• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA DENGAN STRATEGI BELAJAR AKTIF PADA MATA KULIAH BIOKIMIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA DENGAN STRATEGI BELAJAR AKTIF PADA MATA KULIAH BIOKIMIA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA DENGAN STRATEGI BELAJAR AKTIF PADA MATA KULIAH BIOKIMIA (ENHANCING PROBLEM SOLVING SKILLS OF THE STUDENTS THROUGH

THE ACTIVE LEARNING STRATEGY IN BIOCHEMISTRY) Iceng Hidayat*, Bety Lesmini

Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sriwijaya *E-mail : mohihidayat@yahoo.com

ABSTRACT

The main problems of Biochemistry course are students could not demonstrate a proficiency in problem solving skills. The aims of the study are to enhance students’ problem solving skills by the implementation of active learning strategy. The classroom action research conducted in three cycles,consists of planning, implementing, observing and evaluating as well as reflecting phase, respectively. Subjects of the study are students whom attending Biochemistry lecture of academic year 2014/2015 in Chemistry Education Department at Sriwijaya University. The results showed that active learning strategy could assist students to engage in active learning, that promotes motivation, thinking, doing, problem solving, and report writing. We involve students in higher-order thinking that uses analysis, synthesisof ideas and evaluation of results. Students view this active learning strategy worth to be implemented in Biochemietry and other subjects as well. It is suggested that lecturers can adopt this active learning strategy into their courses.

Keywords: active learning strategy, problem solving skills and biochemistry

ABSTRAK

Permasalahan mahasiswa pada perkuliahan Biokimia adalah rendahnya keterampilan pemecahan masalah. Penerapan metode belajar aktif dapat mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam memecahkan masalah. Penelitian tindakan kelas, yang dilaksanakan terdiri dari tiga siklus dengan tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, serta refleksi per siklusnya. Subjek penelitian adalah mahasiswa Pendidikan Kimia PMIPA yang mengikuti perkuliahan Biokimia tahun akademik 2014/2015. Temuan penelitian membuktikan bahwa belajar aktif dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah mahasiswa, motivasi dan aktivitas belajar, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pendapat mahasiswa mendukung penggunaan metode belajar aktif untuk terus dipakai tidak hanya pada mata kuliah Biokimia, juga pada mata kuliah lainnya. Dosen perguruan tinggi disarankan untuk menerapkan metode belajar aktif ini pada mata kuliah masing-masing.

(2)

1. PENDAHULUAN

Biokimia dengan dasar-dasar metabolisme, memiliki aplikasi yang tinggi dalam kehidupan nyata. Perkuliahan Biokimia terdiri dari teori di kelas dan praktikum di laboratorium. Secara tradisional, perkuliahan di kelas diisi dengan ceramah. Belakangan ini telah terjadi perubahan yang cukup radikal, yaitu mahasiswa harus terlibat aktif dalam belajar. Teori belajar berdasarkan atas keaktifan mahasiswa memandang bahwa mengajar merupakan kegiatan pemindahan pengetahuan kepada mahasiswa, yang disertai dengan usaha mengaktifkan mahasiswa, yang kemudian dikenal dengan metode belajar aktif [1,2]. Belajar aktif didefinisikan sebagai metode pembelajaran yang melibatkan mahasiswa dalam proses belajar [2]. Belajar aktif mengisyaratkan bahwa mahasiswa melaksanakan kegiatan belajar bermakna dan memikirkan tindakannya. Pembelajaran aktif ini termasuk kegiatan tradisional, seperti melaksanakan pekerjaan rumah dan praktikum, namun sering diartikan berlawanan dengan ceramah, dimana mahasiswa hanya menerima informasi dari dosen secara pasif. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah metode belajar aktif dimana masalah relevan diperkenalkan di awal siklus belajar dan digunakan untuk memberikan motivasi dan konteks belajar selanjutnya [3]. PBM menuntut mahasiswa untuk lebih banyak belajar mandiri.

Setting perkuliahan Biokimia adalah belajar aktif berbasis tugas membuat makalah untuk mahasiswa tentang sub-sub materi pokok yang dipelajari. Setiap mahasiswa membuat makalah yang berbeda satu dan lainnya. Makalah tersebut kemudian dipresentasikan di kelas dan didiskusikan untuk meningkatkan pemahaman semua. Mahasiswa belajar tentang suatu konsep tertentu. Dosen memposisikan dirinya sebagai fasilitator atau mediator belajar.

Pada umumnya, mahasiswa ketika membuat makalah menggunakan sumber-sumber informasi dari buku-buku lama yang ada di perpustakaan, dan beberapa mahasiswa berusaha untuk mencari sumber-sumber informasi dari internet. Pembahasan mahasiswa biasanya kurang mendalam, dan seringnya menuliskan ulang informasi dari sumber lama. Di samping itu, mahasiswa kurang percaya diri mempresentasikan tugas-tugasnya, karena kurang menguasai materi yang dibuat. Mahasiswa sering tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa lain tentang konsep-konsep yang kompleks, seperti misalnya mengapa suatu mikroorganisme menghasilkan produk fermentasi yang spesifik, sedangkan mikroorganisme yang lain menghasilkan produk fermentasi yang lain pula. Dosen berusaha untuk membantu mahasiswa untuk memahami konsep-konsep yang ditanyakan dan konsep-konsep yang penting diketahui oleh mahasiswa. Mahasiswa sebagai narasumber informasi bagi mahasiswa lain kurang bermanfaat. Hal ini disebabkan oleh mahasiswa yang ditugaskan untuk membahas

(3)

secara mendalam suatu konsep tertentu melalui pembuatan makalah, belum menguasai materi dengan baik. Ujungnya mahasiswa menunggu penjelasan dari dosen dibanding penjelasan temannya. Kondisi seperti ini menyebabkan mahasiswa belajar pasif, yaitu hanya menunggu penjelasan dan mencatat ulang semua yang dituliskan di papan tulis. Hal ini mengakibatkan mahasiswa hanya menghafal dan mudah melupakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari dan pembelajaran pun tidak bermakna.

Kelemahan lain mahasiswa adalah terkait masalah kontekstual, mahasiswa kurang mampu memecahkan masalah di kehidupan sehari-harinya dengan baik. Pemecahan masalah mahasiswa yang diungkapkan tidak komprehensif dan pemahaman konsepnya belum lengkap, dan terjadi miskonsepsi. Mahasiswa tampaknya gagal menerapkan konsep-konsep untuk memecahkan masalah-masalah kontekstual, yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Mahasiswa belum mampu menghubungkan konten dan konteks kehidupan nyata mahasiswa [4].

Keterampilan memecahkan masalah yang dikuasai mahasiswa yang masih rendah ini berpengaruh pada hasil belajar mahasiswa. Keterampilan mahasiswa dalam memecahkan masalah menunjukkan penguasaan mahasiswa terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Terkait dengan topik Biofermentasi, kelemahan utama mahasiswa adalah belum mampu menjelaskan jalur-jalur metabolik untuk proses biokimia dengan baik, selain mereka kurang mampu mengelaborasi konsep secara mendalam. Penjelasan mahasiswa masih sekitar buku teks. Mahasiswa belum mampu mengembangkan konsep-konsep untuk diimplementasikan ke dalam pemecahan masalah kontekstual, yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam tiga siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi [5]. Subjek penelitian adalah mahasiswa Biokimia di Prodi Pendidikan Kimia Unsri. Jumlah subjek penelitian sebanyak 19 orang. Objek penelitian adalah keterampilan pemecahan masalah dan hasil belajar mahasiswa. Konsep-konsep yang dipelajari pada mata kuliah Biokimia untuk penelitian ini meliputi pengertian fermentasi, mikroba yang berperan dalam fermentasi, media dan sterilisasi, biosintesis metabolit, dan proses pembuatan produk-produk fermentasi, antara lain pembuatan alkohol,tempe, dan nata de

coco.

Pada siklus satu, tahap perencanaan merupakan tahap pembuatan perangkat pembelajaran (satuan acara perkuliahan) dan instrumen (lembar observasi, rubrik, kuesioner, dan tes hasil belajar). Tahap pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan

(4)

menerapkan belajar aktif dengan metode pembelajaran berbasis masalah dengan urutan seperti berikut: informasi tentang standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator hasil belajar, dan asesmen yang digunakan pada mata kuliah Biokimia; pembentukan kelompok belajar terdiri masing-masing dari 4 orang; dan pendistribusian lembar kerja mahasiswa, yang berisi masalah-masalah terbuka dan kontekstual. Mahasiswa dalam kelompok berdiskusi tentang definisi masalah dan kemudian mengajukan pertanyaan dan hipotesis. Mahasiswa melakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam kelompok; membuat laporan; dan mempresentasikan di depan kelas. Laporan dikumpulkan untuk dilakukan penilaian. Ketika satu kelompok presentasi, yang lain bertanya atau menanggapi. Dosen merespon diskusi mahasiswa dan mengarahkan mereka untuk melakukan perbaikan konsep-konsep yang masih meragukan.

Observasi dan evaluasi dilakukan terhadap proses pembelajaran dan hasil pemecahan masalah dengan menggunakan rubrik, dan penguasaan mahasiswa terhadap konsep-konsep kimia dengan tes hasil belajar. Pendapat mahasiswa terhadap pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan digunakan kuesioner. Tahap refleksi dilakukan untuk mengkaji ketercapaian indikator keberhasilan dan kekurangan-kekurangan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, obervasi dan evaluasi berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada masing-masing siklus.

Hasil siklus I menunjukkan bahwa indikator keberhasilan dari keterampilan pemecahan masalah dan hasil belajar mahasiswa belum tercapai. Rendahnya keterampilan pemecahan masalah mahasiswa ini dikelompokkan menjadi tiga aspek: kebiasaan dikuliahi, pengetahuan yang parsial tentang reaksi-reaksi kimia proses fermentasi dan mikrorganisme yang terlibat pada fermentasi alkohol, dan waktu yang terbatas untuk memecahkan masalah-masalah. Hasil belajar mahasiswa pada siklus I menunjukkan bahwa mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang berlangsung selama proses fermentasi alkohol, ketika memecahkan masalah-masalah terbuka dan kontekstual yang terdapat dalam lembar kerja mahasiswa. Pada siklus II waktu ditambahkan untuk diskusi masalah-masalah yang terdapat dalam lembar kegiatan mahasiswa, yaitu dengan membagikannya tiga hari sebelum pembelajaran agar mahasiswa mempunyai waktu lebih banyak untuk mengumpulkan informasi, mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dipecahkan, berdiskusi, dan membuat laporan. Selama diskusi baik dalam kelompok maupun seluruh kelas, dosen membantu memfasilitasi mahasiswa dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang menghambat.

(5)

Sesuai dengan indikator keberhasilan berkaitan dengan keterampilan pemecahan masalah, pada siklus dua ini sudah tercapai. Mahasiswa mampu menggambarkan reaksi-reaksi kimia yang berlangsung pada proses fermentasi, termasuk menuliskan enzim-enzim yang terlibat, serta mikroorganisme yang berperan pada fermentasi alkohol.

Hasil belajar mahasiswa pada siklus dua ini belum meningkat, bahkan cenderung menurun. Hasil analisis tingkat kesulitan soal yang diberikan cenderung menunjukkan tingkat lebih sulit dari pertanyaan-pertanyaan tes hasil belajar pada siklus satu. Mahasiswa tidak dapat menjelaskan dengan baik proses-proses kimia yang terjadi selama terbentuknya tempe “bosok” dan cara pecegahannya. Demikian pada topik pembuatan nata de soya dari ampas tahu, mahasiswa tidak dapat menjelaskan dengan baik proses-proses kimia yang terjadi.

Pada siklus tiga, tambahan waktu diberikan lebih lama, yaitu satu minggu, agar mahasiswa dapat mencari informasi lebih banyak lagi dari berbagai sumber. Selain itu dosen lebih proaktif, tidak menunggu mahasiswa mengajukan pertanyaan atau kesulitan-kesulitan yang dialami mereka.

Perubahan tindakan pada siklus tiga ini tampaknya berhasil meningkatkan hasil belajar mahasiswa dengan cukup signifikan. Keterampilan pemecahan masalah mahasiswa mengalami kemajuan, berdasarkan laporan/hasil pemecahan masalah setelah dihitung reratanya 3,5 dan dengan kriteria skala 4 berikut: 0,0 – 0,9: sangat kurang; 1,0 – 1,9: kurang; 2,0 – 2,9; baik; 3,0 – 4,0: sangat baik.

Hasil belajar mahasiswa dianalisis secara deskriptif dengan menghitung rerata dan simpangan bakunya. Data tentang pendapat mahasiswa terhadap pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan dianalisis secara deskriptif.

Keberhasilan dari penelitian ini ditentukan dari skor rerata kelas keterampilan pemecahan masalah dan skor rerata kelas hasil belajar mahasiswa. Penelitian ini dianggap berhasil jika:

1) skor rerata kelas keterampilan pemecahan masalah mahasiswa minimal tergolong baik (minimal skor rerata 3,0 pada skala 4);

2) skor rerata kelas hasil belajar mahasiswa minimal 71 pada skala 100.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Keterampilan pemecahan masalah

Keterampilan pemecahan masalah mahasiswa pada siklus I, II, dan III masing-masing adalah 2,0; 3,0; dan 3,5. Tampak bahwa indikator keberhasilan untuk keterampilan pemecahan masalah mahasiswa sudah tercapai pada siklus II.

(6)

2. Hasil belajar

Hasil belajar yang dicapai oleh mahasiswa pada siklus I, II, dan III masing-masing adalah 62,5; 60,3; dan 72. Indikator keberhasilan untuk hasil belajar mahasiswa baru dapat dicapai pada siklus III.

3. Pendapat mahasiswa

Mahasiswa cenderung menyetujua penerapan belajar aktif pada mata kuliah Biokimia. Mahasiswa berpendapat bahwa belajar aktif sangat baik pada mata kuliah Biokimia, dengan alasan: 1) memotivasi; 2) meningkatkan keaktifan belajar mahasiswa; 3) meningkatkan pemahaman terhadap konsep-konsep biokimia; dan 5) mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

IV. PEMBAHASAN

Ketidak tercapaian indikator keberhasilan untuk keterampilan pemecahan masalah dan hasil belajar mahasiswa pada siklus satu, disebabkan oleh mahasiswa belum terbiasa dengan pembelajaran aktif berbasis masalah. Kebiasaan mahasiswa diceramahi dan berlaku pasif lebih disenangi, sehingga pada awalnya mahasiswa mengalami kikuk untuk aktif dan mandiri. Belajar aktif mendorong mahasiswa untuk mampu memecahkan masalah-masalah terbuka dan kontekstual, tanpa dicekoki seperti biasanya. Mahasiswa harus mampu swakelola dalam mencari, dan mempelajari sumber informasi, untuk merancang dan melakukan penelitian kemudian. Mahasiswa harus mampu belajar mandiri dan aktif seperti ilmuwan.

Kesulitan mahasiswa dalam memecahkan masalah-masalah terbuka dan kontekstual karena kurangnya pemahaman mahasiswa terhadap jalur-jalur metabolik (reaksi-reaksi kimia) pada proses fermentasi alkohol dan tidak dapat mengidentifikasi enzim-enzim terlibat. Tidak semua mahasiswa berkendala, beberapa dari mereka berhasil menjelaskan proses glikolisis dengan baik. Mahasiswa merasakan bahwa waktu tersedia untuk diskusi masih kurang.

Hasil belajar pada siklus I menunjukkan bahwa mahasiswa masih mendapatkan kesulitan untuk menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang berlangsung pada proses fermentasi alkohol, dan menyelesaikan lembar kerja mahasiswa. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh keterampilan pemecahan masalah mahasiswa yang masih rendah.

Tindakan pada siklus II dengan penambahan waktu untuk mahasiswa berdiskusi berhasil mengatasi kelemahan pada siklus I. Keterampilan pemecahan masalah mahasiswa mengalami peningkatan signifikan, dan indikator keberhasilan sudah dapat dicapai. Mahasiswa mampu menjelaskan reaksi-reaksi kimia dalam jalur metabolisme,

(7)

menyebutkan enzim-enzim yang terlibat, dan mengidentifikasi jenis-jenis mikroorganisme yang berperan.

Temuan ini membuktikan bahwa masalah-masalah terbuka dan kontekstual dapat memotivasi mahasiswa untuk terlibat belajar secara aktif, dan mencari sumber-sumber informasi, serta merumuskan upaya pemecahan masalah. Belajar aktif dengan masalah kontekstual ini merupakan pengalaman langsung mahasiswa dalam memecahkan masalah kehidupan nyata [5, 6].

Pengalaman mahasiswa dalam memecahkan masalah-masalah terbuka dan kontekstual dapat melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi [7]. Keterampilan berpikir tingkat tinggi ini adalah keterampilan hidup untuk menghadapi dan berhasil dalam kehidupan, yang terdiri atas berpikir kritis, berpikir kreatif, dan pembuatan keputusan. Mahasiswa memilih dan memilah sumber informasi; menganalisis argumen, bukti, fakta, isu; melakukan klarifikasi, melakukan penyelidikan, mempertimbangkan akibat dan implikasi dari solusi yang dipilih. Mahasiswa kritis akan mampu memutuskan dengan tepat. Berpikir kreatif dapat dikembangkan dengan cara-cara pemecahan masalah untuk mendapatkan solusi alternatif [8,9].

Hasil belajar mahasiswa pada siklus dua sedikit mengalami penurunan. Hasil analisis item-item tes hasil belajar menunjukkan bahwa tes hasil belajar pada siklus II cenderung lebih sulit dibanding tes hasil belajar pada siklus satu. Pertanyaan-pertanyan pada siklus I lebih banyak tentang glikolisis, yang sudah diberikan pada perkuliahan sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan pada siklus dua tentang fermentasi tempe merupakan hal baru yang belum dibahas sebelumnya, sehingga kesulitan menjelaskan reaksi-reaksi kimia pada pembentukan tempe dan pada pemanfaatan ampas tahu.

Waktu tambahan dalam tindakan pada siklus tiga dan didukung dengan lebih proaktifnya dosen sebagai fasilitator, bukan sebagai penyedia jawaban bagi siswa [10] telah menghidupkan diskusi lebih aktif dan berbobot.

Hasil belajar mahasiswa pada siklus tiga mengalami peningkatan signifikan dan sedikit melampaui indikator keberhasilan yang ditetapkan pada penelitian. Peningkatan hasil belajar mahasiswa ini beralasan karena pembelajaran berbasis masalah dimulai dari masalah-masalah terbuka [11] dan otentik [12]. Mahasiswa tidak akan mampu memecahkan masalah tanpa mengumpulkan informasi, mempelajarinya, merumuskan pemecahan masalah, melakukan penyelidikan, dan menarik kesimpulan, dan semua ini dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa [13,14,15].

(8)

V. SIMPULAN DAN SARAN

Hasil-hasil penelitian ini membuktikan bahwa belajar aktif dengan metode berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan hasil belajar mahasiswa. Belajar aktif adalah efektif untuk mata kuliah Biokimia. Mahasiswa berpendapat bahwa cara ini dapat diteruskan tidak saja untuk perkuliahan Biokimia, juga untuk mata kuliah lainnya.

Para dosen dapat mengadopsi pembelajaran aktif ini untuk mata kuliah yang diampunya. Pembelajaran aktif ini dapat diadaptasi pada berbagai mata kuliah disesuaikan dengan karakter dari dosen, mata kuliah dan mahasiswa yang terlibat.

3. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Ramsden, P. Learning to Teach in Higher Education. 2nd ed. London: Routledge Falmer; 2003.

[2]. Bonwell, C.C., and J. A. Eison, “Active Learning: Creating Excitement in the Classroom,” ASHEERIC Higher Education Report No.1, George Washington University, Washington, DC, 1991.

[3]. Prince, M. Does active learning work? A review of the research. Journal of

Engineering Education. 2004; 93(3): 223-231.

[4]. Tika, I N. dan Redhana, I W. Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia IKIP Negeri Singaraja Tahun Akademik 2004/2005 pada Mata Kuliah Biokimia II melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Berbasis Studi Kasus, Laporan Penelitian, Tidak Dipublikasikan. Dikti. 2005.

[5]. Kemmis, S. and McTaggart, R. The Action Research Planner. 3rd Edition, Victoria: Deakin University Press; 2000.

[6]. Poulson, Donald R. Active Learning and Cooperative Learning in The Organic Chemistry Lecture Class. Journal of Chemical Education. 1999; 76(8), 1136-1140. [7]. Kendler, B. S. dan Grove, P. A. Problem-Based Learning in Bioligy Curriculum. The

American Biology Teacher. 2004; 66(5): 348-354.

[8]. Delisle, R. How to Use Problem-Based Learning in the Classroom. Virginia: ASCD; 1997.

[9]. Rhem, J. Problem-Based Learning: An Introduction. 1998. Tersedia pada http://www. ntlf.com/html/pi/9812/pbl.htm. Diakses tanggal 11 Mei 2014.

[10]. White, H. B. Dan Tries Problem-Based Learning: A Case. 1996. Tersedia pada http://www.udel.edu/pbl/dancase3.html. Diakses tanggal 11 Mei 2004.

[11]. Fogarty, R. Problem-Based Learning and Multiple Intelligences Classroom. Melbourne: Hawker Brownlow Education; 1997

[12]. Newmann, E.M. dan Wehlage, G. G. Five Standards of Authentic Instruction.

Educational Leadership. 1993; 50(7): 8-12.

[13]. Gijselaers, W. H. Connecting Problem-Based Learning with Educational Theory.

New Direction for Teaching and Learning. 1996; 60: 13-21.

[14]. Glaser, R. The Maturing of the Relationship between the Science of Learning and Cognition and Educational Practice. Learning and Instruction. 1991; 1: 129-144. [15]. Bodner, G. M. Why Changing the Curriculum May not be Enough. Journal of

Referensi

Dokumen terkait

maka mereka akan lebih bisa menontrol dirinaya sendiri, sehingga mereka dapat meningkat hasil belajar mereka. Sedangkan seseorang yang memiliki minat belajar

Apabila para anggota tim tersebut dapat menyadari bahwa di dalam diri mereka terdapat kemampuan untuk menyelesaikan tugas demi tujuan bersama dan menyadari tidak hanya bekerja secara

Dilakukan simulasi pada pengujian ketiga dengan skema variasi bitrate dengan penguat EDFA pada 3 penempatan yaitu booster , in-line , dan pre-amplifier

salah satu pihak yang disebabkan karena sakit dan kesulitan dalam menghadirkan saksi. Adapun jika tidak ada kendala maka pada hari itu juga peserta sidang perkara Isbat

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan tujuan peneliti berusaha untuk menemukan pengaruh tiap variabel yang diteliti yaitu mengenai analisis pengaruh

Pengungkapan mengenai kualitas karya kedua pengarang ini secara mendalam tidak saja akan memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai karya-karya awal SBM, tetapi juga

Birthday Letters and Tales from Ovid , are not part of the main body of Hughes’ achievement, since, splendid as they are of their kind, nei- ther allowed Hughes the total

Lakukanlah yang sangat terbaik yang dapat kamu lakukan; Aku tahu kau bisa melakukannya dengan sangat baik.. Ikuti rencana telah aku beri pada mu dan letakkan hatimu di situ, Kamu