• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diktat Rekayasa Nilai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diktat Rekayasa Nilai"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

Setelah mempelajari bab ini para mahasiswa atau pembaca diharapkan mampu:

1)

Memahami latar belakang sejarah rekayasa nilai

2)

Mengerti tentang proposal rekayasa nilai

3)

Mengerti tentang tujuan, hal-hal penting dan waktu pene-rapan rekayasa nilai serta peranannya dalam dunia kons-truksi.

1.1. Sejarah Rekayasa Nilai

Rekayasa nilai mulai diperkenalkan setelah Perang Dunia II. Sela-ma Sela-masa perang, industri Amerika Serikat mengalami kekurangan bahan baku untuk proses produksinya. Salah satu diantara perusa-haan yang mengalami kekurangan bahan itu adalah General

Elec-tric Company. Salah seorang staf teknik dari perusahaan tersebut

yang bernama Lawrence D. Miles mendapat tugas untuk mengatasi masalah itu. Tugasnya adalah mencari bahan pengganti serta mengembangkan metode pengganti fungsi dari komponen yang terlalu mahal. Metode yang dikembangkan adalah Teknik Analisis Nilai (Value Analysis Technique) yang kemudian menjadi standar diperusahaannnya. Sejak Miles berhasil menerapkan teori teknik analisis nilai tersebut, pada tahun 1954, Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengembangkan program ini yang kemudian menjadi metode rekayasa nilai (Value Engineering).

Pada tahun 1965 Biro Reklamasi Amerika Serikat mulai mempergunakan rekayasa nilai pada tahap konstruksi dari proses perencanaannya. Ini merupakan saat awal dari penerapan rekayasa nilai pada bidang konstruksi yang terus berlanjut sampai sekarang.

Setelah rekayasa nilai dikenal manfaatnya, maka mulai di-pergunakan pula dibidang proses produksi. Berdasarkan penelitian yang diadakan oleh Amirican Ordinance Association pada tahun 1967 di Washington DC, yang diambil dari 193 pelaksanan kon-traktor VE, dari 2627 perubahan gambar didapat persentase

keun-PENDAHULUAN

(2)

tungan yang cukup besar akibat dari penerapan rekayasa nilai pada beberapa permasalahan produksi. Hasil penelitian menggambar-kan bahwa keuntungan dengan penerapan rekayasa nilai men-capai 24 % sampai 82%, sedangkan kerugiannya 1 % - 5 % . Kerugian ini akibat dari perubahan bentuk komponen, pola kerja, pengadaan komponen baru, waktu produksi, dan berat dari produ-ksi tersebut. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Persentase keuntungan penerapan rekayasa nilai

pada beberapa permasalahan produksi.

No Permasalahan Produksi Keuntungan Tidak Berpengaruh Kerugian 1 Reliabilitas 63 % 37 % -2 Pemeliharaan 64 % 36 % -3 Produktivitas 82 % 16 % 2 % 4 Manusia 58 % 41 % 1 % 5 Pengadaan Komponen 58 % 41 % 1 % 6 Waktu Produksi 78 % 21 % 1 % 7 Kualitas 71 % 29 % -8 Berat 37 % 58 % 5 % 9 Logistik 55 % 45 % -10 Performansi 33 % 67 % -11 Pengepakan 24 % 76 %

-Sumber : General Electric Company (1970)

Pada saat ini rekayasa nilai telah dikenal dibanyak negara di luar Amerika Serikat, seperti Jepang ( 1970 ), Italia ( 1976 ), Kanada (1978), Australia ( 1979 ), dan Indonesia (1986). Rekayasa nilai diterapkan di Indonesia ( 1986 ) kali pertama di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga yaitu proyek disain Cawang Fly Over.

1.2. Peran Rekayasa Nilai dalam Dunia Konstruksi

Di dalam industri konstruksi, VE diterapkan terutama pada desain dan pelaksanaan konstruksi, baik untuk fasilitas yang baru maupun untuk perbaikan dan perubahan pada fasilitas yang ada. Penggu-naan VE untuk konstruksi berkembang di lingkungan pemerintahan

(3)

Amerika Serikat pada awal tahun an. Pada akhir tahun 1960-an, pada saat dimana jaringan jalan raya dikembangkan secara signifikan di AS, VE mulai diterapkan pada proyek-proyek jalan yang dibiayai oleh pemerintah. Navy Facilities Engineering mene-rapkan VE pada tahun 1963, dan pada tahun 1965 klausul insentif VE mulai dimasukkan dalam kontrak-kontrak konstruksi di negara tersebut. Berkembangnya perhatian terhadap VE didasari keyaki-nan bahwa VE dapat meningkatkan cost-effectiveness proyek-pro-yek pada sektor publik.

Palmer (1992) berpendapat bahwa masuknya VE ke dalam industri konstruksi mengakibatkan dua perubahan utama di dalam teori VE. Yang pertama adalah dipergunakannya workshop yang berlangsung selama 40 jam sebagai metoda untuk melaksanakan studi VE. Kedua, adalah berkembangnya dua aliran mengenai ba-gaimana seharusnya VE diimplementasikan. Menurut aliran yang pertama, VE sebaiknya diimplementasikan pada saat desain men-capai sekitar 35% dengan menggunakan tim eksternal, sedangkan aliran kedua menyatakan bahwa implementasi VE pada tahap yang lebih dini dalam desain lebih efektif. Seperti di dalam bidang lainnya, di dalam dunia konstruksi penghematan atau penurunan biaya serta peningkatan nilai sebagai hasil VE dapat terjadi dalam bentuk penurunan biaya awal (first cost) atau penurunan life cycle

cost.

1.3. Value Engineering Change Proposal (VECP)

VE pertama kali diperkenalkan dalam proyek-proyek konstruksi dalam bentuk VECP pada tahun 1960-an. Inti dari proses VECP adalah menggiatkan inovasi dengan harapan bahwa akan terjadi penghematan biaya. VECP merupakan salah satu unsur kontrak konstruksi. Tujuan program VECP adalah memacu kontraktor un-tuk mencari dan mempelajari metoda dan material konstruksi yang lebih baik, menyerahkan VECP, dan setelah diterima memperoleh kompensasi yang adil dan layak berupa pembagian peng-hematan yang dihasilkan. Proses VECP melibatkan Kontraktor, Pemberi Tugas, Manajer Konstruksi, Pengguna, dan Konsultan Perencana.

Proses dasar untuk VECP adalah sebagai berikut (NCHRP, 2005):

(4)

1) Kontraktor harus menyerahkan VECP yang memuat gagasan menurunkan biaya proyek (atau kadang-kadang juga penghe-matan waktu)

2) Pemberi Tugas (dengan bantuan Konsultan Perencana)

me-ninjau kualitas VECP untuk menentukan kelayakannya dalam mendukung proses pengambilan keputusan.

3) Pemberi Tugas (dengan bantuan Konsultan Perencana)

me-ngambil keputusan penerimaan atau penolakan VECP.

4) Bila diterima, kontraktor dan Pemberi Tugas akan membagi

penghematan yang diidentifikasi terhadap kontrak dengan pembagian 50%/50%.

Dampak VECP terhadap biaya keseluruhan proyek sangat kecil dibandingkan dengan penghematan proyek yang diperoleh melalui proposal VE yang dikembangkan selama fase perencanaan (planning) dan desain. VECP hanya menghasilkan sekitar 5% dari penghematan biaya total proyek yang dihasilkan dengan penerapan VE.

Penerapan VE secara sangat dini selama berlangsungnya pro-yek juga akan melancarkan pengembangan alternatif, dibanding-kan dengan mencoba mengoptimumdibanding-kan desain pada tahap yang lebih lanjut. Penggunaan VE pada tahap awal memungkinkan tim proyek untuk secara cepat mendefinisikan konsep proyek. Selan-jutnya, tim dapat mengambil manfaat dengan adanya keter-libatan

stakeholders sejak awal untuk mencapai kesepakatan lebih dini

yang akan mempersingkat keseluruhan waktu yang diperlukan untuk mencapai solusi optimal. Salah satu cara untuk mengukur manfaat penerapan VE adalah melalui Return on Investment (ROI) yang merupakan suatu index yang didasarkan atas biaya untuk melaksanakan suatu studi VE pada suatu proyek dan penghematan biaya yang diperoleh sebagai hasil implementasi rekomendasi VE.

Sebagai contoh, VE pada tahap konsep telah dilakukan oleh New York District Corps of Engineers dalam pengendalian kerusakan pantai di utara New Jersey (Melby, 2003). Selanjutnya, penerapan VE pada tahap preliminary design antara lain telah dilakukan pada jembatan-jembatan jalan raya di Jepang (Hwang, 2003). Value study pada fase environmental assessment misalnya telah dilakukan pada Wadsworth Bypass di Amerika Serikat

(5)

de-ngan hasil yang memuaskan sehingga dinominasikan untuk menda-pat penghargaan dari AASHTO.

1.4. Faktor-Faktor Yang Menentukan Efektifitas Penerapan

Sebagai akibat perkembangan teknologi yang semakin cepat dan kompetisi pasar yang sangat ketat, tantangan yang semakin me-ningkat di dalam praktek VE atau Value Management (VM) saat ini adalah bahwa para pengguna jasa menuntut adanya studi VE yang lebih singkat dan lebih fokus, sementara ukuran dan kom-pleksitas proyek yang ditinjau dalam studi VE terus meningkat. Banyak peneliti melaporkan bahwa keterbatasan waktu dan sum-berdaya yang tersedia untuk studi VE telah melemahkan efek me-todologi ini (Shen & Liu,1997; Kelly & Male 2004).

Secara menyeluruh, berbagai faktor menentukan keberha-silan studi VE. Pemahaman yang jelas tentang faktor-faktor ini sa-ngat diperlukan untuk mesa-ngatasi kendala-kendala yang diakibatkan oleh ekspektasi yang lebih tinggi dari pengguna jasa. Gambaran mengenai faktor-faktor tersebut diuraikan berikut ini :

1.

Integrasi studi VE

Program VE perlu dipandang sebagai bagian integral dari keseluruhan proses project delivery, jadi bukan sebagai suatu entitas yang terpisah. Dengan demikian penerapan VE sebaiknya direncanakan dan dijadwalkan pada proyek untuk mendukung

delivery of services yang tepat waktu, efisien dan efektif.

Di dalam proses tersebut, seperti yang telah pula diuraikan sebelumnya, untuk mencapai efek yang maksimum tanpa dampak yang tidak diinginkan terhadap jadwal proyek, VE harus dimulai pada saat dini di dalam proses desain, sebaiknya pada desain konsep, dan kemudian berlanjut pada tahap desain dan penyiapan dokumen konstruksi bila diperlukan. Perhatian utama dipusatkan pada pencapaian nilai life-cycle yang maksimum untuk pengeluaran biaya awal (first-cost) dari anggaran proyek. Selanjutnya diusahakan adanya penurunan biaya awal sebagai hasil penerapan program.

(6)

Suatu kuesioner survey telah dikirimkan kepada badan-badan transportasi Amerika Serikat dan Kanada serta daerah yang terpilih untuk memperoleh pemahaman mengenai praktek VE saat ini dan tantangan serta kesempatan yang ada. Lima puluh badan berpartisipasi di dalam survey tersebut. Sekitar dua per tiga res-ponden (33 dari 50) mengindikasikan bahwa persyaratan yang dite-tapkan oleh undang-undang selalu atau sering menjadi penyebab digunakannya VE. Sekitar setengah dari responden (27 dari 50) mengindikasikan bahwa VE dilakukan untuk memenuhi persyaratan pendanaan (NCHRP, 2005). Pada sebagian besar ting-kat pemerintahan di Amerika Seriting-kat, penggunaan VE dianjurkan dan pada berbagai kasus disyaratkan. Untuk itu dalam penerapan program atau studi VE di sektor publik terdapat petunjuk dan kebijakan di berbagai lapisan pemerintahan. Sebagai contoh, pada tahun 1993 Office of Management and Budget (OMB) Amerika Serikat mengeluarkan sirkuler nomor A-131 yang mensyaratkan seluruh departemen dan badan federal agar menggunakan value

engineering sebagai alat manajemen bila dipandang sesuai untuk

menurunkan biaya program. Sebagai konsekuensi persyaratan OMB tersebut, US Department of Transportation (USDOT) me-ngeluarkan Order DOT 1395.1A untuk menetapkan prosedur implementasi persyaratan OMB Circular A-131 dan kerangka un-tuk pelaksanaan VE di keseluruhan departemen tersebut. Peraturan ini menyampaikan dua kategori VE di lingkungan DOT, yaitu VE

Change Proposals yang merupakan proposal yang diprakarsai oleh

kontraktor dan diusulkan dalam lingkup suatu kontrak DOT, dan VE Proposals yang dikembangkan oaleh pegawai Pemerintah Federal atau personel VE dari kontraktor yang dipekerjakan oleh DOT untuk memberikan jasa VE di dalam suatu kontrak .

Di Kanada, pembiayaan proyek infrastruktur transportasi umumnya dilakukan pada level propinsi. Kementrian Transportasi (Ministry of Transportation) mengimplementasikan kebijakan yang fleksibel untuk mendukung Program VE yang tidak merupakan ke-harusan. Kebijakan tersebut menyatakan bahwa VE harus dite-rapkan pada proyek-proyek yang sesuai secara maksimum sepan-jang waktu dan sumberdaya yang tersedia memungkinkan. Renca-na tahuRenca-nan harus dibuat oleh setiap daerah untuk menggambarkan proyek-proyek mana yang sesuai untuk penerapan studi VE di

(7)

daerah tersebut berdasarkan kriteria seleksi yang didefinisikan dan pengetahuan spesifik mengenai proyek.

Di Indonesia, peraturan sejenis yang memuat klausul tentang VE seperti contoh-contoh di atas, baik pada peraturan yang terkait dengan jasa konstruksi maupun yang terkait dengan pembangunan infrastruktur publik secara spesifik, belum tersedia. Hal ini mungkin merupakan salah satu penyebab kurang terdorongnya pihak-pihak yang terkait untuk menerapkan VE walaupun dirasakan keperluannya terutama untuk proyek infrastruktur publik yang besar yang didanai oleh pemerintah.

3.

Kesiapan komunitas

Hal yang kritis bagi keberhasilan yang berkelanjutan di dalam VE adalah kemampuan dan kesiapan komunitas nilai untuk mendu-kung program VE yang dioperasikan oleh badan-badan yang ter-kait. Aspek utama yang perlu mendapat perhatian adalah dukungan manajemen, dan kualifikasi tim VE serta usaha bersama pihak-pihak yang terlibat.

4.

Dukungan manajemen

Komitmen korporasi merupakan elemen yang esensial yang diper-lukan untuk suatu program VE yang berhasil. Program VE harus dapat memastikan kepada pengambil keputusan kunci bahwa usaha yang diadakan setara dengan hasil yang akan diperoleh. Manajemen senior harus terlibat dan terkait secara penuh di dalam program VE, tidak hanya pada inisiasinya tetapi juga dalam meng-implementasikan solusinya. Pelatihan terkait perlu diadakan untuk mempertahankan program VE dan semangat korporasi untuk mengalokasikan sumber daya bagi VE.

1.5. Waktu Penerapan Rekayasa Nilai

Secara teoritis rekayasa nilai dapat dilaksanakan pada setiap saat sepanjang berlangsungnya proyek itu, dari awal hingga selesainya pelaksanaan proyek tersebut, bahkan sampai pada tahap penggan-tian. Pada umumnya waktu pelaksanaan rekayasa nilai dibagi dalam 3 tahap yaitu :

1) Tahap konsep perencanaan dan biaya

Rekayasa nilai lebih praktis jika diaplikasikan sejak awal yaitu pada tahap konsep perencanaan dan biaya, karena pada

(8)

tahap ini fleksibilitas yang maksimal untuk mengadakan peru-bahan-perubahan tanpa menimbulkan biaya tambahan untuk desain kembali. Dengan berkembangnya proses peren-canaan biaya sehingga perubahanperubahan akan bertambah, yang akhirnya akan mencapai suatu titik keseimbangan dimana penghematan tidak dapat dicapai. Ini dapat dilihat pada (gam-bar 2.1. ) dimana penghematan yang potensial dihabiskan oleh biaya untuk mengadakan perencanaan baru, pemesanan kem-bali, dan pembuatan jadwal baru. Studi telah membuktikan bahwa perencanaan mempunyai pengaruh yang besar pada biaya proyek.

2) Tahap desain

Rekayasa nilai perlu menyertai kemajuan pekerjaan peren-canaan dalah tahap desain, yaitu mulai dari konsep, program, skematik. pengembangan sampai disain akhir. Hal ini guna memberikan pengarahan kepada perencana dan manajemen bahwa pertimbangan dari segala nilai biaya untuk mendapat-kan perhatian didalam mengambil keputusan.

3) Tahap pelelangan dan pelaksanaan

Pada tahap ini aplikasi rekayasa nilai mungkin terjadi apabila : a) Satu bagian atau sistem telah diteliti oleh tim rekayasa nilai pada tahap sebelumnya, dan memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum diputuskan, Meskipun terjadi kelambatan akibat penelitian tersebut, mungkin akan menguntungkan untuk ditersukan apabila penghematan yang dihasilkan sangat besar.

b) Pada tahap perencanaan belum pernah diadakan studi rekayasa nilai, maka aplikasi rekayasa nilai pada tahap ini akan memberikan penghematan yang potensial.

c) Setelah tahap pelelngan, kontraktor merasa perlu meneliti suatu bidang pekerjaan berdasarkan pengalaman, yang mana pekerjaan tersebut masih bisa menurunkan biaya pelaksanaan tanpa harus mengorbankan kualitasnya.

(9)

Titik Impas Biaya Perubahan

Konsep

Biaya DesainAwal

Desain Akhir

Tender Konstruksi

Gambar 1.1. Waktu Penerapan Studi Rekaya Nilai Menurut Barrie dan Paulson (1992)tahapan biasa dikenal dengan daur hidup proyek konstruksi atau The Life Cycle of

Construction Project. Ada tahapan dasar tersebut yaitu :

1) Konsep dan Studi Kelayakan (Concept and Feasibiliy

Stu-dies),

2) Rekayasa dan desain (Engineering and design),

3) Pengadaan (Procurement),

4) Konstruksi (Construction),

5) Memulai dan penerapan (Start-up and implementation)

6) Pengoperasian atau penggunaan (Operation or utilization). Penerapan rekayasa nilai sebisa mungkin dilakukan pada tahap konsep perencanaan, sebab dengan melakukan rekayasa nilai pada tahap ini, relatif tidak mempengaruhi durasi proyek. (Dell’ Isola, 1975). Tahap konsep perencanaan memiliki fleksibi-litas yang maksimal untuk mengadakan perubahan-perubahan tanpa menimbulkan biaya tambahan untuk merencanakan ulang atau

re-design.

Perencanaan biaya yang diperlukan untuk mengadakan perubahan – perubahan akan bertambah sampai akhirnya mencapai suatu titik dimana tidak ada lagi penghematan yang dapat dicapai. Rekayasa nilai yang dilaksanakan pada tahap perencanaan akan mempunyai potensi besar untuk mengurangi biaya proyek tanpa menurunkan kualitas dari proyek tersebut. Pada tahap perencanaan ini penerapan rekayasa nilai dapat membantu pemilik proyek

(10)

menetapkan keperluan yang sebenarnya dari proyek tersebut yaitu diperlukan pengertian yang lengkap terhadap fungsi utama yang akan ditampilkan dalam perencanaan, juga dapat membantu pemi-lik proyek dalam hal melakukan koordinasi antara para ahli reka-yasa nilai, pemilik proyek dan perencanaan yang bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman antara pihak-pihak tersebut. Studi rekayasa nilai juga dapat dilakukan pada akhir tahap perencanaan, namun item-item yang dapat dirubah tanpa mengakibatkan pengun-duran jadwal proyek dan penambahan biaya untuk merubah peren-canaan yang ada menjadi berkurang bila dibandingkan dengan tahap-tahap sebelumnya, dan sangat tergantung dengan keadaan penjadwalan waktu dari proyek pada saat studi rekayasa nilai akan dilaksanakan.

1.6. Tujuan Rekayasa Nilai

Tujuan dari rekayasa nilai adalah untuk memperoleh suatu produk atau bangunan yang seimbang antara fungsi-fungsi yang dimiliki dengan biaya yang dikeluarkan dengan menghilangkan biaya-biaya yang tidak perlu, tanpa harus mengorbankan mutu, keandalan, performansi dari suatu produk atau bangunan tersebut.

1.7. Kualifikasi tim VE dan usaha bersama pihak yang terlibat

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shen dan Liu (2003) mem-perlihatkan bahwa tim VE, pengguna jasa, fasilitator, dan pihak-pihak lainnya yang secara langsung atau tidak langsung terlibat di dalam studi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keber-hasilan studi VE. Ini juga berarti bahwa keberkeber-hasilan studi VE memerlukan usaha bersama dari seluruh pihak yang terlibat. Tim VE, secara khusus, memegang peranan penting di dalam usaha tersebut. Faktor-faktor yang sangat menentukan di dalam suatu tim VE adalah kualitas (kualifikasi dan pengalaman), kepribadian pemimpin tim dan para ahli yang menjadi anggotanya. Tim VE harus bersifat mutidisiplin. Selanjutnya, persiapan yang cukup dari anggota tim merupakan prasyarat untuk pelaksanaan studi VE yang berhasil. Keberadaan individu yang dapat menjembatani aspek teknis dan manajemen program, serta yang dapat secara

(11)

bersemangat mempromosikan penggunaan dan keberhasilan program VE akan sangat membantu kelancaran program.

1.8. Ukuran proyek dan ketersediaan sumber daya

Di Amerika Serikat, kebijakan pemerintah telah dikembangkan dan diimplementasikan dengan mensyaratkan studi nilai (value studies) untuk proyek-proyek dengan nilai pengeluaran yang besar. Misa-lnya, sebagian besar studi VE untuk infrastruktur transportasi di Amerika Serikat dilaksanakan karena proyek yang sedang ditinjau dibiayai pemerintah atau biayanya lebih dari US $25 juta seperti yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Batas biaya proyek tersebut pada sebagian besar kasus merupakan kunci yang menja-min dilaksanakannya studi VE.

Penerapan VE pada proyek-proyek yang kecil jarang atau tidak pernah dilakukan karena biasanya sumber daya yang tersedia terbatas. Selain itu, proyek yang lebih besar secara tipikal memiliki potensi yang lebih besar untuk perbaikan pelayanan karena ling-kupnya dan batas pengeluarannya lebih tinggi. Sekalipun demikian, pada beberapa kasus, dipandang pantas untuk menerapkan VE pada proyek yang lebih kecil bilamana lingkupnya belum dapat dipas-tikan atau untuk membangun konsensus dengan stakeholders. Clark (1999) menyampaikan suatu metodologi seleksi untuk studi VE pada proyek transportasi yang kecil. Untuk itu proyek yang kecil didefinisikan sebagai proyek yang dibiayai oleh pemerintah, bernilai kurang dari US $10 juta. Faktor-faktor yang disarankan di dalam pemilihan termasuk biaya, kompleksitas, dan dampaknya

(12)

2.1. Pengertaian Rekayasa Nilai

Rekayasa nilai secara bahasa tidak sama, banyak pendapat yang di-ungkapkan oleh para praktisi masalah rekayasa nilai. Namun yang dimaksud dengan rekayasa nilai adalah suatu program analisis yang mana pada setiap langkahnya berorientasi pada fungsi atau kegunaannya. Sebagai analisa fungsi, pendekatan yang dilakukan rekayasa nilai adalah dengan membedakan secara jelas perbedaan pengertian antara nilai (worth) dan harga (cost ), yaitu :

1) Ukuran nilai ditentukan oleh fungsi atau kegunaannya, se-dangkan harga atau biaya ditentukan oleh substansi barangnya atau harga komponen yang membentuk barang tersebut. 2) Ukuran nilai cenderung kearah subyektif dan sebagian

ter-gantung pada seberapa jauh pemilik dapat memanfaatkannya. Sedangkan harga adalah berapa pengeluaran yang berbentuk materi yang telah dilakukan untuk mendapatkan barang tersebut.

Pengertian selengkapnya mengenai rekayasa nilai sebagai dikutip dari Larry W. Zimmerman dan Glen D. Hart (1982) adalah sebagai berikut:

1)

An Oriented System ; Yaitu suatu teknik yang menggunakan

tahapan dalam Rencana Tugas ( Job Plan ) untuk mengiden-tifikasi dan menghilangkan biaya-biaya yang tidak diperlukan

( Unnecessary Cost ).

2)

Multidisciplined Team Approach; Yaitu suatu teknik

penghe-matan biaya produksi yang melibatkan seluruh tim yang berkepentingan dalam proyek, yakni: pemilik, perencana, para ahli yang berpengalaman dibidangnya masing-masing dan kon-sultan Value Engineering. Jadi pekerjaan VE adalah sebuah kerja tim yang saling terkait, bukan usaha perorangan.

PENGERTIAN REKAYASA NILAI

(13)

3)

Proven Management Tecknigue : Yaitu suatu teknik

penghematan biaya yang telah terbukti dan terjamin mampu mengarahkan berbagai produk yang bermutu dan relatif rendah pembiayaannya.

4)

An Oriented Function Yaitu sutu teknik yang berorientasi pada

fungsi-fungsi yang diperlukan pada setiap item maupun system yang ditinjau untuk mnghasilkan nilai produk yang dikehendaki

5)

Life Cycle Cost Oriented Yaitu sutu teknik yang berorientasi

pada biaya total yang diperlukan selama proses produksi serta optimasi pengoperasian segala fasilitas pendukungnya.

Adanya kesepahaman dan pengertian yang sama mengenai rekayasa nilai sangatlah diperlukan oleh tim rekayasa nilai dan pihak - pihak yang terlibat didalamnya guna memperoleh hasil ker-ja rekayasa nilai yang optimal sesuai dengan kebutuhan berdasar-kan prinsip dan metode yang tepat.

Beberapa definisi rekayasa nilai antara lain :

1) Secara sederhana, rekayasa nilai merupakan pendekatan sistematis untuk mendapatkan nilai yang optimal pada setiap biaya yang dikeluarkan (Dell’Isola, 1975).

2) Rekayasa nilai adalah usaha yang dilakukan secara sistematis, untuk melakukan peningkatan nilai secara optimal dan biaya yang dikeluarkan (Macedo, Dobrow dan O’rouke, 1978).

3) Salah satu metode untuk efisiensi, menghemat biaya dengan

tanpa mengurangi fungsi produk yang diminta oleh pemberi tugas (Majalah Konstruksi, 1992).

4) Evaluasi yang sistematik dalam desain proyek untuk mendapatkan nilai terbaik dari biaya yang dikeluarkan (Fisk, 1997).

5) Proses yang dilakukan untuk mencapai nilai yang maksimum

dari yang skala yang diharapkan oleh klien (Kelly dan Male, 1993).

6) Teknik manajemen yang telah teruji, dengan menggunakan pendekatan sistematis untuk mendapatkan keseimbangan fungsional yang terbaik antara biaya, keandalan, dan kinerja dari sebuah produk atau proyek (Zimmerman dan Hart, 1982).

(14)

7) Penerapan teknik menghemat dengan menggunakan pendekatan yang sistematis untuk mencapai keseimbangan antara biaya, mutu, dan waktu. (Johan, 2004).

Disebutkan pula bahwa rekayasa nilai bukanlah :

1)

A Design Review Yaitu mencari-cari kesalahan dalam

perencanaan sebelumnya atau mengulangi perhitungan yang telah dilakukan oleh pihak perencana.

2)

A Cost Cutting Proces Yaitu proses penghematan biaya

dengan mengurangi biaya satuan (Unit Price), maupun mengorbankan mutu, keandalan dan penampilan hasil produk.

3)

A Requirement Done All Design Bukan merupakan keharusan

tiap perencana untuk melakukannya. Hal ini disebabkan perencana mempunyai keterbatasan kemampuan dan waktu dalam pekerjaannya, sehingga tidak dimungkinkan melakukan perbandingan alternatif diluar yang dikuasainya.

Secara umum pengertian Rekayasa Nilai adalah teknik yang menggunakan pendekatan dengan menganalisis nilai terhadap fungsinya. Proses yang ditempuh adalah menekankan pengurangan biaya sejauh mungkin dengan tetap memelihara kualitas yang diinginkan. Dari berbagai leteratur seperti (Dell’isola, 1975; Zimmerman and Hart, 1982; PBS, 1992; Wilson, 2005) maka dasar-dasar rekayasa nilai disampaikan sebagai dibawah ini :

1) Menurut L.D. Miles

Rekayasa nilai adalah suatu pendekatan yang terorganisir dan kreatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi biaya yang tidak perlu. Biaya yang tidak perlu ini adalah biaya yang tidak memberikan kualitas, kegunaan, sesuatu yang menghidupkan penampilan yang baik ataupun sifat yang diinginkan oleh konsumen.

2) Menurut Zimmerman dan Hart

Rekayasa nilai adalah suatu teknik manajemen yang menggu-nakan pendekatan sistematis untuk mecapai keseimbangan fungsional terbaik antara biaya, keandalan dan penampilan (performance) dari suatu sistem atau produk.

Ada beberapa istilah yang sering diapakai untuk study va-lue, yang sebenarnya mempunyai pengertian yang tidak jauh berbe-da yaitu sebagai berikut :

(15)

1) Rekayasa Nilai (value engineering), yaitu studi nilai pada sua-tu proyek yang sedang dikembangkan dan biasanya didesain belum selesai.

2) Analisis nilai (value analysis), yaitu stdudi nilai dari suatu proyek yang sedang dibangun atau yang disainnya sudah selesai.

3) Manajemen Nilai (value management), yaitu studi nilai yang meneliti dan menetapkan metodologi dan teknik yang akan dipakai pada pekerjaan rekayasa nilai dan analisa nilai.

Rekayasa nilai adalah suatu pendekatan untuk mengidenti-fikasi fungsi - fungsi yang tidak esensial ( perlu ) dan menghilang-kan biaya-biaya yang kurang bermanfaat tanpa harus mengurangi kualitas, keamanan dan lain-lain.

Identifikasi fungsi tersebut dilaksanakan pada proyek yang ditinjau dengan cara :

1) Pemilihan bagian yang akan direkayasa, jika dijumpai banyak komponen - komponen atau bagian - bagian dari proyek, maka perlu diadakan seleksi untuk penghematan bagian yang paling banyak / tinggi potensi untuk penghematan biaya. 2) Harus mengetahui fungsi dari bagian yang dianalisis. Hal ini

akan menentukan berapa besar nilai hakiki dari bagian yang dinalisis tersebut terhadap seluruh proyek.

3) Hirarki keuntungan yang sedang dianalisis. Dalam hal ini nilai yang dinalisis masih bersifat hakiki.

4) Nilai keuntungan perlu dihitung biayanya untuk mendapatkan indek nilai.

5) Alternatif yang ditinjau perlu dianalisis untuk meyakinkan bahwa alternatif yang dipilih dapat dilaksanakan.

Pengertian rekayasa nilai secara umum adalah penerapan suatu teknik manajemen melalui pendekatan yang sistematis dan terorganisir dengan menggunakan analisis fungsi, pada suatu proyek atau produk, sehingga diperoleh hasil yang mempunyai keseimbangan antara fungsi utama dengan biaya, keandalan, mutu dan hasil guna ( performance) dari proyek atau produk tersebut. Untuk jelasnya, agar tidak menimbulkan pengertian yang berbeda terhadap perencana dan kontraktor, maka beberapa batasan mengenai pengertian rekayasa nilai adalah sebagai berikut :

1) Berorientasi Pada Sistem Yang Terarah (System Oriented) Suatu sistem yang diawali dengan tahapan rencana tugas (job

(16)

plan) yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan

menghilang-kan biaya-biaya yang tidak diperlumenghilang-kan (unnecessary cost). 2) Pendekatan Tim Multi Disiplin (Multidisciplined Team

Approach) Suatu teknik penghematan biaya produksi yang

melibatkan seluruh tim dari berbagai disiplin ilmu yang terli-bat di dalam proyek yakni pemilik, perencana, pelaksana dan para ahli yang berpengalaman dibidangnya.

3) Rekayasa nilai merupakan sebuah kerja tim yang saling terkait, bukan pekerjaan perorangan.

4) Berorientasi Pada Daur Hidup (Life Cycle Oriented) Meneliti seluruh biaya yang dikeluarkan selama umur rencana tertentu untuk memiliki (owning) serta mengoperasikan (operating) fasilitas pada suatu proyek. Orientasi pada daur hidup proyek ditunjukkan dalam bentuk analisa biaya daur hidup yang merupakan salah satu tahap analisa dalam proses rekayasa nilai

5) Teknik Manajemen Yang Teruji (A Proven Management

Technique) Suatu teknik penghematan biaya yang telah teruji

mampu menghasilkan berbagai produk yang bermutu dengan pembiayaan yang relatif rendah.

6) Fungsi Yang Terarah (An Oriented Function), Suatu teknik yang berorientasi pada fungsi-fungsi yang diperlukan pada setiap item perkerjaan maupun sub item yang ditinjau untuk menghasilkan nilai produk yang dikehendaki. Fungsi merupa-kan salah satu orientasi di dalam rekayasa nilai, bentuk orien-tasi ini ditunjukkan pada analisa fungsi yang merupakan salah satu tahap dalam proses rekayasa nilai.

Ada anggapan bahwa studi rekayasa nilai hanya mengkri-tik proyek yang didesain tanpa disertai prinsup-prinsip rekayasa nilai. Namun anggapan itu kurang tepat, karena rekayasa nilai bukanlah :

1) Peninjauan desain ulang ( design review )

Studi ini tidak ditujukan untuk mengoreksi kelalaian yang dilakukan pada saat disain, dan tidak juga untuk meninjau ulang perhitungan desain yang dibuat oleh perencana.

2) Proses pemotongan biaya ( cost - cutting process ).

Studi ini tidak bertujuan untuk memotong biaya dengan mengorbankan performansi yang dibutuhkan.

(17)

Studi ini bukanlah merupakan bagian dari setiap pengulangan yang dijadwalkan oleh perencana. Studi ini lebih dari sekedar pengujian keandalan disain produk atau bangunan.

Nilai adalah suatu ukuran kepuasan konsumen / orang terhadap sesuatu barang yang menunjukkan kegunaan, kualitas, keandalan, biaya ( cost ) dan harga dari barang tersebut. Dalam studi rekayasa nilai dikenal 4 macam nilai :

1) Nilai Guna ( use value ), yaitu nilai yang menunjukkan sebera-pa besar kegunaan suatu produk / proyek akibat sudah terpe-nuhinya suatu fungsi, yang umumnya dipengarui oleh kualitas dan sifat produk / proyek tersebut.

2) Nilai Kebanggaan / prestise ( esteem value ), yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar kamampuan produk / proyek un-tuk meimbulkan keinginan konsumen unun-tuk memilikinya, atau dengan lain kata, rasa kebanggaan memiliki produk tersebut. Kemampuan ini ditentukan oleh sifat khusus dari produk seperti daya tarik, keindahan ataupun gengsi dari produk ter-sebut.

3) Nilai Tukar ( exchange value ), yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar biaya total yang diperlukan untuk menghasil-kan suatu produk dan memenuhi semua fungsi yang diingin-kan.

4) Nilai biaya ( cost value ), yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar biaya total yang diperlukan untuk menghasil-kan suatu produk dan memenuhi semua fungsi yang diingin-kan.

Nilai di atas dapat digolongkan pada nilai dapat diukur / bersifat extrinsic ( quantitative ) dan nilai yang tidak dapat diukur (abstratc). Dalam proses pembangunan tidak hanya menghasilkan produk, tapi prosesnya sendiri memberikan dampak yang positif, maka diharapkan efisiensi dari pembangunan. Agar pembangunan dapat efeketif dan efisiens, maka baik secara total maupun parsial, hendaknya rasio antara biaya dan harga yang dihasilkan disesuai-kan dengan desain.

Untuk mendapatkan efisiensi dari suatu pembangunan, perlu Ratio antara Worth dengan Cost.

Ratio = Cost / Worth

(18)

Besar rasio tersebut harus analisis dulu, untuk :

Rasio antara 1- 2, kecil kemungkinan terjadi penghematan pada proyek tersebut jika dilakukan analisis nilai.

Rasio > 2, maka proyek tersebut akan ada penghematan jika dilakukan analisis nilai, dan demikian seterusnya semakin besar nilai rasio cost dan worth maka semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan penghematan.

Jika Rasio = 1, berarti :

Bahwa besarnya biaya minimum yang dikeluarkan telah memenuhi fungsi yang dibutuhkan.

Maksud dari :

Cost adalah sejumlah uang, waktu, tenaga, dan lain-lain

yang diperlukan untuk memperoleh suatu fasilitas produk baik berupa barang atau jasa yang diingini.

Worth adalah biaya terendah dari yang dibutuhkan untuk

membentuk fungsi.

Rasio yang dihasilkan oleh metode ini hanya menunjuk-kan beberapa besar perban dingan antara biaya dan harga yang di-kelurkan untuk memperoleh fasilitas yang diinginkan.

1) Rekayasa nilai adalah Usaha yang terorganisasi secara siste-matis dan mengaplikasikan suatu teknik yang telah diakui, yai-tu teknik mengidentifikasikan fungsi produk atau jasa yang bertujuan memenuhi fungsi yang diperlukan dengan harga yang terendah (paling ekonomis). (Imam Soeharto, 1995 yang

dikutip dari Society Of American Value Engineers).

2) Rekayasa Nilai adalah Evaluasi sistematis atas desain engi-neering suatu proyek untuk mendapatkan nilai yang paling tinggi bagi setiap dolar yang dikeluarkan. Selanjutnya Rekaya-sa Nilai mengkaji dan memikirkan berbagai komponen kegia-tan seperti pengadaan, pabrikasi, dan konstruksi serta kegiakegia-tan- kegiatan-kegiatan lain dalam kaitannya antara biaya terhadap fungsinya, dengan tujuan mendapatkan penurunan biaya proyek secara keseluruhan. (E.R. Fisk 1982).

3) Rekayasa Nilai adalah Sebuah teknik dalam manajemen menggunakan pendekatan sistematis untuk mencari keseimba-ngan fungsi terbaik antara biaya, keandalan dan kinerja sebuah proyek. (Dell’Isola).

4) Rekayasa Nilai adalah suatu pendekatan yang terorganisasi dan kreatif yang bertujuan untuk mengadakan pengidentifikasian

(19)

biaya yang tidak perlu. Biaya yang tidak perlu ini adalah biaya yang tidak memberikan kualitas, kegunaan, sesuatu yang menghidupkan penampilan yang baik ataupun sifat yang di-inginkan oleh konsumen. ( Miles 1971 dalam Barrie dan

Poul-son 1984).

5) Rekayasa Nilai adalah penerapan sistematis dari sejumlah tek-nik untuk mengidentifikasikan fungsi-fungsi suatu benda dan jasa dengan memberi nilai terhadap masing-masing fungsi yang ada serta mengembangkan sejumlah alternatif yang me-mungkinkan tercapainya fungsi tersebut dengan biaya total minim. (Heller 1971 dan Hutabarat 1995)

6) Rekayasa Nilai adalah suatu metode evaluasi yang meng-analisa teknik dan nilai dari suatu proyek atau produk yang melibatkan pemilik, perencana dan para ahli yang berpengala-man dibidangnya masing-masing dengan pendekatan sistematis dan kreatif yang bertujuan untuk menghasilkan mutu dan biaya serendah-rendahnya, yaitu dengan batasan fungsional dan taha-pan rencana tugas yang dapat mengidentifikasi dan menghi-langkan biaya-biaya dan usaha-usaha yang tidak diperlukan atau tidak mendukung. (Donomartono 1999).

7) Rekayasa Nilai adalah sebuah pendekatan yang bersifat kreatif dan sistematis dengan tujuan untuk mengurangi/ menghilang-kan biaya-biaya yang tidak diperlumenghilang-kan. (Zimmerman dan hart, 1982)

Selain pengertian Rekayasa Nilai diatas, menurut

Zimmer-man dan Hart, pengertian Rekayasa Nilai adalah sebagai berikut:

1)

Berorientasi Pada System (System Oriented)

2)

Pendekatan Tim yang Multidisiplin (Multidisiplined Team

Approach)

3)

Berorientasi Pada Siklus Hidup (Life Cycle Oriented)

4)

Suatu teknik yang terbukti (A Proven Management Technique)

5)

Berorientasi Pada Fungsi (Function Oriented)

2.2. Konsep Dasar Rekayasa Nilai

Dalam studi rekayasa nilai pada suatu pekerjaan proyek, terdapat beberapa konsep dasar yang perlu untuk dipahami. Konsep yang paling utama adalah biaya, mutu dan waktu. Untuk mutu dan wak-tu merupakan parameter yang wajib dipenuhi dari setiap item

(20)

pe-kerjaan proyek. Faktor mutu dan waktu dari item-item pepe-kerjaan pada proyek tersebut memiliki potensi memunculkan biaya yang seharusnya tidak diperlukan. Oleh karena itu, faktor biaya, mutu dan waktu harus dianalisa secara mendalam sebagai satu kesatuan

Di dalam bukunya, Zimmerman dan Hart (1982) berpen-dapat bahwa setiap perencanaan proyek pasti memiliki potensi biaya yang tidak diperlukan sehebat apapun tim perencana tersebut. Beberapa faktor yang menyebabkan munculnya biaya yang tidak diperlukan antara lain :

1) Kekurangan Waktu (Lack of Time) : Setiap arsitek dan konsul-tan memiliki batas waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai jadwal yang telah direncanakan. Perencana seringkali memiliki waktu yang sangat terbatas, hal tersebut menyebab-kan adanya kemungkinan terjadinya keterlambatan. Faktor ini menyebabkan terbatasnya waktu untuk membuat perbandingan biaya guna mencapai nilai yang seminimal mungkin sesuai de-ngan yang diinginkan untuk memenuhi fungsi yang dibutuhkan 2) Kekurangan Informasi (Lack of Information) : Teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat seiring dengan per-kembangan jaman. Berbagai macam material, produk, dan alat berat baru secara konstan terus memasuki pasar dengan harga dan kualitas serta fasilitas yang bervariasi. Sangat sulit untuk mengikuti dan menerima semua material, produk, dan alat berat dengan teknologi baru hingga benar-benar yakin akan kehandalannya. Kekurangan informasi, terutama tentang per-kembangan dunia konstruksi akan menyebabkan tertinggalnya teknologi dalam pelaksanaan proyek.

3. Kekurangan Ide (Lack of Idea) : Tak seorang pun bisa memi-kirkan semua hal. Setiap orang memiliki keterbatasan masing-masing. Untuk itulah diperlukan suatu tim, kombinasi dari kemampuan para ahli untuk mengerjakan suatu proyek. Tim tersebut bertugas mencari ide dari permasalahan yang ada. Ka-rena ide atau gagasan adalah suatu komponen yang berpe-ngaruh dalam kelanjutan proyek, karena adanya banyak ide atau gagasan ini, kendala-kendala dalam perencanaan dapat di-ketahui lebih awal dan diantisipasi.

4. Kesalahpahaman ; Mengikuti perkembangan- perkembangan yang ada, dapat merubah kesalahpahaman yang telah diyakini

(21)

dari pengalaman sebelumnya karena pengalaman seringkali menyebabkan kesalahpahaman.

5. Keadaan Sementara yang Menjadi Permanen : Keputusan yang bersifat sementara seringkali dibuat ketika sedang dalam keadaan yang mendesak. Keputusan sementara dibuat dengan asumsi bias ditinjau kembali dan diubah kemudian hari. Keputusan tersebut bersifat spekulatif karena biasanya didasar-kan pada asumsi tertentu, namun seringkali keputusan semen-tara yang telah diambil dijadikan keputusan tetap. Hal ini dapat mengakibatkan keadaan yang tidak direncanakan sebelumnya menjadi permanen sehingga menimbulkan biaya tambahan. 6. Kebiasaan (Habits) : Kebiasaan merupakan salah satu

penye-bab terbesar bagi biaya yang tidak diperlukan dari sebuah pro-yek. Kebiasaan dari seorang perencana untuk menggunakan desain yang sama untuk semua proyek dengan alas an memper-mudah pekerjaan seringkali menyebabkan pembengkakan biaya

7. Sikap (Attitude) : Sikap terkadang dapat mempengaruhi sese-orang. Kebiasaan menjadi negatif karena sikap yang negatif. Sikap-sikap negatif tersebut dapat menjadi hambatan di dalam suatu proyek.

8. Politik (Politic) :Keadaan politik suatu bangsa yang tidak me-nentu bahkan cenderung memburuk merupakan suatu hamba-tan dalam pelaksanaan sebuah proyek. Dampak dari hal terse-but salah satunya adalah harga material yang fluktuatif yang dapat berakibat membengkaknya biaya suatu proyek.

9. Kekurangan Biaya (Lack of Fee) : Biaya merupakan masalah yang mendasar dalam kelangsungan pembangunan suatu pro-yek. Kekurangan biaya akan menyebabkan dampak yang besar dalam pelaksanaan proyek misalnya proyek menjadi terlambat atau yang lebih buruk yaitu proyek berhenti di tengah jalan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai pen-tingnya kita melakukan identifikasi terhadap biaya- biaya yang tak diperlukan, maka perlu dilakukan pemilihan item kerja berbiaya tinggi, dikarenakan hal tersebut mempengaruhi hasil penghematan yang diperoleh saat melakukan rekayasa nilai. Untuk memilih item kerja berbiaya tinggi pada intinya bisa dilakukan dengan cara apapun sesuai keinginan, karena pada dasarnya tidak ada aturan yang mengharuskan penggunaan metode tertentu.

(22)

Penerapan rekayasa nilai dilakukan dengan cara yang ber-beda sesuai dengan yang dianggap cocok dengan kondisi masing-masing. Dalam system rekayasa nilai terdapat beberapa alternatif dari setiap komponen yang ada, kemudian komponen- komponen tersebut digabungkan dan menjadi sebuah sistem rekayasa nilai

(value engineering system). Komponen sistem rekayasa nilai dapat

dilihat pada Tabel 2.1 berikut

2.3. Pentingnya Rekayasa Nilai

Pemanfaatan rekayasa nilai sebagai salah satu alternatif penghematan dirasakan perlu untuk diterapkan dalam proyek konstruksi, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yakni :

1) Peningkatan biaya produksi

2) Keterbatasan dana pelaksanaan pekerjaan 3) Suku bunga perbankan yang fluktuatif 4) Laju inflasi yang tinggi

5) Usaha untuk mengoptimalkan dana guna mencapai fungsi uta-ma

6) Akibat perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi

2.4. Unsur-unsur dalam Value Engineering (VE)

1) Teknik Sistem Analisa Fungsi (Function Analysis System

Technique) Adalah cara yang sistematis untuk mendapatkan

sebuah metode yang teratur dari proses pekerjaan yang kom-pleks. Dengan demikian setiap permasalahan yang timbul da-pat dengan mudah dicarikan penyebabnya untuk selanjutnya dapat segera dicarikan jalan penyelesaianya.

2) Rencana Kerja Rekayasa Nilai (Value Engineering Job Plan). Pengaturan dan pendekatan yang sistematis adalah kunci utama Rekayasa Nilai yang berhasil. Oleh karena itu, studi ini harus dikerjakan dengan rencana kerja yang matang dan efiktif.

3) Berpikir Kreatif (Creative Thinking)

Dalam mengadakan analisa dibutuhkan suatu bentuk pemeca-han permasalapemeca-han yang bersumber dari pola pikir yang kreatif. Karena hanya dengan berpikir kreatif permasalahan yang muncul dan sulit dapat dicarikan pemecahannya.

(23)

Dalam rekayasa nilai, dua variable ini dibedakan dengan jelas. Hal ini bertujuan untuk mempermudah analisa yang akan dila-kukan.

5) Kebiasaan Dan Sikap (Human Dynamic)

Pada suatu proses pekerjaan, seringkali faktor kebiasaan dan sikap seseorang dalam hal menangani permasalahan mempu-nyai peranan yang besr dalam proses pengambilan keputusan. 6) Keserasian hubungan antara pemberi tugas, konsultan peren-cana dan konsultan VE (value engineering). Hubungan dan komunikasi yang baik antara tim Rekayasa Nilai dengan seluruh unsur yang terlibat dalam suatu proyek adalah syarat mutlak tercapainya tujuan. Karena hal tersebut dapat membe-rikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan suatu pro-yek.

(24)

3.1.

Pendahuluan

Melihat kenyataan ini bahwa rekayasa nilai adalah suatu metode untuk mengatasi penggunaan biaya yang tidak diperlukan. Suatu teknik yang telah teruji tadi dapat dicari dengan pendekatan sistematik yaitu keseimbangan terbaik antara performansi dan biaya. Pendekatan sistematik pada rekayasa nilai disebut dengan Rencana Kerja (Job Plan). Rencana kerja dari rekayasa nilai merupakan kerangka dimana teknik-teknik saling terkait satu sama lain. Keterkaitan ini dapat dikelompokkan dalam beberapa tahap, dimana pada masing-masing tahap dapat diterapkan teknik-teknik yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Agar proses perencanaan Rekayasa Nilai lebih efisien maka suatu tahap dapat diulangi beberapa kali sampai didapatkan hasil yang diinginkan.

Rencana kerja (Job plan) adalah pendekatan sistematik dari rekayasa nilai. Rencana kerja (Job plan) ini merupakan rencana yang terarah untuk melaksanakan rekayasa nilai termasuk implementasi hasil dari rekayasa nilai tersebut. Rencana kerja juga menjadi penentu kunci keberhasilan dari studi rekayasa nilai. Pengaturan dan pendekatan yang sistematis adalah kunci utama studi rekayasa nilai yang berhasil. Oleh karena itu, studi ini harus dikerjakan dengan rencana kerja yang matang dan efektif.

Melalui pendekatan rencana kerja rekayasa nilai inilah seluruh tahapan dalam penerapan rekayasa nilai dilakukan, mulai dari melakukan identifikasi item kerja dari keseluruhan proyek, menemukan item kerja dengan potensi biaya yang tidak diperlukan, hingga mencari alternatif – alternatif baru secara kreatif untuk menampilkan fungsi yang sama diinginkan seperti desain sebelumnya. Rencana kerja ini juga membantu kita dalam menentukan bagian-bagian yang mempunyai biaya yang tinggi dibandingkan dengan fasilitas-fasilitas yang serupa

JOB PLAN (PROSEDUR KERJA)

REKAYASA NILAI

(25)

3.2.

Job Plan di dalam Rekayasa Nilai

Ada beberapa pendapat tentang tahapan rencana kerja dalam

rekayasa nilai antara lain :

1) Menurut Enviromental Protection Agency ( EPA ), rencana kerja rekayasa nilai ada 6 (enam) phase yang terdiri dari : a. Information phase. b. Creative phase. c. Analytical phase. d. Investigation phase. e. Recomendation phase. f. Implementation phase.

2) Menurut Zimmerman dan Hart (1982), rencana kerja rekayasa nilai ada 5 (lima) phase yang terdiri dari :

a. Tahapan Informasi. b. Tahapan Kreatif. c. Tahapan Keputusan. d. Tahapan Pengembangan. e. Tahapan Penyajian

3) Menurut General Services Administration (GSA) phase

terdiri dari : a. Information phase. b. Functional phase. c. Creative phase. d. Judgment phase. e. Development phase. f. Presentation phase. g. Implementation phase. h. Follow up phase.

4) Menurut L.D Miles, dengan rencana kerja standar 5 (lima )

phase yang terdiri dari :

a. Information phase. b. Creative phase. c. Judgment phase. d. Development phase. e. Recomendation phase.

5) Menurut Dell’Isola (1972), tahapan rencana kerja rekayasa nilai terdiri dari tahapan :

(26)

b. Tahapan Spekulatif c. Tahapan Analisa. d. Tahapan Rekomendasi.

6) Menurut Kelly dan Male (1993), membagi menjadi 7

(tujuh ) tahapan yaitu : a. Tahapan Orientasi. b. Tahapan Informasi. c. Tahapan Spekulasi. d. Tahapan Analisa.

e. Tahapan Perencanaan Program. f. Tahapan Pelaksanaan Program. g. Tahap Ringkasan dan Kesimpulan.

7) Menueur Kelly, Male, dan Graham (2004), tahapan rencana

kerja rekayasa nilai terdiri dari tahapan : a. Tahapan Orientasi. b. Tahapan Informasi. c. Tahapan Kreatif. d. Tahapan Evaluasi. e. Tahapan Pengembangan. f. Tahapan Presentasi. g. Tahapan Tindak Lanjut.

Untuk di Indonesia rencana kerja rekayasa nilai tercantum dalam lampiran B keputusan direktur Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum No.222/KPTS/CK/1991 tanggal 7 Juni 1991 mengenai Pedoman Spesifikasi Teknis Penyelenggaraan Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Tahun Anggaran 91-92. Tahap-tahap rencana kerja rekayasa nilai tersebut ialah :

a. Tahapan Orientasi. b.Tahapan Informasi c. Tahapan Kreatif. d.Tahapan Analisa.

e. Tahapan Pengembangan.

Beberapa alasan dan tujuan yang ingin dicapai dalam menggunakan rencana kerja rekayasa nilai menurut Zimmerman dan Hart (1982), adalah sebagai berikut:

a. Suatu Pendekatan Yang Terorganisir (An organized

approach) : Studi rekayasa nilai pada proyek – proyek

konstruksi biasanya memakan waktu yang cukup panjang apabila tidak terorganisasi dan tidak terjadwal. Oleh karena

(27)

itu, lama waktu studi dibatasi agar rekayasa nilai dapat segera dilakukan. Dengan menerapkan rencana kerja, kegiatan – kegiatan studi bisa dilakukan dengan jangka waktu yang singkat.

b. Menuntut Penjelasan Tujuan Secara Singkat (It forces a

concise description of purpose) ; Rencana kerja rekayasa

nilai mengarahkan tim untuk menjelaskan apa saja yang dibutuhkan dalam suatu proyek dan meneliti fungsi sesungguhnya dari suatu produk. Hal ini dilakukan dengan melakukan analisa fungsi untuk menjabarkan komp onen-komponen proyek yang memiliki fungsi yang dibutuhkan dan komponen yang hanya berfungsi sebagai pendukung. c. Meminimalkan Bagian yang Memiliki Biaya Tinggi (It

zeroes in on high cost areas): Rencana kerja rekayasa nilai

memungkinkan tim rekayasa nilai untuk mengidentifikasi item- item yang memiliki biaya besar, selain itu rencana kerja rekayasa nilai berfungsi untuk menyesuaikan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

d. Mendorong Orang Berpikir Lebih Dari Solusi Yang Biasanya (It forces people to think deeper than their

normal habit solutions) ; Orang – orang terbiasa

menggunakan ide yang pertama kali ada di dalam pikiran mereka. Rencana kerja mengarahkan dan memotivasi orang – orang untuk membuat beberapa perbandingan dan menganalisa secara detil bagaiman seluruh sistem bekerja, sebagaimana fungsi-fungsi setiap bagiannya.

e. Pendekatan Objektif (Objective approach); Rencana kerja nilai menampilkan pemikiran yang objektif tentang proyek menggunakan life cycle cost. Hal ini dapat membuat penghematan yang cukup besar pada proyek.

f. Pendekatan yang Universal (Universal approach) ; Pendekatan rencana kerja sangat universal. Rencana kerja telah dipergunakan pada industri manufaktur, proyek konstruksi dan perusahaan piranti lunak (software).

Pada dasarnya dari beberapa rencana kerja yang ada dalam pendekatan dapat dikatakan hampir sama. Prosedur yang umum dipakai adalah standar rencana kerja 5 tahap yang terdiri dari :

(28)

2. Tahap kreatif ( Creative phase ). 3. Tahap penilaian / analisis (Judgment phase). 4. Tahap pengembangan (Development phase).

5. Tahap presentasi / rekomendasi (Recomendation phase). Rencana kerja rekayasa niali dimulai secara berurutan dari tahap informasi (1), kemudian tahap kreatif (2), tahap penilaian (3), tahap pengembangan (4), dan tahap presentasi (5). Namun dalam pelaksanaan, mungkin pada tahap penilaian (3), dibutuhkan data / informasi baru, sehingga harus kembali ke tahap sebelumnya (1) atau (2). Rencana kerja rekayasa niali yang dimaksud

1 2 3 4

5

Gambar 3.1. Skema Rencana Kerja Rekayasa Nilai 3.2.1. Tahap Informasi ( Information phase )

Selama fase ini, tim VE menggali sebanyak mungkin informasi mengenai desain, latar belakang, kendala, dan proyeksi biaya proyek. Tim melaksanakan analisis fungsi dan menentukan peringkat biaya relatif produk sebagai sistem dan sub-sistem untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah biaya yang berpotensi akan tinggi. Makna dari informasi adalah untuk memperoleh sebanyak mungkin informasi dan pengetahuan desain proyek pada saat pengumpulan informasi, pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab antara lain :

1. Apa jenis aktifitas pekerjaannya? 2. Untuk apa pekerjaan tersebut ? 3. Berapa Worth pekerjaan tersebut ? 4. Berapa Cost pekerjaan tersebut ? 5. Berapa rasio cost / worth-nya ?

6. Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi ?

7. Apa saja yang mengindikasikan biaya tinggi atau biaya–biaya yang tidak diperlukan ?

(29)

Tujuan pada tahap ini adalah untuk menghimpun informasi dan pengetahuan sebanyak mungkin yang berhubungan dengan proyek yang akan direncanakan. Pekerjaan dalam tahap ini cukup rumit karena harus mengelompokkan informasi sesuai dengan jenis dan kebutuhan. Kualitas dan kesempurnaan informasi yang disediakan oleh pemilik dan perencana terhadap latar belakang proyek secara langsung mempengarui kulitas studi tim rekayasa nilai. Lebih banyak fakta yang ditelusuri maka banyak gagasan yang dilibatkan dalam pengembangan desain. Informasi yang diperlukan untuk studi rekayasa nilai berbeda untuk setiap proyek, namun secara umum adalah sebagai berikut :

a. Kriteria desain

b. Kondisi lapangan (topografi, kondisi tanah, lingkungan proyek, dan foto udara ).

c. Peraturan-peraturan

d. Elemen-elemen disain ( komponen konstruksi ) e. Latar belakang proyek

f. Kendala-kendala yang ditetapkan tehadap proyek g. Fasilitas yang tersedia.

h. Persyaratan yang timbul akibat dari partisipasi masyarakat ( faktor keamanan

i. Pekerja dan tenaga ahli

j. Perhitungan-perhitungan disain.

Informasi yang didapat dari pemilik dapat mengurangi sasaran dari studi rekayasa nilai. Informasi tersebut dapat berupa pembatasn proyek. Kriteria yang ditetapkan oleh pemilik yang tidak dapat diubah, akan mengurangi kebebasan tim rekayasa nilai untuk mengembangkan alternatif-aternatifnya. Sebagai contoh, pemilik menetapkan bahwa gedung yang direncanakan akan menggunakan konstruksi beton bertulang. Hal ini akan mengurangi ide dan alternatif lain ( kontruksi baja, kayu ataupun pratekan ). Kunjungan lapangan sering kali bermanfaat bagi tim rekayasa nilai, dengan demikian tim dapat lebih menghayati terhadap elemen-elemen proyek. Hal ini khususnya berlaku bagi proyek yang melibatkan pekerjaan renovasi atau penambahan fasilitas yang ada. Kunjungan ini akan memberikan pengertian mengenai proyek tentang kualitas dan kuantitas elemen-elemen proyek serta

(30)

pemeliharaannya. Hal ini sering mempengarui rekomendasi terhadap kecanggihan alat dan kerumitan perencanaan.

Dalam mengidentifikasi pekerjaan yang berindikasi biaya tinggi terdapat beberapa teknik yang digunakan diantaranya menurut Dell ‘Isola (1982) adalah sebagai berikut :

a) Project Information

Pada tahap ini melakukan pengumpulan data-data atau informasi mengenai proyek yang didapat dari perencana atau kontraktor pelaksana diantaranya yaitu: RAB, gambar bestek, rencana kerja dan syarat, dll

b) Cost model

Cost model merupakan metode yang digunakan untuk

mengorganisasi dan mendistribusikan biaya kedalam fungsional sehingga dapat dengan mudah didefinisikan dan diukur. Menurut Zimmerman (1982) ada 3 type cost model yaitu :

1) Berdasarkan hukum pareto

Dalam melakukan teknik ini sistem dan subsistem diranking menurut biaya persatuan dari yang tertinggi sampai yang terendah, membaginya kedalam area fungsional dan menganalisanya melalui Hukum Pareto, Hukum Pareto menyatakan bahwa 80% dari biaya total secara normal terjadi pada 20% aktifitas pekerjaan

2) Matrik Cost Model

Yaitu memisahkan komponen kontruksi proyek, dan mendistribusikan komponen tersebut kedalam berbagai elemen dan sistem dari proyek

3) Investigasi

Pada tahap investigasi dilakukan analisa fungsi

(Function Analysis) yang bertujuan mengklasifikasi

fungsi utama maupun fungsi penunjang. Fungsi menurut James J.O’Brien (1976)dibedakan atas :  Fungsi dasar yaitu fungsi, tujuan atau prosedur

yang merupakan tujuan utama dan harus dipenuhi.  Fungsi sekunder yaitu fungsi pendukung yang

mungkin dibutuhkan tetapi tidak melaksanakan kerja sebenarnya.

(31)

Langkah final pada tahap informasi adalah menentukan rasio

cost/woth. Rasio cost/worth mengindikasikan efisiensi dari suatu

desain atau item dari sini juga dapat diketahui biaya–biaya tinggi atau pun biaya–biaya yang tidak diperlukan

3.2.1.1. Analisis Fungsi

Analisis fungsi merupakan basis utama di dalam value

engineering karena analisis inilah yang membedakan VE dari

teknik-teknik penghematan biaya lainnya. Analisis ini membantu tim VE di dalam menentukan biaya terendah yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi utama dan fungsi-fungsi pendukung dan mengidentifikasi biaya-biaya yang dapat dikurangi atau dihilangkan tanpa mempengaruhi kinerja atau kendala produk. Fungsi diidentifikasi dengan menggunakan deskripsi yang terdiri dari dua kata, yaitu kata kerja dan kata benda. Kata kerja yang digunakan adalah kata kerja aktif dan kata benda yang digunakan merupakan kata benda yang terukur. Fungsi dasar suatu produk/bangunan merupakan pekerjaan utama yang harus dilaksanakannya. Fungsi-fungsi sekunder sering merupakan fungsi-fungsi yang mungkin diinginkan keberadaannya tetapi sebenarnya tidak diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu. Fungsi-fungsi sekunder yang harus ada merupakan fungsi-fungsi yang secara absolut diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu, walaupun sebenarnya tidak melaksanakan fungsi dasar. Fungsi produk/bangunan secara menyeluruh ditentukan terlebih dahulu sebelum menentukan fungsi elemen-elemennya.

Bagian yang paling sulit pada analisis fungsi adalah memperkirakan nilai kegunaan (worth) setiap subsistem atau komponen untuk membandingkannya dengan biaya yang diperkirakan. Nilai kegunaan (worth) memberikan indikasi nilai (value) artinya biaya terendah yang diperlukan untuk terlaksananya suatu fungsi tertentu. Untuk itu tidak diperlukan ketelitian yang sangat besar. Nilai kegunaan (worth) hanya digunakan sebagai suatu mekanisme untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah dengan potensi penghematan dan perbaikan nilai (value) yang tinggi. Subsistem yang melaksanakan fungsi sekunder tidak memiliki

(32)

Sebagai bagian dari analisis fungsi, tim VE membandingkan rasio cost-to-worth berbagai alternatif untuk keseluruhan fasilitas dan subsistemnya. Rasio cost-to worth ini diperoleh dengan membagi biaya yang diperkirakan untuk sistem atau subsistem dengan total worth untuk fungsi dasar sistem atau subsistem. Rasio cost-to-worth yang lebih besar daripada dua biasanya mengindikasikan wilayah dimana terdapat potensi penghematan biaya dan perbaikan nilai (value).

Model biaya digunakan sebagai metode pada pengorganisasian biaya kedalam ruang lingkup yang dapat diidentifikasikan untuk menentukan bagian yang mempunyai biaya yang tinggi pada disain. Studi rekayasa nilai dikerjakan atas dasar biaya siklus hidup. Biaya yang diperlukan dari perancang proyek tidak hanya perkiraan biaya awal saja, tetapi juga estimasi terhadap biaya operasi dan biaya pemeliharan. Salah satu dari tugas tim rekayasa nilai yang pertama adalah mempelajari informasi biaya dari proyek, jika muncul ketidak sesuaian dalam hal informasi dari perkiraan biaya seperti satuan biaya , satuan volume, sebaiknya dibicarakan perancang. Perkiraan biaya sebagai dasar untuk membandingkan rekomendasi rekayasa nilai pada masa yang akan datang. Dengan penetapan dan pemeriksaan informasi biaya, langkah selanjutnya membuat model biaya. Ada 2 (dua) model biaya yang biasa digunakan untuk rekayasa nilai yaitu sebagai berikut :

1. Model biaya menggunakan konsep matriks biaya dengan membagi proyek dengan sistem dan perdagangan konstruksi.

2. Model biaya dengan membagi proyek menjadi sistem dan subsistem, yaitu menggunakan analisis biaya dengan harga satuan ( m', m2, m3 ).

Model matriks biaya yaitu format pengorganisasian dengan membagi sistem dan perdagangan konstruksi. Sistem yang dimaksud adalah dengan memilah-milah sistem menjadi sub sistem atau pekerjaan. Sedangkan perdagangan konstruksi atau sumber daya konstruksi adalah bahan atau alat yang digunakan untuk melaksanakan sistem tersebut. Sistem dan perdagangan konstruksi dengan model matriks biaya yaitu dengan memilah-milah dalam bentuk jalur horizontal ( baris ) dan jalur vertikal ( kolom ). Jalur

(33)

horizontal untuk perdagangan kontruksi dan jalur vertikal untuk sistem ( tabel 2.2. )

Jumlah biaya ataupun prosentase dari sistem dan perdagangan konstruksi dapat dilihat pada jalur vertikal dan horizontal. Jalur horizontal memberikan informasi jumlah biaya atau % yang digunakan untuk perdagangan konstruksi dalam melakukan kegiatan sistem tersebut, dan jalur vertikal memberikan informasi biaya atau % dari biaya yang digunakan untuk melaksanakan sistem atau sub sistem. Model matriks biaya secara lengkap memberikan informasi yang jelas tentang biaya yang diperlukan untuk mengerjakan suatu sistem / pekerjaan atau besarnya presentase (%) dari pekerjaan tersebut. Disamping itu juga akan mudah mengetahui bahan yang dibutuhkan oleh suatu pekerjaan. Model lain adalah dengan memilah-milah sistem menjadi sub sistem (breakdown) sesuai dengan fungsi ( functional cost model ). Biaya dari masing-masing fungsi diestimasi berdasarkan luas bangunan dengan harga satuan luas. Estimasi biaya ini disebut juga dengan biaya nyata ( actual cost ). Biaya yang lain disebut dengan target cost/basic atau harga ( worth ) yang dianalisis berdasarkan fungsi suatu sistem. Dari gambar model dapat diketahui pengehematan masing-masing pekerjaan. Penghematan todtal dapat diketahui dengan menjumlahkan actual yang kemudian dikurangi dengan jumlah basic dari masing-masing pekerjaan.

Model ini hanya memberikan informasi bahwa suatu pekerjaan akan membutuhkan sejumlah biaya. Tapi itu tidak dapat memberikan informasi bahwa pekerjaan ini memerlukan sejumlah bahan untuk informasi bahwa pekerjaan ini memerlukan sejumlah bahan untuk melaksanakannya. Model ini juga tidak memberikan informasi presentase dari pekerjaan tersebut. Kedua model biaya ini kemudian akan dipakai sebagai dasar menentukan biaya siklus hidup.

Analisa fungsi untuk proyek digunakan untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi yang akan dikerjakan dan biaya. Analisis fungsi digunakan untuk mendifinisikan secara jelas pekerjaan yang dilakukan untuk kebutuhan proyek, serta membantu memisahkan ruang lingkup antara biaya utama dengan biaya yang tidak dibutuhkan untuk mendukung performasi.

(34)

Tahap pertama dalam analisis fungsi adalah mengidentifikasi fungsi dasar dari suatu sistem, proyek. Fungsi dasar merupakan tujuan dari uraian studi rekayasa nilai. Dalam suatu proyek atau komponen didapat fungsi utama sedangkan bagian lain adalah fungsi penunjang atau fungsi sekunder. Fungsi-fungsi didefinisi dengan menggunakan 2 kata yaitu :

1. kata kerja

2. dan kata benda yang dapat terukur.

Kedua kata yang digunakan harus dalam keadaan umum sehingga tidak tersirat suatu penyelesaian, tetapi hanya fungsi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, pondasi mempunyai fungsi untuk mendukung beban (support load ) dan menahan beban (resist

load). Fungsi penunjang tidak dapat diidentifikasikan sebagai

fungsi dasar, kecuali fungsi tersebut memberi pengertian untuk presentase biaya yang sedang dikeluarkan untuk membentuk fungsi utama terhadap bagian-bagian yang merupakan kebutuhan penunjang.

Tahap selanjutnya dari analisis fungsi adalah mengidentifikasi biaya dan harga yang berkaitan dengan setiap fungsi. Harga didefinisikan sebagai biaya terendah dari yang dibutuhkan untuk membentuk fungsi. Tahap berikutnya adalah membandingkan biaya keseluruhan dari sistem terhadap jumlah harga dari fungsi-fungsi utama. Berdasarkan pengalaman, bahwa perbandingan biaya harga lebih besar dari 2 biasanya menandakan bahwa proyek tersebut masih dapat direkayasa nilai.

Rekayasa nilai menggunakan beberapa teknik tertentu untuk mencari informasi yang diinginkan. Dalam hal ini teknik yang dapat dipakai dalam tahap informasi adalah teknik kuisioner, wawancara, peramalan. Untuk membantu menetapkan informasi yang perlu dikumpulkan perlu dikaji lebih dahulu fungsi dari bangunan. Salah satu metode yang digunakan untuk mengkaji fungsi dari suatu sistem adalah metode FAST. Dengan dikuasainya/diketahuinya fungsi dari masing-masing sistem elemen yang ada, maka akan lebih terarah pengumpulan informasi yang dibutuhkan.

FAST (Function Analysis System Technique) adalah suatu metode terstruktur untuk menganalisis, mengorganisir dan mencatat fungsi-fungsi dari suatu sistem. Dengan mengaplikasikan metode fast ini, dapat dibuat suatu diagram yang menggambarkan

(35)

fungsi-fungsi proyek secara terorganisir dan menentukan hubungan antar fungsi, serta membatasi lingkup permasalahan. Dalam menyebutkan fungsi, diidentifikasikan dengan kata kerja dan kata benda. Sebagai contoh tentang rancangan suatu fungsi pondasi.

Diagram FAST disusun berdasarkan urutan tingkat, dari fungsi tingkat tinggi diletakkan sebelah kiri sedangkan fungsi yang rendah diletakkan disebelah kanan. Penyusunan ini biasanya dimulai dari fungsi dasar yang sudah ditentukan sebelumnya. Fungsi dasar ini terletak dalam ruang lingkup yang akan dibahas.

Bagaimana ? Mengapa ? Fungsi Tujuan Memenuhi Peraturan Memenuhi Kesetabilan Memenuhi Keamanan Fungsi Yang terjadi setiap saat

Fungsi Dasar Lintasan Kritis

Meneruskan Beban Menahan Beban Menerima Beban Mendukung Struktur Atas Menyebarkan beban ketanah Menerima beban statis Menerima beban statis & dinamis Cakupan Masalah Garis Cakupan Garis Cakupan

Gambar 3.1. Diagram FAST pada sistem Pondasi

Penyusunan fungsi-fungsi diletakkan dengan mengajukan 2 pertanyaan, yaitu :

1. Bagaimana ( how ) 2. Mengapa ( why )

(36)

Identifikasi fungsi dimulai dari Identifikasi fungsi dimulai dari fungsi dasar dengan melakukan pertanyaan "bagaimana" fungsi dasar dilaksanakan. Pertanyaan ini dijawab oleh fungsi lain diletakkan disebalah kanan fungsi dasar. Seterusnya dilakukan pertanyaan yang sama terhadap fungsi baru tersebut sehingga didapat fungsi baru lainnya yang menjawab fungsi tadi. Pertanyaan ini dilakukan terus sampai didapat sejumlah fungsi yang bisa mencerminkan masalah. Kemudian dilakukan pertanyaan "mengapa" terhadap fungsi yang berada paling kanan dalam batas lingkup maslah. Pertanyaan "mengapa" fungsi tersebut harus diadakan, akan dijawab oleh fungsi yang berada disebelah kiri fungsi yang bersangkutan. Fungsi ini harus sama dengan fungsi yang didapat pada proses pertama yang menggunakan "bagaimana". Proses ini dilakukan sampai didapat fungsi dasar sebagai jawabnya. Hal ini untuk memeriksa ketepatan fungsi-fungsi pada jalur kritis.

Sebagai contoh : pertanyaan diajukan terhadap fungsi utama, "Bagaimana caranya menerima beban " ?, maka pertanyaan ini akan dijawab oleh fungsi yang ada disebalah kanannya dengan satu kata kerja dan satu kata benda, yaitu menahan beban. Pertanyaan ini ditanyakan seterusnya oleh fungsi yang baru terbentuk dan berhenti jika merasa permasalahan telah cukup. Sekarang pertanyaan dimulai dari fungsi yang berada paling kanan dalam batas lingkup masalah dengan pertanyaan "mengapa". Mengapa perlu untuk meneruskan beban ?. Pertanyaan ini akan dijawab oleh fungsi yang berada disebalah kirinya, yaitu agar dapat menahan beban. Pertanyaan ini akan menghasilkan jawaban yang sama dengan jawaban yang pertanyaannya "bagaimana". Pertanyaan ini berhenti jika sejumlah fungsi-fungsi sudah mencerminkan masalah.

Beberapa istilah yang dipergunakan dalam metode FAST :

a) Fungsi Utama,

Fungsi utama adalah merupakan dasar atau ketentuan yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kegiatan atau yang ditampilkan pada sistem. Tanpa fungsi inisistem akan kehilangan identitasnya.

Gambar

Gambar 1.1. Waktu Penerapan Studi Rekaya Nilai Menurut Barrie dan Paulson (1992)tahapan   biasa dikenal dengan   daur   hidup   proyek   konstruksi   atau  The   Life   Cycle   of Construction Project
Gambar 3.1. Skema Rencana Kerja Rekayasa Nilai 3.2.1.  Tahap Informasi ( Information phase )
Diagram   FAST   disusun   berdasarkan   urutan   tingkat,   dari fungsi tingkat tinggi diletakkan sebelah kiri sedangkan fungsi yang rendah   diletakkan   disebelah   kanan
Tabel 6.1 Skala Banding Secara Berpasangan Tingkat

Referensi

Dokumen terkait

Walau bagaimanapun, trend fesyen tersebut menonjolkan reka bentuk pakaian yang kurang menepati konsep menutup aurat yang sempurna dengan reka bentuk pakaian yang

3. Berdasarkan hasil QSPM prioritas strategi maka strategi terpilih dengan Total Attractiveness Score 15, 550 jadi) strartegi yang harus digunakan adalah strategi

Dari hasil analisis data Riskesdas 2013 diketahui prevalensi perokok pasif di dalam rumah sebesar 58,9%, dan yang menderita ISPA 13,8%, sedang prevalensi perokok pasif pada

Konsentrasi asam terbaik yang dihasilkan dari penelitian pendahuluan tersebut kemudian digunakan untuk produksi hidrolisat pati sagu pada penelitian utama.. Produksi

Karakteristik dewan komisaris dalam penelitian ini direpresentasikan dengan latar belakang pendidikan dewan komisaris, jumlah rapat yang diselenggarakan dewan komisaris, dan

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wata’ala penulis panjatkan karena hanya berkat rahmat, hidayah dan inayahNya skripsi dengan judul “Peningkatan Keterampilan Berdiskusi

Faktor produksi yang berupa tenaga kerja, pupuk kompos dan pupuk phonska mempunyai hubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi semangka pada lahan pasir

Mengacu kepada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, Retribusi Terminal dan Retribusi