7
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Matematika
Menurut Kamus Besar Indonesia (2021) matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan. Menurut Nizhamiyah (2017) matematika ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar, matematika menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan lambang-lambang atau simbol dan memiliki arti serta dapat digunakan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan bilangan. Beberapa definisi atau pengertian tentang matematika menurut Soedjadi (Andar dan Ikman, 2016, 16-17) sebagai berikut:
a. Matematika adalah ilmu pengetahuan eksak dan terorganisasi secara sistemik
b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan
d. Matematika adalah suatu pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk
e. Matematika adalah suatu pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang diperoleh dengan cara bernalar menggunakan lambang-lambang atau simbol dan memiliki arti digunakan untuk memecahkan masalah.
2. Gaya Kognitif
a. Pengertian Gaya Kognitif
Secara bahasa, gaya dalam bahasa inggris disebut “style” yang artinya corak mode atau gaya. Menurut Murtafiah (2018:76) dikutip dari Suryanti (2014) gaya kognitif (Cognitive Style) merupakan gaya seseorang dalam berpikir yang melibatkan kemampuan kognitif dalam kaitannya dengan bagaimana individu menerima, menyimpan, mengolah dan menyajikan informasi dimana gaya tersebut akan terus melekat dengan tiang konsisten yang tinggi, yang akan mempengaruhi perilaku dan aktivitas individu baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendapat ini sejalan dengan pernyataan yang menurut Desmita (2010:164) Gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam penggunaan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasikan, dan memproses informasi, dan seterusnya.) yang bersifat konsisten dan berlangsung lama. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Witkin, dkk (1977:15) dalam Susanto (2015:35) menyatakan bahwa “Cognitive styles are concerned with the form rather than the content of cognitive activity. They refer to individual differences in how we perceive, think, solving problems, learn, relate to other, etc.i”
selain itu witkin juga mengatakan bahwa “Characteristic of cognitive styles is that they are stable over time”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam berpikir yang melibatkan kemampuan kognitif yaitu berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasikan, dan memproses informasi, dan seterusnya, yang akan mempengaruhi perilaku dan aktivitas individu baik secara langsung maupun tidak langsung. Gaya kognitif ini bersifat konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
b. Tipe gaya Kognitif
Tipe gaya kognitif yang paling sering didiskusikan para ahli yaitu gaya impulsif & gaya reflektif, dan field Dependence (FD) & field Independen (FI). Dalam penelitian ini akan dibahas tipe gaya kognitif field Dependent (FD) & field Independen (FI). Menurut Desmita (2010:147) bahwa:
Gaya Reflektif dan Impulsif menunjukkan tempo kognitif atau kecepatan berpikir. Individu impulsif sejatinya adalah individu yang memberikan respons sangat cepat, tetapi juga melakukan sedikit kesalahan dalam proses tersebut. Sebaliknya individu dengan gaya reflektif cenderung menggunakan lebih banyak waktu untuk merespons dan merenungkan akurasi jawaban. Individu reflektif sangat lambat dan berhati-hati dalam memberikan respons tetapi cenderung memberikan jawaban secara benar. Dibandingkan dengan peserta didik Impulsif, peserta didik reflektif lebih mungkin melakukan tugas-tugas seperti:
mengingat informasi yang terstruktur, membaca dengan memahami menginterpretasikan teks, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Sedangkan peserta didik.
(Santrock, 2008) Gaya field Dependence (FD) & field Independen (FI) merupakan tipe gaya kognitif yang mencerminkan cara analisis seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Individu dengan gaya FD cenderung menerima suatu pola sebagai keseluruhan. Mereka sulit untuk memfokuskan pada satu aspek dari satu satu situasi, atau menganalisa pola menjadi bagian-bagian yang berbeda. Sebaliknya, dengan gaya FI lebih menerima bagian-bagian terpisah dari pola menyeluruh dan mampu menganalisa pola kedalam komponen- komponenya.
Menurut Susanto (2010:38) mengutip dari Altun dan Methap bahwa :
Individu yang memiliki gaya kognitif FI memiliki kemampuan untuk mengabstraksikan elemen-elemen dari latar konteksnya. Individu tersebut cenderung lebih analitik dan cenderung menggunakan pemecahan masalah dengan cara yang lebih bersifat analitik. Individu tersebut dapat memilih secara rinci bagian-bagian yang ada pada permasalahan. Individu FI pandai dalam melihat perbedaan-perbedaan khusus, untuk menempatkan item sederhana pada objek yang lebih kompleks atau rumit. Individu yang FI melihat objek lebih bersifat analitik, menemukan sesuatu tersembunyi akan lebih mudah.
Individu yang memiliki gaya kognitif FD mengalami kesulitan dalam membedakan stimulus melalui situasi yang dimiliki sehingga persepsinya mudah dipengaruhi oleh manipulasi dari situasi
sekelilingnya. Individu yang sulit melepaskan diri dari keadaan yang mengabaikannya yaitu individu FD, akan menemukan kesulitan dalam masalah-masalah yang menuntut keterangan di luar konteks. Individu yang FD akan mengorganisasikan apa yang diterimanya sebagaimana yang disajikan. Sedangkan pada individu yang FI akan mampu mengulangi apa yang diterimanya dengan mencari komponen- komponen yang diletakkan pada permasalahan yang dihadapinya.
Menurut Razak, Sutrisno, dan Immawan (2017:78) mengutip dari Nasution perbedaaan antara field Dependent (FD) dan field Independent (FI) ditulis dalam Tabel 2.1. berikut:
Tabel 2. 1 Perbedaan Field Dependence (FI) dan Field Independence (FD) field Dependent (FD) field Independent (FI) Sangat dipengaruhi oleh lingkungan
dan banyak tergantung pada pendidikan sewaktu kecil
Kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan oleh pendidikan pada masa lampu
Dididik untuk selalu memperhatikan orang lain
Dididik untuk berdiri sendiri dan mempunyai otonomi atas tindakannya
Mengingat hal-hal dalam konteks sosial
Tidak peduli akan norma-norma orang lain
Bicara lambat agar dapat dipahami orang lain
Bicara cepat tanpa menghiraukan daya tangkap orang lain
Mempunyai hubungan sosial yang luas, cocok untuk bekerja dalam bidang guidance, counseling, pendidikan, dan sosial
Kurang mementingkan hubungan sosial, sesuai untuk jabatan dalam bidang matematika, science, insinyur Lebih cocok untuk memilih
psikologi klinis
Lebih sesuai memilih psikologi eksperimen
Lebih banyak terdapat di kalangan wanita
lebih banyak di kalangan laki- laki
Lebih sukar memastikan bidang mayor dan sering pindah jurusan
Lebih cepat memilih bidang mayornya
Tidak senang pelajaran matematika, lebih menyukai bidang humanitas dan ilmu-ilmu sosial
Dapat juga menghargai humanitas dan ilmu-ilmu sosial, walaupun lebih cenderung kepada matematika dan ilmu pengetahuan alam
Lebih cenderung belajar dalam kelompok, sesering mungkin berinteraksi dengan guru, dan memerlukan penguatan yang bersifat ekstrinsik
Lebih cenderung memilih belajar individual, merespon dengan baik, dan independen. Disamping itu mereka dapat mencapai tujuan dengan motivasi intrinsik
Memerlukan petunjuk yang lebih banyak untuk memahami sesuatu, bahan hendaknya tersusun langkah demi langkah
Tidak memerlukan petunjuk yang terperinci
Lebih peka akan kritik dan perlu mendapat dorongan, kritik jangan bersifat pribadi
Dapat menerima kritik demi kebaikan
Menurut Desmita (2010:189) dikutip dari Witkin mempresentasikan beberapa karakter pembelajaran gaya FD dan FI sebagai berikut:
Tabel 2. 2 Karakteristik Pembelajaran Siswa Dengan Gaya FD dan FI
Field Dependent Field Independent
Lebih baik dengan materi pembelajaran dengan muatan sosial
Mungkin perlu bantuan memfokuskan perhatian pada materi yang memuat sosial Memiliki ingatan yang lebih baik
untuk informasi sosial
Mungkin perlu diajarkan bagaimana menggunakan konteks untuk memahami informasi sosial
Memiliki struktur, tujuan dan penguatan yang didefinisikan secara jelas
Cenderung memiliki tujuan diri yang terdefinisikan dan penguatan
Lebih terpengaruh kritik Tidak terpengaruh dengan kritik Memiliki kesulitan besar untuk
mempelajari materi terstruktur.
Mungkin perlu diajarkan bagaimana menggunakan mnemonik
Dapat mengembangkan strukturnya sendiri pada situasi tak terstruktur.
Cenderung menerima organisasi yang diberikan dan tidak mampu untuk mengorganisasi kembali.
Mungkin memerlukan instruksi lebih jelas mengenai bagaimana memecahkan masalah
Biasanya lebih mampu memecahkan masalah tanpa instruksi dan bimbingan eksplisit
c. Group Embedded Figure Test (GEFT)
Group Embedded Figure Test (GEFT) adalah berbagai tes paper and pencil test untuk menyelidiki FI dan FD peserta didik. Tes GEFT telah dikembangkan oleh witkin dan rekan-rekannya sejak tahun 1971. Dalam mengerjakan tes GEFT peserta didik diberi waktu 19 menit. GEFT memiliki skala tetap dengan skala skor 0 sampai 18, di mana setiap jawaban benar diberi skor 1 dan pada jawaban salah diberi skor 0.
Terdapat 8 gambar bangun datar sederhana yang diberi nama A, B, C, D, E, F, G, dan H. Peserta didik akan dihadapkan pada 3 sesi, yang mana peserta didik akan diberikan waktu berhenti, sampai diberikan instruksi untuk melanjutkan ke sesi berikutnya. Pada sesi pertama terdiri dari 7 soal, yaitu dimaksudkan sebagai latihan, sedangkan pada sesi kedua dan ketiga masing-masing terdiri dari 9 soal yang akan dihitung skornya.
Setiap soal berisi gambar bangun datar yang cukup rumit, yang merupakan gabungan dari berbagai macam bangun datar, dan peserta didik diminta untuk memberi garis tebal pada bentuk bangun datar sederhana yang sudah ditemukan.
Berdasarkan Jeff Q. Bostic dalam Zannah, dan Andiani (2017:114) instrumen GEFT memiliki reliabilitas 0,82. Adapun interpretasi skor GEFT dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2. 3 Interpretasi skor GEFT
Kategori Skor peserta didik laki- laki
Skor peserta didik perempuan
Strongly FD 0-9 0-8
Slightly FD 10-12 9-11
Slightly FI 13-15 12-14
Strongly FI 16-18 15-18
3. Kemampuan Berpikir Kritis
a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kemampuan berasal dari kata “mampu” berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, dapat, dan berada/kaya (mempunyai harta yang berlebih).
Kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan, atau kekayaan.
Menurut Askolani dan Machdalena (2012:37) mengutip simpulan dari Robbins bahwa :
Kemampuan (ability) adalah suatu kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Individu yang tingkat kemampuannya tinggi cenderung akan menyelesaikan tugas pekerjaan dengan baik, cepat, dan tepat. Kemampuan terdiri dari 2 faktor, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
Kemampuan intelektual (intellectual ability) adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental-berpikir, menalar, dan memecahkan masalah. Kemampuan fisik (physical ability) adalah kemampuan tertentu yang bermakna penting bagi keberhasilan pekerjaan yang kurang membutuhkan keterampilan dan lebih terstandar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan dari seorang individu dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan, baik berupa aktivitas mental-berpikir, menalar, dan memecahkan masalah, maupun aktivitas fisik.
Sehingga dapat disimpulkan kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu untuk mengerjakan tugas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berpikir berasal dari kata pikir yang berarti akal budi, ingatan angan-angan, kata dalam hati, atau pendapat. Berpikir dapat diartikan menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu atau menimbang-nimbang dalam ingatan. Menurut Hamidah (2018:1) mengutip dari Siti Nursaili bahwa thinking is an activity where mind used to decide and solve problem based on information and experiences in our daily life. Thinking is an abstract activity which usually happens during half conscious condition in order to solve problem. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa berpikir merupakan sebuah aktivitas di mana pikiran digunakan untuk mempertimbangkan, memutuskan dan mencari solusi dari suatu masalah
berdasarkan informasi dan pengalaman di dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Helmawati (2019:99) pengertian berpikir secara umum dilandasi oleh asumsi aktivitas mental atau intelektual yang melibatkan kesadaran dan subjektivitas individu yang merujuk pada suatu tindakan pemikiran atau ide-ide atau pengaturan ide. Sehingga dapat disimpulkan berpikir adalah suatu aktivitas mental atau intelektual yang melibatkan kesadaran dan subjektivitas individu untuk mempertimbangkan, memutuskan dan mencari solusi dari suatu masalah.
Kata kritis berasal dari bahasa Yunani yaitu kritikos dan kriterior.
kata “kritiko” berarti pertimbangan sedangkan kata “kriterior”
mengandung makna ukuran baku atau standar. Sehingga secara etimologi kata “kritis” mengandung makna pertimbangan yang didasarkan pada suatu ukuran yang baku atau standar. kritis sebagaimana digunakan dalam ungkapan ‘berpikir kritis’ berkonotasi pentingnya atau sentralis dari pemikiran yang mengarah ada pertanyaan isi atau pada masalah yang memprihatinkan. kritis dalam konteks ini tidak berarti “penolakan” atau
“negatif”. Ada yang positif dan berguna, misalnya merumuskan solusi yang terbaik untuk masalah pribadi yang kompleks, berunding dengan kelompok tentang tindakan yang harus diambil, atau menganalisis asumsi dan kualitas metode yang digunakan secara ilmiah dalam menguji suatu hipotesis (Hermawati, 2019:103).
Menurut Zakiah dan Lestari (2019:3) mengutip simpulan dari Lai bahwa berpikir kritis meliputi komponen keterampilan-keterampilan menganalisis argumen, membuat kesimpulan menggunakan penalaran yang bersifat induktif atau deduktif, penilaian atau evaluasi, dan membuat keputusan atau memecahkan masalah. Hal ini dengan pendapatnya Nurhasanah, dkk (2020:7) berpikir kritis dapat diartikan sebagai proses yang terjadi pada alam pikir seseorang dalam membuat konsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi suatu informasi yang telah dikoleksi dan dihasilkan dari observasi, pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran yang mempengaruhi tindakan yang
dilakukan. Menurut Hermawati (2019:91) berpikir kritis merupakan sebuah proses aktif dan cara berpikir secara teratur serta secara sistematis guna memahami informasi yang secara mendalam, sehingga kemudian membentuk sebuah keyakinan tentang kebenaran dari informasi yang didapatkan atau pendapat-pendapat yang disampaikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah suatu aktivitas mental atau intelektual secara teratur dan sistematis yang melibatkan kesadaran dalam membuat konsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi suatu informasi.
Berdasarkan pengertian kemampuan dan berpikir kritis di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam melakukan aktivitas mental atau intelektual secara teratur dan sistematis yang melibatkan kesadaran dalam membuat konsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi suatu informasi.
b. Karakteristik Pemikir Kritis
Dalam penelitian ini karakteristik pemikir kritis sesuai dengan pernyataan Hasanudin (2017:277-278), yakni seorang pemikir kritis memiliki sejumlah karakteristik antara lain :
1) Mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan masalah penting, merumuskan dengan jelas dan teliti
2) Mengumpulkan dan menilai informasi-informasi yang relevan, dengan menggunakan gagasan abstrak untuk menafsirkannya dengan efektif
3) Menarik kesimpulan dan solusi dengan alasan yang kuat, bukti yang kuat dan mengujinya dengan menggunakan kriteria dan standar yang relevan
4) Berpikir terbuka dengan menggunakan berbagai alternatif sistem pemikiran, sembari mengenali, menilai, dan mencari hubungan- hubungan antara semua asumsi implikasi akibat-akibat praktis
5) Mampu mengatasi kebingungan, mampu membedakan antara fakta, teori, opini, dan keyakinan
c. Tujuan dan Manfaat Berpikir Kritis
Keynes (2008) menyebutkan bahwa, tujuan dari berpikir kritis adalah mencoba mempertahankan posisi ‘objektif’. Ketika berpikir kritis, maka akan menimbang semua sisi dari semua argumen dimana mengevaluasi kekuatan dan kelemahan. Hal yang paling utama dari berpikir kritis ini adalah bagaimana argumen yang dikemukakan benar- benar objektif.
Manfaat berpikir kritis pada aspek performa akademis menurut Eliana Crespo (2012) yaitu, memahami argumen dan kepercayaan orang lain, mengevaluasi secara kritis argumen dan kepercayaan itu, mengembangkan dan mempertahankan argumen dan kepercayaan sendiri yang didukung dengan baik. Selain membuat argumen, berpikir kritis sangatlah penting di dalam pendidikan menurut H.A.R Tilaar (2011), karena beberapa pertimbangan antara lain:
1) Mengembangkan berpikir kritis di dalam pendidikan berarti kita memberikan penghargaan kepada peserta didik sebagai pribadi (respect a person). Hal ini memberikan perkembangan pribadi peserta didik sepenuhnya karena mereka merasa diberikan kesempatan dan dihormati akan hak-haknya dalam perkembangan pribadinya.
2) Berpikir kritis merupakan tujuan yang ideal di dalam pendidikan karena mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan kedewasaannya.
3) Perkembangan berpikir kritis dalam proses pendidikan merupakan suatu cita-cita tradisional seperti apa yang ingin dicapai melalui pelajaran ilmu-ilmu eksak dan kealaman serta mata pelajaran lainnya yang secara tradisional dianggap dapat mengembangkan berpikir kritis.
4) Berpikir kritis merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan demokrasi. Demokrasi hanya dapat berkembang apabila
warga negaranya dapat berpikir kritis di dalam masalah-masalah politik, sosial, dan ekonomi.
Zakiah dan Lestari (2019:5-7) Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan tujuan berpikir kritis adalah agar seseorang mampu mempertahankan argumen yang bersifat objektif, dengan mempertimbangkan semua sisi, seperti kelebihan dan kekurangannya. Adapun manfaat berpikir kritis yaitu memberikan hak-hak dalam perkembangan pribadi peserta didik, peserta didik menjadi lebih dewasa, menarik minat peserta didik pada pelajaran ilmu-ilmu eksak dan kealaman serta mata pelajaran lainnya, dan peserta didik mampu menyikapi masalah-masalah politik, ekonomi dan sosial dengan baik
d. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Facione (2015:9-10) mengemukakan kemampuan inti dalam berpikir kritis terdiri dari 6 yaitu, Interpretasi (Interpretation). Analisis (Analysis), Evaluasi (Evaluation), Kesimpulan (Inference), Penjelasan (Explanation), dan Pengaturan diri (Self-Regulation).
Tabel 2. 4 Kemampuan Inti dalam Berpikir Kritis
No Kemampuan Penjelasan
1 Interpretasi Memahami dan mengekspresikan makna atau signifikansi dari berbagai macam pengalaman, situasi, data, kejadian-kejadian, penilaian, kebiasaan atau adat, kepercayaan-kepercayaan, aturan-aturan, prosedur-prosedur, atau kriteria 2 Analisis Mengidentifikasi hubungan-hubungan inferensial
yang diharapkan dan aktual diantara pertanyaan- pertanyaan, konsep-konsep, deskripsi-deskripsi, atau bentuk-bentuk representasi lainnya yang dimaksudkan untuk mengekspresikan kepercayaan-kepercayaan, penilaian, pengalaman- pengalaman alasan-alasan, informasi, atau opini- opini.
3 Evaluasi Menaksir kredibilitas pertanyaan-pertanyaan atau representasi-representasi yang merupakan laporan- laporan atau deskripsi-deskripsi dari persepsi, pengalaman, situasi, penilaian, kepercayaan, atau
opini seseorang, dan menaksir kekuatan logis dari hubungan-hubungan inferensial atau maksud diantara pertanyaan-pertanyaan, deskripsi- deskripsi, pertanyaan-pertanyaan, atau bentuk- bentuk representasi lainnya.
4 Kesimpulan Mengidentifikasi dan memperoleh unsur-unsur yang diperlukan untuk membuat kesimpulan- kesimpulan yang masuk akal, membuat dugaan- dugaan dan hipotesis mempertimbangkan informasi yang relevan dan menyimpulkan konsekuensi dari data, situasi-situasi, pertanyaan- pertanyaan, atau bentuk-bentuk representasi lainnya.
5 Penjelasan Menyatakan hasil atau alasan kemampuan membenarkan suatu alasan berdasarkan bukti, konsep metodologi, suatu kriteria tertentu dan pertimbangan yang masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan alasan seseorang berupa argumen yang meyakinkan.
6 Pengaturan diri
Kesadaran untuk memonitor proses kognisi diri sendiri, elemen-elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang dikembangkan, khususnya dengan mengaplikasikan kemampuan dalam menganalisis kemampuan diri dalam mengambil kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi, dan koreksi.
Mulyana (2008) juga menyatakan terdapat beberapa indikator yang mampu mengukur kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik, indikator tersebut sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi asumsi yang diberikan 2) Merumuskan pokok-pokok permasalahan
3) Menentukan akibat dari suatu ketentuan yang diambil
4) Mendeteksi adanya bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda.
5) Mengungkapkan data/definisi/teorema dalam menyelesaikan masalah 6) Mengevaluasi argumen yang relevan dalam penyelesaian suatu masalah
Pendapat lain juga disampaikan oleh Robbert H. Ennis (2015) dimana terdapat 12 poin aktivitas berpikir kritis yaitu sebagai berikut:
1) Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan
2) Mencari alasan
3) Berusaha mengetahui informasi yang baik
4) Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya 5) Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan
6) Berusaha tetap relevan dengan ide utama 7) Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar 8) Mencari alternatif
9) Bersikap dan berpikir terbuka
10) Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu
11) Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan
12) Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah
Indikator kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam penelitian ini disusun sesuai dengan teori yang disampaikan Robbert H. Ennis, dengan juga memperhatikan indikator Facion dan Mulyana. Indikator kemampuan berpikir kritis tersebut sebagai berikut:
Tabel 2. 5 Indikator Penelitian No Poin
Ennis
Indikator Berpikir Kritis Diturunkan
Dari 12 Poin Aktivitas Berpikir
Kritis
Penjekasan
1 1 Merumuskan pokok- pokok permasalahan
Memahami dan mengidentifikasi pertanyaan, data, situasi, dan kejadian-kejadian agar
memperoleh pokok
permasalahan yang jelas.
2 3,4,7 Mampu mengungkap fakta yang ada
Mengetahui informasi dengan baik, melihat semua fakta, dan mengekspresikan makna atau signifikansi dari berbagai macam pengalaman, situasi, data, kejadian-kejadian dengan memakai sumber yang memiliki kredibilitas.
3 2,6,11 , 12
Memilih argumen yang logis, relevan dan akurat
Memberikan argumen yang logis, relevan dan akurat sebanyak mungkin terkait hubungan-hubungan, konsep- konsep, deskripsi-deskripsi atau bentuk representasi lainnya, serta bersikap secara teratur, dan sistematis dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah . 4 8,10 Mendeteksi bias
dengan sudut pandang berbeda
Mencari alternatif dan mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
5 5, 9 Menarik kesimpulan Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan, mempertimbangkan informasi yang relevan dan menyimpulkan konsekuensi dari data, situasi- situasi, pertanyaan-pertanyaan, untuk memperoleh unsur-unsur yang diperlukan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal dan menjawab masalah.
4. Tinjauan Materi Program Linear
a. Menyelesaikan masalah program linear
Menurut Rafflesia dan Widodo (2014) secara sederhana program linear diartikan sebagai suatu cara/teknik aplikasi matematika untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber terbatas diantara beberapa aktivitas yang bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya yang dibatasi oleh batasan-batasan tertentu. Program linear adalah suatu metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan optimasi linear (nilai maksimum dan nilai minimum). Program linear tidak lepas dengan sistem persamaan linear dan sistem pertidaksamaan linear. Khususnya pada tingkat sekolah menengah, sistem pertidaksamaan linear yang dimaksud adalah sistem pertidaksamaan linear dua variabel.
b. Daerah himpunan penyelesaian
Penyelesaian program linear sangat terkait dengan kemampuan melakukan sketsa daerah himpunan penyelesaian sistem. Berikut ini adalah teknik menentukan daerah himpunan penyelesaian
1) Buat sumbu koordinat kartesius
2) Tentukan titik potong pada sumbu x dan y dari semua persamaan- persamaan linearnya.
3) Sketsa grafiknya dengan menghubungkan antara titik-titik potongnya.
4) Pilih satu titik uji yang berada di luar garis.
5) Substitusikan pada persamaan 6) Tentukan daerah yang dimaksud c. Model Matematika
Program linear juga membutuhkan kemampuan untuk mengubah bahasa cerita menjadi bahasa matematika atau model matematika. Model matematika adalah bentuk penalaran manusia dalam menerjemahkan permasalahan menjadi bentuk matematika (dimisalkan dalam variabel x dan y) sehingga dapat diselesaikan.
d. Nilai Maksimum
Garis selidik adalah salah satu cara untuk menentukan titik maksimum dan nilai objektif suatu fungsi tujuan/sasaran dalam masalah program linear dua variabel. Garis selidik merupakan persamaan garis fungsi tujuan/sasarannya ax+bx=k yang digeser sepanjang daerah penyelesaian untuk menentukan nilai maksimum/nilai objektifnya. Selain garis selidik, menentukan nilai maksimum dapat dilakukan dengan mensubtitusikan semua titik ekstrim daerah penyelesaian fisibel ke dalam fungsi tujuan/sasaran.
Contoh:
Sekelompok tani mendapatkan 10 hektar tanah. Tanah itu akan ditanami padi, jagung, dan palawija lain. Karena karena keterbatasan tenaga kerja (petani), sehingga harus menentukan jumlah bagian yang harus ditanami padi dan jumlah bagian yang harus ditanami jagung, sedangkan melihat dari
kondisi palawija lainnya tidak menguntungkan untuk saat ini. Untuk suatu masa tanam, tenaga yang tersedia hanya 1.550 jam-orang, pupuk juga terbatas, tak lebih dari 460 kilogram, sedangkan air dan sumber daya lainnya cukup tersedia. Diketahui pula bahwa untuk menghasilkan 1 kuintal padi diperlukan 0,02 hektar tanah, 10 jam-orang tenaga dan 5 kilogram pupuk, dan untuk 1 kuintal jagung diperlukan 0,05 hektar tanah, 8 jam-orang tenaga dan 3 kilogram pupuk. Pendapatan petani dari 1 kuintal padi adalah Rp40.000,00 sedang dari 1 kuintal jagung Rp30.000,00 dan dianggap bahwa semua hasil tanamnya selalu habis terjual. Bagaimanakah rencana produksi yang sebaiknya petani buat agar pendapatan maksimum? Tentukanlah model matematikanya dan DPF nya!
Jawab
1) Diketahui : Misalkan :
X = banyak kuintal padi yang diproduksi oleh kelompok tani Y = banyak kuintal jagung yang diproduksi oleh kelompok tani.
Tabel 2. 6 Model Matematika pada Contoh Soal Program Linear Sumber Padi
(x)
Jagung (y)
Batas sumber
Model matematika Tanah 0,02 0,05 10 0,02𝑥 + 0,05𝑦 ≤ 10
Tenaga 10 8 1.550 10𝑥 + 8𝑦 ≤ 1.550
Pupuk 5 3 460 5𝑥 + 3𝑦 ≤ 460
Pendapatan petani
40.000 30.000 Z 𝑍 = 40.000𝑥 + 30.000𝑦
● Banyak padi (x) tidak mungkin negatif, maka : 𝑥 ≥ 0
● Banyak jagung (y) tidak mungkin negatif, maka : 𝑦 ≥ 0
2) Ditanya: bagaimanakah rencana produksi yang memaksimumkan pendapatan total?
3) Model matematika dan daerah fisibel
Adapun model matematika untuk masalah ini, adalah suatu sistem pertidaksamaan linear dua variabel sebagai berikut:
{2𝑥 + 5𝑦 ≤ 1000 10𝑥 + 8𝑦 ≤ 1.550 5𝑥 + 3𝑦 ≤ 460 𝑥 ≥ 0 𝑦 ≥ 0 Fungsi tujuan memaksimalkan : 𝑍 = 40.000𝑥 + 30.000𝑦
Dari sistem persamaan di atas diperoleh daerah penyelesaian Fisibel (DPF) seperti pada gambar berikut:
Gambar 2. 1 Daerah Penyelesaian pada Contoh Soal Program Linear 4) Kesimpulan
Karena pada titik (0, 153,3) fungsi tujuan bernilai maksimum, yaitu 𝑍 = 40.000(0) + 30.000(153,3) = 4.599.000, maka rencana produksi memaksimumkan pendapatan total nya adalah tanah 10 hektar yang dimiliki petani hendaknya detamani semua dengan jagung. Dengan perkiraan pendapatan yang akan diperoleh sebesar 4.599.000.
Manulang, (2017:28-63)
B. Kerangka Berpikir
Berpikir kritis merupakan aspek penting dalam matematika. Kemampuan berpikir kritis akan membantu peserta didik dalam menganalisis ide atau gagasan secara logis, refektif sistematis dan produktif untuk membuat, mengevaluasi serta mengambil keputusan terkait yang diyakini. Kemampuan berpikir kritis juga membantu seorang peserta didik agar berhasil dalam memecahkan setiap masalah dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pada pembelajaran matematika tingkat SMA, peserta didik diuji dengan soal-soal untuk mengetahui kemampuan matematika. Soal-soal tersebut biasanya diberikan dalam bentuk essay dan soal cerita yang kadang memerlukan kemampuan berpikir kritis dalam penyelesaiannya.
Materi program linear akan dipelajari setiap peserta didik pada tingkat SMA, khususnya kelas XI. Pada materi program linear peserta didik diharapkan dapat menyelesaikan masalah kontekstual atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah melakukan wawancara dengan pendidik mata pelajaran matematika pada tanggal 8 Desember 2020 di SMA Negeri 4 Seluma, diketahui sebagian besar peserta didik masih kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita terkait program linear. Peserta didik kesulitan untuk mencari informasi dan mengungkap semua fakta, baik ditulis secara langsung ataupun tidak langsung dalam soal cerita pada materi program linear. Peserta didik juga kesulitan dalam mengubah informasi ke dalam model matematika dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Kemungkinan salah satu penyebab dari kondisi ini adalah kemampuan berpikir peserta didik yang rendah.
Karakteristik peserta didik dalam menangkap, menganalisis dan mengolah informasi dari suatu permasalahan materi program linear pasti berbeda-beda. Faktor yang cukup erat kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis dan perlu di pertimbangkan dalam pembelajaran matematika adalah gaya kognitif. Gaya kognitif akan membantu peserta didik dalam menyelesaikan suatu tugas, memaparkan informasi yang ada dalam pemecahan masalah, merancang prosedur, dan dapat memberikan solusi yang tepat dalam memecahkan masalah. Menurut Susanto (2015:37) menyatakan gaya kognitif dibagi menjadi dua bagian, yakni
Field Independent (FI), dan Field Dependent (FD). Menurut Susanto (2010:38) mengutip dari Altun dan Methap bahwa:
Individu yang memiliki gaya kognitif FI memiliki kemampuan untuk mengabstraksikan elemen-elemen dari latar konteksnya. Individu tersebut cenderung lebih analitik dan cenderung menggunakan pemecahan masalah dengan cara yang lebih bersifat analitik. Individu tersebut dapat memilih secara rinci bagian-bagian yang ada pada permasalahan. Individu FI pandai dalam melihat perbedaan-perbedaan khusus, untuk menempatkan item sederhana pada objek yang lebih kompleks atau rumit. Individu yang FI melihat objek lebih bersifat analitik, menemukan sesuatu tersembunyi akan lebih mudah.
Sehingga peserta didik FI memiliki kemampuan menganalisis informasi dan mengorganisasikannya sehingga peserta didik cenderung memiliki kemampuan berpikir kritis lebih tinggi dari peserta didik FD. Berdasarkan kecenderungan kemampuan berpikir kritis peserta didik FI berada di atas peserta didik FD, maka pada materi program linear peserta didik FI cenderung dapat menuliskan informasi diketahui maupun ditanya di dalam soal, dapat mengubah informasi yang yang diketahui pada soal kedalam simbol-simbol matematika, dapat menuliskan apa saja yang harus dilakukan dalam menyelesaikan soal, dapat menyelesaikan soal dengan benar dan tepat, dapat menarik kesimpulan, memberikan penjelasan secara logis dari jawaban yang telah diberikan. Namun tidak menutup kemungkinan jika peserta didik gaya kognitif FD memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih tinggi atau sama dengan kemampuan berpikir kritis FI. Hal ini dapat terjadi karena permasalahan program linear menyangkut pemahaman pada materi sebelumya.
Faktor lain yang memungkinkan peserta didik FD memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih tinggi dibandingkan peserta didik FI yaitu pemahaman pada materi persamaan linear dua variabel, dan pemahaman peserta didik terkait penggunaan simbol dan notasi matematika.
Berikut bagan yang menggambarkan kerangka berpikir dalam penelitian ini :
Gambar 2. 2. Bagan Kerangka Berpikir
Peserta didik Masalah Pada Materi Program
Linear
Tidak bisa menentukan informasi yang diketahui dan ditanya, tidak
dapat menentukan model matematika, dan tidak dapat menentukan langkah selajutnya.
Field Independent (FI)
Field Dependent (FD)
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik tertulis mengacu pada teori
teori yang di sampaikan oleh Annis
Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Independent (FI) dan Field Dependent (FD)