• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA

1. Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif menurut Asikin (2019) adalah berpikir matematis dalam menyelesaikan masalah matematika. Jika siswa dapat memecahkan masalah matematika rutin dengan cara yang berbeda, dari cara yang diajarkan oleh guru di kelas, maka siswa ini dapat dikatakan kreatif dalam matematika. Menurut Soesilo (2014) berpikir kreatif adalah kemampuan seorang siswa dalam memberikan bermacam-macam gagasan dengan caranya sendiri bisa secara lisan atau tulisan sesuai dengan perintah. Sependapat dengan Moma (2015) bahwa berpikir kreatif matematis sebagai kemampuan menemukan dan menyelesaikan masalah matematis yang meliputi indikator komponen kelancaran, fleksibilitas, dan kebaruan.

Selanjutnya, kemampuan berpikir kreatif menurut Munandar (Hendriana, 2017) yaitu kemampuan berpikir seseorang yang memiliki ciri-ciri yaitu kelancaran (Kefasihan) meliputi memberikan banyak jawaban, menyelesaikan masalah dengan memberikan banyak cara; keluwesan (fleksibilitas) meliputi menghasilkan gagasan atau jawaban yang bervariasi; dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang berbeda; menghasilkan banyak alternatif jawaban yang berbeda; kebaruan meliputi mampu memberikan gagasan yang relatif baru dalam menyelesaikan masalah dari yang sudah biasa dalam menjawab suatu pertanyaan sebelum diberi pengetahuan, mampu membuat kombinasi yang baru dan memrinci suatu gagasan dengan runtut.

Menurut Silver (1997) mengungkapkan tiga komponen yang dinilai meliputi kefasihan yang meliputi menghasilkan jawaban yang bervariasi dengan lancar dan benar, fleksibilitas yang mengacu banyaknya memberikan banyak cara, dan kebaruan yang meliputi mampu menyelesaikan masalah dengan cara sendiri sebelum diberi pengetahuan. Dalam masing-masing komponen, apabila respons perintah disyaratkan harus sesuai, tepat, atau commit to user

(2)

berguna dengan perintah yang diinginkan maka indikator berpikir kreatif sudah terpenuhi. Penting bagi siswa untuk menghasilkan solusi yang berbeda dalam memecahkan masalah di lingkungan pembelajaran mereka, hal ini digunakan untuk mengembangkan pemikiran kreatif mereka (Sener, N & Tas, 2017).

Selanjutnya, berpikir kreatif ini menurut (Haylock, 1997) mengatakan bahwa siswa mampu menemukan cara yang berbeda dan mampu memberikan beragam jawaban yang benar sesuai dengan konteks

Selanjutnya, menurut Wahyuni (2018) mengungkapkan kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan memberikan ide-ide baru dengan cara berpikir dan merealisasikan imajinasinya dengan memberikan alternatif jawaban yang berbeda serta memberikan kesempatan bagi siswa sesuai dengan kelancaran, keluwesan, kebaruan dan merinci/elaborasi. Menurut Livne, NN &

Oren E. (2008) berpendapat bahwa berpikir kreatif dalam matematika berfokus pada kemampuan siswa untuk menghasilkan cara-cara baru dalam memecahkan masalah matematika. Artinya, melalui kemampuan berpikir kreatif, siswa dapat mengamati dan memecahkan masalah matematika dari berbagai sudut pandang, kemudian menghubungkannya dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, sehingga siswa dapat mengungkapkan ide yang baru untuk menyelesaikan masalah matematika.

Selanjutnya lain halnya, dengan Torrenz (Jazuli, 2009) mengemukakan berpikir kreatif mempunyai ciri antara lain fluency (kelancaran) terlihat ketika siswa mampu membangun ide matematika yang beragam sehingga menemukan jawaban yang bervariasi, flexibility (keluwesan) terlihat pada siswa mampu menjawab pertanyaan menggunakan ide matematika mereka dengan menggunakan macam metode penyelesaian, dan elaboration (elaborasi) terlihat ketika siswa mengembangkan ide matematikanya dengan menyelesaikan masalah matematika secara tepat dan rinci.

Sesuai pendapat yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif yaitu sebagai kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah matematis dengan cara yang berbeda, memberikan keberagaman jawaban dan mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang commit to user

(3)

tidak biasa dilakukan oleh individu. Komponen penilaian yang mengacu pada kemampuan berpikir kreatif matematis meliputi kefasihan, fleksibilitas, kebaruan.

Adapun indikator kemampuan berpikir kreatif pada penelitian ini yang digambarkan pada Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif

Indikator Deskriptor

Kefasihan Siswa dapat menghasilkan jawaban dengan lancar dan benar,

Fleksibilitas Siswa dapat menyelesaikan masalah dengan bermacam- macam interpretasi, atau metode penyelesaian dengan benar.

Kebaruan Siswa mampu memberikan jawaban dari masalah dengan satu cara (metode) atau lebih yang tidak biasa dilakukan oleh individu (siswa) sebelum diberi pengetahuan

2. Penalaran Matematis

Penalaran adalah suatu aktivitas, proses, atau aktivitas berpikir dalam menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan beberapa pernyataan yang telah dibuktikan atau dihipotesiskan sebelumnya.(Shadiq, 2004). Selanjutnya menurut Hendriana (2017) bahwa penalaran matematis merupakan proses berpikir matematis berdasarkan fakta atau data, konsep, dan metode yang tersedia atau terkait untuk mendapatkan kesimpulan matematis. Penalaran matematika mengacu pada pada kemampuan menganalisis situasi matematika, dan membangun kesimpulan yang baru (Kaur, B., & Lam, 2012).

Menurut Hasanah (2019) bahwa penalaran matematis dapat diartikan proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan logis berdasarkan fakta yang relevan yang kebenaran telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Oleh karena itu, dengan penalaran matematika siswa dapat mengajukan dugaan kemudian mengumpulkan bukti dan memanipulasi matematika sehingga mendapatkan kesimpulan logis berdasarkan data dan sumber relevan (Lestari, 2019). Seorang pemikir yang baik harus diperkenalkan dengan situasi masalah commit to user

(4)

yang berkaitan dengan penalaran sejak dini termasuk dalam pembelajaran di sekolah.

Selanjutnya, penalaran matematis adalah penggunaan objek matematika untuk menalar atau menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan beberapa pernyataan yang telah terbukti atau hipotesis sebelumnya (Kusuma Wardani, dkk., 2018). Penalaran matematis menurut Brodie (2010) yaitu keterampilan yang diperlukan dalam matematika untuk menggunakan ide dan prosedur matematika yang fleksibel dan menghasilkan kesimpulan yang baru. Begitu pula menurut Risnawati (2011). Penalaran matematis adalah kemampuan yang meliputi: (1) kemampuan menemukan solusi dari masalah matematika, (2) kemampuan menarik kesimpulan deduktif, dan (3) melihat hubungan antara objek dan pikiran, kemudian menggunakan hubungan tersebut. melakukan perhitungan kemudian mendapatkan tujuan atau ide lain.

Sementara itu, menurut NCTM (2000), penalaran matematis merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran matematika sebagai pondasi dalam memahami dan melakukan pemecahan masalah dalam matematika. Dalam hal ini, beberapa indikator kemampuan penalaran matematis dapat ditentukan, yaitu pola keteraturan, menggunakan keteraturan yang diamati untuk membentuk generalisasi dan dugaan, menguji / mengevaluasi dugaan, menyusun dan mengevaluasi argumen matematika, serta mendeskripsikan atau memverifikasi kesimpulan logis tentang beberapa ide dan keterkaitannya. Sependapat dengan Sumarmo (Hendriana, 2017) penalaran ini meliputi perhitungan sesuai aturan atau rumus tertentu; menarik kesimpulan; membuktikan dan menyusun bukti yang valid; menyusun pembuktian langsung atau tidak langsung atau dengan induksi matematika.

Lebih lanjut mengenai indikator pada kemampuan penalaran matematis dalam peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Fadjar Shadiq, 2014) menjelaskan antara lain penyajian pernyataan tertulis matematika, gambar dan diagram; mengajukan dugaan; melakukan manipulasi matematika;

mengumpulkan bukti, memberikan bukti alasan atau solusi; menarik commit to user

(5)

kesimpulan berdasarkan pernyataan / bukti; memeriksa kesahihan argumen;

dan menemukan pola dari gejala matematika.

Sesuai pendapat beberapa ahli yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa penalaran matematis adalah kemampuan seseorang dalam menarik kesimpulan baru berdasarkan langkah-langkah penyelesaian masalah yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya. Adapun indikator yang dipakai pada penelitian ini disesuaikan dengan jenjang sekolah yaitu.

a) Penyajian pernyataan matematika yaitu siswa mampu menuliskan pernyataan dalam bentuk tertulis, gambar, diagram, dan lain-lain secara rinci dan benar.

b) Menyusun bukti atau solusi yaitu siswa siswa mampu dalam memberikan pemecahan masalah berdasarkan aturan atau rumus matematika tertentu.

c) Merancang pola sifat atau hubungan dari gejala matematis yaitu siswa mampu menemukan pola atau hubungan untuk menganalisis situasi matematika dengan benar.

d) Mendeskripsikan kesimpulan yang logis tentang beberapa ide dan keterkaitannya yaitu siswa mampu memberikan kesimpulan yang benar berdasarkan bukti yang ada.

3. Kecerdasan Logis Matematis

Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah (Lwin, M.,dkk, 2008). Sedangkan kecerdasan logis matematis menurut Irvaniyah, I., & Akbar (2014) adalah kecerdasan yang dituntut untuk mengoperasikan bilangan dengan cepat dan akurat, menghitung bilangan yang sangat kompleks, dapat menganalisis hubungan sebab akibat suatu hal dan mampu merumuskan masalah, sehingga orang yang memiliki kecerdasan logis matematis akan dapat melakukan sesuatu secara rasional. Kebanyakan orang biasanya menghargai jenis kecerdasan logis matematika ini dipandang dan dihargai lebih tinggi dari jenis kecerdasan lainnya, terutama dalam masyarakat teknologi saat ini (Jasmine, 2012). commit to user

(6)

Menurut Gardner (1993) mendefinisikan kecerdasan logis matematis sebagai kemampuan untuk analyze problems logically menganalisis masalah secara logis), perform mathematical calculation (menyelesaikan perhitungan matematis), scientific reasoning and deduction (penalaran ilmiah dan deduktif), dan detecting patterns (mengenali pola). Sependapat dengan Amstrong (2013) yang menyatakan bahwa kecerdasan logis matematis ini mempunyai kemampuan terhadap pola-pola dan hubungan-hubungan yang logis, pernyataan dan dalil (jika-maka, sebab-akibat), dan berhitung secara sistematis. Mereka juga menyukai angka dan dapat menginterpretasikan data serta dapat menganalisis pola-pola abstrak dengan mudah.

Selanjutnya, kecerdasan logis matematis menurut Uno (2010) dapat dllihat dari kemampuan menggunakan simbol untuk menunjukkan secara nyata baik objek abstrak maupun konkret; mampu menyelesaikan masalah secara logis; menganalisis situasi; menggunakan bermacam-macam keterampilan matematis; berpikir secara matematis. Seseorang yang mempunyai kecerdasan logis matematis yang tinggi memiliki kemampuan berpikir deduktif, mampu memahami pola, dan berpikir logis (Safranj, 2016).

Mereka juga sangat menyukai angka dan dapat dengan mudah menafsirkan data dan menganalisis pola abstrak. Berpikir Induksi, deduksi, dan pemikiran rasional adalah karakteristik yang melekat pada orang-orang dengan kecerdasan logis matematis. Oleh karena itu, orang dengan kecerdasan ini sangat senang menghitung, bertanya dan melakukan eksperimen. (Muhammad, 2014) .Seseorang yang memiliki kecerdasan logis matematis memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a) Mampu mengelola angka

b) Mampu memahami dan menerapkan prinsip ilmiah c) Memiliki keterampilan penalaran

d) Memiliki kemampuan yang baik tentang konsep logis

Namun, untuk seseorang yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang, cenderung terlihat lebih pasif pada saat bekerja kelompok, dan hanya mengikuti proses pembelajaran seadanya. Mereka akan mengalami kesulitan commit to user

(7)

dalam mengikuti proses pembelajaran dengan baik sehingga dapat menghambat proses belajar siswa yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi hasil belajar. Sedangkan seseorang yang memiliki kecerdasan logis matematis rendah, akan lebih terlihat kurang aktif dalam pembelajaran, dan jika diberikan latihan soal mereka belum mau berusaha untuk menyelesaikan soal tersebut (Irvaniyah, I., & Akbar, 2014).

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa kecerdasan logis matematis adalah kemampuan seseorang dalam mengenali pola-pola dan hubungan, kemampuan dalam logika (penalaran), serta melakukan perhitungan secara sistematis.

Adapun aspek dan indikator tes kecerdasan logis matematis pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 . Aspek dan Indikator Kecerdasan Logis Matematis

No Aspek Indikator

1 Kemampuan menyusun pola

Melengkapi deret angka atau huruf sesuai pola yang telah ditetapkan

Melengkapi pola dari simbol atau gambar sesuai yang telah ditetapkan

2

Kemampuan logika (penalaran)

Melakukan kesimpulan dari dua premis (pernyataan) yang diberikan dari kata-kata atau kalimat (penalaran logis)

Melakukan penarikan kesimpulan dari soal cerita yang disajikan (penalaran analitis)

3

Kemampuan perhitungan secara sistematis

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi bilangan

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan (senilai dan berbalik nilai)

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persentase

Tinggi rendahnya kecerdasan logis matematis seseorang dapat dilihat dengan cara mengukur tingkat kecerdasan logis matematis menggunakan tes yang kemudian dapat diklasifikasikan kecerdasan logis matematis tinggi, sedang, atau rendah. Tes yang diujikan berupa tes pilihan ganda dengan jumlah

36 soal. commit to user

(8)

4. Model Pembelajaran Discovery Learning a. Pengertian

Metode pembelajaran berbasis penemuan adalah metode pengajaran yang mengorganisir pembelajaran sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui melalui pemberitahuan tetapi melalui penemuan yang mereka temukan sendiri (Cahyo, 2013).

Perlu dalam mengembangkan keterampilan dalam bernalar, berpikir rasional dan kreatif, kemampuan siswa dapat dilihat melalui jalannya mereka memikirkan sesuatu. Pada saat mereka membuktikan hipotesis maka mereka dapat mencari berbagai informasi dari berbagai sumber untuk disatukan menjadi bukti dari hipotesis itu. Siswa dituntut untuk menggunakan strategi kognitif yang sesuai untuk menguji ketajaman ide dan pemecahan masalah untuk mengatasi kesalahan dan kekurangan.

Keterampilan berpikir kreatif jelas akan mempengaruhi kecerdasannya untuk mengatasi masalah itu sendiri, sehingga akan muncul potensi yang bisa dikembangkan melalui kemampuan untuk memecahkan masalah dengan berbagai strategi sesuai dengan potensi mereka.

Menurut Suhana (2014) bahwa discovery learning yaitu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa dalam menyelidiki dengan sistematis, logis, kreatif, dan logis hingga akhirnya siswa akan menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai bentuk perubahan perilaku. Model pembelajaran ini juga membiarkan siswa untuk menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi

Model pembelajaran discovery learning juga merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar berkelompok, menemukan konsep yang dipelajari dengan cara inisiatif sendiri, merumuskan hipotesis, dan berkembang pesat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu (Hosnan, 2014). Keuntungan dari model pembelajaran ini yaitu dapat mengembangkan ingatan serta transfer ke situasi belajar yang baru, siswa mampu meningkatkan, kemampuan commit to user

(9)

bernalar, keterampilan dan proses kognitif terutama kreativitas siswa (Sihombing, 2017).

Berdasarkan uraian diatas mengenai discovery learning, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery learning merupakan model pembelajaran penemuan yang pada permasalahannya dibuat sedemikian rupa agar meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran siswa dalam mengikuti pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

b. Karakteristik Model Pembelajaran discovery learning

Menurut Hosnan (2014), mengemukakan ciri utama belajar discovery learning, yaitu (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasikan pengetahuan, (2) berpusat pada siswa, (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Sependapat dengan Suhana (2014) karakteristik pada model pembelajaran discovery learning yaitu mendalami dan menyelesaikannmasalah; berfokus pada siswa; dan aktivitas penggabungan pengetahuannyang sudah dimilikin dengan pengetahuannyang baru

c. Sintaks model pembelajaran discovery learning

Sintaks atau langkah-langkah model pembelajaran discovery learning, disajikan pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning

Tahap Perilaku Guru Perilaku Siswa

Pemberian rangsangan (Stimulation)

Guru bertanya dengan mengajukan pertanyaan atau menyuruh peserta didik untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.

Siswa dihadapkan pada sesuatu permasalahan yang dapat menimbul- kan rasa ingin tahu siswa dalam menyelesaikan- nya, dan keinginan untuk menyelidiki sendiri.

Problem statement (pernyataan/

Guru memberikan kesempatan bagi peserta

didik untuk

mengidentifikasi masalah

Siswa memilih masalah yang relevan untuk dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

commit to user

(10)

identifikasi masalah)

dari sudut pandang yang berbeda sesuai dengan materi, yang selanjutnya akan dipilih satu untuk dijadikan hipotesis.

Data collection (pengumpula n data)

Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak- banyaknya untuk mem- buktikan benar tidaknya hipotesis dengan mem- baca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, dan lainnya.

Siswa membuktikan benar tidaknya hipotesis yang dibuatnya dengan cara berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

Data processing (pengolahan data)

Guru membimbing siswa untuk melakukan pengo- lahan data.

Siswa mengolah data dan informasi yang telah diperoleh baik melalui observasi, wawancara , dan sebagainya lalu ditafsirkan (menjelaskan secara rinci).

Verification (pembuktian)

Pada tahap verification peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk mem- buktikan benar tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan dengan temuan alternatif, kemudian dihubungkan dengan pengolahan data.

Siswa melakukan peme- riksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.

Generalizatio n (menarik kesimpulan/

generalisasi)

Guru bersama siswa menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama.

Siswa melakukan kesimpulan bersama guru dengan seksama.

d. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran discovery learning Menurut Ausubel & Robinson (Cahyo, 2013), kelebihan dan kelemahan model pembelajaran discovery learning seperti berikut.

1) Kelebihan model pembelajaran discovery learning yaitu.

commit to user

(11)

a) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

b) Peserta memiliki banyak informasi yang didapat secara mudah lalu menghubungkannya dengan informasi baru yang nantinya akan disajikan dalam bentuk penjelasan (expository),

c) Memberikan kesempatan siswa melibatkan akalnya dan motivasi diri dalam melakukan kegiatannya sendiri,

d) Discovery dapat dipergunakan untuk mengetes meaningfulness (keberartian) belajar. Tes yang dimaksud mengandung pertanyaan kepada peserta didik untuk meregenerasi hal-hal (misalnya konsep) untuk diaplikasikan.

e) Penggunaan discovery mungkin mempunyai efek dalam menciptakan motivasi bagi pelajar. Hal ini dikarenakan belajar discovery sangat dihargai oleh masyarakat pada masa kini.

2) Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning yaitu.

a) Membutuhkan waktu yang lama dalam pengajaran

b) Dalam menerapkannya, siswa kurang memiliki kemampuan mengikuti model ini yang membutuhkan informasi yang cepat, namun tidak dalam bentuk final.

5. Model Pembelajaran CORE a. Pengertian

Model pembelajaran connecting, organizing, reflecting, dan extending arau lebih sering disingkat dengan CORE menggabungkan empat elemen penting dari konstruktivisme yaitu koneksi pengetahuan, organisasi informasi, refleksi dan perluasan pengetahuan (Curwen, M., 2010). Sesuai pendapat Arifah, Y (2016) bahwa model pembelajaran CORE ini model ini menekankan pada interaksi pada kelompok dan melibatkan proses connecting, organizing, reflecting, dan extending yang bertujuan untuk commit to user

(12)

meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan tercapainya hasil belajar yang diinginkan. Menurut Mafthukhah (2017), model pembelajaran CORE merupakan model yang mengutamakan diskusi dalam kelompok yang dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan yang melibatkan siswa.

Menurut Shoimin (2014) memiliki empat aspek yaitu connecting adalah Kegiatan menghubungkan dari konsep yang dimiliki siswa dari konsep lama ke baru, dilatih untuk mengingat kembali pengetahuan lama dan menggunakan pengetahuan lama tersebut untuk digunakan dalam konsep baru, organizing merupakan kegiatan berpikir dapat melatih kemampuan siswa dalam menyusun dan mengelola informasi yang telah dimilikinya, reflecting merupakan kegiatan memikirkan kembali, mendalami dan informasi yang telah diperoleh, extending merupakan kegiatan untuk mendapatkan pelatihan tambahan untuk mengembangkan, memperluas informasi yang diperoleh dan menggunakan informasi, serta dapat menemukan konsep dan informasi yang baru dan berguna.

Berdasarkan uraian menurut beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran yang menghubungkan pengetahuan siswa sebelumnya, mengorganisasikan gagasan, mendalami informasi tersebut serta memperluas pengetahuan siswa tersebut.

b. Karakteristik Model Pembelajaran CORE

Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan berpikir siswa untuk menghubungkan, mengatur, menggali, mengelola dan mengembangkan informasi yang diperoleh. Model tersebut melibatkan kegiatan berpikir yang ditekankan kepada siswa dan dituntut untuk dapat mengolah informasi yang diperolehnya (Shoimin, 2014). Sependapat dengan Arifah, Y (2016) bahwa model pembelajaran CORE ini mengutamakan pada kemampuan peserta didik dalamzmenghubungkan, mengorganisir, zmengeksplorasi, mengelola dan mengembangkan informasi.commit to user zPeserta didik dituntut untuk

(13)

mengolah kemampuanzberpikirnya terhadap informasi yang diperolehnya.

Kegiatan yangzterkait dengan konsep lama melatihzsiswa untuk mengingat informasi lamazdan menggunakan informasizkonsep lama dalam informasi / konsep baru. zKegiatan reflektif merupakan kegiatan yang memperdalamzdan menggali informasi untukzmenyempurnakan konsep yang ada. Melaluizkegiatan ini dapat mengembangkan, zmemperluas informasi yangzdiperoleh dan memanfaatkanzinformasi tersebut, serta mampu menemukanzkonsep dan informasi yangzbaru dan berguna.

c. Sintaks Model Pembelajaran CORE

Sintaks atau langkah-langkah model pembelajaran CORE disajikan pada tabel 2.4 sebagai berikut.

Tabel 2.4 Sintaks Model Pembelajaran CORE

Tahap Perilaku Guru Perilaku siswa

Fase connecting

Guru memberikan pengarahan kepada siswa terkait dengan materi sebelumnya.

Siswa Mengaitkan dan membuat keterkaitan materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

Fase organizing

Guru Membagi siswa kedalam kelompok kecil yang heterogen.

Siswa mengorganisasi- kan ide-ide guna mema- hami materi yang dipelajari dengan kelompok.

Fase reflecting

- Guru memberikan suatu permasalahan terkait dengan materi yang akan dipelajari - Guru melakukan pem-

bimbingan kepada siswa dalam permasalahan tersebut.

Siswa mendiskusikan permasalahan dengan kelompoknya bisa ber- tukar pendapat dan sebagainya.

Fase extending

Guru memberikan kuis mengenai materi yang telah dipelajari atau tugas rumah terkait dengan materi yang telah dipelajari.

Siswa mengerjakan soal kuis yang telah diberikan guru.

commit to user

(14)

d. Kelebihan dan kekurangan Model pembelajaran CORE

Shoimin (2014) menyatakan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) sebagai berikut:

1) Kelebihan model pembelajaran CORE yaitu

a) Mengembangkannkeaktifan siswa dan kemampuan berpikir dalamnpembelajaran.

b) Mengembangkan dannmelatih daya ingat siswa tentang suatu konsepndalam materi pembelajaran.

c) Mengembangkan daya berfikir kritis sekaligusnmengembangkan ketrampilan pemecahannsuatu masalah.

d) Memberikannpengalaman belajar kepadansiswa karena mereka banyak berperannaktif sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

2) Kekurangan model pembelajaran CORE yaitu;

a) Membutuhkan persiapannmatang dari gurununtuk menggunakan modelnini,

b) Memerlukan banyaknwaktu.

6. Model Pembelajaran Langsung a. Pengertian

Pembelajaran/pengajaran langsung merupakannmodel pembelajaran yangnberpusat padanguru. Pembelajaran langsung bertujuan untuk mencapai dua hasil belajar, yaitu penguasaan pengetahuanzyang terstruktur denganzbaik dan penguasaan keterampilan (Suprijono, 2010).

Guru memberikan materi akademik dalam bentuk yang terstruktur, membimbing kegiatan siswa, dan menguji keterampilan siswa melalui latihan di bawah bimbingan guru (Majid, 2013). Kedudukan guru dalam pembelajaran langsung memiliki peranan penting karena guru sebagai pihak yang menentukan urutan langkah dalam menyampaikan materi pelajaran. Pembelajaran langsung memiliki polazurutan yang sistematis

commit to user

(15)

untukzmengetahui kegiatan-kegiatan yang haruszdilakukan oleh guru atau siswa, agarzpembelajaran langsung dapat terlaksanazdengan baik.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Langsung

Menurut Suprijono (2010), mengemukakan Salah satu karakteristikzdari suatu modelzpembelajaran adalah adanya sintaks atau tahapan pembelajaran. Di samping haruszmemperhatikan sintaks, guru juga harus memperhatikan variabel-variabelzlingkungan lainnya, yaitu fokuszakademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi untukzkemajuan siswa, waktu, dan dampak netral dari pembelajaran.

Fokuszakademik diartikan sebagai prioritas pemilihan tugas-tugas yangzharus dilakukan siswa selama pembelajaran. Pengarahan danzkontrolzguru terjadizketika guru memilih tugas-tugas siswa dan melaksanakanzpembelajaran, menentukan kelompok, berperan sebagai sumber belajar selama pembelajaran, dan meminimalisasikanzkegiatan nonzakademik di antara siswa. Kegiatan pembelajaranzdiarahkan pada pencapaianztujuan sehingga guru memilikizharapan yangztinggi terhadap tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh siswa.

c. Sintaks Model Pembelajaran Langsung

Sintaks atau langkah-langkah model pembelajaran langsung disajikan pada tabel 2.5 berikut ini .

Tabel 2.5 Sintaks Model Pembelajaran Langsung

Tahap Perilaku Guru Perilaku Siswa

Orientasi/

menyampaikan tujuan

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, materi atau kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran.

Siswa mendengarkan dan mempersiapkan pelajaran hari ini.

Mendemonstrasi kan pengetahuan dan

keterampilan

Guru menyajikan materi yang akan dibahas.

Siswa menyimak materi yang akan dibahas.

Latihan Terbimbing

Guru memberikan latihan terbimbing.

Siswa mengerjakan latihan yang dibimbing oleh guru.

commit to user

(16)

Mengecek pemahaman dan melakukan umpan balik

Guru mengecek tugas atau latihan siswa apakah telah berhasil melakukan tugaszdengan baik dan memberikan umpanbalik kepada siswa.

Siswa memperhatikan hasil yang sudah didapat dalam mengerjakan latihan.

Memberikan latihan dan penerapan konsep

Guru memberikan kegiatan latihan secara mandiri.

Siswa mengerjakan latihan secara mandiri.

d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Langsung

Menurut Shoimin (2014) terdapat kelebihanzdan kekuranganzmodel pembelajaran langsung.

1) Kelebihan model pembelajaran langsung yaitu:

a) Guru lebih mengendalikanzisi materi dan urutanzinformasi yang diterima olehzsiswa sehingga dapat mempertahankan fokus apa yang ingin dicapai olehzsiswa.

b) Menekankan kegiatanzmendengarkan (melalui ceramah)zdan kegiatan mengamati (melalui demonstrasi) sehinggazmembantu siswa yangzcocok belajar dengan cara ini.

c) Waktu untuk kegiatan pembelajaran dapat dikontrol dengan ketat.

d) Dapat diterapkanzsecara efektifzdalam kelas besar maupun kecil.

e) Dapatzmenjadi cara yang efektifzuntuk mengajarkan informasi, pengetahuanzfaktual dan terstruktur.

2) Kekurangan model pembelajaran langsung yaitu:

a) Sangat bergantung padazgaya komunikasi guru. Komunikasi yang kurangzbaik cenderung menjadikanzpembelajaran yang kurangbaik pula.

b) Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci atau abstrak, zmodel pembelajaran ini mungkinztidak dapat memberikan siswazkesempatan yang cukup untuk memproses dan memahamizinformasi yang disampaikan.

commit to user

(17)

c) Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran ini akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu siswa semua yangzperlu diketahui.

B. KERANGKA BERPIKIR

Berdasarkan tinjauan pustaka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut.

1. Kaitan Model Pembelajaran dengan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penalaran Matematis

Model pembelajaranzmempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan dulu dalam mengajar. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai siswa melalui pemikiran dan penalaran siswa dalam menyelesaikan soal. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir khususnya kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yaitu model pembelajaran yang digunakan. Model yang bervariasi dan inovatif akan mampu mendorong siswa untuk aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan merangsang siswa untuk berpikir kreatif dan memicu penalaran siswa. Sehingga, siswa akan terbiasa menggunakan pemahamannya dalam memahami materi, bukan sekedar menghafal rumus- rumus matematika yang ada. Pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran discovery learning dan CORE.

Model pembelajaran discovery learning ini merupakan variasi model pembelajaran penemuan yang dapat meningkatkan aktivitas belajar dengan cara berkelompok, melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, mendiskusikan strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah, menemukan konsep yang dipelajari dengan cara berpikir atas inisiatif sendiri. Berdasarkan langkah-langkah tersebut, siswa akan terbiasa berpikir sistematis, dapat mengidentifikasi hal-hal yang sudah diketahui dari suatu permasalahan, kemudian mencari cara untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang dihadapi. Meskipun dalam melaksanakan langkah- langkah siswa mengalami kendala, akan tetapi, guru membimbing siswa

commit to user

(18)

sehingga siswa akan mempunyai pengalaman menyelesaikan suatu permasalahan dengan baik.

Salah satu kelebihan dari model discovery learning adalah menimbulkan rasa senang siswa dalam mengelola kemampuan bernalar mereka karena keberhasilan dalam menyelidiki dan menemukan penyelesaian. Model pembelajaran ini juga menuntut siswa untuk berfokus pada pengembangan keterampilan, berkolaborasi, mengidentifikasi masalah, dan memecahkan tantangan untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Di sisi lain, model ini memacu siswa untuk mengeksplorasi kemampuan berpikir kreatif mereka dengan mencari cara yang tepat dari berbagai sumber untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Hal ini dilakukan agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis mereka.

Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran yang memacu siswa dalam mengeksplorasi kemampuan berpikir mereka dan meningkatkan keaktifan siswa dalam berkelompok dengan menghubungkan materi sebelumnya dengan materi yang baru. Kemampuan berpikir kreatif juga bisa dikembangkan pada saat mereka berkelompok yaitu pada saat bertukar pendapat dan mencatat semua pendapat satu kelompok kemudian mencari penyelesaiannya. Penerapan model pembelajaran CORE menitikberatkan pada permasalahan kontekstual dengan memberikan kebebasan bagi siswa untuk berpikir secara kreatif, kritis, logis , dan analitis serta didukung dengan suasana yang nyaman dan menyenangkan.

Kemampuan penalaran dapat dikembangkan pada saat menghubungkan materi yang diketahui sebelumnya dengan materi yang baru merupakan salah satu kunci dalam model pembelajaran CORE ini. Siswa diingatkan kembali terkait materi yang berhubungan dengan bangun ruang sisi datar, lalu dilanjutkan dengan berkelompok, mendalami informasi, mengelola informasi, dan mengembangkan informasi yang didapat. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dapat berpengaruh pada meningkatnya berpikir kreatif dan penalaran matematis siswa. Model pembelajaran ini dituntut untuk saling membantu satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan commit to user

(19)

yang sama dengan membentuk kelompok kecil secara heterogen, kepercayaan diri siswa akan meningkat, komunikasi antar siswa akan semakin berkembang, dan siswa akan menjadi lebih kreatif.

Sesuai dengan pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pembelajaranzdengan model discovery learning dimungkinkan dapat memberikan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang lebih baik daripada modelpembelajaran CORE dan model pembelajaran langsung.

Model CORE memberikan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematisyang lebih baikdaripada model pembelajaranlangsung.

2. Kaitan Tingkat Kecerdasan Logis Matematis dengan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penalaran Matematis

Model pembelajaran bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis.

Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan seseorang mengelola angka, melakukan penalaran, dan perhitungan secara sistematis. Proses belajar mengajar sebaiknya juga memperhatikan kecerdasan logis matematis yang dimiliki siswa. Salah satu tujuan mengetahui kecerdasan logis matematis yaitu dapat mempermudahkan guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa dikarenakan setiap siswa tentunya memiliki tipe kecerdasan yang berbeda-beda dan untuk mengetahui bagaimana kecerdasan logis matematis itu dapat dikembangkan. Adapun indikator kecerdasan logis matematis yaitu kemampuan dalam menyusun pola, kemampuan logika (penalaran), dan berhitung secara sistematis. Oleh karena itu, siswa yang memiliki tingkat kecerdasan logis matematis tinggi, sedang, maupun rendah akan mengalami perbedaan pada setiap proses berpikir mereka pada saat belajar.

Jika siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis baik, maka siswa akan mudah dalam berpikir, secara tidak langsung akan berdampak pada kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis. semakin baik kecerdasan logis matematis yang dimiliki siswa maka semakin meningkat kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis siswa yang akan diraih. commit to user

(20)

Tingkat kecerdasan logis matematis yang berbeda, akan menghasilkan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang berbeda pula.

Pada kemampuan berpikir kreatif, jika siswa memiliki kecerdasan logis matematis tinggi maka siswa tersebut akan memiliki ide-ide yang kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan materi.

Sebaliknya siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang dan rendah, mereka belum mampu dalam bernalar dengan baik, sering terjadi kesalahan dalam perhitungan, dan belum mampu dalam menganalisis secara logis suatu permasalahan, belum mampu memberikan penyelesaian masalah yang berbeda dari yang telah diajarkan guru. Sedangkan pada penalaran matematis sendiri, siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis tinggi memiliki kemampuan dalam menghubungkan pola sifat untuk menganalisis situasi matematika, serta kemampuan dalam menyusun bukti yang relevan dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan lancar.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis tinggi diduga mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis lebih baik daripada siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang atau rendah. Sedangkan siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis lebih baik daripada siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis rendah.

3. Kaitan Antara Masing-masing Model Pembelajaran dan Kecerdasan Logis Matematis dengan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penalaran Matematis

Pada model pembelajaran discovery learning, siswa denganzkecerdasan logis matematistinggi mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematiszyang lebih baik daripadazsiswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Siswazdengan kecerdasan logis matematis sedang mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yanglebih baik daripada siswa denganzkecerdasan logis matematis sedang danzrendah. Hal ini karena siswa memiliki kecerdasan logis tinggi memiliki commit to user

(21)

kemampuan menalar, mengingat, dan menjawab permasalahan lebih baik, memiliki kemampuan dalam mengolah data untuk menyelesaikan masalah, sehinggazpada tahap memahamizmateri secara individual dan mengerjakan latihan soal merekazlebih cepat dalammenjawab permasalahan yangdiajukan oleh guru.

Pada model pembelajaran CORE, siswa dengan kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasanzlogis matematis sedang danzrendah. Serta siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang lebih baik daripada siswa dengan kecerdasan logis matematis sedang dan rendah.

Hal ini dikarenakan siswa mampu menghubungkan materi yang pernah dipelajari ke materi yang akan dipelajari sehingga memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dengan baik, siswa mampu memberikan banyak gagasan atau cara yang bervariasi untuk menyelesaikan suatu permasalahan, siswa mampu menyusun gagasan atau cara tersebut secara logis dan terurut serta mampu mencari tahu cara menyelesaikan masalah dengan berdiskusi dalam kelompoknya, serta memiliki kemampuan memahami secara cepat suatu materi yang diberikan guru.

Pada model pembelajaran langsung, kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis diduga dipengaruhi oleh kecerdasan logis matematis siswa. Pada model ini guru memberikan latihan terkait dengan materi, siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis yang tinggi dia akan berusaha mengerjakan sesuai dengan apa yang mereka ketahui selama ini. Jika mereka belum mampu dalam mengerjakannya maka akan bertanya kepada guru atau teman, namun bisa juga dengan mencari referensi lain yang mendukung penyelesaian masalah tersebut. Sedangkan, siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis rendah dalam mengerjakan latihan, siswa tersebut belum mau berusaha untuk dapat menyelesaikan soal yang diberikan tetapi hanya mencontek temannya atau bisa saja belum mau mencari referensi lainnya.

commit to user

(22)

4. Kaitan Antara Masing-masing Tingkat Kecerdasan Logis Matematis dan Model Pembelajaran dengan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penalaran Matematis

Setiap siswa memiliki kecerdasan logis matematis yang berbeda-beda, demikian juga dengan respon dalam belajar siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis yang tinggi akan menjalankan kegiatan pembelajaran dengan baik dan lancar. Model pembelajaran discovery learning dan CORE sama- sama memberikan siswa aktif dalam proses pembelajaran baik dalamzbentuk kelompok maupunzindividu. Sehingga dapat dimungkinkan siswa yang dikenakan model pembelajaran discovery learning akan mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang sama dengan siswa yang dikenai model pembelajaran CORE. Kemudian model discovery learning dan CORE memungkinkan menghasilkan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematiszsiswa lebih baik daripada dengan pembelajaranzlangsung.

Pada siswazyang memiliki kecerdasan logis matematis sedang yang dikenai model pembelajaran discovery learning akan memberikan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang lebih baik daripada siswa yang diberikan model pembelajaran CORE dan model pembelajaran langsung. Hal ini dikarenakan dengan model pembelajaran discovery learning siswa akan lebih tertarik dalam melakukan proses belajar, karena dalam model ini siswa diberikan suatu permasalahan yang menuntut siswa untuk melakukan penemuan sendiri terhadap konsep atau prinsip yang belum diketahui. Kemudian, siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang dalam model pembelajaran CORE memungkinkan menghasilkan kemampuanzberpikir kreatif dan penalaran matematis yang lebih baik daripada modelpembelajaran langsung.

Pada siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis rendah, siswa yang dikenai model discovery learning akan menghasilkan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis lebih baik daripada siswa yang dikenai model CORE dan model pembelajaran langsung. Hal ini dikarenakan dengan model commit to user

(23)

discovery learning siswa akan lebih tertarik karena dalam model ini siswa diberikan suatu permasalahan yang menuntut siswa untuk melakukan penemuan sendiri terhadap konsep atau prinsip yang belum diketahui. Tetapi jika dibandingkan dengan pembelajaran langsung, model CORE memungkinkan menghasilkan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis lebih baik daripada model pembelajaran langsung.

C. HIPOTESIS

Berdasarkan uraian tinjauan pustaka dan kerangka berpikir tersebut, adapun rumusan hipotesis penelitian sebagai berikut.

1. Model pembelajaran discovery learning menghasilkan kemampuan berpikir kreatif yang lebih baik daripada model pembelajaran CORE dan pembelajaran langsung. Model pembelajaran CORE menghasilkan kemampuan berpikir kreatif yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung. Model pembelajaran discovery learning menghasilkan kemampuan penalaran matematis yang lebih baik daripada model pembelajaran CORE dan pembelajaran langsung.

Model pembelajaran CORE menghasilkan kemampuan penalaran matematis yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung.

2. a) Siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai kemampuan berpikir kreatif yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang mempunyai kemampuan berpikir kreatif lebih baik daripada siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis rendah.

b) Siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai kemampuan penalaran matematis yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang dan rendah. Siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang mempunyai kemampuan penalaran matematis lebih baik daripada siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis rendah. commit to user

(24)

3. a) Padan modelnzpembelajaran zdiscovery nlearning, z siswandengan kecerdasan logis matematis tinggi mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kecerdasannlogisnmatematis sedang dan rendah, serta siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis sedang memiliki

nkemampuanberpikir kreatif dan penalaran matematis lebih baik daripada siswa yang nmemiliki kecerdasan logis matematis rendah.

b) PadaznmodelnpembelajarannCORE, nsiswandengannzkecerdasan logis matematis tinggi mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kecerdasannlogisnmatematisnsedangndannrendah, serta siswa yang memiliki kecerdasannlogis matematis sedang memiliki kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis lebih baik daripada siswa

memilikinkecerdasannlogis matematis rendah.

c) Padanmodelz pembelajarannlangsung, nsiswandengannkecerdasan logis matematis tinggi mempunyai kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang lebihzbaik daripada siswa yang memiliki kecerdasanzzlogiszzmatematiszsedangzdanzrendah,serta siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis zsedang memiliki kemampuan berpikirzkreatifzdan penalaran matematis yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis rendah.

4. a) Pada siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis tinggi, model pembelajaran discovery learning memberikan kemampuan berpikir kreatifdanpenalaranmatematissama dengan siswa yang diberikan modelzpembelajaranzCOREzzdanzzmodelzzpembelajaran langsung.

Z Model pembelajaran CORE memberikan kemampuan berpikir

kreatif danzzpenalaranz matematiszzlebihzzbaik daripada model pembelajaran langsung.

b) Padasiswayangmemilikikecerdasanlogismatematissedang,model modelzpembelajaranzdiscoveryzlearningzmemberikan kemampuan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang lebihcommit to user z baik daripada

(25)

siswazzyangzzdiberikanzzmodelzpembelajaranzzCOREzzdanzzmodel pembelajaranzlangsung. ModelzzpembelajaranzCOREzmemberikan berpikir kreatif dan penalaran matematis yang lebih baik dari pada siswa yang diberikan model pembelajaran langsung.

c) Pada zsiswa zyang zmemilikiz kecerdasan zlogis zmatematis zrendah modelzpembelajaranzdiscoveryzlearning memberikanzkemampuan berpikir kreatifzdanzpenalaranzmatematis yang lebih baik daripada siswazzyangzzdiberikanzzmodelzzpembelajaranzCOREzzdanzzmodel pembelajaran langsung. Model zpembelajaran COREn memberikan berpikir kreatif dan penalaran matematis lebih baik daripada siswa yang diberikan model pembelajaran langsung.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melakukan pemeriksaan tersebut peneliti dapat membantu manajemen menilai apakah aktivitas pengelolaan persedian barang jadi telah dilakukan sesuai dengan prosedur

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Anitah (2009 : 103), menyatakan bahwa “kerja kelompok merupakan metode pembelajaran yang memandang peserta didik dalam suatu kelas sebagai satu kelompok atau

Salah satu algoritma yang dapat digunakan untuk menemukan association rule adalah Algoritma Apriori yang dapat menampilkan informasi berupa nilai support dan

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana membuat Sistem Pendukung keputusan Penentuan Lokasi Baru Lembaga Bimbingan Belajar Ganesha Operation

Penyelenggaraan program studi tersebut saat ini dirasakan adanya kebutuhan yang cukup mendesak untuk terbukanya akses untuk mendapatkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman