• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka 1. Materi Sistem Gerak

Berdasarkan Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 (2018), Materi sistem gerak pada kelas XI MIPA SMA terdapat pada kompetensi dasar 3.5 Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem gerak dalam kaitannya dengan bioproses dan gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem gerak manusia dan KD 4.5 Menyajikan karya tentang pemanfaatan teknologi dalam mengatasi gangguan sistem gerak melalui studi literatur. Peneliti berfokus pada materi pengolahan energi dan proses gerak pada manusia yang di dalamnya berisikan konsep mekanisme gerak otot rangka dan komponen-komponen lain yang mendukung terjadinya gerakan.

Menurut Kucharz (1992), sistem muskuloskeletal terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang berperan dalam gerakan pasif dan kelompok yang berperan dalam gerakan aktif. Kedua kelompok tersebut bekerja sama untuk menghasilkan gerakan. Tulang keras, tulang rawan, dan beberapa bagian yang berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian pada organ skeletal seperti sendi, ligamen dan tulang-tulang vertebra termasuk ke dalam kelompok yang berperan dalam gerakan pasif disebut sistem skeletal. Menurut Scanlon & Sanders (2015), sistem skeletal berfungsi untuk menyediakan kerangka untuk menopang dan menegakkan tubuh dan sebagai tempat melekatnya otot-otot yang berfungsi untuk menggerakkan tulang, melindungi organ-organ dari cedera. Selain itu, sistem skeletal berfungsi menyimpan ataupun mengeluarkan kalsium untuk menjaga keseimbangan kandungan kalsium pada darah. Kalsium memiliki fungsi otot pada mekanisme kontraksi otot serta jaringan saraf.

(2)

Sementara itu, otot merupakan kelompok yang berperan dalam gerakan aktif.

Otot dimasukkan ke dalam kelompok yang berperan dalam gerakan aktif karena memiliki kemampuan untuk berkontraksi dan menghasilkan gerakan. Sel-sel otot mengubah energi kimia yang berasal dari Adenosine Triphosphate (ATP) menjadi energi mekanis (Saladin, 2003). Setiap sel memiliki kemampuan untuk mengubah energi kimia menjadi energi yang digunakan untuk menghasilkan gerakan dan kekuatan (Widmaier et al., 2019). Jenis otot yang diklasifikasikan berdasarkan struktur, mekanisme kontrol dan bagian kontraktil yang dimilikinya yaitu otot rangka, otot polos dan otot jantung (Van De Graaff & Rhees, 2001). Menurut Irnaningtyas (2014a), otot memiliki karakteristik yaitu dapat memanjang (ekstensibilitas), dapat memendek (kontrakibilitas), dan dapat kembali ke ukuran semula setelah memanjang atau memendek (elastisitas).

Sel otot rangka disebut juga serabut otot karena bentuk selnya memanjang dan memiliki beberapa inti. Serabut otot rangka memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan tipe sel-sel yang lain dengan ukuran diameter mencapai 10 sampai 100 μm dan dapat memanjang hingga 20 cm (Widmaier et al., 2019). Setiap otot rangka terdiri dari ribuan serat otot yang dilapisi oleh selubung jaringan ikat. Setiap berkas serat otot dalam otot rangka dikenal sebagai fasciculi (tunggal: fasciculus) (Gash et al., 2020). Jaringan ikat dari dalam ke luar terdiri atas endomysium, perimysium, epimysium, fascia profunda dan fascia superficialis (Wangko, 2014).

Membran plasma pada serabut otot disebut sarkolema yang terdapat pelekukan yang bernama transverse tubules (TT) berfungsi untuk membawa arus listrik dari permukaan sel ke dalam sel ketika mendapat rangsangan. Sitoplasma pada serabut otot disebut sarkoplasma yang mengandung glikogen untuk menyediakan energi dan myoglobin untuk mengikat oksigen. Organel sel seperti mitokondria dan retikulum endoplasma terletak berdekatan dengan miofibril (Saladin, 2003). Terdapat retikulum sarkoplasma (RS) yang merupakan bentuk khusus dari retikulum endoplasma dan sistem membran intrasel yang memiliki cairan dan melingkari setiap miofibril. RS memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan ion kalsium (Wangko, 2014).

(3)

Setiap serat otot terdiri dari sejumlah miofibril yang mengandung sejumlah miofilamen. Ketika membentuk berkas bersama-sama, semua miofibril tersusun dalam pola gelap terang (lurik) yang unik membentuk sarkomer yang merupakan unit kontraktil dasar dari otot rangka (Dave et al., 2020). Miofibril terdiri dari filamen aktin (filamen tipis) dan filamen miosin (filamen tebal) serta protein pendukung lainnya.

Susunan dari filamen aktin dan filamen miosin menciptakan unit fungsional yang disebut sarkomer. Sarkomer tersusun secara longitudinal. Jika dilihat di bawah mikroskop sarkomer terdiri dari bagian-bagian antara lain garis M, garis Z, zona H, pita A, dan pita I. Garis Z adalah batas terminal sarkomer di mana alpha-actinin bertindak sebagai kait untuk filamen aktin. Garis M adalah garis tengah sarkomer di mana filamen miosin terikat bersama melalui situs yang mengikat dalam filamen miosin. Zona H adalah daerah di antara garis M atau bagian tengah sarkomer yang hanya berisi filamen miosin. Pita A adalah bagian yang lebih besar dari zona H berisi keseluruhan serat miosin dan termasuk daerah dimana aktin dan miosin tumpang tindih.

Pita I mencakup wilayah terminal dari dua sarkomer yang berdekatan dan hanya berisi filamen aktin. Zona H dan pita I dapat memendek dengan kontraksi otot, sementara pita A memiliki panjang konstan (McCuller et al., 2020).

Filamen miosin terdiri atas bagian kepala dan ekor (Campbell et al., 2012).

Berdasarkan Saladin (2003), ekor miosin terdiri dari dua polipeptida yang saling menjalin dan tersusun menyamping. Menurut Campbell et al., (2012), kepala miosin berbentuk bulat dan merupakan pusat reaksi pembentukan energi dan memberi energi untuk otot berkontraksi. Kepala miosin menghidrolisis dan mengikat ATP yang diubah menjadi adenosine diphosphate (ADP) serta fosfat anorganik. Ketika proses hidrolisis ATP, miosin akan memiliki energi tinggi dan berikatan dengan filamen aktin kemudian menariknya ke pusat sarkomer. Proses tersebut membentuk jembatan-silang yang ikatannya akan terlepas jika ada molekul ATP yang baru mengikat ke kepala miosin, sedangkan ekor miosin melekat pada ekor miosin yang lain membentuk kumpulan filamen, sehingga disebut filamen tebal.

(4)

Filamen tipis tersusun atas aktin, tropomiosin dan troponin. Protein tropomiosin dan troponin termasuk ke dalam jenis protein regulator (Wangko, 2014).

Filamen aktin terdiri dari dua sub unit protein yang terjalin bersama yaitu aktin fibrous (F) dan aktin globular (G) (Saladin, 2003). Aktin memiliki bentuk seperti ginjal dan bergabung bersama di satu rantai yang berpilin filamen aktin. Di setiap filamen aktin terdapat tempat untuk mengikat miosin yang merupakan tempat aktif untuk membentuk jembatan silang (cross bridge). Peristiwa tersebut disebut kontraksi otot.

Ketika protein tropomiosin menutupi tempat pelekatan miosin pada aktin maka otot akan mengalami relaksasi (Wangko, 2014). Tropomiosin menutupi tempat aktif dari aktin G dan mencegah terbentuknya jembatan silang, sedangkan protein troponin memiliki tempat untuk mengikat kalsium yang mana ketika kalsium terikat dan terdapat ATP maka akan terbentuk jembatan silang (Saladin, 2003).

Gambar 1. Miofibril

Sumber: Britanicca (2018). https://www.britannica.com/science/skeletal-muscle

(5)

Mekanisme gerak otot rangka, yaitu sebagai berikut:

a. Rangsangan saraf diterima oleh terminal akson motoneuron. Kemudian terjadi peristiwa polarisasi, yaitu sarkolema memiliki muatan positif di luar sel dan negatif di dalam sel; jumlah ion Na+ di luar sel lebih banyak sebagai akibat dari pompa sodium yang mengembalikan ion Na+ dari dalam ke luar sel; jumlah ion K+ dalam sel lebih banyak sebagai akibat dari pompa kalium yang menyebabkan ion K+ dari luar ke dalam sel (Scanlon & Sanders, 2015).

b. Asetilkolin dibebaskan dan berdifusi di seluruh sinapis ke sarkolema dan berikatan dengan reseptor protein (reseptor kanal ion) di sarkolema. Ketika asetilkolin berikatan dengan reseptor, selanjutnya reseptor akan mengubah bentuk dan membuka kanal ion yang mana tiap kanal permeabel terhadap Na untuk masuk ke dalam sel dan mengeluarkan K keluar sel (Saladin, 2003).

c. Sarkolema mengalami depolarisasi, yaitu adanya ACh membuat sarkolema sangat permeabel terhadap ion Na+ yang dapat langsung masuk ke dalam sel, sehingga bagian luar sarkolema bermuatan negatif dan bagian dalam sarkolema bermuatan positif disebut pembalikan muatan yang kemudian akan menyebar ke seluruh sarkolema (Scanlon & Sanders, 2015).

d. Ion Ca2+ berikatan dan mengubah struktur molekul protein troponin.

Peningkatan Ca2+ intraseluler yang dihasilkan kemudian akan menempel pada troponin C dari kompleks troponin. Sebagai hasil dari ikatan Ca2+, kompleks troponin mengalami perubahan konformasi menyebabkan perpindahan tropomiosin dari situs yang mengikat miosin di F-aktin (aktin bersarkomer), yang memungkinkan miosin untuk melakukan pengikatan (Pham & Puckett, 2020).

e. Miosin membuat ATP untuk melepaskan energinya, sehingga semua sarkomer pada serat otot mengalami pemendekan (kontraksi). ATP yang terikat dengan kepala miosin akan terhidrolisis menjadi adenosine diphosphate (ADP) dan satu molekul fosfat anorganik, yang mana keduanya

(6)

tetap terikat dengan miosin. Selanjutnya miosin mengikat situs baru aktin, yang akibatnya akan menarik filamen aktin. Setiap siklus cross bridge mengakibatkan kepala miosin maju ke atas filamen aktin dengan Ca2+ tetap terikat untuk troponin C. Akhirnya, ADP dibebaskan, dan miosin kembali ke keadaan rigor (Pham & Puckett, 2020).

f. Sarkolema mengalami repolarisasi. Ion K+ keluar dari sel mengembalikan muatan positif di luar sel dan muatan negatif di dalam sel. Pompa ion kemudian mengembalikan ion Na+ di luar dan K+ ion di dalam (Scanlon &

Sanders, 2015).

g. Impuls saraf berikutnya akan memperpanjang kontraksi atau lebih banyak asetilkolin yang dilepaskan. Ketika tidak ada impuls lebih lanjut, serat otot akan relaksasi dan kembali memanjang seperti panjang awal (Scanlon &

Sanders, 2015).

Proses kontraksi otot berhubungan dengan mitokondria yang ada di miofibril.

Mitokondria memiliki fungsi sebagai tempat penghasil energi. Jika sering dilakukan latihan yang baik akan menyebabkan kemampuan mitokondria lebih berkembang, sehingga atlet siap untuk melakukan pertandingan. Seperti yang dinyatakan oleh Williams & Wilkins (2002), sistem muskuloskeletal akan mengalami perubahan selama latihan-latihan yang berbeda. Misalnya latihan aerobik merupakan latihan daya tahan menyebabkan jumlah pembuluh darah pada otot meningkat, sehingga meningkatkan aliran darah yang masuk ke otot. Hal ini akan berdampak pada pasokan oksigen dan glukosa yang masuk ke dalam otot akan meningkat, sehingga berdampak pada jumlah mitokondria dalam serabut otot juga akan meningkat. Dari peningkatan jumlah mitokondria tersebut memungkinkan terjadinya produksi ATP sebagai sumber energi. Hal ini juga dinyatakan oleh Menshikova et al., (2006) respons dari pelatihan terdapat peningkatan subpopulasi mitokondria yang secara langsung menyediakan energi untuk otot berkontraksi, sehingga akan menyebabkan peningkatan kandungan dan fungsi mitokondria otot rangka pada pria dan wanita usia lanjut dalam program latihan fisik secara intens.

(7)

Setelah atlet melakukan latihan secara rutin maka atlet tersebut telah siap untuk mengikuti pertandingan. Terdapat proses gerak sadar pada saat pertandingan, yaitu dimulai dari telinga menerima rangsangan suara kemudian direspon dengan atlet melakukan gerakan lari. Proses gerak sadar dijelaskan oleh Irnaningtyas (2014a), rangsangan gerakan sadar dimulai dari reseptor kemudian ke saraf sensorik selanjutnya menuju ke otak untuk dilakukan pengolahan kemudian hasilnya akan berupa respon atau tanggapan yang akan dilanjutkan ke saraf motorik berupa perintah yang harus dilakukan oleh efektor. Kasus atlet tersebut reseptornya adalah telinga yang menerima rangsang suara kemudian efektornya berupa kaki yang menerima perintah untuk berlari. Scanlon & Sanders (2015) menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsinya sistem otot selain berhubungan dengan sistem saraf juga berhubungan dengan sistem organ lain seperti sistem sirkulasi untuk mengangkut oksigen dan sistem pernapasan untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida.

Respirasi aerob merupakan sebuah proses yang berfungsi untuk menghasilkan energi, yaitu mengolah nutrisi dari tubuh menjadi energi. Menurut Wirahadikusumah (1985), gula atau glukosa akan melalui proses oksidasi untuk menghasilkan energi secara bertingkat melalui tahapan-tahapan reaksi kimia, yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs dan rantai transfer elektron. Proses oksidasi merupakan proses yang membutuhkan oksigen dalam reaksinya. Jika kandungan oksigen di dalam tubuh kurang maka akan terjadi respirasi anaerob.

Menurut pendapat Scanlon & Sanders (2015), ketika melakukan lari pada awal-awal sel-sel tubuh atlet tersebut akan melakukan respirasi aerob dikarenakan asupan oksigen masih mencukupi, tetapi ketika sudah dalam durasi yang lama asupan oksigen akan berkurang kemudian sel-sel tubuh akan melakukan respirasi anaerob.

Kedua proses ini sama-sama menghasilkan energi, tetapi memiliki perbedaan jumlah energi yang dihasilkan. Perbedaan dari kedua respirasi dapat dilihat pada Tabel 1.

(8)

Tabel 1. Perbedaan Respirasi Aerob dan Respirasi Anaerob

Faktor perbedaan Respirasi aerob Respirasi anaerob

Asupan oksigen Mencukupi Tidak mencukupi

Produk Karbondioksida (CO2), air (H2O) dan ATP

Asam laktat dan ATP Jumlah energi Tinggi (38 ATP) Rendah (2 ATP) Tempat reaksi Sitoplasma dan mitokondria Sitoplasma Tahapan reaksi - Glikolisis

- Dekarboksilasi oksidatif - Siklus krebs

- Transpor elektron

- Glikolisis

- Transpor elektron

Reaksi C6H12O6 (glukosa) + 6O2

(Oksigen) 6H2O (air) + 6CO2 (Karbondioksida) + Energi (38 ATP dan panas)

C6H12O6 (glukosa) 2 C3H6O3 (Asam laktat) + Energi (2 ATP)

Sumber: Irnaningtyas (2014b)

Irnaningtyas, (2014b) dan Poedjiadi & Supriyanti (2009) berpendapat, bahwa atlet yang mengikuti lomba lari mengalami kelelahan ketika sudah selesai melaksanakan lomba. Hal ini diakibatkan dalam keadaan anaerob, sel-sel otot menimbun banyak asam laktat yang menyebabkan elastisitas otot menjadi berkurang, sehingga menimbulkan kelelahan, nyeri dan glikogen dalam otot berkurang. Namun, secara berangsur setelah mengalami istirahat, kelelahan akan berangsur hilang kemudian proses siklus asam sitrat berjalan kembali dan menyebabkan kandungan asam laktat di dalam otot berkurang. Asam laktat akan diangkut melalui pembuluh darah menuju hepar atau hati untuk diubah menjadi asam piruvat serta terjadi sintesis glikogen.

Berdasarkan uraian di atas, maka konsep-konsep penting dalam sistem gerak adalah sistem skeletal, sistem muskular, mekanisme kontraksi otot rangka dan gangguan yang menyerang sistem gerak.

2. Learning Progression dan Pemahaman Konsep

Learning progression (LP) menggambarkan bagaimana pengetahuan seseorang secara bertahap dapat berubah lebih baik dari waktu ke waktu (Mahmudiah

(9)

et al., 2019). Pengertian LP menurut Masters & Forster dalam Heritage (2008) adalah deskripsi mengenai kemampuan berpikir dan pengetahuan dalam sebuah urut-urutan yang menggambarkan peningkatan dalam sebuah mata pelajaran, sedangkan menurut Stevens et al., dalam Heritage (2008), LP sebagai proses siswa mendapatkan lebih banyak keahlian dalam pembelajaran pada periode waktu tertentu. LP tidak hanya berisikan bagaimana pengetahuan dan pemahaman siswa berkembang, namun, juga memprediksi bagaimana pengetahuan dibangun dari waktu ke waktu.

Learning progression menurut Duschl et al. (2011) merupakan tahapan yang dikembangkan dengan strategis dan urutan kegiatan instruksional yang digunakan untuk memandu jalannya pembelajaran. Kegiatan instruksional ini dimaksudkan untuk melibatkan siswa ke dalam kegiatan belajar mengajar, sedangkan menurut pendapat Liu & Jackson (2019), LP dapat digunakan untuk memantau perkembangan pemahaman dan kemampuan siswa terhadap level yang akan dicapai dan panduan untuk mendesain pembelajaran dan asesmen bagi guru. Menurut Mosher (2011) menjelaskan tentang karakteristik dari LP antara lain: LP bersumber dari penelitian pendidikan sains dan psikologi kognitif, berfokus pada pengetahuan dan praktik pada sebuah konsep, memiliki koherensi dengan beberapa aspek seperti variabel dari LP menunjukkan dimensi penting dalam pemahaman saintifik dan praktik yang menunjukkan level pemahaman yang lebih maju, dan dapat dibuktikan secara empiris.

Menurut Mosher (2011), progres dalam LP disebut sebagai alat yang dapat membantu siswa dalam memperoleh level kemampuan berpikir lebih tinggi atau lebih dalam. Mengajar dan LP dihipotesiskan sebagai sebuah instruksi dan pengalaman yang dapat mengefektifkan perkembangan kemampuan berpikir siswa dalam mencapai tujuan suatu pembelajaran pada mata pelajaran tertentu.

Perkembangan learning progression berdasarkan tingkatan usia dapat menjadi solusi untuk meningkatkan pemahaman konseptual siswa. Melalui learning progression diharapkan siswa dapat mempelajari materi secara mendalam dan mendapatkan materi sesuai dengan tingkatan pengetahuan siswa. LP dapat dijadikan sebagai acuan untuk menilai perkembangan pembelajaran siswa sesuai dengan usia dan

(10)

tingkatan sekolah. Melalui LP, siswa dapat menemukan ide-ide tertentu, sehingga siswa dapat membangun pemahaman tentang biologi dengan lebih baik. Instrumen yang digunakan pada LP dapat dilakukan dengan tes tertulis, tes lisan maupun instrumen yang lain sesuai dengan topik. LP dikembangkan dengan analisis tingkat pemahaman siswa melalui beberapa topik pada tiap tahapan pembelajaran. LP memungkinkan guru untuk melakukan penilaian dan menguatkan pemahaman konseptual siswa dalam pembelajaran biologi (Wulandari et al., 2019).

LP yang baik memberikan kesempatan kepada guru untuk membuat perencanaan instruksional. LP memungkinkan guru untuk fokus pada tujuan pembelajaran yang penting dalam suatu konsep materi dan memfokuskan perhatian guru pada apa yang akan dipelajari siswa daripada apa yang akan dilakukan siswa (aktivitas pembelajaran). LP juga membantu guru memperhatikan hubungan tujuan pembelajaran sebelum dan sesudah dari sebuah konsep dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu yang panjang (Heritage, 2008).

Learning progression mekanisme sistem gerak yang mengacu pada Buckley et al., (2010) dapat digambarkan sebagai berikut: siswa mengetahui bahwa otot mengubah energi kimia yang berbentuk ATP menjadi energi mekanik, terjadinya kontraksi otot skeletal yang melekat pada tulang dipicu oleh rangsangan saraf dan menghasilkan gerakan.

Pemahaman merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menunjukkan seseorang tersebut mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menentukan pokok pembahasan yang sedang dikomunikasikan. Komunikasi yang dimaksud bisa berupa lisan ataupun tulisan (Bloom, 1956).

3. Game-based Learning

Game-based learning adalah pembelajaran yang difasilitasi oleh kegunaan sebuah permainan. GBL merujuk pada teori pembelajaran dan mengajar yang dapat membantu memberikan dukungan yang menyeluruh untuk penggunaan permainan dalam konteks pembelajaran yang lebih luas termasuk penerapan keterampilan,

(11)

pengembangan strategi, analisis informasi, evaluasi, sikap dan kreativitas (Whitton, 2012). GBL memberikan dampak positif pada proses belajar mengajar dan dapat digunakan sebagai cara untuk penilaian formatif yang harus mencakup pembelajaran pada kegiatan permainan (Abdulmajed et al., 2015).

Game-based learning merupakan strategi pembelajaran yang baik karena mengembangkan pengalaman belajar yang kreatif dan penuh semangat. Game-based learning memperkuat sebuah pengetahuan, menantang, dan memotivasi siswa untuk belajar tentang materi yang lebih banyak serta membantu siswa lebih memiliki sikap tanggung jawab atas pembelajaran (Abdulmajed et al., 2015).

Menurut Luchi et al., (2019), saat guru memberikan pembelajaran berbasis permainan, siswa memiliki kesempatan lebih banyak waktu untuk berpikir dalam merespon aktivitas permainan, contohnya menyusun sesuatu berdasarkan langkah- langkah permainan yang sudah ditentukan. Selain itu, kegiatan belajar mengajar yang berbasis permainan dapat meningkatkan konsentrasi siswa yang mana konsentrasi tersebut penting dalam pemrosesan informasi dan proses pembelajaran dengan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, sehingga membuat pembelajaran lebih bermakna.

McGonigal (2011) menjelaskan mengenai fitur utama game-based learning, yaitu goals (tujuan) sebagai hasil yang akan didapatkan oleh pemain dari aktivitas permainan di dalamnya, rules (peraturan) merupakan batasan-batasan mengenai cara mencapai goals dari permainan, feedback system sebagai penunjuk dimanakah posisi pemain dalam mencapai tujuannya, voluntary participation atau semua pemain yang mengikuti sebuah permainan dilakukan atas dasar sukarela menerima adanya tujuan (goals), peraturan (rules), dan feedback system yang telah ditetapkan. Selain empat fitur tersebut, alasan lain pemilihan game-based learning, yaitu kapabilitas dari permainan dapat meningkatkan efektivitas, minat, motivasi, serta hasil belajar.

Ellington et al., (1981) menjelaskan mengenai manfaat digunakannya permainan dalam pembelajaran sains antara lain: serbaguna dan fleksibel digunakan dimanapun dengan tujuan yang luas dan dapat dicapai, desain permainan yang

(12)

memungkinkan siswa untuk menerapkan keterampilan yang siswa peroleh dari permainan, alat untuk mengembangkan suatu ide dan kreatifitas siswa; menumbuhkan berbagai keterampilan non-kognitif seperti mengambil keputusan, berkomunikasi dan berinteraksi serta mendengarkan pendapat orang lain dari berbagai pandangan atau mengapresiasi suatu pandangan tersebut, menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan kompetitif, sehingga dapat memberikan motivasi siswa dalam menyelesaikan tugas yang ada pada permainan serta permainan dapat digunakan dengan menggabungkan beberapa mata pelajaran.

Permainan yang dikembangkan harus divalidasi terkait konten, respon siswa, struktur internal dan hubungan antara variabel dan dampak dari permainan (Abdulmajed et al., 2015) serta uji reliabilitas yang berguna untuk memeriksa apakah penilaian menghasilkan luaran yang sama jika diulang berkali-kali (Graafland et al., 2012).

Salah satu jenis game-based learning adalah card game. Permainan kartu merupakan jenis permainan menggunakan komponen yang hanya berupa kartu atau kartu dikombinasikan dengan lainnya (Ellington et al., 1981). Sebuah permainan kartu atau card game berisikan serangkaian tahapan yang mana di dalamnya terdapat peraturan yang telah dibentuk dan dilakukan dalam beberapa beberapa set atau bagian (Parlett, 2013). Di dalam permainan kartu terdapat peringkat, kombinasi kartu dan serangkaian kondisi kemenangan (Font et al., 2013).

Menurut pendapat Steinman dan Blastos dalam Su et al. (2014), penggunaan card game dapat mempermudah penyampaian materi abstrak menjadi mudah dipahami oleh siswa, dan cocok digunakan untuk siswa remaja, sehingga siswa dapat membangun pengetahuan secara aktif. Selain hal tersebut, card game dapat secara mudah dimodifikasi menyesuaikan keadaan siswa yang akan diberi pembelajaran, sedangkan pada penelitian Gutierrez (2014), penggunaan metode tradisional dan metode permainan kartu edukasi efektif digunakan di dalam pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep biologi. Namun, siswa yang diberi pembelajaran

(13)

menggunakan permainan kartu edukasi memiliki skor nilai yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang diberi pembelajaran menggunakan metode tradisional.

Permainan kartu memiliki karakteristik yang dapat digunakan dalam pembelajaran sains. Kartu memiliki sifat yang ringkas, mudah disimpan, mudah dibawa, relatif murah, berukuran kecil dan tampilannya menarik. Sebagian besar permainan kartu itu bersifat sederhana dan memiliki waktu bermain yang relatif singkat, sehingga dapat mudah disesuaikan ke dalam kurikulum. Permainan kartu mudah dikembangkan bersama dengan jenis permainan lain, sehingga permainan kartu yang dikembangkan oleh guru terdapat variasi dalam permainan serta cocok untuk mengukur keterampilan siswa. Permainan kartu juga menyediakan pilihan untuk bermain sebagai individu yang melawan pemain lain, bekerjasama antar pemain, atau kerjasama antar pemain dengan persyaratan tertentu. Terdapat karakteristik permainan kartu edukasi, yaitu permainan sebaiknya berdasarkan format permainan kartu yang sudah banyak dikenal siswa, sehingga mudah untuk memahami peraturan. Permainan kartu edukasi bersifat menyenangkan untuk dimainkan, interaktif, dan kompetitif, sehingga siswa tersebut dapat bermain dengan maksimal. Permainan kartu umumnya terbatas pada tujuan tingkat kognitif yang relatif rendah (misalnya penguatan pengetahuan, pemahaman, demonstrasi aplikasi yang sederhana), walaupun permainan kartu juga dapat berguna dalam menumbuhkan keterampilan pengambilan keputusan sederhana (Ellington et al., 1981 dan Parlett, 2013).

Menurut Putri & Putri (2019), manfaat atau keuntungan dari pembelajaran yang menggunakan permainan kartu atau permainan papan, yaitu dapat membantu pemahaman siswa dalam mengingat materi yang diajarkan melalui permainan kartu, menumbuhkan kejujuran, keakraban, dan rasa saling menghormati antar siswa, membuat proses belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan, melatih kemampuan dan ketelitian siswa dalam menyelesaikan sesuatu masalah (problem solving), membentuk sikap siswa menjadi lebih komunikatif, aktif, dan percaya diri dalam menyampaikan pendapat. Selain itu, berdasarkan penelitian Mariscal et al., (2012) yang juga mengembangkan permainan kartu Go Fish pada materi unsur-unsur kimia

(14)

pada tabel periodik terbukti mampu membantu pemahaman siswa mengenai materi tersebut.

Grilliot & Harden (2014) menyatakan bahwa dalam pembelajaran biologi yang memuat konsep-konsep sulit dapat dilakukan dengan menggunakan permainan yang sederhana, yaitu permainan kartu. Pemanfaatan permainan kartu tersebut untuk siswa SMA atau mahasiswa, yaitu memudahkan siswa untuk memahami materi evolusi konsep proses seleksi alam. Hal ini juga dinyatakan oleh Lewis et al., (2005), permainan kartu merupakan kegiatan yang menyenangkan dan membantu siswa untuk memahami proses sintesis protein yang sulit untuk dipahami.

4. Kemampuan Argumentasi

Argumentasi berasal dari Bahasa Latin arguere yang berarti berpendapat, sedangkan dari Bahasa Inggris argue yang berarti berdebat, sehingga argumentasi adalah pendapat untuk membuktikan sesuatu kepada orang lain dengan memberikan informasi penting mengenai suatu topik (Ascaniis, 2012). Menurut Van Eemeren and Grootendorst dalam Ascaniis (2012), terdapat empat poin utama pada definisi argumentasi, yaitu aktivitas, memanfaatkan penggunaan bahasa untuk komunikasi yang interaktif, menggunakan kalimat yang memprovokasi, mengikuti aturan perkembangan rasional. Mouraz et al. (2014) menyatakan bahwa, argumentasi merupakan suatu proses yang menghasilkan suatu teori yang didukung oleh suatu bukti atau fakta. Argumentasi ilmiah merupakan proses berpikir yang memerlukan ilmu pengetahuan ilmiah untuk membangun atau menyanggah suatu pendapat (Osborne et al., 2016).

Model argumentasi digambarkan oleh Toulmin (2003), yaitu dimulai dengan memberikan claim (klaim) merupakan pernyataan untuk menyatakan pendapat berupa suatu pendirian, dugaan, prinsip, atau kesimpulan. Klaim didukung oleh data yang secara spesifik berhubungan dengan klaim berisikan fakta atau bukti-bukti secara nyata untuk memperkuat klaim. Keduanya (klaim dan data) dihubungkan oleh warrant (pembenaran). Ketiga unsur tersebut merupakan dasar dalam terbentuknya sebuah

(15)

argumentasi. Biasanya pada pembenaran didukung oleh teori yang disebut backing (dukungan). Beberapa warrant digunakan untuk menghubungkan claim dan data dengan tegas, sehingga untuk beberapa kondisi, pengecualian atau kemungkinan dapat dimasukkan unsur qualifier. Unsur qualifier merupakan frasa yang menunjukkan kesimpulan dari argumentasi dan diikuti oleh claim. Selain itu, terdapat unsur rebuttal (sanggahan) yang berfungsi untuk menyanggah suatu pendapat. Berdasarkan uraian tersebut, model argumentasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola Argumentasi Sumber : Toulmin ( 2003)

Menurut Cetin (2014), terdapat empat tingkatan argumentasi, yaitu Level 1 hanya mengemukakan claim, Level 2 mengemukakan claim, data dan/atau warrant, Level 3 mengemukakan claim, data atau warrant dan backing atau qualifier, sedangkan Level 4 mengemukakan claim, data atau warrant, backing dan qualifier. Unsur rebuttal tidak bisa diajukan dalam jenis argumentasi tertulis. Hal ini dikarenakan siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengajukan bantahan mengenai pendapat orang lain.

(16)

Kemampuan argumentasi juga berhubungan dengan pemahaman konsep siswa. Menurut Amiroh & Admoko (2020), kemampuan argumentasi dipengaruhi oleh pemahaman konsep siswa. Siswa yang memiliki pemahaman konsep yang baik akan dapat menjelaskan pendapatnya dengan teori yang telah dipelajari, sehingga berpengaruh terhadap tingkat kemampuan argumentasi siswa.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan pemaparan kajian pustaka, diperoleh informasi bahwa siswa mengalami kesulitan ketika mempelajari materi pada KD 3.5 dan 4.5, yaitu materi sistem gerak. Permasalahan tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) Pokok pembahasan banyak dan abstrak pada sub materi pengolahan energi dan proses gerak membuat siswa sulit memahami pembelajaran secara menyeluruh, (2) Membutuhkan media pembelajaran yang lain sesuai dengan materi sistem gerak khususnya pada sub materi pengolahan energi dan proses gerak.

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, maka perlu adanya pendekatan inovatif yang dapat memperbaiki pemahaman konsep siswa dan media serta metode yang lebih variatif, sehingga dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar materi sistem gerak. Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu game- based learning karena dapat memberikan suasana pembelajaran yang menyenangkan, dapat menumbuhkan kejujuran, keakraban, dan rasa saling menghormati, melatih kemampuan dan ketelitian siswa dalam menyelesaikan sesuatu masalah (problem solving), sehingga dapat membantu siswa lebih memahami materi sistem gerak.

Perrmainan kartu dipilih menjadi media pembelajaran karena dalam pemanfaatannya dapat memvisualisasikan materi sistem gerak yang abstrak melalui gambar yang dilengkapi oleh teks informasi yang berkaitan dengan materi pengolahan energi dan proses gerak. Selain itu, dalam penggunaan permainan kartu sudah sesuai dengan indikator dari pemahaman siswa, yaitu menginterpretasi, mencontohkan, meringkas, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan. Selain itu, dalam mendesain media pembelajaran tergolong mudah, biaya yang dibutuhkan tidak terlalu

(17)

banyak, praktis dan mudah dibawa, sehingga melalui permainan kartu dapat digunakan untuk pelatihan kemampuan argumentasi siswa dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi sistem gerak khususnya pada sub materi pengolahan energi dan proses gerak. Berdasarkan identifikasi permasalahan, maka dilakukan pengembangan media pembelajaran berupa permainan kartu pada materi sistem gerak dikhususkan pada sub materi pengolahan energi dan proses gerak. Kerangka berpikir pengujian efektivitas media pembelajaran Musculoskeletal System Card Game (MSCG) untuk meningkatkan minat belajar siswa disajikan pada Gambar 3.

Analisis masalah

1. Pokok pembahasan banyak dan abstrak pada sub materi pengolahan energi dan proses gerak membuat siswa sulit memahami pembelajaran secara menyeluruh

2. Membutuhkan media pembelajaran dan metode yang lain sesuai dengan materi sistem gerak khususnya pada sub materi pengolahan energi dan proses gerak

Solusi dan Inovasi

Inovasi mengembangkan media pembelajaran berbasis gaming learning untuk memperbaiki kemampuan argumentasi siswa dengan media yang dipilih, yaitu permainan kartu Musculoskeletal System Card Game karena memiliki karakteristik dapat melatihkan kemampuan argumentasi siswa, berisikan materi sistem gerak, dan membangun suasana pembelajaran yang menyenangkan serta kompetitif. Musculoskeletal System Card Game yang dikembangkan berdasarkan learning progression konsep-konsep mekanisme sistem gerak akan diuji validitas dan kelayakannya, dan dinyatakan layak untuk diujicobakan.

(18)

Gambar 3. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan, yaitu H0 adalah tidak ada perbedaan secara signifikan pada kelas yang diberikan perlakuan media Musculoskeletal System Card Game (kelas eksperimen) dan kelas yang tidak diberi perlakuan (kelas kontrol), sedangkan H1 adalah ada perbedaan secara signifikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Output (Keluaran)

Media Musculoskeletal System Card Game efektif berpengaruh terhadap kemampuan argumentasi siswa pada sub materi pengolahan energi adan proses gerak (mekanisme gerak otot rangka manusia)

Gambar

Gambar 1. Miofibril
Gambar 2. Pola Argumentasi  Sumber : Toulmin ( 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Putra merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk mengungkapkan bahwa melalui penerapan media foto dapat meningkatkan kemampuan membaca kata berakasara

Kemampuan adalah sesuatu yang dimiliki individu berkenaan dengan potensi untuk menguasai suatu keterampilan yang berkembang melalui latihan-latihan dan pengalaman. Operasi

Hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD adalah perubahan perilaku yang menyangkut kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa kelas IV SD (kognitif, afektif, dan

Gasifikasi memiliki banyak keunggulan dan sudah terbukti merupakan teknologi yang maju pada bidangnya karena dapat menghasilkan gas yang diperlukan untuk generator

Pada model pembelajaran Student Facilitator And Explain dikombinasi dengan permainan domino, siswa yang memiliki Adversity Quotient matematika tinggi

persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan produksi. Berdasarkan pendapat tersebut, siswa tidak hanya diberi pengetahuan cara berkarya atau

Kesiapan psikologis yang dimaksud meliputi: adanya perhatian atau kemampuan siswa untuk berkonsentrasi dan mengabaikan segala sesuatu yang tidak ada kaitannya

banyak waktu untuk menjelaskan suatu materi pelajaran. Hal ini sebenarnya tidak harus terjadi jika guru dapat memanfaatkan, maka visual secara verbal akan teratasi. 5)