HUBUNGAN ANTARA PEROKOK AKTIF DENGAN KUALITAS TIDUR MAHASISWA FAKULTAS HUKUM
Maya Fadlilah1, Dewi Pujiana2, Subani3 DIII Keperawatan, IKesT Muhammadiyah Palembang1 SI Keperawatan, IKesT Muhammadiyah Palembang2,3
mayastikes@gmail.com1 dewipujiana9@gmail.com2
sbani069@gmail.com3
DOI: 10.36729 ABSTRAK
Latar Belakang: Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan berbagai tanda
kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Kondisi kurang tidurpun banyak ditemui dikalangan dewasa muda terutama mahasiswa yang nantinya bisa menimbulkan banyak efek, seperti berkurangnya konsentrasi belajar dan gangguan kesehatan. Kualitas tidur juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok mahasiswa, dimana sebagian mahasiswa perokok aktif tidak terganggu kualitas tidur, dan sebagian lainnya terganggu. Mahasiswa yang terganggu kualitas tidurnya akan mempengaruhi kebugaran dalam menjalankan aktivitas perkuliahan, dan lebih lanjut berdampak kepada konsentrasi serta kemampuan dalam menangkap pelajaran di kampus. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara perokok aktif dengan kualitas tidur mahasiswafakultas hukum. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survey analitik melalui pendekatan cross sectional. Teknik sampling adalah purposive sampling dengan rumus Slovin sehingga diperoleh 80 responden, penelitian ini dilakukan pada tanggal 22-27 April 2019 di Universitas Muhammadiyah Palembang Fakultas Hukum. Hasil: Hasil penelitian diperoleh perokok aktif mahasiswa diklasifikasikan sebagian besar perokok ringan sebanyak 55 orang (68,75%), kualitas tidur mahasiswa sebagian besar dengan kualitas tidur baik sebanyak 55 orang (68,75%), dengan p value 0.000 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara perokok aktif dengan kualitas tidur mahasiswa Fakultas Hukum. Saran: Agar pihak institusi secara terus-menerus memberikan informasi kepada mahasiswa melalui leaflet tentang bahaya merokok bagi kesehatan tubuh khusunya kualitas tidur.
Kata Kunci: Perokok Aktif, Kualitas Tidur
ABSTRACT
Background: A person's sleep quality is said to be good if it does not show various signs of lack of
sleep and does not experience problems in sleeping. Sleep deprivation is often found among young adults, especially students, which can cause many effects, such as reduced concentration in learning and health problems. The quality of sleep is also influenced by the smoking habits of the students, where some students who are active smokers are not disturbed by the quality of sleep, and some are disturbed. Students who have disturbed sleep quality will affect their fitness in carrying out lecture activities, and further have an impact on concentration and ability to capture lessons on campus.
Objective: To determine the relationship between active smokers and the quality of sleep of law
faculty students. Methods: This study is a quantitative study using an analytic survey method through a cross sectional approach. The sampling technique was purposive sampling with the Slovin formula so that 80 respondents, this research was conducted on 22-27 April 2019 at the Muhammadiyah University of Palembang, Faculty of Law. Results: The results of the study were: active smokers of students were classified as mostly light smokers as many as 55 people (68.75%), most of the students sleep quality with good sleep quality as many as 55 people (68.75%), with a p value of 0.000, which means that there is a significant relationship between active smokers and the sleep quality of students in the Faculty of Law. Suggestion: So that the institution continuously provides information to students through leaflets about the dangers of smoking for body health, especially the quality of sleep.
PENDAHULUAN
Merokok adalah kebiasaan buruk yang menjadi masalah di seluruh dunia baik negara maju maupun negara berkembang. Diperkirakan 2,5 juta orang meninggal tiap tahunnya akibat penyakit yang disebabkan oleh rokok. Negara Indonesia merupakan negara dengan konsumsi rokok terbesar ketiga setelah China dan India dan diatas Rusia dan Amerika Serikat (Vaora, 2011).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2015), di Indonesia usia perokok muda, yaitu sebanyak 1,7% perokok mulai merokok pada usia 5-9 tahun. Persentasi nasional penduduk berumur 15 tahun ke atas yang merokok setiap hari sebesar 28,2%. Lebih dari separuh (54,1%) penduduk laki-laki berumur 15 tahun ke atas yang merokok setiap hari sebesar 28,2%. Lebih dari separuh (54,1%) penduduk laki-laki berumur 15 tahun ke atas merupakan perokok harian. Persentasi penduduk perokok yang merokok tiap hari tampak tinggi pada kelompok umur produktif (25-64 tahun) dengan rentang 30,7%-32,2%.
Warga Indonesia harus menyaradi bahaya rokok bagi kesehatan tubuh¸ seperti halnya di kalangan mahasiswa dengan keadaan yang kebanyakan tinggal jauh dari orang tua serta memiliki uang jajan yang dapat dikatakan lebih dari Cukup mereka dengan mudahnya menghisap rokok
setiaphari tanpa memikirkan kesehatan
tubuhnya. Rokok memang tidak
berdampak secara langsung bagi kesehatan tetapi dampak dari rokok akan terasa dalam waktu 10-20 tahun. Meskipun demikian masih banyak orang-orang yang tentunya dikalangan mahasiswa yang masih menyepelekan hal tersebut (Ramdhani, 2013).
Perokok aktif dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan berat dan ringannya perokok. Perhimpunan dokter paru indonesia membagi tingkatan derajat merokok seseorang menjadi tiga kelompok dengan menggunakan nilai Indeks Brinkman, yakni ringan, sedang dan berat. Indeks Brinkman merupakan suatu
variabel refresentatif untuk
menggambarkan berat ringannya merokok seseorang secara kuantitatif. Nilai dari Indeks tersebut dihitung berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap sehari dikali dengan lama merokok dalam tahun (Putra, dkk, 2010).
Pada orang dewasa prilaku merokok lebih banyak disebabkan karena faktor di dalam mereka sendiri, bukan semata-mata pengaruh lingkungan. Niat untuk merokok pada orang dewasa lebih disebabkan oleh faktor dari dalam diri
mereka, yang berkaitan dengan
kemampuan mengontrol diri (Ramdhani, 2013). Kebiasaan merokok yang sudah lama dilakukan tentunya akan semakin
sulit untuk dirubah, karena akan semakin bertambah pula konsumsi rokoknya. Kandungan nikotin yang bersifat adiktif
membuat orang kesulitan untuk
melepaskan diri dari pengaruh kuat zat tersebut (Ramdhani, 2013).
Merokok dan kualitas tidur mempunyai keterkaitan yang erat. Meskipun merokok bukan satu-satunya menyebabkan kualitas tidur seseorang terganggu, akan tetapi nikotin yang
terkandung dalam rokok dapat
menyebabkan kete-gangan pada syaraf simpatik dan syaraf parasimpatik, sehingga menyebabkan orang tersebut akan tetap terjaga. Padahal ketika orang dalam keadaan tidur, semua syaraf dan organ manusia berelaksasi, bahkan detak jantung pun berdenyut lambat. Nikotin di dalam rokok akan memacu hormon dopamin di dalam tubuh manusia. Dimana hormon dopamin tersebut berfungsi untuk memberikan sensasi rasa senang, bahagia, merasa segar dan tidak mengantuk. Meningkatkan konsen-trasi, daya pikir, dan daya ingat. Oleh sebab itu, ketika hormon ini terpacu untuk meningkatkan fungsinya, maka syaraf di dalam tubuh manusia, baik syaraf simpatik maupun para simpatik, akan menegang atau berkontraksi tergantung dari dosis stimulus yang diberikan untuk memicu hormon dopamin tersebut. Dalam saat yang sama, hormon serotonin (kebalikan dari hormon
dopamin) akan sedikit bekerja atau bahkan tidak bekerja sama sekali. Hormon serotonin adalah hormon di dalam tubuh manusia yang berfungsi untuk memberikan rasa tenang, relaks, dan mengantuk pada manusia, sehingga memudahkan manusia untuk masuk dalam kondisi tidur (Ramdhani, 2013).
Tidur merupakan slah satu kebutuhan manusis diantaranya kualitas tidur yang baik. Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan
sering menguap atau mengantuk
(Wartonah, 2011).
Menurut penelitian National Sleep
Foundation di Amerika (2006), bahwa
lebih dari sepertiga 36% dewasa mudai usia 18-19 dilaporkan mengalami kesulitan untuk bangun di pagi hari (dibandikan dengan 20% pada usia 30-60 tahun dan 9% diatas usia 65 tahun) hampir seperempat dewasa mudah 22% sering terlambat masuk kelas dan berkerja karna kesulitan bangun (dibandingkan dengan 11% pada pekerja usia 30-64 tahun dan 5% di atas usia 64 tahun) dan 4% usia dewasa muda mengeluh kantuk saat kerja sekurangnya 2 hari dalam seminggu atau
lebih (dibandingkan dengan 23% pada usia 30-64 tahun dan 19% di atas usia 65).
Menurut Hidayat (2012), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan berbagai tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Kondisi kurang tidurpun banyak ditemui dikalangan dewasa muda terutama mahasiswa yang nantinya bisa menimbulkan banyak efek, seperti berkurangnya konsentrasi belajar dan gangguan kesehatan.
Berdasarkan studi pendahuluan penelitian yang di lakukan pada tanggal 17 Februari 2019 kepada 10 mahasiswa yang di wawancarai hanya 4 orang perokok aktif yang tidak terganggu kualitas tidur, dan terdapat 6 orang yang terganggu kualitas tidur nya karna perokok aktif. Padahal di pagi harinya meraka harus terbangun untuk melakukan aktifitas kulianya. Hal ini dapat mempengaruhi kebugaran mahasiswa dalam menjalani aktifitas perkuliahan, dan dapat berefek kepada konsentrasi serta kemampuan dalam menangkap pelajaran di kampus.
Berdasarkan latar belakang dan data-data diatas peneliti tertarik meneliti apakah ada hubungan antara perokok aktif dengan kualitas tidur pada mahasiswa fakultas hukum.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survey analitik melalui pendekatan cross sectional. Sedangkan subjek yang diteliti berjumlah 80 responden. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Non
Probability dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria inklusi
Mahasiswa Fakultas Hukum tingkat II semester IV yang sedang aktif, bersedia jadi responden dan perokok aktif. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan 5 Januari sampai dengan 12 Mei 2019. Penelitian ini dilakukan selama 6 hari mulai tanggal 22-27 April 2019. Data primer diperoleh melalui kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan dari Fakultas Hukum. Instrumen penelitian menggunakan Indeks Brinkman untuk mengukur perokok, sebanyak 2 pertanyaan sedangkan PQSI mengukur kualitas tidur sebanyak 9 pertanyaan. Dikatakan perokok aktif kategori ringan sebanyak 0-199 batang, kategori sedang 200-599 batang, dan kategori berat > 600 batang, sedangkan kualitas tidur buruk mempunyai skor < 5. Penelitian menggunakan uji chi square dengan derajat kepercayaan 95%.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 80 mahasiswa tingkat II
semester IV Fakultas Hukum diperoleh karakteristik sebagai berikut.
Tabel 1.
Karakteristik Responden
No. Variabel Frekuensi Persentase (%)
1 Umur 19 tahun 18 22,50 20 tahun 55 68,75 21 tahun 7 8,75 2 Lama Merokok 3 tahun 3 3,7 4 tahun 8 10,0 5 tahun 15 18,75 6 tahun 24 30,0 7 tahun 23 28,75 8 tahun 6 7,50 9 tahun 1 1,25
3 Banyaknya Rokok yang Dikonsumsi
12 batang/hari 15 18,75 16 batang/hari 26 32,50 20 batang/hari 13 16,25 24 batang/hari 7 8,75 28 batang/hari 2 2,50 32 batang/hari 17 21,25 4 Klasifikasi Perokok Ringan 55 68,75 Sedang 25 31.25 Berat 0 0.00
5 Kualifikasi Kualitas Tidur
Baik 55 68,75
Buruk 25 31,25
Total 80 100
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa
dari 80 mahasiswa sebagian besar responden memiliki usia 20 tahun sebanyak 55 responden (68,75%). Responden yang palinglama waktu menjadi
pecandu rokok adalah sebanyak 24
responden (30.00%) dengan lama waktu
pecandu rokok 7 tahun. Sebagian besar
responden memiliki frekuensi banyaknya
rokok dikonsumsi sebanyak 16 batang/hari yaitu 22 responden (27,50%). Sebagian besar responden memiliki klasifikasi perokok ringan yaitu sebanyak 55 responden (68,75%). Sebagian besar responden memiliki kualitas tidur baik yaitu terdapat 55 responden (68,75%).
Hubungan Perokok Aktif dengan Kualitas Tidur Mahasiswa Tingkat II Semester IV Fakultas Hukum
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan perokok aktif dengan
kualitas tidur, yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.
Hubungan Perokok Aktif dengan Kualitas Tidur Mahasiswa Tingkat II Semeseter IV Fakultas Hukum
Variabel Med Mak Min SD Pvalue
Perokok Aktif 120 256 36 66,302
0,00
Kualitas Tidur 4 9,00 1,00 1,918
Berdasarkan tabel 2 terdapat 55 responden (68,75%) perokok aktif klasifikasi ringan terdapat 54 responden (67,50) memiliki kualitas tidur yang baik, sedangkan 1 orang (1,25%) dengan kualitas tidur yang buruk. Demikian juga terdapat 25 responden (31,25%) perokok aktif klasifikasi sedang terdapat 1 responden (1,25%) dengan kualitas tidur yang baik, dan 24 responden (30,00%) dengan kualitas tidur buruk. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue = 0,000 (p
value < α 0,05) yang berarti ada hubungan
yang signifikan antara perokok aktif dengan kualitas tidur mahasiswa tingkat II semeseter IV fakultas hukum.
PEMBAHASAN
Klasifikasi Berdasarkan Perokok Aktif
Hasil penelitian yang didapatkan dilapakangan secara umum intensitas perilaku merokok pada mahasiswa tingkat II semester IV Fakultas Hukum yang
merokok dominan berada pada klasifikasi ringan sebanyak 55 orang (68,75%), 25 orang (31,25%) diklasifikasikan sebagai perokok aktif sedang, dan perokok berat tidak ditemukan (0,00%).
Perokok aktif merupakan orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun linkungan sekitar. Kebanyakan perokok aktif cenderung merasa tidak bisa hidup tanpa rokok, karena sudah terbiasa merokok dan apabila disuruh berhenti ada yang mau dan ada yang tidak mau, itu disebabkan kerena kecanduan jadi kalau tidak merokok rasanya kurang enak dan itu semakin sulit untuk dihentikan mereka merokok (Bustan, 2007).
Sitepoe (2010) menyebutkan macam perokok menjadi 3, yaitu: (1) perokok ringan, yaitu merokok 1-10 batang sehari; (2) perokok sedang, yaitu merokok 10-20 batang sehari; dan (3) perokok berat,
yaitu merokok lebih dari 24 batang sehari. Dimana macam perokok tersebut menjadi aspek dalam variabel intensitas perilaku merokok. Masing-masing aspek tersebut mempunyai kedudukan yang sama atau dikonversikan dengan masing-masing kriteria dalam hasil analisis deskriptif, yaitu: (1) perokok ringan = kriteria rendah; (2) perokok sedang = kriteria sedang; dan (3) perokok berat = kriteria tinggi.
Putra, dkk. (2010) menyatakan pendapat yang berbeda mengenai perokok aktif, yaitu dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan berat ringannya merokok. Perhimpunan dokter paru Indonesia membagi tingkatan derajat merokok kuantitatif. Nilai dari Indeks tersebut dihitung berdasarkan jumlah batang rokok yang dihisap sehari dikali dengan lama merokok dalam tahun, yaitu: 0-199 batang diklasifikasikan sebagai perokok ringan, 200-599 diklasifikasikan perokok sedang, dan > 600 batang diklasifikasikan perokok berat.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berpendapat bahwa perilaku merokok merupakan keadaan, tingkatan atau banyak sedikitnya aktivitas seseorang dalam membakar tembakau dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya.
Klasifikasi Berdasarkan Kualitas Tidur Mahasiswa Fakultas Hukum
Hasil penelitian yang didapatkan dilapangan Secara umum tingkat kualitas tidur pada mahasiswa tingkat II semester IV Fakultas Hukum yang merokok aktif paling banyak berada pada kriteria baik, yaitu 55 responden (68,75%) dari 80 responden, sedangkan 25 responden (31,25%) memiliki kualitas tidur yang buruk.
Hidayat (2012) menyatakan kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.
Kebutuhan tidur yang cukup tidak hanya ditentukan oleh faktor jam tidur (kuantitas tidur), tetapi juga oleh kedalaman tidur (kualitas tidur). Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Lanywati, 2001). Sedangkan kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan iritabilitas dan kurangnya tingkat kewaspadaan yang
dapat menyebabkan tingkat konsentrasi menurun.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian berpendapat kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan berbagai tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya.
Hubungan Perokok Aktif dengan Kualitas Tidur Mahasiswa Fakultas Hukum
Perilaku merokok merupakan keadaan, tingkatan atau banyak sedikitnya aktivitas seseorang dalam membakar tembakau dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya. Secara umum intensitas perilaku merokok pada mahasiswa Fakultas Hukum yang merokok dominan berada pada klasifikasi ringan sebanyak 55 orang (68,75%), 25 orang (31,25%) diklasifikasikan sebagai perokok aktif sedang, dan perokok berat tidak ditemukan (0,00%).
Perokok aktif merupakan orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun linkungan sekitar. Kebanyakan perokok aktif cenderung merasa tidak bisa hidup tanpa rokok, karena sudah terbiasa merokok dan apabila disuruh berhenti ada yang mau dan ada yang tidak mau, itu disebabkan kerena kecanduan jadi kalau
tidak merokok rasanya kurang enak dan itu semakin sulit untuk dihentikan mereka merokok (Bustan, 2007).
Hasil temuan di lapangan, bahwa klasifikasi perokok aktif pada mahasiswa Fakultas Hukum berada pada kategori ringan. Terdapat 55 responden (68,75%) perokok aktif klasifikasi ringan terdapat 54 responden (67,50) memiliki kualitas tidur yang baik, sedangkan 1 orang (1,25%) dengan kualitas tidur yang buruk. Demikian juga terdapat 25 responden (31,25%) perokok aktif klasifikasi sedang terdapat 1 responden (1,25%) dengan kualitas tidur yang baik, dan 24 responden (30,00%) dengan kualitas tidur buruk. Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue = 0,000 (pvalue < 0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara perokok aktif dengan kualitas tidur mahasiswa fakultas hukum Universitas Muhammadiya Palembang. Hal ini berkorelasi positif dan sejajar dengan kualitas tidur mahasiswa yang merokok aktif berada pada kategori baik. Sesuai dengan dugaan peneliti, bahwa perilaku perokok aktif terbukti dapat menyebabkan buruknya kualitas tidur. Hal ini
sebagaimana dengan pendapat
Rafknowledge (2004) bahwa salah satu hal yang dapat menyebabkan buruknya kualitas tidur adalah nikotin. Nikotin adalah zat stimulant yang terdapat didalam rokok. Nikotin atau zat stimulant
ini berfungsi untuk menekan kerja syaraf, yaitu syaraf simpatik dan syaraf para simpatik untuk tetap berkontraksi atau tetap bekerja. Sehingga asumsi bahwa semakin tinggi intensitas perilaku merokok seseorang, maka akan semakin buruk kualitas tidurnya.
Penelitian Annahri, dkk (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara perilaku merokok dengan angka kejadian insomnia. Penelitian yang dilakukannya itu selaras dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Chien et al pada tahun 2010 tentang durasi tidur dan insomnia sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular dan penyebab kematian pada 3.430 pada etnik Cina di Taiwan. Dalam penelitian tersebut mereka menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi durasi tidur dan insomnia, dan merokok merupakan salah satu faktor penting yang sering ditemukan pada responden laki-laki. Pada penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dan kejadian insomnia (p < 0,0001). Hal ini dibuktikan dengan didapatkannya 31,7% dari 889 responden merupakan perokok yang mengalami occasional insomnia, 30,5% dari 351 responden merupakan perokok yang mengalami frequent insomnia, dan 29,5% dari 78 responden merupakan perokok
yang mengalami insomnia hampir setiap hari.
Penelitian Annahri, dkk (2013) menjelaskan bahwa dalam pengaturan homeostatis, zat penginduksi tidur yang terakumulasi ketika seseorang dalam keadaan bangun dapat meningkatkan aktivitas neuron-neuron yang mendorong tidur sekaligus menurunkan aktivitas
neuron-neuron yang menyebabkan
seseorang untuk terjaga. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan aktivitas saraf dan terjadi pelepasan noradrenalin. Pelepasan noradrenalin berhubungan dengan perubahan dari keadaan tidur menjadi terjaga. Pelepasan noradrenalin
menyebabkan terjadinya respon
simpatomimetik, yaitu aktivasi
kemoreseptor dari aorta dan badan karotid, yang secara refleks menyebabkan vasokonstriksi, takikardi dan tekanan darah tinggi. Pelepasan noradrenalin juga bepengaruh pada sintesis melatonin di otak, sehingga regulasi tidur-bangun menjadi terganggu.
Hasil penelitian tersebut, pada dasarnya sesuai dengan hasil penelitian yang peneliti lakukan. Secara garis besar, kedua variabel, fenomena dan subyeknya adalah sama, yang membedakan adalah lokasi atau predikat dari mahasiswa mana dari kedua penelitian tersebut, dan tinjauan dari segi psikologis oleh penelitian yang peneliti lakukan. Yaitu, ketika seseorang
menghisap rokok maka nikotin yang terkandung dalam rokok akan diserap oleh lidah dan diteruskan ke otak melewati batang otak yang disebut dengan hipotalamus. Hipotalamus ini berfungsi memicu pengeluaran hormone dopamine dan serotonin sesuai stimulus yang sesuai bagi masing-masing hormon. Nikotin ini memicu pengeluaran hormon dopamine yang dapat mempengaruhi kognitif dan afeksi seseorang, yaitu meningkatkan konsentrasi atau ketegangan, yang lama-kelamaan akan berujung pada rasa gelisah atau tidak tenang bila hormon dopamine yang dikeluarkan tersebut kadarnya tinggi seiring banyaknya nikotin yang dikonsumsi. Konsentrasi atau ketegangan yang dialami di area kognitif dan rasa gelisah yang dialami di area afeksi pada seseorang itulah yang membuat orang tersebut tidak bisa memasuki kondisi alam bawah sadarnya (unsconciousness), dalam hal ini yang dimaksud adalah kondisi tidur. Seseorang tersebut akan terjaga, atau terjebak dalam kondisi alam sadarnya (consciousness). Padahal secara biologis, tubuh dan matanya sudah merasa lelah
dan mengantuk dan seharusnya
membutuhkan kondisi tidur. Rangkaian proses psikologis tersebutlah yang pada akhirnya menyebabkan kualitas tidur yang buruk pada diri seseorang.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perokok aktif mahasiswa Fakultas Hukum diklasifikasikan sebagai perokok ringan sebanyak 55 orang
(68,75%), 25 orang (31,25%)
diklasifikasikan perokok sedang, dan pada perokok berat tidak ditemukan (0,00%).
2. Kualitas tidur mahasiswa sebanyak 55 orang (68,75%) dengan kualitas tidur baik, dan 25 responden (31,25%) memiliki kualitas tidur yang buruk. 3. Ada hubungan yang signifikan antara
perokok aktif dengan kualitas tidur mahasiswa Fakultas Hukum yang dibuktikan hasil uji statistik dimana nilai p value = 0,000 (p value < 0,05).
Saran
Bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Hasil penelitian ini disarankan kepada mahasiswa fakultas hukum semester 4
untuk dapat mengurangi atau
memberhentikan kebiasaan merokoknya serta mengatur jadwal tidur. Pihak instusi dapat melakukan secara terus menerus pemberian informasi melalui leflet tentang bahaya merokok bagi kesehatan tubuh dan pengaruhnya bagi kualitas tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Alam S & Hadibroto I. (2007). Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Annahri, M.M., Husein, A.N., & Bakhriansyah, M. (2013). Hubungan antara Perilaku
Merokok dengan Angka Kejadian Insomnia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat..
(http://ejournal.unlam.ac.id/index.php/bk /article/download/260/217) diakses tanggl 3 Agustus 2015
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta
Hidayat, A. Aziz Alimul & Musrifatul Uliyah. (2012). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Health Books
Khairul, H. (2017). Hubungan antara Perokok Aktif dengan Gangguan Pola Tidur (Insomia)
pada Mahasiswa.
Putra, S. P., Khairsyaf, OEA., Julizar. (2010). Hubungan Derajat Merokok dengan Derajat
Eksaserbasi Asma pada Pasien Asma Perokok Aktif di Bangsal Paru RSUP DR.M Djamil Padang Tahun 2007- 2010
Riskesdas. (2014). Presentasi Wakil Menteri Kesehatan: Upaya Pengendalian Tembakau di
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Saputra, L. (2013). Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara Saryono & Widianti, A. T. (2011). Catatan Kuliah: Kebutuhan Dasar Manusia (KDM).
Yogyakarta: Nuha Medika
Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu
Slameto. (2015). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Saryono & Widianti, A. T. (2011). Catatan Kuliah: Kebutuhan Dasar Manusia (KDM).
Yogyakarta : Nuha Medika
Setiadi. (2013). Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan. Ed. 2. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif D dan R&D. Bandung: Alfabeta Tulenan, M. (2015). Hubungan Perilaku Merokok dengan Prestasi Belajar Remaja Perokok
di SMA Negeri 1 Remboken. Manado: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Sam Ratulangi. (http://ejournal.unsrat.ac.id/ index.php/jkp/article/viewFile/8031) diakses tanggal 8 April 2015
Tarwotoh & Wartonah. (2011). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika