• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan HPLC Parasetamol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan HPLC Parasetamol"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan.Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan melewati kolom yang merupakan fase diam.Molekul yang memiliki ikatan yang kuat dengan kolom akan cenderung bergerak lebih lambat dibanding molekul yang berikatan lemah.Dengan ini, berbagai macam tipe molekul dapat dipisahkan berdasarkan pergerakan pada kolom. Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama.Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula.

HPLC didefinisikan sebagai kromatografi cair yang dilakukan dengan memakai fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga halus yang distribusi ukuranya sempit ( kolom ) dan fase gerak yang dipaksa mengalir dengan laju alir yang terkendali dengan memakai tekanan tinggi sehingga menghasilkan pemisahan dengan resolusi tinggi dan waktu yang relative singkat. HPLC atau KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi; lingkungan; bioteknologi; polimer; dan industri- industri makanan.

1.2Tujuan praktikum

1. Membuat parameter validasi (akurasi, presisi, uji perolehan kembali, LOD, LOQ ) 2. Penetapan kadar dalam sediaan ( berdasarkan farmakope Indonesia )

(2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori PARASETAMOL 1. Sifat Fisikokimia Rumus struktur :

Nama Kimia : 4- Hidroksiasetanilida Rumus Molekul : C8H9NO2

Berat Molekul : 151,16

Pemerian : serbuk, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol. (Depkes RI, 1995).

Farmakokinetik, Parasetamol diberikan secara oral, diserap dengan baik melalui saluran cerna. Penyerapan dihubungkan dengan tingkat pengosongan lambung. Konsentrasi darah puncak biasanya tercapai dalam 30 - 60 menit. Parasetamol sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosoma hati dan diubah menjadi sulfat dan glukoronida. (Katzung, 2002).

Kegunaan, Asetaminofen merupakan pengganti yang baik untuk analgesik dan antipiretik aspirin pada penderita dengan keluhan saluran cerna dan pada mereka dengan perpanjangan waktu perdarahan yang tidak menguntungkan. Asetaminofen merupakan analgetik dan antipiretis. Asetaminofen tidak mengantagonis obat urikosurik probenesid dan karena itu dapat digunakan pada penderita gout yang mendapatkan obat itu.

(3)

KOFEIN

1. Sifat Fisikokimia Rumus struktur :

Nama Kimia : 1,3,7-Trimetil xantin Rumus Molekul : C8H10N4O2 Berat Molekul : 194,19

Pemerian : serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih,biasanya menggumpal, tidak berbau, rasa pahit.

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, sukar larut dalam eter. (Depkes RI, 1995).

Farmakokinetik, Kafein per oral mudah diabsorbsi. Kafein tersebar ke seluruh tubuh termasuk otak. Obat dapat melewati plasenta janin dan disekresikan ke dalam ASI. Dimetabolisme di hati dan metabolitnya dikeluarkan di dalam urin.

Fungsi, Kofein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk, juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi dipertinggi, prestasi otak dan suasana jiwa diperbaiki. Kofein juga memperkuat kontraksi jantung, vasodilatasi perifer dan diuretis. Kofein digunakan sebagai penyegar. Zat ini sering dikombinasikan dengan Parasetamol atau asetosal untuk memperkuat efek analgetisnya.

Kromatografi

Dalam analisis kimia pada umumnya, komponen (zat) yang akan dianalisa harus dipisahkan terlebih dahulu dari komponen lain atau zat pengganggu yang ada, lalu dipekatkan, kemudian baru diidentifikasi atau diukur kuantitasnya. Banyak teknik pemisahan zat yang digunakan, tetapi kromatografi adalah teknik yang paling banyak dipakai, terutama untuk campuran yang kompleks. Suatu komponen campuran yang tidak mungkin dipisahkan

(4)

dengan cara yang lain, menggunakan kromatografi dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat dengan peralatan yang relatif sederhana. Lebih dari itu, karena sifat pemisahannya yang spesifik, maka selain digunakan sebagai metode pemisahan, kromatografi juga merupakan metode penentuan zat baik kualitatif maupun kuantitatif.

Kromatografi dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pemisahan zat berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi yang berlangsung dalam suatu sistem yang terdiri dari dua macam fasa, dimana salah satu fasa bergerak (fasa gerak) atas fasa lainnya (fasa diam).

Kromatografi apapun bentuknya mempunyai 2 macam fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Berdasarkan jenis fasa gerak yang digunakan, kromatografi dibedakan atas 2 golongan besar yaitu kromatografi gas bila fasa geraknya gas dan kromatografi cair bila fasa geraknya cairan.

Pada kromatografi gas, fasa diam selalu ditempatkan di dalam kolom. Fasa diam itu dapat berupa padatan atau cairan yang diemban oleh butiran halus zat padat pendukung. Karena itu berdasarkan wujud fasa diamnya, kromatografi gas dapat dibedakan atas kromatografi gas padat dan kromatografi gas cair.

Pada kromatografi cair, selain ditempatkan dikolom, fasa diam dapat pula ditebarkan berupa lapis tipis diatas permukaan suatu pelat dari kaca yang disebut kromatografi lapis tipis. Selain itu dapat pula menggunakan secarik kertas sebagai fasa diamnya yang disebut kromatografi kertas. Kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas dilakukan untuk membedakannya dari kromatografi yang dilakukan di dalam sebuah kolom, yang dinamakan kromatografi kolom. Didalam kromatografi cair pun dikenal pula kromatografi cair-padat dan kromatografi cair-cair, tergantung pada fasa diam yang digunakan. Selain berdasarkan wujud fasa gerak dan fasa diam yang digunakan, kromatografi dapat dibedakan berdasarkan mekanisme interaksi yang terjadi antara fasa diam dan komponen campuran yang dipisahkan. Maka dikenal kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi atau permiasi gel.

Mekanisme interaksi yang paling banyak dijumpai dilaboratorium adalah adsorbsi dan partisi. Pada proses adsorbsi, molekul pelarut dan molekul zat terlarut menempati permukaan zat padat pengadsorbsi (adsorbent). Dalam kromatografi partisi, fungsi zat padat pengadsorbsi sebagai fasa diam digantikan oleh zat cair. Distribusi komponen dalam fasa diam itu karena daya larutnya. Pada kromatografi cair, misalnya Kromatografi cair Kinerja

(5)

Tinggi(KCKT), molekul senyawa yang digunakan sebagai fasa diam diikatkan secara kimia pada permukaan pertikel pendukung, menghasilkan kromatografi fasa terikat. Berdasarkan perbandingan polaritas antara fasa diam dan fasa geraknya dikenal kromatografi fasa normal bila fasa diam lebih polar dari fasa geraknya, kromatografi fasa terbalik bila fasa gerak lebih polar daripada fasa diamnya. Karena fasa diam yang digunakan tidak sebanyak pada kromatografi gas, maka selektifitas pemisahan lebih mudah diperbaiki dengan merubah komposisi fasa gerak. (Sudaryo, 2001).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatogarfi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Depkes RI, 1995).

(6)

2. Skema kerja alat Kromatografi cair kinerja tinggi

1. Wadah Fase gerak

Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung tandon harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit. 2. Pompa

Untuk menggerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir 0,1–10 ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor.

3. Injektor

Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agar sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom.

(7)

a. Hentikan aliran/stop flow

Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Tehnik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.

b. Septum

Injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.

c. Katup putaran (loop valve)

ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 6, tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari pada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara automatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara

manual). Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.

4. Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.

(8)

Parameter Kolom konvensional Kolom mikrobor Tabung

Kolom

Stainless steel

Panjang 3,10,15,20 dan 25 cm.

Diameter luar :0,25 inci; dalam : 4,6 mm

Stainless steel

Panjang 25 dan 50 cm

Diameter luar : 0,25 inci; dalam : 2 mm

Fase diam Porous, silica ukuran kecil dan yang dimodifikasi secara kimiawi, polimer-polimer stiren/divinil benzene.

Porous, silica ukuran kecil dan yang dimodifikasi secara kimiawi, polimer-polimer stiren/divinil benzene.

Tekanan operasional

500-3000 psi (35-215 bar) 1000-5000 psi (70-350 bar)

Fase gerak Hidrokarbon + pelarut-pelarut terklorinasi atau alcohol untuk fase normal. Untuk fase terbalik digunakan methanol atau asetonitril + air atau buffer.

Kecepatan alir : 1-3 ml/menit

Hidrokarbon + pelarut-pelarut terklorinasi atau alcohol untuk fase normal. Untuk fase terbalik digunakan methanol atau asetonitril + air atau buffer. Kecepatan alir : 10-100 µl/menit.

Kinerja Efisiensi meningkat dengan berkurangnya ukuran pertikel fase diam, tetapi umur kolom dengan ukuran pertikel 3 µm lebih pendek

Sangat efisien dan sensitive, tetapi lambat

Konsumsi fase gerak lebih hemat yaitu ¼ dari kolom konvensional.

Beberapa keuntungan dari kolom mikrobor :

- Kapasitas aliran fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10 -100 µl/menit).

(9)

- Kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa karena memiliki aliran fase gerak yang lebih lambat.

- Adanya peningkatan sensitifitas kolom karena solute yang lebih pekat.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada mode kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan.

5. Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkkan menjadi 2 golongan yaitu:

- Detektor universal: Mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif, seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa.

- Detektor spesifik: Hanya mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi dan elektrokimia (Rohman,2007).

Karakteristik suatu detector pada KCKT:

• Mempunyai respon terhadap solute yang cepat dan reprodusibel.

• Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil.

• Stabil dalam pengopersiannya.

• Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil, sedangkan kolom mikrobor selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil.

• Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier).

(10)

Beberapa detector yang sering digunakan dalam KCKT : Detektor Sensitifitas (g/ml) Kisar an Linea r Karakteristik Spektrofotometri UV-Vis 5 x 10-10 5 x 10-10 ˃2 x 10-10 104 105 105

Sensitifitas bagus, paling sering digunakan, selektif terhadap gugus dan struktur-struktur yang tidak jenuh.

Fluoresensi 10-12 104 Sensitifitas sangat bagus, tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.

Indeks bias 5 x 10-7 104 Hampir bersifat universal akan tetapi sensitivitasnya sedang. Sangat sensitive terhadap suhu, dan tidak dapat digunakan pada elusi bergradien.

Elektrokimia 10-8 10-12

104 105

Peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak, tidak dapat digunakan pada elusi bergradien. Hanya mendeteksi solute-solut ionic. Sensitifitas sangat bagus, selektif tetapi timbul masalah dengan adanya kontaminasi elektroda

6. Fase Gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini

(11)

ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson dan Stevenson, 1991; Munson, 1991 dan Rohman, 2007).

Terdapat keragaman yang luas dari solvent yang digunakan dalam semua mode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua solven.

1. Fase gerak harus:

- Murni; tidak ada pencemar/kontaminan - Tidak bereaksi dengan pengemas - Sesuai dengan detektor

- Melarutkan cuplikan

- Mempunyai viskositas rendah

- Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan

- Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas (Putra, 2003) 2. Elusi gradien dan isokratik

Elusi pada kromatografi cair kinerja tinggi dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu:

1. Sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi)

2. Sistem

elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi).

(12)

Guna kromatogram: 1. Kualitatif

waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama. dapat digunakan untuk identifikasi.

2. Kuantitatif

luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjesikan dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi.

3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan kinerja kolom

3. Parameter Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam memperoleh kondisi yang diinginkan dalam kromatografi antara lain :

a. Waktu Retensi

Waktu yang dibutuhkan suatu komponen untuk melewati suatu kolom disebut waktu retensi yang dapat didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk membawa keluar suatu komponen dari dalam kolom, dihitung mulai diinjeksikan hingga keluar kolom tepat pada saat konsentrasi maksimum.

b. Faktor Selektifitas

Suatu kolom dinyatakan baik apabila kolom tersebut cukup selektif, dan dikatakan selektif apabila kolom tadi mampu menahan berbagai komponen dengan kekuatan yang berbeda-beda.

c. Efisiensi Kolom

Jumlah plat teoritik dalam suatu kolom sebanding dengan panjang kolom. Karena itu jumlah plat teoritik suatu kolom dapat ditingkatkan dengan memperpanjang kolom. Makin panjang kolom makin banyak jumlah plat teoritiknya maka makin sempurna pemisahan.

(13)

d. Resolusi

Derajat pemisahan atau resolusi dari dua pita yang berdekatan didefinisikan sebagai jarak antara puncak-puncak pita (atau pusat-pusat) dibagi dengan luas pita rata-rata. Semakin tinggi harga N selalu memberikan resolusi yang membaik. Oleh karena itu resolusi dapat diperbaiki dengan menambah panjang kolom. (Putra, 2003).

e. Faktor Ikutan

Keasimetrisan puncak dinyatakan dengan faktor ikutan atau faktor asimetris. Pembentukan puncak yang curam bagian depan tetapi landai bagian belakang disebut tailing, sebaliknya puncak yang landai bagian depan dan curam bagian belakang disebut fronting.

Keuntungan analisis menggunakan KCKT :

• Dapat dilakukan pada suhu kamar.

• Kolom dapat digunakan berkali-kali atau berulang.

• Detector HPLC dapat divariasi dan tersedia dalam beberapa pilihan.

• Waktu analisis pada umumnya singkat.

• Ketepatan,kepekaan dan ketelitiannya yang relatif tinggi.

• Mudah dioperasikan secara otomatis.

• Pencuplikan sampel lebih akurat dan kuantitatif karena adanya autosampler.

• Resolusinya baik.

Kerugian analisis menggunakan KCKT :

• Harganya mahal sehingga penggunaannya terbatas

• Kompatibilitas antara pelarut, fase diam dan solute harus diketahui terlebih dahulu • Menggunakan pelarut yang banyak.

(14)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan

Alat : Bahan :

1. HPLC 1. Baku standar (kafein, parasetamol)

2. Beaker glass 2. Aquadest

3. Labu ukur 100 ml 3. Obat Oskadon

4. Labu ukur 50 ml 5. Lumpang dan alu 6. Timbangan analitik 7. Seperangkat Mikro pipet

3.2. Cara kerja:

Prosedur Kerja Praktikum III (kualitatif)

1. Pembuatan larutan induk kafein dan paracetamol dibuat masing-masing 100 ppm

2. Pembuatan larutan standar kafein dan paracetamol masing-masing 10 ppm dari larutan induk

a. Kafein sebanyak 1 ml b. Paracetamol sebanyak 1 ml

c. Kafein dan paracetamol masing-masing di ad dengan aquades pada labu ukur 10 ml 3. Pembuatan larutan sampel kafein 6 ppm dan paracetamol 10 ppm dari larutan induk.

a. Kafein sebanyak 0.6 ml b. Paracetamol sebanyak 1 ml

c. Kafein dan paracetamol digabungkan kedalam labu ukur 10 ml d. Lalu ad dengan aquades hinga 10 ml

4. Larutan standar dan sampel ke dalam kolom diinjeksikan, biarkan fase gerak melewati kolom

5. Waktu dan retensi standar atau luas area dibawah kurva diamati. Prosedur Kerja (Praktikum IV)

1. Pembuatan larutan standar Kafein dan Parasetamol

(15)

- Kemudian masing-masing serbuk dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan ditambahkan aquadest sampai batas garis

- Labu dikocok agar larutan homogen

2. Pembuatan serial konsentrasi campuran Parasetamol dan Kafein

1) Lima serial konsentrasi campuran dibuat untuk menentukan kurva kalibrasi dengan cara: Paracetamol Kafein 10 ppm dicampur dengan 6 ppm 12 ppm dicampur dengan 8 ppm 14 ppm dicampur dengan 10 ppm 16 ppm dicampur dengan 12 ppm 18 ppm dicampur dengan 14 ppm

2) Pada serial pertama, 0.5 ml larutan induk Parasetamol dan 0.3 ml larutan induk Kafein dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml, kemudian ditambahkan aquadest hingga mencapai batas garis, selanjutnya larutan dikocok agar campuran homogen.

3) Pada serial kedua, 0.6 ml larutan induk paracetamol dan 0.4 ml larutan induk kafein dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml, kemudian ditambahkan aquadest hingga mencapai batas garis, selanjutnya larutan dikocok agar campuran homogen.

4) Pada serial ketiga, 0.7 ml larutan induk paracetamol dan 0.5 ml larutan induk kafein dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml, kemudian ditambahkan aquadest hingga mencapai batas garis, selanjutnya larutan dikocok agar campuran homogen.

5) Pada serial keempat, 0.8 ml larutan induk paracetamol dan 0.6 ml larutan induk kafein dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml, kemudian ditambahkan aquadest hingga mencapai batas garis, selanjutnya larutan dikocok agar campuran homogen.

6) Pada serial kelima, 0.9 ml larutan induk paracetamol dan 0.7 ml larutan induk kafein dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml, kemudian ditambahkan aquadest hingga mencapai batas garis, selanjutnya larutan dikocok agar campuran homogen.

(16)

7) Setelah kelima serial dibuat, masing-masing larutan standar dimasukkan ke dalam vial HPLC menggunakan injeksi penyaring.

8) Vial diletakkan dalam alat HPLC dan amati waktu retensi serta luas area dibawah kurva pada panjang gelombang sesuai.

3. Penetapan kadar samapel dalam sediaan yang beredar

- Ditimbang satu tablet sampel sediaan yang digunakan (Oskadon) yang mengandung parasetamol dan kafein.

- Bobot (mg) parasetamol dan kafein yang akan digunakan ditetapkan dari bobot parasetamol dan kafein yang tertera pada etiket sediaan.

- Tablet yang telah ditimbang tersebut digerus

- Kemudian tablet yang telah digerus tersebut ditimbang sesuai dengan bobot yang akan digunakan, yaitu 100 mg parasetamol dan 7 mg kafein.

- Masing-masing serbuk dilarutkan dalam 100 ml aquadest

- Dilakukan pengenceran menjadi 12 ppm parasetamol dan kafein yang dibuat dri larutan induk yaitu parasetamol 1000 ppm dan kafein 70 ppm

- Paresatamol dan kafein masing-masing diencerkan dalam tabung ukur 100 ml dan 50 ml

- Parasetamol dipipet sebanyak 1,2 ml dan kafein 8,57 ml dari larutan induk dan ad dengan aquadest parasetamol 100 ml dan kafein 50 ml

- Selanjutnya dimasukkan larutan ke dalam tabung sample HPLC yang telah dibersihkan sampai tanda batas yang terdapat pada dinding botol

(17)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

A. Analisis Kualitatif Parasetamol dan Kafein

Analisis Senyawa Waktu Retensi (menit) Tinggi (mAU) Luas Area (mAU*Min) Rel.Area (%) Tunggal Parasetamol 1,63 27,942 2,463 66,69 Kafein 4,34 46,713 9,372 74,91 Campuran Parasetamol 1,72 37,602 3,232 15,89 Kafein 3,73 47,751 15,231 74,89

Tabel 1. Hasil analisis parasetamol dan kafein menggunakan KCKT

(18)

Gambar 2. Kromatogram Tunggal Kafein

Gambar 3. Kromatogram Campuran Parasetamol dan Kafein B. Kurva Standar Parasetamol dan Kafein

Standar

Konsentrasi Luas Area

Parasetamol Kafein Parasetamol Kafein

1 10 6 12,357 3,539

2 12 8 20,310 6,410

3 14 10 25,745 5,730

4 16 12 29,789 8,983

(19)

C. Parameter Analisis STANDAR 1

No Res:1 Asym Plates (N) 1 7,95 2,98 2207

2 - 1,80 2799

STANDAR 2

No Res:1 Asym Plates 1 8,64 3,11 2059

2 - 2,24 2970

STANDAR 5

No Res:1 Asym Plates 1 8,21 4,47 1617 2 - 2,43 2789 SAMPEL OSKADON No Res:1 Asym Plates

1 6,48 4,11 1216

(20)

Perhitungan HETP

L= panjang kolom (cm) N= plate

Diketahui panjang kolom HPLC adalah 15 cm 0.006797 0.005359 0.007285 0.005051 0.007039 0.003789 0.00913 0.004391 0.009276 0.005378 0.012336 0.009855 STANDAR 3

No Res:1 Asym Plates 1 8,52 3,15 2131

(21)

D. Penetapan Kadar Parasetamol dn kafein dalam Sediaan Oskadon Tablet Diketahui : Komposisi tablet Oskadon : Parasetamol : 500 mg

Kafein : 35 mg Bobot tablet : 692,5 mg

Ditimbang setara 100 mg tablet oskadon : 138,5 mg Lalu tablet tersebut dilarutkan dalam 100 ml aqua des.

Berarti dapat diasumsikan dalam 138,5 mg tablet oskadon mengandung 7 mg kafein, sehingga dalam larutan tersebut mengandung kafein dengan konsentrasi 70 ppm.

Dari larutan 70 ppm kemudian diencerkan menjadi 12 ppm (diencerkan 5,83 kalinya)

• Diketahui : Kadar kafein pada etiket = 35 mg

Persamaan regresi linear untuk kafein : y = 0,7657x-0,7431 Luas area mAU*min = y = 35,567

ppm  konsentrasi dalam 12 ppm Konsentrasi Sebelum pengeneran = 47,42 ppm x 5,83

= 276,46 ppm  konsentrasi dalam 70 ppm Kadar kafein

 dalam 1/5 tablet  dalam 1 tablet

(22)

• Diketahui : Kadar Parasetamol pada etiket = 500 mg

Persamaan regresi linear untuk kafein : y = 2,1842x-7,0461 Luas area mAU*min = y = 295,128

ppm  Kadar dalam 12 ppm Konsentrasi Sebelum pengeneran = 138,34 ppm x 5,83

= 806,52 ppm  konsentrasi dalam 70 ppm Kadar Parasetamol  dalam 1/5 tablet  dalam 1 tablet 4.2 Pembahasan

Praktikum kali ini dilakukan analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap sampel campuran kafein dan parasetamol dengan menggunakan instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan suatu metode pemisahan cuplikan diantar dua fase diam dan fase gerak.

Sebelum dilakukan analisa dengan menggunakan instrumen KCKT perlu dilakukan terlebih dahulu optimasi terhadap beberapa aspek yang berpengaruh pada validasi hasil analisis. Optimasi ini mencakup fase gerak, fase diam (jenis kolom), suhu kolom, kecepatan alir, voleme injeksi, dan panjang gelombang. Optimasi dapat dilakukan sendiri ataupun mengetahui dari jurnal/penelitian yang telah dilakukan dengan analit yang sama. Namun,

(23)

pada praktikum ini dilakukan optimasi dari jurnal yang telah dilakukan dengan analit yang sama.

Analisis pada praktikum ini menggunakan fase gerak kalium dihidrogen fosfat, metanol, dan asetonitril dengan perbandingan 90:6:4, fase diam Kolom C-18, suhu kolom 27˚C, Kecepatan alir 0,6 ml/menit, tekanan pompa 5882 psi, dan detektor UV Vis dengan panjang gelombang 216 nm.

Sebelum dilakukan analisis pada sampel, dibuat terlebih dahulu kurva kalibrasi dari beberapa seri konsentrasi larutan standar kafein dan parasetamol. Dari hasil kurva kalibrasi kafein dan parasetamol didapatkan persamaan regresi y=0,7657x-0,7431 dan y= 2,1842x-7,0461 serta linearitas 0,943 dan 0,944. Nilai linearitas yang memenuhi parameter validasi adalah mendekati 1. Dengan demikian kurva kalibrasi tersebut dapat dikatakan kurang linear sehingga seharusnya tidak dapat digunakan untuk analisis.

Analisis dilakukan dengan dua cara yaitu analisis tunggal dan campuran. Dari hasil analisis tunggal, parasetamol memiliki waktu retensi 1,63 menit sedangkan ketika dianalisis campuran bersama dengan kafein, waktu retensi parasetamol bergeser menjadi 1,72 menit. Begitu juga dengan kafein, ketika dianalisis tunggal kafein memiliki waktu retensi 4,34 menit kemudian bergeser menjadi 3,73 menit ketika dianalisis campuran bersama parasetamol. Pergeseran waktu retensi ini dapat diakibatkan oleh berubahnya spektrum analit, berubahnya struktur molekul dari analit yang menyebabkan berubahnya kromofor yang menyerap spektrum UV, atau karena pengaruh lain yang belum dapat dipastikan.

Ada beberapa parameter dari analisis kromatografi yang akan dibahas diantaranya adalah resolusi (daya pisah), faktor asimetri dan efisiensi kolom pada fase gerak kalium dihidrogen fosfat:methanol:asetonitril (90ml:6ml:4ml). Dari data yang didapat, resolusi (daya pisah) dari standar 1, 2, 3, 4, 5, dan sampel adalah 7,95; 8,64; 8,52; 8,51; 8,21; dan 6,48. Data ini membuktikan bahwa kromatogram standar dan sampel memberikan pemisahan puncak yang baik (base line resolution) dikarenakan nilai resolusi yang baik (jika mendekati atau lebih dari 1,5). Sehingga kromatogram standar dan sampel memiliki resolusi yang baik.

Selanjutnya faktor asimetri. Faktor asimetri digunakan untuk mengontrol atau mengkarakterisasi sistem kromatografi. Faktor asimetri biasanya dinyatakan dengan TF (tailing factor) dan nilai TF dinyatakan simetris bila sama dengan (1) Pada kromatogram yang didapat, standar 1, 2, 3, 4, 5 memiliki nilai TF pada puncak PCT dan kafein lebih besar dari nilai 1 sedangkan pada sampel hanya memiliki nilai asimetri pada puncat PCT dan kefein

(24)

tidak. Ini menandakan bahwa puncak PCT dan kafein pada standar 1, 2, 3, 4, 5 dan puncak PCT pada sampel adalah asimetri. Sedangkan puncak kafein pada sampel adalah simetri. Karena pada teorinya harga TF kromatogram yang memberikan harga TF=1 menunjukan kromatogram tersebut bersifat simetris dan jika harga TF >1 menunjukkan kromatogram bersifat asimetris. Puncak asimetri ini muncul disebabkan beberapa factor, yaitu ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar, interaksi yang kuat Antara solute dengan fase diam, dan adanya kontaminan sampel. Peningkatan puncak asimetri ini menyebabkan penurunan resolusi, batas deteksi dan presisi.

Selanjutnya efisiensi kolom yang dinyatakan dalam jumlah lempeng/plate teoritis (N) dan panjang kolom yang sesuai dengan jumlah plate teoristis atau HETP (Height Equivalent to a Theoritical Plate). Kolom yang baik memiliki nilai N yang besar dan HETP yang kecil, hal ini yang menunjukkan efisiensi kolom. Pada analisis ini didapat nilai N masing-masing puncak pada setiap standar dan sampel (lihat tabel hasil) memiliki nilai yang besar dan untuk nilai HETP masing-masing puncak setiap standar dan sampel memiliki nilai yang kecil. Hal ini menunjukkan efisiensi kolom pada system kromatografi ini.

Dari hasil analisis, didapatkan kadar parasetamol dan kafein dalam sediaan tablet oskadon tablet adalah 80,65% dan 394,94%. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV persyaratan kadar untuk tablet parasetamol adalah mengandung parasetamol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dan tablet kafein adalah mengandung kafein tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 102,0%. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa tablet oskadon tersebut tidak memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia IV.

(25)

BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan

• Analisis Kafein dan Parasetamol dengan KCKT menggunakan fase gerak kalium dihidrogen fosfat, metanol, dan asetonitril (90:6:4), fase diam Kolom C-18, suhu kolom 27˚C, Kecepatan alir 0,6 ml/menit, tekanan pompa 5882 psi, dan detektor UV Vis dengan panjang gelombang 216 nm.

• Kromatogram standar dan sampel memberikan pemisahan puncak yang baik (base line resolution) dikarenakan nilai resolusi yang baik.

• Puncak PCT dan kafein pada standar 1, 2, 3, 4, 5 dan puncak PCT pada sampel adalah asimetri. Sedangkan puncak kafein pada sampel adalah simetri.

Sistem kromatografi pada analisis ini memiliki efisiensi kolom.

• Kadar parasetamol dan kafein dalam sediaan tablet oskadon tablet adalah 80,65% dan 394,94%.

• Tablet oskadon tersebut tidak memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia IV.

5.2 Saran

• Perlu dilakukan optimasi lebih lanjut untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih baik.

(26)

DAFTAR PUATAKA :

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Mulja.Muhammad, Suharman,1995, Analisis Instrumental, Airlangga University Press, Surabaya.

Gambar

Gambar 1. Kromatogram tunggal parasetamol
Gambar 2. Kromatogram Tunggal Kafein

Referensi

Dokumen terkait

Fase gerak pada kromatografi fasa terbalik lebih polar dari fase diam, sehingga untuk menghasilkan pemisahan siklamat (polar) yang optimal dilakukan dengan mengatur

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri di antara fase gerak dan fase diam dalam perbandingan

Pemisahan 177Ludari target ytterbium alam dengan kromatografi kolom berisi resin LN sebagai fase diam dan HN03 sebagai fase gerak lebih optimal hasilnya jika dilakukan pemisahan

Pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam dalam perbandingan yang

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri di antara fase gerak dan fase diam dalam perbandingan

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisika-kimia dengan fase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan

Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi memisahkan komponen campuran senyawa kimia terlarut dengan sistem adsorpsi pada fase diam padat atau sistem partisi di antara fase diam cair