• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Kemandirian dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD a. Karakteristik Siswa Kelas IV SD

Setiap anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikologis. Usia siswa sekolah dasar berkisar antara 6-12 tahun. Masa tersebut merupakan tahapan perkembangan penting dan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Siswa merupakan subjek dalam pembelajaran yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik siswa berhubungan dengan aspek-aspek yang melekat pada dirinya, seperti: motivasi, bakat, minat, kemampuan awal, gaya belajar, kepribadian, dan sebagainya. Perbedaan karakteristik pada siswa hendaknya dijadikan dasar untuk menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Tanpa mempertimbangkan karakteristik siswa, maka penggunaan strategi pembelajaran tertentu tidak dapat mencapai hasil pembelajaran yang maksimal. Untuk itu, guru harus memahami perbedaan karakteristik siswa dengan cara memenuhi semua kebutuhan dan kepentingan mereka.

Suharjo (2006: 35-36) mengemukakan karakteristik anak usia SD dari segi antropologis yaitu anak didik hakikatnya adalah makhluk individual, sosial, dan susila atau moralitas. Sebagai makhluk individual, anak memiliki karakteristik yang khas dan unik yang dimiliki dirinya sendiri. Sebagai makhluk sosial, anak didik memiliki sifat kooperatif dan dapat bekerja sama, karena itu anak didik dipengaruhi oleh pendidik agar mereka menjadi manusia yang berbudaya, sedangkan sebagai makhluk susila, anak didik memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, dan mampu membedakan hal-hal baik dari yang buruk sesuai dengan norma-norma tertentu yang didasarkan pada filsafat hidup atau ajaran agama tertentu.

(2)

Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Piaget bahwa anak belajar dari sesuatu yang konkret menuju abstrak. Huda (2013: 42) menjelaskan bahwa Piaget mengelompokkan tahap perkembangan anak ke dalam 4 kelompok tahap perkembangan yang dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Model Perkembangan Hierarkis Piaget

Siswa kelas IV di SD Negeri 3 Tamanwinangun berada pada usia antara 9-10 tahun. Menurut teori perkembangan Piaget di atas, maka siswa kelas IV SD termasuk pada tahap operasional konkret. Susanto (2013: 79) menjelaskan bahwa anak pada usia 7-11 tahun sudah mulai memandang dunia secara objektif; memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume, jumlah, berat, dan luas; menggunakan cara berpikir operasional untuk menglasifikasi benda-benda yang bervariasi beserta tingkatannya; mampu membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan menggunakan hubungan sebab akibat; dan mampu memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, pendek, lebar, luas, sempit, ringan, dan berat.

Buhler (Sobur, 2011: 132-133) menyatakan bahwa fase perkembangan anak dibagi menjadi: fase pertama (0-1 tahun), fase kedua (2-4 tahun), fase ketiga (5-8 tahun), fase keempat (9-11 tahun), dan fase kelima (14-19 tahun). Anak kelas IV SD berada dalam fase keempat, yaitu pada usia 9-11 tahun. Pada periode ini, anak mencapai objektivitas tertinggi. Anak mulai menyelidik, mencoba, dan bereksperimen yang

Tahap-Tahap perkembangan kognitif Piaget's 1 sensori motor (lahir-2 tahun) 2 pra operasional (2-7 tahun) 3 konkret operasional (7-11 tahun) 4 formal operasional (remaja-dewasa)

(3)

distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Fase ini juga merupakan masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi.

Piaget (Desmita 2012: 47) menyatakan bahwa pada tahap operasional konkret (7-11 tahun) anak dapat berpikir logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah, namun siswa akan menemui kesulitan bila diberi tugas sekolah yang menuntutnya untuk mencari sesuatu yang tersembunyi.

Dari berbagai pendapat mengenai karakteristik siswa kelas IV SD di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas IV SD yaitu: sudah mulai berpikir logis, objektif, konkret, dan sistematis; anak mulai menyelidik, mencoba, dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar; fase ini merupakan masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi.

Berdasarkan karakteristik siswa kelas IV SD di atas, dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru menggunakan model pembelajaran yang menyediakan pengalaman untuk menjembatani karakteristik peserta didik yang berpikir konkret dengan konsep abstrak yang akan diterimanya. Selain itu, juga perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang dapat mengantarkan peserta didik untuk belajar mandiri misalnya melalui belajar pemecahan masalah. Oleh karena itu, maka model Open Ended Learning merupakan model yang tepat untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran siswa kelas IV SD.

b. Kemandirian dan Hasil Belajar 1) Belajar

a) Pengertian Belajar

Belajar merupakan istilah yang digunakan oleh banyak orang untuk menyebutkan suatu proses yang dialami individu

(4)

yang melibatkan otak. Terdapat banyak pengertian belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli.

Suyono & Hariyanto (2014: 9) berpendapat bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian”. Hal ini diperjelas oleh Hamalik (2012: 36) yang mengemukakan bahwa belajar yaitu suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni mengalami. Pendapat ini senada dengan pendapat Sobur (2011: 218) yang mengungkapkan bahwa belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman.

Gagne (Susanto, 2013: 1) berpendapat bahwa “belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku”. Pendapat tersebut senada dengan pendapat Winkel (Susanto, 2013: 4) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja yang berlangsung dalam interaktif aktif antara individu dengan lingkungan, untuk menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, kecakapan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian yang konstan dan berbekas melalui pengalaman yang didapatkannya.

(5)

b) Tujuan Belajar

Belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, tidak harus dalam kondisi formal di dalam kelas, tetapi dapat secara informal, dan nonformal. Suyono & Hariyanto (2014: 15) menyatakan bahwa tujuan belajar yaitu untuk memperoleh suatu hikmah belajar.

Hamalik (2012: 37) menyatakan bahwa “tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya”. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. William Burton (Hamalik, 2012: 37) mengemukakan bahwa: A good learning situation consist of a rich and varied series of learning experiences unified around a vigorous purpose, and carried on in interaction with a rich, varried and provocative environment.

Dari beberapa tujuan belajar di atas, dapat disimpulkan tujuan belajar adalah untuk memperoleh pengalaman dari lingkungan belajarnya dengan usaha yang berbeda untuk mengahasilkan perubahan tingkah laku.

2) Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan output dari proses pembelajaran. Abdurrahman (Jihad & Haris, 2012: 14) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Pendapat tersebut senada dengan pendapat Juliah (Jihad & Haris, 2012: 15) yang mengemukakan bahwa hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya.

Susanto (2013: 5) menyatakan bahwa hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Adapun Bloom (Jihad & Haris, 2012: 14) yang

(6)

menyatakan bahwa ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Lebih lanjut lagi Nawawi (Susanto, 2013: 5) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.

Dari beberapa pendapat mengenai pengertian hasil belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian hasil belajar yaitu perubahan perilaku yang menyangkut kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang merupakan keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah setelah ia mengalami aktivitas belajar dan menerima pengalaman belajarnya.

3) Kemandirian Belajar

a) Pengertian Kemandirian Belajar

Kemandirian belajar berasal dari dua kata yaitu kemandirian dan belajar. Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional (2014: 872) menyatakan kemandirian berasal dari kata-kata mandiri yang berarti keadaan dapat berdiri sendiri. Kemandirian yaitu hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Watson dan Lindgren (Budiman, 2006: 84) menyatakan bahwa kemandirian ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Budiman (2006: 92) mengemukakan bahwa kemandirian ialah kemampuan untuk mengelola atau mengatur diri sendiri. Ini berarti anak yang mandiri ialah anak yang mampu mengelola/mengatur dirinya sendiri (self governing person). Hal ini diperjelas oleh Desmita (2011: 185) yang menjabarkan

(7)

pengertian kemandirian sebagai: (1) suatu kondisi di mana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri; (2) mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi; (3) memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya; dan (4) bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

Suyono & Hariyanto (2014: 9) berpendapat bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian”. Kemandirian dan belajar merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan dari proses belajar mengajar. Kemandirian belajar menjadi hal yang penting di dalam proses belajar mengajar. Kemandirian belajar dapat melatih siswa untuk tidak bergantung pada orang lain. Melalui kemandirian, peserta didik mampu untuk belajar dengan inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan orang lain.

Saputro (2015: 3) menyatakan bahwa “kemandirian belajar adalah potensi yang dimiliki oleh siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara bertanggung jawab yang di dorong oleh motivasi diri sendiri demi tercapainya hasil belajar yang optimal”. Adapun Mujiman (2011: 1) menyebut istilah kemandirian belajar dengan belajar mandiri. Belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai sesuatu kompetensi, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya yang meliputi penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, sumber belajar, maupun evaluasi hasil belajar dilakukan oleh pembelajar sendiri.

(8)

Mujiman (2011: 2) menjelaskan bahwa belajar mandiri adalah (1) kegiatan belajar aktif merupakan kegiatan belajar yang memiliki ciri keaktifan pembelajar, persistensi, keterarahan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan; (2) motif untuk menguasai sesuatu kompetensi adalah kekuatan pendorong kegiatan belajar secara intensif, persisten, terarah dan kreatif; (3) kompetensi adalah pengetahuan, atau keterampilan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah; (4) dengan pengetahuan yang telah dimiliki pembelajar mengolah informasi yang diperoleh dari sumber belajar, sehingga menjadi pengetahuan ataupun keterampilan baru yang dibutuhkannya; dan (5) tujuan belajar hingga evaluasi belajar ditetapkan sendiri oleh pembelajar sehingga ia sepenuhnya menjadi pengendali kegiatan belajarnya. Berdasarkan uraian tersebut, kemandirian belajar dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berinisiatif dalam mengatur, mengelola, memotivasi, dan mengontrol proses belajarnya sendiri untuk mengatasi berbagai masalah dalam belajar dengan sikap gigih, percaya diri, bertanggung jawab dan melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

b) Ciri-ciri Orang yang Mempunyai Kemandirian Belajar

Desmita (2011: 185) berpendapat bahwa kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif, dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Adapun Rachmayani (2014: 18) mengemukakan bahwa kemandirian belajar ditandai dengan siswa tersebut mampu melakukan belajar sendiri, dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu melaksanakan tugas-tugas belajar dengan baik, dan mampu untuk melakukan aktivitas belajar secara mandiri.

(9)

Mujiman (2011: 169) mengungkapkan bahwa dalam konteks pendidikan formal, belajar mandiri terjadi bila siswa menjadi tertarik untuk mendalami lebih lanjut yang diajarkan guru, lalu ia melangkah mencari pengetahuan baru dari sumber-sumber yang tersedia. Dengan cara ini, siswa akan memiliki pengetahuan dan kompetensi yang dicarinya sendiri.

Berdasarkan ciri-ciri yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa SD yang memiliki kemandirian belajar adalah siswa yang (1) mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab, (2) mampu mengatasi masalah, dan (3) percaya pada kemampuan diri sendiri.

c. Hakikat Matematika 1) Pengertian Matematika

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 147) mengemukakan bahwa Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Matematika adalah salah satu bidang studi yang diajarkan di semua jenjang pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan di perguruan tinggi, bahkan Matematika diajarkan di taman kanak-kanak secara informal.

Depdiknas (Susanto, 2013: 184) mengemukakan bahwa kata Matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedangkan dalam Bahasa Belanda, Matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Mata pelajaran Matematika memang memerlukan penalaran, karena soal-soal yang muncul dalam pelajaran Matematika berkaitan dengan rumus-rumus.

Susanto (2013: 185) menyatakan bahwa Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian

(10)

masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini diperjelas oleh Wahyudi (2008: 3) yang mengemukakan pengertian Matematika yaitu:

Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan jelas.

Dalam pembelajaran Matematika agar mudah dimengerti oleh siswa, proses penalaran induksi dapat dilakukan pada awal pembelajaran dan kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah dimiliki siswa.

Dari ketiga pendapat mengenai pengertian Matematika di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Matematika yaitu suatu disiplin ilmu yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah sehari-hari, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada penelitian ini, peneliti memilih mata pelajaran Matematika sebagai mata pelajaran yang diteliti dan menggunakan model Open Ended Learning yang dipadukan dengan media muatan. 2) Fungsi Matematika

Fungsi pembelajaran Matematika menurut Wahyudi (2008: 3), yaitu untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model Matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, garfik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 147) mengemukakan bahwa Matematika diberikan kepada siswa untuk

(11)

membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Dari beberapa pendapat mengenai fungsi Matematika di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi Matematika yaitu dapat membantu mengembangkan kemampuan bernalar sebagai alat pemecahan masalah dan sebagai alat komunikasi dalam menjelaskan suatu gagasan ataupun suatu konsep dan membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

3) Tujuan Matematika

Setiap disiplin ilmu tentu memiliki tujuan, tidak berbeda halnya dengan Matematika. Susanto (2013: 189) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran Matematika secara umum di sekolah dasar adalah agar siswa mampu terampil menggunakan Matematika serta dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan Matematika.

Tujuan Matematika secara umum juga disampaikan oleh Wahyudi (2008: 3) yang menyatakan bahwa “Tujuan pembelajaran Matematika adalah melatih cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten”.

Secara khusus tujuan pembelajaran Matematika di sekolah dasar menurut Badan Nasional Standar Pendidikan (2006: 148) yaitu: (1) memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

(12)

diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam memperlajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kesimpulan tujuan Matematika berdasarkan beberapa pendapat di atas yaitu: (1) siswa memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme; (2) melatih cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, konsisten kemudian melakukan manipulasi Matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan Matematika dan; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai penggunaan Matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai tujuan Matematika tersebut, guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang efektif, kondusif, dan bermakna, sehingga akan tercipta proses pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, serta siswa dapat memahami materi dengan mudah. Diharapkan dengan penerapan model Open Ended Learning dengan media muatan pada pembelajaran Matematika ini, diharapkan tujuan pembelajaran Matematika tersebut dapat dicapai dengan maksimal.

4) Ruang Lingkup Matematika di Sekolah Dasar

Ruang lingkup Matematika SD/MI menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 148) meliputi: (1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, dan (3) pengolahan data. Ruang lingkup Matematika yang lebih luas dikemukakan oleh Wahyudi (2008: 3), yaitu meliputi

(13)

kemahiran Matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, statistika dan peluang, trigonometri, dan kalkulus. Kemudian secara rinci, Wahyudi (2008: 6-7) menjelaskan standar kompetensi Matematika siswa SD dan MI adalah sebagai berikut:

a) Bilangan

(1) menggunakan bilangan dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah; (3) menggunakan konsep bilangan cacah dan pecahan dalam pemecahan masalah; (4) menentukan sifat-sifat operasi hitung, faktor, kelipatan bilangan bulat dan pecahan serta menggunakannya dalam pemecahan masalah; (5) melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.

b) Pengukuran dan geometri

(1) melakukan pengukuran, mengenal bangun datar dan bangun ruang, serta menggunakannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari; (2) melakukan pengukuran, menentukan unsur bangun datar, dan menggunakannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari; (3) melakukan pengukuran keliling dan luas bangun datar dan menggunakannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari; (4) melakukan pengukuran, menentukan sifat dan unsur bangun ruang, menentukan kesimetrian bangun datar serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.

c) Pengolahan data

Mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data.

Berdasarkan dari ruang lingkup di atas, penelitian ini berkaitan tentang pokok bahasan bilangan, khususnya bilangan yang diajarkan di kelas IV SD yaitu bilangan bulat. Bilangan bulat dalam penelitian ini masuk dalam lingkup bilangan.

(14)

5) Standar Kompetensi Matematika Kelas IV

Penelitian ini hanya mengkhususkan pada pembelajaran bilangan yaitu menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat, dengan kompetensi dasar meliputi: (1) mengurutkan bilangan bulat, (2) menjumlahkan bilangan bulat, dan (3) mengurangkan bilangan bulat.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) materi Matematika Kelas IV dapat disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator Mata Pelajaran Matematika Kelas IV Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 5. Menjumlah-kan dan mengurang-kan bilangan bulat 5.1 Mengurut-kan bilangan bulat

5.1.1 Mengenal bilangan bulat 5.1.2 Mengenal peragaan muatan 5.1.3 Menyebutkan lawan

bilangan bulat

5.1.4 Mengurutkan bilangan bulat dari yang terkecil atau terbesar

5.2 Menjumlah-kan bilangan bulat

5.2.1 Menjumlahkan bilangan bulat positif dengan positif 5.2.2 Menjumlahkan bilangan

bulat positif dengan negatif 5.2.3 Menjumlahkan bilangan

bulat negatif dengan positif 5.2.4 Menjumlahkan bilangan bulat negatif dengan negatif 5.3

Mengurang-kan bilangan bulat

5.3.1 Mengurangkan bilangan bulat positif dengan positif 5.3.2 Mengurangkan bilangan

bulat positif dengan negatif 5.3.3 Mengurangkan bilangan

bulat negatif dengan positif 5.3.4 Mengurangkan bilangan bulat negatif dengan negatif (Terlampir pada lampiran 2 halaman 163)

(15)

6) Materi Matematika Kelas IV Sekolah Dasar

Materi Matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi kelas IV semester II tentang bilangan bulat.

a) Mengenal Bilangan Bulat

Wahyudi (2014: 140) mengemukakan bahwa “Bilangan Bulat merupakan gabungan antara bilangan asli dengan bilangan-bilangan negatifnya serta bilangan-bilangan nol”. Bilangan bulat terdiri dari bilangan bulat positif, bilangan nol, dan bilangan negatif. Himpunan bilangan Asli = {1, 2, 3, 4, ....}

Himpunan bilangan Cacah = {0, 1, 2, 3, ....}

Himpunan bilangan Bulat = {...., -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, ....}

Bilangan bulat jika ditunjukkan pada garis bilangan menjadi sebagai berikut.

Jadi bilangan bulat itu terdiri dari bilangan bulat positif {1, 2, 3,....}, bilangan nol {0}, dan bilangan bulat negatif {1, 2, -3,....}.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

(1) Pengertian negatif satu (-1) harus dibedakan dengan pengertian tanda “-“ pada operasi 3-1. Pengertian -1 dibaca “negatif 1” adalah menunjukkan kedudukan bilangan -1 pada garis bilangan di sebelah kiri titik pangkal nol (0). Sedangkan pada 3-1, tanda “-“ berarti operasi, dibaca “tiga dikurangi satu”.

(2) Perhatikan garis bilangan pada bilangan bulat di atas. Terlihat bahwa 2 lawan bilangannya -2, sedangkan -1 lawan bilangannya 1, kemudian 4 lawan bilangannya -4, dan seterusnya. Dua bilangan dikatakan saling berlawanan apabila dua bilangan itu dijumlahkan menghasilkan 0.

(16)

b) Operasi Hitung Bilangan Bulat (1) Penjumlahan Bilangan Bulat

Mengenai penjumlahan bilangan bulat, Wahyudi (2014: 140) mengemukakan bahwa tanda “+” merupakan operasi tambah/penjumlahan. Terdapat 4 kemungkinan bentuk pasangan operasi biner pada bilangan bulat yaitu:

(a) Bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif Contoh: 3 + 2 = ...

(b) Bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif Contoh: 4 + (-3) = ...

(c) Bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif Contoh: -5 + 4 = ...

(d) Bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif Contoh: -2 + (-4) = ...

Wahyudi (2014: 149) menyatakan bahwa sifat-sifat operasi penjumlahan bilangan bulat yaitu:

(a) Sifat tertutup: a + b = c, dimana a, b, dan c adalah bilangan bulat.

(17)

(b) Sifat pertukaran (komutatif): a + b = b + a

(c) Sifat pengelompokan (asosiatif): a + (b + c) = (a + b) + c (d) Sifat elemen identitas penjumlahan (sifat bilangan 0):

a + 0 = 0 + a = a

(e) Setiap bilangan bulat mempunyai sifat invers aditif (lawan): a lawannya –a, dan berlaku a + (-a) = 0

(2) Pengurangan Bilangan Bulat

Mengenai pengurangan bilangan bulat, Wahyudi (2014: 140) mengemukakan bahwa tanda “-” merupakan operasi pengurangan/selisih. Terdapat 4 kemungkinan bentuk pasangan operasi biner pada bilangan bulat yaitu:

(a) Bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif Contoh: 6 - 2 = ...

(b) Bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif Contoh: 2 - (-3) = ...

(c) Bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif Contoh: -2 - 3 = ...

(d) Bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif Contoh: -5 - (-2) = ...

(18)

Berdasarkan uraian kemandirian belajar Matematika siswa kelas IV SD, dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar Matematika siswa kelas IV SD adalah kemampuan siswa kelas IV SD dalam hal mengatur, mengelola, memotivasi, dan mengontrol proses belajarnya sendiri untuk mengatasi berbagai masalah dengan sikap percaya diri, bertanggung jawab, dan melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain dalam pembelajaran Matematika yang terjadi secara bertahap melalui serangkaian kegiatan yang dirancang sedemikian rupa oleh guru terhadap peserta didik, sehingga terjadi kemandirian belajar seperti yang diharapkan yang ditandai dengan (1) mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab, (2) mampu mengatasi masalah, dan (3) percaya pada kemampuan diri sendiri.

Hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD adalah perubahan perilaku yang menyangkut kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa kelas IV SD (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang merupakan keberhasilan siswa kelas IV SD dalam mempelajari pelajaran Matematika tentang bilangan bulat yang terjadi secara bertahap melalui serangkaian kegiatan yang dirancang sedemikian rupa oleh guru terhadap peserta didik, yang ditunjukkan dengan hasil akhir sesuai tujuan yang dirumuskan, sehingga akan terjadi hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan.

Siswa yang menerapkan kemandirian belajar dalam mata pelajaran Matematika tentang bilangan bulat akan mengalami perubahan dalam kebiasaan belajar, yaitu dengan cara mengatur dan mengorganisasikan dirinya sedemikian rupa, sehingga dapat menentukan tujuan belajar, kebutuhan belajar, dan strategi yang digunakan dalam belajar yang mengarah pada tercapainya tujuan yang telah dirumuskan. Kemandirian belajar mata pelajaran Matematika tentang bilangan bulat mempengaruhi hasil belajar siswa tentang bilangan bulat. Untuk menunjang tingkat kemandirian dan hasil belajar diperlukannya suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemandirian dan hasil belajar. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model Open Ended Learning yang dipadukan dengan media muatan.

(19)

2. Model Open Ended Learning dengan Media Muatan a. Model Open Ended Learning

1) Pengertian Model Pembelajaran

Setiap perencanaan pembelajaran pasti terdapat langkah-langkah yang digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan pembelajaran. Dengan adanya langkah-langkah pembelajaran, seorang pendidik dapat menentukan metode dan media apa yang akan dipakai untuk mentransfer informasi dan ilmu kepada peserta didik, sehingga proses pembelajaran lebih bervariasi dan tidak membosankan. Langkah-langkah pembelajaran terdapat dalam model pembelajaran yang dipakai.

Anitah (2009: 45) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Setelah seorang guru menetapkan tujuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator, maka dapat ditentukan pula model pembelajaran apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

Aunurrahman (2013: 146) berpendapat bahwa model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Brady (Aunurrahman, 2013: 146) mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran.

Dari ketiga pendapat mengenai pengertian model pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian model pembelajaran yaitu suatu rencana atau kerangka konseptual yang

(20)

dipakai sebagai panduan yang dipergunakan untuk membimbing guru di dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran di kelas dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

2) Jenis Model Pembelajaran

Huda (2013: 270) mengemukakan bahwa model-model yang termasuk ke dalam pendekatan berpikir dan berbasis masalah memiliki beberapa kompetensi yaitu: meneliti, mengemukakan pendapat, menerapkan pengetahuan sebelumnya, memunculkan ide-ide, membuat keputusan-keputusan, mengorganisasi ide-ide-ide, membuat hubungan-hubungan, menghubungkan wilayah-wilayah interaksi, dan mengapresiasi kebudayaan.

Model-model pembelajaran yang termasuk ke dalam pendekatan berbasis masalah menurut Huda (2013: 271) yaitu (1) Problem-Based Learning; (2) Problem-Solving Learning; (3) Problem-Posing Learning; (4) Open-Ended Learning; (5) Problem-Prompting Learning; (6) Somatic-Auditory-Visualization-Intellectually (SAVI); (7) Visual, Auditory, Kinestethic (VAK); (8) Auditory, Intellectually, Repetition (AIR); (9) Group Investigation; (10) Means-Ends Analysis; (11) Creative Problem Solving; (12) Dooble-Loop Problem; (13) Scramble; (14) Mind Map; (15) Generative; (16) Circuit Learning; (17) Complete Sentence; (18) Concept Sentence; (19) Treffinger.

Dari beberapa model pembelajaran yang disebutkan di atas, peneliti menggunakan model Open Ended Learning pada penelitian ini untuk dipadukan dengan media muatan pada mata pelajaran Matematika tentang bilangan bulat di kelas IV Sekolah Dasar.

3) Model Open Ended Learning

Terdapat banyak sekali model pembelajaran yang telah ditemukan oleh para ahli. Salah satunya adalah model Open Ended Learning atau sering disebut pembelajaran terbuka atau problem terbuka merupakan salah satu upaya inovasi pendidikan yang pertama

(21)

kali dilakukan oleh para ahli pendidikan pada mata pelajaran Matematika. Model Open Ended Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang berangkat dari pendekatan berpikir dan berbasis masalah. Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, keterbukaan, dan sosialisasi. Dalam pendekatan ini, siswa diharapkan mampu memiliki beberapa kompetensi, diantaranya: meneliti, mengemukakan pendapat, menerapkan pengetahuan sebelumnya, memunculkan ide-ide, membuat keputusan, mengorganisasikan ide, membuat hubungan, menghubungkan wilayah interaksi, dan mengapresiasi kebudayaan.

Hannafin, Hall, Land, & Hill (Huda, 2013: 278) menyatakan bahwa Open Ended Learning (OEL) merupakan proses pembelajaran yang di dalamnya tujuan dan keinginan individu / siswa dibangun dan dicapai secara terbuka. Tidak hanya tujuan, Open Ended Learning juga bisa merujuk pada cara-cara untuk mencapai maksud pembelajaran itu sendiri.

Rachmiati (2013: 152) mengemukakan bahwa model pembelajaran Open Ended Learning adalah model pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar. Pendapat tersebut senada dengan pendapat Shoimin (2014: 109) yang menyatakan bahwa Open Ended Learning adalah pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multijawab, fluency).

Anitah (2009: 82) menjelaskan bahwa Open Ended Learning atau belajar terbuka dalam konteks yang lebih luas juga menawarkan kepada peserta didik pilihan tentang dimana, kapan, bagaimana, langkah/strategi peserta didik akan belajar, serta bebas dari interupsi.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian model Open Ended Leaning yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan

(22)

bahwa model Open Ended Learning adalah model pembelajaran yang di dalamnya, tujuan dan keinginan peserta didik dibangun dan dicapai secara terbuka, permasalahan disampaikan dengan berbagai cara dan memiliki solusi benar yang beragam atau lebih dari satu.

4) Karakteristik Model Open Ended Learning

Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi kekhasan tersendiri bagi pelaksanaan pembelajaran dengan model tersebut, termasuk dengan model Open Ended Learning.

Berdasarkan pengertian model Open Ended Learning di atas, yaitu model pembelajaran yang di dalamnya tujuan dan keinginan peserta didik dibangun dan dicapai secara terbuka, dan permasalahan disampaikan dengan berbagai cara, serta solusinya juga beragam. Maka salah satu karakteristik model ini adalah terbuka, menumbuhkan keaktifan dan kreativitas peserta didik.

Pada model Open Ended Learning, siswa diharapkan dapat berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban. Selanjutnya, siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Siswa diharapkan mampu mengembangkan metode yang bervariasi dalam memperoleh jawaban tersebut. Dengan demikian, karakteristik model pembelajaran ini selanjutnya yaitu lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentuk pola pikir, ketepaduan, keterbukaan, dan ragam berpikir. Masalah yang disajikan juga bersifat kontekstual.

Dipandang dari strategi bagaimana materi pelajaran disampaikan, pada prinsipnya model pembelajaran Open Ended Learning sama dengan pembelajaran berbasis masalah yaitu suatu model pembelajaran yang dalam prosesnya dimulai dengan memberi suatu masalah kepada siswa.

Shimada & Becker (Murni, 2013: 97) mengemukakan bahwa model Open Ended Learning memiliki karakteristik yaitu masalah

(23)

yang diberikan adalah masalah yang bersifat terbuka (open-ended problem) atau masalah tidak lengkap (incomplete problem). Dasar keterbukaan masalah diklasifikasikan dalam tiga tipe, yakni: (1) prosesnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian yang benar; (2) hasil akhirnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak jawaban yang benar; dan (3) cara pengembangan lanjutannya terbuka, maksudnya ketika siswa telah menyelesaikan masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru yaitu dengan cara merubah kondisi masalah sebelumnya. Tujuan utama pemberian masalah Open-Ended bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada jawaban, sehingga siswa lebih leluasa untuk mencoba mengerjakan soal yang diberikan dengan cara mereka sendiri.

Shoimin (2014: 110) mengemukakan bahwa karakteristik model Open Ended Learning adalah terjadinya keleluasaan siswa untuk memakai sejumlah metode dan segala kemungkinan yang dianggap paling sesuai untuk menyelesaikan masalah. Artinya, pertanyaan Open Ended Learning diarahkan untuk menggiring tumbuhnya pemahaman atas masalah yang diajukan guru.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik model Open Ended Learning yaitu siswa diharapkan dapat berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi yang diarahkan untuk menggiring tumbuhnya pemahaman dalam memperoleh jawaban, masalah yang disajikan bersifat terbuka, dan lebih mementingkan proses daripada produk. 5) Langkah-langkah Model Open Ended Learning

Huda (2013: 280) menyatakan bahwa langkah-langkah yang perlu diambil oleh guru dalam model Open Ended Learning adalah: (1) menghadapkan siswa pada permasalahan yang bersifat terbuka dengan menekankan pada bagaimana siswa sampai pada sebuah solusi, (2) membimbing siswa untuk menemukan pola dalam

(24)

mengkonstruksi permasalahannya sendiri, (3) membiarkan siswa memecahkan masalah dengan berbagai penyelesaian dan jawaban yang beragam, serta (4) meminta siswa untuk menyajikan hasil temuannya.

Khabibah (Murni, 2013: 96-97) mengemukakan bahwa langkah-langkah model Open Ended Learning yaitu: (1) orientasi, yaitu pembelajaran diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran dan pemberian motivasi berupa masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa; (2) penyajian masalah terbuka, yaitu guru memberikan penjelasan materi dan masalah secara umum tentang materi yang diberikan; (3) pengerjaan masalah terbuka secara individu, yaitu siswa diminta mengerjakan soal atau menyelesaikan masalah secara individu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tingkat kreativitas siswa secara individu akibat pembekalan yang diberikan. Pada saat mengerjakan, siswa tidak diperkenankan untuk minta bantuan kepada teman yang lain sehingga siswa akan benar-benar terpacu kreativitasnya untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Setelah selesai, siswa diminta mengumpulkan lembar penyelesaiannya; (4) diskusi kelompok tentang masalah terbuka, yaitu siswa diminta bekerja secara berkelompok untuk mendiskusikan penilaian dari masalah open ended yang telah dikerjakan secara individu. Dengan demikian, diharapkan diskusi kelompok akan dapat memunculkan ide pada tiap siswa sehingga nantinya kreativitas siswa akan meningkat; (5) presentasi hasil diskusi kelompok, yaitu beberapa atau semua anggota kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka; (6) penutup, yaitu siswa bersama guru menyimpulkan atau membuat ringkasan singkat tentang konsep atau ide-ide yang terdapat pada permasalahan yang diajukan.

Furnaningtias, dkk. (2013: 325-326) mengemukakan bahwa langkah-langkah model Open Ended Learning yaitu: (1) orientasi, (2)

(25)

pembekalan materi, (3) penyajian masalah open-ended, (4) pengerjaan masalah terbuka secara individu, (5) diskusi kelompok tentang soal terbuka, (6) presentasi hasil diskusi kelompok, (7) penutup.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan langkah-langkah yang perlu diambil dalam Open Ended Learning yaitu:

a) Orientasi

Pada langkah ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi berupa masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, siswa memperhatikan tujuan pembelajaran dan motivasi yang disampaikan oleh guru.

b) Penyajian masalah terbuka

Pada langkah ini guru memberikan penjelasan materi dan masalah secara umum tentang materi yang diberikan menggunakan media pembelajaran, siswa memperhatikan masalah yang disampaikan oleh guru.

c) Pengerjaan masalah terbuka secara individu

Pada langkah ini siswa mengerjakan soal yang telah disampaikan oleh guru secara individu. Setelah selesai, siswa diminta mengumpulkan lembar penyelesaiannya. Ketika siswa mengerjakan, guru mencatat respon siswa dalam mengerjakan masalah.

d) Diskusi kelompok tentang masalah terbuka

Pada langkah ini siswa bekerja secara berkelompok untuk mendiskusikan penilaian dari masalah yang telah dikerjakan secara individu. Guru membimbing dan mencatat respon siswa selama diskusi.

e) Presentasi hasil diskusi kelompok

Pada langkah ini beberapa atau semua anggota kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka. Guru membimbing presentasi hasil diskusi.

(26)

f) Penutup

Pada langkah ini siswa diarahkan oleh guru menyimpulkan atau membuat ringkasan singkat tentang konsep atau ide-ide yang terdapat pada permasalahan yang diajarkan.

6) Kelebihan dan Kekurangan Model Open Ended Learning

Suatu model pembelajaran yang diterapkan pada pembelajaran karena memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan model Open Ended Learning yang disesuaikan dengan materi dan karakteristik peserta didik. Berikut ini merupakan kelebihan dari model Open Ended Learning menurut Shoimin (2014: 112) yaitu: (1) siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya, (2) siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan komprehensif, (3) siswa dengan kemampuan rendah dapat merespons permasalahan dengan cara mereka sendiri, (4) siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan, (5) siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

Huda (2013: 279) menjelaskan bahwa ada beberapa asumsi yang mendasari Open Ended Learning (OEL), yaitu: (1) konteks dan pengalaman merupakan hal penting untuk dipahami, (2) pemahaman harus dimediasi secara individual, (3) meningkatkan proses kognitif seringkali lebih penting daripada menciptakan produk-produk pembelajaran, (4) pemahaman lebih berharga daripada hanya sekedar mengetahui, dan (5) fokus pada keterampilan memecahkan masalah secara autentik.

Dari pendapat Huda dapat diketahui beberapa kelebihan Open Ended Learning (OEL) yaitu: (1) pembelajaran akan efektif jika melibatkan pengalaman yang kaya dan konkret, sehingga siswa dapat menjumpai, membentuk, dan mengubah teorinya secara praktis di lapangan; (2) pemahaman dimediasi secara individual, sehingga siswa

(27)

paham secara keseluruhan atau paling tidak sebagian besar sehingga rentang nilai di antara siswa juga tidak terlalu jauh; (3) Open Ended Learning mementingkan pada peningkatan proses kognitif siswa, sehingga kemampuan kognitif siswa dapat terlatih untuk mencapai tingkat kognitif yang lebih tinggi. Pemahaman dalam pembelajaran akan membuat pembelajaran itu bermakna. Dalam model Open Ended Learning, siswa bukan hanya akan mengetahui tetapi juga paham, sehingga pembelajaran lebih membekas dibenak siswa. Model ini fokus pada keterampilan memecahkan masalah sehingga memberi kesempatan peserta didik untuk mencoba coba membangun teorinya sendiri.

Dari beberapa pendapat mengenai kelebihan model Open Ended Learning di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan model Open Ended Learning yaitu: (1) menciptakan pembelajaran yang bermakna dengan fokus pada pemahaman dan pengalaman; (2) siswa lebih aktif dan termotivasi dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif; (3) meningkatkan kemampuan kognitif; (4) melatih dan menumbuhkan orisinalitas ide, kreativitas, kritis, dan sosialisasi siswa; dan (5) membentuk pola pikir siswa. Dalam penelitian ini, diharapkan kelebihan-kelebihan model Open Ended Learning dapat terlaksana secara maksimal, sehingga penerapan model ini diharapkan dapat meningkatkan kemandirian dan hasil belajar siswa dan jumlah siswa dengan nilai tuntas atau lebih dari KKM dapat meningkat pula.

Berikut ini merupakan kekurangan dari model Open Ended Learning menurut Shoimin (2014: 112) yaitu: (1) membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah, (2) mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak yang mengalami kesulitan bagaimana merespons permasalahan yang diberikan, (3) siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban

(28)

mereka, (4) kemungkinan ada sebagian siswa yang merasa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang dihadapi.

Cara yang dilakukan untuk mengurangi kekurangan model Open Ended Learning ialah dengan mengenal lingkungan siswa dan kebutuhannya. Dengan demikian, akan lebih mudah memilah-milah masalah yang akan disajikan. Artinya, munculnya suatu topik permasalahan dikarenakan pengenalan sesuatu. Selanjutnya, memberikan motivasi dan penguatan berupa stiker kepada siswa akan menambah rasa percaya diri untuk menyampaikan buah pikirannya. b. Media Muatan

1) Pengertian Media

Briggs (Sadiman, dkk., 2011: 6) mengemukakan bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta perangsang peserta didik untuk belajar. Contohnya: buku, film, kaset, dan film bingkai. Djamarah dan Zain (2010: 121) berpendapat bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran.

Pendapat lain dikemukakan oleh Gerlach & Ely (Anitah, 2009: 123) media adalah grafik, fotografi, elektronik, atau alat-alat mekanik untuk menyajikan, memproses, dan menjelaskan informasi lisan atau visual. Pendapat tersebut berbeda dengan pendapat Smaldino, dkk. (Anitah, 2009: 123) yang mengatakan bahwa media adalah suatu alat komunikasi dan sumber informasi. Berasal dari bahasa Latin “medium” yang berati “antara”, media menunjuk pada segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima pesan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media merupakan segala alat fisik atau alat bantu yang dapat menyajikan, memproses, dan menjelaskan pesan dari sumber informasi yang diteruskan ke penerima pesan. Dalam penelitian ini,

(29)

peneliti menggunakan media muatan yang ditempelkan di papan flaanel.

2) Media Muatan

Wahyudi (2014: 144) berpendapat bahwa “Selain garis bilangan, terdapat cara lain untuk menjelaskan konsep bilangan bulat, yaitu dengan menggunakan peragaan seperti berikut (sebut saja peragaan dengan „Muatan‟)”.

Anitah menyatakan bahwa media muatan tergolong ke dalam media visual yang tidak diproyeksikan. Media muatan termasuk jenis “realia” atau disebut juga objek adalah benda yang sebenarnya dalam bentuk utuh atau disebut juga objek. Realia termasuk ke dalam media visual yang tidak diproyeksikan karena tidak membutuhkan proyektor dan layar untuk memproyeksikan perangkat lunak. Bentuk media ini dapat dimodifikasi ke dalam bentuk-bentuk lainnya, yang terpenting bentuk modifikasi dari media ini sesuai dengan prinsip kerja media tersebut. Media muatan biasanya terdiri dari dua warna yang berbeda, satu berwarna biru yang menandakan/mewakili bilangan bulat positif, sedangkan yang menandakan/mewakili bilangan bulat negatif berwarna merah. Penggunaan media ini ditempelkan di papan flanel.

Muhsetyo (2011: 3.10) menjelaskan bahwa untuk mengenalkan konsep operasi hitung pada sistem bilangan bulat dapat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu: (1) tahap pengenalan konsep secara konkret, (2) tahap pengenalan konsep secara semi konkret atau semi abstrak, (3) tahap pengenalan konsep secara abstrak.

Pada tahap pertama ada 2 model peragaan yang dapat dikembangkan, yaitu menggunakan pendekatan himpunan (yaitu menggunakan alat peraga manik-manik), sedangkan model yang kedua menggunakan pendekatan hukum kekekalan panjang (yaitu menggunakan alat peraga balok garis bilangan atau pita garis bilangan atau tangga garis bilangan). Pada tahap kedua, proses pengerjaan operasi hitungnya diarahkan menggunakan garis bilangan dan pada

(30)

tahap ketiga kepada siswa baru diperkenalkan dengan konsep-konsep operasi hitung yang bersifat abstrak.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan media muatan adalah alat bantu yang terbuat dari kertas berbentuk persegi panjang berukuran 7 cm x 10 cm yang terdiri dari dua warna yang berbeda, satu berwarna biru yang menandakan/mewakili bilangan bulat positif, sedangkan yang menandakan/mewakili bilangan bulat negatif berwarna merah, kemudian kertas tersebut dilaminating dan diberi perekat, kemudian dalam penggunaannya ditempelkan di papan flanel yang berukuran 90 cm x 60 cm. Media muatan sangat sederhana, menggambarkan secara konkret proses perhitungan pada bilangan bulat, menarik dan mudah dalam pembuatannya.

Peneliti menggunakan 2 macam media muatan yaitu media muatan yang didemonstrasikan di depan kelas dan yang digunakan untuk individu dan diskusi kelompok. Media muatan yang digunakan untuk individu dan diskusi kelompok berbentuk lebih kecil daripada yang didemonstrasikan di depan kelas karena terbuat dari kertas berbentuk persegi panjang berukuran 2 cm x 5 cm yang terdiri dari dua warna yang berbeda, satu berwarna biru yang menandakan/mewakili bilangan bulat positif, sedangkan yang menandakan/mewakili bilangan bulat negatif berwarna merah dan penggunaannya ditempelkan di papan karton yang berukuran 25 cm x 25 cm.

3) Pembelajaran Bilangan Bulat dengan Media Muatan

Wahyudi (2014: 144) mengemukakan bahwa “Selain garis bilangan, terdapat cara lain untuk menjelaskan konsep bilangan bulat, yaitu dengan menggunakan peragaan seperti berikut (sebut saja peragaan dengan „Muatan’)”.

Media muatan adalah alat bantu yang terbuat dari kertas berbentuk persegi panjang berukuran 7 cm x 10 cm yang terdiri dari

(31)

dua warna yang berbeda, satu berwarna biru yang menandakan/mewakili bilangan bulat positif, sedangkan yang menandakan/mewakili bilangan bulat negatif berwarna merah, kemudian kertas tersebut dilaminating dan diberi perekat, kemudian dalam penggunaannya ditempelkan di papan flanel yang berukuran 90 cm x 60 cm. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan media muatan yang berbentuk persegi panjang dengan dua macam warna yang membedakan bilangan bulat positif dan bilangan bulat negatif.

a) Mengenal bilangan bulat menggunakan media muatan

Gambar 2.2. Media Muatan

PAPAN FLANEL

Lambang bilangan 0 (karena -4 + 4 = 0)

PAPAN FLANEL

Lambang bilangan negatif (lambang -4)

Lambang bilangan positif (lambang +4)

PAPAN FLANEL

---> melambangkan bilangan negatif

(32)

b) Operasi hitung penjumlahan dan pengurangan menggunakan media muatan

Muhsetyo (2011: 3.12) mengemukakan bahwa “Dalam operasi hitung, proses penggabungan dalam konsep himpunan dapat diartikan sebagai penjumlahan, sedangkan proses pemisahan dapat diartikan sebagai pengurangan”.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses penjumlahan, yaitu:

(1) Jika a > 0 dan b > 0 atau a < 0 dan b < 0, maka gabungkanlah sejumlah media muatan ke dalam kelompok media muatan lain yang warnanya sama.

(2) Jika a > 0 dan b < 0 atau sebaliknya, maka gabungkanlah sejumlah media muatan yang mewakili bilangan positif ke dalam kelompok media muatan yang mewakili bilangan negatif. Selanjutnya, lakukan proses “penghimpitan” di antara kedua kelompok media muatan. Tujuannya untuk mencari sebanyak-banyaknya kelompok media muatan yang bernilai nol. Melalui proses ini akan menyisakan media muatan dengan warna tertentu yang tidak berpasangan, media muatan yang tidak berpasangan inilah merupakan hasil penjumlahannya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses pengurangan, yaitu:

(1) Jika a > 0 dan b > 0 tetapi a > b, maka pisahkanlah secara langsung sejumlah b media muatan keluar dari kelompok media muatan yang berjumlah a.

(2) Jika a > 0 dan b > 0 tetapi a < b, maka sebelum memisahkan sejumlah b media muatan yang nilai bilangannya lebih besar dari a, terlebih dahulu harus menggabungkan sejumlah media muatan yang bersifat netral ke dalam kelompok media

(33)

muatan a, dan banyaknya tergantung pada seberapa kurangnya media muatan yang akan dipisahkan.

(3) Jika a > b dan b < 0, maka sebelum memisahkan sejumlah b media muatan yang bernilai negatif, terlebih dahulu harus menggabungkan sejumlah media muatan yang bersifat netral dan banyaknya tergantung dari besarnya bilangan pengurangannya (b).

(4) Jika a < 0 dan b > 0, maka sebelum melakukan proses pemisahan sejumlah b media muatan yang bernilai positif dari kumpulan media muatan yang bernilai negatif, terlebih dahulu harus menggabungkan sejumlah media muatan yang bersifat netral ke dalam kumpulan media muatan a, dan banyaknya tergantung pada seberapa besarnya bilangan b. (5) Jika a < 0 dan b < 0 tetapi a > b, maka sebelum melakukan

proses pemisahan sejumlah b media muatan yang bilangannya lebih kecil dari a, terlebih dahulu harus melakukan proses penggabungan sejumlah media muatan yang bersifat netral ke dalam kumpulan media muatan a, dan banyaknya tergantung dari seberapa kurangnya media muatan yang akan dipisahkan.

c) Langkah-langkah Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Menggunakan Media Muatan

Muhsetyo (2011: 3.14) mengemukakan bahwa langkah-langkah penggunaan alat peraga tersebut adalah:

(1) Penjumlahan pada Bilangan Bulat Contoh: 3 + (-5) = ...?

(a) Tempatkan 3 media muatan yang berwarna biru atau yang bertanda positif ke dalam papan peragaan. Hal ini untuk menunjukkan bilangan positif 3.

(34)

(b) Gabungkan atau tambahkan ke dalam papan peragaan tersebut sebanyak 5 media muatan yang bertanda negatif. Pasangkan antara media muatan yang bertanda positif dengan yang bertanda negatif dengan tujuan untuk mencari sebanyak-banyaknya yang bersifat netral (bernilai nol).

(c) Dari hasil pemetaan pada langkah ke-3 di atas, terlihat ada 3 pasangan media muatan yang bersifat netral. Jika pasangan media muatan ini dikeluarkan, maka dalam papan peragaan terlihat ada 2 media muatan yang berwarna merah (bernilai negatif 2). Peragaan ini menunjukkan kepada kita bahwa 3 + (-5) = -2

(2) Pengurangan pada Bilangan Bulat Contoh 3 – 5 = ...

(a) Tempatkanlah 3 media muatan yang bertanda positif ke dalam papan peragaan (untuk menunjukkan bilangan positif 3).

(b) Karena operasi hitungnya berkenaan dengan pengurangan yaitu oleh bilangan positif 5, maka seharusnya kita memisahkan dari dalam papan peragaan sebanyak 5

Pasangkan media muatan yang bertanda positif dengan yang bertanda negatif

Tersisa 2 media muatan bertanda negatif

(35)

media muatan yang bertanda positif. Namun, untuk sementara pengambilan tidak dapat dilakukan, karena hanya terdapat 3 media muatan bertanda positif.

(c) Agar pemisahan dapat dilakukan, maka kita perlu menambahkan 2 media muatan yang bertanda positif dan 2 media muatan yang bertanda negatif dan letaknya dihimpitkan ke dalam papan peragaan.

(d) Setelah melalui proses tersebut, dalam papan peragaan terlihat ada 5 media muatan yang bertanda positif dan 2 media muatan yang bertanda negatif. Selanjutnya, kita dapat memisahkan ke 5 media muatan yang bertanda positif keluar dari papan peragaan.

Akan diambil sebanyak 5 media muatan bertanda positif, tetapi hanya ada 3 muatan beratanda positif

netral netral

Diambil sebanyak 5 media

muatan yang bertanda

positif Tersisa 2 media

muatan bertanda negatif

(36)

(e) Dari hasil pemisahan tersebut, di dalam papan peragaan sekarang terdapat 2 media muatan yang bertanda negatif (bernilai negatif 2). Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa: 3 - 5 = -2

4) Kelebihan Media Muatan

Media muatan merupakan salah satu jenis dari media grafis. Media grafis termasuk media visual. Media grafis adalah suatu penyajian secara visual yang menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau simbol visual yang lain dengan maksud untuk mengikhtisarkan, menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data atau kejadian. Media grafis juga merupakan media dua dimensi, sehingga hanya bisa dilihat dari bagian depannya saja. Kelebihan media grafis menurut Suharjo (2006: 111), yaitu: (1) lebih ekonomis, (2) bahan mudah diperoleh, (3) dapat menyampaikan data, (4) mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, (5) penggunaannya tanpa memerlukan peralatan khusus dan mudah penempatannya, (6) sedikit memerlukan informasi tambahan, (7) dapat membandingkan suatu perubahan, (8) dapat divariasi dengan media satu dengan media lainnya, dan (9) bentuk medianya sederhana. Hermawan (2011: 28) menyatakan bahwa kelebihan media muatan antara lain: (1) mudah di dapat karena bisa menggunakan kertas warna yang sudah tidak terpakai, (2) ringan, karena terbuat dari kertas, (3) bisa dibuat sendiri sehingga lebih ekonomis, (4) bentuknya kecil dan praktis, (5) aman dan mudah digunakan oleh siswa.

Berdasarkan pendapat dia atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan media muatan adalah bentuknya sederhana, ekonomis karena bisa dibuat sendiri oleh guru ataupun siswa, bahannya mudah

(37)

diperoleh, bentuknya kecil dan praktis dan mudah digunakan oleh siswa.

5) Kekurangan Media Muatan

Pada dasarnya media muatan merupakan salah satu dari media grafis seperti yang dijelaskan di atas. Suharjo (2006: 112) menyatakan bahwa kekurangan media grafis yaitu: (1) tidak dapat menjangkau kelompok yang besar, (2) hanya menekankan peserpsi indera penglihatan saja, (3) tidak menampilkan unsur “audio dan motion”. Indriana (2011: 63) juga menegaskan bahwa kekurangan dari media grafis yaitu membutuhkan keterampilan khusus dalam pembuatannya, terutama untuk grafis yang lebih rumit dan penyajian pesannya berupa unsur visual saja.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kekurangan media muatan yaitu: (1) hanya menekankan pada indera penglihatan, (2) tidak dapat digunakan pada kelompok yang relatif besar, (3) tidak fapat menampilkan unsur audio dan motion, (4) memerlukan keterampilan khusus untuk membuatnya.

Berdasarkan uraian model Open Ended Learning dengan media muatan, dapat disimpulkan bahwa model Open Ended Learning dengan media muatan adalah model pembelajaran yang di dalamnya, tujuan dan keinginan peserta didik dibangun dan dicapai secara terbuka, permasalahan disampaikan dengan berbagai cara dan memiliki solusi benar lebih dari satu yang dibantu menggunakan media muatan yang berbentuk persegi panjang berukuran 7 cm x 10 cm dengan dua macam warna yang membedakan bilangan bulat positif dan negatif yang dalam penggunaannya ditempelkan di papan flanel yang berukuran 90 cm x 60 cm, dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) orientasi, (2) penyajian masalah terbuka, (3) pengerjaan masalah terbuka secara individu dengan media muatan, (4) diskusi kelompok tentang masalah terbuka dengan media muatan, (5) presentasi hasil diskusi kelompok,

(38)

dan (6) penutup, sehingga siswa mengalami proses perhitungan pada bilangan bulat secara konkret.

3. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan dan sesuai dengan substansi yang sedang diteliti oleh peneliti sekarang. Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, yaitu mengenai penggunaan model Open Ended Learning dengan media muatan, antara lain.

Penelitian pertama mengenai penggunaan model pembelajaran Open Ended Learning pernah dilakukan oleh Al-Absi (2013: 345-351) dengan judul “The Effect of Open-ended –as an assessment tool- on Fourth Grader’s Mathematics Achievement, and Assessing Student’s Perspectives about it”. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa open-ended tasks had a positive effect on improving students’ mathematics achievement, and assessing their perspectives toward using the tasks in learning mathematics yang memiliki arti model open ended memiliki efek positif pada peningkatan prestasi belajar Matematika siswa, dan meningkatkan penilaian perspektif mereka terhadap tugas pembelajaran Matematika. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama menggunakan model Open Ended Learning dalam penelitian dengan mata pelajaran Matematika dan subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD. Perbedaannya terletak pada aspek yang diamati. Jika pada penelitian yang dilakukan oleh Absi, aspek yang diamati hanya peningkatan prestasi belajar Matematika siswa dan meningkatkan penilaian perspektif, sedangkan dalam penelitian ini, peneliti mengamati kemandirian dan hasil belajar Matematika.

Penelitian kedua mengenai penggunaan model pembelajaran Open Ended Learning pernah dilakukan oleh Murni (2013: 95-101) dengan judul “Open-Ended Approach in Learning to Improve Students Thinking Skills in Banda Aceh”. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa model Open

(39)

Ended Learning dapat memberikan kebebasan kepada siswa dalam memberikan ekspresi dan mengeluarkan pendapat dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir mereka. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama menggunakan model Open Ended Learning dalam penelitian dengan mata pelajaran Matematika. Adapun perbedaannya materinya.

Penelitian ketiga mengenai penggunaan model pembelajaran Open Ended Learning pernah dilakukan oleh Novikasari (2009: 346-364) dengan judul “Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa melalui Pembelajaran Matematika Open-ended di Sekolah Dasar”. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa penggunaan model Open Ended Learning dapat meningkatkan daya kritis dan kreativitas siswa. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama menggunakan model Open Ended Learning dengan mata pelajaran Matematika. Perbedaannya terletak pada subjek yang digunakan dan aspek yang diamati. Pada penelitian yang dilakukan oleh Novikasari, subjeknya yaitu siswa kelas V dan aspek yang diamati yaitu kemampuan berpikir kritis, sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan subjek siswa kelas IV dan aspek yang diamati yaitu kemandirian dan hasil belajar.

Penelitian keempat mengenai penggunaan media muatan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh Lestari, dkk. (2012: 1-7) dengan judul “Media Muatan dalam Pembelajaran Matematika tentang Bilangan Bulat di Sekolah Dasar”. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa penggunaan media muatan pada pembelajaran Matematika dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang bilangan bulat. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama menggunakan media muatan, mata pelajaran Matematika, dan menggunakan subjek siswa kelas IV. Perbedaannya terletak pada aspek yang diamati dan model pembelajaran yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari, dkk., aspek yang diamati yaitu pembelajaran Matematika dan tidak menggunakan model, sedangkan dalam penelitian ini,

(40)

peneliti mengamati kemandirian dan hasil belajar dengan menggunakan model Open Ended Learning.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan orang tua, siswa, dan guru kelas IV di SD Negeri 3 Tamanwinangun, diperoleh informasi bahwa: (1) kemandirian belajar siswa kelas IV belum optimal, hal ini terlihat ketika orang tua yang diwawancarai mengatakan bahwa anak mereka hanya belajar ketika ada ulangan, PR, dan masih mempersiapkan buku pelajaran di pagi hari, bahkan ada yang setiap hari membawa buku satu minggu di dalam tas; (2) sebagian siswa mengatakan tidak suka menghitung dan kurang termotivasi terhadap pembelajaran; (3) guru masih kurang inovatif, sehingga kurang menggali kreativitas siswa dalam memecahkan masalah; (4) guru masih kurang memanfaatkan media pembelajaran, sehingga dalam memahami suatu konsep materi yang baru sebagian siswa masih kesulitan. Jika hal tersebut terus berlanjut, maka kemandirian belajar siswa belum optimal dan hasil belajar siswa masih rendah.

Kemandirian belajar dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berinisiatif dalam mengatur, mengelola, memotivasi, dan mengontrol proses belajarnya sendiri untuk mengatasi berbagai masalah dalam belajar dengan sikap gigih, percaya diri, bertanggung jawab dan melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Indikator kemandirian belajar dalam penelitian ini adalah siswa yang (1) mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab, (2) mampu mengatasi masalah, dan (3) percaya pada kemampuan diri sendiri. Kemandirian belajar yang meningkat juga akan meningkatkan hasil pembelajaran. Kemandirian dan hasil belajar yang maksimal tidak lepas dari pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran sebagai wahana pemberian pengalaman belajar kepada siswa hendaknya dilaksanakan sesuai dengan karakteristik siswa. Sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak, karakteristik siswa kelas IV SD berada pada tahap-tahap perkembangan operasional konkret. Pada tahap ini anak memiliki karakteristik senang bermain, senang bergerak senang bekerja dalam kelompok, senang

Gambar

Gambar 2.3. Bagan Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Putra merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk mengungkapkan bahwa melalui penerapan media foto dapat meningkatkan kemampuan membaca kata berakasara

Oleh karena itu diduga terdapat interaksi antara model pembelajaran Peer Led Guided Inquiry (PLGI) dengan kemampuan berkolaborasi terhadap hasil belajar siswa pada

Pada model pembelajaran discovery learning, siswa dengan z kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis z yang lebih baik

1) Mengenali Emosi Diri.. Mengenali emosi diri sendiri adalah merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu terjadi sesuatu. Kemampuan ini merupakan dasar dari

Boudreau (2005) juga menyebutkan komponen perkembangan keaksaraan awal pada anak usia dini terdiri dari : 1) Reading books, yaitu ketertarikan anak terhadap buku

Penelitian Gesang (2013) pengaruh penggunaan model pembelajaran problem solving dengan permainan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas iv sd n dadapayam 01 dan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa yang meliputi aspek afektif dan kognitif melalui metode pembelajaran STAD (Student Team Acievement

Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi dan merupakan bagian dari pendidikan yang menyangkut