• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 oleh Petani di Kecamatan Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 oleh Petani di Kecamatan Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA

PADI HIBRIDA MAPAN P-05 OLEH PETANI

DI KECAMATAN SRAGI, PEKALONGAN, JAWA TENGAH

HENING GAHAYUNING

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 oleh Petani di Kecamatan Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

HENING GAHAYUNING. Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 oleh Petani di Kecamatan Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah. Dibimbing oleh DWI SADONO.

Penggunaan benih hibrida merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi beras. Namun tingkat adopsi benih hibrida di Indonesia masih tergolong rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan nyata dengan pengambilan keputusan inovasi budidaya padi hibrida. Lokasi penelitian berada di beberapa Desa dalam wilayah Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan yang dipilih secara sengaja. Data dikumpulkan menggunakan instrumen kuesioner dan dianalisis menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian yang melibatkan 60 responden ini menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan garapan, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, tingkat kepemimpinan berpendapat, tingkat keuntungan relatif, tingkat kesesuaian, tingkat kemungkinan dicoba, tingkat kemungkinan diamati, tingkat dukungan ekonomi, dan tingkat dukungan sosial memiliki hubungan nyata positif. Berbeda halnya dengan variabel umur, lama berusahatani, dan tingkat kerumitan inovasi memiliki hubungan nyata negatif. Antar tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi saling berhubungan kecuali tahap konfirmasi. Hasil prediksi kelangsungan adopsi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 tercatat tinggi pada petani adopter dan rendah pada petani non adopter.

Kata kunci: hibrida, inovasi, MAPAN P-05, padi, pengambilan keputusan

ABSTRACT

HENING GAHAYUNING. Innovation Decision Making of Hybrid Rice MAPAN P-05 Cultivation by Farmers at Sragi Subdistrict, Pekalongan, Central Java. Supervised by DWI SADONO.

The application of hybrid rice seeds could be increase rice production but, the level of hybrid seed adoption in Indonesia is still low. Therefore, this research aims to analyze the factors supposed to have a correlation with the innovation decision-making of hybrid rice. This research took place at some Village in Sragi Subdistrict, Pekalongan District. Data was collected using questionnaire and analyzed by Spearman Rank correlation test. The result of this research shows that level of education, level of income, large of field, risk taking level, cosmopolitan level, opinion leadership ability level, relative advantage degree, compatibility degree, trialability degree, observability degree, level of economic support, and level of social support have a significant positive correlation. In other hand, age, farming experience, and complexity degree have a significant negative correlation. The result of correlation test for all stage shows that they have a significant correlation, yet confirmation stage has no correlation with implementation stage. The result of adoption sustainability prediction for hybrid rice MAPAN P-05 cultivation shows a high point for adopter farmer, but still low point for non adopter farmer.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA

PADI HIBRIDA MAPAN P-05 OLEH PETANI

DI KECAMATAN SRAGI, PEKALONGAN, JAWA TENGAH

HENING GAHAYUNING

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 oleh Petani di Kecamatan Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah Nama : Hening Gahayuning

NIM : I34120020

Disetujui oleh

Dr Ir Dwi Sadono, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, M.Sc Ketua Departemen

(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengambilan Keputusan Inovasi Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 oleh Petani di Kecamatan Sragi, Pekalongan, Jawa Tengah” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dr Ir Dwi Sadono, M.Si sebagai Pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Dr Ir Siti Amanah, M.Sc dan Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS yang telah

bersedia menjadi Penguji Utama dan Penguji Wakil Departemen SKPM. 3. Bapak Drs. Sri Umbarto, selaku Kepala Balai Penyuluhan Kecamatan

(BPK) Sragi dan jajaran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) BPK Sragi yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian berlangsung.

4. Bapak Rahadi dan Ibu Umi Mardiana, orangtua tercinta serta Ghandis Hapsari, kakak tersayang yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis.

5. Teman-teman di Departemen SKPM 49, terutama Rima Aulia Rohmah, Sinta Herian Pawestri, Ulvia Muspita Angraini, Fitri Dwi Prastyanti, dan Eka Puspita Sari yang telah memberi semangat dan menemani penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

6. Keluarga Besar IMAPEKA khususnya angkatan 49, Keluarga Besar Bina Desa BEM KM IPB, dan teman-teman volunteer Rumbel Kids FIM HORE Bogor.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS 5

Inovasi 5

Padi Hibrida sebagai Suatu Inovasi 5

Proses Pengambilan Keputusan Inovasi 6

Hasil-Hasil Studi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengambilan

Keputusan Inovasi 9

Karakteristik Penerima Inovasi 9

Faktor Persepsi terhadap Karakteristik Inovasi 12

Faktor Eksternal 14

Kerangka Pemikiran 14

PENDEKATAN LAPANGAN 17

Metode Penelitian 17

Lokasi dan Waktu 17

Tenik Penentuan Informan dan Responden 17

Teknik Pengumpulan Data 18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 19

Definisi Operasional 21

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25

Karakteristik Geografis 25

Karakteristik Sosial Ekonomi 26

Kondisi Pertanian 28

Gambaran Budidaya Padi Hibrida di Kecamatan Sragi 29

Sebelum Varietas MAPAN P-05 Dikenal 29

Varietas MAPAN P-05 30

ANALISIS KARAKTERISTIK PETANI, PERSEPSI PETANI TERHADAP KARAKTERISTIK INOVASI BUDIDAYA PADI HIBRIDA MAPAN P-05, DAN TINGKAT DUKUNGAN FAKTOR EKSTERNAL YANG DIPEROLEH

PETANI 33

Karakteristik Individu, Sosial, dan Ekonomi Petani 33 Persepsi Petani terhadap Karakteristik Padi Hibrida MAPAN P-05 35

Tingkat Keuntungan Relatif 35

Tingkat Kesesuaian 40

Tingkat Kerumitan 42

Tingkat Kemungkinan Dicoba 45

Tingkat Kemungkinan Diamati 46

(15)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA PADI HIBRIDA

MAPAN P-05 51

Tahap Pengenalan 51

Waktu Pengenalan, Sumber Informasi dan Informasi yang Dikenalkan 51 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Pengenalan 53

Tahap Persuasi 56

Komponen dan Atribut Budidaya Padi Hibrida MAPAN P-05 yang

Dipersuasikan 56

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Persuasi 58

Tahap Keputusan 60

Komponen Budidaya yang Diputuskan untuk Diterima atau Ditolak 60 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Keputusan 62

Tahap Penerapan 63

Komponen yang Diterapkan atau Tidak Diterapkan oleh Petani 63 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Penerapan 65

Tahap Konfirmasi 67

Jumlah Petani yang Melakukan Konfirmasi dan Informasi yang

Dikonfirmasi 67

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tahap Konfirmasi 69 Hubungan Antar Tahapan dalam Proses Pengambilan Keputusan Inovasi 70 Prediksi Keberlanjutan Adopsi Budidaya padi Hibrida MAPAN P-05 di

Kecamatan Sragi 71

SIMPULAN DAN SARAN 73

Simpulan 73

Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 75

LAMPIRAN 79

(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan adopsi inovasi budidaya padi hibrida

MAPAN P-05 oleh petani 16

2 Persentase luas wilayah berdasarkan pemanfaatan di Kecamatan Sragi

tahun 2015 25

3 Persentase sebaran penduduk berdasarkan jenjang pendidikan yang

ditempuh di Kecamatan Sragi tahun 2015 27

4 Persentase sebaran penduduk berdasarkan sektor pekerjaan yang

dilakukan di Kecamatan Sragi tahun 2015 27

5 Bagan alir alur pengenalan padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan

Sragi 31

DAFTAR TABEL

1 Perhitungan penarikan sampel penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan adopsi inovasi budidaya

padi hibrida MAPAN P-05 oleh petani 18

2 Kebutuhan data penelitian 19

3 Definisi operasional 21

4 Jarak desa penelitian ke pusat kecamatan 25

5 Jumlah penduduk di enam desa penelitian berdasarkan jenis kelamin

tahun 2015 26

6 Data produktivitas, jumlah, dan produksi tanaman pangan, ternak, dan budidaya ikan di Kecamatan Sragi tahun 2015 28 7 Varietas padi hibrida yang dikenal dan ditanam di Kecamatan Sragi 30 8 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter

berdasarkan karakteristik individu, sosial, ekonomi, dan perilaku

komunikasi di Kecamatan Sragi tahun 2016 33

9 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat keuntungan relatif budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 36 10 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan

tingkat persepsi terhadap keuntungan relatif padi hibrida MAPAN

P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 38

11 Perbandingan hasil analisis usahatani budidaya padi hibrida MAPAN P-05 dengan padi inbrida di Kecamatan Sragi tahun 2016 39 12 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan

persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kesesuaian budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 41 13 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan

tingkat persepsi terhadap kesesuaian budidaya padi hibrida MAPAN

(17)

14 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kerumitan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 43 15 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan

tingkat persepsi terhadap kerumitan budidaya padi hibrida MAPAN

P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 44

16 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kemungkinan dicoba budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 45 17 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan

tingkat persepsi terhadap kemungkinan dicoba budidaya padi hibrida

MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 46

18 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan persepsi terhadap indikator-indikator tingkat kemungkinan diamati budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 47 19 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan

tingkat persepsi terhadap kemungkinan diamati budidaya padi hibrida

MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 48

20 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan tempat pembelian benih hibrida MAPAN P-05 di

Kecamatan Sragi tahun 2016 49

21 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan tingkat dukungan ekonomi yang diperoleh di Kecamatan

Sragi tahun 2016 49

22 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan tingkat dukungan sosial yang diperoleh di Kecamatan

Sragi tahun 2016 50

23 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter berdasarkan waktu pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05

di Kecamatan Sragi tahun 2016 51

24 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan sumber informasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan

Sragi tahun 2016 52

25 Jumlah dan persentase petani yang mengenal komponen budidaya dan atribut padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 52 26 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan

tingkat pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di

Kecamatan Sragi tahun 2016 53

27 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap pengenalan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 54 28 Jumlah dan persentase petani adopter berdasarkan tingkat ketertarikan

terhadap komponen budidaya dan keunggulan budidaya padi hibrida

MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 56

(18)

30 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat persuasi terhadap budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di

Kecamatan Sragi tahun 2016 58

31 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap persuasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 59 32 Jumlah dan persentase petani adopter yang memutuskan menerima

atau tidak menerima komponen budidaya dan keunggulan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 61 33 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan

tingkat keputusan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan

Sragi tahun 2016 61

34 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap keputusan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 62 35 Jumlah dan persentase petani adopter yang menerapkan dan tidak

menerapkan komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di

Kecamatan Sragi tahun 2016 64

36 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan tingkat penerapan komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di

Kecamatan Sragi tahun 2016 65

37 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap penerapan budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 66 38 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter yang

melakukan dan tidak melakukan konfirmasi terhadap komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 67 39 Jumlah dan persentase petani adopter dan petani non adopter

berdasarkan informasi komponen budidaya padi hibrida MAPAN P-05 yang dikonfirmasi di Kecamatan Sragi tahun 2016 68 40 Jumlah dan persentase petani adopter dan non adopter berdasarkan

tingkat konfirmasi komponen dan atribut budidaya padi hibrida

MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi Tahun 2016 68

41 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman variabel karakteristik petani, karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05, dan tingkat dukungan faktor eksternal dengan tahap konfirmasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 69 42 Nilai koefisien korelasi Rank Spearman hasil pengujian hubungan

antar tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi tahun 2016 71 43 Sebaran petani berdasarkan keputusan adopsi budidaya hibrida

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sketsa lokasi penelitian 79

2 Daftar responden petani penerap dan petani non penerap 80

3 Kerangka sampling petani non adopter 81

4 Kuesioner penelitian 87

5 Panduan wawancara mendalam 99

6 Hasil uji statistik 101

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, harus tersedia setiap saat, pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Penyediaan pangan terutama pangan pokok, diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara berkelanjutan. Tercapainya swasembada pangan khususnya beras pada tahun 2017 merupakan salah satu sasaran strategis yang ditetapkan Kementerian Pertanian RI untuk mewujudkan misi kedaulatan pangan (Kementan RI 2015).

Berdasarkan data Susenas BPS tahun 2010-2013 menyatakan bahwa konsumsi beras penduduk Indonesia pada tahun 2013 adalah 97,4 kg/kapita/tahun (Pusdatin Pertanian 2014). Berbeda halnya dengan pernyataan Menteri Pertanian RI yang dimuat dalam portal berita Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat (2015), menyatakan bahwa rata-rata tingkat konsumsi beras yaitu 124,9 kg/kapita/tahun. Jika dikaitkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang diproyeksikan oleh BPS akan mencapai 305,6 juta jiwa pada tahun 2035, maka diperlukan persedian beras minimal sebesar 38,16 juta ton. Mengingat bahwa pada 10 tahun terakhir telah terjadi perubahan iklim yang berimbas pada penentuan musim tanam yang tidak pasti dikhawatirkan akan mempengaruhi kestabilan produksi padi nasional.

Ada banyak langkah yang harus ditempuh untuk mewujudkan swasembada beras dan kestabilan stok beras. Salah satunya yaitu meningkatkan produksi beras nasional. Penerbitan beberapa Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) seperti Permentan Nomor 45/Permentan/OT.140/8/2011 tentang Tata Hubungan Kerja Antar Kelembagaan Teknis, Penelitian dan Pengembangan, dan Penyuluhan Pertanian dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dan Permentan terbaru yaitu Permentan Nomor 03/Permentan/OT.140/2/2015 tentang Pedoman Upaya Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai melalui Program Perbaikan Irigasi dan Sarana Pendukungnya merupakan upaya regulatif yang dilakukan pemerintah untuk terus mendorong peningkatan produksi beras nasional.

(21)

2

menyatakan bahwa peran benih unggul sangat penting sebagai teknologi yang digunakan untuk menentukan batas produktivitas yang bisa dicapai, kualitas produk yang dihasilkan, dan efisiensi berproduksi. Oleh sebab itu sebagai upaya mewujudkan swasembada beras perlu upaya untuk mengalihkan penggunaan benih varietas lokal ke benih varietas unggul dan akhirnya diarahkan untuk menggunakan benih varietas hibrida. Tetapi perlu diperhatikan, bahwa benih unggul akan menunjukkan kinerjanya jika disertai aplikasi inovasi lainnya.

Hal tersebut mendorong lembaga maupun korporasi yang bergerak di sektor riset dan pengembangan pertanian untuk terus meneliti guna menciptakan inovasi berupa benih unggul yang memiliki produktivitas tinggi. Benih padi varietas MAPAN P-05 merupakan salah satu hasil pengembangan benih unggul varietas hibrida yang telah dirilis semenjak tahun 2006. Hasil penelitian lapangan Fakultas Pertanian UGM menunjukkan bahwa hasil panen padi hibrida lebih tinggi sekitar 14 persen dibandingkan hasil panen padi IR 64. Padi Hibrida mampu menghasilkan 6,5 – 7,0 ton per hektar, sedangkan panen padi IR 64 menghasilkan 5,9 ton per hektar (Ruskandar 2010).

Namun fakta empiris menunjukkan bahwa walaupun selama kurun waktu 2010-2014 Sub Sistem Inovasi Perbenihan Nasional telah menghasilkan beragam varietas padi baru seperti Inpari, Inpago, Inpara, dan Hibrida ternyata masih belum mampu menggeser sepenuhnya keberadaan varietas lokal ataupun varietas unggul lama. Hal ini dikarenakan belum optimalnya fungsi diseminasi dan sistem perbenihan nasional (Kementan 2015). Hal ini juga diperkuat oleh hasil evaluasi eksternal maupun internal Litbang Pertanian (2004) yang menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi teknologi yang dihasilkan Balitbang Pertanian cenderung lambat bahkan menurun, sampai dengan tahun 2015 tercatat hanya terdapat 1% dari total luasan lahan sawah di Indonesia yang telah ditanami padi hibrida (Muhtarudin 2015). Pertimbangan dan keputusan petani untuk mengadopsi inovasi baru khususnya benih unggul hibrida diduga dipengaruhi oleh banyak faktor. Upaya akselerasi adopsi benih hibrida oleh petani sangat diperlukan agar target produktivitas padi yang ditetapkan dapat tercapai. Namun kajian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi inovasi pertanian khususnya adopsi benih padi unggul varietas hibrida masih sedikit.

Oleh sebab itu perlu diketahui bagaimana berlangsungnya proses pengambilan keputusan inovasi budidaya padi hibrida varietas MAPAN P-05 oleh petani khususnya di Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan. Hal ini penting sebagai informasi bagi seluruh pemangku kepentingan untuk menentukan arah kebijakan dan langkah strategis dalam upaya percepatan proses adopsi benih unggul guna mewujudkan swasembada pangan nasional.

Perumusan Masalah

(22)

3 komunikasi, dan kondisi sebelumnya. Selain itu, penelitian Susanti (2008) dan Rizka (2015) menambahkan faktor lain yang diduga berhubungan dengan proses pengambilan keputusan inovasi, yaitu faktor eksternal. Sehubungan dengan banyaknya faktor yang diduga berhubungan dengan proses pengambilan keputusan inovasi, maka perlu diketahui gambaran mengenai bagaimana karakteristik petani sebagai unit pengambilan keputusan inovasi, persepsi petani terhadap karakteristik inovasi, dan tingkat dukungan faktor eksternal yang diperoleh petani untuk mengadopsi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan?

Setelah diketahui gambaran mengenai faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan proses pengambilan keputusan inovasi mulai dari tahap pengenalan hingga terjadi keputusan inovasi padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi, dan merujuk pada Rogers (2003) serta mengelaborasi penelitian-penelitian sebelumnya (Susanti 2008; Rizka 2015) perlu diketahui, bagaimana hubungan antara karakteristik petani Kecamatan Sragi, faktor persepsi petani terhadap karakteristik padi hibrida MAPAN P-05, dan dukungan faktor eksternal dengan tahap pengambilan keputusan adopsi inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan inovasi padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini, yaitu menghasilkan:

1. Analisis karakteristik petani sebagai unit pengambil keputusan inovasi, persepsi petani terhadap karakteristik inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi, dan tingkat dukungan eksternal yang diperoleh petani.

2. Analisis hubungan antara karakteristik petani, persepsi petani terhadap karakteristik padi hibrida MAPAN P-05, dan faktor dukungan eksternal dengan tahap pengambilan keputusan adopsi inovasi padi hibrida MAPAN P-05 di Kecamatan Sragi.

Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam menerapkan berbagai konsep dan teori berkenaan proses pengambilan keputusan inovasi, yaitu dalam konteks introduksi inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 pada petani di Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan.

(23)

4

(24)

5

PENDEKATAN TEORITIS

Inovasi

Rogers (2003) mengartikan inovasi sebagai ide-ide baru, praktik-praktik baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu

atau masyarakat sasaran penyuluhan. Pengertian “baru” disini, mengandung makna

bukan sekedar “baru diketahui” oleh pikiran (cognitive), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masayarakat dalam arti sikap (attitude), dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan atau diterapkan oleh seluruh warga masayarakat setempat. Soekartawi (1988) mendefinisikan inovasi sebagai suatu ide yang dipandang perlu oleh seseorang. Latar belakang seseorang yang berbeda-beda, mempengaruhi penilaian obyektif, apakah suatu ide yang dimaksud tergolong baru atau tidak. Oleh sebab itu kebaruan suatu inovasi sangat relatif sifatnya. Sifat baru tersebut kadang-kadang menentukan reaksi seseorang. Reaksi ini tentu saja berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain.

Leeuwis (2004) mengungkapkan bahwa keberhasilan inovasi tergantung bagaimana inovasi tersebut mampu menciptakan keselarasan atau tidak. Masuknya inovasi pada suatu komunitas merupakan awal dari sebuah perubahan, dan perubahan tidak pernah datang sendirian. Proses penyebaran inovasi merupakan upaya yang disengaja untuk menciptakan efek. Penyebaran inovasi harus memperhatikan unsur teknis dan sosial. Jika inovasi memenuhi unsur teknis dan unsur sosial dalam sebuah masyarakat, maka keselarasan yang dimaksud sebelumnya akan tercipta.

Inovasi “gagal” (tidak dapat diterima pada skala yang signifikan) sering

disebabkan oleh keselarasan yang tidak seimbang. Hal tersebut disebabkan karena kebanyakan ilmuwan atau penemu inovasi hanya bekerja pada dimensi teknis, tetapi lupa untuk membangun jaringan yang efektif. Banyak produk-produk yang memiliki dimensi teknis yang lebih unggul ternyata gagal diadopsi oleh masyarakat karena kurangnya dukungan jaringan, sedangkan produk dengan kualitas teknis lebih rendah mampu diterima masyarakat luas karena upaya membangun jaringan yang bagus. Oleh karena itu Leeuwis (2004) menyatakan bahwa tahap awal keberhasilan inovasi tergantung dari bagaimana memobilisasi ide-ide baru “di atas

meja” dengan cara membangun hubungan dengan “orang luar” yang mungkin mempunyai pandangan lebih luas terhadap sasaran inovasi.

Padi Hibrida sebagai Suatu Inovasi

(25)

6

digunakan untuk meningkatkan produksi beras tanpa menambah luas lahan yaitu melalui penggunaan padi hibrida.

Menurut Ruskandar (2010) produksi padi dapat ditingkatkan melalui penggunaan varietas hibrida dengan memanfaatkan gejala heterosis yang mampu meningkatkan potensi hasil 15-20 persen lebih tinggi dibanding varietas inbrida. Satoto dan Suprihatno (2008) menjelaskan bahwa secara teknis ada lima kunci utama agar pengembangan padi hibrida berhasil. Kelima kunci tersebut adalah varietas yang cocok, benih yang bermutu, teknologi budidaya yang tepat, wilayah yang sesuai, dan respon petani. Setiap varietas padi hibrida pada dasarnya mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam berproduksi. Varietas yang cocok dikembangkan di wilayah yang satu belum tentu cocok dikembangkan di wilayah lainnya atau dengan kata lain varietas padi hibrida memiliki sifat spesifik lokasi. Jika kelima kunci tersebut dapat dipenuhi, maka peluang pengadopsian benih hibrida secara luas oleh petani dapat terlaksana.

Proses Pengambilan Keputusan Inovasi

Jailanis et al. (2014) menyatakan bahwa adopsi inovasi pertanian oleh petani yang bersifat positif merupakan salah satu tujuan pembangunan pertanian. Hal ini diperkuat oleh pendapat Mulyadi et al. (2007) yang menyatakan inovasi yang terhambat menyebabkan pembangunan pertanian berjalan lamban. Oleh karena itu petani diharapkan memiliki kesadaran terhadap inovasi yang kemudian diikuti sikap menerima dan perilaku mengadopsi sebagai upaya pengembangan dan penerapan inovasi tersebut.

Rogers (2003) mendefinisikan proses pengambilan keputusan inovasi sebagai suatu proses mental yang dilalui oleh individu atau unit pengambil keputusan lain mulai dari pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi, membentuk sikap terhadap inovasi tersebut, hingga memutuskan untuk mengadopsi atau menolak, menerapkan ide baru, dan mengkonfirmasi keputusan tersebut. Ismilaili (2015) mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan oleh petani terhadap penolakan atau penerimaan suatu inovasi tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan menguntungkan atau tidaknya teknologi tersebut secara ekonomis bagi petani. Untuk itu dalam proses pengambilan keputusan diperlukan beberapa tahapan untuk mempertimbangkan inovasi tersebut.

Selama perkembangannya, dikenal dua teori atau dua model mengenai proses adopsi yaitu pandangan tradisional tentang proses adopsi dan proses pengambilan keputusan inovasi. Dikutip dari Mugniesyah (2006) pandangan tradisional yang dikenal dengan konsep proses adopsi pertama diterima sebagai dalil oleh The North-Central Rural Sociology Subcomittee for the Study of Farm Practices dalam pertemuan ilmiah pada tahun 1955. Diungkapkan oleh Rogers (2003) bahwa beberapa peneliti yang fokus pada penelitian tentang difusi merumuskan lima tahapan kumulatif yang terjadi dalam proses adopsi. Tahap-tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Tahap awareness atau tahap di mana individu menjadi sadar akan adanya suatu ide atau inovasi baru.

(26)

7 3. Tahap evaluation yaitu tahap ketika individu mulai bersikap untuk menyukai atau tidak menyukai inovasi yang ada. Menurut Mugniesyah

(2006) tahap ini disebut juga sebagai tahap “mencoba secara mental”.

Individu mencoba mendapatkan bukti-bukti internal (dari dalam pikirannya sendiri) untuk membandingkan apakah dengan menerapkan inovasi tersebut akan berdampak positif pada situasi masa depannya. Jika evaluasi yang dilakukan individu dalam pikirannya menghasilkan kesimpulan yang positif, maka ia akan meneruskan perkembangan perilakunya ke tahap selanjutnya.

4. Tahap small scale trial, yaitu tahapan di mana individu mencoba menerapkan inovasi secara nyata pada skala kecil guna memperoleh bukti-bukti eksternal.

5. Tahap adoption, merupakan tahap akhir dari proses adopsi di mana individu menerapkan inovasi secara kontinyu dalam skala besar.

Perkembangan kajian adopsi memunculkan kritikan terhadap model tradisional proses adopsi yang diungkapkan Rogers (2003). Kritikan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Model proses adopsi mengimplikasikan bahwa proses tersebut selalu berakhir pada keputusan adopsi, padahal pada kenyataanya penolakan untuk mengadopsi mungkin saja terjadi. Oleh karena itu diperlukan istilah yang lebih umum daripada “proses adopsi” untuk menggambarkan adanya adopsi atau penolakan.

2. Lima tahap tersebut tidak selalu terjadi secara berurutan, beberapa tahap mungkin saja dilompati, terutama tahap trial (mencoba). Tahap evaluasi sebenarnya terjadi pada keseluruhan proses, tidak hanya sebagai salah satu tahap dari lima tahap yang ada.

3. Proses adopsi jarang berakhir dengan adopsi, pencarian informasi yang lebih mendalam mungkin saja dilakukan oleh individu untuk mengkonfirmasi atau menguatkan keputusan, atau individu bisa saja mengubah keputusannya dari yang awalnya mengadopsi menjadi menolak (a discontinuance).

Catatan kaki pada buku Communication of Innovations edisi kedua tulisan Rogers dan Shoemaker (1971), dituliskan bahwa model empat tahap merupakan model perbaikan dari model tradisional “adopsi inovasi”. Model baru ini dapat menggambarkan kemungkinan terjadinya penolakan atau rejection terhadap suatu inovasi dan memungkinkan adanya peninjaun keputusan oleh individu yang akan menguatkan atau membalikkan keputusan yang telah dibuatnya. Secara konseptual, model empat tahap ini berkaitan dengan konsep pengambilan keputusan, proses pembelajaran, dan reduksi disonansi.

(27)

8

persuasion (persuasi), decision (keputusan), implementation (penerapan), dan confirmation (konfirmasi). Tahap-tahap tersebut dijelaskan pada uraian berikut ini. Tahap pengenalan (knowledge), yaitu tahap ketika seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal di antara masyarakat.

Tahap persuasi (persuasion), tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.

Tahap pengambilan keputusan (decision), yaitu tahap di mana seseorang membuat keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.

Tahap penerapan (implementation), yaitu tahap ketika seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih lanjut tentang inovasi tersebut. Tahap yang terakhir yaitu tahap konfirmasi (confirmation), yaitu tahapan yang terjadi setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi atau tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.

Pada dasarnya, proses adopsi memiliki selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya yang tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran, keadaan lingkungan (fisik maupun sosial), dan aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh (Ismilaili 2015). Hal ini yang menjadikan penelitian mengenai proses pengambilan keputusan inovasi agak rumit dilakukan karena untuk menggali informasi pada setiap tahapan yang sudah terlewati memerlukan waktu yang lama. Seperti dipaparkan Indraningsih (2011) dalam penelitiannya yang hanya membatasi penelitian proses pengambilan keputusan inovasi hanya pada satu tahap yaitu tahap keputusan inovasi dengan tujuan menghindari data yang tidak valid dan tidak reliabel.

Mulyadi et al. (2007) dalam penelitiannya tentang proses adopsi inovasi pertanian oleh Suku Arfak mengkaji tahapan proses pengambilan keputusan inovasi hanya sampai pada tahap pengambilan keputusan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi selalu dipengaruhi oleh tahapan sebelumnya dan tahapan yang paling menentukan petani untuk menerima atau menolak inovasi adalah tahap pengenalan, sehingga dalam kajian mengenai topik keputusan inovasi tidak bisa hanya memilih satu tahapan saja.

(28)

9 Hasil-Hasil Studi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengambilan

Keputusan Inovasi

Upaya individu untuk mencapai tahap di mana mereka memutuskan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi merupakan suatu pertimbangan mental yang cukup kompleks dan berhubungan dengan berbagai faktor. Banyak penelitian mencoba menganalisis bagaimana proses yang dilalui dan faktor apa saja yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mencapai tahap di mana ia mengambil keputusan untuk menerima atau mengadopsi suatu inovasi. Rogers (2003) mengidentifikasi empat faktor yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan yaitu faktor kondisi sebelumnya, faktor karakteristik unit pengambil keputusan (karakteristik sosial-ekonomi, karakteristik pribadi, dan perilaku komunikasi), faktor persepsi terhadap inovasi, dan saluran komunikasi.

Penelitian Susanti (2008) membagi faktor-faktor yang telah dijabarkan Rogers (2003) menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dijabarkan sebagai faktor yang melekat pada unit pengambilan keputusan inovasi, antara lain meliputi: umur, tingkat pendidikan, luas lahan, dan tingkat pendapatan. Faktor eksternal didefinisikan sebagai faktor yang berasal dari luar unit pengambilan keputusan, meliputi: lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, dan sifat inovasi. Berbeda halnya dengan penggolongan faktor pengaruh keputusan inovasi yang dilakukan oleh Rizka (2015), sifat atau karakteristik inovasi dijadikan faktor tersendiri.

Berdasarkan hasil tinjauan pada beberapa literatur yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi beberapa faktor-faktor yang sering muncul dan memiliki hubungan dengan proses pengambilan keputusan inovasi. Faktor-faktor tersebut diuraikan berikut ini.

Karakteristik Penerima Inovasi

Rogers (2003) memaparkan beberapa variabel mengenai karakteristik unit pengambil keputusan yang dibagi menjadi variabel karakteristik sosial ekonomi, karakteristik individu, dan perilaku komunikasi. Karakteristik sosial-ekonomi unit pengambil keputusan meliputi umur individu, lama mengenyam pendidikan, tingkat status sosial, mobilitas sosial, skala usaha, sifat komersil, dan keberanian mengambil kredit. Karakteristik pribadi meliputi variabel tingkat kesadaran, kemampuan menerima hal baru, tingkat kerasionalitasan, tingkat intelegensi, sikap menerima perubahan, kemampuan beradaptasi, tingkat pendidikan, sikap tidak menyerah, memiliki motivasi yang tinggi, dan memiliki aspirasi yang tinggi. Hampir semua literatur yang dikaji selalu meneliti hubungan antara variabel karakteristik penerima inovasi dengan proses keputusan inovasi. Karakteristik penerima inovasi dijabarkan dalam beberapa indikator sebagai berikut ini.

a. Umur

(29)

10

2013; Jailanis et al. 2014; Ishak et al. 2015) terhadap proses pengambilan keputusan inovasi. Jailanis et al. (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa umur dikatakan tidak memiliki pengaruh dengan alasan responden penelitiannya tidak mewakili sebaran umur setiap kategori, sehingga tidak dapat dibandingkan perbedaannya.

b. Tingkat pendidikan

Hasil penelitian Sumarno (2010), Onumadu dan Osahon (2014), Awotide (2015), dan Bruce et al. (2014) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berhubungan positif nyata atau berpengaruh signifikan terhadap proses pengambilan keputusan inovasi. Penerima inovasi yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan mengambil keputusan untuk menerima inovasi yang diberikan. Lain halnya dengan penelitian Amala et al. (2013), Jailanis et al. (2014), Ishak et al. (2015) menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan inovasi. Penelitian Jailanis et al. (2014) menjelaskan bahwa pendidikan formal tidak mempengaruhi proses keputusan inovasi, tetapi dalam hasil penelitiannya disebutkan bahwa pendidikan non formal memiliki hubungan yang kuat dengan proses pengambilan keputusan.

c. Luas lahan garapan

Semakin luas lahan garapan petani seharusnya diikuti dengan tingkat adopsi inovasi yang tinggi, karena tersedia lahan yang cukup untuk mencoba inovasi yang diperkenalkan. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa luas lahan garapan tidak memiliki hubungan atau pengaruh terhadap keputusan inovasi (Jailanis et al. 2014).

d. Lama berusahatani

Lama berusahatani diduga sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan keputusan inovasi. Penerima inovasi yang sudah memiliki pengalaman berusahatani lama akan memiliki ketrampilan yang lebih dibanding petani dengan petani yang memiliki pengalaman baru. Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Purnaningsih et al. (2006), Amala et al. (2013), Jailanis et al. (2014), Onumadu dan Osahon (2014), Awotide (2015), dan Ishak et al. (2015). Lama berusahatani juga diduga sebagai salah satu penyebab variabel tingkat pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap proses adopsi (Jailanis et al. 2014). e. Luas kepemilikan lahan

Petani yang memiliki lahan sendiri seharusnya akan lebih mudah mengatur penggunaan lahannya untuk mengimplementasikan inovasi baru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Onumadu dan Osahon (2014), Bruce et al. (2014, Jailanis et al. (2014), Awotide (2015), yang menunjukkan hubungan positif nyata antara variabel luas kepemilikan lahan dengan keputusan adopsi petani. Berbeda dengan hasil penelitian Amala et al. (2015) yang menunjukkan tidak adanya pengaruh variabel luas kepemilikan lahan, bahkan penelitian Ishak et al. (2015) menunjukkan hubungan negatif nyata antara keduanya. Penyebab hubungan negatif nyata ini diduga karena jika lahan yang dimiliki oleh petani semakin luas, maka biaya pengelolaannya semakin tinggi sehingga tidak ada biaya lebih untuk inovasi baru. f. Tingkat pendapatan petani

(30)

11 dan Awotide (2015) yang menunjukkan hubungan nyata positif dan sangat erat diantara kedua variabel tersebut.

g. Tingkat keberanian beresiko

Keputusan untuk menerapkan suatu inovasi baru membutuhkan keberanian untuk menghadapi ketidakpastian hasil yang diperoleh. Salah satu penyebab lambatnya adopsi inovasi yaitu tingkat keberanian beresiko petani yang masih rendah. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberanian beresiko yaitu tingkat keinovatifan unit pengambil keputusan, sikap unit pengambil keputusan ketika ada inovasi baru, frekuensi mencoba inovasi baru setiap kali musim tanam, dan tingkat rasionalitas ketika dikenalkan pada inovasi baru.

Tingkat keinovatifan yang dimaksud mengacu pada konsep innovation-decision periode yang diungkapkan oleh Rogers (2003) dan definisi dalam beberapa penelitian (Marwandana 2014; Sumarno 2010). Tingkat keinovatifan diartikan sebagai selang waktu yang dibutuhkan unit pengambil keputusan dari mengenal inovasi sampai memutuskan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat keinovatifan petani berhubungan dengan tahap pengambilan keputusan inovasi.

Petani memiliki kecenderungan yang kuat akan kepastian, dan menghindari ketidakpastian. Penelitian Sumarno (2010) tentang adopsi teknologi gerabah menunjukkan bahwa sifat pengusaha yang memiliki tingkat beresiko tinggi berpengaruh signifikan terhadap adopsi teknologi. Sama halnya dengan penelitian Indraningsih (2011) tentang adopsi inovasi teknologi usahatani, tingkat keberanian beresiko terbukti berpengaruh signifikan pada petani adopter. Merujuk pada hasil-hasil studi tersebut, maka perlu diteliti lebih lanjut hubungan antara tingkat keberanian beresiko petani dengan proses pengambilan keputusan inovasi.

h. Perilaku komunikasi

Faktor terakhir yaitu perilaku unit pengambilan keputusan dalam berkomunikasi dijabarkan menjadi beberapa variabel meliputi partisipasi sosial, koneksi dengan sistem sosial, tingkat kekosmopolitan, interaksi dengan agen perubahan, keterdedahan media massa, keaktifan mencari informasi, kemampuan menjadi opinion leader, dan banyaknya jaringan yang dimiliki.

(31)

12

keputusan inovasi, sedangkan penelitian Awotide (2015) yang juga dilakukan di Nigeria menunjukkan hal sebaliknya.

Literatur yang menguji variabel pengaruh atau hubungan antara karakteristik penerima inovasi dengan keputusan inovasi menunjukkan hasil yang beragam. Tidak semua penelitian secara seragam menyatakan bahwa variabel karakteristik unit pengambilan keputusan memiliki pengaruh yang berbanding lurus atau berbanding terbalik terhadap keputusan adopsi. Maka dari itu perlu kajian mendalam untuk melihat pengaruh variabel karakteristik unit pengambil keputusan terhadap keputusan inovasi. Pada penelitian ini, karakteristik petani yang akan diteliti meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama berusahatani, luas lahan yang diusahakan, tingkat keinovatifan, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat. Karakteristik-karakteristik tersebut diambil sebagai variabel dengan pertimbangan bahwa karakteristik tersebut yang masih dapat dimanipulasi oleh pemangku kepentingan untuk meningkatkan tingkat adopsi padi hibrida di kalangan petani.

Faktor Persepsi terhadap Karakteristik Inovasi

Variabel independen yang ditemukan dalam literatur yang dikaji selanjutnya yaitu persepsi terhadap karakter inovasi. Rogers (2003) menyebutkan ada lima karakter inovasi yang dapat mempengaruhi adopsi yaitu keuntungan relatif, kesesuaian inovasi, kerumitan, kemungkinan dicoba, dan kemungkinan diamati hasilnya. Penjabaran dari setiap karakteristik inovasi tersebut diuraikan sebagai berikut.

Keuntungan relatif (relative advantages), yaitu tingkatan di mana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Tingkat keuntungan relatif seringkali dinyatakan dengan atau dalam bentuk keuntungan ekonomis.

Kesesuaian inovasi (compatibility) dengan tata nilai maupun pengalaman yang ada, yaitu sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel. Kompatibilitas memberi jaminan lebih besar dan resiko lebih kecil bagi penerima, dan membuat ide baru itu lebih berarti bagi penerima. Suatu inovasi mungkin kompatibel dengan: (a) nilai-nilai dan dan kepercayaan sosiokultural; (b) dengan ide-ide yang dikenalkan terlebih dahulu; dan (c) dengan kebutuhan klien terhadap inovasi.

Kerumitan (complexity) inovasi adalah tingkat di mana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Suatu ide baru mungkin

dapat digolongkan kedalam kontinum ”sederhana rumit”. Inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu, sedangkan bagi yang lainnya tidak. Kerumitan inovasi menurut pengamatan anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Ini berarti makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan makin lambat pengadopsiannya.

(32)

13 Kemungkinan diamati hasilnya (observability) adalah tingkat di mana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil inovasi-inovasi tertentu mudah dilihat dan dikomunikasikan kepada orang lain. Jika inovasi itu dapat terlihat, maka calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahap percobaan, melainkan dapat terus ke tahap adopsi.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lima indikator tersebut ada yang hanya sebagian mempengaruhi dan ada yang semuanya mempengaruhi proses pengambilan keputusan inovasi. Penelitian yang dilakukan Amala et al. (2013) menunjukkan bahwa semua karakteristik inovasi sistem pertanian organik berhubungan nyata dengan adopsi sistem pertanian organik di Kabupaten Serdang Bedagai, Medan, Sumatera Utara. Indraningsih (2011) yang mengkaji faktor pengaruh pengambilan keputusan inovasi pertanian oleh petani adopter dan petani non adopter di Cianjur dan Garut memperoleh hasil yang berbeda. Petani adopter dan petani non adopter di Cianjur serta petani adopter di Garut mempertimbangkan tingkat keuntungan relatif (besaran modal awal) untuk memutuskan menggunakan atau tidak menggunakan benih anjuran. Berbeda dengan petani non adopter di Garut yang lebih memperhatikan tingkat kesesuaian dalam memutuskan penggunaan benih. Keputusan penggunaan saprodi memiliki pertimbangan yang lebih banyak yaitu mempertimbangkan tingkat keuntungan relatif, kesesuaian teknologi, dan tingkat kerumitan saprodi yang diperkenalkan.

Purnaningsih et al. (2006) yang meneliti adopsi inovasi pola kemitraan menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang kemudahan dilihat hasilnya memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap adopsi inovasi pola kemitraan terutama pada tahap persuasi. Prabayanti (2010) dalam penelitiannya mengenai adopsi biopestisida menunjukkan bahwa persepsi positif petani terhadap kelima karakteristik inovasi berhubungan signifikan dengan keputusan adopsi biopestisida. Penelitian Mulyadi et al. (2007) yang mengkaji proses adopsi inovasi pertanian suku pedalaman Arfak di Papua Barat menunjukkan bahwa hanya karakteristik inovasi tingkat kesesuaian inovasi berpengaruh terhadap proses adopsi pada tahap persuasi.

Penelitian Rizka (2015) yang menganalisis hubungan karakteristik inovasi System Rice Intensification (SRI) pada setiap tahapan pengambilan keputusan menunjukkan hasil bahwa terdapat tiga karakteristik inovasi berbeda yang berhubungan dengan tahap proses pengambilan keputusan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat tiga karakteristik yang berhubungan nyata dengan tahap pengambilan keputusan yaitu tingkat kesesuaian, tingkat kemudahan dicoba, dan tingkat keuntungan relatif. Karakteristik tingkat kesesuaian SRI terbukti berhubungan nyata dengan tahap pengenalan. Tingkat kesesuaian SRI dengan praktik budidaya padi konvensional menyebabkan petani lebih cepat mengenal SRI. Karakteristik kemudahan dicoba di lahan kecil terbukti berhubungan dengan dengan tahap persuasi dan tingkat keuntungan relatif yang tinggi terbukti berhubungan nyata dengan tahap konfirmasi.

(33)

14

tingkat kesesuaian. Pada tahap penerapan terbukti bahwa tingkat keuntungan relatif dan tingkat kerumitan memiliki hubungan nyata. Pada tahap konfirmasi, semua ciri inovasi (tingkat keuntungan relatif, tingkat kesesuaian, tingkat kerumitan, tingkat kemungkinan dicoba, dan tingkat kemudahan dilihat hasilnya) Supra Insus terbukti memiliki hubungan nyata.

Berbeda halnya dengan Penelitian Susanti (2008) mengenai adopsi pertanian organik menunjukkan bahwa sifat inovasi tidak berhubungan dengan keputusan adopsi pertanian organik. Hal ini karena sifat inovasi dari pertanian organik tidak jauh beda dengan sifat usahatani yang biasa petani lakukan. Karakteristik inovasi menjadi menarik dikaji karena berdasar penelitian yang telah dipaparkan, hubungan atau pengaruhnya dapat beragam sesuai dengan tingkat keinovatifannya dibanding inovasi sebelumnya. Berdasar hasil-hasil penelitian yang telah dijabarkan, perlu diteliti lebih lanjut bagaimana hubungan karakteristik inovasi pada setiap tahapan proses pengambilan keputusan.

Faktor Eksternal

Ada faktor-faktor lain yang tidak termasuk ke dalam dua faktor yang telah dijelaskan sebelumnya namun, memiliki hubungan atau pengaruh terhadap keputusan inovasi. Susanti (2008) dan Rizka (2015), menyebut dalam penelitiannya sebagai faktor eksternal yang terdiri dari dukungan lingkungan sosial dan dukungan lingkungan ekonomi. Beberapa penelitian tidak menggolongkan faktor-faktor di luar karakteristik unit pengambilan keputusan dan faktor karakteristik inovasi sebagai faktor eksternal, melainkan sebagai variabel yang berdiri sendiri. Penelitian yang dilakukan Susanti (2008) dan Rizka (2015) menunjukkan bahwa dukungan lingkungan sosial dan ekonomi mempengaruhi secara signifikan terhadap keputusan inovasi pertanian organik dan inovasi penerapan SRI.

Salah satu faktor eksternal yang sering muncul pada penelitian faktor yang berhubungan dengan keputusan inovasi yaitu faktor akses penerima terhadap sumberdaya. Sumber daya yang dimaksud dalam beberapa penelitian meliputi sumberdaya input pertanian berupa ketersedian pupuk dan benih (Awotide 2015), akses kredit untuk permodalan (Purnaningsih 2006; Sumarno 2010; Awotide 2015), sarana dan prasarana pendukung meliputi sarana transportasi, sarana telekomunikasi, dan keterjangkauan toko saprotan (Purnaningsih 2006), serta bantuan yang mendukung adopsi inovasi (Indraningsih 2011; Ishak et al. 2015) semuanya menunjukkan hubungan positif nyata terhadap pengambilan keputusan inovasi oleh petani.

Faktor-faktor pengaruh yang telah diteliti pada pustaka-pustaka sebelumnya menunjukkan hubungan dan pengaruh yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada lokasi dan jenis inovasi tersebut diperkenalkan. Oleh karena itu kajian-kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi sangat perlu untuk dilakukan terhadap inovasi-inovasi baru.

Kerangka Pemikiran

(34)

15 pegenalan (Y1.1), tingkat persuasi (Y1.2), tingkat keputusan (Y1.3), tingkat penerapan (Y1.4), dan tingkat konfirmasi (Y1.5) petani terhadap keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05. Setiap variabel dependen tersebut diduga berhubungan dengan variabel independen dari sejumlah faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi setiap tahapan dalam proses PK inovasi yaitu persepsi petani terhadap karakteristik petani sebagai unit pengambil keputusan inovasi (X1), karakteristik benih hibrida (X2), dan dukungan faktor eksternal (X3).

Teori pengambilan keputusan Rogers (2003), hasil penelitian Mugniesyah dan Lubis (1990), dan Rizka (2015) dijadikan sebagai acuan untuk menurunkan faktor karakteristik petani (X1) yang diturunkan menjadi karakteristik individu dan perilaku komunikasi. Variabel dalam faktor karakteristik petani terbagi menjadi delapan variabel yaitu umur (X1.1),tingkat pendidikan (X1.2), tingkat pendapatan (X1.3), lama berusahatani (X1.4), luas lahan garapan (X1.5), tingkat keberanian beresiko (X1.6), tingkat kekosmopolitan (X1.7), dan tingkat kepemimpinan pendapat (X1.8). Kedelapan faktor tersebut diduga berhubungan dengan setiap tahapan pada pengambilan keputusan inovasi (Y1).

Faktor persepsi petani terhadap karakteristik benih hibrida (X2) diturunkan menjadi lima variabel yang mengacu pada teori PK inovasi Rogers (2003) yaitu, tingkat keuntungan relatif (X2.1), tingkat kesesuaian (X2.2), tingkat kerumitan (X2.3), tingkat kemungkinan dicoba (X2.4), dan tingkat kemungkinan diamati (X2.5) yang diduga berhubungan dengan setiap tahap pada keputusan inovasi (Y1).

(35)

16

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik petani (umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, lama berusahatani, luas lahan yang digarap, tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat kepemimpinan pendapat) dengan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 (tingkat pengenalan, tingkat persuasi, tingkat keputusan, tingkat penerapan, dan tingkat konfirmasi).

2. Terdapat hubungan nyata antara persepsi petani terhadap padi hibrida MAPAN P-05 (tingkat keuntungan relatif, tingkat kerumitan, tingkat kesesuaian, tingkat kemungkinan dicoba, dan tingkat kemungkinan diamati) dengan setiap tahapan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 (tingkat pengenalan, tingkat persuasi, tingkat keputusan, tingkat penerapan, dan tingkat konfirmasi).

3. Terdapat hubungan nyata antara dukungan faktor eksternal (tingkat dukungan ekonomi dan tingkat dukungan sosial) dengan keputusan inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 (tingkat pengenalan, tingkat persuasi, tingkat keputusan, tingkat penerapan, dan tingkat konfirmasi).

Gambar 1 Kerangka penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan adopsi inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 oleh petani

KEPUTUSAN INOVASI BUDIDAYA PADI HIBRIDA

MAPAN P-05 (Y1) Y1.1 Tingkat Pengenalan

Y1.2 Tingkat Persuasi

Y1.3 Tingkat Keputusan

Y1.4 Tingkat Penerapan

Y1.5 Tingkat Konfirmasi

PERSEPSI TERHADAP BUDIDAYA PADI HIBRIDA

MAPAN P-05 (X2) X2.1 Tingkat Keuntungan Relatif

X2.2 Tingkat Kesesuaian

X2.3 Tingkat Kerumitan

X2.4 Tingkat Kemungkian Dicoba

X2.5 Tingkat Kemungkinan Diamati

KARAKTERISTIK PETANI (X1) 1. Karakteristik Individu

X1.1 Umur

X1.2 Tingkat Pendidikan

X1.3 Tingkat Pendapatan

X1.4 Lama Berusahatani

X1.5 Luas Lahan yang Digarap

X1.6 Tingkat Keberanian Beresiko

2. Perilaku Komunikasi X1.7 Tingkat Kekosmopolitan

X1.8 Tingkat Kepemimpinan Pendapat

DUKUNGAN FAKTOR EKSTERNAL (X3)

X3.1 Tingkat Dukungan Ekonomi

X3.2 Tingkat Dukungan Sosial

Keterangan

(36)

17

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei dan termasuk jenis penelitian penjelasan (explanatory research) yang menjelasakan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesis (Effendi dan Tukiran 2012). Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif yang sifatnya saling melengkapi. Effendi dan Tukiran (2012) menyatakan bahwa usaha penambahan informasi kualitatif pada data kuantitatif bermanfaat untuk memperoleh data yang lebih akurat dan sahih mengenai fenomena sosial yang diteliti.

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di enam desa yaitu Desa Tegalontar, Desa Sragi, Desa Purwodadi, Desa Kedungjaran, Desa Gebangkerep, dan Desa Bulaksari, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, yaitu: sebanyak enam desa tersebut merupakan desa di mana terdapat kelompok tani yang mendapat penyuluhan promosi dari perusahan produsen padi hibrida MAPAN P-05, Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dengan produksi beras tertinggi di Kabupaten Pekalongan dan sedang gencar menggalakkan kegiatan peningkatan produksi padi melalui penanaman benih hibrida, serta sebagian besar rumahtangga di Kecamatan Sragi merupakan rumahtangga petani.

Waktu penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2016. Selama pengambilan data berlangsung, peneliti tinggal bersama obyek penelitian di lapangan dalam jangka waktu 20 hari. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui lokasi penelitian dengan baik, menciptakan hubungan sosial yang dekat dengan obyek penelitian, dan mendapat data yang lebih lengkap dan valid.

Tenik Penentuan Informan dan Responden

Subjek penelitian adalah 29 orang petani adopter dan 31 orang petani non adopter yang dipilih secara acak. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Balai Penyuluhan Kecamatan (BPK), Petugas Penyuluh Lapangan, Ketua Kelompok Tani yang mengetahui mengenai proses pengenalan dan penerapan varietas padi hibrida MAPAN P-05, dan responden terpilih (pada kasus petani lapisan atas yang tidak mengadopsi, petani lapisan bawah yang mengadopsi, petani yang memutuskan melanjutkan adopsi, petani yang memutuskan berhenti mengadopsi, petani yang tetap menolak, dan petani yang mengadopsi kemudian) yang dipilih secara sengaja atau purposive.

(37)

18

sebanyak 67 petani, Desa Gebangkerep sebanyak 97 petani, Desa Purwodadi sebanyak 95 petani, Desa Tegalontar sebanyak 75 petani, dan Kelurahan Sragi sebanyak 32 petani). Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Pemilihan sampel dilakukan secara acak terstratifikasi tidak proporsional (unproportional stratified random sampling) karena populasi tidak homogen, terdiri dari dua sub populasi yaitu sub populasi petani penerap padi hibrida MAPAN P-05 dan petani non penerap padi hibrida MAPAN P-05 dan perbandingan jumlah yang tidak seimbang antara dua sub-populasi tersebut.

Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 60 petani. Banyaknya sampel yang diambil didasarkan pada teknik analisis data yang dilakukan dan jumlah stratum. Menurut Efendi dan Tukiran (2012) bila data dianalisis dengan teknik korelasi, maka jumlah sampel yang diambil minimal 30 kasus. Jika responden terdiri dari beberapa kelompok, maka setiap kelompok diambil sebanyak 30 sampel. Banyaknya stratum dalam penelitian yaitu 2 stratum, oleh sebab itu jumlah responden dalam penelitian sebanyak 60 sampel. Adapun rincian responden yang diambil dari dua sub populasi adalah sebagai berikut:

1. Petani penerap padi hibrida MAPAN P-05 sebanyak 29 petani, (dilakukan secara sensus karena merupakan jumlah seluruh petani penerap yang tersebar di enam desa).

2. Petani non penerap padi hibrida MAPAN P-05 sebanyak 31 petani. Angka 31 didapat dari jumlah total responden dikurangi jumlah total petani penerap (60

– 29 = 31). Sebanyak 31 responden tersebut diambil secara acak proporsional dari 517 petani non penerap yang tersebar di enam desa.

Perhitungan penarikan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

No. Desa Jumlah petani primer meliputi karakteristik petani, persepsi petani terhadap karakteristik inovasi, faktor dukungan eksternal, dan keputusan inovasi yang dilakukan oleh petani. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan pengambilan data langsung di lapangan melalui instrumen kuesioner dan wawancara mendalam kepada responden dan informan (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Wawancara mendalam kepada responden terpilih dan informan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara tersebut digunakan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan Tabel 1 Perhitungan penarikan sampel penelitian faktor-faktor yang

(38)

19 faktor persepsi karakteristik inovasi, karakteristik petani, dan dukungan faktor eksternal dengan pengambilan keputusan inovasi padi hibrida MAPAN P-05. Kebutuhan data, jenis data, dan sumber data lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Data sekunder dihimpun guna mendukung data primer. Adapun data sekunder yang dihimpun meliputi daftar petani yang tergabung dalam kelompok tani, riwayat penggunaan benih hibrida, dan data monografi desa. Data dikumpulkan dari dokumen-dokumen tertulis di Kantor Balai Penyuluhan Kecamatan, Kantor Kecamatan, Kantor Desa, dan sumber dari internet.

Salah satu instrumen pengambilan data primer yaitu kuesioner. Agar mendapatkan hasil yang tepat, kuesioner diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji validitas konstruk. Uji validitas konstruk yaitu uji validitas dengan cara menyusun tolak ukur operasional dari suatu kerangka konsep dan teori (Effendi dan Tukiran 2012). Langkah-langkah yang dilakukan yaitu, membuat tolak ukur berdasarkan kerangka konsep hasil kajian pustaka, berkonsultasi dengan dosen pembimbing dan berbagai pihak yang dianggap menguasai materi, membuat kuesioner penelitian, dan menetapkan lokasi uji. Instrumen ini telah diuji pada sepuluh petani non-responden yang memiliki karakteristik hampir sama dengan responden di Desa Sragi. Hasil jawaban pengujian kuesioner diuji reliabilitasnya menggunakan uji Cronbach’s Alpha dengan bantuan perangkat lunak SPSS for Windows 22.0. Kuesioner dinyatakan valid dan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6. Hasil uji

Tabel 2 Kebutuhan data penelitian

Kebutuhan Data Jenis Data Metode Pengumpulan

Data Pr Sk Kn Kl

Karakteristik responden v v Kuesioner

Persepsi petani terhadap padi hibrida hibrida di Kecamatan Sragi

v v v Wawancara mendalam, data BPK

Monografi desa v v Data desa

Daftar nama dan jumlah petani

v v Data BPK

Keterangan:

Pr: Primer Kn: Kuantitatif

(39)

20

reliabilitas kuesioner menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha kuesioner yaitu 0,962 (Lampiran 6), artinya kuesioner penelitian ini memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi.

Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang berkaitan dengan topik penelitian dan pihak-pihak yang berkaitan dengan lokasi penelitian, seperti profil dan data monografi Desa Tegalontar, Desa Sragi, Desa Purwodadi, Desa Kedungjaran, Desa Gebangkerep, dan Desa Bulaksari, literatur berupa penelitian terdahulu tentang topik pengambilan keputusan inovasi (skripsi, disertasi, dan tesis), publikasi (jurnal, artikel ilmiah, atau seminar) serta buku.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Pengolahan dan analisis data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2013 dan SPSS 22.0. Aplikasi Microsoft Excell 2013 digunakan untuk membuat tabel frekuensi. Tabel frekuensi berfungsi untuk melihat data responden berdasarkan masing-masing variabel secara tunggal. Aplikasi SPSS 22.0 digunakan untuk membantu dalam uji statistik yaitu uji korelasi Rank Spearman. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala minimal ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal.

Uji korelasi Rank Spearman dilakukan untuk melihat korelasi antara variabel independen dalam tingkat persepsi karakteristik benih padi hibrida MAPAN P-05, karakteristik petani, dan dukungan faktor eksternal dengan pengambilan keputusan inovasi padi hibrida MAPAN P-05. Cara yang dilakukan adalah dengan menjumlahkan skor indikator pada setiap variabel untuk mendapat skor total variabel. Skor total variabel (x dan y) yang diperoleh kemudian dirangking (rx dan ry). Perhitungan data dibantu dengan perangkat lunak Microsoft Excell 2013 kemudian dilakukan pengujian statistik menggunakan bantuan aplikasi SPSS 22.0. Setelah didapat tabel hasil analisis, nilai korelasi Spearman hitung (rs) dibandingkan dengan nilai korelasi Spearman tabel (rs tabel). Jika rs > rs tabel, maka tolak H0 dan terima H1 begitupun sebaliknya.

Data kualitatif berupa informasi mengenai peranan penyuluh, dukungan lingkungan sosial, sejarah penggunaan benih hibrida, dan monografi desa dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca. Data kualitatif disajikan dalam narasi, diagram, dan matriks. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi.

(40)

21 Definisi Operasional

Definisi operasional setiap variabel dapat dilihat pada Tabel 3.

Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran

Pengelompokan Data

Skala Data

X1 Karakteristik Petani

X1.1 Umur Lama hidup responden dari lahir sampai dengan waktu wawancara diukur

Area sawah yang digarap atau diusahakan oleh

Derajat di mana individu mampu mengambil hal baru yang diukur dari durasi pengambilan keputusan untuk mengadopsi, sikap terhadap hal baru,

frekuensi mencoba inovasi baru pada 10 tahun terakhir, dan sikap

(41)

22

Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran dalam maupun ke luar sistem sosialnya yang

Derajat di mana seorang individu dapat mempe- ngaruhi sikap atau peri- laku seseorang yang

X2 Tingkat Persepsi terhadap karakteristik budidaya padi hibrida MAPAN P-05 X2.1 Tingkat

Derajat di mana aktivitas budidaya padi hibrida

Derajat atau tingkat di mana budidaya padi

(42)

23

X3 Tingkat Dukungan Faktor eksternal X3.1 Tingkat dari pihak lain yang diukur dari tingkat

Y1 Keputusan Inovasi Y1.1 Tahap Variabel Definisi Operasional Cara

Pengukuran

(43)

24

Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran

Pengelompokan Data

Skala Data Y1.5 Tahap

konfirmasi

Tahap di mana responden mencari penguatan dari proses pengambilan

keputusan yang telah dilalui sebelumnya.

Diukur berdasarkan jumlah skor yang diperoleh.

1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi

Gambar

Gambar 1 Kerangka penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan    pengambilan keputusan adopsi inovasi budidaya padi hibrida MAPAN P-05 oleh petani
Tabel 2 Kebutuhan data penelitian
Tabel 3 Definisi operasional
Tabel 4 Jarak desa penelitian ke pusat kecamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengatasi Sibling rivalry, beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mengatasi Sibling rivalry sehingga anak dapat bergaul dengan baik, anatara lain :

Dalam merancang arsitektur sistem informasi PT.Sumber Sehat akan digunakan metodologi Enterprise Architecture Planning karena EAP dibuat berdasarkan visi dan misi perusahaan

Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa pengelolaan dan penyaluran dana mempunyai berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pendapatan Usaha Mikro Kecil

Prosedur untuk sintesis senyawa trifeniltimah(IV) benzoat dan difeniltimah(IV) dibenzoat yang digunakan dalam penelitian ini (Lampiran 1), didasarkan pada prosedur yang

Beberapa fungsi asam empedu antara lain: sebagai emulgator dalam proses pencernaan lemak dalam usus; dapat mengaktifkan lipase dalam cairan pancreas;

Dalam pembelajaran IPS pada materi permasalahan sosial, dibutuhkan penggunaan model pembelajaran yang menarik, efektif dan efisien untuk menarik perhatian, motivasi

Perusahaan dengan tambang batu bara terbesar ini juga menyambut positif pen cabutan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 tentang Penggunaan

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi nilai kebisingan yang dihasilkan oleh mesin serbaguna saat dioperasikan dan menentukan kelayakan mesin serbaguna sebagai