• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: H.Z.A. Sastramihardja, SH., MH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh: H.Z.A. Sastramihardja, SH., MH."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Hal 148 3.Total pengaruh ke-4 sub variabel karakteristik wirausaha yang signifikan terhadap kinerja usaha perusahaan manufaktur tahu Sumedang di Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang sebesar 81,364%. Sedangkan 18,636% dipengaruhi oleh 6 sub variabel karakteristik wirausaha yang tidak signifikan, yaitu mental ability, initiative and responsibility, integrity and reliability, tolerance for failure, locus of control, dan human relations skills.

Bukan berarti ke 6 sub variabel tersebut tidak memiliki pengaruh, tetapi pengaruh dari ke 6 sub variabel tersebut tidak cukup berarti untuk mempengaruhi kinerja usaha pada perusahaan manufaktur tahu Sumedang di Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang.

2.Saran – saran.

1.Pengusaha pada perusahaan manufaktur tahu Sumedang di Kecamatan Sumedang Utara Kabupaten Sumedang, perlu mengembangkan perencanaan yang cukup matang sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Juga perencanaan yang baik merupakan prediksi, intuisi dan kreativitas untuk masa depan yang mendukung kesuksesan usahanya.

2.Untuk meningkatkan hasil usahanya, pengusaha perlu mempunyai kemampuan creativity. Dengan kreativitas yang diciptakan, yaitu melakukan eksistensi atau pengembangan produk untuk mempertahankan konsumen yang sudah ada dan menciptakan pelanggan baru.

K. Daftar Pustaka

Alma, Buchari.(2004). Kewirausahaan, Penuntun Perkuliahan Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Alfabeta.

Arikunto, Suharsimi.(1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Drucker.Peter F.(1993). Inovation and Entepreneurship. New York: Harper Business

Gibson, James L. John M.Ivancevich.(1997).Organizationss,Behavioral,Process and Structure. New York: Richard D.Irwin Inc.

Harimurti Subanar.(1998).Manajemen Usaha Kecil.Edisi Pertama.Yogyakarta: BPFE.

Hasibuan,Nurimansyah.(1994).Oligopoli di Indonesia : Kasus Sektor Industri.Jakarta : Prisma Hisrich,Robert D. And Michael P Peter.(1995).Enterpreneur Starting,Develoving and Managing A

New Enterprice.Tokyo : Topan Company Ltd.

Kao.John I. Enterpreneurship. Creativity and Organization. Text, Cases and Readings.New Jersey : Prentice Hall.Englewood Cliffs.

Kotler, Phillip (1995). Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Alih Bahasa Ancella Anitawati Hermawan.Jakarta : Salemba Empat.

Kuratko, Donald F and Richard M.Hodgets.(1995). Enterpreneurship: A Conterporary Approach. Third Edition. Florida : The Driden Press. Harcout Brace College Publisher.

Maleong, Laxy.(1990).Metodologi Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia. Meredith.(1994). Enterpeneurship. New York

Rambat Lupiyoadi dan Jero Wacik.(1999). Wawasan Kewirausahaan , Cara Mudah Menjadi Wirausaha. Jakarta : Lembaga Penelitian Penerbitan FE Universitas Indonesia.

Rusman Hakim.(1998). Kiat Sukses Berwirausaha. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Scarborough. Norman M and Thomas Zemmerer (1996) Effective Small Business Management. New York. Mac Milan Publishing Company.

Stoner, J.A.F (1995). Management. Ontario : Prentice – Hall Inc.

Tarsis, Tarmudi.(1996). Petunjuk Praktis Wirausaha. Jakarta : Gramedia. Thoby Mutis (1995). Kewirausahaan yang Berproses. Jakarta : PT. Grasindo.

PERGESERAN PARADIGM DAN REKONSTRUKSI HUKUM PELAYANAN PUBLIK

Oleh:

(2)

Hal 149

ABSTRAK

Perubahan sosial dan era global menuntut adanya perubahan dalam memberikan pelayanan terhadap publik, melalui regulasi atau peraturan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Indonesia yang merupakan negara hukum telah menerapkan konsep welfare state sesuai dengan amanat UUD RI 1945. Dewasa ini kebijakan publik yang merupakan sarana hukum untuk memberikan pelayanan kepada publik mengalami pergeseran paragidma menuju kepada kontruksi hukum yang sesuai dengan kondisi masyarakat di daerah masing-masing. Dari hasil analisis dan pengkajian terhadap peraturan yang telah ada, dibeberapa daerah telah terjadi proses rekonstruksi hukum pelayanan publik dengan menggunakan model pelibatan berbagai pihak dalam koridor partisipasi.

(3)

Hal 150

1. PENDAHULUAN

Hukum yang berkaitan dengan administrasi negara yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan masyarakat luas disebut juga kebijakan publik. Kebijakan publik yang telah dilegitimasikan oleh pemerintah dan lembaga legislatif, sudah semestinya diimplementasikan melalui sistem administrasi publiknya, baik yang bersifat makro maupun mikro. Di era otonomi daerah, sebagian dari kebijakan publik diimplementasikan dalam bentuk desentralisasi yang harus menekankan prinsip-prinsip good governance pada fungsi-fungsi regulasi, pelayanan publik dan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Hal ini berarti kebijakan publik yang diimplementasikan dalam sistem administrasi publik di daerah kabupaten/kota benar-benar menerapkan prinsip good governance serta berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Di samping itu, pelayanan publik merupakan bagian krusial dalam praktek negara demokrasi. Berkaitan dengan hal tersebut para ahli mengatakan bahwa pelayanan publik sebagai demokrasi dalam arti yang sebenarnya karena demokrasi sebagai konsep hanya dapat dirasakan dalam kualitas layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyatnya. Dengan tingkat heterogenitas yang luas, pelayanan publik sangat rentan bagi suatu pemerintah dapat memenuhi kebutuhan layanan masyarakat sesuai dengan tingkat kebutuhan apalagi tingkat kepuasan rakyat. Dalam konteks ini kualitas layanan menjadi tolok ukur penting untuk melihat perjalanan demokrasi dan desentralisasi. Seiring dengan semangat reformasi yang berjalan di Indonesia, disadari atau tidak saat ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang hukum pelayanan publik menuju kepada rekontruksi hukum pelayanan publik yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap publik. Menurut Marsh dan Ian dalam Salam(2004:111) terdapat dua perpektif yang penting untuk diamati dalam layanan publik yaitu: Pertama, dimensi service delivery agent (misalnya : dinas atau unit kerja pemerintah), dan Kedua, dimensi customer atau user (masyarakat pengguna). Berdasarkan dimensi pemberi layanan perlu diperhatikan tingkat pencapaian kinerja meliputi layanan yang adil, kesiapan kerja dan mekanisme kerja (readiness), harga terjangkau (offordable price), prosedur sederhana yang dapat dipastikan waktu penyelesaiannya. Sementara itu dari dimensi penerima layanan publik harus memiliki pemahaman reaktif terhadap penyimpangan atau layanan yang kurang berkualitas yang muncul dalam praktik penyelenggaraan layanan publik.

Keterlibatan aktif masyarakat baik dalam mengawasi dan menyampaikan keluhan terhadap praktik penyelenggaraan layanan publik menjadi faktor penting sebagai umpan balik bagi perbaikan kualitas layanan publik. Sedangkan pakta yang ada dilapangan, hal tersebut baru sebatas harapan, karena masih sering ditemui adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, dalam arti hukum pelayanan publik belum terlaksana sebagaimana mestinya, bahkan publik masih banyak yang belum memahami haknya. Maka diperlukan pemikiran yang sekiranya mengarah kepada terciptanya rekonstruksi pelayanan publik yang benar-benar sesuai dengan harapan masyarakat.

2. KAJIAN TEORI

Dalam suatu negara yang berdaulat, keberadaan hukum mutlak diperlukan termasuk di bidang pelayanan publik. Untuk menghindari dampak negatif dari perkembangan peranan dan fungsi administrasi negara, maka konsep negara hukum modern menjadi suatu keharusan. FJ. Stahl dalam Marbun (2001:7) mengemukakan konsepsinya mengenai negara hukum yaitu : “Negara harus menjadi negara hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga menjadi daya pendorong perkembangan pada zaman baru ini. Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya sebagaimana lingkungan (suasana) kebebasan warga negara menurut hukum itu dan harus menjamin suasana kebebasan itu tampa dapat ditembus. Negara harus mewujudkan atau memaksanakan gagasan akhlak dari segi negara, juga langsung tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana hukum” Konsep ini relevan dengan konsep welfare state dimana pengertian negara hukum modern, bukan saja menjaga keamanan semata-mata tetapi secara aktif turut serta dalam urusan kemasyarakatan demi kesejahteraan rakyat.

Dalam UUD RI 1945 telah dikemukakan dengan jelas, bahwa Indonesia adalah negara hukum yang hakikatnya bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia. Dengan demikian negara

(4)

Hal 151 Indonesia jelas merupakan negara yang menerapkan konsep welfare state sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat yang dijadikan sebagai landasan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional yakni “Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Konsep negara kesejahteraan sebagaimana tersurat pada pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersebut diatas diperkuat dengan pernyataan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen ke IV tahun 2002 bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum. Menurut Basah (1986:24), sebagai konsekuensi dari negara hukum dan negara kesejahteraan maka conditio sine qua non hukum harus berpenca fungsi secara direktif, integratif, stabilitatif, perfektif, dan korektif. Dengan demikian hukum harus dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul akibat terjadinya perubahan-perubahan yang mendasar di dalam masyarakat terutama pada era globalisasi yang diiringi dengan perubahan sosial yang berdampak pada pergeseran paradigma hukum menuju rekonstruksi hukum pelayanan publik yang mampu memenuhi harapan masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Raharjo (1980:13), yang menyatakan bahwa “apabila berbicara mengenai hukum, sasaran pembicaraan bukan hanya berkisar pada hukum sebagai suatu sistem yang konsisten, logis dan tertutup melainkan sebagai sarana untuk menyalurkan kebijakan-kebijakan di dalam pembangunan atau perubahan masyarakat”. Teori ini diperkuat oleh Muchsin 92002:16), yang menyatakan tentang dalil dalam teori ilmu hukum bahwa “tiada masyarakat tampa hukum”. Demikian pula masyarakat Indonesia tidak terlepas dari dalil tersebut.

Berdasarkan teori-teori di atas, dewasa ini di Indonesia memungkinkan terjadinya pergeseran paradigma hukum ke arah terciptanya rekonstruksi hukum. Tujuannya tiada lain agar dapat melindungi segenap warga negara sesuai dengan amanat UUD 1945. Pergeseran ini terjadi karena berbagai hal, salah satunya antara lain karena kondisi tertentu seperti yang dikemukakan Muchsin (2002;3), bahwa “Kebjiakan Publik yang diambil pemerintah di daerah, yang tidak sepenuhnya sejalan dengan perundang-undangan yang ada, itu tidak sama sekali dimaksudkan untuk melanggar hukum, melainkan mereka memandang bahwa kondisi yang ada di daerahnya belum memungkinkan diterapkannya aturan hukum yang ada. Sehingga mereka menganggap perlu adanya sebuah kebijakan di tingkat lokal yang lebih sesuai dengan tuntutan, kondisi dan kebutuhan masyarakat lokal”. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu menetapkan kebijakan-kebijakan publik yang mengarah pada kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Pemerintah dalam hal ini Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah menerbitkan berbagai landasan peraturan perundang-undangan, pedoman dan surat edaran di bidang pelayanan publik antara lain : Keputusan Menteri PAN Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Keputusan Menteri PAN Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks kepuasan masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

3. METODOLOGI

Menurut Kuntjoroningrat (1993:14) suatu penelitian ilmiah selalu dimulai dengan suatu perencanaan yang seksama. Perencanaan ini selalu mengikuti suatu logika yang sama karena merupakan rentetan petunjuk-petunjuk yang disusun secara logis dan sistematis. Maka perlu ditetapkan metode penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode pendekatan socio-legal, yaitu disamping mempelajari peraturan-peraturan dan kebijakan juga memperhatikan fakta-fakta yang ada dilapangan.

Adapun cara pengumpulan data menggunakan instrumen yang cukup rumit, dalam arti peneliti merupakan instrumen, sehingga peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pelapor. Data kunci terdiri atas data-data yang berkaitan dengan pelayanan publik, antara lain penerbitan ijin-ijin,

(5)

Hal 152 penyediaan sarana umum, dan pelaksanaan pembangunan. Data yang terkumpul dianalisis mengikuti langkah-langkah berikut yang masih sangat bersifat umum yakni reduksi data, displai data, mengambil kesimpulan, dan verifikasi (Nasution, 1996:29).

4. PEMBAHASAN

Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas, berprosedur jelas, dilaksanakan dengan segera, dan dengan biaya yang pantas, telah terus mengedepan dari waktu ke waktu. Tuntutan ini berkembang seiring dengan berkembangnya kesadaran bahwa warga negara dalam kehidupan bernegara bangsa yang demokratik memiliki hak untuk dilayani. Tugas dan sekaligus wewenang pemerintah untuk bertindak sebagai regulator dan sekaligus implementator kebijakan. Pemerintah telah memposisikan diri sebagai pemberi perintah, yang akan memposisikan dirinya berhadap-hadapan dengan yang diperintah dalam hubungan governor-governed atau regulator-regulated.

Regulasi pelayanan publik yang sifatnya tersebar dalam banyak peraturan yng sifatnya sektoral, dengan standar yang berbeda-beda, menjadikan pelayanan publik di Indonesia berada pada kondisi yang belum managable. Kondisi inilah yang menarik penulis untuk mengkaji secara lebih mendalam tentang kontruksi hukum yang mendekati ideal (ius constituendum) untuk hukum administrasi negara bidang penyelenggaraan pelayanan publik.

Peneltian ini bertujuan mengkaji hukum yang layak untuk hukum administrasi negara bidang penyelenggaraan pelayanan publik oleh lembaga pemerintah yang responsif terhadap tuntutan masyarakat sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan perkembangan dn tuntutan masyarakat, dalam rangka mewujudkn pemenuhan kepentingan publik secara berkeadilan.

Indonesia pernah mengalami perubahan besar dalam tatanan politik dan pemerintahan yang berdampak pada pergeseran paradigma hukum positif yang menuju kepada paradigma hukum responsif. Hal ini diduga akan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak untuk memperoleh pelayanan yang berkeadilan. Pergeseran ini sejalan dengan pergeseran paradigma administrasi publik, menuju ke new public service yang lebih partisipatif, berkeadilan, transparan, dan berkepastian.

Dari hasil pengkajian diperoleh fakta yang bervariasi dalam praktek pelaksanaan hukum administrasi negara yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik, sehubungan dengan kondisi sosial, budaya dan kebutuhan masyarakat di masing-masing daerah kondisinya berbeda. Meruntut paradigma konstruktivisme dengan logika constructing theory dan metode pendekatan fenomenologi pada sociolegal study, hukum administrasi negara yang mengatur pelayanan publik amat diharapkan agar dapat dibangun berdasarkan materi hukum temuan penelitian yang berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat setempat, berstruktur budaya masyarakat setempat, bersifat responsif dan dapat memenuhi tuntutan-tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan sosial yang sangat mendesak bagi masyarakat penggunanya.

Hukum administrasi negara yang mengatur pelayanan publik dikonsepkan sebagai sebuah “konstruksi” yang batasan definitifnya terikat pada dimensi dn waktu tatkala subjek-subjek berinteraksi secara komunikatif untuk menghasilkan produk pemikiran yang sama. Hal ini mengandung pengertian bahwa hukum dalam konteks hukum administrasi negara bidang pelayanan publik tidak akan dipahami hanya sebagai entitas normatif yang objektif, melainkan dipahami juga sebagai dependen variable dari suatu proses sosial politik yang melibatkan sejumlah individu yang berpartisipasi dalam proses sosial tersebut. Dengan demikian proses konstruksinya tidak hanya dipahami sebagai teknik prosedur standar, tetapi dipahami sebagai totalitas proses yang berada dalam keadaan saling berkait dengan variabel sosial, budaya, dan politik. Konstruksi hukum administrasi negara bidang pelayanan publik dipahami sebagai produk politik yang memiliki karakter yang ditentukan oleh dinamika sosial berkaitan dengan hukum administrasi negara dan lebih khusus lagi berkenaan dengan hukum yang mengatur pelayanan publik.

Dalam mengkontruksi hukum administrasi negara yang mengatur pelayanan publik, konstruksi hukum administrasi negara bidang penyelenggaraan pelayanan publik harus lebih memenuhi harapan

(6)

Hal 153 masyarakat. Suatu ius constituendum yang memungkinkan terlaksana Standar pelayanan publik dalam kerangka penyelanggaraan hukum administrasi negara yang mengatur pelayanan publik yang lebih responsif dan parsitipasif serta secara khusus lebih sesuai dengan kondisi masyarakat daerah.

Telah dimaklumi bahwa perubahan-perubahan sosial-kultural dan politik terjadi di daerah-daerah yang berdampak pada terjadinya pergeseran yang menuju kepada berbagai ragam respons, yang semakin memperhatikan sifat responsifnya. Pergeseran ini sejalan dengan pergeseran paradigma di lingkungan ilmu hukum administrasi negara menuju responsive law paradigm dan ilmu administrasi publik yang mengarah ke paradigma baru yang disebut the new public service paradigm, yang menuntut terpenuhinya kriteria partisiasi, keadilan sosial, transparansi, kepastian dan keterjangkauan bagi dan oleh masyarakat yang berhak atas pelayanan publik.

Sejalan dengan pergeseran ajaran teori ilmu hukum di atas pada dimensi yang lain terjadi pergeseran paradigma administrasi negara, dari traditional public administration menuju kepada new public administration. Pada traditional public administrations orientasi administrasi negara, lebih ditekankan kepada control, order, prediction yang terikat kepada political authority, tightening control, to be given and following the instrction. Pada new public management, administrasi negara diarahkan kepada alignment creativity and empowering.

Pergeseran tersebut terjadi juga pada operasionalisasi administrasi negara oleh pemerintah untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi menjalankan pemerintahan sehari-hari. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya, pemerintah saat ini telah mengalami satu proses pergeseran, yaitu dalam perkembangan konsep ilmu administrasi negara terjadi pergeseran titik tekan dari administration of public di mana negara sebagai agen tunggal implementasi fungsi pemerintahan; administration for public yang menekankan fungsi pemerintahan yang bertugas dalam public service, ke administration by public yang berorienstasi bahwa public demand are differentiated, dalam arti fungsi pemerintah hanya sebagai fasilitator dan katalisator yang menitikberatkan pada putting the customer in the driver seat. Dalam hal ini pemerintah tidak lagi merupakan faktor utama sebagai driving force. Pendapat tersebut menegaskan adanya fenomena perubahan besar, dari peran tunggal negara sebagai penyelenggara pemerintahan, bergeser menjadi fasilitator saja.

Untuk meninggalkan paradigma administrasi klasik dan reinventing government atau new public management, dan beralih ke paradigma new publik service, administrasi publik harus berusaha untuk: (a) Melayani warga masyarakat bukan sebagai pelanggan (serve citizen, not customers); (b) Mengutamakan kepentingan publik (seek the public interest), (c) Lebih menghargai warga negara daripada kewirausahaan (value citizenship over entpreneurship), (d) Berpikir strategis, dan bertindak demokratis (think strategic, act democratically), (e) Menyadari bahwa akuntabilitas bukan merupakan suatu yang mudah (recognize that accountability is not simple), (f) Lebih melayani daripada mengendalikan (serve rather than steer), (g) Lebih menghargai orang bukan hanya produktivitas (value people, not just productivity).

Dewasa ini, paradigma pelayanan publik lebih diarahkan pada “democracy pride and citizen”, sehingga nilai-nilai demokrasi, kewarganegaraan dan pelayanan untuk kepentingan publik dijadikan sebagai norma mendasar dalam penyelenggaraan administrasi publik. Hukum penyelenggaraan pelayanan publik didasarkan pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan dasar filosofis bagi pengaturan pelayanan publik. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara utama pelayanan publik untuk melayani kebutuhan publik yang lebih baik sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan demokratis. Lebih jelas amanat ini tercantum dalam Pasal 18 ayat (2), ayat (6), Pasal 28 B ayat (2), Pasal 28 C ayat (1), Pasal 28 D ayat (2), Pasal 28 F, Pasal 28 H ayat (1), Pasal 28 i ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945. Pasal-pasal tersebut merupakan amanat negara bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus dikelola, diatur dan diselenggarakan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, setiap peraturan perundangan harus bersumber dan berdasar pada peraturan perundangan yang berlaku dan yang lebih tinggi tingkatannya.

(7)

Hal 154 Norma dasar yang merupakan norma tertinggi dalam sistem norma di Indonesia adalah Pancasilayang terdiri dari lima sila. Norm hukum administrasi negara yang mengatur pelayanan publik bersumber dari norma ini, sehingga suatu norma dasar itu dikatakan presupposed. Dari data empiris diperoleh fakta bahwa hukum administrasi negara yang mengatur penyelenggaraan pelaynan publik yang tertuang dalam standat pelayanan publik diselenggarakan bervariasi sehubungan dengan kondisi sosial, budaya dan kebutuhan masyarakat di masing-masing daerah yang berbeda. Hukum administrasi negara yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik (regulatory laws) di beberapa daerah telah melibatkan berbagai lapisan masyarakat dalam koridor partisipasi, seperti LSM, organisasi profesi, pemuka agama, assosiasi, tokoh masyarakat, dan akademisi.

Pemberian ruang partisipasi masyarakat dalam mengkonstruksi hukum administrasi negara yang mengatur pelayanan publik seperti di atas, dimaksudkan untuk mengakomodasi tuntutan demokrasi yang berkembang dalam masyarakat, yang diharapkan akan terbangun komitmen bersama dalam kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik dalam masyarakat.

Sementara itu, mekanisme merekonstruksi hukum administrasi negara yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik pun dapat berjalan dalam suatu situasi saling kontrol antara para penyelenggara dan pengguna jasa pelaynan publik. Melalui mekanisme ini akan tercipta pelayanan yang berkeadilan serta meningkatkan posisi warga, dari yang semula hanya pengguna pelayanan jasa menjadi pihak yang berposisi bargain yang lebih baik untuk mendapatkan jasa pelayanan yang lebih baik pula. Tanggung jawa bersama yang dikembangkan melalui ruang partsipasi masyarakat dengan model pelibatan berbagai para pihak diharapkan akan merangsang penyelenggara pelayanan publik untuk mengembangkan dan memperluas kompetensi aparaturnya gar senantiasa dapat melaksanakan tugas dengan lebih baik.

Penyediaan ruang partisipasi masyarakat dalam merekonstruksi hukum administrasi negara yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik, diharapkan mampu membei pembelajaran kepada masyarakat untuk lebih bertanggung jawab dalam proses demokrasi yang sedang berjalan. Adanya ruang partisipasi dalam rekonstruksi hukum administrasi negara yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik dengan prinsip tanggung jawab bersama, semua pihak diharapkan dapat mengembangkan alternatif positif berkaitan dengan sistem pengaturan, sistem penyelenggaraan, dan kewajiban berswasembada agar mampu bertindak secara mandiri.

Rekonstruksi hukum administrasi yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik yang melibatkan para pihak dengan tujuan terbinanya komitmen bersama dalam ruang partisipasi masyarakat, akan mengantar semua pihak ke dalam proses rekonstruksi hukum administrasi negara yang mengatur penyelenggaraan pelyanan publik secara lebih responsif. Suatu regulasi yang dapat memenuhi tuntutan agar aturan hukum terkonstruksi sebagai produk dari suatu proses yang lebih responsif pada kebutuhan sosial merupakan kebutuhan mendesak. Namun demikian tampa mengabaikan konstruksi-konstruksi normatif hasil proses institusional para politisi di badan-badan legislatif yang telah ada.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Rekonstruksi hukum administrasi negara yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik yang demikian itu akan sesuai dengan perkembangan paradigma ilmu hukum, dari normatif-positivistik ke progresif-sosiologik. Adanya perubahan tersebut diharapkan dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan yang lebih responsif dalam membukakan kesempatan kepada stalkeholders untuk ikut berpartisipasi langsung dalam proses pembentukkan hukum sebagai suatu rational construct in concreto.

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan, penulis menyarankan perlu adanya ekonstruksi hukum administrasi negara yang mengatur pelayanan publik dengan suatu regulasi yang diundangkan dalam bentuk Peraturan Daerah yang tanggap pada norma-norma lokal yang produktif dan terpilih. Peraturan Daerah yang menetapkan Standar Pelayan Publik yang tanggap pada tuntutan masyarakat akan mampu menyelesaikan berbagai problem praktis yang mengatur prosedur, penetapan biaya, waktu dan mekanisme pengaduan dan penetapan fasilitas pelayanan, yang oleh

(8)

Hal 155 sebab itu perlu dipertimbangkan oleh para pejabat pemerintahan yang berwenang dalam menetapkan kebijakan. Dengan demikian, pergeseran paradigma hukum dalam pelayana publik, dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan, nilai, dan budaya masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Basah, Sjachran. 1986. Tiga Tulisan Tentang Hukum, Bandung, : Armiko.

Burhan Bungin eds, 2003. Metologi Penelitian Sosial, Surabaya : Airlangga, Press.

Geoge Retrzer. 2003. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Kuntjoroningrat. 1993. Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Ikrar Mandiri Alam.

Marbun, SF, dkk. 2001. Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Jogyakarta :UII. Press.

Muchsin dan Fadilah Putra. 2002. Hukum dan Kebijakan Publik, Malang Averroes.

Milles dan Huberman Press. 1992. Analisis Data Kualitatif, Jakarta : Universitas Indonesia. Rahardjo, Satjipto. 1989. Hukum dan Masyarakat, Bandung : Angkasa.

Salam, Dharma Setyawan. 2004. Otonomi Daerah dalam Perspektif Lingkungan Nilai dan Sumber Daya, Jakarta : Djambatan.

PENGARUH PEMBINAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KINERJA PEGAWAI TERHADAP ADMINISTRASI KEUANGAN

Oleh :

Asep Sumarsana, SE., MM. ABSTRACT

Influence Of Construction of Finance Management and Officer Performance to Financial Administration Quality in BPKAD Sub-Province of Sukabumi.This research is instructed to analyse some factors influencing the Financial Administration Quality, that is : Construction of Finance Management and Officer Performance. Research executed in Sub-Province of Sukabumi. Method Research the used is survey method. this Research responder is all officer in BPKAD Sub-Province of Sukabumi selected by using sampling random stratified counted 90 people. Instrument the used is Construction of Finance Management instrument, Officer Performance and Financial Administration Quality as according to his indicator.Hypothesis test done by using F-Test and t-Test.This Research result find that : First: there are positive influence of Construction of Finance Management (X1) and of Officer Performance (X2) by together to Financial Administration Quality

(Y), determination coefficient R2 = 0.,974 and regression equality Ŷ = 8,545 + 0,409X1 + 0,449X2;

Second : There are positive influence of Construction of Finance Management (X1) to Financial

Administration Quality (Y); There are positive influence of Officer Performance (X2) to Financial

Administration Quality . (Y).Pursuant to research result, please conclude that Financial Administration Quality can be improved to through the make-up of Construction of Finance Management and make-up of Officer Performance

Referensi

Dokumen terkait

Lubis (2004:14) adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun

Dengan melihat deskripsi hasil penelitian yang memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan antara kemampuan penalaran adaptif siswa

į psichoanalizę, į kultūros istoriją, į lite­ ratūros kritiką. Lingvistinis mąstymas, pa­ tekęs nelingvistų žinion, suuniversalėjo, bet kartu ir

Kecenderungan penggunaan Pola Dagang Umum dikarenakan para pengusaha tidak ingin adanya sebuah hubungan yang terikat dalam waktu tertentu. Para pengusaha itu

Orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak sempat untuk mengurus anak-anaknya dengan pendidikan agama dirumah seperti menyuruh anak untuk

Sehingga kemungkinan yang dapat terjadi adalah tidak ada sampel bakteri yang diberikan pada saat pengujian pada media LJ yang telah berisi konsentrasi obat,

nilai koefisien regresi yang terbesar serta memiliki nilai probabilitas yang terkecil dari variabel lainnya. Sehingga hipotesis kedua yang mengatakan bahwa diduga

  Dengan   demikian   Wisma   Nasional   itu