• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIFITAS PENDISTRIBUSIAN DANA ZAKAT PADA BIDANG EKONOMI DI BAZNAS KABUPATEN DHARMASRAYA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIFITAS PENDISTRIBUSIAN DANA ZAKAT PADA BIDANG EKONOMI DI BAZNAS KABUPATEN DHARMASRAYA SKRIPSI"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

“EFEKTIFITAS PENDISTRIBUSIAN DANA ZAKAT PADA BIDANG

EKONOMI DI BAZNAS KABUPATEN DHARMASRAYA”

SKRIPSI

Ditulis sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Perbankan Syariah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Batusangkar

Oleh :

LUKMANUL HAKIM NIM 14202087

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Kabupaten Dharmasraya”. Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

Pokok Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana efektifitas pelaksanaan pendistribusian dana zakat bidang ekonomi di BAZNAS Kabupaten Dharmasraya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, menjelaskan seberapa efektif pelaksanaan pendistribusian dana zakat bidang ekonomi di BAZNAS Kabupaten Dharmasraya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, dan dokumentasi untuk mendapatkan data berhubungan dengan masalah yang penulis teliti. Kemudian membaca, menelaah, dan selanjutnya menganalisis data yang diperlukan dengan berbagai landasan teori dan terakhir menarik kesimpulan.

Hasil penelitian yang diperoleh dalam Penyaluran dana zakat di BAZNAS Kabupaten Dharmasraya ini tidak efektif karena belum tercapainya sasaran, nilai, strategi yang dicapai dan tujuan yang diinginkan. Hal ini terlihat dari: Sasaran penerima dana zakat bidang ekonomi produktif, mayoritas diberikan kepada Ibu Rumah Tangga (IRT) yang kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang dirintisnya. Jumlah (nilai) dana zakat yang disalurkan terlalu kecil, kurangnya SDM karyawan untuk mengelola dana zakat, sedangkan kegiatan yang telah disusun sangat banyak, sehingga menyebabkan strategi yang ingin dicapai tidak keseluruhan berjalan sesuai harapan, hal ini dapat dilihat dari pengawasan dan pengendalian yang kurang tepat serta ditinjau dari tujuan awal yang hendak dicapai oleh BAZNAS Kab. Dharmasraya, yaitu merubah mustahiq menjadi

muzakki tidaklah berjalan secara keseluruhan, karena aspek-aspek dalam

(6)
(7)
(8)
(9)

v SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK. ...i

KATA PENGANTAR. ...ii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL. ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. ...1

B. Fokus Penelitian ...7

C. Pertanyaan Penelitian ...7

D. Tujuan Penelitian...8

E. Manfaat dan Luaran Penelitian ...8

F. Defenisi Operasional ...8

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori ...10 1. Efektifitas ...10 a. Pengertian Efektifitas ...10 b. Ukuran Efektifitas ...11 2. Zakat. ...14 a. Pengertian Zakat. ...14

b. Dasar Hukum Zakat. ...15

c. Hikmah dan Manfaat Zakat ...19

d. Tujuan Zakat ...20

(10)

vi

a. Manajemen Zakat ...30

b. Manajemen Organisasi Pengelolaan Zakat ...38

c. Lembaga Pengelolaan Zakat di Indonesia ...40

4. Pengumpulan Dana Zakat...44

a. Pengertian pengumpulan Zakat ...44

b. Strategi Pengumpulan Zakat ...45

5. Pendistribusian Zakat ...46

a. Pengertian Pendistribusian Zakat ...46

b. Kaidah Pendistribusian Zakat ...47

c. Sejarah Pendistribusian Zakat ...50

d. Pola Pendistribusian Zakat ...53

e. Orang yang Berhak Menerima Zakat...55

B. Penelitian Relevan ...59

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...64

B. Waktu dan Tempat Penelitian ...64

C. Instrumen Penelitian ...65

D. Sumber Data ...65

E. Teknik Pengumpulan Data ...65

F. Teknis Analisis Data. ...60

G. Teknik Penjaminan Keabsahan Data. ...66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum BAZNAS Kab. Dharmasraya. ...68

B. Efektifitas Pendistribusian Dana Zakat Pada Bidang Ekonomi di BAZNAS Kab. Dharmasraya ...77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...87

(11)
(12)

viii

2016-2018. ...6 Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian.. ...64

(13)
(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Problematika kehidupan umat Islam sangatlah kompleks, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan merupakan potret sebagian besar bangsa Indonesia yang mayoritas adalah umat muslim (Elman, 2015: 1). Kemiskinan yang terjadi akan menambah jurang pemisah antara kaum miskin dan kaum kaya. Padahal dalam Islam telah mengajarkan kepada kita untuk berbuat baik kepada sesama, tidak terkecuali terhadap orang miskin dengan cara memberikan sedikit harta kita. Setiap benda yang dimiliki selalu ada fungsi sosialnya, karena harta benda itu diperuntukkan untuk semua umat manusia, maka Islam menentukan cara pemanfaatan dari harta tersebut, yaitu dengan zakat, infak, sadaqah dan wakaf yang diatur oleh Allah SWT sebagai pemilik mutlak (Mufraini, 2006: 12).

Sesama umat muslim, sudah seharusnya saling tolong menolong. Seperti orang mampu menolong orang yang kurang mampu, orang kaya menolong orang yang miskin. Salah satu pertolongan yang bisa dilakukan adalah dengan mengeluarkan zakat oleh si kaya kepada si miskin. Sebab, di dalam harta yang kita miliki terdapat hak orang lain. Melalui zakat yang dikeluarkan itulah diharapkan kehidupan orang miskin akan tertolong. Zakat diharapkan mampu meminimalisir kesenjangan pendapatan orang kaya dengan orang miskin. Selain itu, zakat juga diharapkan dapat meningkatkan atau menumbuhkan perekonomian, baik pada level individu maupun pada level sosial masyarakat (Elman, 2015: 2).

Selain itu, zakat juga merupakan satu rukun Islam yang wajib dipenuhi oleh setiap umat muslim, yang mana satu-satunya dalam rukun Islam yang mempunyai dua keterkaitan, yaitu hablumminallah dan hablumminannas. Artinya, zakat menjadi perwujudan ibadah seseorang kepada Allah SWT sekaligus perwujudan kepedulian sosial. Dengan demikian, inti dari ibadah zakat adalah pengabdian

(15)

kepada Allah SWT dan pengabdian sosial (Syarifuddin, 2015: 1). Zakat termasuk ibadah wajib di mana seorang umat muslim mampu untuk mencukupi biaya hidup sehari-hari atau memiliki kekayaan mencapai nisab. Zakat yang dapat digunakan sebagai modal pembangunan negara perlu dibuatkan peraturan-peraturan yang mengatur cara pembayaran, pengelolaan dan penyaluran dana zakat kepada kelompok masyarakat yang berhak menerima.

Zakat bagi umat Islam, khususnya di Indonesia dan bahkan juga di dunia Islam pada umumnya, sudah diyakini sebagai bagian pokok ajaran Islam yang harus dilaksanakan. Melaksanakan zakat adalah suatu kewajiban sebagai umat Islam dan dengan itu zakat dianggap sebagai dosa apabila melalaikannya. Sebaliknya, akan mendapatkan pahala apabila membayarnya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT menjelaskan tentang zakat yang terdapat pada Qs Al-Baqarah ayat 267:





























































Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian

dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan dari padanya. Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa, zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama, untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Pemerintah kembali menerbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Untuk pengelolaan zakat pemerintah membentuk lembaga Badan Amil

(16)

Zakat Nasional (BAZNAS). Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tersebut, dijelaskan bahwa BAZNAS bertujuan untuk mengelola zakat yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian serta pertanggung jawaban terhadap pengumpulan, pendistribusian, dan pelaksanaan pengelolaan dana zakat.

Ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tersebut semakin dikuatkan oleh terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2014, untuk mengoptimalkan pengumpulan dan pemanfaatan dana zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Berdasarkan ketetapan yang terdapat dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2014, BAZNAS perlu melakukan sosialisasi dan penyebarluasan informasi mengenai zakat kepada seluruh pegawai untuk membayar zakat pada lembaga yang telah disediakan pemerintah yaitu BAZNAS yang terdapat disetiap pemerintahan daerah. Tugas yang perlu dilakukan BAZNAS yaitu melakukan registrasi pegawai, membuat mekanisme pengumpulan dana zakat dan melaporkan hasil pengelolaan zakat kepada pimpinan dengan tembusan kepada Presiden melalui Menteri Agama (Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat).

Dana zakat akan lebih optimal dalam pengelolaannya apabila dikelola oleh BAZNAS yang telah dibuat oleh pemerintah, karena sebagai lembaga yang terpercaya dalam pengalokasian, pendayagunaan, dan penyaluran atau pendistribusian dana zakat, lembaga BAZNAS tidak akan memberikan bantuan begitu saja tanpa ada ketentuan yang telah dibuat sebelumnya, sehingga dana zakat yang terkumpul akan disalurkan kepada orang yang benar-benar berhak menerimanya, sesuai dengan ketentuan hukum tentang pengelolaan zakat sehingga bantuan tersebut tersalurkan dengan baik dan bisa dimanfaatkan oleh mustahiq.

Salah satu lembaga BAZNAS yang ada adalah yang berada di Kabupaten Dharmasraya. BAZNAS Kab. Dharmasraya melakukan pengelolaan dana zakat dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. BAZNAS Kab. Dharmasraya melakukan kegiatan utama zakat dalam

(17)

mengumpulkan dana zakat dari para muzakki dan disalurkan atau didistribusikan kepada mustahiq atau masyarakat yang membutuhkan bantuan zakat.

BAZNAS Kab. Dharmasraya memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu:

1. Membuat surat edaran untuk Nagari-nagari melalui kecamatan dan juga SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang ada di Dharmasraya

2. Peninjauan kelapangan oleh anggota BAZNAS 3. Rapat pimpinan bersama anggota BAZNAS

4. Bantuan yang diserahkan langsung kepada mustahiq agar bisa di sosialisasikan pemanfaatan dana zakat tersebut.

Dalam pengelolaan zakat, BAZNAS Kab. Dharmasraya sudah melakukan kegiatan pengumpulan dana yang telah dizakatkan oleh para muzakki dan dana zakat yang terkumpul tersebut langsung didistribusikan kepada fakir miskin yang membutuhkan bantuan dana zakat untuk dimanfaatkan sebaik mungkin.

BAZNAS Kab. Dharmasraya memiliki 5 program pemberdayaan bagi masyarakat yaitu :

1. Program pendidikan

Program bantuan pendidikan yaitu bantuan yang diberikan BAZNAS Kab. Dharmasraya kepada siswa dan mahasiswa yang berdomisili di Kab. Dharmasraya sebagai bantuan berupa beasiswa dalam meningkatkan pendidikan yang bermutu.

2. Program Kesehatan

Program bantuan kesehatan yaitu bantuan yang diberikan kepada masyarakat yang sedang sakit dan terkendala biaya pengobatan sehingga warga yang tergolong miskin tersebut dapat diobati dengan maksimal. 3. Program Peduli

Program bantuan peduli yaitu bantuan yang ditujukan kepada masyarakat yang memiliki rumah tidak layak pakai sehingga bantuan disalurkan agar rumah tersebut direnovasi dan bisa dihuni kembali.

(18)

4. Program Takwa

Program bantuan takwa yaitu bantuan yang diberikan kepada orang-orang yang memiliki ilmu keagamaan seperti tahfiz qur’an, da’i atas prestasi yang ia miliki agar dapat mengembangkan ilmu agamanya.

5. Program Ekonomi

Program bantuan ekonomi yaitu bantuan yang diberikan oleh BAZNAS Kab. Dharmasraya kepada para fakir miskin yang minim ilmu dan modal untuk berusaha sehingga bantuan uang diberikan sebagai modal usaha agar nanti usaha tersebut berkembang dengan baik sehingga mustahiq tersebut diharapkan menjadi muzakki. Untuk mendapatkan bantuan dana zakat, mustahiq terlebih dahulu memasukkan surat permohonan kepada BAZNAS Kab. Dharmasraya dengan syarat yang telah ditentukan BAZNAS Kab. Dharmasraya, yaitu:

a. Surat permohonan bantuan ditujukan kepada ketua/pimpinan BAZNAS Kab. Dharmasraya dengan mencantumkan nomor telepon/HP dan diketahui oleh Wali Nagari/Sekretaris Nagari tempat mustahiq tinggal,

b. Asli Surat Keterangan Miskin dari Wali Nagari/Sekretaris Nagari, c. Fotocopy KTP dan KK,

d. Rencana Anggaran Biaya (RAB),

e. Foto tempat usaha dan foto rumah dari depan, belakang, samping kiri, samping kanan dan bagian dalam rumah,

f. Surat permohonan dibuat menjadi dua Rangkap ( 1 asli dan 1 fotocopy). g. Permohonan yang belum lengkap belum dapat diproses.

Apabila mustahiq telah melengkapi syarat-syarat yang telah ditetapkan BAZNAS, maka selanjutnya pihak BAZNAS melakukan survei ke tempat usaha maupun kerumah mustahiq, sehingga dapat dipertimbangkan seberapa besar bantuan yang akan diberikan.

(19)

Berdasarkan program pemberdayaan BAZNAS Kab. Dharmasraya, masyarakat Dharmasraya dapat merasakan dampak bantuan dana zakat yang dikelola oleh BAZNAS. Adapun jumlah penerima dana zakat bidang ekonomi dengan dana zakat yang telah disalurkan atau didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1

Data Penyaluran Dana Zakat Bidang Ekonomi Pada BAZNAS Kabupaten Dharmasraya Tahun 2016-2018

TAHUN Jumlah Penerima Zakat

Jumlah Bantuan Jumlah Rata-rata Bantuan 2016 25 Orang Rp.44.950.000 Rp.1.798.000 2017 92 Orang Rp.123.950.000 Rp.1.347.282 2018 82 Orang Rp.126.800.000 Rp.1.546.341

Sumber: Data dana zakat BAZNAS Kab. Dharmasraya Tahun 2019

Berdasarkan data penyaluran dana zakat bidang ekonomi di atas, dapat dilihat bahwa dari tahun 2016 nominal bantuan yang diberikan sebesar Rp.44.950.000 untuk 25 orang penerima dana zakat sebagai penambah modal usaha, pada tahun 2017 bantuan pada bidang ekonomi meningkat menjadi Rp.123.950.000 untuk 92 orang penerima zakat, begitu juga pada tahun 2018 bantuan yang diberikan meningkat menjadi Rp.126.800.000, namun tidak halnya dengan penerima zakat tahun 2018 yang menurun sebanyak 10 orang menjadi 82 orang.

Dana zakat bidang ekonomi mayoritas diberikan kepada pedagang harian, pedagang keliling, pedagang makanan seperti gorengan, dan juga pedagang yang

(20)

membuka warung kopi, selebihnya diberikan kepada wiraswasta dan petani (pekebun). Nominal bantuan yang diberikan berkisar Rp.1.300.000 sampai Rp.2.000.000, namun dana zakat yang diterima oleh mustahiq tidak semuanya terpenuhi terhadap kebutuhan dari usaha yang dilakukan oleh mustahiq, hal ini terlihat dari perilaku mustahiq yang masih menambah modal usaha dari usaha mikro lainnya seperti KSP (Kopersi Simpan Pinjam), BPR/BPRS, dan lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian, penyaluran dana dari pihak BAZNAS Kab. Dharmasraya tidak begitu tepat, sehingga tujuan dari BAZNAS Kab. Dharmasraya tidak tercapai dengan baik, hal ini dapat dilihat dari penyaluran dana zakat diberikan kepada mustahiq yang berkemungkinan besar tidak produktif terhadap dana zakat yang diterimanya, seperti dana zakat yang diterima oleh mayoritas IRT (Ibu Rumah Tangga), dan juga diberikan kepada mustahiq yang kurang berpengalaman dalam mengembangkan suatu usaha.

Berdasarkan permasalahan dana zakat yang telah didistribusikan oleh BAZNAS Kab. Dharmasraya pada bidang ekonomi di atas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang ”Efektifitas Pendistribusian Dana Zakat Pada Bidang Ekonomi di BAZNAS Kabupaten Dharmasraya.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian dalam pembahasan ini adalah efektifitas pendistribusian dana zakat pada BAZNAS Kab. Dharmasraya bidang ekonomi.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian pada penelitian ini yaitu, bagaimana efektifitas pendistribusian dana zakat pada bidang ekonomi BAZNAS di Kabupaten Dharmasraya?

(21)

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas, penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan efektifitas pendistribusian dana zakat pada bidang ekonomi di BAZNAS Kabupaten Dharmasraya.

E. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Manfaat penelitian

Sesuai dengan pokok masalah yang telah penulis rumuskan di atas, penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

a. Sebagai bahan informasi penelitian yang dapat digunakan sebagai referensi dan perbandingan bagi penelitian yang akan datang serta memotivasi mahasiswa melakukan penelitan lebih lanjut.

b. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai Sarjana Ekonomi (SE) pada jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

2. Luaran Penelitian

Adapun luaran penelitian ini, yaitu:

a. Dapat dipublikasikan pada jurnal ilmiah Kampus IAIN Batusangkar

b. Materi ini dapat menjadi materi yang tepat guna yang langsung dapat domanfaatkan oleh masyarakat

c. Sebagai bahan bacaan di Perpustakaan IAIN Batusangkar.

F. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini ada beberapa istilah pokok yang digunakan dan perlu diberi penjelasan, agar tidak terjadi kesalahpahaman di dalam memahami judul penelitian.

Efektifitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan atau pencapaian suatu tujuan yang diukur dengan kualitas, kuantitas, dan waktu sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Efektifitas yang penulis

(22)

maksud dalam penelitian ini adalah efektifitas pendistribusian dana zakat pada bidang ekonomi di BAZNAS Kab. Dharmasraya.

Pendistribusian adalah aktifitas pemasaran dalam rangka memudahkan penyaluran produk dari produsen kepada konsumen. Pendistribusian dana zakat yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah pendistribusian dana zakat bidang ekonomi di BAZNAS Kab. Dharmasraya.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga resmi pengelola zakat yang didirikan oleh pemerintah atas usul Kementrian Agama (KEMENAG) yang disetujui oleh Presiden. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah BAZNAS yang berada di Kabupaten Dharmasraya.

(23)

BAB II

KAJIAN TEORI A. Landasan Teori

1. Efektifitas

a. Pengertian Efektifitas

Efektifitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Sedarmayanti mendefinisikan konsep efektifitas sebagai suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektifitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektifitas maka walaupun terjadi peningkatan efektifitas belum tentu efisiensi meningkat.

Selanjutnya menurut Kurniawan efektifitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) dari pada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.

Mahmudi mendefinisikan efektifitas adalah hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan.

Sedangkan menurut Miller mengemukakan bahwa efektifitas dimaksud sebagai tingkat seberapa jauh suatu sistem sosial mencapai tujuannya. Efektifitas ini harus dibedakan dengan efisiensi. Efisiensi terutama mengandung pengertian perbandingan antara biaya dan hasil, sedangkan efektifitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian suatu tujuan.

Untuk menilai tingkat efektifitas dapat dengan melihat kesesuain antara rencana awal dengan hasil kenyataan yang ada. Semakin efektif

(24)

apabila hasil yang ada sesuai dengan rencana awal. Begitupun sebaliknya apabila hasil yang ada tidak sesuai dengan rencana awal maka dapat dikatakan bahwa tingkat efektifnya rendah. Jadi dalam hal ini yang dimaksud dengan hasil atau output adalah hasil dari program pendistribusian dana zakat bidang ekonomi. Target dan tujuannya adalah merubah para

mustahiq di Kabupaten Dharmasraya sehingga menjadi muzakki di

Kabupaten Dharmasraya (Purnama, 2016: 12-13). b. Ukuran Efektifitas

Tingkat efektifitas dapat dilihat dari hasil yang telah dicapai. Apabila hasil yang dicapai telah memenuhi target pada rencana awal maka dapat dikatakan efektif. Begitu pula sebaliknya apabila hasil yang dicapai tidak sesuai dengan target rencana awal, atau ada kekeliruan ataupun ketidaksesuaian dengan rencana awal yang telah ditetapkan maka dapat dikatakan bahwa tidak efektif.

Makmur mengungkapkan indikator efektifitas dilihat dari beberapa segi kriteria efektifitas, sebagai berikut:

1) Ketepatan waktu

Waktu adalah sesuatu yang dapat menentukan keberhasilan sesuatu kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi tapi juga dapat berakibat terhadap kegagalan suatu aktivitas organisasi. Penggunaan waktu yang tepat akan menciptakan efektifitas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2) Ketepatan perhitungan biaya

Berkaitan dengan ketepatan dalam pemanfaatan biaya, dalam arti tidak mengalami kekurangan juga sebaliknya tidak mengalami kelebihan pembiayaan sampai suatu kegiatan dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan baik. Ketepatan dalam menetapkan satuan-satuan biaya merupakan bagian dari pada efektifitas.

(25)

3) Ketepatan dalam pengukuran

Dengan ketepatan ukuran sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya sebenarnya merupakan gambaran daripada efektifitas kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam sebuah organisasi.

4) Ketepatan dalam menentukan pilihan

Menentukan pilihan bukanlah suatu persoalan yang gampang dan juga bukan hanya tebakan tetapi melalui suatu proses, sehingga dapat menemukan yang terbaik diantara yang baik atau yang terjujur diantara yang jujur atau kedua-duanya yang terbaik dan terjujur diantara yang baik dan jujur.

5) Ketepatan berpikir

Ketepatan berfikir akan melahirkan keefektifan sehingga kesuksesan yang senantiasa diharapkan itu dalam melakukan suatu bentuk kerjasama dapat memberikan hasil yang maksimal.

6) Ketepatan dalam melakukan perintah

Keberhasilan aktivitas suatu organisasi sangat banyak dipengaruhi oleh kemampuan seorang pemimpin, salah satunya kemampuan memberikan perintah yang jelas dan mudah dipahami oleh bawahan. Jika perintah yang diberikan tidak dapat dimengerti dan dipahami maka akan mengalami kegagalan yang akan merugikan organisasi.

7) Ketepatan dalam menentukan tujuan

Ketepatan dalam menentukan tujuan merupakan aktivitas organisasi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan yang ditetapkan secara tepat akan sangat menunjang efektifitas pelaksanaan kegiatan terutama yang berorientasi kepada jangka panjang. 8) Ketepatan sasaran

Penentuan sasaran yang tepat baik yang ditetapkan secara individu maupun secara organisasi sangat menentukan keberhasilan aktivitas organisasi. Demikian pula sebaliknya, jika sasaran yang ditetapkan itu

(26)

kurang tepat, maka akan menghambat pelaksanaan berbagai kegiatan itu sendiri.

Efektifitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana awal dan hasil yang didapat pada kenyataannya. Apabila dalam pelaksanaan ada kekeliruan atau ketidaktepatan yang menghasilkan target dan tujuan tidak tercapai atau tidak sesuai dengan rencana awal, maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Sedangkan Duncan dikutip Richard M. Steers menggungkapkan ada 3 indikator dalam efektifitas, ia mengatakan indikator efektifitas sebagai berikut:

1) Pencapaian tujuan

Guna mencapai tujuan, semua usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin baik, diperlukan tahapan-tahapan proses. Baik proses bagian-bagiannya maupun proses periodesasinya. Pencapaian tujuan memiliki 2 sub indikator yaitu: kurun waktu dan sasaran sebagai target konkrit.

2) Integrasi

Integrasi adalah suatu pengukuran terhadap seberapa baik kemampuan suatu organisasi dalam mengadakan sosialisasi atau komunikasi dan pengembangan konsensus atau kesepakatan bersama antara anggotaanggota kelompok masyarakat mengenai nilai-nilai tertentu. Integrasi sangat berkaitan dengan proses sosialisasi.

3) Adaptasi

Adaptasi adalah pengukuran bagaimana sebuah organisasi mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kemampuan adaptasi merupakan kemampuan organisasi untuk mengubah prossedur standar operasinya jika lingkungannya berubah. Organisasi yang baik adalah organisasi yang dinamis, yang dapat berjalan sesuai dengan

(27)

perkembangan zaman. Adaptasi berkaitan dengan kesesuaian pelaksanaan program dengan keadaan di lapangan (Purnama, 2016: 13-16).

2. Zakat

a. Pengertian Zakat

1) Secara etimologi zakat berasal dari kata dasar bahasa arab, yaitu zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik dan bertambah. Sedangkan, secara terminologi dalam fiqh, zakat adalah sebutan atau nama sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT supaya diserahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahiq) oleh orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat (muzakki) (Khasanah, 2010: 34).

2) Secara syar’i zakat adalah sedekah tertentu yang diwajibkan dalam syariah terhadap orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (Basri, 2007:118).

3) Pendapat beberapa ulama mazhab dan ahli fiqh bahwa pengertian zakat itu adalah:

a) Ulama Mazhab Maliki

Zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta tertentu yang telah mencapai nisab bagi orang yang berhak menerimanya dengan ketentuan harta itu milik sempurna, telah haul (setahun) dan bukan barang tambang.

b) Ulama Mazhab Hanafi

Zakat adalah pemberian harta karena Allah SWT agar dimiliki orang fakir yang beragama Islam dengan ketentuan manfaat dan harta harus terputus dari pemiliknya yang asli dengan cara apapun.

c) Ulama Mazhab Syafi’

Zakat adalah harta tertentu yang dikeluarkan dari suatu harta atau jiwa dengan cara tertentu pula.

(28)

d) Ulama Mazhab Hambali

Zakat adalah hak wajib pada harta tertentu (merupakan hak) sekelompok orang yang tertentu pula (Fakhrudin, 2008: 17).

e) K.H Didin Hafidhuddin

Zakat secara istilah adalah sebagai bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT wajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 2002: 7).

f) Elsi Kartika Sari

Zakat adalah suatu ibadah wajib yang dilaksanakan dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta milik sendiri kepada orang yang berhak menerimanya menurut yang ditentukan syariat Islam (Sari, 2007: 10).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa zakat merupakan suatu kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim yang hartanya sudah sampai satu nisab dalam satu tahun sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku menurut syariat Islam.

b. Dasar Hukum Zakat

Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima yang disyariatkan pada tahun kedua hijriyah yang wajib dibayar (dikeluarkan) oleh orang Islam yang memiliki kemampuan dan kecukupan yang lebih. Adapun dalil untuk zakat itu sendiri terdapat dalam Al-quran.

1) Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 43:

















Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta

(29)

2) Firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 110:



































Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa

saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.

3) Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-hajj ayat 41:





































Artinya: “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan

mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.

4) Firman Allah SWT dalam Al-qur’an surah At-Taubah ayat 103:



































Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu

kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

(30)

5) Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah An-Nissa’ ayat 77:



































































































Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan

kepada mereka "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada Kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun”.

6) Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah. Al-Baqarah ayat 277:









































Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal

(31)

di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.

7) Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-An’am ayat 141:

































































Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung

dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”.

8) Hadist Riwayat tentang zakat:

للها يضر ساّبع نبا نع

هيلع للها ىلص يبنلا ّنأ : امهنع

ملسو

اذاعم ثعب

ذف ..ناميلا ىلا هنع للها يضر

ل

ك

,ثيدحلا

و

يف ةقدص مهيلع ضرتفا دق للها ّنأ : :هيف

.مهئارقف يف ّدرتف ,مهئاينغأ نم ذخؤت ,مهلاوما

(

,هيلع قفتم

ىراخبلل ظفللاو

.)

Artinya: Dari Ibnu Abbas ra. Bahwasanya Nabi Saw mengutus Muadz ke

Yaman, lalu menuturkan isi hadistnya, dan di dalamnya disebutkan, “sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat kepada mereka pada harta

(32)

mereka yang diambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin mereka”. (HR. Bukhari Muslim dan lafal milik

Bukhari)

Makna yang dapat diambil dari hadist Nabi di atas adalah perintah agar mengeluarkan zakat (shadaqah) yang dikenakan pada kekayaan orang-orang kaya”. yang dimaksud dengan shodaqoh di sana adalah zakat.

c. Hikmah dan Manfaat Zakat

Zakat mempuyai banyak hikmah, baik hubungan antara manusia dengan tuhan maupun hubungan sosial kemasyarakatan, di antaranya adalah: 1) Mensucikan diri dari kotoran dosa, memurnikan jiwa, menumbuhkan akhlak mulia menjadi murah hati, memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, dan mengikis sifat bakhil (kikir), serta serakah hingga dapat merasakan ketenangan batin, karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan tuntutan kewajiban kemasyarakatan.

2) Menolong, membina dan membangun kaum yang lemah untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah SWT.

3) Memberantas penyakit iri hati dan dengki yang biasanya muncul ketika melihat orang-orang di sekitarnya penuh dengan kemewahan, sedangkan ia sendiri tak punya apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.

4) Menuju terwujudnya sistem masyarakat Islam yang berdiri di atas prinsip ummat yang satu (ummatan wahidatan), persamaan derajat, hak, kewajiban (musawah), persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah), dan tanggung jawab bersama (tafakul ijtimai).

5) Mewujudkan keseimbangan dalam distribusi dan kepemilikan harta serta keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.

(33)

6) Mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang di tandai dengan adanya hubungan seorang dengan yang lainnya, rukun, damai, dan harmonis sehingga tercipta ketentraman dan kedamaian lahir dan batin (Sari, 2007:13-14).

7) Zakat dapat memelihara harta orang kaya dari perbuatan orang-orang jahat yang diakibatkan oleh kesenjangan sosial.

8) Zakat dapat membersihkan harta yang diperoleh, bisa saja saat mendapatkannya terjadi kekhilafan dan kekeliruan yang tidak sengaja (Sudirman, 2007:53).

9) Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim.

10) Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor saja, akan tetapi mengeluarkan hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT.

11) Zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan dari para pendosa dan pencuri (Al-Zuhaily, 1995:86).

12) Dari sisi pembangunan dan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan (Hafidhuddin, 2002: 14).

d. Tujuan Zakat

Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi, yaitu dimensi

hablum minallah (hubungan dengan Allah SWT) dan dimensi hablum minannas. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh Islam dibalik kewajiban

zakat adalah sebagai berikut:

1) Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan.

(34)

2) Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para mustahiq. 3) Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat muslim

dan manusia pada umumnya.

4) Menghilangkan sifat kikir atau serakah para pemilik harta.

5) Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang yang miskin.

6) Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.

7) Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama pada mereka yang memiliki harta.

8) Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan hak orang lain yang ada padanya.

9) Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial (Sari, 2007: 12).

e. Faedah Zakat

Berdasarkan berbagai hikmah zakat yang disyariatkan para ulama, maka dapat dibagi menjadi tiga aspek yang menjadi faedah zakat, yaitu: 1) Faedah diniyyah (segi agama)

Faedah zakat apabila ditinjau dari aspek diniyyah ini adalah:

a) Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang menghantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan ketentraman dunia dan akhirat.

b) Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada tuhannya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.

c) Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda. d) Zakat merupakan sarana penghapus dosa.

(35)

Faedah zakat apabila ditinjau dari aspek khuluqiyah ini adalah: a) Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada

kepada pribadi pembayar zakat.

b) Pembayaran zakat biasanya identik dengan sifat rahmat (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.

c) Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu manfaat baik yang berupa harta maupun raga bagi kaum muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa, sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.

d) Dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak. 3) Faedah ijtimaiyyah (segi sosial kemasyarakatan)

Faedah zakat ditinjau dari aspek Ijtimaiyyah ini adalah:

a) Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar Negara di dunia.

b) Memberikan kekuatan bagi kaum muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Hal ini dapat dilihat dalam kelompok atau golongan penerimaan zakat, salah satunya adalah mujahidin fisabilillah.

c) Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam, dan rasa dongkol yang ada dalam hati fakir miskin karena masyarakat bawah akan mudah tersulut rasa benci dan permusuhan jika mereka melihat kelompok masyarakat ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Apabila harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta anatra si kaya dan si miskin. d) Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang,

karena ketika dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mendapatkan manfaat (Fakhruddin, 2008: 30-32).

(36)

f. Jenis Jenis Zakat

Secara umum zakat terbagi dua jenis, diantaranya: 1) Zakat nafs (jiwa)/zakat fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang berfungsi mengembalikan manusia muslim kepada fitrahnya, dengan mensucikan jiwa-jiwa mereka dari dosa-dosa yang disebabkan oleh pengaruh pergaulan dan sebagainya, sehingga manusia itu menyimpang dari fitrahnya. Zakat fitrah berbentuk bahan makanan pokok seperti beras, tepung, jagung, sagu, tepung gaplek, dan sebagainya (Sari, 2007: 21).

Zakat fitrah wajib dibayarkan oleh setiap umat muslim yang mempunyai kelebihan makanan pada waktu sehari semalam Idul Fitri. Dengan demikian bayi pun wajib mengeluarkan zakat fitrahnya asalkan dia lahir sebelum matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan. Zakat ini wajib dikeluarkan seusai bulan Ramadhan sebelum sholat Idul Fitri, sedangkan bagi orang yang telah mengeluarkan zakat fitrah setelah sholat Idul Fitri, maka apa yang ia berikan bukanlah termasuk zakat fitrah tetapi merupakan sedekah. Banyaknya zakat fitrah untuk perorangan satu sha’ (2,5 kg/3,5 liter) dari bahan makanan untuk membersihkan dan mencukupi kebutuhan orang miskin di hari raya Idul Fitri (Fakhruddin, 2008: 40).

Hikmah zakat fitrah ialah sebagai berikut:

a) Membersihkan dosa-dosa selama menjalankan puasa, karena selama menjalankan ibadah puasa seringkali orang terjerumus pada perkataan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya serta melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.

b) Menumbuhkan rasa kecintaan kepada orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Dengan memberi zakat fitrah kepada orang-orang miskin akan membawa mereka kepada kebahagiaan dan kegembiraan, bersuka cita pada hari raya.

(37)

Adapun tempat mengeluarkan zakat fitrah yang lebih diutamakan di tempat muzaki tinggal dan tempat muzaki berpuasa, sedangkan muzaki yang berpuasa Ramadhan di luar negeri karena perjalanan atau lainnya maka dia mengeluarkan zakat fitrah di negara tempat dia berpuasa.

Pembayaran zakat fitrah dapat dipindahkan ketempat atau daerah lain jika penduduk di tempat atau daerah tersebut amat memerlukannya dibandingkan dengan penduduk di tempat atau daerah pemberi zakat. Kemaslahatan perpindahan tersebut lebih memberikan keuntungan dibandingkan jika diberikan kepada penduduk ditempat atau daerah tersebut telah melebihi (Sari, 2007: 24).

2) Zakat harta/zakat maal

Zakat harta/zakat maal ialah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh seseorang atau lembaga dengan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan (Sari, 2007: 24). Zakat harta adalah bagian dari harta seseorang (juga termasuk badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu (Fakhruddin, 2008: 40).

Harta menurut bahasa ialah sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Sedangkan, harta menurut hukum Islam adalah segala yang dapat dimanfaatkan menurut kebiasaannya.

Sesuatu dapat disebut dengan harta kekayaan apabila memenuhi dua syarat, antara lain:

a) Dapat dimiliki/disimpan/dikuasai/dihimpun.

b) Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya, misalnya: mobil, rumah, binatang ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak dan lain-lainnya. Sedangkan, sesuatu yang tidak dapat dimiliki tetapi dapat diambil manfaatnya, seperti udara, cahaya, sinar matahari, dan lain-lain tidak termasuk kekayaan.

(38)

Pada umumnya, dalam fikih Islam harta kekayaan yang wajib di zakati atau dikeluarkan zakatnya digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Sari, 2007: 25-33):

a) Emas, perak, dan uang (simpanan)

Emas dan perak merupakan logam mulia tambang elok, sering dijadikan perhiasan dan juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu kewaktu. Nishab zakat emas adalah 20 dinar, yakni setara dengan sebesar 85 gram emas, sedangkan untuk nishab perak sebesar 200 dirham atau setara dengan 672 gram perak. Artinya, apabila seseorang telah memiliki emas 20 dinar atau perak sebesar 200 dirham dan telah memiliki selama lebih satu tahun, maka sudah terkena kewajiban membayar zakat sebesar 2,5%.

Segala macam simpanan uang seperti tabungan, deposito, cek obligasi, saham, surat berharga lainnya termasuk dalam kategori simpanan emas dan perak, sehingga penetapan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan ketentuan zakat pada emas dan perak. Artinya, jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab 85 gram emas/672 gram perak, maka ia telah terkena kewajiban zakat 2,5%.

Harta benda yang bersifat tetap seperti rumah sewa, losmen, hotel, taksi dan sebagainya, semua itu tidak wajib dizakati, tetapi jika hasilnya telah mencapai nishab/haul maka wajib dizakati.

b) Barang yang diperdagangkan/harta perniagaan

Harta yang diperdagangkan ialah harta yang meliputi semua yang dapat diperjual belikan dalam rangka mendapatkan keuntungan baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, hewan ternak, mobil, perhiasan, dan lain-lain, yang diusahakan oleh perseorangan maupun usaha gabungan beberapa orang/persekutuan seperti CV, firma, koperasi, yayasan, dan perseroan terbatas.

(39)

Adapun nishab harta perdagangan/perniagaan sama dengan

nishab emas dan perak. Sedangkan, kadar zakat perdagangan dan

perniagaan 2,5%, dan tahun perdagangan/perniagaan dihitung dari mulai berniaga. Pada tiap-tiap akhir tahun perniagaan dihitung perdagangan/perniagaan itu, apabila cukup satu nishab, maka wajib dibayarkan zakatnya.

Bentuk-bentuk kekayaan yang dimiliki oleh suatu badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga hal berikut:

(1) Kekayaan dalam bentuk barang. (2) Uang tunai atau simpanan di Bank. (3) Piutang.

Jadi, yang termasuk harta perniagaan yang wajib dizakati adalah ketiga bentuk harta di atas setelah dikurangi dengan kewajibannya seperti pajak atau hutang yang harus dibayarkan ketika sudah jatuh tempo.

c) Hasil Pertanian

Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan tanaman yang bernilai ekonomis. Nishab hasil pertanian adalah lima wasq yang setara dengan 653 kg gabah/520 kg beras. Jika hasil pertanian merupakan makanan pokok seperti beras, jagung, gandum, kurma, dan lain-lain, maka nishab nya setara dengan 653 kg gabah/520 kg beras, dari hasil pertanian tersebut, tetapi jika hasil pertanian seperti buah-buahan, sayuran, daun, bunga, dan lain-lain maka nishab akan disetarakan dengan makanan pokok di negara yang bersangkutan.

Kadar zakat hasil pertanian jika di aliri dengan air hujan, sungai, dan mata air, maka kadar zakatnya 10%. Sedangkan, apabila di aliri dengan sistem irigasi karena memerlukan biaya tambahan maka kadar zakatnya 5%.

(40)

Pemilik tanaman dan buah-buahan tidak wajib mengeluarkan zakat dari hasil-hasil tanaman sebagai berikut:

(1) Tanaman atau buah-buahan hijau dan kecil yang dimakan oleh pemilik tanaman sendiri dan anggota keluarganya untuk kebutuhan hidupnya.

(2) Tanaman yang dimakan ternaknya yang digunakan untuk membajak tanah pertanian.

(3) Tanaman yang dimakan oleh orang-orang yang melintasi daerah pertanian.

(4) Tanaman yang dihibahkan oleh pemiliknya seperti memberikan buah-buahan kepada orang fakir sepanjang tahun (yang disebut

ariah).

d) Hasil peternakan

(1) Kambing/Domba/Biri-biri

Nishab kambing/domba/biri-biri ialah 40 ekor, artinya apabila

seseorang memiliki 40 ekor kambing/domba/biri-biri maka ia telah terkena wajib zakat sebagai berikut:.

(a) 40 sampai 120 ekor, zakatnya satu ekor kambing. (b) 121 sampai 200 ekor, zakatnya dua ekor kambing. (c) 201 sampai 300 ekor, zakatnya tiga ekor kambing.

(d) Setiap pertambahan 100 ekor, zakatnya satu ekor kambing. (2) Sapi, Kerbau dan Kuda

Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu

30 ekor, artinya apabila seseorang memiliki 30 ekor sapi/kerbau/kuda maka ia telah terkena wajib zakat dan wajib membayarnya.

(a) 30 sampai 39 ekor, zakatnya satu ekor sapi betina atau jantan yang berumur satu tahun lebih, yang diberi nama tabii’.

(41)

(b) 40 sampai 59 ekor, zakatnya satu ekor sapi betina atau jantan yang berumur dua tahun lebih, yang diberi nama musinnah. (c) 60 sampai 69 ekor, zakatnya dua ekor sapi betina atau jantan

tabii’.

(d) 70 sampai 79 ekor, zakatnya satu ekor sapi betina yang diberi nama musinnah.

(e) 80 sampai 89 ekor, zakatnya dua ekor sapi betina yang diberi nama tabii’.

(f) 90 sampai 99 ekor, zakatnya tiga ekor sapi betina, yang diberi nama tabii’.

(g) 100 sampai 119 ekor, zakatnya satu ekor sapi betina tabii’, dan dua ekor sapi musinnah.

(h) 120 sampai 129 ekor, zakatnya empat ekor sapi betina tabii’ dan tiga ekor sapi musinnah.

(i) 130 ekor, zakatnya tiga ekor sapi betina tabii’ dan empat ekor sapi musinnah.

(j) Setiap pertambahan 30 ekor, zakatnya satu ekor sapi tabii’, dan setiap tambahan 40 ekor sapi, zakatnya satu ekor sapi musinnah. (3) Ternak unggas (ayam, bebek, itik, burung, dan lain-lain) dan

perikanan

Nishab zakat pada peternakan unggas dan perikanan yang

tidak ditetapkan berdasarkan jumlah ekor seperti sapi atau kambing, dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab zakat ternak unggas dan perikanan ialah setara dengan 85 gram emas, maka berkewajiban mengeluarkan zakat sebesar 2,5%. Dengan demikian, usaha beternak unggas atau perikanan dapat digolongkan kepada zakat perniagaan.

e) Hasil tambang dan barang temuan (1) Hasil tambang

(42)

Barang tambang dapat dibagi tiga macam sebagai berikut: (a) Benda yang dapat dibentuk (dicairkan dan di olah) seperti emas,

perak, alumunium, besi, tembaga, dan timah.

(b) Benda padat yang tidak dapat dibentuk seperti kapur, batu bara, dan batu permata.

(c) Benda cair seperti minyak bumi, dan gas.

Kewajiban untuk menunaikan zakat pada barang-barang tambang ialah setiap barang itu selesai diolah dan tidak berlaku satu tahun, asalkan telah mencapai 85 gram emas atau 672 gram perak. Sedangkan, kadarnya pun sama yaitu sebesar 2,5%.

(2) Barang temuan (rikaz)

Orang yang menemukan harta rikaz, seperti harta milik orang-orang dahulu kala yang ditanam didalam tanah dan wajib dikeluarkan zakatmya ketika itu juga. Adapun nishab harta rikaz tidak terbatas, dikeluarkan zakatnya seperlima atau 20%. Untuk orang sebagai penggali tanah yang merupakan pekerjaan sehari-hari untuk mencari emas atau perak di gunung-gunung atau di tempat-tempat lain maka ia wajib mengeluarkan zakat hanya 2,5%.

g. Syarat Wajib Zakat

Zakat merupakan suatu kewajiban, secara umum zakat diperintahkan bagi orang muslim, namun ada pula syarat-syarat tertentu yang menjadi alasan seseorang diwajibkan untuk membayar zakat, yaitu:

1) Islam, yang diwajibkan untuk berzakat ialah orang muslim.

2) Merdeka, hamba sahaya tidak diwajibkan untuk berzakat karena tidak mempunyai hak memiliki penuh terhadap harta, dalam hal ini kewajiban zakat dibebankan kepada orang tuanya atau majikannya.

(43)

4) Nishab, harta yang dimiliki seseorang telah mencapai batas minimum harta untuk mengeluarkan zakat.

5) Haul, harta yang dimiliki telah mencapai nishab setelah satu tahun, maka diwajibkan untuk mengeluarkan dan membayar zakatnya (Rafi, 2011: 35).

3. Manajemen pengelolaan Zakat a. Manajemen Zakat

Manajemen sebagai suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya (Terry & Leslie, 2010: 2)

Melihat proses-proses dalam manajemen tersebut, maka manajemen meliputi kegiatan perencanaan (plenning), pengorganisasian, (organizing), penggerakan, (actuating), dan pengawasan (controlling) terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dengan cara menerima dan mengambil harta atau barang zakat dari muzakki yang akan membayar zakat. Badan Amil Zakat (BAZ) dapat bekerjasama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas keinginan muzakki (Fakhruddin, 2008: 268).

1) Perencanaan Pengelolaan Zakat a) Perencanaan strategis kelembagaan

Perencanaan ialah penetapan pekerjaan yang harus dilaksankan oleh sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang digariskan. Perencanaan mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk dalam pemilihan alternatif-alternatif keputusan. Diperlukan

(44)

kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat kedepan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang (George R Terry dan Leslie W. R, 2010: 9).

Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus dilakukan. Perencanaan yang baik dapat dicapai dengan mempertimbangkan kondisi waktu yang akan datang dimana perencanaan dan kegiatan yang diputuskan akan dilaksanakan, serta periode sekarang saat rencana dibuat. Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam hal perencanaan, antara lain sebagai berikut (Fakhruddin, 2008: 268-269):

(1) Hasil yang ingin dicapai (2) Pelaku

(3) Waktu dan skala prioritas (4) Kapital

Ada beberapa faktor kuat yang patut diperhatikan dalam perencanaan yang strategis, antara lain (Sudirman, 2007: 81):

(1) Rencana yang memiliki manfaat besar (2) Sangat dibutuhkan

(3) Bersifat masa dan memiliki efek ganda (4) Keberanian bertindak

Perencanaan dengan segala variasinya ditunjukkan untuk membantu mencapai tujuan suatu lembaga atau organisasi. Prinsip-prinsip perencanaan sebagai berikut (Fakhruddin, 2008: 271):

(1) Prinsip membantu tercapainya tujuan (2) Prinsip efesiensi dari pada perencanaan (3) Prinsip pengutamaan perencanaan (4) Prinsip pemerataan perencanaan (5) Prinsip patokan perencanaan (6) Prinsip waktu

(45)

(7) Prinsip kebijakan pola kerja\Prinsip tata hubungan perencanaan (8) Prinsip alternatif

(9) Prinsip pembuatan faktor (10) Prinsip ketertarikan (11) Prinsip fleksibelitas (12) Prinsip ketetapan arah (13) Prinsip perencanaan strategis

Dalam perencanaan zakat mutlak diperlukan hal-hal sebagai berikut (Fakhruddin, 2008: 275):

(1) Aktifitas-aktifitas berupa pengumpulan data dan informasi disertai pemikiran, apa hendak dicapai, mengapa harus dicapai, dimana harus dijalankan, bila mana waktu dijalankan, siapa-siapa yang menjalankan, dan bagaimana cara menjalankan.

(2) Membuat pasti segala apa yang dapat dipastikan oleh karena faktor-faktornya ada ditangan.

(3) Menentukan dan merumuskan segala apa yang dituntut oleh situasi dan kondisi dari pada badan usaha/unit organisasi.

Dalam penyusunan perencanaan strategis kelembagaan zakat dapat ditentukan empat unsur utama yaitu:

(1) Tujuan yang jelas.

(2) Fakta-fakta, yaitu apa yang terdapat sekarang yang merupakan lanjutan dari yang telah ditentukan masa lampau.

(3) Perkiraan hari.

(4) Serangkaian perbuatan dan aktifitas tertentu yang berhubungan dengan upaya pencapaian tujuan.

Jadi pada perencanaan zakat pada pokoknya adalah mengerjakan urusan zakat dengan mengetahui apa yang dikehendaki untuk dicapai, baik yang diselesaikan sendiri atau orang lain yang setiap waktu selalu mengetahui apa yang harus dituju (Fakhruddin, 2008: 276).

(46)

b) Perencanaan tujuan kelembagaan

Tujuan merupakan sesuatu yang ingin dicapai. Dalam Islam, tujuan apapun yang ingin dicapai harus berlandaskan dengan prinsip syariat Islam.

Dalam pengelolaan zakat, ada empat tujuan yang hendak di capai, yaitu:

(1) Memudahkan muzakki dalam menunaikan kewajiban berzakat. (2) Menyalurkan zakat yang terhimpun kepada mustahiq.

(3) Mengelola zakat ternyata memprofesionalkan organisasi zakat itu sendiri.

(4) Terwujudnya kesejahteraan sosial.

Lembaga pengelolaan zakat secara umum harus memiliki visi dan misi organisasi. Visi adalah cara pandang jauh kedepan atau gambaran tentang masa depan kemana suatu organisasi harus dibawa. Menurut manajemen pengelolaan dana zakat Departemen Agama RI, ada lima kriteria dalam penyusunan sebuah visi, yaitu: (1) Rumusan visi harus jelas, singkat, padat, dan mudah diingat. (2) Mencerminkan suatu yang ingin dicapai dan berorientasi

terhadap masa depan.

(3) Mampu menjamin kesinambungan kepemimpinan dan dapat menjembatani keadaan yang sekarang dengan keadaan yang akan datang.

(4) Mampu menumbuhkan komitmen dan dapat menggerakan orang. (5) Mudah dikomunikasikan dan dapat dimengerti oleh pengurus

maupun masyarakat.

Sedangkan misi adalah kegiatan yang harus dilaksanakan oleh satuan organisasi. Adapun kriteria yang harus diperhatikan dalam merumuskan suatu misi, yaitu:

(47)

(1) Rumusan misi harus simpel, jelas, tidak bermakna ganda, dan sejalan dengan visi.

(2) Menggambarkan fungsi atau pekerjaan yang dapat dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.

(3) Memungkinkan untuk perubahan atau penyesuaian dengan perkembangan atau perubahan visi.

Dari visi dan misi akan dilahirkan program-program unggulan sebagai implementasi pengelolaan zakat. Dari sejumlah program yang dicanangkan badan/lembaga pengelola zakat, dapat dikelompokkan menjadi empat program besar, yaitu program ekonomi, program sosial, program pendidikan, dan program dakwah (Fakhruddin, 2008: 276-278).

2) Pengorganisasian Pengelolaan Zakat

Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang

berarti alat, yaitu proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok kepada seorang menajer (Terry dan Leslie, 2010: 82).

Pengorganisasian yang dimaksud adalah cara yang ditempuh oleh sebuah lembaga untuk mengatur kinerja lembaga termasuk para anggotanya. Pengorganisasian tidak terlepas dari koordinasi, yang sering didefenisikan sebagai upaya penyatuan sikap dan langkah dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan (Sudirman, 2007: 83).

Dalam pandangan Islam, organisasi bukan semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan dengan baik dan rapi. Organisasi lebih menekankan pengaturan mekanisme dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam organisasi ada koordinasi serta wewenang dan tanggung jawab. Koordinasi merupakan upaya penyatuan sikap dan langkah dalam pencapaian tujuan. Pada dasarnya organisasi zakat menghimpun sejumlah orang-orang yang

(48)

masing-masing punya kepentingan. Dengan demikian seringkali dalam organisasi zakat terjadi tarik menarik antara kepentingan pengelola dan kepentingan organisasi. Pengelolaan organisasi zakat yang baik tentunya yang mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan individu dan kelompok (Fakhruddin, 2008: 284).

Koordinasi bisa terwujud karena ada tiga faktor, yaitu: a) Pimpinan

Organisasi zakat sebagai salah satu organisasi nirlaba tentunya sangat ditentukan oleh sikap pemimpinnya. Jika baik pemimpinnya, baik pula organisasinya. Sebaliknya jika buruk pemimpinnya, maka akan buruk juga organisasinya (Fakhruddin, 2008: 285). Dalam sebuah organisasi, termasuk zakat, sedikit banyaknya akan tergantung pada pemimpinnya. Walaupun sebagai pemimpin, pimpinan juga tidak akan bisa seenaknya memaksakan kehendaknya kepada anggotanya. Dengan adanya koordinasi, akan hilang penyumbat kebuntuan komunikasi antara pimpinan dan bawahan (Sudirman, 2007: 84). b) Sumber Daya Manusia

Baik buruknya organisasi juga ditentukan oleh kapasitas sumber daya manusia yang ada, karena sumber daya manusia mencerminkan sosok organisasi. Dengan sumber daya manusia yang baik, organisasi akan melewati masa pendewasaan yang baik juga. Sumber daya manusia yang baik tidak akan menjadi beban organisasi Organisasi punya kesempatan untuk tumbuh berkembang karena potensi sumber daya manusia (Fakhruddin, 2008: 285).

c) Sistem

Organisasi yang memiliki sistem akan lebih berkembang dalam waktu lebih lama dari pada yang tak memilik sistem. Akan tetapi dibutuhkan lima hal dalam membuat sistem, yaitu:

(49)

(1) Adanya kesadaran diseluruh lini membuat sistem organisasi, baik pimpinan, manajer, kepala bagian, dan staf.

(2) Konsistensi untuk membenahi kekurangan lembaga.

(3) Dibutuhkan waktu yang cukup, karena tidak bisa membuat sistem dalam satu hari.

(4) Implementasi harus dilaksanakan sebagai sebuah mekanisme yang harus dilalui.

(5) Mengakui sistem itu sebagai prosedur yang harus ditaati oleh semua orang di organisasi tersebut.

Sedangkan wewenang merupakan hak untuk bertindak. Bisa untuk melakukan sesuatu atau memerintahkan pihak lain untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu. Wewenang harus jelas batasannya, karena tanpa adanya kejelasan akan terjadi tubrukan dalam organisasi. Wewenang erat kaitannya dengan kekuasaan. Sebab wewenang bisa dilaksanakan hanya jika memiliki kekuasaan, tanpa kekuasaan, wewenang hanya ada diatas kertas. Wewenang dan kekuasaan sangat erat kaitannya hingga banyak yang mencampur adukkan. Wewenang merupakan hak untuk melakukan sesuatu, sementara kekuasaan merupakan kemampuan untuk melaksanakan wewenang tersebut.

Wewenang seseorang akan semakin besar jika kedudukannya dalam sebuah organisasi semakin tinngi. Namun demikian, wewenang yang besar juga akan menyebabkan tugas dan tanggung jawab yang diemban seseorang semakin besar. Oleh karena itu, wewenang tidak boleh menjadi prioritas pertama apalagi menjadi prioritas utama dengan meninggalkan tugas dann tanggung jawab.

Adanya pembatasan wewenang dan tanggung jawab setiap individu dalam manajemen, merupakan konsep dasar

(50)

pengorganisasian. Hal ini dimaksudkan agar setiap karyawan mengetahui kewajiban, tanggung jawab, dan wewenangnya.

Dengan demikian, ia akan mudah untuk ditanya, diaudit, atau dikoreksi, ketika melakukan kesalahan, atau mendapat kompensasi ketika menunjukkan kinerja yang baik (Fakhruddin, 2008: 286-287). 3) Pelaksanaan dan Pengarahan

Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa, hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan (Terry dan Leslie, 2010: 113).

Pelaksanaan dalam sebuah manajemen adalah aktualisasi perencanaan yang dicanangkan oleh organisasi, sedangkan pengarahan adalah proses penjagaan agar pelaksanaan program kegiatan dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dalam perencanaan ada beberapa komponen yang sangat diperlukan di antaranya adalah:

a) Motivasi

Motivasi akan memunculkan semangat bekerja dan pantang menyerah saat menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Untuk memotivasi anggota organisasi, perlu dibangun sikap kebersamaan dan keterbukaan sehingga anggota yang baru masuk sekalipun akan merasa menjadi bagian untuk harapan kiprahnya.

b) Komunikasi

Komunikasi merupakan kegiatan untuk menyampaikan informasi secara timbal balik sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Terhentinya informasi akan mengakibatkan kemacetan interaksi sehingga pada akhirnya akan memunculkan masalah baru. Sering dikatakan bahwa siapa yang menguasai informasi, dialah akan menguasai dunia.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar Tahun.. Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan

Dengan demikian, akan tercipta 16 hasil profil yang ditunjukkan dalam Model Myers-Briggs Personality – yang merupakan hasil kombinasi dari ke empat kategori utama diatas. Jika

Kemudian bagi manusia yang memiliki lebih dari satu kebajikan tertentu dalam dirinya akan disebut sebagai divergent.. Para divergent akan diasingkan dan

Penerapan Akuntansi Zakat pada lembaga amil zakat diseluruh Indonesia ini akan mendorong LAZ DPU DT Cabang Semarang untuk berusaha lebih baik dalam mencatat

Akan tetapi, Kamus Urban Indonesia yang memuat kosakata bahasa Sunda dapat mendorong seseorang atau sekelompok anggota masyarakat tutur Sunda bergairah lagi atau terdorong untuk

Sejarah Indonesia mencatat sebuah peristiwa kelam yang terjadi pada tahun 1965, yaitu Gerakan 30 September. Pergolakan politik tersebut tidak hanya berdampak di tingkat elit politik

This translation research is significant (1) to explain translation equivalence (TE) and translation non-equivalence (TNE) using text-centered and

Berdasarkan hasilobsevasi yang dilakukan peneliti didapatkan petugas menggunakan alat pelindung diri (APD) saat melakukan tugasnya seperti saat melakukan pekerjaan