• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2005). Menurut Soehatman Ramli (2010), risiko merupakan kombinasi dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2005). Menurut Soehatman Ramli (2010), risiko merupakan kombinasi dari"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Risiko

2.1.1. Pengertian Risiko

Risiko adalah kemungkinan, bahaya, kerugian, akibat kurang menyenangkan dari sesuatu perbuatan, usaha, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Menurut Soehatman Ramli (2010), risiko merupakan kombinasi dari kemungkinan dan keparahan dari suatu kejadian. Besarnya risiko ditentukan oleh berbagai faktor, seperti besarnya paparan, lokasi, pengguna, kuantiti serta kerentanan unsur yang terlibat.

2.1.2. Risiko K3

Menurut OHSAS 18001, risiko K3 adalah kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya atau paparan dengan keparahan dari cedera atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut (Ramli, 2010).

Risiko K3 berkaitan dengan sumber bahaya yang timbul dalam aktivitas bisnis yang menyangkut aspek manusia, peralatan, material, dan lingkungan kerja. Umumnya risiko K3 dikonotasikan sebagai konotasi negatif (negative impact) antara lain : kecelakaan terhadap manusia dan aset perusahaan, kebakaran dan peledakan, penyakit akibat kerja, kerusakan sarana produksi, gangguan operasi (Ramli, 2010).

(2)

2.2. Kebakaran

Kebakaran adalah api yang tidak terkendali, yang berarti diluar kemampuan dan keinginan manusia. Api tidak terjadi begitu saja tetapi merupakan suatu proses kimiawi antara uap bahan bakar dengan oksigen dan bantuan panas. Teori ini dikenal sebagai segitiga api (fire triangle).

Menurut teori ini, kebakaran terjadi karena adanya 3 faktor yang menjadi unsur api, yaitu : bahan bakar (fuel), sumber panas (heat), dan oksigen. Kebakaran dapat terjadi jika ketiga unsur api tersebut saling bereaksi satu dengan lainnya. Tanpa adanya salah satu unsur tersebut, api tidak dapat terjadi. Bahkan masih ada unsur ke empat yang disebut reaksi berantai, karena tanpa adanya reaksi pembakaran maka api tidak akan dapat hidup terus menerus. Keempat unsur api ini sering disebut juga Fire Tetrahedron.

2.2.1. Penyebab Kebakaran

Kebakaran disebabkan oleh berbagai faktor, secara umum dikelompokkan sebagai berikut :

a. Faktor Manusia

Manusia sebagai salah satu faktor penyebab kebakaran antara lain : manusia yang kurang peduli terhadap keselamatan dan bahaya kebakaran, menempatkan barang atau menyusun barang yang mungkin terbakar tanpa menghiraukan norma – norma pencegahan kebakaran, pemakaian tenaga listrik melebihi kapasitas yang telah ditentukan, kurang memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin, dan adanya unsur – unsur kesengajaan.

(3)

b. Faktor Teknis

Kebakaran juga dapat disebabkan oleh faktor teknis khususnya kondisi tidak aman dan membahayakan yang meliputi :

b.1. Proses fisik/mekanis

Faktor penting yang menjadi peranan dalam proses ini adalah timbulnya panas akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api, misalnya pekerjaan perbaikan dengan menggunakan mesin las atau kondisi instalasi listrik yang sudah tua atau tidak memenuhi standar.

b.2. Proses kimia

Kebakaran dapat terjadi ketika pengangkutan bahan - bahan kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan tanpa memerhatikan petunjuk - petunjuk yang ada. b.3. Faktor Alam

Salah satu faktor penyebab adanya kebakaran dan peledakan akibat faktor alam adalah petir dan gunung meletus yang dapat menyebabkan kebakaran hutan yang luas dan juga perumahan – perumahan yang dilalui oleh lahar panas dan lain - lain (Sagala, 2008).

2.2.2. Klasifikasi Kebakaran

Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-04/MEN/1980, tanggal 14 April 1980 tentang syarat – syarat pemasangan dan pemeliharaaan Alat Pemadam Api Ringan, kebakaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(4)

Tabel 2.1. Klasifikasi Kebakaran di Indonesia

Kelas Jenis Contoh

Kelas A Bahan Padat Kebakaran dengan bahan bakar padat bukan logam

Kelas B Bahan cair dan gas Kebakaran dengan bahan bakar cair atau gas mudah terbakar

Kelas C Listrik Kebakaran instalasi listrik bertegangan Kelas D Bahan Logam Kebakaran dengan bahan bakar logam 2.2.3. Bahaya Kebakaran

Kebakaran mengandung berbagai potensi bahaya baik bagi manusia, harta benda maupun lingkungan. Bahaya utama dari suatu kebakaran adalah sebagai berikut (Ramli, 2010) :

a. Terbakar api secara langsung

Panas yang tinggi akan mengakibatkan luka bakar, bahkan korban dapat hangus. Luka bakar akibat api biasanya dibedakan menurut derajat lukanya sebagai berikut :

a.1. Derajat 1

Merupakan luka bakar ringan, efek merah dan kering pada kulit seperti terkena matahari.

a.2. Derajat 2

Luka bakar dengan kedalaman lebih dari 0,1 mm menimbulkan dampak epidermis atau lapisan luar kulit dan melepuh sehingga menimbulkan semacam gelembung berair.

a.3. Derajat 3

Luka bakar dengan kedalaman lebih dari 2 mm, mengakibatkan kulit mengering, hangus dan melepuh besar.

(5)

b. Terjebak karena asap

National Fire Protection Association (NFPA) mengindikasikan bahwa kematian karena kebakaran paling banyak ditimbulkan karena terhirup asap daripada terbakar api (Hammer, 1981). Kematian akibat asap dapat disebabkan dua faktor yaitu karena kekurangan oksigen atau terhirup gas beracun. Asap kebakaran mengandung berbagai jenis zat berbahaya dan beracun tergantung jenis bahan yang terbakar, antara lain Hidrogen Sianida dan Asam Sianida, Karbon Monoksida, Karbon Dioksida, dan lainnya.

c. Bahaya ikutan akibat kebakaran

Salah satu bahaya ikutan yang sering terjadi adalah kejatuhan benda akibat runtuhnya konstruksi. Bahaya ini banyak terjadi dan mengancam keselamatan penghuni, bahkan juga petugas pemadam kebakaran yang memasuki suatu bangunan yang sedang terbakar. Selain itu, ledakan gas yang terkena paparan panas juga dapat terjadi.

d. Trauma akibat kebakaran

Bahaya ini juga banyak mengancam korban kebakaran yang terperangkap, panik, kehilangan orientasi untuk mencari jalan keluar yang sudah dipenuhi asap dan akhirnya dapat berakibat fatal.

2.2.4. Kerugian Kebakaran

Kebakaran menimbulkan kerugian baik terhadap manusia, aset, maupun produktivitas, antara lain :

(6)

a. Kerugian Jiwa

Kebakaran dapat menimbulkan korban jiwa baik yang terbakar secara langsung maupun sebagai dampak dari suatu kebakaran. Berdasarkan data – data di DKI, korban kebakaran yang meninggal dunia rata – rata 25 orang pertahun. Namun data di USA jauh lebih tinggi yaitu mencapai rata – rata 3000 orang setiap tahun. b. Kerugian Materi

Dampak kebakaran juga menimbulkan kerugian materi yang sangat besar. Di DKI kerugian materi akibat kebakaran sepanjang tahun mencapai di atas Rp 100 milyar. Angka kerugian ini adalah kerugian langsung yaitu nilai aset atau bangunan yang terbakar. Disamping itu, kerugian tidak langsung justru jauh lebih tinggi, misalnya gangguan produksi, biaya pemulihan kebakaran, biaya sosial dan lainnya. c. Menurunnya Produktivitas

Kebakaran juga memengaruhi produktivitas nasional maupun keluarga. Jika terjadi kebakaran proses produksi akan terganggu bahkan dapat terhenti secara total. Nilai kerugiannya akan sangat besar yang diperkirakan 5 – 50 kali kerugian langsung. d. Gangguan Bisnis

Menurunnya produktivitas dan kerusakan aset akibat kebakaran mengakibatkan gangguan bisnis sangat luas.

e. Kerugian Sosial

Kebakaran dapat mengakibatkan sekelompok masyarakat korban kebakaran akan kehilangan segala harta bendanya, menghancurkan kehidupannya dan mengakibatkan keluarga menderita. Kegiatan sosial juga mengalami hambatan yang berakibat turunnya kesejahteraan masyarakat.

(7)

2.3. Petugas Pemadam Kebakaran

Pemadam kebakaran adalah pekerjaan dengan risiko tinggi berupa luka-luka dan penyakit akibat kerja yang dapat mengakibatkan cacat dan kematian. Fakta bahwa lingkungan kerja selama keadaan darurat dan tak terduga serta petugas pemadam kebakaran yang tidak siap untuk setiap kemungkinan, membutuhkan pengalaman pelatihan dan pendidikan serta pengembangan alat pelindung diri untuk melindungi petugas pemadam kebakaran dari bahaya dan risiko pekerjaannya (ILO, 2000).

Kewenangan umum dinas pemadam kebakaran dalam memadamkan kebakaran tercantum dalam The Fire Services Acts 1947 yang mempersyaratkan petugas pemadam kebakaran bekerja dengan efisien dan terorganisasi guna memastikan pasokan air yang mencukupi untuk memadamkan kebakaran dan memberikan hak kepada petugas pemadam kebakaran untuk memasuki gedung – gedung jika dicurigai sedang mengalami kebakaran (Ridley, 2008).

2.3.1. Bahaya Pekerjaan Petugas Pemadam Kebakaran

Selama melakukan tugas operasionalnya, baik pemadaman kebakaran maupun penyelamatan jiwa, seorang petugas pemadam kebakaran dituntut untuk mampu mengenali jenis – jenis bahaya yang mungkin timbul pada situasi darurat (DEPDAGRI, 2005). Bahaya yang dihadapi petugas pemadam kebakaran antara lain (ILO, 2000) :

a. Bahaya Kecelakaan

(8)

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan gaitan tangga pada tangga ketika bekerja.

a.2. Jatuh dari ketinggian karena runtuhnya bangunan.

Petugas pemadam kebakaran yang terjatuh atau terperosok kemungkinan bisa mengalami patah tulang, cedera kepala, cedera punggung, dan kekurangan oksigen ataupun terhirup asap atau sebaran gas beracun. Maka tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap dan sesuai untuk bekerja di ketinggian.

a.3. Tertimpa benda atau rubuhan bangunan yang jatuh saat melakukan pemadaman kebakaran dan penyelamatan korban atau benda-benda.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

a.4. Menginjak, terkena kaca, logam atau benda tajam lainnya yang dapat menimbulkan luka atau goresan, termasuk cedera akibat ledakan.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

a.5. Terperangkap dalam bangunan yang roboh atau material yang runtuh.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA) serta menggunakan Personal Alert Safety System

(9)

(PASS) untuk memberitahukan petugas pemadam kebakaran lain yang ada di sekitarnya.

a.6. Kelelahan dalam mengangkat selama pemadaman kebakaran atau operasi penyelamatan.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mempertahankan tingkat kebugaran serta memperhatikan aturan cara mengangkat dan membawa yang tepat.

a.7. Kontak dengan permukaan yang panas atau gas yang sangat panas.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

a.8. Menghirup udara yang sangat panas dan atau hasil dari pembakaran.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

a.9. Kontak dengan atau terpapar dengan bahan kimia selama pemadaman kebakaran, operasi penyelamatan atau penanganan bahan kimia berbahaya.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

a.10. Gangguan pasokan udara selama operasi pemadaman kebakaran.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan rotasi kerja dan istirahat selama aktif pada saat melakukan penyelamatan dari kebakaran.

(10)

a.11. Cedera akibat kecelakaan transportasi dalam merespon keadaan darurat.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan perangkat penahan yang tepat seperti sabuk pengaman ketika berkendara. a.12. Tergelincir, tersandung dan jatuh ke api.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap.

b. Bahaya Fisik

b.1. Runtuhnya langit-langit, dinding atau lantai.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA) serta menggunakan Personal Alert Safety System (PASS) untuk memberitahukan pemadam kebakaran lain yang ada di sekitarnya. b.2. Munculnya flashover dan backdraft.

Flashover terjadi ketika semua bahan yang mudah terbakar didalam suatu ruangan telah dipanaskan hingga mencapai suatu titik yang akan mengeluarkan uap-uap bahan bakar. Ketika uap-uap bahan bakar ini mencapai titik penyalaannya, terjadilah nyala api. Semua bahan yang mudah terbakar didalam ruangan tersebut akan menyala secara serentak.

Backdraft adalah suatu ledakan yang terjadi pada saat unsur oksigen secara tiba-tiba memperoleh akses ke api yang mulai mengecil akibat berkurangnya kadar oksigen didalam ruangan yang terbakar (Puslatkar Jakarta, 1998).

(11)

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

b.3. Terpapar panas yang dapat mengakibatkan kebakaran.

Panas dapat mengakibatkan cedera lokal dalam bentuk luka bakar. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

b.4. Terpapar panas yang dapat mengakibatkan heat stress.

Heat Stress selama pemadaman kebakaran dapat berasal dari udara panas, pancaran panas atau kontak dengan permukaan panas. Keadaan ini diperparah dengan pakaian pelindung petugas pemadam kebakaran oleh sifat pakaian itu sendiri serta tenaga fisik petugas yang mengakibatkan produksi panas dalam tubuh (Guidotti, 1998). Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan sistem rotasi kerja dan istirahat selama aktif pada saat melakukan penyelamatan kebakaran.

b.5. Meledaknya benda di permukaan tanah/lantai.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA) dan menggunakan Personal Alert Safety System (PASS) untuk memberitahukan pemadam kebakaran lain yang ada di sekitarnya.

(12)

c. Bahaya Kimia

c.1. Kurangnya oksigen di udara.

Kekurangan oksigen dapat menyebabkan hilangnya kinerja fisik, kebingungan, dan ketidakmampuan untuk melarikan diri. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

c.2. Kehadiran gas karbon monoksida dan hasil pembakaran lainnya di udara.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

c.3. Terpapar bahan kimia selama keadaan darurat.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap sesuai dengan bahaya yang dihadapi termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

d. Bahaya Biologi

Petugas pemadam kebakaran dapat terpapar penyakit menular saat mengevakuasi korban. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengurangi kontak dengan korban secara langsung.

e. Bahaya Ergonomi dan Psikologi e.1. Stress

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menemui psikolog untuk melakukan konseling jika diperlukan.

(13)

e.2. Kelelahan dan cedera muskoskeletal selama penanganan atau memindahkan benda berat seperti selang kebakaran saat mengenakan alat pelindung diri yang berat.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mempertahankan tingkat kebugaran serta memperhatikan aturan cara mengangkat dan membawa yang tepat.

2.3.2. Risiko Pekerjaan Petugas Pemadam Kebakaran

Risiko petugas pemadam kebakaran dapat dilihat dari paparan potensi risiko dan dampak risiko. Paparan risiko pada petugas pemadam kebakaran merupakan bahaya potensial yang meliputi bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya listrik, bahaya mekanik dan bahaya biologi. Bahaya-bahaya tersebut dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja (Andriyan, 2011).

Tingkat paparan resiko yang mungkin dialami oleh petugas pemadam kebakaran yang diakibatkan oleh api tergantung dari bahan yang terbakar, adanya bahan kimia non-fuel, adanya korban yang memerlukan penyelamatan dan posisi petugas yang dekat dengan api, seperti petugas yang memegang nozzle (ujung penyemprot). Bahaya dan tingkat paparan yang dialami oleh petugas pemadam kebakaran yang pertama memasuki bangunan yang terbakar berbeda dengan petugas pemadam kebakaran yang masuk berikutnya atau yang membersihkan setelah api dipadamkan (Guidotti, 1998).

Berikut ini merupakan paparan risiko pada petugas pemadam kebakaran secara umum (Andriyan, 2011) :

(14)

Tabel 2.2. Paparan Risiko Petugas Pemadam Kebakaran No. Bahaya Potensial Paparan risiko

1. Bahaya Fisik Suhu panas Kebisingan 2. Bahaya Kimia Asap

3. Bahaya Listrik Tersengat aliran listrik

4. Bahaya Mekanik Getaran pada scroll selang penyemprot air dan mobil

5. Bahaya Biologi Terpapar bakteri dan parasit

Selain berpotensi terpapar bahaya-bahaya di atas, petugas pemadam kebakaran juga berpotensi mengalami kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang berpotensi terjadi pada kegiatan pemadaman kebakaran meliputi: jatuh, kejatuhan material atau terkena serpihan material, tersulut api, tersengat aliran listrik, tergores atau tertusuk benda tajam, dan kecelakaan di perjalanan.

Sebab – sebab kecelakaan meliputi penggunaan alat pemadam yang salah, bekerja langsung di bawah tempat bekerjanya alat – alat pemadam, berdiri terlalu di pinggir atap, menggunakan peralatan yang sudah tua, pemakaian tekanan yang berlebihan pada selang – selang (Suma’mur, 1987).

Dampak risiko diidentifikasikan berdasarkan risiko yang diterima dan kondisi lingkungan kerja. Dampak risiko yang terjadi pada petugas pemadam kebakaran bisa berupa peyakit/gangguan kesehatan dan dampak kecelakaan kerja.

Dampak penyakit/gangguan kesehatan akibat kerja berupa (Andriyan, 2011) : a. Gangguan pernafasan kronis : iritasi pada hidung dan tenggorokan, flu, batuk,

syaraf pembau terganggu, batuk berdahak, radang saluran pernafasan, dada terasa sakit/nyeri sementara, pernafasan tersengal – sengal.

(15)

b. Gangguan pernafasan akut: sesak nafas, batuk parah (menahun), kerusakan permanen syaraf pembau, pendarahan pada saluran pernafasan, batuk darah, infeksi dan peradangan pada paru-paru.

c. Sakit kepala, pusing, gangguan konsentrasi, gangguan tidur (insomnia) d. Iritasi pada kulit, gatal-gatal pada kulit.

e. Kelelahan, tegang pada otot dan badan terasa lemah. f. Iritasi pada mata, sakit pada mata.

g. Gangguan pencernaan : mual, muntah, gangguan metabolisme. h. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun.

i. Kehilangan kesadaran, pingsan. j. Gangguan pada jantung.

k. Demam.

Dampak kecelakaan kerja berupa :

a. Luka ringan yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, cukup dengan pertolongan pertama.

b. Luka sedang yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, perlu mendapatkan perawatan medis.

c. Luka parah yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, perlu mendapatkan perawatan medis yang serius, waktu pemulihan lama.

d. Luka sangat parah yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, mengakibatkan cacat atau tidak berfungsinya bagian tubuh tertentu.

(16)

f. Tersengat listrik. Kontak langsung dengan arus listrik akan mengakibatkan cedera tubuh seperti kejang otot yang berakibat lanjut pada menurunnya kemampuan gerak, terjatuh, mengakibatkan kegosongan/kebakaran yang parah, terhentinya detak jantung dan aliran pernafasan.

2.3.3. Alat Pelindung Diri

Pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran merupakan pekerjaan yang berat dan membutuhkan pemakaian alat pelindung diri pada setiap operasi pemadaman ataupun penyelamatan. Alat pelindung diri yang diperlukan oleh petugas pemadam kebakaran harus meliputi peralatan berikut ini (DEPDAGRI, 2005):

a. Peralatan Pelindung Kepala, Mata, dan Muka

Pelindung mata dan muka diperlukan jika bahaya-bahaya yang terjadi dapat mengakibatkan cedera pada mata atau muka. Peralatan ini harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada.

Selama melaksanakan operasi pemadaman, petugas pemadam kebakaran harus menggunakan helm yang kuat dalam memberikan perlindungan baik dari kejatuhan benda, pukulan atau tusukan benda tajam. Helm tersebut dilengkapi dengan penutup telinga dan tali pengikat dagu yang dilengkapi dengan sistem suspensi. Helm harus kedap air, tidak mudah terbakar, atau meleleh, dan tidak boleh terbuat dari bahan penghantar arus listrik agar dapat menangkal bahaya terkena arus listrik. Peralatan pelindung jenis ini harus dipakai selama pelaksanaan operasi pemadaman kebakaran.

(17)

b. Peralatan Pelindung Tubuh

Para petugas pemadam kebakaran harus melindungi tubuh mereka dari kemungkinan sambaran kobaran api. Selama menjalankan tugas, setiap petugas pemadam kebakaran seharusnya menggunakan jas lengan panjang dan celana panjang yang terbuat dari bahan kapas atau serat yang tahan terhadap nyala api.

c. Sepatu dan Pelindung Kaki

Petugas pemadam kebakaran sebaiknya menggunakan sepatu boot panjang yang dipadukan dengan celana panjang yang terbuat dari bahan tahan panas untuk melindungi kaki dari kemungkinan tertusuk benda tajam, terkena cairan kimia yang merusak kulit, atau kejatuhan benda yang keras dan berat.

d. Peralatan Pelindung Tangan

Petugas pemadam kebakaran yang menggunakan sarung tangan akan terhindar dari kemingkinan risiko tertusuk benda tajam dan perembesan panas atau cairan/bahan kimia yang bersifat merusak.

e. Alat Bantu Pernafasan

Penggunaan alat bantu pernafasan bertekanan positif (Positive Pressure – SCBA) sangat dianjurkan bagi petugas pemadam kebakaran, khususnya bagi mereka yang harus memasuki ruangan-ruangan tertutup dan mencari korban. Salah satu alasan penggunaan alat bantu pernafasan ini adalah karena berkurangnya oksigen dan terkontaminasinya udara dengan gas beracun di dalam ruangan yang terbakar.

f. Peralatan dan Kelengkapan Lainnya

Ada 2 jenis peralatan yang telah dikembangkan untuk membantu petugas pemadam kebakaran agar dapat bekerja dengan lebih aman, yaitu sistem keselamatan

(18)

sinyal diri (Personal Alert Safety System / PASS) dan detektor karbon monoksida (CO Detector).

2.3.4. Peralatan Pemadaman Kebakaran

Adapun peralatan yang digunakan oleh petugas pemadam kebakaran untuk memadamkan kebakaran yaitu (Puslatkar Jakarta, 1998) :

a. Selang Kebakaran (Fire Hose)

Selang kebakaran berfungsi untuk mengalirkan air dari mobil pemadam atau hidran melalui nozzle ke sasaran (kebakaran). Panjang selang penyalur yaitu 20-30 meter dengan diameter sebesar 1-1,5 inchi, 2,5 inchi.

b. Saringan (Strainers)

Strainer berfungsi untuk menyaring air dan sumber air terbuka, baik kotoran yang halus maupun yang kasar.

c. Pipa Pemancar (Nozzle)

Nozzle berfungsi untuk memancarkan air dari selang penyalur ke sasaran (kebakaran). Jenis pancaran yang dihasilkan tergantung dari tipe nozzle yang digunakan. Adapun beberapa tipe nozzle yaitu : spray nozzle, foam nozzle, fog nozzle.

d. Kopling

Kopling berfungsi untuk menyambungkan antar selang. Beberapa tipe kopling yaitu : Yan Vander Hyder (hermaprodite), kopling jantan, kopling betina.

e. Kunci Kopling

(19)

f. Adaptor

Adaptor berfungsi untuk menyambungkan dua kopling yang berlainan jenis, berbeda ukuran dan berlainan bentuk.

g. Hidran Kebakaran

Merupakan suatu alat yang dilengkapi dengan fire hose dan nozzle yang digunakan untuk mengalirkan air bertekanan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Adapun klasifikasi hidran kebakaran yaitu :

g.1. Hidran Kelas I

Hidran yang outlet-nya berdiameter 2,5 inchi yang dipersiapkan untuk petugas pemadam kebakaran atau orang yang sudah terlatih.

g.2. Hidran Kelas II

Hidran yang outlet-nya berdiameter 1,5 inchi yang dipersiapkan untuk penghuni gedung.

g.3. Hidran Kelas III

Hidran yang outlet-nya berdiameter 1,5 dan 2,5 inchi (perpaduan hidran kelas I dan II).

h. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

APAR diklasifikasikan sesuai dengan tujuan penggunaannya pada empat kelas api (A,B,C,D). Semua APAR berperan dengan suatu daya padam yang menunjukkan kecocokan pemadamannya untuk digunakan pada suatu kelas api tertentu yang terdiri dari :

(20)

Berukuran 11/2 – 5 gallon dan dapat digunakan untuk memadamkan api kelas A. Pengoperasian dapat dilakukan dengan pompa tangan.

h.2. Alat Pemadam Air yang Berisi Tekanan

Berukuran 21/2 gallon berisi tekanan udara sekitar 6,8 bar di dalam kerangka atau ruangan yang sama dengan air..

h.3. Alat Pemadam Api Carbon Dioxide (CO2)

Dapat digunakan untuk memadamkan api kelas B dan C dengan mengeluarkan gas CO2 yang bertekanan dengan beberapa “salju” melalui ujung pipa pemancar.

h.4. Alat Pemadam Api Halon

Berukuran 1 gallon sampai 10 gallon. Dapat digunakan untuk memadamkan api kelas B dan C.

h.5. Alat Pemadam Kimia Kering Dasar Biasa/Normal

Berukuran 1.134-13.608 kg. Dapat dignakan untuk memadamkan api kelas B dan C.

h.6. Alat Pemadam Kimia Kering Biasa Serba Guna

Berukuran 1.134-13.608 kg. Dapat digunakan untuk memdamkan api kelas A, B, dan C.

2.3.5. Prosedur Operasi Penanggulangan Kebakaran

Menurut Lampiran III Surat Keputusan Kepala Dinas Pencegah/Pemadam Kebakaran Kota Medan Nomor 970 / 0131 / SK / 2006 tentang Prosedur Penanggulangan Kebakaran Dan Bencana Lainnya, prosedur operasi penanggulangan kebakaran yaitu :

(21)

a. Setiap memulai tugas siaga pada setiap harinya, Komandan Regu dan Wakil Komandan Regu harus segera mengatur urutan mobil yang akan berangkat bila terjadi kebakaran pada saat jam tugas mereka dan melaporkannya kepada Kepala UPT.

b. Komandan serta Wakil Komandan Regu segera mengatur personil untuk masing-masing mobil, termasuk petugas yang akan menjadi Tim Rescue.

c. Komandan serta Wakil Komandan Regu segera menugaskan masing-masing supir bersama piket supir untuk memeriksa kesiapan mobil dan peralatan/perlengkapannya serta melakukan pemanasan mesin sesuai Prosedur Penggunaan dan Pemeliharaan Mobil Pemadam Kebakaran, Mobil DP2K Kota Medan lainnya dan Peralatan/Perlengkapannya sebagaimana terdapat pada Lampiran II.

d. Sesaat setelah mendengar sirene atau lonceng tanda adanya kebakaran, seluruh petugas pemadam kebakaran harus segera bergegas masuk ke mobil pemadam kebakaran dan segera memakai helm yang telah tersedia di mobil masing-masing. Dan bagi petugas yang menjadi Tim Rescue, segera mengenakan kelengkapan keselamatan personil (personil safety tools).

e. Mobil pemadam dan petugas yang berangkat menuju lokasi kebakaran ditentukan oleh Kepala UPT.

f. Seluruh anggota Tim Rescue dan PNS Siaga yang bertempat tinggal di Komplek Pemadam Kebakaran harus berangkat dan mengacu kepada Pengaturan Kesiagaan Pegawai DP2K Kota Medan dalam Penanggulangan Kebakaran sebagaimana terdapat pada Lampiran I.

(22)

g. Sesuai dengan petunjuk dari petugas piket, seluruh mobil yang diberangkatkan segera bergerak menuju lokasi kebakaran dengan tidak lupa menyalakan lampu rotari dan membunyikan sirene. Kecepatan mobil pemadam kebakaran harus mempertimbangkan keselamatan dan kemanan seluruh pihak.

h. Dalam perjalanan menuju lokasi kebakaran, setiap unit mobil harus tetap melaporkan posisinya dan meminta panduan dari petugas piket tentang jalur lalu lintas yang paling lancar, singkat dan dapat dilalui mobil pemadam menuju lokasi kebakaran.

i. Seluruh unit mobil pemadam yang berangkat menuju lokasi kebakaran harus tetap memonitor petunjuk dari petugas piket atau Kepala UPT.

j. Pada saat regu pemadam telah sangat dekat dengan lokasi kebakaran dan dapat melihat dengan jelas kondisi kebakaran, anggota pemadam harus segera melaporkan hal-hal yang terlihat kepada petugas piket serta menyampaikan tentang perlu tidaknya penambahan jumlah unit mobil pemadam ke lokasi kebakaran.

k. Setelah mobil pemadam tiba di lokasi kebakaran, hal-hal yang harus dilakukan petugas pemadam kebakaran adalah :

k.1. Supir menempatkan mobil pada posisi yang paling tepat menurut posisi obyek terbakar dan kondisi jalan;

k.2. Operator mesin segera menempati posisi di dekat mesin pompa dan melakukan persiapan yang dibutuhkan;

k.3. Petugas pembawa selang segera menggelar selang menuju titik terdekat ke obyek terbakar dengan meninggalkan ujung selang berkopling betina di

(23)

dekat mesin pompa, sedangkan Petugas pembawa nozzel bertugas membawa nozzel untuk disambungkan dengan ujung selang berkopling jantan;

k.4. Bila dibutuhkan penyambungan selang tambahan, maka Petugas lainnya segera membawa selang dengan atau tanpa kopling sambungan cabang dua dan menyambungkannya dengan selang terdahulu;

k.5. Operator segera menyambungkan ujung selang berkopling betina ke kopling jantan yang ada di mesin pompa;

k.6. Setelah ada permintaan pengaliran air dari petugas pemegang nozzle, Operator segera mengalirkan air melalui selang dengan tekanan air disesuaikan dengan kondisi atau sesuai permintaan Petugas pemegang nozzle;

k.7. Petugas tidak diperkenankan membiarkan selang atau nozzle dikuasai oleh orang lain yang bukan petugas pemadam DP2K Kota Medan. Petugas boleh bekerjasama dengan masyarakat melakukan penyiraman air, namun kendali operasi selang tetap berada di tangan petugas;

k.8.Pemadaman kebakaran harus mengutamakan upaya melokalisir perkembangan api untuk kemudian semakin memperkecil api sampai dengan padamnya api dan baranya;

k.9. Mekanisme penyuplaian air harus disesuaikan dengan formasi mobil atau sistem pemadaman, apakah menggunakan sistem statis atau dinamis, atau sesuai dengan petunjuk Komandan Regu/Kepala UPT;

k.10. Setiap mobil yang telah kehabisan air harus segera kembali untuk mengisi air dengan meminta petunjuk dari Komandan Regu/Kepala UPT tentang dimana titik pengisian ulang air;

(24)

k.11. Petugas yang ikut dengan setiap mobil yang kembali untuk mengisi ulang air hanyalah supir bersama dengan satu orang anggota;

k.12. Setelah selesai mengisi ulang air, supir bersama anggotanya harus segera membawa kembali mobil tersebut ke lokasi kebakaran kecuali ditentukan lain oleh Komandan Regu/Kepala UPT;

k.13. Setelah pemadaman dinyatakan selesai, masing-masing anggota pada unit mobil dikomandoi oleh supir pemadam harus segera menggulung selang yang telah digunakan dan menyimpannya kembali ke mobil bersama-sama dengan peralatan lainnya;

k.14. Setelah seluruh mobil dan peralatannya rapi, maka seluruh petugas segera melakukan apel untuk melaporkan kendala dan kesiapan masing-masing regu unit mobil kepada Komandan Regu/Kepala UPT, untuk kemudian menuggu petunjuk dari Komandan Regu/Kepala UPT;

k.15. Bila semuanya dinilai telah cukup, Komandan Regu/Kepala UPT segera memerintahkan seluruh unit mobil bersama masing-masing anggota untuk kembali ke Pos Siaga dengan formasi konvoi yang teratur dan tertib;

k.16. Setibanya di Pos Siaga/Pos Penjagaan masing-masing supir pemadam dibantu anggotanya kembali mengisi ulang air pada tangki mobil yang kosong dan merapikan peralatan/perlengkapannya, serta melaporkan segala kerusakan/ kendala yang dialami mobil kepada Komandan Regu untuk diteruskan kepada Kepala Seksi guna diteruskan ke Subdis Harlat untuk ditindaklanjuti.

(25)

2.4. Kerangka Pikir

Perjalanan ke lokasi kebakaran -Memakai Alat Pelindung Diri

Tiba di lokasi kebakaran - Mengambil dan Menggelar Selang - Memasang Nozzle

Melakukan pemadaman kebakaran Bunyi lonceng tanda kebakaran Pemadaman Selesai -Menggulung selang -Membereskan peralatan Kembali ke kantor

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi Kebakaran di Indonesia
Tabel 2.2. Paparan Risiko Petugas Pemadam Kebakaran  No.  Bahaya Potensial  Paparan risiko

Referensi

Dokumen terkait

dimaksud dalam ketentuan Pasal 36 ayat (5) Permenkeu Nomor 93 Tahun 2010, tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, karena itu telah tepat bahwa lelang dalam perkara

Satuan geomorfologi ini memiliki luas yang meliputi 40% keseluruhan daerah penelitian yang letaknya berada pada bagian tengah, Timur Laut, dan Tenggara daerah penelitian..

Ajaran Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal Ajaran Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang terangkum dalam 3 hal pokok; Aqidah,

Waktu untuk menempatkan alat bor pada titik yang akan dibor lebih lama, karena ukuran burden tidak sama dengan ukuran spacing dan lubang bor yang akan dibuat

Terobosan yang dilakukan di berbagai daerah itu turut mendorong daerah lain untuk melakukan inovasi.Misalnya di Kota Samarinda (Kalimantan Timur), melalui asistensi yang dilakukan

McLeod, Jr., (2001: 15) menyatakan bahwa data terdiri dari fakta- fakta dan angka-angka yang relatif tidak berarti bagi pemakai. Sebagai contoh, jumlah jam kerja pegawai,

Pada saat pemprosesan informasi harga secara kognitif terjadi, konsumen dapat membuat perbandingan antara harga yang ditetapkan dengan harga atau rentang harga

INTISARIPerkembangan Teknologi begitu pesat sehingga memiki banyak feature dan pilihan model yang yang ditawarkan.Notebook merupakan peralatan teknologi yang banyak