• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Pembelajaran SBK pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar a. Karakteristik Peserta Didik Kelas III Sekolah Dasar

“Karakteristik utama yang dimiliki siswa Sekolah Dasar (SD) yaitu memiliki perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, diantaranya perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak.”Ciri utama dari perkembangan anak sekolah dasar adalah bersifat holistik, perkembangan bersifat terpadu, aspek perkembangan yang satu dengan yang lain terkait erat dan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya.

Berkaitkan dengan perkembangan kognitif siswa,“Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahapan, yaitu: (1) tahap sensori motor (umur 1,5 – 2 tahun) yang merupakan awal dari perkembangan kemampuan dan pemahaan spatial. “Dalam tahap ini anak belajar melalui perasaan, refleks dan memanipulasi bahan, 2 tahap praoperasional (umur 2 – 6 atau 7 tahun) merupakan tahap kedua dimana anak mengembangkan kemampuan berbahasanya.”Selain itu, anak mulai merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata, masih menggunakan penalaran intuitif dan cenderung egosentris, dan anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dengan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. 3 tahap operasional konkret umur 6 atau 7 tahun - umur 11 atau 12 tahun yang ditandai dengan penggunaan logika yang memadai, ide berasal dari pemikiran dan membatasi pemikiran pada benda-benda dan kejadian yang akrab, 4 tahap operasional formal umur 14 tahun ke atas ditandai dengan anak yag berpikir secara konseptual dan hipotesis”(Anitah, 2009

9).

(2)

Menurut Heruman (2008:1),“siswa Sekolah Dasar (SD) umumnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Sehingga apabila dikaitkan dengan perkembangan kognitif Piaget,“maka siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret dan kejadian yang akrab.””

Menurut Buhler Sobur, 2011 132, Masa usia sekolah dasar termasuk ke dalam fase keempat yaitu umur 9-11 tahun.”Pada fase ini, anak mencapai objektivitas tertinggi atau dapat dikatakan sebagai“masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajahi, dan bereksplorasi.”

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan beberapa ahli diatas, Siswa kelas III Sekolah Dasar (SD) yang rata-rata berusia antara 9-10 tahun termasuk dalam tahap operasioanal konkret sehingga dapat disimpulkan bahwa“karakteristik peserta didik siswa kelas III di sekolah dasar memiliki kemampuan berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika dengan masih terikat dengan objek yang bersifat konkret dan kejadian yang akrab yang diikuti dengan dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Siswa dituntut untuk berpikir kritis melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan serta mencipta dalam pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan pendekatan saintifik. Dengan demikian, karakteristik siswa kelas III Sekolah Dasar sesuai dengan pembelajaran yang menerapkan pendekatan saitifik.

(3)

b. Hakikat Pembelajaran 1) Pengertian Belajar

Menurut Sadiman, dkk. (Warsita, 2008: 62),“pengertian belajar (learning) adalah suatu proses yang dialami oleh semua orang secara kompleks dan berlangsung seumur hidup, sejak bayi sampai ke liang lahat. Pengertian belajar menurut Sadiman dkk. ini, lebih menekankan pada waktu pelaksanaan belajar dan tidak menjelaskan proses belajar secara rinci.

Slameto (2010: 2), berpendapat bahwa”belajar diartikan sebagai suatu proses atau usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”

Selaras dengan pendapat ahli di atas, Syah (2015: 68) berpendapat bahwa “Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.

Pengertian belajar menurut pendapat di atas memiliki kesamaan yaitu menjelaskan suatu proses yang dilakukan oleh setiap orang. Dengan demikan,“dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan oleh setiap orang dan berlangsung seumur hidup dalam rangka memperoleh“perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.””

2) Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran diidentikan dengan kata “mengajar” yang berasal dari kata dasar “ajar”, yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang agar diketahui. Kata pembelajaran yang awalnya berasal dari kata “ajar” dengan awalan “pe” dan akhiran “an” berubah

(4)

menjadi kata “pembelajaran”. “Pembelajaran diartikan sebagai proses, perbuatan, cara mengajar, atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar”(Susanto, 2016: 19).

“Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada siswa agar tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik”(Hamdani, 2011:71). Sedangkan menurut Warsita (2008:85),“Pengertian pembelajaran (Intruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik.” Dengan demikian, pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha guru untuk membelajarkan peserta didik.

Pendapat di atas senada dengan pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Sagala (2013: 65) yang menyatakan bahwa“pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang atau siswa mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar.”

Pengertian pembelajaran dari beberapa ahli tersebut memiliki kesamaan yaitu sama-sama menjelaskan pembelajaran sebagai suatu proses atau upaya dalam membelajarkan peserta didik sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah“suatu proses atau kegiatan sistematis yang dilakukan oleh guru dan peserta didik melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu.

3) Hasil Belajar

“Hasil belajar pada hakikatnya adalah hasil dari prose belaja berupa perubahan tingkah laku siswa terdiri dari pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap yang biasanya meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik” (Husamah, dkk., 2016: 20).

(5)

Selaras dengan pendapat di atas, Susanto (2016: 5) menjelaskan pengertian hasil belajar sebagai kemapuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hal ini dikarenakan“belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.”

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahawa pengertian hasil belajar adalah“perubahan yang berupa penambahan, peningkatan, dan penyempurnaan tingkah laku dari sebelum menerima dengan setelah menerima pengalaman belajar yang terdiri dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.”

c. Pembelajaran SBK di Sekolah Dasar

1) Pengertian Pembelajaran SBK di Sekolah Dasar

“Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya yang aspek-aspeknya, meliputi: seni rupa, seni musik, seni tari, dan keterampilan”(Susanto, 2016: 261).

Naisah (2013: 8) menyebutkan bahwa aspek mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) meliputi aspek seni rupa, seni musik, seni tari, seni drama dan keterampilan.“Diantara keempat bidang seni yang ditawarkan, minimal diajarkan satu bidang seni sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia serta fasilitas yang tersedia.”

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian pembelajaran SBK di sekolah dasar adalah suatu proses“pendidikan seni berbasis budaya yang meliputi: seni rupa, seni musik, seni tari, dan keterampilan dan dalam pelaksanaan pembelajarannya minimal dilaksanakan satu bidang seni sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia serta fasilitas yang tersedia.”

(6)

2) Tujuan Pembelajaran SBK di Sekolah Dasar

Setiap pembelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar memiliki tujuan masing-masing seperti halnya mata pelajaran Seni Budaya dan keterampilan (SBK). Menurut Susanto (2016: 264), mata pelajaran SBK di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan siswa agar bisa berkreasi, beraktivitas, dan menghargai kerajinan atau keterampilan seseorang.

BSNP (2006:186) menyebutkan tujuan mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan antara lain:“(1) memahami konsep dan pentingnya seni budaya dan keterampilan, (2) menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya dan keterampilan, (3) menampilkan kreativitas melalui seni budaya dan keterampilan, dan (4) menampilkan peran serta dalam seni budaya dan keterampilan dalam tingkat lokal, regional, maupun global.”

Berdasarkan tujuan pembelajaran SBK tersebut, dapat disimpulkan“tujuan pembelajaran SBK yaitu untuk melatih dan mengembangkan sikap, kemampuan, kreativitas dan keterampilan peserta didik agar dapat mengekpresikan dan mengapresiasi suatu hasil karya seni.”

3) Ruang Lingkup Pembelajaran SBK di Sekolah Dasar

Mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan meliputi aspek-aspek sebagaiberikut.

a) Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam menghasilkan karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak- mencetak,dan sebagainya

b) Seni musik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal, memainkan alat musik, apresiasi karya musik

c) Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh dengandan tanpa rangsangan bunyi, apresiasi terhadap gerak tari

(7)

d) Seni drama, mencakup keterampilan pementasan dengan memadukan senimusik, seni tari dan peran

e) Keterampilan, mencakup segala aspek kecakapan hidup (life skills) yang meliputi keterampilan personal, keterampilan sosial, keterampilan vokasional dan keterampilan akademik. (BSNP, 2006: 186).

Berdasakan uraian di atas, ruang lingkup pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) meliputi seni rupa, musik, tari, drama dan keterampilan. Dalam peilitian ini, peneliti menggunakan ruang lingkup seni rupa tentang gambar imajinataif.

4) Prinsip Seni Rupa

Pamadhi (2009: 2.61) menyebutkan prinsip-prinsip seni rupa yang terdiri dari:

(a) Kesatuan

Kesatuan dalam seni rupa diartikan dengan terbentuknya berbagai unsur yang saling menunjang satu sama lain dalam membentuk komposisi yang baik dan serasi.

(b) Keseimbangan

Keseimbangan adalah upaya untuk mnyeimbangkan proporsi kiri kanan, atas bawah sehingga terlihat simetris.

(c) Irama

Irama dalam seni rupa merupakan susunan atau perulangan dari unsur-unsur rupa yang diatur, berupa susunan garis, bentuk maupun susunan warna

(d) Penekanan

Penekanan terhadap objek dalam seni rupa bertujuan untuk memberi pusat perhatian atas objek yang ditampilkan dalam sebuah karya seni rupa.

(8)

(e) Proporsi

Proporsi dalam seni rupa menunjukkan perbandingan antara bagian-bagian yang satu dengan bagian-bagian yang lain secara keseluruhan.

(f) Keselarasan

Keselarasan ,erupakan prinsip yang digunakan untuk menyatukan beberapa unsur rupa meskipun berasal dari berbagai bentuk yang berbeda. Kesalrasan dalam seni rupa dapat berupa masalah warna atau komposisi lain yang membentuk suatu karya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan“prinsip seni rupa meliputi kesatuan, keseimbangan, irama, penekanan, proporsi, dan keselaraan.”

5) Perkembangan Gambar Anak

Lansing mengelompokkan periodisasi seni rupa anak menjadi:

masa coreng mencoreng (2-4 tahun), figurtif (3-12 tahun) yang tediri dari permulaan figuratif (3-7 tahun), pertengahan figuratif (9-10 tahun), akhir figuratif (9-12 tahun) dan tahap artistik (12 tahun ke atas) (Pamadhi, 2009: 3.32).

Menurut Viktor Lowenfeld dan Lamberd Brittainn (Prawira, 2017: 153) menjelaskan tahap-tahap perkembangan seni rupa/ gambar anak yang meliputi:

a) Masa Mencoreng (goresan)

Goresan-goresan yang dibuat“anak usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu bentuk objek. Pada awalnya, coretan hanya mengikuti perkembangan gerak motorik. Pada usia 3-4 tahun, anak mulai mengontrol goresannya bahkan telah memberinya nama.”

b) Masa Prabagan

Masa prabagan biasanya dimiliki oleh anak usia TK dan SD kelas awal (4-7 tahun).“Ciri-ciri dari hasil gambarnya yaitu“sudah

(9)

menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dan dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih berkembang. Penempatan dan ukuran objek bersifat subjektif, didasarkan pada kepentingannya.”Jika tangan menjadi pusat perhatian dan berperan, maka ukurantangan menjadi aneh, terkesan amat panjang. Gambar belum mencerminkan kesadaran ruang.

c) Masa Bagan

Masa bagan biasanya dimiliki anak usia 7-9 tahun.“Pada masa bagan ini,“konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk.”Gambar masih tetap berkesan datar dan berputar atau rebah. Pada perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak(base line).

Penafsiran ruang bersifat subjektif, tampak pada gambar tembus pandang. Kadang-kadang dalam satu bidang gambar dilukiskan berbagai peristiwa yang berlainan waktu.”

d) Masa Realisme Awal

Masa realisme awal terjadi pada anak usia 9-12 tahun. Pada peride realisme awal, karya anak lebih menyerupai kenyataan.

Kesadaran perspektif mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai. Ada perbedaan kesenangan umum, misalnya: anak laki-laki lebih senang menggambar kendaraan sedangkan anak perempuan lebih senang menggambar boneka atau bunga.

e) Masa“Naturalisme Semu”

Masa naturalisme semu terjadi pada anak usia 12-14 tahun. Pada masa ini, anak memiliki kemampuan berpikir abstrak serta kesadaran sosial makin berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri. Pengamatan terhadap objek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe

(10)

haptik dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak, dan lingkungan dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe haptik memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih banyak menggunakan perasaanya. Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari.

f) Masa Penentuan

Pada perkembangan penentuan, anak mulai memiliki kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak.

Anak yang berbakat akan cenderung melakukan kegiatannya dengan rasa tenang, tetapi yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, lebih-lebih tanpa bimbingan yang baik.

Berdasarkan uraian perkembangan gambar anak di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap perkembangan gambar anak meliputi: (1) masa mencoreng (goresan), (2) masa prabagan, (3) masa bagan, (4) masa realisme awal, (5) masa naturalisme semu, dan (6) masa penentuan. Anak usia sekolah dasar kelas III Sekolah Dasar dengan rentan usia 9-10 tahun termasuk dalam masa realisme awal dimana karya yang dihasilkan lebih menyerupai kenyataan meskipun menggambar masih berdasarkan penglihatan sendiri.

6) Materi Menggambar Imajinatif Kelas III Sekolah Dasar a) Silabus

Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD SBK di SD/MI merupakan standar minimum nasional yang harus dicapai oleh siswa dalam pembelajaran. Berikut Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan Indikator yang akan menjadi pedoman pada penelitian ini yaitu:

(11)

Standar Kompetensi:

Seni rupa

9. Mengekspresikan diri melalui karya seni rupa Kompetensi Dasar:

9.1 Mengekspresikan diri melalui gambar imajinatif mengenai alam sekitar

Dari standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas, indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) menjelaskan pengertian gambar imajinatif, (2) menggambar imajinatif mengenai alam sekitar dengan tema hewan, (3) menggambar imajinatif mengenai alam sekitar dengan tema lingkungan rumah, (4) menggambar imajinatif mengenai alam sekitar dengan tema lingkungan sekolah, (5) menggambar imajinatif mengenai alam sekitar dengan tema kotaku, (6) menggambar imajinatif mengenai alam sekitar dengan tema liburan, (7) menggambar imajinatif mengenai alam sekitar dengan tema bencana alam

b) Materi Menggambar Imajinatif (1) Pengertian Menggambar

Menurut Prawira (2017: 173) yang dimaksud dengan gambar adalah sebuah karangan yang menggunakan bahasa rupa sebagai alat komunikasinya. Bahasa rupa merupakan alat komunasi yang lebih halus dari bahasa biasa sehinga secara spontan anak dapat “mengarang” mengungkapkan isi hatinya sampai hal-hal yang tidak mungkin diungkapkan melalui bahasa lisan maupun tulis. Hope lebih menekankan istilah gambar untuk menggambarkan suatu produk dan proses pada saat bersamaan. Produk mengacu pada hasil akhir pembuatan sedangkan proses mengacu pada aktivitas menggambar yang sedang berlangsung (Anim, 2012).

(12)

Menggambar adalah memindahkan objek dengan mencoret dalam media dua dimensi, berupa kertas, kanvas, atau media yang datar (Pamadhi, 2009:8.6). Sedangkan kegiatan menggambar menurut Budi (2012:7) merupakan salah satu cara manusia mengekspresikan pikiran-pikiran atau perasaan perasaanya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa menggambar adalah suatu kegiatan atau cara manusia mengekspresikan pikiran dan persaannya menggunakan bahasa rupa sebagai alat komunikasinya pada media gambar.

(2) Pengertian Gambar Imajinatif

Gambar imajinatif merupakan gabungan kata ‘gambar’

dan ‘imajinatif’. Menurut BSNP (2006: 194),“Pengertian gambar imajinatif adalah gambar yang bersifat hayalan.”Gambar imajinatif mengenai diri sendiri misalnya menggambar diri memiliki sayap sehingga dapat terbang di angkasa. Imajinasi adalah khayalan, sesuatu yang kita fikirkan, kita impikan atau kita inginkan. Begitu juga dengan Francis D.K Ching (Romadhon, 2012: 11) yang berpendapat bahwa menggambar imajinasi merupakan suatu proses memvisualisasikan imajinasi dari dalam pikiran ke dalam media gambar.

Pendapat di atas menghubungkan imajinasi atau khayalan penggambar dengan gambar yang akan dihasilkannya. Imajinasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dan sebagainya) kejadian berdasarkan khayalan.

Berdasarkan pemaparan gambar imajinatif di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian gambar imajinatif adalah

(13)

gambar yang berasal dari hasil angan-angan atau khayalan, impian, dan keinginan manusia serta mengacu pada sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan.

(3) Gambar Imajinatif tentang Alam Sekitar

Gambar imajinatif tentang lingkungan sekitar berarti gambar berupa khayalan tentang lingkungan sekitar. Berikut contoh gambar imajinatif lingkungan sekitar:

Gambar 2.1 Karya gambar imajinasi hewan

Gambar 2.2 Karya gambar imajinasi alam sekitar dengan tema pegunungan

Gambar 2.3 Karya gambar imajinasi tentang alam sekitar dengan tema fantasi

(14)

Gambar 2.4 Karya gambar imajinasi alam sekitar demgan tema kotaku

Gambar 2.5 Karya gambar imajinasi tentang alam sekitar dengan tema liburan

(4) Alat dan Bahan Menggambar

Alat untuk menggambar menurut E, Muharam dan Warti Sundariyati (1993: 97-100),“ antara lain: (a) pensil dengan kualitas (H, HB, B). Ketebalan ditentukan oleh nomor seperti H1, HB1, dan B1 sedangkan huruf-huruf menunjukkan kualitas seperti H= keras, HB= sedang, dan B= lunak,”(b) Pensil berwarna yang terdiri dari kenis pensil warna yang larut pada air dan tidak larut pada air, (c) pastel yang merupakan“alat gambar yang mengandung minyak tetapi kering,”(d) krayon yang merupakan“jenis pastel yang tidak mengandung minyak,”(e) spidol yang merupakan tinta berwarna yang dikemas dalam suatu tempat, (f) rapido, yaitu alat yang digunakan untuk menggambar garis dengan berbagai ketebalan, (g) pena gambar yaitu berupa pena khusus untuk

(15)

menggambar dengan mata pena yang runcng. Selain alat yang digunakan untuk menggambar, terdapat juga alat bantu menggambar yang terdiri dari: (a) pentograph, yaitu alat untuk memperbesar ukuran gambar dengan meniru gambar aslinya, (b) dusel, yaitu alat penggosok pastel atau krayon untuk menghasilkan warna yang lunak atau menghilangkan bekas goresan, (c) karet penghapus, yaitu alan untuk menghapus, (d) fixatif, yaitu cairan untuk mengekalkan gambar-gambar yang dibuat pada kertas dengan menggunakan konte, kroyon atau pastel.

Bahan yang biasa digunakan untuk menggambaryaitu kertas. Kertas yang digunakan memiliki berbagai ukuran dan jenis yang umumnya berwarna putih dan tebalnya ditentukan oleh berat yang diukur dengan gram (gr).“Berbagai kertas yang dipergunakan jenisnya terdiri atas kertas gambar, kertas folio/quarto, kertas duplikator, kertas stensil, kertas koran, kertas tebal/karton, karton manila, karton buffalo, kertas alumunium, dan sebagainya.”Kriteria mutu yang baik untuk dipergunakan dalam menggambar yaitu apabila kertas itu rata ketebalannya, permukaan yang baik digunakan adalah permukaan yang kasar. Apabila kertas itu licin sebaiknya dibasahi terlebih dahulu supaya agak lembab.

d. Penilaian Seni Budaya dan Keterampilan

Menurut Susanto (2016:269), evaluasi untuk pembelajaran SBK meliputi segi keterampilan dengan menggunakan tes perbuatan atau peragaan, segi pengetahuannya dengan menggunakan tes lisan dan pemahaman, serta tidak lepas mengenai keadaan sikap dan inisiatif siswa dalam pembelajaran (aspek nilai dan sikap).

Evaluasi dalam pendidikan seni merupakan penafsiran terhadap proses berkarya anak dan karya sebagai hasil kegiatan sehingga berkarya

(16)

merupakan bagian menyeluruh yang menjadi sumber tolak ukurnya. Ada 3 jenis evaluasi dalam pendidikan seni, yaitu:

1) Pengukuran prestasi

Dalam pendidikan seni rupa yang tidak bertujuan untuk membina prestasi anak dalam seni, tentunya jenis pengukuran prestasi tidak cocok untuk digunakan. hal ini berbeda dengan pengukuran prestasi seni yang dilakukan pada kurus-kursus kesenian. Dalam pengajaran seni seperti itu, pengukuran prestasi memang diperlukan. Tolak ukur bersumber dari tujuan instruksional yang hendak dicapai oleh suatu pokok bahasan tertentu.

2) Pengukuran perkembangan

Tujuan perkembangan seni rupa lebih bersifat menyeluruh, karena itulah pengukurannya juga harus bersifat menyeluruh. Pengukuran perkembangan anak lebih bersifat menyeluruh daripada pengukuran prestasi anak dalam pendidikan seni rupa. Proses selama anak melakukan kegiatan seni, merupakan cermin keadaan perkembangan anak itu sendiri. Dalam pengukuran perkembangan, proses ini merupakan bagian menyeluruh yang menjadi tolak ukurnya.

3) Penafsiran proses dan hasil karya

Penafsiran merupakan upaya mencari makna di balik suatu keadaan atau perbuatan seseorang.

a) Proses sebagai tolak ukur evaluasi

Hal-hal yang dapat kita amati pada saat proses berkarya seni rupa ialah sikap dan gerak tubuh. Sikap dan gerak tubuh yang dapat kita amati dan erat hubungannya dengan keadaan perkembangan anak ialah gerak air muka (mimik), sikap-sikap, dan gerak tubuh secara keseluruhan, serta sikap gerak tangan/lengan dalam melakukan kegiatan.

b) Hasil karya sebagai tolak ukur evaluasi

Hasil karya merupakan tolak ukur perkembangan anak selain proses penciptaannya. Penentuan tolak ukur inilah yang menjadi

(17)

ciri adanya upaya objektivitas dalam evaluasi, mesipun 100%

tidak dapat tercapai. Tolak ukur evaluasi hasil karya adalah unsur pembentukan karya yang meliputi unsur isi/tema dan unsur visual (perupaan). Atas dasar itu, dapat dinyatakan bahwa karya anak yang berhasil adalah karya yang tema (isi) bersumber dari kehidupan anak. Dari segi visual (perupaan), unsur pokok yang diamati meliputi goresan, bentuk, warna, tata letak, (komposisi), dan totalitas artistik (keseluruhan karya).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penilaian tes hasil belajar dalam bentuk perbuatan yaitu berupa tugas menggambar dengan jenis penilaian/ evaluasi proses dan hasil karya. Penilaian proses terdiri dari kegiatan siswa selama kegiatan menggambar meliputi persiapan dan pelaksanaan sedangkan penilaian hasil berkaitan dengan unsur isi dan visual hasil karya gambar berdasarkan aspek gambar imajinatif yang meliputi daya imajinasi, ekspresi, orisinalitas ide, dan visualisasi karya.

e. Peningkatan Pembelajaran SBK di Sekolah Dasar

Berdasarkan uraian tentang karakteristik siswa kelas III SD, hakikat belajar dan pembelajaran, serta SBK di SD maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran SBK tentang menggambar imajinatif di kelas III SD merupakan suatu proses atau kegiatan sistematis yang dilakukan oleh guru dan siswa pada mata pelajaran SBK tentang menggambar imajinatif dalam rangka pemerolehan pengetahuan dan sikap yang mencakup proses dan hasil belajar berupa karya gambar imajinatif.

Peningkatan pembelajaran SBK di Sekolah Dasar tidak hanya berfokus pada hasil belajarnya saja melainkan proses pembelajaran.

Dalam peningkatan pembelajaran SBK tersebut juga wajib memuat 3 ranah meliputi, kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai dasar untuk mencapai peningkatan pembelajaran yang maksimal. Pamadhi (2009:

11.43) mengemukakan bahwa dalam ruang lingkup pendidikan seni,

(18)

pengetahuan seni terdiri dari: kognisi seni (pengetahuan keilmuan), apresiasi, dan berpengalaman kreasi (produksi) seni.

Brent G. Wilson dalam Bloom (Prawira, 2017: 54), menyebutkan perkembangan tiga dimensi perilaku dari Bloom, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik menjadi tujuh dimensi perilaku seni yang meliputi:

persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan produksi. Berdasarkan pendapat tersebut, siswa tidak hanya diberi pengetahuan cara berkarya atau hasil karya seni tapi juga dibiasakan mengidentifikasi, menguraikan, merasakan/ empati, dan menilai dalam tahap elementer, yaitu mengungkapkan letak aspek – aspek yang menarik dari hasil karyanya.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan pembelajaran SBK di Sekolah Dasar dapat dilihat dari pencapaian ranah perilaku seni yang meliputi persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan produksi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ranah pengetahuan dan produksi dalam pengukuran pencapaian peningkatan pembelajaran SBK di SDN Rejosari tahun ajaran 2017/2018.

2. Pendekatan Saintifik dengan Media Video a. Hakikat Pendekatan Saintifik

1) Pengertian Pendekatan Saintifik

Menurut Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 Pasal 2 Ayat 8 tentang Pembelajaran pada Pendidikan dasar dan Pendidikan Menengah yang berbunyi:

Pendekatan saintifik/pendekatan berbasis proses keilmuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (7) merupakan pengorganisasian pengalaman belajar dengan urutan logis meliputi proses pembelajaran seperti mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, menalar/ mengasosiasi, dan mengomunikasikan.

(19)

Pengertian di atas senada dengan pendapat Hosnan (2014: 34) bahwa dalam“pelaksanaan pembelajaran, penerapan pendekatan saintifik melibatkan keterampilan proses, seperti mengamati, mengklasifikasikan, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan.”

“Pendekatan saintifik sering disebut pendekatan ilmiah.

Dalam pelaksanaan pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif (induktive reasoning) daripada penalaran deduktif (deduktif reasoning)”(Daryanto, 2014: 55)

Definisi pendekatan saintifik di atas memiliki kesamaan yaitu sama-sama menjelaskan bahwa di dalam pendekatan saintifik terdapat keterampilan proses.“Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian pendekatan saintifik adalah pendekatan yang melibatkan”keterampilan proses dan lebih mengedepankan penalaran deduktif.

2) Langkah-langkah Pendekatan Saintifik

Sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, keterampilan dalam pembelajaran diperoleh melalui aktivitas: (1) mengamati, (2) menanya, (3) mencoba, (4) mengasosiasi, (5) mengkomunikasikan, dan (6) mencipta

Selain itu, Nichols dan Stephens (2013) dalam jurnal yang berjudul “The Scientific Method and the Creative Process:

Implications for the K-6 Classroom” menyebutkan langlah-langkah pendekatan meliputi mendefinisikan masalah, menyusun hipotesis, melakukan penelitian, mengumpulkan informasi dan merancang cara untuk memecahkan masalah.

Senada dengan beberapa pendapat di atas, Daryanto (2014:

59) menyebutkan“langkah-langkah pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi: menggali informasi melalui pengamatan,

(20)

bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.” Senada dengan Daryanto, Hosnan (2014: 37) juga menyebutkan langkah-langkah pendekatan saintifik yang meliputi: menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, mengolah data atau informasi, menalar,“menyimpulkan, dan menciptakan, serta membentuk jaringan.”

(a) Mengamati (Observing)

Metode mengamati adalah salah satu strategi pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual dan media asli dalam rangka membelajarakan siswa yang mengutamakan kebermaknaan pembelajaran

(b) Menanya (Questioning)

Menanya merupakan kegiatan mengajukan pertanyaan tentang data atau informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang telah diamati. Menurut Daryanto (2014:70), kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan menanya meliputi kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis.

(c) Mengumpulkan informasi (Experimenting)

Mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari kegiatan bertanya yang dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Kegiatan mengumpulkan informasi sering disebut dengan kegiatan mencoba. Aktivitas mengumpulkan informasi yang dijelaskan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum meliputi: eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/ aktivitas wawancara dengan narasumber dan lain sebagainya.

(21)

(d) Mengasosiasi/mengolahhinformasi (Assosiating)

Kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi sering disebut dengan kegiatan menalar. Menalar merupakan kegiatan dalam proses pembelajaran yang menggambarkan guru dan siswa sebagai pelaku yang aktif. Daryanto (2014:75) berpendapat bahwa untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengna cara berikut:“(1) guru menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap dengantuntutan kurikulum, (2) guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah, tugas guru adalah memberikan instruksi singat disertai contoh-contoh, (3) bahan pembeljaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana hingga yang kompleks, (4) kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati, (5) setiap kesalahan harus segera dikoreksi dan diperbaiki, (6) perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan, (7) evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang otentik, (8) guru mencatat semua kemajuan siswa untuk kemampuan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.”

(e) Mengomunikasikan

Pada kegiatan akhir diharapkan siswa dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan atau apa yang telah mereka pelajari. Daryanto (2014: 80) menyebutkan”kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan mengkomunikasikan antara lain: mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berfikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengna singkat dan jelas, serta mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

(f) Mencipta

Kegiatan mencipta untuk suatu mata pelajaran dapat berupa benda yang merupakan penerapan pengetahuan yang telah dipelajari

(22)

oleh peserta didik. Karya ciptaan dapat juga berupa karya tulis, baik yang berupa karya ilmiah maupun karya sastra. Dalam pembelajaran seni rupa, kegiatan mencipta merupakan kegiatan yang khas dimana seluruh kegiatan pembelajaran seni rupa harus disertai dengan pembuatan karya.

Dalam penelitian ini, langkah-langkah pendekatan saintifik yang digunakan peneliti yaitu pendekatan saintifik dengan 6 langkah yang bersumber dari pendapat Daryanto (2014: 59) yang meliputi kegiatan mengamati/ observasi, menanya, melakukan eksperimen/

percobaan, menalar, mengkomunikasikan, dan mencipta.“Tahapan- tahapan pendekatan saintifik tersebut memiliki tujuan agar siswa dapat berpartisipasi danterlibat aktif selama pembelajaran.”

3) Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Saintifik a) Kelebihan Pendekatan Saintifik

Amalia (2015: 34) menyebutkan kelebihan pendekatan saintifik antara lain:“(1) mengajarkan siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran,”(2) pembelajaran berpusat pada siswa,“(3) meningkatkan cara berpikir kritis pada siswa tanpa”verbalisme, (4) mendorong siswa mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum dan prinsip dari berbagai sumber informasi, (5) meningkatkan kemampuan intelek siswa, (6) menumbuhkan sikap percaya diri dan pandai bersosial pada siswa, (7) menggerakkan siswa dan guru untuk terus nerkreativitas, (8) mengembangkan karakter siswa, dan (9) memberikan pengalaman belajar melalui mengamtai, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasi - kan.

Sedangkan Wulansari (2016: 23) mengemukakan elebihan pendekatan saintifik antara lain: (1) siswa akan aktif dalam pembelajaran karena proses pembelajaran berpusat pada siswa (2) langkah-langkah pembelajaran jelas dan sistematis, (3)

(23)

melibatkan keterampilan proses, (4) langkah-langkah yang digunakan akan melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide dan meningkatkan kemampuan intelek sehingga siswa akan merasa bahwa pembelajaran merupakan suatu kebutuhan, dan (5) memberi peluang pada guru untuk lebih aktif memanfaatkan sumber belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan pendekatan saintifik meliputi:“(1) mengajarkan siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran”karena pembelajaran berpusat pada siswa, (2) meningkatkan cara berpikir kritis pada siswa tanpa verbalisme, (3) langkah-langkah pembelajaran jelas dan sistematis (4) mendorong siswa mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum dan prinsip dari berbagai sumber informasi, (5) meningkatkan kemampuan intelek siswa, (6) menumbuhkan sikap percaya diri dan pandai bersosial pada siswa, (7) menggerakkan siswa dan guru untuk terus berkreativitas, (8) mengembangkan karakter siswa, dan“(9) memberikan pengalaman belajar melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan,”dan (10) memberi peluang pada guru untuk lebih aktif memanfaatkan sumber belajar.

b) Kekurangan Pendekatan Saintifik

Dalam pembelajaran yang menerapkan pendekatan saintifik, aktivitas bertanya perlu ditingkatkan. Hosnan (2014: 49) memprediksikan bahwa dalam pembelajaran saat ini, masih banyak siswa yang belum aktif bertanya. Selain itu, kegiatan mencoba (eksperimen) pada pendekatan saintifik akan membutuhkan banyak waktu. Tidak hanya pada kegiatan mencoba, kegiatan 5M (mengamati, menanya, mencoba, mengumpulkan informasi, dan mengkomunikasikan) lainnya juga

(24)

menghabiskan banyak waktu. Selain itu, Amalia (2015: 34) berpendapat bahwa kelemahan pendekatan saintifik yaitu: (1) sumber belajar dan media pembelajaran harus tersedia, (2) guru harus kreatif mendorong siswa mengajukan pertanyaan, dan (3) membutuhkan banyak waktu untuk melaksanakan proses pembelajarannya.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kekurangan pendekatan saintifik diantaranya yaitu banyak siswa yang belum aktif bertanya, memerlukan berbagai sumber beajar,dan membutuhkan banyak waktu dalam proses pembelajarannya.

b. Media Pembelajaran

1) Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah sarana atau alat bantu pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pembelajaran (Sanaky, 2013: 4). Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa media sebagai alat atau perantara dalam proses pembelajaran.

Asyhar (2012:8) menambahkan bahwa“”pengertian media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari suatu sumber secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.”

Berdasarkan dua definisi media di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan dalam pembelajaran untuk menyalurkan pesan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

(25)

2) Klasifikasi Media Pembelajaran

Ada berbagai macam media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Asyhar (2012: 44), menjelaskan bahwa“pada dasarnya semua media dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu: media visual, media audio, media audio visual, dan multimedia. Media visual yaitu jenis media yang penggunaannya hanya mengandalkan indera penglihatan semata- mata dari peserta didik.”

Media audio yaitu jenis media yang penggunaanya hanya melibatkan indera pendengar peserta didik. Media audio-visual yaitu jenis media yang penggunaannya“melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Sedangkan multimedia yiatu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran.”

Klasifikasi media pembelajaran menurut Sudjana dan Akhmad Rivai (2013: 3) meliputi: (a) media grafis atau media dua dimensi seperti gambar, foto, grafk, bagan atau diagram, poster, kartun, komik;

(b) media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama; (c) media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP, dan lain-lan; (d) penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.

Selain itu, Arsyad (2011: 54) mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi dua kategori yaitu berdasarkan perkembangan teknologi meliputi media tradisional dan media teknologi mutakhir.

Media tradisional terdiri dari: media visual diam yang diproyeksikan seperti slides dan filmstrip; media visual diam yang tidak diproyeksikan seperti gambar dan poster; media audio seperti rekaman piringan dan pita kaset; media visual dinamis yang diproyeksikan seperti film dan video; multi media seperti slide plus suara (tape);

(26)

media cetak seperti buku teks dan modul;“media permainan seperti teka-teki dan permainan papan; serta media realita seperti model dan specimen (contoh). Selanjutnya, jenis media teknologi mutakhir terdiri dari media berbasis telekomunikasi seperti telekonferen dan kuliah jarak jauh dan media berbasis mikroprocessor seperti permainan komputer dan computer-assisted instruction.”

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkna media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi media audio, visual, audio-visual, grafis, proyeksi, dan multi media. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan media audio visual berupa video.

Penggunaan media video diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan kelas III SD Negeri Rejosari karena dengan menggunakan media video akan merangsang imajinasi siswa sehingga siswa mampu untuk menggambar imajinatif.

3) Media Video

a) Pengertian Media Video

Menurut Sadiman (2009: 74), video adalah media audio visual yang menampilkan gambar dan suara.“Pesan yang disajikan bisa berupa fakta (kejadian, peristiwa penting, berita) maupun fiktif (seperti misalnya cerita), bisa bersifat informatif, edukatif maupun instruksional.”Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Sukiman (2012: 187) yang menyatakan “Media video adalah seperangkat komponen atau media yang mampu menampilkan gambar sekaligus suara dalam waktu bersamaan”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media video adalah media audio visual yang mampu menampilkan gambar dan suara dalam waktu bersamaan.“Media video yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gabungan video yang bersumber dari youtube.”

(27)

b) Karakteristik Media Video

Media“video sebagai media pembelajaran memiiki beberapa karateristik, antara lain:”(1) gambar yang ditampilkan berupa gambar gerak yang disertai suara, (2) dapat digunakan untuk sekolah jarak jauh, dan (3) memiliki perangkat slow motion untuk memperlambat proses atau peristiwa yang berlangsung (Sanaky, 2013: 123).

c) Langkah-langkah Penggunaan Media Video

Munadi (2008: 127) menjelaskan pemanfaatn“video dalam proses pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) program video sesuai dengan tujuan pembelajaran, (2) guru harus mengenal program video yang tersedia dan terlebih dahulu melihatnya untuk mengetahui manfaat bagi pembelajaran,”(3) setelah program video ditampilkan, perlu diadakan diskusi, yang juga perlu dipersiapkan sebelumnya, (4) untuk memperhatikan aspek-aspek tertentu, video dapat diputar dua kali atau lebih (5)”agar siswa tidak memandang program video sebagai media hiburan belaka, sebelumnya perlu ditugaskan untuk memperhatikan bagian-bagian tertentu, (6) setelah itu dapat dites berapa banyakkah yang dapat mereka tangkap dari program video.”

Media video merupakan bagian dari media audio visual sehingga langkah-langkah penggunaan media video sama dengan langkah-langkah penggunaan media audio-visual. Menurut Arsyhad (2011: 142), langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penggunaan media audio visual meliputi: (1) menganalisis karakteristik siswa, (2) menetapkan tujuan pembelajaran (pengetahuan yang akandiperoleh, sikap yang ingin ditanamkan, dan ketrampilan yang ingin dikembangkan), (3) menuangkan gagasan yang dimiliki guru ke dalam rencana pembelajaran yang

(28)

akan dilaksanakan, (4) mendesain media yang akan digunakan, (5) menyiapkan perangkat yang dibutuhkan (LCD Proyektor, laptop, dan spiker aktif), (6) melaksanakan pembelajaran menggunakan media audio visual.

Peneliti menarik kesimpulan dari uraian di atas bahwa langkah-langkah media video yang akan diterapkan pada pembelajaran SBK meliputi langkah kegiatan sebelum menggunakan media video dan langkah menggunakan media video. Langkah kegiatan sebelum menggunakan video antara lain:

(1) menganalisis karakteristik siswa, (2) guru menetapkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, (3) guru mendesain atau menentukan media yang akan digunakan, dan (4) guru mempersiapkan alat dan media sebelum digunakan. Sedangkan langkah menggunakan video saat pembelajaran antara lain: (1) guru memutar video di depan kelas, (2) siswa memperhatikan video yang ditampilkan saat pembelajaran, (6) guru melakukan evaluasi untuk mengukur sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai.

d) Kelebihan dan Kekurangan Media Video

Sanaky (2013: 123)“mengemukakan beberapa kelebihan dan kekurangan media video.”Kelebihan media video antara lain (1) menyajikan objek belajar secara konkret atau pesan pembelajaran secara realistik, sehingga sangat baik untuk menambah pengalaman belajar, (2) memiliki daya tarik tersendiri karena sifatnya yang audio visual, (3) coocok untuk pencapaiann tujuan belajar psikomotorik, (4) dapat mengurangi kejenuhan belajar, terutama jika dikombinasikan dengan teknik mengajar secara ceramah dan diskusi persoalan yang ditayangkan, (5) menambah daya tahan ingatan atau retensi tentang objek belajar yang dipelajari pembelajar, (6) portabel dan mudah

(29)

didistribusikan. Selain itu, Sanaky juga menjelaskan kekurangan dari media video, yaitu (1) pengadaannya memerlukan biaya mahal, (2) tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat dihidupkan di segala tempat, (3) sifat komunikasi searah, sehingga tidak dapat memberi peluang untuk terjadinya umpan balik, (4) mudah tergoda untuk menayangkan kasset VCD yang bersifat hiburan sehingga suasana belajar akan terganggu.

Pendapat lain tentang kelebihan dan kekurangan mdia video dikemukakan oleh Daryanto (2013: 90) yang menjelaskan kelebihan media video yaitu: (1) memiliki ukuran tampilan yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan, (2) video ditampilkan secara langsung sehingga kaya akan informasi dan bersifat lugas, dan (3) video menambah suatu dimensi baru terhadap pembelajaran. Sedangkan kelemahan media video yaitu : (1) video tidak dapat menampilkan objek sekecil-kecilnya dengan sempurna, (2) media video tidak dapat menampilkan objek dengan ukuran yang sebenarnya, (3) gambar yang diproyeksikan umumnya berbentuk dua dimensi, (4) pengambilan yang kurang tepat dapat menyebabkan timbulnya keraguan penonton dalam menafsirkan gambar yang dilihatnya, (5) jika media video menampilkan adegan dua orang yang sedang berkomunikasi diantara banyak orang, akan sulit bagi penonton untuk menebak tempat kejadian berlangsung, (6) membutuhkan alat proyeksi untuk dapat menampilkan gambar yang ada di dalamnya, dan (7) biaya untuk membuat video membutuhkan biaya yang banyak.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kelebihan dari media video dalam penelitian ini meliputi (1) menyajikan objek belajar atau pesan pembelajaran secara lebih realistik, (2) sifatnya yang audio visual dapat menumbuhkan minat dan motivasi bagi siswa, (3) sangat baik untuk pencappaian tujuan psikomotorik siswa, (4) menambah daya tahan ingatan tentang

(30)

objek yang dipelajari, (5) portabel atau mudah dibawa. Sedangkan kekurangan media video antara lain: (1) memerlukan biaya yang tidak sedikit, (2) penggunaannya sangat tergantung pada energi listrik, (3) video tidak mampu menampilkan objek sekecil- kecilnya, dan (4) tidak mampu menampilkan objek dengan ukuran yang sebenarnya.

c. Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Media Video

Penerapan pendekatan saintifik dengan media video merupakan kegiatan yang dapat menumbuhkan imajinasi siswa dalam menggambar sehingga diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran SBK tentang menggambar imajinatif dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengamati media video, (2) menanya berdasarkan media video, (3) mencoba menggambar berdasarkan media video, (4) menalar berdasarkan media video, (5) mengomunikasikan hasil diskusi berdasarkan media video, (6) mencipta atau membuat karya gambar imajinatif berdasarkan media video.

B. Kerangka Berpikir

Gambar imajinatif adalah gambar yang berasal dari angan-angan atau khayalan penggambar. Kegiatan menggambar imajinatif merupakan“salah satu jenis pembelajaran yang dilakukan di sekolah dasar. Pembelajaran menggambar imajinatif biasanya terpadu pada pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) di sekolah dasar.”Tujuan pembelajaran menggambar imajinatif adalah agar siswa kreatif dalam menggambar imajinatif. Kreatifitas berkaitan dengan kebebasan, keberanian, dan orisinalitas pada diri anak.

Secara apresiatif siswa sekolah dasar sudah mampu merasakan dan menilai suatu objek (alam atau karya seni) yang memiliki unsur keindahan.

Penilaian itu biasanya sangat subjektif tergantung pada selera masing-masing.

Selain itu, secara ekspresif anak sekolah dasar mampu mengekspresikan

(31)

pengalaman estetiknya dalam bentuk ekspresi yang spontan, lugas, dan jujur sesuai dengan perkembangan kepribadiannya yang masih polos.

Kegiatan pembelajaran SBK tentang menggambar imajinatif di SDN Rejosari masih tergolong rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari permasalahan-permasalahan yang ada selama pembelajaran. Permasalahan tersebut berasal dari siswa dan juga guru. Permasalah yang berasal dari siswa meliputi siswa kurang percaya diri dalam menggambar karena takut hasil gambarnya jelek dan kurang kreatif dalam menentukan ide karya karena masih terpaku pada gambar contoh. Sedangkan permasalahan yang berasal dari guru yaitu guru kurang mampu memacu kreativitas siswa dalam pembelajaran. Pola mengajar guru yang monoton yaitu dengan metode ceramah dan tanya jawab serta pemberian contoh secara monoton berdampak pada mindset siswa. Hal ini menyebabkan hasil karya siswa kurang kreatif, monoton, dan cenderung seragam.

Pemilihan pendekatan dan media pembelajaran yang tepat sangat penting. Ketepatan pemilihan pendekatan dan media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran akan mempengaruhi tingkat keberhasilan guru dalam pembelajaran khususnya pembelajaran seni budaya dan keterampilan (SBK). Pendekatan dan media pembelajaran yang tepat yaitu pendekatan saintifik dengan media video.

Pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mencari dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin melalui proses mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan serta mencipta sehingga suasana pembelajaran menjadi aktif, efektif, menyenangkan dan bermakna. Sedangkan media video adalah media audio visual yang mampu menampilkan gambar dan suara dalam waktu bersamaan. Penggunaan media audio visual dalam hal ini media video juga akan meningkatkan imajinasi, memberikan pengalaman yang lebih nyata pada siswa, dan menarik perhatian serta semangat siswa untuk mengikuti pembelajaran.

(32)

Berdasarkan uraian di atas, penerapan pendekatan saintifik dengan media video diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran SBK tentang menggambar imajinatif. Berikut skema“kerangka berpikir dalam penelitian tindakan kelas ini.

Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berpikir Kondisi

Awal

Pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada guru, belum menggunakan pendekatan dan media

pembelajaran yang tepat, hanya menerapkan metode ceramah dan tanya jawab yang bersifat pasif.

1. Siswa kurang percaya diri dalam menggambar 2. Siswa kurang kreatif

dalam menentukan dan mengeksplorasi ide sehingga hasil gambarnya masih seragam

3. Hasil karya gambar imajinatif siswa kurang maksimal sehingga nilai rata-rata siswa masih rendah

Tindakan

Guru menerapkan pendekatan saintifik dengan media video dengan langkah-langkah:

(1) mengamati media video, (2) menanya berdasarkan media video, (3) mencoba menggambar berdasarkan media video, (4) menalar berdasarkan media video, (5)

mengomunikasikan hasil diskusi berdasarkan media video, dan (6) mencipta/

membuat gambar imajinatif berdasarkan media video

1. Siswa aktif pada saat proses pembelajaran 2. Siswa percaya

diri siswa dalam mengambar 3. Imajinasi siswa

meningkat 4. Hasil gambar

imajinatif meningkat dan beragam

Kondisi Akhir

Pembelajaran SBK tentang

menggambar imajinatif meningkat

(33)

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan suatu hipotesis yaitu“jika penerapan pendekatan saintifik dengna media video dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran”SBK siswa kelas III SD N Rejosari tahun ajaran 2017/2018.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

dalam berkomunikasi dengan manajerya maka produktivitas kinerjanya yang dihasilkan akan kurang memuaskan bahkan komunikasi tersebut kurang efektif karena jika manajer

Tabel 2 Perbandingan output paket AMV 2.0 dengan output SAS, Minitab, dan SPSS menggunakan metode blackbox Fungsi di AMV 2.0 Perangkat Lunak Hasil Perbandingan output

Abstrak: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh dari perceived quality, brand awareness, dan brand loyalty terhadap overall brand equity pada konsumen Luwak White Koffie

Jika Grup mengurangi bagian kepemilikan pada entitas asosiasi atau ventura bersama tetapi Grup tetap menerapkan metode ekuitas, Grup mereklasifikasi ke laba rugi proporsi

Garis batas yang merupakan kelanjutan dari kontinen (benua) disebut dengan batas landas kontinen. Batas landas kontinen wilayah Indonesia dirancang mencapai 350 mil dari

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Bahwa dalam rangka merealisasikan amanat UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Peraturan Menteri Agama Nomor 55 Tahun 2014 tentang Penelitian dan

Dari data hasil simulasi perbandingan antara sistem CDMA-OFDM pada jumlah chip kode PN 4, 8 dan 16 dengan 4 pengguna, dalam grafik unjuk kerja sistem terlihat