konkret. Pemilihan model Think Talk Write (TTW) dengan

media konkret sangat cocok digunakan pada siswa kelas IV yang memiliki karakteristik dapat berfikir logis, sistematis dan konkret, rasa ingin tahunya besar suka berkelompok dan senang bereksplorasi. Dengan harapan siswa dapat mengembangkan ketrampilan berpikir, menyampaikan pendapat dan selanjutnya dapat menuliskan hal-hal yang telah dipahami sehingga dapat menemukaan penyelesaian masalah yang diberikan guru.

Pembelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun ruang sederhana pada siswa kelas IV menggunakan model pembelajaran Think Talk Wrie (TTW) dengan media konkret dilaksanakan dalam 3 siklus. Pada siklus I, siswa mengidentifikasikan sifat-sifat kubus dengan diberikan media berupa benda berbentuk kubus seperti replika dadu. Pada siklus II siswa mengidentifikasikan sifat-sifat balok dengan diberikan media berupa benda berbentuk balok seperti wadah susu formula. Sedangkan pada siklus III mengidentifikasikan sifat-sifat prisma tegak segitiga dengan diberikan media berupa benda berbentuk prisma tegak segitiga seperti bungkus coklat. Dalam pembelajaran guru juga menggunakan kerangka bangun ruang kubus, balok dan prisma tegak segitiga untuk mempelajari rusuk pada bangun ruang.

Melalui penggunaan model Think Talk Wrie (TTW) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun ruang diharapkan dapat memotivasi siswa pada kelas IV, melalui skenario yang tepat untuk berpikir aktif, terlibat secara langsung dan dapat menyelesaikan masalah. melalui skenario yang tepat dapat mengidentifikasikan sifat-sifat bangun ruang serta mencapai KKM sebesar nilai 75 atau 85%. Bagan kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.7. sebagai berikut:

(31)

a

Gambar 2.7. Bagan Kerangka Berpikir Kondisi Awal Pembelajaran masih perlu perbaikan, penggunaan media dan metode pembelajaran belum variatif

Siswa masih ada yang bermain sendiri, siswa kurang berpikir aktif, belum berpartisipasi dalam pembelajaran, siswa hanya sebagai pendengar saja, belum mampu memunculkan dan mengembangkan pemahamannya terhadap materi yang diajarkan, dan sering berputus asa terhadap tugas diberikan guru.

Tindakan

Guru menggunaan model

TTW dengan media

konkret dalam

peningkatan pembelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun ruang hal tersebut sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV SD diantaranya dapat berfikir logis, sistematis dan konkret, rasa ingin tahunya besar suka berkelompok dan senang bereksplorasi

Siklus 1

Pembelajaran menggunakan model TTW dan siswa diberikan replika dadu pada materi sifat-sifat kubus.

Siklus II

Pembelajaran menggunakan model TTW dan siswa diberi wadah susu formula pada materi sifat-sifat balok

Siklus III

Pembelajaran menggunakan model TTW dan siswa diberi bungkus coklat berbentuk prisma tegak segitiga dengan materi sifat-sifat prisma tegak segitiga s Kondisi

Akhir

Melalui penggunaan model Think Talk Write

(TTW) dengan media

konkret dalam

peningkatan pembelajaran matematika tentang sifat-sifat bangun ruang diharapkan dapat

meningkatkan proses dan hasil belajar siswa kelas IV serta mencapai KKM sebesar nilai 75 atau 85%

(32)

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, penelitian relevan, dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah jika penggunaan model Think Talk Write dengan media konkret dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran matematika tentang bangun ruang pada siswa kelas IV SDN 2 Kalirejo tahun ajaran 2015/2016.

Gambar

Gambar 2.1.  Kubus ABCD.EFGH
Gambar 2.2. Balok ABCD.EFGH
Gambar 2.6. Wadah Coklat Berbentuk Prisma tegak Segitiga  5) Langkah-langkah Penggunakan Media Konkret di Kelas IV SD
Gambar 2.7. Bagan Kerangka Berpikir Kondisi Awal Pembelajaran masih perlu perbaikan, penggunaan media dan metode pembelajaran belum variatif

Referensi

Dokumen terkait

Hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD adalah perubahan perilaku yang menyangkut kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa kelas IV SD (kognitif, afektif, dan

Menurut Suwasono (Wahyudi, 2015: 33) terdapat empat kekuatan dalam pembelajaran Matematika realistic yaitu (1) pendekatan RME memberikan pengertian yang jelas dan

a) Self Instructional yaitu didalam modul terdapat petunjuk yang memungkinkan untuk peserta didik belajar tanpa adanya panduan dari guru atau orang lain. b) Self

Transfering merupakan penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan yang telah dibangun peserta didik ke dalam situasi atau konteks baru. Peserta didik menggunakan pengetahuan

Menurut Sugianto (2013) modul elektronik adalah sebuah bahan belajar mandiri yang penyajiannya disusun secara sistematis ke dalam unit pembelajaran terkecil untuk mencapai

Melatih keterampilan berpikir kritis peserta didik khususnya dalam materi matematika yang dilakukan dengan maksimal akan meningkatkan kualitas hasil belajar, bakat,

Menurut Tayibnapis (Widoyoko, 2013) evaluasi produk bertujuan membantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang

1) Discovery learning, Jerome Bruner menurut Slavin dalam Baharuddin dan Wahyuni (2015:180) yaitu model pembelajaran dimana siswa didorong untuk belajar dengan