• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

xvi

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK), merupakan kunci utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan bidang kesehatan di Indonesia dan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mengoptimalkan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), diperlukan jenis, jumlah dan mutu Tenaga kesehatan (Nakes) yang memadai dan merata di setiap fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia, serta ketersediaan dan persebaran Nakes pada fasyankes milik pemerintah daerah, pada saat ini belum merata baik dalam jumlah dan mutu, untuk itu perlu adanya perencanaan dan pemerataan Nakes pada Fasyankes milik pemerintah daerah (Kemenkes RI. Kemendagri RI.dan Kemenpan RI.,2014).

Pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) Chauhan Sharma dan Tyagi (2011) yang dikutip oleh Buzkan (2016) menyampaikan bahwa sistem informasi sumber daya manusia (SIM SDM) merupakan salah satu teknologi yang paling penting yang telah berkembang, dengan teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk mengelola SDM yang ada. SIM SDM adalah Sebuah perangkat yang terintegrasi mulai dari software, hardware, fungsi pendukung, kebijakan sistem dan prosedur dalam proses sistem otomatis yang data keluarannya dapat mendukung proses strategis dan operasional bagian manajemen SDM dan pengambil keputusan.

Pusat Kesehatan Masyarakat, yang kemudian disebut dengan Puskesmas adalah fasyankes yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan perseorangan tingkat pertama, dan merupakan ujung tombak dari pelayanan kesehatan yang ada di seluruh wilayah Republik Indonesia karena merupakan unit yang paling dekat dengan masyarakat. Agar dapat terselenggara dengan baik, Puskesmas harus memenuhi standar ketenagaan sebagaimana yang telah di

(2)

tetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014 Tentang Puskesmas yang meliputi SDM Puskesmas, yang terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan, serta Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas (Kemenkes RI.,2014).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan metode institusi standar ketenagaan minimal diperoleh data nilai rata-rata ketersediaan SDMK di Puskesmas Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ponorogo dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014 Tentang Puskesmas, sebesar 75 %. Berikut adalah kondisi distribusi SDMK yang ada di Puskesmas yang ada di Dinkes Kabupaten Ponorogo dapat dilihat di Tabel berikut:

Grafik 1.1 Gambaran SDMK di Puskesmas Dinkes Kab.Ponorogo Mengunakan metode institusi standar ketenagaan minimal

Selanjutnya, berikut adalah data pemetaan SDMK Puskesmas di Dinkes Kabupaten Ponorogo dengan metode berdasarkan wilayah (Ratio Penduduk) yaitu Ratio SDMK terhadap jumlah penduduk, dapat dilihat di Tabel berikut:

(3)

3

Grafik 1.2 Gambaran SDMK di Puskesmas Dinkes Kab.Ponorogo Mengunakan metode berdasarkan wilayah (Ratio Penduduk)

Jika melihat kondisi SDMK di atas dapat di simpulkan bahwa di butuhkan sistem informasi manajemen sumber daya manusia kesehatan (SIM SDMK) yang memadai untuk mengelola SDMK yang ada di Dinkes Kabupaten Ponorogo secara efektif dan efisien dengan teknologi informasi, khususnya untuk perencanaan, distibusi dan mutasi SDMK yang ada di tingkat Puskesmas. Apalagi situasi dan kondisi pelaksanaan SIM SDMK di Dinkes Kabupaten Ponorogo masih bersifat konvensional yang masih berbasis Microsoft office excel dan buku catatan yang dikenal dengan buku pembantu, serta data belum berbasis manajemen database, sehingga pengolahan data yang dilaksanakan saat ini masih time-consuming yaitu membutuhkan waktu lebih untuk proses input dan edit data dan untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan.

Lebih lanjut, efek dari belum adanya alat bantu yang user friendly sebagai dasar perencanaan distribusi dan mutasi SDMK di Dinkes Kabupaten Ponorogo, muncul Gap antara hasil yang diharapkan dengan kondisi riil saat ini yang secara langsung dapat mempengaruhi jalannya pengaturan komposisi mulai dari perencanaan, distribusi dan mutasi SDMK di Puskesmas yang dapat berdampak pada tidak terpenuhinya kebutuhan ketenagaan sesuai dengan persyaratan minimal yang telah di tetapkan sesuai dengan peraturan yang ada.

(4)

terkait kebutuhan SDMK dari masing-masing unit pelayanan kesehatan (Puskesmas) di Dinkes Kabupaten Ponorogo akan tetapi karena data tidak tersaji dengan baik dan tidak siap dipakai dalam mendukung pengambilan kebijakan maka usulan pengadaan seakan terabaikan. Problem yang kedua yaitu terkait dengan problem distribusi SDMK di Dinkes Kabupaten Ponorogo, problem yang paling nampak adalah adanya pelaksanaan pendistribusian SDMK yang kurang sesuai kebutuhan, hal tersebut bisa dikarenakan belum adanya sistem yang user-friendly yang bisa digunakan sebagai acuan pertimbangan distribusi, sehingga dapat memperbesar peluang adanya intervensi dalam pengambilan keputusan pelaksanaan distribusi. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Meliala (2004) bahwa keputusan distribusi tenaga kesehatan sering diambil tanpa mendasarkan bukti, sehingga distribusinya tidak merata.

Problem yang terakhir, terkait mutasi yang terjadi di Dinkes Kabupaten Ponorogo adalah pada pelaksanaan proses mutasi sering terdapat hambatan berupa penolakan mutasi dikarenakan enggan berpindah dari zona nyaman. Hal ini bisa dikaitkan dengan model manajemen perubahan yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin yang dikutip Amin (2009) yaitu pada fase movement (pergerakan) pada proses mutasi yang dijalankan terdapat restraining forces (penghambat proses) berupa penolakan mutasi yang disebabkan oleh posisi desire state (zona nyaman) yang sudah didapat. Pada kontek ini, dibutuhkan driving forces (pembantu proses perubahan) agar problem mutasi dapat diselesaikan dengan adanya SIM SDMK sebagai sistem pendukung pengambilan keputusan.

Belum adanya SIM SDMK dapat memunculkan asumsi adanya ketidakjelasan (fair) dalam proses perencanaan, distribusi dan mutasi seperti yang diharapkan oleh SDMK yang ada di Dinkes Kabupaten Ponorogo. Menurut Yogaswara (2010) pengolahan SDMK secara manual memiliki banyak kelemahan, diantaranya yaitu menyita waktu dan proses penyampaiannya lambat. Karena itu, seiring dengan kemajuan teknologi terutama teknologi informasi (internet, perangkat lunak, dan lain-lain), sistem manual ini sangat perlu dan mendesak untuk diubah ke metode digital sehingga menghasilkan pengelolaan

(5)

5

yang baik dan dapat menghasilkan informasi yang tepat, cepat, dan akurat melalui sistem informasi yang terkomputerisasi (Berbasis manajemen database).

Selain itu, pengarsipan berkas SDMK yang masih bersifat konvensional sangat tidak efektif dan efisien, Troshani et al. (2011) menyatakan bahwa SIM SDM menjadi kian penting dan menjadi andalan untuk membantu organisasi modern dalam mengelola aset SDM secara efektif apapun ukuran perusahaannya, hanya saja pengadopsian SIM SDM masih merupakan fenomena yang kurang diteliti. Pada dasarnya, organisasi yang mengalihkan upaya bersama menuju adopsi dan penggunaan SIM SDM memiliki kemungkinan tinggi mengurangi biaya dan menghemat waktu sehingga pengelola SDM dapat mengalihkan perhatian untuk menyediakan analisis yang lebih baik terhadap data yang ada saat ini (Beadles Ii et al.,2005). Menurut Ankrah & Sokro (2012) SIM SDM yang ideal yaitu sistem yang dapat memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan yang strategis, proses informasi SDM lebih cepat sehingga bisa menghemat biaya dan waktu, tingkat akurasi informasi yang lebih besar dan mempunyai komitmen dalam pengembangan SDM, selain itu Pravina (2015) menambahkan bahwa SIM SDM yang ideal dapat membentuk prosedur yang efisien dan sistematis serta lebih transparan.

Studi yang dilakukan oleh Barber et al. (2007) menunjukkan bahwa kualitas layanan kesehatan bergantung pada ketersediaan, jenis dan jumlah tenaga kesehatan. Sejalan dengan penelitian diatas, telah dilaporkan juga oleh World Health Organization (2006), menyatakan bahwa densitas tenaga kesehatan berhubungan kuat dengan probabilitas keselamatan hidup. Sejauh ini, fakta di lapangan masih menunjukkan bahwa perencanaan, distribusi dan mutasi SDMK di Puskesmas Dinkes Kabupaten Ponorogo masih belum sesuai dengan kebutuhan yang ada, meskipun telah disusun sesuai dengan fakta data kebutuhan yang ada di Puskesmas. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penelitian mengenai: “Pengembangan sistem informasi manajemen sebagai pendukung perencanaan, distribusi dan mutasi sumber daya manusia kesehatan di Puskesmas Kabupaten Ponorogo” perlu dilaksanakan.

(6)

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “Diperlukan suatu sistem informasi manajemen yang dapat mendukung perencanaan, distribusi, dan mutasi sumber daya manusia kesehatan di Puskesmas Kabupaten Ponorogo”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengembangkan sistem informasi manajemen yang dapat mendukung perencanaan, distribusi, dan mutasi SDMK di Puskesmas Kabupaten Ponorogo. 2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kebutuhan data SDMK apa yang diperlukan untuk mengembangkan sistem informasi manajemen sebagai pendukung perencanaan distribusi dan mutasi SDMK di Puskesmas Kabupaten Ponorogo.

b. Mendeskripsikan standar yang digunakan untuk mengembangkan sistem informasi manajemen sebagai pendukung perencanaan, distribusi dan mutasi SDMK di Puskesmas Kabupaten Ponorogo.

c. Mendeskripsikan regulasi yang digunakan untuk mengembangkan sistem informasi manajemen sebagai pendukung perencanaan, distribusi dan mutasi SDMK di Puskesmas Kabupaten Ponorogo.

d. Mengidentifikasi kebijakan yang dibutuhkan untuk mengembangkan sistem informasi manajemen sebagai pendukung perencanaan, distribusi dan mutasi SDMK di Puskesmas Kabupaten Ponorogo.

(7)

7

D. Manfaat Penelitian 1. Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo

a. Sebagai sumber data dan informasi untuk bahan pertimbangan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah dalam pengambilan keputusan tetang kebijakan perencanaan, distribusi dan mutasi SDMK di Puskesmas.

b. Sebagai sumber data dan informasi untuk bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan tentang sarana pelayanan kesehatan dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu dengan tersedianya SDMK terutama di daerah terpencil.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo

a. Mempercepat proses pelayanan berkaitan dengan informasi SDMK di Puskesmas Kabupaten Ponorogo.

b. Sebagai sumber data dan informasi dalam pengambilan keputusan dalam membuat usulan rencana pengadaan SDMK ke Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah dan Kementrian Kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

c. Sebagai sumber data dan informasi dalam pengambilan keputusan dalam membuat usulan rencana, distribusi dan mutasi SDMK di Puskesmas Kabupaten Ponorogo.

d. Sebagai sumber data dan informasi dalam penyusunan berbagai dokumen resmi Dinkes Kabupaten Ponorogo.

e. Sebagai tahap awal dalam pengembangan SIM SDMK yang lengkap dan terintegrasi yang salah satunya dapat digunakan Sebagai Sistem Pendukung Perencanaan Distribusi dan Mutasi SDMK di Puskesmas Kabupaten Ponorogo.

Gambar

Grafik 1.1 Gambaran SDMK di Puskesmas Dinkes Kab.Ponorogo  Mengunakan metode institusi standar ketenagaan minimal
Grafik 1.2 Gambaran SDMK di Puskesmas Dinkes Kab.Ponorogo  Mengunakan metode berdasarkan wilayah (Ratio Penduduk)

Referensi

Dokumen terkait

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kualitas zeolit alam yang berasal dari Wonosari sebagai pengemban fotokatalis TiO 2

Sistem penjaminan mutu Insitusi dan prodi berjalan dengan baik. Penerapan standar dan prosedur mutu melalui tahapan prosedur kerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

Peserta didik memberikan umpan balik dengan mengajukan pertanyaan tentang semangat dan komitmen kebangsaan seperti yang ditunjukkan oleh para pendiri negara dalam

Hasil penelitian ini mengidentifikasikan bahwa komunikasi dan program edukasi yang dilakukan di Istana Kepresidenan Jakarta belum optimal, mengingat Istana Kepresidenan Jakarta

Ketiga tesis di atas secara substantif memang meneliti tentang pemasaran pendidikan di sebuah lembaga, baik pada sekolah tingkat menengah maupun sekolah tinggi. Akan

--- x 100 % Jumlah seluruh RS Laporan Program Bidang Yankes (Seksi Kesjuksus) 2.Persentase Rumah Sakit yang terakreditasi 5 pelayanan dasar. Jumlah RS yang terakreditasi

Untuk homogenitas distribusi dosis yang meliputi kerataan dan simetri dari pengukuran diperoleh nilai yang masih kurang dari batas toleransi yang diberikan oleh