7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Keaksaraan Awal
a. Pengertian Keaksaraan Awal
Keaksaraan awal merupakan keterampilan yang terlibat dalam perkembangan membaca dan menulis, tetapi ada sebelum keterampilan membaca dan menulis tersebut berkembang (Lonigan & Shanahan, 2008).
Keaksaraan awal mencakup keterampilan mengenali dan memberi nama huruf, pengetahuan tentang korespondensi huruf seperti mencocokkan bunyi / m / dengan huruf “m”, kesadaran fonemik seperti membagi kata
“mat” menjadi / m / / a / / t /, konsep tentang cetak seperti arah membaca teks, kemudian tulisan tangan (Molfese, dkk., 2011). Menguasai seluruh keterampilan keaksaraan awal seperti mengenali dan memberi nama huruf, pengetahuan korespondensi huruf, kesadaran fonemik, konsep cetak, dan tulisan tangan dapat membantu kelancaran anak-anak dalam kegiatan membaca dan juga menulis.
Istilah keaksaraan awal mengacu pada keterampilan, pengetahuan, serta sikap yang dimiliki anak-anak tentang membaca dan menulis sebelum memulai pengajaran formal (Whitehurst & Lonigan, 1998).
Pendapat serupa disampaikan oleh Susanto (2017) yang menjelaskan bahwa keaksaraan awal merupakan suatu keterampilan baca tulis sebelum anak memasuki jenjang sekolah. Keterampilan keaksaraan awal penting untuk diperkenalkan kepada anak usia dini karena berpengaruh terhadap prestasi akademik anak di kemudian hari (Lerkkanen, dkk., 2004).
Pengenalan keterampilan keaksaraan awal dapat diberikan ketika anak mulai menunjukkan ketertarikan terhadap kegiatan yang berhubungan dengan keaksaraan awal seperti ketertarikan pada buku cerita bergambar dan alat-alat tulis. Keterampilan ini dapat diajarkan sebelum anak belajar cara membaca dan menulis pada sekolah formal.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keaksaraan awal merupakan keterampilan yang penting untuk dikuasai anak agar lancar membaca dan menulis. Keaksaraan awal berpengaruh pada prestasi akademik di kemudian hari, sehingga diperlukan dukungan dari lingkungan sekitar untuk membekali anak dengan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan keaksaraan awal.
b. Tujuan Pengenalan Keaksaraan Awal
Pengenalan keaksaraan awal memiliki tujuan yang beragam, diantaranya untuk meningkatkan keterampilan awal anak-anak prasekolah dan memberikan landasan kokoh untuk pembelajaran keaksaraan yang berkelanjutan (Piasta, dkk., 2021). Keaksaraan awal mulai diperkenalkan sejak usia dini karena dapat membekali anak dengan bermacam-macam keterampilan untuk menguasai perkembangan membaca dan menulis yang dibutuhkan anak ketika menempuh jenjang pendidikan berikutnya, yaitu Sekolah Dasar. Keterampilan keaksaraan awal ini dapat mengurangi risiko anak mengalami kesulitan baca tulis selama masa sekolah.
Pendapat serupa disampaikan oleh Diamond, Gerde, dan Powell (2008) yang menyatakan bahwa keterampilan keaksaraan awal anak-anak merupakan prediktor penting dari kesuksesan di kelas awal Sekolah Dasar.
Kesuksesan anak pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar dapat diperoleh melalui berbagai keterampilan keaksaraan awal yang diajarkan kepada anak, salah satunya yaitu pengetahuan alfabet. Pengetahuan tentang alfabet merupakan pengetahuan dasar yang diajarkan dan diperlukan anak agar dapat lancar membaca dan juga menulis.
Penelitian Wildová dan Kropáčková (2015) menjelaskan bahwa perkembangan keaksaraan awal dimulai ketika kelahiran anak dan berlanjut hingga anak tersebut masuk sekolah. Tujuan dari pengenalan keaksaraan awal adalah untuk mendorong keterampilan anak agar dapat membaca dan menulis yang optimal di masa depan. Dukungan dari lingkungan yang berada di sekitar anak sangat diperlukan untuk mengembangkan keterampilan ini.
Berdasarkan pendapat dan hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa tujuan pengenalan keaksaraan awal adalah untuk mempersiapkan anak agar lancar membaca dan menulis di masa depan melalui berbagai keterampilan yang diajarkan. Penguasaan keterampilan ini dapat mengurangi risiko kesulitan baca tulis ketika menempuh jenjang pendidikan berikutnya. Dukungan dari lingkungan sekitar anak diperlukan agar keterampilan membaca dan menulis dapat berkembang optimal.
c. Komponen Perkembangan Keaksaraan Awal
Keaksaraan awal memiliki bagian atau komponen yang perlu diperhatikan agar perkembangan membaca dan menulis anak dapat berjalan dengan lancar serta tidak ada hambatan. Komponen ini memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Penelitian Foorman, dkk. (2002) menyebutkan beberapa komponen yang harus ditekankan secara berkelanjutan dalam setiap perkembangan keaksaraan awal anak meliputi : 1) Bahasa lisan; 2) Pengetahuan alfabet; 3) Konsep cetak; 4) Membaca permulaan; dan 5) Menulis permulaan.
Bahasa lisan terkait dengan kosakata sangat diperlukan untuk memahami sebuah teks yang dibaca. Kosakata merupakan kumpulan kata yang dimiliki oleh seseorang. Sénéchal dan LeFevre (2002) menyebutkan banyak penelitian memberikan bukti bahwa anak-anak yang memiliki kosakata lebih banyak cenderung memiliki keterampilan bahasa, membaca, dan menulis lebih baik saat usia prasekolah dan Sekolah Dasar.
Perkembangan kosakata ini dapat ditingkatkan dengan berinteraksi bersama teman sebaya, orang tua di lingkungan keluarga, dan guru di lingkungan sekolah.
Pengetahuan alfabet adalah pengetahuan yang melibatkan penggunaan, penamaan, penulisan, dan identifikasi bunyi pada huruf.
Pengetahuan alfabet sebagai pengetahuan dasar yang diperlukan dalam keterampilan membaca dan menulis (Hulme, dkk., 2012). Pengetahuan ini merupakan salah satu komponen dari keaksaraan awal yang sangat
diperlukan untuk menerjemahkan teks yang tercetak ke dalam bahasa lisan.
Bagian dari konsep cetak yaitu tampilan dari halaman sampul hingga halaman akhir buku, kemudian pengetahuan mengenai cara membaca kata-kata dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah. Konsep cetak yang lain yaitu memahami batasan antar kata dan kalimat yang diwakili oleh spasi dan juga tanda baca. Storch dan Whitehurst (2002) menjelaskan konsep cetak berhubungan dengan komponen keterampilan keaksaraan lainnya yang saling terkait untuk mendukung perkembangan keterampilan membaca dan menulis anak di kemudian hari.
Membaca permulaan merupakan kemampuan membaca pura-pura yang dilakukan oleh anak terhadap buku yang disukainya. Anak mampu membacakan narasi cerita yang dianggap sesuai dengan gambar yang ada dalam buku tersebut. Wang (2018) menjelaskan keberhasilan membaca permulaan dipengaruhi oleh lingkungan yang ada di sekitar dan berbagai kegiatan yang dilakukan untuk mendukung perkembangan keterampilan ini antara lain membaca buku cerita bergambar bersama anak. Buku cerita bergambar berperan penting dalam membantu anak belajar tentang alam, mengenal orang lain dan hubungan yang terjadi dengan pengembangan perasaan.
Puranik, Lonigan, dan Kim (2011) menjelaskan bahwa menulis permulaan mirip dengan membaca permulaan, yaitu berupa komponen keterampilan kritis yang meletakkan dasar bagi pengembangan keaksaran awal di masa depan. Menulis permulaan ditunjukkan kepada kemampuan anak yang seolah-olah melakukan kegiatan menulis. Pada kegiatan ini anak membuat garis-garis yang dianggapnya sebagai sebuah alur cerita.
Boudreau (2005) juga menyebutkan komponen perkembangan keaksaraan awal pada anak usia dini terdiri dari : 1) Reading books, yaitu ketertarikan anak terhadap buku termasuk perilaku yang ditunjukkan anak selama pengalaman membaca buku bersama; 2) Response to print, yaitu reaksi atau tanggapan anak terhadap cetakan seperti tanda, logo, simbol
dan kata-kata yang terdapat di lingkungan sekitar; 3) Language awareness, yaitu kemampuan dan minat anak-anak dalam memperhatikan atau memproduksi sajak yang dapat diperoleh melalui lagu-lagu sederhana untuk anak; 4) Interest in letters, yaitu ketertarikan anak untuk mengidentifikasi atau menyebutkan huruf sesuai dengan bentuk dan bunyinya; 5) Writing, yaitu kemampuan serta minat anak dalam menulis huruf atau kata dan juga menggambar; 6) Additional interests, merupakan komponen tambahan yang dilakukan oleh orang tua berupa penyediaan berbagai fasilitas untuk meningkatkan perkembangan keaksaraan awal anak usia dini.
Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa komponen perkembangan keaksaraan awal merupakan bagian penting yang memiliki peran dan fungsinya masing-masing yang dibutuhkan anak usia dini untuk mencapai keberhasilan membaca dan menulis di masa depan. Penguasaan pada setiap komponen ini perlu diperhatikan agar mendapatkan hasil yang optimal, sehingga perkembangan baca tulis anak dapat terus ditingkatkan.
d. Indikator Perkembangan Keaksaraan Awal
Keaksaraan awal dapat memprediksi keberhasilan anak dalam membaca dan menulis pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar.
Keaksaraan awal mulai diperkenalkan sejak usia dini karena pada masa ini stimulasi seluruh keterampilan yang dimiliki anak dapat berkembang dengan pesat. Keaksaraan awal diukur melalui indikator perkembangan untuk melihat kemajuan yang diperoleh anak. Indikator perkembangan keaksaran awal pada anak usia dini, khususnya anak usia 5-6 tahun tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 tahun 2014 yang menyatakan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) usia 5-6 tahun dalam lingkup keaksaraan awal yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia 5-6 Tahun Lingkup
Perkembangan
Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia 5-6 tahun
Keaksaraan 1. Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal 2. Mengenal suara huruf awal dari nama benda-
benda yang ada di sekitarnya
3. Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi / huruf awal yang sama
4. Memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf
5. Membaca nama sendiri 6. Menuliskan nama sendiri
7. Memahami arti kata dalam cerita (Sumber : Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014)
Tabel di atas memuat indikator perkembangan keaksaraan awal anak usia 5-6 tahun yang terdiri dari kemampuan anak berkaitan dengan pengetahuan simbol, bunyi, dan juga bentuk huruf. Armbruster, Lehr, dan Osborn (2003) menambahkan perkembangan keaksaraan awal anak usia 5- 6 tahun yaitu mulai menunjukkan ketertarikan terhadap buku, mampu mengikuti setiap alur cerita dalam buku, mampu menghubungkan cerita dalam buku dengan pengalaman pribadi, memahami perbedaan kata dengan gambar, mengenali berbagai simbol yang ada di lingkungan sekitar, serta mampu menyebutkan bentuk dan bunyi huruf. Keterlibatan orang tua dalam memberikan dan menyediakan berbagai fasilitas untuk meningkatkan perekembangan keaksaraan awal anak usia dini menjadi pelengkap indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan anak dalam perkembangan keaksaraan awalnya (Boudreau, 2005).
Berdasarkan beberapa indikator yang telah disebutkan di atas, indikator yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) Menunjukkan ketertarikan terhadap buku. Ketertarikan ini ditunjukkan dengan rasa suka serta ingin tahu anak terhadap isi buku dan ketika mulai menyukai buku tersebut, akan ada masa bagi anak bersembunyi sambil memperhatikan buku meskipun belum sepenuhnya mengerti maksud atau arti di dalamnya;
2) Mampu mengikuti setiap alur cerita dalam buku, ditunjukkan dengan
mampu memahami urutan atau rangkaian peristiwa yang membentuk sebuah cerita; 3) Memahami arti kata dalam cerita, yaitu mampu memahami makna dari kata yang ada di dalam cerita; 4) Mengenali berbagai simbol yang ada di sekitar. Contoh dari simbol yang terdapat di sekitar antara lain rambu lalu lintas dan papan iklan di jalan; 5) Mengenali benda-benda yang ada di sekitar melalui lagu. Pengenalan benda dapat dilakukan dengan menyanyikan lagu-lagu anak yang sederhana dan mudah dihafal liriknya; 6) Mampu menyebutkan bentuk dan bunyi dari suatu huruf, yaitu dapat menyebutkan huruf dalam alfabet (a-z); 7) Mampu menuliskan / menggambarkan objek dan simbol huruf yang dikenal. Objek dapat diperoleh melalui pengalaman pribadi anak; 8) Fasilitas yang diberikan orang tua dalam meningkatkan perkembangan keaksaraan awal anak usia dini, seperti menonton cerita melalui video di youtube, laptop, televisi, dan mengajak anak pergi ke perpustakaan umum. Indikator tersebut berguna untuk mengukur perkembangan keaksaraan awal yang diperoleh anak pada usia 5-6 tahun, sehingga dapat mengantisipasi risiko keterlambatan anak terutama dalam penguasaan keterampilan membaca dan menulisnya.
2. Keluarga
a. Definisi Keluarga
Keluarga secara yuridis formal / hukum tertulis terbentuk melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 1 dalam undang-undang tersebut menyebutkan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Keluarga berasal dari ikatan perkawinan dua orang yang berbeda jenis kelamin untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga. Tanpa adanya ikatan perkawinan antara pria dan wanita, sebuah keluarga atau rumah tangga yang utuh serta bahagia tidak akan dapat terpenuhi.
Weigel (2008) mendefinisikan keluarga sebagai pengaturan sosial atau kebijakan yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bersama berdasarkan perkawinan, di antaranya yaitu pengakuan mengenai hak dan kewajiban sebagai orang tua, tempat tinggal bersama bagi suami, istri, anak-anak, juga kewajiban ekonomi timbal balik antara sepasang suami istri. Keluarga terdiri dari dua orang atau lebih yang hidup bersama dalam suatu periode waktu dan memerlukan adanya kepala keluarga untuk membina perjalanan hidup anggota keluarganya. Setiap anggota keluarga saling berinteraksi dan berbagi satu sama lain, seperti dalam hal pekerjaan, kesejahteraan keluarga, kegiatan intelektual, spiritual, serta rekreasi.
Gunarsa (2004) menjelaskan bahwa kegiatan interaksi dan berbagi sangat berpengaruh terhadap keadaan harmonis atau tidak harmonisnya hubungan dalam keluarga.
Secara historis terdapat tiga perspektif atau pandangan yang berbeda untuk mendefinisikan sebuah keluarga, yaitu definisi struktural, fungsional, dan transaksional (Koerner & Fitzpatrick, 2004). Definisi struktural didasarkan pada keberadaan orang-orang tertentu yang tinggal bersama dalam suatu rumah tangga, seperti orang tua dan anak-anak.
Definisi fungsional berfokus pada fungsi sosial serta penyelesaian tugas tertentu oleh sekelompok orang dalam keluarga, seperti menjaga keutuhan rumah tangga, mendidik anak, memberikan dukungan emosional dan material satu sama lain. Definisi transaksional biasanya dibangun berdasarkan perilaku yang menghasilkan rasa identitas keluarga dengan ikatan emosional, pengalaman sejarah, dan masa depan bersama.
Mendefinisikan keluarga dapat dilihat hanya dari satu perspektif, namun dalam praktiknya keluarga menjalankan tiga perspektif secara bersamaan yaitu sekelompok orang yang tinggal dalam satu rumah tangga dengan fungsi atau tugas tertentu sehingga menghasilkan rasa identitas sebagai suatu keluarga.
Miller (2016) mendefinisikan keluarga sebagai suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang tinggal bersama dalam satu rumah tangga karena kaitannya dengan kelahiran, perkawinan, dan adopsi.
Keluarga mengadakan interaksi satu sama lain untuk menjalankan peran serta fungsinya. Apabila interaksi di dalam keluarga hilang, maka dapat menjadi pertanda hilangnya hakikat manusia sebagai makhluk sosial karena setiap anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari harus saling berinteraksi satu dengan yang lain untuk mempertahankan keharmonisan keluarganya.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang tinggal bersama dalam satu rumah tangga karena adanya ikatan kelahiran, perkawinan, dan juga adopsi. Kelompok tersebut saling berinteraksi dan berbagi satu sama lain serta memiliki perannya masing-masing sebagai bagian dari suatu keluarga.
b. Tipe Keluarga
Tipe keluarga merupakan pengelompokkan keluarga berdasarkan beberapa cara pandang. Friedman (2010) menyebutkan tipe-tipe keluarga sebagai berikut :
1) Nuclear Family
Nuclear family merupakan keluarga inti terdiri yang dari pasangan suami istri dan anak. Keluarga inti tinggal bersama dalam satu rumah serta terpisah dari anggota keluarga lainnya.
2) Extended Family
Extended family merupakan keluarga besar yang terdiri dari keluarga inti ditambah dengan anggota keluarga lainnya, seperti kakek, nenek, paman, pipi, dan keponakan.
3) Single Parent Family
Single parent family merupakan keluarga yang terdiri dari satu orang tua, baik ayah / ibu dengan anak karena disebabkan oleh perceraian, kematian, atau ditinggalkan.
4) Nuclear Dyed
Nuclear dyed merupakan suatu rumah tangga yang terdiri dari pasangan suami dan istri tanpa seorang anak.
5) Blended Family
Blended family merupakan keluarga yang terbentuk dari perkawinan pasangan yang sudah pernah menikah (janda / duda) dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
6) Three Generation Family
Three generation family merupakan keluarga tiga generasi terdiri dari kakek, nenek, ayah, ibu, dan anak yang tinggal bersama dalam satu rumah.
7) Single Adult Living Alone
Single adult living alone merupakan tipe keluarga yang hanya terdiri dari satu orang dewasa dalam satu rumah.
8) Middle Age atau Elderly Couple
Middle age atau elderly couple merupakan suatu rumah tangga yang terdiri pasangan suami istri yang sudah berumur atau paruh baya.
Samani dan Sadeghzadeh (2010) menjelaskan bahwa berdasarkan isi dan dimensi proses keluarga, dapat diidentifikasi tiga kategori umum tipe keluarga antara lain : 1) Keluarga sehat, yaitu keluarga dengan fungsi pemrosesan yang baik untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru dan mampu mengorganisasikan potensinya, selain itu keluarga sehat juga memiliki pekerjaan, pendapatan, serta pendidikan yang tinggi; 2) Keluarga tidak sehat, yaitu keluarga yang tidak memiliki isi dan fungsi yang baik untuk mengelola masalahnya. Keluarga ini tidak memiliki keterampilan pemrosesan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar dalam membentuk keluarga; 3) Keluarga bermasalah, yaitu keluarga yang baik hanya dalam satu dimensi, sebagai contoh keluarga baik dalam pekerjaan, pendapatan, dan pendidikan namun tidak terampil dalam menyesuaikan diri dengan perannya sebagai anggota keluarga dan menimbulkan masalah seperti kurangnya perhatian dan komunikasi.
Setiap rumah tangga memiliki tipe keluarga yang bervariasi atau berbeda-beda, namun saling melengkapi satu sama lain sehingga rasa kekeluargaan dapat tetap terjaga. Rasa kekeluargaan dapat membentuk keluarga yang aman, stabil, penuh kasih sehingga bermanfaat dalam mendukung perkembangan selama masa kanak-kanak dan seterusnya (Biehal, 2014).
c. Fungsi Keluarga
Keluarga memiliki beberapa fungsi yang sangat berguna dalam membangun hubungan harmonis dengan anggota keluarga lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Berns (2007) menyebutkan fungsi keluarga yaitu sebagai berikut :
1) Reproduksi
Keluarga memiliki fungsi reproduksi untuk mempertahankan populasi yang ada di dalam masyarakat dan meneruskan garis keturunan melalui ikatan perkawinan yang sah.
2) Sosialisasi dan Pendidikan
Keluarga merupakan tempat belajar bagi anak untuk bersosialisasi sebelum bertemu dengan orang lain di luar rumah. Keluarga menjadi sarana untuk mengajarkan pendidikan berupa nilai-nilai yang baik, pengetahuan, sikap, keterampilan, dan juga keyakinan.
3) Penugasan Peran Sosial
Penugasan peran sosial dengan memberikan identitas atau jati diri kepada para anggota keluarganya seperti ras, etnik, agama, dan peran gender.
4) Dukungan Ekonomi
Dukungan ekonomi yang diberikan keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya yaitu menyediakan tempat tinggal untuk berlindung, pakaian, makanan dan minuman.
5) Dukungan Emosi
Dukungan emosi yang diberikan keluarga antara lain memberikan pembelajaran dan pengalaman berharga bagi anak melalui interaksi
yang intens atau mendalam sehingga memberikan rasa aman dan nyaman.
Friedman (2010) menyebutkan fungsi dari keluarga yaitu sebagai berikut :
1) Fungsi Afektif
Fungsi afektif menjadi fungsi utama untuk mengajarkan segala sesuatu dan mempersiapkan setiap anggota keluarga saling berhubungan dengan orang lain.
2) Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi berguna untuk membina kegiatan sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku yang sesuai dengan tingkat perkembangan, serta untuk meneruskan nilai-nilai budaya dalam keluarga.
3) Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi atau keturunan dan menjaga kelangsungan hidup keluarga.
4) Fungsi Ekonomi
Fungsi ini berguna untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat mengembangkan keterampilan individu dalam meningkatkan penghasilan.
5) Fungsi Perawatan atau Pemeliharaan Kesehatan
Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan berperan dalam mempertahankan kesehatan anggota keluarga agar tetap mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi.
Salah satu fungsi terpenting keluarga yaitu untuk mempelajari cara menyelesaikan masalah secara cepat dan efisien bagi anggota keluarganya (Gunindi, Sahin & Demircioglu, 2012). Orang tua dianggap sebagai panutan oleh anak-anak selama proses pemecahan suatu masalah. Anak mengamati cara yang dilakukan ketika memecahkan masalah tertentu dan menyimpan strategi pemecahan masalah yang diadopsi oleh orang tuanya.
Fungsi keluarga di atas merupakan fungsi ideal bagi suatu keluarga untuk mempertahan kehidupan rumah tangga di lingkungan masyarakat sekitar. Fungsi-fungsi tersebut dapat berjalan dengan baik apabila interaksi yang terjalin dengan anggota keluarga tetap terjaga satu sama lainnya.
d. Hakikat Pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga merupakan proses pendidikan yang dilakukan oleh keluarga berupa pemberian nilai-nilai positif sebagai fondasi pendidikan selanjutnya yang berguna bagi perkembangan anak kelak.
Long (2015) menjelaskan pendidikan keluarga terbagi menjadi pengertian secara luas dan sempit. Pendidikan keluarga dalam arti luas yaitu pendidikan yang dilakukan di lingkungan keluarga dan setiap anggota keluarga saling berinteraksi satu sama lain dalam proses pendidikannya.
Pendidikan keluarga dalam arti sempit yaitu orang tua atau sesepuh keluarga secara sadar atau tidak sadar menginginkan anak-anaknya untuk menerapkan pendidikan dan pengaruh yang diberikan oleh keluarga. Titik kunci dari pendidikan keluarga yaitu menumbuhkan kebiasaan pendidikan moral dan perilaku yang baik bagi anak-anaknya terutama dalam hal kebiasaan hidup, kebiasaan kerja, dan kebiasaan belajar.
Pendidikan keluarga menjadi tanggung jawab atau tugas utama para orang tua. Orang tua menjadi pendidik utama sampai anak mulai sekolah dan tetap memiliki pengaruh besar pada setiap pembelajaran anak- anaknya (Ceka & Rabije, 2016). Nilai dan jenis perilaku anak juga mengadopsi dari orang tua, oleh karena itu sebagai orang tua harus memberikan pengaruh positif dalam kehidupan sehari-hari dan yang terpenting dalam memberikan pendidikan keluarga agar masa depan anak menjadi lebih indah dan lebih sukses.
Pendidikan keluarga merupakan bentuk dari pendidikan informal.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pada Bab I, Pasal 1, Ayat 13 menyebutkan bahwa pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Bab VI, Pasal 27, Ayat 1 juga mempertegas kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga
dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Berdasarkan undang-undang di atas, pendidikan informal memiliki kekuatan hukum yang legal formal, artinya secara hak kewarganegaraan sudah semestinya dilakukan oleh setiap keluarga. Pemerintah melalui institusi yang berwenang telah mencanangkan gerakan pendidikan anak usia dini yang berada pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga dan diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
3. Family Literacy Programs
a. Pengertian Family Literacy Programs
Family literacy programs merupakan program yang mengacu pada keyakinan dan praktik kegiatan membaca serta menulis di lingkungan keluarga (Sowers, 2000). Praktik kegiatan tersebut melibatkan anak-anak beserta orang tua atau orang dewasa lainnya. Saint-Laurent dan Giasson (2005) menjelaskan bahwa pengalaman awal berkaitan dengan kegiatan keaksaraan awal terjadi melalui interaksi dengan orang tua atau interaksi dengan saudara kandung dalam aktivitas keluarga sehari-hari. Sénéchal dan Young (2008) menambahkan family literacy programs merupakan program yang bertujuan untuk melatih keluarga dalam berinteraksi bersama anak dengan memberikan kegiatan yang dapat merangsang perkembangan keaksaraan awal seperti buku cerita bergambar, bahan kerajinan, dan permainan untuk dilakukan di rumah.
Pentingnya keluarga dalam memberikan pengalaman belajar, membuat sekolah perlu untuk membentuk family literacy programs agar memberdayakan keluarga dalam mendukung perkembangan keaksaraan awal anak-anaknya (Swain & Cara, 2017). Pendapat serupa disampaikan oleh Gaitan (1992) yang menyatakan bahwa sekolah perlu membangun hubungan yang efektif dengan keluarga dan mengembangkan cara yang komprehensif untuk membantu keluarga meningkatkan perkembangan keaksaraan awal anaknya. Kerjasama dan hubungan yang kuat antara keluarga dan sekolah sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan perkembangan keaksaraan awal anak.
Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa family literacy programs merupakan program atau praktik yang dilakukan untuk meningkatkan perkembangan keaksaraan awal pada anak dengan melibatkan orang tua atau orang dewasa lainnya dalam keluarga, serta dapat bekerjasama dengan sekolah dalam pelaksanaannya. Hubungan yang kuat antara keluarga dan sekolah sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan anak.
b. Manfaat Family Literacy Programs
Family literacy programs bermanfaat dalam membangun hubungan yang kuat antara orang tua atau orang dewasa lainnya dalam keluarga dan guru di sekolah untuk membantu setiap keluarga dalam mendukung anak-anak melalui kegiatan keaksaraan awal (Ihmeideh & Al- Maadadi, 2020). Family literacy programs berbasis sekolah membutuhkan peran dari orang tua atau orang dewasa lainnya dalam keluarga dan guru untuk mengembangkan keterampilan keaksaraan awal pada anak. Guru dapat memberikan program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang manfaat family literacy programs dalam mengidentifikasi cara untuk membangun kemitraan yang kuat dengan keluarga dan memberikan strategi untuk memfasilitasi keterlibatan keluarga dalam perkembangan keaksaraan awal pada anak.
Manfaat lain dari family literacy programs yaitu dapat membantu keluarga meningkatkan rasa penegasan dan kepercayaan diri dalam perannya untuk meningkatkan perkembangan keaksaraan awal anak-anak (Swain & Cara, 2018). Pendapat lain disampaikan oleh Timmons dan Pelletier (2015) yang menyatakan bahwa selama 30 tahun terakhir, peran anggota keluarga dalam mengembangkan keterampilan keaksaraan awal anak telah diakui dengan baik. Peran keluarga dalam mendukung eksplorasi dan pembelajaran anak tidak hanya memfasilitasi prestasi sekolah, tetapi juga meningkatkan perkembangan kognitif, bahasa, sosial dan emosional anak (Baker & Scher, 2002). Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam penerapan family literacy programs karena dapat
berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam perkembangan keaksaraan awalnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat family literacy programs yaitu meningkatkan hubungan yang kuat antara keluarga dan sekolah dalam memfasilitasi pembelajaran keaksaraan awal pada anak, kemudian peran keluarga sangat dibutuhkan anak untuk mencapai prestasi di sekolah serta meningkatkan perkembangan kognitif, bahasa, sosial dan emosional anak.
c. Konsep Family Literacy Programs
Konsep family literacy programs yang paling umum dikenal dengan kerangka kerja konseptual ORIM atau Opportunities, Recognition, Interaction, Model. Kerangka kerja konseptual ini bertujuan untuk mendeskripsikan cara orang tua atau orang dewasa lainnya dalam keluarga dalam mendukung perkembangan keaksaraan awal pada anak. Morgan, Nutbrown, dan Hannon (2009) menyebutkan bahwa kerangka kerja konseptual ORIM terdiri dari empat bagian, antara lain : 1) Opportunities (kesempatan), yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk dapat melek huruf dengan cara memberikan anak kertas dan bahan tulis, pergi ke perpustakaan, serta berbagi buku cerita bergambar. 2) Recognition (pengakuan), yaitu menunjukkan kemajuan keaksaraan awal anak, misalnya dengan memajang beberapa tulisan, berdiskusi tentang hal yang sudah dicapai anak. 3) Interaction (interaksi), yaitu berbagi waktu interaksi dengan anak-anak selama kegiatan keaksaraan awal seperti membaca buku cerita bergambar bersama dan bermain puzzle alfabet, 4) Model (pengguna), yaitu terlibat menjadi model atau pengguna keaksaraan awal bagi anak dengan membaca resep, koran, majalah, buku, dan menulis surat.
Family literacy programs yang dirancang berdasarkan kerangka kerja ORIM mengkonseptualisasikan keluarga sebagai pendukung perkembangan keaksaraan awal pada anak. Kerangka kerja ORIM dapat berguna untuk membantu anak-anak mengembangkan kepercayaan diri
dan mencapai kesuksesan dalam perkembangan keaksaraan awalnya.
Tema umum dalam family literacy programs menunjukkan bahwa keaksaraan keluarga perlu ditransfer ke dalam praktik (Jeynes, 2012).
Praktik tersebut membutuhkan kerjasama yang baik dengan melibatkan anak beserta orang tua atau orang dewasa lainnya dalam keluarga, dan juga guru di sekolah.
Ihmeideh dan Al-Maadadi (2020) menjelaskan guru anak di sekolah, khususnya taman kanak-kanak dilatih untuk menyampaikan family literacy programs. Program tersebut mencakup beberapa sesi dan pemantauan program. Pertemuan orang tua atau orang dewasa lainnya dalam keluarga beserta guru diadakan dengan berfokus pada isu-isu yang terkait dengan perkembangan keaksaraan awal anak di rumah maupun di sekolah. Guru membekali keluarga dengan metode untuk menerapkan praktik keaksaraan awal seperti yang disebutkan dalam kerangka kerja konseptual ORIM. Setelah mengikuti sesi program, keluarga dapat mempraktikan kegiatan yang telah dipelajari. Berikut merupakan deskripsi singkat sesi family literacy programs dalam penelitian ini :
Sesi I : Aktivitas Keaksaraan Awal di Lingkungan Keluarga. Cara memperkenalkan dan membangun pemahaman keaksaraan awal yaitu dengan memberikan pengalaman dan kesempatan kepada anak, melalui sesi ini keluarga belajar pentingnya kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perkembangan keaksaraan awalnya, seperti membacakan buku cerita, mengunjungi perpustakaan atau toko buku, dan membangun pojok literasi di rumah.
Sesi II : Menumbuhkan Minat Baca Anak melalui Buku Cerita Bergambar. Kebanyakan anak yang gemar membaca dikarenakan lingkungan terdekatnya yaitu lingkungan keluarga selalu membiasakan budaya membaca sejak masih kecil, melalui sesi ini keluarga belajar cara menumbuhkan minat baca pada anak usia dini dengan cara membacakan buku cerita sebelum tidur ataupun di waktu luang.
Sesi III : Kemampuan Menulis Permulaan dan Pengenalan Huruf pada Anak Usia Dini. Sesi ini memberikan pembelajaran kepada keluarga dalam menemukan strategi yang tepat dalam mengajarkan kemampuan menulis permulaan dan pengenalan huruf pada anak yang sangat dibutuhkan untuk menguasai keterampilan membaca dan menulis di masa depan.
Sesi IV : Peran Keluarga dalam Menciptakan Lingkungan Literat Bagi Anak Usia Dini. Orang tua merupakan orang yang memegang peranan penting dalam keluarga karena dapat menanamkan berbagai hal pada anak dan berpengaruh terhadap kepribadiannya kelak. Pada sesi ini, orang tua sebagai aktor utama dalam keluarga akan belajar meluangkan waktu untuk mengajarkan pengetahuan membaca dan menulis kepada anak dengan menciptakan teknik serta media yang kreatif.
Sesi V : Review dan Evaluasi. Pada sesi ini dilaksanakan review dan evaluasi terhadap keberjalan family literacy programs yang diisi dengan kesan dan pesan / saran untuk pelaksanaan program yang lebih baik.
d. Pengaruh Family Literacy Programs terhadap Perkembangan Keaksaraan Awal
Pembelajaran dan perkembangan keaksaraan awal dimulai jauh sebelum anak bersekolah (Jarrett, Hamilton, & Coba-Rodriguez, 2015).
Keaksaraan awal dapat diperoleh melalui pengalaman yang didapatkan anak sebelum masuk sekolah formal, yaitu dari membaca buku cerita bergambar, bercerita, berdiskusi, belajar kosakata, mendramatisasi cerita, dan pengalaman menulis bersama orang terdekat anak, yaitu keluarga.
Keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan atau kegagalan anak dalam kegiatan keaksaraan awal. Mengantisipasi risiko kegagalan dalam hal ini, yang perlu dilakukan anak dan keluarga yaitu meningkatkan kualitas interaksi di antara keduanya. Pendapat serupa disampaikan Saracho (2002) yang menyatakan bahwa kualitas interaksi antara anak dan keluarga penting untuk perkembangan keaksaraan
awalnya. Kualitas interaksi ini dapat ditingkatkan melalui program keaksaraan keluarga atau dikenal dengan family literacy programs.
Penelitian Steiner (2014) mengidentifikasi pengaruh family literacy programs terhadap perkembangan keaksaraan awal anak-anak. Sampel terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kontrol. Pra dan pasca tes diberikan untuk menentukan perkembangan anak dalam pembelajaran keaksaraan awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi orang tua dan guru menyebabkan perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan dalam nilai pada konsep penilaian cetak dibandingkan dengan anak-anak pada kelompok kontrol.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, disimpulkan bahwa family literacy programs dapat berpengaruh terhadap perkembangan keaksaraan awal anak. Pengalaman dan kualitas interaksi antara anak dan keluarga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan agar dapat mengantisipasi risiko kegagalan anak dalam setiap perkembangan keaksaraan awalnya.
B. Kerangka Berpikir
Keaksaraan awal merupakan keterampilan dasar yang penting untuk diperkenalkan kepada anak usia dini karena berpengaruh terhadap prestasi akademik anak di kemudian hari (Lerkkanen, dkk., 2004). Cara yang dapat dilakukan agar dapat menguasai keterampilan ini yaitu dengan praktik dan berinteraksi bersama orang tua atau orang dewasa lainnya dalam lingkungan keluarga dan juga guru di lingkungan sekolah. Didukung oleh pendapat Vygotsky (1978) bahwa anak usia dini dapat belajar penggunaan dan praktik keaksaraan awal melalui interaksi sehari-hari dengan orang dewasa dan orang lain yang lebih berpengetahuan. Praktik dan interaksi tersebut dapat mengatasi perkembangan keaksaraan awal anak usia dini yang belum optimal.
Pentingnya keaksaraan awal yang dapat dipelajari di lingkungan keluarga dan sekolah, kesamaan keyakinan dan konsistensi dalam praktik pada kedua lingkungan tersebut sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi dan keberhasilan anak di masa yang akan datang. Salah satu cara efektif untuk menghubungkan
lingkungan keluarga dan sekolah dalam praktik keaksaraan awal yaitu melalui family literacy programs. Crosby, dkk. (2014) menjelaskan family literacy programs merupakan cara yang sangat efektif untuk meningkatkan perkembangan keaksaraan awal pada anak usia dini karena berhubungan dengan perkembangan keaksaraan awal anak-anak di lingkungan keluarga dan sekolah. Family literacy programs dirancang berdasarkan kerangka kerja ORIM (Opportunities, Recognition, Interaction, Model) untuk mengkonseptualisasikan keluarga dan sekolah sebagai pendukung keberhasilan perkembangan keaksaraan awal pada anak usia dini. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui gambar berikut :
Gambar 1. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu adanya pengaruh family literacy programs terhadap perkembangan keaksaraan awal anak usia dini.
Perkembangan keaksaraan awal anak usia dini yang belum optimal
Dirancang berdasarkan kerangka kerja konseptual ORIM Family literacy programs
Family literacy program berpengaruh
terhadap perkembangan keaksaraan awal anak usia dini