• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Penelitian Tb Paru 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proposal Penelitian Tb Paru 2017"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis atau yang sering disebut TB paru adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Permenkes, 2014, 9). Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Sampai saat ini TB masih menjadi masalah kesehatan yang utama diberbagai Negara di dunia. World Health Organitation (WHO) memperkirakan antara tahun 2002-2020 akan ada sekitar satu miliar manusia terinfeksi TBC, jika dihitung pertambahan jumlah pasien TBC, akan bertambah sekitar 2,8-5,6 juta setiap tahun dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun (Anggreini DS. 2011, 4,5). World Health Organitation

(WHO) menyatakan bahwa 1/3 penduduk dunia telah terinfeksi kuman

tuberculosis (Suharyo, 2013, 86). Lagi laporan World Health Organitation

(WHO) 9,6 juta orang sakit karena TB paru, 1,5 juta orang meninggal karena TB

paru (Kemitraan TB, 2016, 4).

Tuberkulosis dapat menyerang siapa saja, dari semua golongan, segala usia, jenis kelamin dan semua status sosial-ekonomi. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun, selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial, seperti stigma bahkan

(2)

dikucilkan oleh masyarakat (Dirjen PP&PL, 2014, 1). Situasi TB di dunia semakin memburuk jumlah kasus TB semakin tidak terkendali dengan banyaknya pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan. Tidak,berlebihan jika dikatakan bahwa bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan tuberculosis (disingkat TBC atau TB) dikatakan sebagai bakteri pembunuh massal (Anggreini DS 2011, 1). Oleh karena itu, perlu kita sadari kembali bahwa TBC adalah penyakit yang sangat perlu mendapat perhatian untuk di tanggulangi, karena bakteri Mycobacterium tuberculosis sangat mudah menular melalui udara pada saat penderita TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. Satu penderita bisa menyebarkan bakteri TBC kepada 10-15 orang dalam satu tahun (Anggreini DS, 2011, 3). Sejak tahun 1995 program Pemberantasan Tuberkulosis paru telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment, Shortcourse Chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO.

Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, Bank dunia mengatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost-effective (Dirjen PP dan PL,2014, 4).

Penanggulangan penyakit Tuberkulosis dengan strategi DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang. Gejala umum TB pada orang dewasa adalah batuk yang terus menerus dan berdahak selama dua minggu atau lebih bila tidak diobati maka setelah lima tahun sebagian besar (50%) pasien akan meninggal (Dirjen PP dan PL,2012, 1)

Di Indonesia salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah masih banyaknya kasus TB yang hilang atau tidak terlaporkan ke program. Pada tahun

(3)

2012 diperkirakan ada sekitar 130.000 kasus TB yang ada tetapi belum terlaporkan (Dirjen PP dan PL, 2014, 7).

Diperkirakan setiap tahun terjadi kasus baru TBC, dengan sekitar 1/3 penderita di temukan di puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit atau klinik pemerintah dan swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan (Anggreini DS, 2011, 2).

Menurut laporan WHO tahun 2013, Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberculosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus (Suharyo, 2013, 86). Berdasarkan hasil survey Tuberkulosis Global (2013), yang dirirlis oleh World Health Organitation (WHO) pada tahun 2015, jumlah penemuan kasus baru TB di Indonesia mencapai 1 juta per tahun. Ini meningkat dari kondisi pada tahun 2014, dengan penemuan 460.000 kasus baru. Kondisi ini menempatkan Indonesia pada Negara terbesar kedua setelah India (Kemitraan TB, 2016, 1).

Sumatera Utara berada di bagian barat wilayah Indonesia, secara administratif Provinsi Suematera Utara memiliki 33 kabupaten/kota. Pada tahun 2010 Provinsi Sumatera utara menempati urutan ketujuh nasional untuk jumlah penderita TB Paru setelah provinsi Gorontalo, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung dan Daerah Khusus Jakarta (Suara Sumut ,media 2011, Feb). Dari Dinkes Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 memperhitungkan sasaran penemuan kasus baru TB paru BTA positif sebesar 22.026 jiwa, cakupan penemuan kasus baru TB paru BTA positif yaitu 16.818 kasus atau 76,35%. Pada tahun 2014 sumatera utara baru mencapai 122/100.000 penduduk. (Prov sumut, DinKes, 2014, 27).

(4)

Salah satu indikator yang diperlukan dalam pengendalianTB paru adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut, kasus TB yang telah ditemukan akan mendapatkan pengobatan selam enam bulan, hasil pengobatan tetap perlu diperhatikan yaitu berapa pasien dengan pengobatan lengkap, meninggal, gagal, putus berobat (lost

to follow up).

Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan daerah tingkat dua yang berada di Provinsi Sumatera Utara, dilihat dari posisi geografis dari Kabupaten Tapanuli Tengah sangat potensial menjadi tempat berkembangnya penyakit menular termasuk juga penyakit TB Paru. Hal ini dikarenakan Kabupaten ini berada di jalur Lintas Sumatera yang sangat tinggi mobilitas penduduknya, sehingga masuk dan keluarnya penyakit tidak terdeteksi dengan baik. Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2015 adalah sekitar 350.017 orang (www.BPS, 2016).

Angka Case Detection Rate (CDR) atau penemuan kasus BTA + di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2015 adalah sebanyak 949 orang dan pada tahun 2016 sebanyak 540 orang (Dinkes Tapanuli Tengah, 2016, lamp, 7 ).

Dalam dua tahun terakhir angka kejadian TB paru selalu ada, hal ini membuktikan bahwa kasus TB Paru di Kabupaten Tapanuli Tengah harus diwaspadai. Kecamatan Tapian Nauli sebagai wilayah kerja Puskesmas Poriaha merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah. Kecamatan Tapian Nauli memiliki delapan desa dan satu kelurahan.

(5)

Menurut data Puskesmas Poriaha, penyakit TB paru menduduki urutan ke delapan dari 10 penyakit terbesar pada tahun 2016 (Profil, Puskesmas, 2016, 44). Meskipun menduduki urutan ke delapan bila dibandingkan dengan penyakit-penyakit yang ada penyakit-penyakit TB Paru ini merupakan penyakit-penyakit menular yang dapat menyebar dengan cepat, menyebabkan kegawat daruratan bahkan kematian.

Menurut keterangan dari petugas pengelola TB paru Puskesmas Poriaha pada tahun 2015 jumlah pasien penyakit TB paru BTA + sebanyak 21 pasien , 21 pasien dinyatakan tahap pengobatan dan tidak ada konfirmasi atau evaluasi sehingga tingkat kesembuhannya tidak dapat diketahui karena para pasien ini tidak melakukan pemeriksaan sputum pada tahap akhir , sedangkan suspek TB paru yang ada pada tahun tersebut mencapai 39 orang.

Pada tahun 2016 kasus kejadian penyakit TB paru juga tetap ada sebanyak 37 pasien TB paru BTA+ diobati, keseluruhan pasien ini tidak diketahui kesembuhannya karena tidak satupun pasien ini memeriksakan sputum pada tahap akhir pengobatan, sehingga tidak diketahui tingkat kesembuhan si pasien tersebut. Sedangkan untuk suspek TB paru tahun 2016 mencapai 144 orang.

Hal ini perlu mendapat perhatian karena ada kemungkinan pasien ini menjadi carier, kambuh dan bisa menularkan ke orang lainnya. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian yaitu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Poriaha.terhadap

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan pasien TB paru di wilayah kerja Puskesmas Poriaha Tahun 2017

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan pasien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Poriaha Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus yakni :

1. Untuk mengetahui faktor pengetahuan dari pasien TB paru terhadap kesembuhan.

2. Untuk mengetahui faktor penghasilan keluarga pasien TB paru terhadap kesembuhan.

3. Mengetahui faktor persepsi dari pasien TB paru terhadap kesembuhan. 4. Untuk mengetahui faktor yang paling berhubungan terhadap kesembuhan

pasien TB paru 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Teoritis

1. Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang program penanggulangan TB paru

2. Bagi Pendidikan STIKes Nauli Husada sebagai bahan bacaan mengenai penyakit TB Paru untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang penyakit TB paru, dan juga sebagai referensi bagi peneliti berikutnya.

(7)

3. Bagi Puskesmas untuk sebagai informasi distribusi pasien TB paru di wilayah kerja Puskesmas Poriaha.

1.4.2. Praktik

1. Bagi peneliti sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat

2. Bagi Puskesmas sebagai bahan masukan untuk program-program penanggulangan penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Poriaha.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru 2.1.1. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis(Permenkes No 5, 2014, 9). Penularan penyakit tuberkulosis paru adalah melalui udara yang tercemar oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang ditularkan oleh penderita TBC saat batuk, bersin, bahkan berbicara ke orang lain melalui nuclei

(8)

droplet, sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( Anggreini DS,2011. 20).

2.1.2. Kuman Tuberkulosis

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant tertidur lama selama beberapa tahun.

2.1.3. Cara Penularan

Penyakit TB Paru dapat menyebar dari kuman yang berterbangan di udara dan ada juga yang jatuh pada lantai sehingga dapat terhirup, baik kuman atau basil TB Paru akan bersarang dan berkembang biak. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui system peredaran darah, system saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi penderita TB Paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS (Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2011, 1). Tetapi

(9)

tidak semua orang yang dimasuki basil TB Paru pasti sakit TB paru karena daya tahan tubuh yang baik memungkinkan terhindar dari sakit TB paru. Daya tahan tubuh yang kuat dapat terbentuk jika gizi makanan, gerak badan dan istrahat yang cukup. Atau sejak bayi semua anak harus diberi imunisasi BCG yang berfungsi untuk mencegah tertular TB Paru.

2.1.4. Gejala dan tanda TB Paru

Departemen kesehatan menyebutkan gejala dan tanda penyakit TB Paru BTA positif adalah :

a. Gejala umum

Nyeri dada, batuk lebih dari tiga minggu. b. Gejala lain

Batuk bercampur darah, keringat malam, demam lebih dari sebulan, sesak nafas, nafsu makan kurang dan berat badan menurun.

2.1.5. Diagnosis

Seseorang ditetapkan sebagai penderita TB Paru apabila melakukan serangkaian pemeriksaan sebagai berikut :

a. Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan cara yang paling dapat diandalkan dan diupayakan memiliki tiga buah spesimen untuk pemeriksaan . Pemeriksaan dilakukan dengan cara sewaktu, pagi, sewaktu (SPS).

(10)

datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang suspect membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua. o P (pagi) : Dahak dikumpulkan di rumah pada hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.

o S (Sewaktu) : Dahak dikumpulkan di unit pelayanan kesehata pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

b. Foto Rontgen, pemeriksaan rontgen diperlukan bila pasien yang memiliki masalah-masalah, seperti hanya satu dari tiga specimen yang positif, dan lain-lain.

c. Tes Tuberculin, tes ini kurang dapat diandalkan dalam menegakkan diagnosis di negara miskin karena gizi buruk, dan penyakit lain seperti infeksi HIV atau TB Paru yang sangat parah, karena dapat menghasilkan tes yang lemah meskipun pasien dewasa atau anak berpenyakit TB Paru aktif. Tes pada anak dapat berubah karena BCG.

2.1.6. Klasifikasi penyakit

Pada penyakit TB Paru dapat diklasifikasikan menjadi TB Paru dan TB ekstra paru. TB Ekstra Paru merupakan bentuk penyakit TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limfe persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak TBC paru dibagi dalam :

(11)

1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif.

a. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TBC paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas dan atau keadaan umum penderita buruk.

b. Tuberkulosis Ekstra Paru 1. TBC ekstra paru ringan 2. TBC ekstra paru berat.

Untuk tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ada beberapa tipe yaitu :

1) Kasus Baru

Adalah pasien belum pernah berobat atau pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang empat minggu (kurang dari satu bulan)

2) Kasus Kambuh (Relaps)

Adalah pasien penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan

(12)

sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

3) Kasus setelah putus berobat (Default)

Adalah pasien yang telah berobat paling kurang satu bulan dan putus berobat paling kurang dua bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat, umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

4) Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah Pasien BTA positif yang masih tetap positif pada akhir bulan kelima ( satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut dengan membawa surat rujukan.

6) Kasus lain

Adalah termasuk kasus kronik yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori dua.

2.1.7. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis a. Infeksi Primer

(13)

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh.

b. Tuberkulosis Pasca Primer

Tuberculosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi. Ciri khas dari tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas (rongga) atau efusi pleura (lewatnya gas pada selaput paru).

2.1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit

TB paru merupakan salah satu penyakit menular yang saat ini masih diadapi oleh pemerintah dalam programnya. Pengetahuan tentang keempat faktor penting pada berbagai penyakit seperti portal of exit, survival,transmisi, portal of entry, dalam terjadinya wabah dapat digunakan untuk pencegahan.

a. Portal of Exit (Jalan keluar kuman)

Apabila penyakit menyerang saluran pernafasan seperti halnya pertusis, influenza, Pneumonia, dan Tuberkulosis, maka portal of exitnya juga saluran pernafasan. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,

(14)

makin menularkan. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

b. Daya Tahan Hidup (Survival/Variability) agent

Kuman TBCcepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant tertidur lama selama beberapa tahun.

c. Media Transmisi

Media transmisi adalah media yang membawa atau menyebarkan agent penyakit. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.

d. Portal of Entry

Portal of entry adalah tempat atau pintu masuk agent ke dalam host, yang dapat terjadi secara oral, inhalasi, dermal, intra venus, intra muskuler, intra kutan, lewat luka, mata dan lain-lain. Orang dapat terinfeksi kalau droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan . Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

1.1.9. Pengobatan Tuberkulosis

Tujuan pengobatan tuberkulosis paru adalah :

(15)

b. Mencegah kematian c. Mencegah kekambuhan

d. Menurunkan tingkat penularan

Sedangkan jenis dan dosis OAT adalah: 1. Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bekterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.

2. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid.

3. Pirasinamid (Z)

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.

4. Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB.

5. Etambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik,

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman termasuk kuman persister dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan) Kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal

(16)

obat (resistan). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) ole seorang Pengawas Minum Obat (PMO). Pengobatan TBC diberikan dalam dua tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.

1. Tahap Intensif/Awal

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pngobatan intensif.

2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu lebih lama.

2.2.0. Panduan OAT di Indonesia

WHO dan IUATLD (International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan panduan OAT standar yaitu : a. Kategori 1

Obat diberikan setiap hari selama dua bulan yang terdiri dari H, R, Z, E (2HRZE) pada tahap intensif yang kemudian diberikan tiga kali

(17)

dalam seminggu selama empat bulan yang terdiri dari H dan R (4H3R3) pada tahap lanjutan. 2HRZE/4H3R3 untuk :

- Penderita baru TBC paru

BTA positif

- Penderita TBC paru BTA negatif rontgen positif yang lagi sakit berat.

3. Penderita TBC ekstra paru berat b. Kategori 2

2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Tahap intensif selama 3 bulan yang terdiri dari dua bulan dengan HRZES (2HRZES) dan satu bulan HRZE (HRZE) kemudia dilanjutkan dengan tahap lanjutan lima bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu (5H3R3E3). Obat ini diberikan untuk :

- Penderita kambuh

(Relaps)

- Penderita gagal (Failure)

- Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default). \

c. Kategori 3

2HRZ/4H3R3Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama dua bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari

(18)

HR selama empat bulan diberikan tiga kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :

1. Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan.

2. Penderita ekstra paru ringan yaitu, TBC kelenjar linfe

(limfedenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang

(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. d. OAT Sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori satu atau pendeerita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori dua, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HR2E) setiap hari selama sebulan (Pedoman

Nasional Pengendalian Tuberkulosis. 2011, 25).

2.2.1 Kesembuhan

Kesembuhan adalah perihal menjadi sehat atau pulih kembali dari penyakit yang diderita.

2.2.2 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over

behavior). Pengetahuan responden dianggap baik jika responden mendapat

(19)

mendapat nilai 60–80, dan pengetahuan responden dianggap kurang jika mendapat nilai 60 kebawah.

Menurut Umar Acmadi (2014) Pengetahuan yang tercakup dalam dominan kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprenhension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus buang air besar di jamban.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikkan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat digunakan rumus statistik dalam

(20)

perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalaam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemaampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu sttruktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisasi ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu meteri atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara keluarga yang berperilaku hidup bersih dan sehat dengan keluarga yang tidak berperilaku hidup bersih dan sehat. 2.2.3. Penghasilan

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diteriama atau diperoleh dalam jenjang waktu tertentu yang dapat digunakan

(21)

untuk kebutuhan sehari-hari atau konsumsi dan dapat menambah kekayaan, baik yang diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dalam bentuk apapun.

Bila ditinjau dari faktor sosial ekonomi, maka penghasilan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai pencegahan dan kesembuhan pasien TB paru. Kemampuan anggaran rumah tangga juga mempengaruhi kecepatan untuk meminta pertolongan apabila anggota keluarga sakit.

Bahwa tingkat penghasilan berkaitan dengan kemiskinan yang akan berpengaruh pada status kesehatan masyarakat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi antara lain: jenis pekerjaan, pendidikan formal kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan lain-lain.

Berdasarkan surat keputusan Bupati Tapanuli Tengah bahwasanya UMK untuk Kabupaten Tapanuli Tengah per Januari 2017 adalah sebesar Rp.2.057.000 Macam-macam penghasilan adalah sebagai berikut :

1. Penghasilan dari pekerjaan

Penghasilan ini didapatkan dari hubungan kerja dengan pekerjaan baik dalam bentuk gaji, upah, honorarium, dan lain sebagainya.

2. Penghasilan dari modal

Yang berupa harta bergerak dan harta tak bergerak seperti deviden, bunga, royalti sewa keuntungan penjualan harta dan hak yang tidak digunakan sebagai usaha dan lain sebagainya.

3. Penghasilan dari usaha dan kegiatan lainnya berdasarkan surat keputusan.

2.2.4. Persepsi

Berikut ini adalah beberapa defenisi tentang persepsi dari pendapat ahli antara lain :

1. Persepsi dapat didefenisikan sebagai cara organisme memberi makna. (Wenburg R. John & Wilmot. W. William).

(22)

2. Persepsi adalah proses menafsirkan informasi indrawi ( Ferderber. F. Rudolph).

3. Persepsi adalah interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representative

objek eksternal.

4. Pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana (J. Cohen).

Persepsi mencakup penginderaan (sensasi) melalui alat/ panca indra (mata, telinga, hidung, kulit, dan lidah, atensi dan interpretasi.

Ada dua jenis persepsi yaitu : 1. Persepsi lingkungan fisik

Yaitu : melalui lambang-lambang fisik.

2. Persepsi sosial atau persepsi terhadap manusia.

Yaitu : menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (seperti perasaan, motif, harapan, keyakinan dan sebagainya).

Berdasarkan Prinsip-prinsip, persepsi sosial dibagi menjadi 4 (empat) yakni :

1. Persepsi berdasarkan pengalaman 2. Persepsi berdasarkan selektif 3. Persepsi bersifat dugaan 4. Persepsi bersifat evaluatif

1.2. Kerangka konsep

2.3.1. Gambar Kerangka Konsep penelitian

(23)

Keterangan

 Variabel yang diteliti

Dari kerangka di atas menunjukan bahwa kesembuhan pasien TB paru dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : pengetahuan, penghasilan, persepsi.

2.4. Hipotesis Penelitian

1. Karakteristik faktor Pengetahuan

Hipotesis penelitian : Ada hubungan antara pengetahuan pasien terhadap kesembuhan.

Hipotesa nol (Ho) : Tidak ada hubungan antara pengetahuan pasien terhadap kesembuhan.

Hipotesa alternative (Ha) : Ada hubungan antara pengetahuan pasien terhadap kesembuhan.

2. Karakteristik faktor Penghasilan

Hipotesa penelitian : Ada hubungan antara penghasilan pasien terhadap kesembuhan.

Faktor- Faktor Yang

Mempengaruhi Kesembuhan Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Poriaha 1. Pengetahuan 2. Penghasilan 3. Persepsi Kesembuhan Pasien TB Paru

(24)

Hipotesa nol (Ho) : Tidak ada hubungan antara penghasilan pasien terhadap kesembuhan.

Hipotesa alternatif (Ha) : Ada hubungan antara penghasilan pasien terhadap kesembuhan.

3. Karakteristik faktor persepsi

Hipotesa penelitian : Ada hubungan antara faktor persepsi terhadap kesembuhan.

Hipotesa nol (Ho) : Tidak ada hubungan antara faktor persepsi terhadap kesembuhan.

Hipotesa alternatif (Ha) : Ada hubungan antara faktor persepsi terhadap kesembuhan.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

(25)

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yaitu menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan pasien TB paru di wilayah kerja Puskesmas Poriaha Tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Poriaha Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah pada bulan April hingga Juni 2017, dengan alasan :

1. Banyak kasus tb paru di Puskesmas Poriaha, yaitu 37 kasus 2. Tersediamya sampel yang mencukupi

3. Belum pernah dilakukan penelitian terkait 4. Dekat dengan domisili penulis

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB Paru yaitu sebanyak 37 orang sebagai pasien Puskesmas Poriaha dari tahun 2016 sampai Mei 2017.

3.3.2. Sampel

Untuk pemilihan sampel pada penelitian ini mengacu kepada Non

Probability Sampling jenis Consecutive Sampling yaitu semua subyek dimasukkan

dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Maka dengan itu seluruh populasi dijadikan menjadi sampel sebanyak 37 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diambil dengan cara wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner dan melakukan langsung kerumah-rumah.

(26)

Data diambil dari laporan yang ada di instansi yang terkait, yaitu data dari Puskesmas Poriaha tentang jumlah penderita tb paru.

3.4.3 Instrumen Penelitian

Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang akan dibagikan langsung kepada pasien TB paru yang ada di wilayah kerja Puskesmas Poriaha.

3.5 Definisi Operasional Variabel a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang penyakit tb paru mencakup pengertian, penyebab, tanda dan gejala, penularan, diagnosis, pengobatan, faktor-faktor yang mempengaruhi, klasifikasi penyakit dan riwayat terjadinya tb paru.

b. Penghasilan

Penghasilan adalah besarnya pendapatan keluarga (suami dan istri) dalam satuan rupiah per bulan.

c. Persepsi

Persepsi adalah penilaian responden terhadap penyakit tb paru yang dideritanya apakah sudah sembuh atau tidak

d. Kesembuhan

Kesembuhan pasien .

adalah perihal menjadi sehat atau pulih kembali dari penyakit tb paru yang diderita.

2.3. Aspek pengukuran

No Variabel Alat ukur Hasil skala

1 pengetahuan Quisioner sebanyak 15 pertanyaan

Baik: skor 8 sampai dengan 15. Kurang baik: Skor 0 sampai dengan 7

ordinal

2 penghasilan quisioner Menengah:

penghasilan keluarga > 2.057.000

Rendah: penghasilan keluarga < 2.057.000

Ordinal

(27)

dengan 6.

Kurang baik skor 0 sampai dengan 3

4 Kesembuhan Pemeriksaan

laboratorium

Sembuh: BTA negatif. Tidak sembuh BTA Positif.

Ordinal

2.4. Teknik Analisa Data

Sebelum data dianalisis maka dilakukan pengolahan data dengan langkah- langkah sebagai berikut

1. Editing data (Penyuntingan Data)

Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui kuesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau ternyata masih ada data atau infomasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka kusioner tersebut dikeluarkan (droup out).

2. Coding

Coding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari responden ke dalam kategori yang telah ditetapkan. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberikan tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

3. Entry data (Memasukkan Data)

Yakni mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

4. Tabulating

Yakni membuat table-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti.

Analisa data merupakan langkah selanjutnya dari data mentah untuk memperoleh makna yang bermanfaat bagi pemecahan masalah peneelitian. Dalam tahap ini data diolah dan dianalisis dengan teknik-teknik tertentu. Dalam pengolahan ini mencakup tabulasi data dan perhitungan-perhitungan statistic, bila diperlukan uji statistik. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(28)

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap-tiap variable. Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan, penghasilan, motivasi, kesembuhan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Poriaha tahun 2017. 2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variable, yaitu variable independen terhadap variable dependen. Kegunaan analisis bivariat untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara dua variable (Notoatmojo,2011).Analisis bivariat dilakukan terhadap variable independen terhadap variabel dependen. Analisis bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji Chi Square (X²) yaitu uji dua kata kategori. Untuk mengetahui hasil kemaknaaan perhitungan statistic,dalam penelitian digunakan batas kemaknaan 5%. Dengan demikian nilai p < 0,005, maka hasil perhitungan statistik bermakna (Notoatmojo,2012). Dalam hal ini analisis bivarat untuk membuktikaan apakah ada hubungan pengetahuan, penghasilan , motivasi dengan kesembuhan pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Poriaha. Kriteria penarikan kesimpulan:

a. H₁ diterima atau H₀ ditolak : jika nilai X² hitung (Pearson Chi Square) lebih besar dari dari nilai X² tabel pada taraf signifikansi 0,05. Artinya ada hubungan antara variebel independen terhadap variabel dependen. b. H₁ ditolak atau H₀ diterima : jika nilai X² hitung (Pearson Chi Square)

lebih kecil dari nilai X² tabel pada taraf signifikansi 0,05. Artinya tidak ada hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen. 3. Analisa Multivariat

Analisis multivariat adalah untuk melihat pengaruh beberapa variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel kesembuhan pasien sehingga

(29)

diketahui variabel bebas yang paling dominan pengaruhnya terhadap keesembuhan pasien dengan menggunakan regresi linier berganda.

(30)

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMEPENGARUHI KESEMBUHAN PASIEN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PORIAHA,

KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2017

Oleh :

Armadun Nahampun NIM. 2015.13.004

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAULI HUSADA PRODI S1 KESEHATAN KESEHATAN MASYARAKAT

SIBOLGA 2017

(31)

Proposal Penelitian Dengan Judul :

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMBUHAN PASIEN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PORIAHA, KABUPATEN

TAPANULI TENGAH TAHUN 2017

Yang dipersiapkan dan diseminarkan oleh :

Armadun Nahampun NIM. 2015.13.004

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan dihadapan peserta seminar Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Oleh :

Dosen Pembimbing Skripsi

Dra. Meiyati Simatupang, SST, M.Kes

`

(32)

LEMBAR PERSETUJUAN... i DAFTAR ISI... ii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan masalah... 6 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Tuberkulosis Paru... 8

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis... 8

2.1.2 Kuman Tuberkulosis... 8

2.1.3 Cara Penularan... 8

2.1.4 Gejala dan tanda TB paru... 9

2.1.5 Diagnosis... 10

2.1.6 Klasifiasi penyakit………. 11

2.1.7 Riwayat terjadinya tuberculosis………. 13

2.1.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit. 13 2.1.9 Pengobatan tuberculosis... 15

2.2.0 Panduan OAT di Indonesia... 17

2.2.1 Kesembuhan... 18

2.2.2 Pengetahuan... 18

2.2.3 Penghasilan... 21

2.2 Kerangka Konsep... 23

2.3. Hipotesis Penelitian... 23

BAB III. METODE PENELITIAN... 25

3.1 Jenis Penelitian... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 25

3.3 Populasi dan Sampel... 25

3.3.1 Populasi... 25

3.3.2 Sampel... 25

3.4 Metode pengumpulan data... 27

3.4.1 Data Primer... 27

3.4.2 Data Sekunder... 27

3.4.3 Instrumen penelitian... 27

3.5 Defenisi Operasional... 27

3.6 Aspek Pengukuran... 29

3.7 Teknik analisa data... 29 LAMPIRAN :

(33)
(34)

KUESIONER TENTANG PENGETAHUAN, PENGHASILAN

DAN PERSEPSI PASIEN TB PARU MENGENAI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMBUHAN PASIEN

TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PORIAHA

KABUPATEN TAPANULI TENGAH

Nomor Responden :

Desa :

A.DATA TENTANG KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nama Responden :

4. Berapa penghasilan bapak/ibu dalam satu bulan, dihitung dengan uang? a. Rendah < Rp.2.057.000

b. Tinggi > Rp.2.057.000

B. PERTANYAAN

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT TB PARU 1. Apakah pengertian dari penyakit TBC/ TB paru?

a. Penyakit keturunan b. Penyakit guna-guna c. Penyakit infeksi menular d. penyakit keracunan

2. Kuman apakah penyebab penyakit TBC ? a.Bakteri mycobacterium tuberkulosis b. kuman E Coli

(35)

d. Virus daengue

3. Bagaimanakah penularan penyakit TBC paru? a. Batuk dan percikan dahak penderita TB b. Melalui darah penderita TB

c. Melalui sentuhan penderita TB d. Melalui air mata penderita TB

4. Bagaimanakah salah satu gejala atau tanda penyakit TBC paru? a. Batuk bercampur darah, berat badan menurun

b. Sering lapar-lapar c. sering buang air kecil d. sering ngantuk

5. Dapatkah anak-anak tertular penyakit TBC paru? a. Tidak

b. Belum tentu c. Dapat d. Tidak tahu

6. Jika kita sudah tertular penyakit TBC kemanakah kita berobat? a. Ke dukun

b. Ke Dokter/ Perawat Kesehatan c. Ke tukang urut

d. Tidak perlu berobat

7. Bagaimanakah harusnya sikap seorang yang berpenyakit TBC pada saat batuk?

a. Boleh batuk dengan sembarangan b. Menutup mulut saat batuk

(36)

d. Tidak ada aturannya

8. Dari mana sajakah sumber penularan penyakit TBC paru? a. Dari orang ke orang

b. Dari Tumbuhan tertentu c. Dari hewan peliharaan d. Dari binatang buas

9. Dapatkah disembuhkan penyakit TBC pada anak-anak? a. Tidak dapat

b. Tidak ada penyakit TBC pada anak-anak c. Dapat dengan berobat ke dokter/Puskesmas d. Dapat sembuh dengan sendirinya

10. Dapatkah disembuhkan penyakit TBC pada orang dewasa ? a. Tidak dapat

b. Dapat sembuh dengan sendirinya

c.Dapat sembuh dengan berobat ke dokter/Puskesmas d.Dapat sembuh dengan berobat ke dukun

11. Berapa lama aturan pengobatan penyakit TBC paru ? a. satu tahun

b. Dua tahun c. Tiga tahun d. Enam bulan

12. Apakah kewajiban bagi penderita TBC paru dalam tahap pengobatan ? a. Mengambil obat TBC ke Puskesmas dan tidak memakannya

b. Mengambil obat TBC ke Puskesmas dan memakannya sesuai anjuran

(37)

d. Mengambil obat TBC lalu menjualnya

13. Yang manakah salah satu tujuan pengobatan Tuberkulosis ? a. Mengatur jarak kehamilan

b. Sebagai syarat untuk mendapatkan kartu jaminan kesehatan nasional

c. Menyembuhkan penderita, mencegah kematian d. Agar di sukai masyarakat

14. Bagaimanakah cara mengetahui bahwa penyakit TBC sudah hilang dari tubuh kita ?

a. Dengan dapatnya kita tidur nyenyak b. Dengan dapatnya kita bekerja seperti biasa

c. Dengan cara pemeriksaan dahak ke laboratorium puskesmas d. Dengan bertambahnyaselera makan

15. Bagian tubuh yang manakah yan diserang oleh kuman TBC? a. Jantung

b. Hati c. Persendian d. Paru

Referensi

Dokumen terkait

Air alam yang bersumber dari sungai, laut, maupun dari sumur yang mengandung kandungan bermacam-macam kotoran yang merupakan senyawa kimia yang dapat menimbulkan beberapa

Untuk membuat Modul ini penulis membuat struktur navigasi dan storyboard dengan menggunakan Macromedia Flash MX 2004 serta komponen-komponen lainnya yang mendukung proses

Faktor ketidak berhasilan ini disebabkan karena kurangnya komitmen dan kepatuhan direktur rumah sakit serta jajarannya yang kurang aktif melibatkan diri dalam

tanggal debet, kredit tanggal, jumlah, status tanggal, jumlah, tipe, penggunaan data rekening data relasi data relasi 19 Rekening 20 Relasi data rekening data relasi

Hasil penelitian menunjukkan secara simultaan (bersama-sama) menunjukkan perbedaan Keamanan Kerja sebesar 30,0%, Kesehatan Kerja sebesar 43% dibandingkan

Pada soal tingkat kedua (alasan jawaban) sebagian siswa menjawab salah yaitu difusi merupakan perpindahan zat terlarut dari daerah yang memiliki konsentrasi tinggi ke