• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat TB HIV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat TB HIV"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul “Pengaruh Olahraga Terhadap Kesehatan” ini dapat diselesaikan.Referat ini disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Penyakit Dalam di RSUD Dr.Slamet Garut. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya referat ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Yanti Widamayanti, SpPD, selaku dokter pembimbing penulisan referat. 2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Penyakit Dalam RSUD Dr.Slamet

Garut.

3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut. Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.

Garut, September 2016

(2)

BAB I PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PADA HIV

Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan pada tahun 1987 di Bali. Akan tetapi, penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV/AIDS yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada para pengguna narkotik suntikan (IDU/Injecting Drug User). Infeksi HIV pada kelompok pengguna narkoba suntik adalah sekitar 50-78%. Pada tahun 2000 terjadi peningkatan epidemi HIV secara nyata melalui pekerja seks. Pada tahun 2002, hampir semua propinsi di Indonesia telah melaporkan infeksi HIV11.

Antara TB dan HIV mempunyai hubungan yang kuat karena dengan infeksi HIV maka angka penyakit TB mengalami peningkatan lagi. Tuberkulosis paru merupakan infeksi oportunistik yang paling sering terjadi pada penderita HIV. Infeksi HIV merupakan faktor resiko untuk berkembangnya TB melalui mekanisme berupa reaktivasi infeksi laten, progresiviti yang cepat pada infeksi primer atau reinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis).2,3

Tampilan klinis infeksi oportunistik pada pasien HIV dapat berupa demam akut 56,2%, penurunan berat badan 39,4%, batuk 38,8%, sesak napas 27,2%, diare kronik 22,8%, demam lama 19,7%, dan penurunan kesadaran/ensefalitis 15,3 % 4.

Sebanyak 24% - 45% kasus TB pada infeksi HIV asimptomatik menjadi 70 % pada pasien dengan AIDS, bentuk terbanyak adalah TB ekstrapulmoner termasuk limfadenitis, bakteremia, penyakit sistem saraf pusat (tuberkuloma, meningitis TB). Tingginya angka kejadian TB pada penderita HIV dengan uji tuberkulin positif dan berpotensi terjadi TB aktif maka perlu diadakan strategi terapi pencegahan TB yang optimal dan sebaiknya mendapat prioriti tinggi pada pasien HIV.4

Menurut data dari WHO tahun 2008, TB merupakan penyebab utama kematian terkait HIV di seluruh Dunia. Di beberapa negara dengan prevalensi HIV yang lebih tinggi, hingga 80% dari orang uji TB positif HIV. Sekitar 30% dari orang yang terinfeksi HIV diperkirakan

(3)

memiliki infeksi laten TB. Pada tahun 2008, ada sebuah perkiraan 1,4 juta kasus baru TB di antara orang dengan infeksi HIV dan TB menyumbang 23% dari kematian terkait AIDS.5

Jumlah kepadatan yang tinggi, rendahnya akses ke tempat kesehatan, dan populasi beresiko tinggi di antara para tahanan berperan dalam peningkatan infeksi TB dan HIV di antara penghuni penjara. Dr. Fabienne Hariga dari UN Office on Drugs and Crime dan Dr. Alasdair Reid dari UNAIDS menyoroti suramnya statistik kesehatan untuk orang-orang di balik jeruji besi. Menurut Hariga, beberapa penjara memiliki sampai 65% populasi orang yang terinfeksi HIV. DCS statistik melaporkan bahwa terjadi peningkatan sebanyak 700% untuk penderita HIV di penjara sejak tahun 1995 5,6.

(4)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

I. HIV

A. DEFINISI HIV

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. Virus ini menyerang organ- organ kekebalan tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T4 CD4+ secara langsun dan tidak langsung, sel t4 CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. 6

HIV merupakan retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Satu kali terinfeksi oleh retrovirus, maka infeksi ini akan bersifat permanen, seumur hidup.6

Dua jenis HIV yang secara genetiknya berbeda tetapi sama dari antigennya berhubungan yaitu HIV-1 dan HIV-2 diisolasi dari penderita AIDS. HIV- 1 lebih banyak dijumpai pada penderita AIDS di Amerika Serikat, Eropah, dan Afrika

Tengah, manakala HIV-2 lebih banyak dijumpai di Afrika Barat (Kumar et al., 2007). HIV-1 lebih mudah ditransmisi berbanding HIV-2. Periode antara infeksi pertama kali dengan timbul gejala penyakit dalah lebih lama dan penyakitnya lebih ringan pada infeksi HIV-2 6.

B. DEFINISI AIDS

AIDS merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome. Syndrome berarti kumpulan gejala dan tanda penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. 5,6

AIDS merupakan suatu sindroma yang amat serius, dan ditandai oleh adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh penderitanya. Dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kkebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.6

C. EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2005, jumlah ODHA di seluruh dunia diperkirakan sekitar 40,3 juta orang dan yang terinfeksi HIV sebesar 4,9 juta orang. Jumlah ini terus bertambah dengan kecepatan 15.000 pasien per hari. Jumlah pasien di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara sendiri diperkirakan berjumlah sekitar 7,4 juta pada tahun 2005. (1,6,7,8,9)

(5)

Menurut catatan Departemen Kesehatan, pada tahun 2005 terdapat 4.186 kasus AIDS. dengan 305 di antaranya berasal dari Jawa Barat. Saat ini, dilaporkan adanya pertambahan kasus baru setiap 2 jam, dan setiap hari minimal 1 pasien meninggal karena AIDS di Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan di Rumah Tahanan. Dan di setiap propinsi ditemukan adanya ibu hamil dengan HIV dan anak yang HIV atau AIDS.(1,6,7,8,9)

D. TRANSMISI HIV/AIDS

Transmisi HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada penggunaan narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS dapat diketahui, misalnya penguna narkotika, pelerja seks komersial dan pelanggannya, serta narapidana.

a. Transmisi seksual

Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak seksual b. Transmisi vertikal

Transmisi dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak selama mengandung, persalinan, dan menyusui.

c. Transmisi horizontal

Transmisi dari kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi seperti pemakaian jarum suntik bersama-sama secara bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi organ, hemodialisa, perawatan gigi dll.

HIV/AIDS hanya dapat menular melalui empat jenis cairan tubuh, yaitu : darah, sperma, cairan vagina, dan air susu ibu. Sumber infeksi penularan AIDS adalah oran yang mengidap HIV dan penderita AIDS.

(6)

Gambar : pathogenesis virus hiv (7)

HIV adalah retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. Untuk masuk ke dalam sel, virus ini berikatan dengan receptor (CD4) yang ada di permukaan sel. Artinya, virus ini hanya akan menginfeksi sel yang memiliki receptor CD4 pada permukaannya. Karena biasanya yang diserang adalah sel T lymphosit (sel yang berperan dalam sistem imun tubuh), maka sel yang diinfeksi oleh HIV adalah sel T yang mengekspresikan CD4 di permukaannya (CD4+ T cell). 6,8

Setelah berikatan dengan receptor, virus berfusi dengan sel (fusion) dan kemudian melepaskan genomnya ke dalam sel. Di dalam sel, RNA mengalami proses reverse transcription, yaitu proses perubahan RNA menjadi DNA. Proses ini dilakukan oleh enzim reverse transcriptase. Proses sampai step ini hampir sama dengan beberapa virus RNA lainnya. Yang menjadi ciri khas dari retrovirus ini adalah DNA yang terbentuk kemudian bergabung dengan DNA genom dari sel yang diinfeksinya. Proses ini dinamakan integrasi (integration). Proses ini

dilakukan oleh enzim integrase yang dimiliki oleh virus itu sendiri. DNA virus yang terintegrasi ke dalam genom sel dinamakan provirus. 6,8

Dalam kondisi provirus, genom virus akan stabil dan mengalami proses replikasi sebagaimana DNA sel itu sendiri. Akibatnya, setiap DNA sel

menjalankan proses replikasi secara otomatis genom virus akan ikut bereplikasi. Dalam kondisi ini virus bisa memproteksi diri dari serangan sistem imun tubuh

(7)

dan sekaligus memungkinkan manusia terinfeksi virus seumur hidup (a life long infection). (1,8)

Spesifikasi HIV terhadap CD4+ T cell ini membuat virus ini bisa digunakan sebagai vektor untuk pengobatan gen (gene therapy) yang efisien bagi pasien HIV/AIDS. Soalnya, vektor HIV yang membawa gen anti-HIV hanya akan masuk ke dalam sel yang sudah dan akan diinfeksi oleh virus HIV itu sendiri. Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi

mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif. Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian Immunodeficiency Virus ( SIV ). SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa vagina. (1,8)

(8)

GAMBAR: Penyebaran virus ke organ seluruh tubuh.7

Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening

regional. Pada model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah inokulasi. Sel individual di kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat di deteksi dengan hibridisasi in situ dalam 7- 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dideteksi 7-21 hari setelah infeksi . Puncak jumlah sel yang

mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening berhubungan dengan puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus di jaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan di hubungkan sementara dengan

pembentukan respon imun spesifik. Koinsiden dengan menghilangnya viremia adalah peningkatan sel limfosit CD8. Walaupun demikian tidak dapat dikatakan bahwa respon sel limfosit CD8+ menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi HIV. Replikasi HIV berada pada keadaan ‘ steady-state ‘ beberapa bulan setelah infeksi . Kondisi ini bertahan relatif stabil selam beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi. Faktor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu, adalah heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas intrinsik pejamu. 6,8

Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level ‘steady state’. Walaupun antibodi ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus. 6,8

F. MANIFESTASI KLINIS

Gejala infeksi HIV pada awalnya sulit dikenali karena seringkali mirip penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang dalam 6 minggu pertama setelah kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih, sakit sendi, sakit menelan dan

pembengkakan kelenjar getah bening di bawah telinga, ketiak dan selangkangan. Gejala ini biasanya sembuh sendiri dan sampai 4-5 tahun mungkin tidak muncul gejala. 1,6,7,8,9

Pada tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut

(9)

dan pembengkakan di daerah kelenjar getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan secara cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih dari 1 bulan disertai panas badan yang hilang timbul atau terus menerus.

1,6,7,8,9

Tanda-tanda seorang tertular HIV Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun hingga mencapai masa yang disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif. Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan karena tubuh kita membutuhkan waktu sekitar 3 – 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode jendela) . Dalam masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya (walau pun belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan HIV melalui perilaku yang

disebutkan di atas tadi.1,6,7,8,9

Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai pada tahapan AIDS adalah: 1,6,7,8,9

 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat  Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)  Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :

 Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan)  Kelainan kulit dan iritasi (gatal)

 Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan

 Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher, ketiak dan lipatan paha.

Infeksi HIV/AIDS berbahaya, karena telah banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal 

 Gejala muncul setelah 2 - 10 tahun terinfeksi HIV.

(10)

 Setiap orang dapat tertular HIV/AIDS.  Belum ada vaksin dan obat penyembuhnya.

 Perjalanan Penyakit dan Gejala yang Timbul 1,6,7,8,9

 Dalam masa sekitar 3 bulan setelah tertular, tubuh belum membentuk antibodi secara sempurna, sehingga tes darah tidak memperlihatkan bahwa orang tersebut telah tertular HIV. Masa 3 bulan ini sering disebut dengan masa jendela

 Masa tanpa gejala, yaitu waktu (5 - 7 tahun) dimana tes darah sudah menunjukkan adanya anti bodi HIV dalam darah, artinya positif HIV, namun pada masa ini tidak timbul gejala yang menunjukkan orang tersebut menderita AIDS, atau dia tampak sehat.

 Masa dengan gejala, ini sering disebut masa sebagai penderita AIDS. Gejala AIDS sudah timbul dan biasanya penderita dapat bertahan 6 bulan sampai 2 tahun dan kemudian meninggal. Manifestasi klinis utama dari penderita AIDS umumnya meliputi 3 hal yaitu : a. Manifestasi tumor

1. Sarkoma kaposi

Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini sangat jarang menjadi sebab kematian primer.

2. Limfoma ganas

Timbul setelah terjadi sarkoma kaposi dan menyerang saraf serta dapat bertahan kurang lebih 1 tahun.

b. Manifestasi oportunistik 1. Manifestasi pada paru

- Pneumonia pneumocystis (PCP)

Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kerin, sakit bernafas dalam dan demam. - Cytomegalovirus (CMV)

Pada manusia 50% virus ini sebagai komensal pada paru-paru tetapi

menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan 30% penyebab kematian AIDS. - Mycobacterium avilum

Menimbulkan pneumonia difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan

- Mycobacterium tuberculosis

Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi milier dan cepat menyebar ke organ lain di luar paru.

(11)

2.. Manifestasi gastrointestinal

- tidak ada nafsu makan, diare kronis, penurunan berat badan >10% per bulan. c. Manifestasi Neurologis

Sekitar 10% kasus AIDS menunjukkan manifestasi neurologis yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan saraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati, neuropati perifer.

G. TES HIV

Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboraturium untuk memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi pemeriksaan serologik untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi virus HIV. Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan virus, deteksi antigen, dan deteksi materi genetik dalam darah pasien.

Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibodi HIV. Sebagai penyarin biasanya dilakukan teknik ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay).

WHO menganjurkan pemakaian salah satu dari 3 strategi pemeriksaan antibodi terhadap HIV di bawah ini, tergantun pada tujuan penyaringan keadaan populasi dan keadaan pasien.

TABEL 1. STRATEGI PEMERIKSAAN HIV TUJUAN

PEMERIKSAAN

PREVALENSI HIV STRATEGI PEMERIKSAAN - Keamanan tranfusi dan transplantasi surveillance Diagnosis  Segala infeksi HIV/AIDS  Tanpa gejala - Semua prevalensi  > 10%  ≤ 10%  > 30%  ≤ 30%  >10%  ≤ 10% 1 I II I II II III

(12)

Pada keadaan yang memenuhi dilakukannya Strategi 1 hanya dilakukan 1 kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka dianggap sebagao kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan non-reaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagenesis yang dipakai untuk pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (99%).

Strategi II mengunakan 2 kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan hasilnya non reaktif, maka dilaporkan hasil tesnya positif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagenesis denan sensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai reagenesis yang lebih spesifik serta berbeda jenis antien atau tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah non-reaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan ke-2 metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate.

Strategi III menggunakan 3 kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan ketia reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV. Bila pemeriksaan tidak sama hasilnya, misal hasil tes pertama reaktif , kedua reaktif dan ketiga non-reaktif atau pertama reaktif, kedua non reaktif dan ketiga non reaktif, maka keadaan ini disebut equivocal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau beresiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil seperti yan disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan ketiga dipakai sebagai reagenesia yan berbeda asal antigen atau tekniknya, serta memiliki spesifitas yang lebih tinggi.

Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil reaktif, pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV, yang paling sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB).

H. DIAGNOSIS

(13)

Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboraturium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh.

Diagnosis AIDS untuk kepentinan surveilance ditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200/mm3.

- Gejala dan stadium klinis HIV/AIDS

Diagnosis infeksi HIV dan AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO atau CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat apabila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan gejala mior.

I. TATALAKSANA

PENGOBATAN ANTIRETROVIRAL

Berbagai pengobatan telah diterapkan untuk penyembuhan AIDS. Yang banyak dipraktikkan sampai saat ini adalah pengobatan dengan obat kimia

(chemotherapy). Obat-obat ini biasanya adalah inhibitor enzim yang diperlukan untuk replikasi virus, seperti inhibitor reverse transcriptase dan protease.10,11

Zidovudin-lebih dikenal dengan AZT-adalah obat AIDS yang pertama kali digunakan. Obat yang merupakan inhibitor enzim reverse transciptase ini mulai digunakan sejak tahun 1987. Setelah itu dikembangkan inhibitor protease seperti indinavir, ritonavir, dan nelfinavir. Sampai saat ini Food and Drug Administration (FDA) Amerika telah mengizinkan penggunaan sekitar 20 jenis obat-obatan.10,11

Pada umumnya, pemakaian obat-obat ini adalah dengan kombinasi satu sama lainnya karena pemakaian obat tunggal tidak menyembuhkan dan bisa memicu munculnya virus yang resisten terhadap obat tersebut. Pemakaian obat kombinasi menjadi standar pengobatan AIDS saat ini, yang disebut highly active antiretroviral threrapy (HAART). Walaupun demikian, cara ini juga masih belum efektif.10,11

1 LINI PERTAMA 10,11

Nama generikFormulasi Data farmakokinetik Dosis menurut umur. Zinovudin \

(NRTIs)

Semua umur  < 4 minggu: 4 mg/kg/dosis, 2x/hari (profilaksis)

(14)

240 mg/m2/dosis, 2x/hari

 dosis maksimal: >13 tahun, 300 mg/dosis, 2x/hari. Lamivudin

(NRTIs)

Semua umur  < 30 hari< 2 mg/kg/dosis, 2x/hari (profilaksis)  > 30 hari atau <60kg: 4 mg/kg/dosis. 2x/hari.  Dosis maksimal: 150 mg/dosis, 2x/hari. Kombinasi tetap Zinovudin plus Lamivudin

Remaja dan dewasa Dosis maksimal: < 13 tahun atau > 60 kg: 1 tablet/dosis, 2x/hari (tidak untuk berat badan 30 kg)

Nevirapin (NNRTIs)

Semua umur  < 8 tahun: 200 mg/m2

Dua minggu pertama 1x/hari. Selanjutnya 2x/hari.

 > 8 tahun: 120-150 mg/m2,

Dua minggu pertama, 1x/hari Selanjutnya 2x/hari.

Efavirenz (NNRTIs)

Hanya untuk anak >3 tahun dan berat >10 kg  10-15 kg: 200 mg 1x/sehari.  15 - <20 kg: 250 mg 1x/sehari.  20 - <25 kg: 300 mg 1x/hari  25 - <33 kg: 350 mg 1x/hari  33 - <40 kg: 400 mg 1x/hari  Dosis maksimal: > 40 kg: 600 mg 1x/hari Stavudin, d4T (NRTIs)

Semua umur < 30 kg: 1 mg/kg/dosis, 2x/hari

(15)

mg/dosis, 2x/hari Abacavir

(NRTIs)

Umur > 3 bulan  < 16 tahun atau < 37.5 kg: 8 mg/kg.dosis, 2x/hari  Dosis maksimal: >16 tahun

atau > 37.5 kg 300 mg/dosis, 2x/hari Tenofovir disoproxil fumarat (NRTIs)

Diberikan setiap 24 jam. Interaksi obat dengan ddl, tidak lagi dipadukan dengan ddl.

Tenofovir + Emtricitabin

tablet 200 g

2. LINI KEDUA 10,11

Nama generik Formulasi Data Farmakokin \ Etik Dosis Lopinavir/ ritonavir (PI)

Tablet tahan suhu panas, 200 mg Lopinavir + 50 mg ritonavir

6 bulan 400 mg/100 mg setiap 12 jam untuk pasien naïf baik dengan atau tanpa

kombinasi EFV atau NVP.  600 mg/ 150 mg setiap 12

jam bila dikombinasi dengan EFV atau NVP untum pasien yag pernah mendapat terapi ARV  2 minggu- 6 bulan: 16 mg/4 mg/kg BB, 2x/hari  6 bulan – 18 bulan: 10 mg/lgBB/dosis lopinavir Tenofovir disoproxil fumarat (NRTIs)

Tablet: 300 mg Diberikan setiap 24 jam interaksi obat dengan ddl, tidak lagi dipadukan dengan ddl.

(16)

2NRTI + 1NNRTI atau  AZT + 3TC +EFV  AZT + 3TC + NVP

 TDF + 3TC (atau FTC) + EFV  TDF + 3TC (atau FTC) + NVP

Tidak dianjurkan regiman berbasis Protease Inhibitor (PI)

4. REKOMENDASI WAKTU MEMULAI ARV (10)

Target pasien Klinis Rekomendasi

Asimtomatik WHO stadium 1 CD4 < 350

Simtomatik WHO stadium 2 CD4 < 350

WHO stadium 3 atau 4 CD4 berapa pun

TB dan Hepatitis B TB aktif CD4 berapa pun diberikan secepatnya setelah OAT 2 bulan

Ibu hamil WHO stadium apa pun CD4 berapa pun

Pemilihan obat yang berdasarkan pada kondisi pasien diantaranya adalah.

1. Kombinasi awal yang digunakan bagi pasien HIV dengan hasil lab normal adalah AZT+3TC (Duviral) + NVP (Neviral).

2. Bila pasien tersebut sedang dalam pengobatab TB maka yang digunakan adalah EFV. Setelah selesai pengobatan TB maka yang digunakan adalah EFV. Setelah selsai pengobatan TB, EFV diganti dengan NVP.

3. Bila pasien tersebut memiliki Hb<9 maka regimen yang digunakan adalah TDF=3TC. Jika TDF belum tersedia, d4T_3TC selama 6-12 bulan kemudian regimen diganti menjadi AZT+3TC atau TDF+3TC.

4. Lopanavir/ritonavir digunakan sebagai lini kedua.

6. REGIMEN LINI PERTAMA YANG DIREKOMENDASIKAN PADA DEWASA

YANG BELUM PERNAH TERAPI ARV (treatment naive)(10)

Populasi target Pilihan yang

direkomendasika n

Catatan

Dewasa remaja AZT atau TDF + 3TC atau FTC + EFV atau NVP

Piliha regimen yang sesuai untuk mayoritas odha

(17)

gunakan FDC

Perempuan hamil AZT+ 3TC _ EFV atau NVP Tidak boleh menggunakan EFV pada trimester pertaa TDF bisa merupakan pilihan Pada perempuan HIV yang

pernah menjalani regimen PMTCT, lihat rekomendasi dibagian lain Koinfeksi AZT atau TDF + 3TC atau

FTC + EFV

Mulailah terapi ARV secepat mungkin (dalam 8 minggu pertama) setelah mulai terapi TB Gunakan MVP atau triple

NRTI bila EFV tidak dapat digunakan. Koinfeksi HIV/HBV TDF + 3TC atau FTC +

EFV atau NVP

Pertimbangkan screening HBsAg sebelum mulai terapi ARV diperlukan penggunaan 2

terapi ARV yang memiliki

aktivitas anti- HBV

7. TERAPI RETROVIRAL UNTUK POPULASI KHUSUS(10,11)

a. ARV PADA WANITA HAMIL

Terapi arv dimulai pada semua perempuan hamil dengan hiv. Regimen yang digunakan adalah sama dengan regimen terapi antiretroviral dewasa lainnya, yaitu:

 AZT + 3TC + EFV  AZT _ 3TC _ NVP

(18)

 TDF + 3TC (atau FTC) + NVP

Efavirenz sebaiknya tidak diberikan pada kehamilan trimester pertama

b. ARV PADA KOINFEKSI HIV/HBV

Semua individu dengan koinfeksi HIV/HBV yang memerlukan terapi untuk infeksi HBVnya (kepatitis kronik aktif0 terlepas dari jumlah CD4 atau stadium klinis WHO harus memulai terapi ARV. Regimen terapi yang mengandungi aktivitas terhadap HBV, yaitu TDF + 3TC atau FTC digunakan untuk peningkatan respoon VL HBV dan penurunan

perkembangan HBV yang resistensi obat. 10

8. ARV PADA KOINFEKSI HCV

Terapi infeksi hep C pada koinfeksi dengan HIV tidak berbeda dengan

monoinfeksi hep C, yaitu menggunakan kombinasi pegylated interferon alpha dan ribaviri (rbv). Hanya saja pemberian obat ini harganya masih cukup mahal. Terapi untuk hepatitis C ini sebaiknya diberikan pada saat CD4+ sudah tinggi, lebih dari 350 sel/mm3 untuk

mendapatkan respon pengobatan yang lebih baik.10

Regimen ART pada keadaan koinfeksi HIV/HCV seperti biasa, dengan perhatian khusus pada interaksi antara obat ARV dan ribaviri atau interferon sebagai berikut.

1. Ribaviri dan AZT

Kombinasi obat ini dapat menyebabkan anemia sehingga dalam penggunaan keduanya perlu pengawasan ketat.

2. Interferon dan EFV

Kombinasi kedua obat ini dapat menyebabkan depresi berat sehingga dalam penggunaannya perlu pengawasan ketat.

9. ARV UNTUK KOINFEKSI HIV/TUBERKULOSIS

Semua ODHA dengan tbc aktif merupakan indikasi memulai terapi ARV

berapapun jumlah CD4. Terapi tb dooberikan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan terapi ARV sesegera setelahnya (dalam delapan minggu pertama). EFV merupakan NNRTI pilihan pada pasien yang akan memulai terpai ARV selama dalam terapi TB.

Regimen Pilihan

2 NRTI + EFV Lanjutkan dengan 2 NNRTI + EFV 2 NRTI + NVP Ganti NVP ke EFV atau

Ganti ke regimen 3 NRTI atau Lanjutkan dengan 2NNRTI + NVP

(19)

2 NRTI + PI Ganti kea tau lanjutkan (bila sudah mulai )regimen yang berisi LPV/r dengan dosis ganda.

10 GAGAL TERAPI ARV

Kriteria gagal terapi adalah menggunakan 3 kriteria yaitu criteria klinis, imunologis dan virologist. Viral load yang menetap di atas 5000 kopi/ml mengkonfirmasi gagal terapi. Bila pemeriksaan VL tidak tersedia, untuk menentukan gagal terap menggunakan criteria imunologis untuk memastikan gagal klinis. (10,11)

KRITERIA GAGAL TERAPI

Kegagalan Komentar

Gagal klinis Kondisi stadium 4 WHO baru atau berulang

Kondisi harus dibedakan dari SPI

Kondisi WHO stadium 3 tertentu (TB paru, infeksi bacteria berat) dapat merupakan tanda kegagalan pengobatan. Imunologis Penurunan CD4 kembali seperti awal

sebelum pengobatan (atau lebih rendah) atau

Penurunan sebesar 50% dari nilai tertinggi CD4 yang pernah dicapai ketika pengobatan atau Jumlah CD4 tetap < 100 sel/m3

Tanpa infeksi penyerta lain yang

menyebabkan penurunan CD4 sementara.

Virologis Viral load plasma > 5000 kopi/ml Ambang batas viral load optimal untuk mendefinisikan kegagalan virologist belum

(20)

ditentukan VL>5000 kopi/ml berhubungan dengan perkembangan klinis dan penurunan CD4

Alur pemindahan lini pertama ke lini kedua (10,11)

11. REGIMEN TERAPI ARV LINI KEDUA (10,11)

Rekomendasi regimen lini kedua adalah 2NRTI + boosted- PI (Bpi). Regimen lini kedua direkomendasikan dan disediakan secara gratis oleh pemerintah dalah TDF/AZT +

Dicurigai kegagalan klinis atau imunologis

Pemeriksaan viral load

VL > 5000 kopi/ml Penatalaksanaan kepatuhan Pemeriksaan ulang VL VL <5000 kopi/ml VL <5000 kopi/ml Pindah ke lini kedua Jangan pindah ke lini kedua

(21)

3TC + lopinavir/ritonavir (LPV/RTV). Apabila padalini pertama menggunakan d4T atau AZT maka gunakan TDF + (3TC atau FTC) sebagai dasar NRTI pada regimen lini kedua. Apabila pada lini pertama menggunakan TDF makan gunakan AZT + 3TC sebagai dasar NRTI pada regimen lini kedua.

Panduan penggunaan regimen lini-2

Regimen lini 1 Regimen lini 2

Berbasis AZT/d4T AZT/d4T + 3TC + NVP/EFV TDF +3TC/FTC + LPV/r Berbasis TDF TDF + 3TC/FTV + NVP/EFV AZT + 3TC + LPV/r Hepatitis B TDF + 3TC/FTC + NVP/EFV AZT + TDF + 3TC/FTC + LPV/r II. TUBERKULOSIS A. DEFINISI

TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosae. Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosae masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon. 12

B. MORFOLOGI DAN FISIOLOGI KUMAN TB PARU

Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang tipis, agak bengkok, bergranular, berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah

mikroskop. Panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron. Basil tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37°C dengan tingkat pH optimal (pH 6,4-7,0). Untuk membelah dari 1-2 kuman membutuhkan waktu 14-20 jam.12

Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman, asam strearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta Cord factor dan protein terdiri dari tuberkuloprotein (tuberkulin). TB Paru pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh reaktivasi infeksi sebelumnya sedangkan pada anak-anak menunjukkan penularan aktif M. tuberculosis.12

Berdasarkan sifat metabolisme basil, terdapat 4 jenis populasi basil tuberkulosis, yaitu:

(22)

a. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam lesi yang mempunyai pH netral.

b. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam ini yang melindunginya terhadap obat anti-tuberkulosis tertentu.

c. Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan dormant hampir sepanjang waktu. Kuman yang terdapat dalam dinding kavitas ini jarang mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat.

d. Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dormant sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti- tuberkulosis.

C. DETERMINAN TB

1. Umur

Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika dan India menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia. Di Indonesia, dengan angka risk of infection 2%, maka sebagian besar masyarakat pada usia produktif telah tertular. Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa usia produtif (≤ 55 tahun) 0,9 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada usia yang non produktif pada penderita TB Paru12

2. Gizi

Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat

mempermudah terkena penyakit infeksi. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.7 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada status gizi baik pada penderita TB Paru.12

(23)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan mengkonsumsi alkohol dan rokok. Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada wanita pada penderita TB Paru.12

4. Merokok

Merokok sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Di dalam rokok terdapat 45 jenis bahan kimia beracun. Merokok dapat mengiritasi paru-paru yang sakit sehingga mempersulit untuk menormalkan kembali keadaannya.

Pada perokok banyak dijumpai gejala berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan pernapasan. Apabila dilakukan uji fungsi paru-paru maka pada perokok jauh lebih buruk dibandingkan dengan yang bukan perokok.20 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang mempunyai kebiasaan merokok 7,7 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada yang tidak merokok pada penderita TB Paru. 12

5. Kemiskinan

Kemiskinan menghalangi manusia mendapatkan kebutuhan dasar untuk hidup dan mengurangi kemampuannya untuk mengatasi stres dan infeksi. Hal ini dapat dilihat dari perumahan yang terlalu padat atau kondisi kerja yang buruk menyebabkan daya tahan tubuh turun yang memudahkan terjadinya penyakit infeksi. Orang yang hidup dengan kondisi ini juga sering menderita gizi buruk yang memudahkan tuberkulosis berkembang. Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang memiliki pendapatan rendah 7,5 kali lebih sulit sembuh dari pada pendapatan menengah ke atas pada penderita TB Paru.12

6. Penyakit lain

Penyakit lain khususnya penyakit infeksi seperti HIV/AIDS lebih mudah terserang penyakit TB Paru karena penderita mengalami daya tahan tubuh menurun sehingga tidak dapat mengendalikan kuman yang masuk ke dalam

(24)

tubuh. Di beberapa negara di Afrika sub-Sahara 20-70% pasien dengan tuberkulosis menunjukkan HIV positif. 12

D. PATOGENESIS TB

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).

Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3. Menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya

Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. (pdpi)

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus. (pdpi)

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

(25)

• Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

• Meninggal Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer. (pdpi)

E. KLASIFIKASI

1. TUBERKULOSIS PARU

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).

A. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam : 1. Tuberkulosis Paru BTA (+)

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.

2. Tuberkulosis Paru BTA (-)

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.tuberculosis positif

- Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa. B. Berdasarkan Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian). b. Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

i. Infeksi sekunder ii. Infeksi jamur iii. TB paru kambuh

(26)

c. Kasus pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah. d. Kasus lalai berobat Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1

bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

e. Kasus Gagal

- Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).

- Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan.

f. Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

g. Kasus bekas TB

- Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung.

- Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik.

-2. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU

Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu :

A. TB di luar paru ringan

Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

(27)

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

Catatan : ƒ Yang dimaksud dengan TB paru adalah TB pada parenkim paru. Sebab itu TB pada pleura atau TB pada kelenjar hilus tanpa ada kelainan radiologik paru, dianggap sebagai penderita TB di luar paru. ƒ Bila seorang penderita TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk kepentingan pencatatan penderita tersebut harus dicatat sebagai penderita TB paru. ƒ Bila seorang penderita ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

(28)

C. DIAGNOSIS

1. GAMBARAN KLINIK

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya Gejala klinik Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik. 1. Gejala respiratorik - batuk ≥ 3 minggu - batuk darah - sesak napas - nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala

meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2. Gejala sistemik

- Demam

- gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.

Keluhan pada penderita tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi gejala lokal di paru dan keluhan pada seluruh tubuh secara umum.

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuknya ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan

terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari.

(29)

Bila proses destruksi berlanjut, sekret dikeluarkan terus menerus sehingga batuk menjadi lebih dalam dan sangat mengganggu penderita pada waktu siang maupun malam hari. Bila yang terkena trakea dan/atau bronkus, batuk akan terdengar sangat keras, lebih sering atau terdengar berulang-ulang

(paroksismal). Bila laring yang terserang, batuk terdengar sebagai hollow sounding cough, yaitu batuk tanpa

tenaga dan disertai suara serak.

b. Batuk Darah

Darah yang dkeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya

ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas.

Batuk darah pada pemerisaan raadiologis tanpak ada kelainan. Sering kali darah yang dibatukkan pada penyakit tuberkulosis bercampur dahak mengandung basil tahan asam. Batuk darah juga dapat terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh karena robekan jaringan paru atau darah berasal dari bronkiektasis yang merupakan salah satu penyulit tuberkulosis paru. Pada saat seperti ini dahak tidak mengandung basil tahan asam (negatif).

c. Nyeri Dada

Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau tempat-tempat lain).

d. Sesak Napas

Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada paru atau oleh penggumpalan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi TB Paru. Penderita yang sesak napas sering mengalami demam dan berat badan turun.

(30)

Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.

f. Menggigil

Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih erat.

g. Keringat Malam

Keringat malam bukan gejala yang patognomonis untuk penyakit

tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.

h. Gangguan Menstruasi

Hasil penelitian Indra di Kabupaten Purbalingga tahun 2001 dengan menggunakan penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional

menyatakan bahwa status gizi yang tidak normal merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan siklus menstruasi. Status gizi yang buruk menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang

rendah.Oleh sebab itu gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah lanjut.

i. Anoreksia

Anoreksia yaitu tidak selera makan dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif. Rendahnya asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia, menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh.

(31)

j. Lemah Badan

Gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Oleh sebab itu harus dianalisa dengan baik apabila dijumpai perubahan sikap dan tempramen, perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, penderita yang kelihatan neurotik.

2.PEMERIKSAAN JASMANI

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.

3.PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIK

a. Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara: • Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

• Dahak Pagi ( keesokan harinya )

(32)

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.

Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.

Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan penderita, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.

Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

 Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya

 Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak + 1 ml

 Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak

 Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus

 Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil

 Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi  Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal

pengambilan dahak

 Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara

 Mikroskopik  Biakan

(33)

Pemeriksaan mikroskopik :

- Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun Gabbett

- Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening).

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :  2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif 1 kali positif,  2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian bila

 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif  bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif

 Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau IUATLD.

Catatan : Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologik

menunjukkan tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali negatif tidak perlu diulang.

4. PEMERIKSAAN BIAKAN KUMAN:

- Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :  Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)

 Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.

5. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada

pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

(34)

• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular

• Bayangan bercak milier

• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas  Kalsifikasi atau fibrotik

 Kompleks ranke

 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura. Luluh Paru (Destroyed Lung ) :

• Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut. • Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses

penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :

• Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti.

• Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

6.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

a. Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat.

(35)

b. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.

c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.

d. ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis

(ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi

M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis. 12

3. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. 12

4. Pemeriksaan Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. 12

5. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). 12

Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila

(36)

pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan.12

6. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat

dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat

penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering

meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik. 12

7. Uji tuberkulin

Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula. 12

Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ;

 reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi atau

 status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).

(37)

Gambar.... Alur diagnosis P2TB

(38)

Gambar .... Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa.

8. TATALAKSANA

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) Obat yang dipakai:

a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: • Rifampisin

• INH

• Pirazinamid • Streptomisin • Etambutol

b. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan  Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg

c. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

• Kanamisin • Kuinolon

(39)

• Derivat rifampisin dan INH

DOSIS OAT

- Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau BB > 60 kg : 600 mg

BB 40-60 kg : 450 mg BB < 40 kg : 300 mg

- Dosis intermiten 600 mg / kali

• INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali • Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50

mg /kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1 000 mg BB < 40 kg : 750 mg

• Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau : BB >60kg : 1500 mg BB 40 -60 kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali • Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1000mg BB 40 - 60 kg : 750 mg BB

< 40 kg : sesuai BB

• Kombinasi dosis tetap Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu

menanganinya. 12

EFEK SAMPING OAT :

- Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

- Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

i. Isoniazid (INH)

- Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada

(40)

keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra)

- Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus

ii. Rifampisin

- Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah

- a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare

c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan - Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah : -

d. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

e. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang

f. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

9. Pirazinamid

- Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadangkadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan

berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

10. Etambutol

- Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya

ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu.

Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

(41)

- Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.

- Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).

- Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr .

- Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.12

Tabel 2. Efek Samping Ringan OAT.

(42)

Penanganan efek samping obat:

- Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi secara simptomatik

- Gangguan sendi karena pirazinamid dapat diatasi dengan pemberian salisilat / allopurinol

- Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat. Penanganan seperti tertulis di atas

- Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit yang umumnya disebabkan oleh INH dan rifampisin, dapat dilakukan pemberian dosis rendah dan desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan perlahan-lahan dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa dilakukan terhadap obat lainnya

- Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok atau gagal ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol, gangguan nervus VIll karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis karena thiacetazon

- Bila sesuatu obat harus diganti maka paduan obat harus diubah hingga jangka waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.12

B. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

• TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH

(43)

Alternatf : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE 12

Paduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru) c. TB di luar paru kasus berat 12

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:

a. TB dengan lesi luas

b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi / kortikosteroid)

c. TB kasus berat (milier, dll) 12

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi.

1. TB Paru (kasus baru), BTA negatif

- Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH - Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE 12

Paduan ini dianjurkan untuk :

a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal b. TB di luar paru kasus ringan 12

2. TB paru kasus kambuh

- Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan :

- RHZE / 6 RH Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi,

- maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB) 12

ii. TB Paru kasus gagal pengobatan

- Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun .

- Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi

(44)

- Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)

- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal - Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.12

d. TB Paru kasus lalai berobat

Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

- Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadual

- Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu

1) Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif, pengobatan OAT STOP

2) Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

3) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama

4) Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan tetapi klinik dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama

5) Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.12

e. TB Paru kasus kronik

- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam, makrolid

- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup

- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan

- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru 12

Gambar

Gambar : pathogenesis virus hiv  (7)
TABEL 1. STRATEGI PEMERIKSAAN HIV TUJUAN
Gambar ... Skema Klasifikasi Tuberkulosis
Gambar .... Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat pada pelaksanaan tahun 2010 terdapat kendala dalam mekanisme penyaluran BOK melalui Bantuan Sosial, maka sejak tahun 2011 mekanisme penyaluran dana tersebut

Kemampuan mahasiswa calon guru menerapkan penilaian kinerja untuk menilai hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.. Development and evaluation of STEM

Dengan adanya anak terlantar membuktikan bahwa ketidakberfungsian keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar anak.Masalah kesejahteraan anak merupakan salah satu masalah

Persebaran benda-benda peninggalan pada kedua bangunan berundak tersebut memiliki pola yang berbeda dengan peninggalan bangunan berundak akhir Majapahit lainnya,

Prosedur eksperimen dilakukan melalui beberapa tahap yaitu dimulai dari (1) analisa kebutuhan pelatihan, ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman

Oleh sebab itu penulis membuat suatu Sistem Pendukung Keputusan Untuk Pemilihan Handphone Dengan Menggunakan Metode AHP Atau Analitycal Hierarchy Process, dengan basis

Outsourcing yaitu penggunaan pihak ketiga atau vendor untuk membangun dan mengembangkan suatu sistem informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan, sehingga pihak

Model tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Wulandari (2011) dengan judul “Penggunaan Model Picture and Picture Untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Siswa Kelas IV