• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN GENDER, PENDAPATAN PEREMPUAN DAN PENURUNAN KEMISKINAN: BUKTI DATA PANEL DARI KAWASAN BARAT INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERDAYAAN GENDER, PENDAPATAN PEREMPUAN DAN PENURUNAN KEMISKINAN: BUKTI DATA PANEL DARI KAWASAN BARAT INDONESIA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

37

PEMBERDAYAAN GENDER, PENDAPATAN PEREMPUAN

DAN PENURUNAN KEMISKINAN: BUKTI DATA PANEL

DARI KAWASAN BARAT INDONESIA

Gunawan Adnan1, Khairul Amri2*

1) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh 2) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh

*Coressponding Author Email:E-mail: khairul.amri@ar-raniry.ac.id ABSTRACT

Purpose : The purpose of this study is to analyze the effect of gender empowerment on women's income and poverty reduction and examine the role of women's income as a mediating variable between gender empowerment and poverty reduction

Design/Methodology/ Approach

: This study uses panel data of 8 provinces from western Indonesia during the period 2010-2018. Hierarchical linear panel regression (HLPR) is employed to investigate the effect of gender empowerment on women's income and poverty reduction. Sobel test examines the role of women's income in mediating the effect of women's income on poverty reduction. Granger causality test is used to analyze the direction of causality between the three variables.

Findings : The study points out that gender empowerment has a positive and significant effect on women's income but did not affect poverty reduction. Women's income has a negative and significant impact on the poverty rate. The existence of women's income mediates the effect of gender empowerment toward poverty reduction. The role of women's income mediates the relationship between the two variables is full mediation. Granger causality tests indicate that there is unidirectional causality from gender empowerment to women's income, and from poverty rate to gender empowerment.

Keywords : Poverty Reduction, Women’s income, Gender Empowerment,

Hierarchical Linear Panel Regression (HLPR), Granger Causality Test.

JEL Classification : I3, J16, N3

Submission date: 12 Januari 2020 Accepted date: 6 Agustus 2020

PENDAHULUAN

Kemiskinan merupakan fenomena umum yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Setiap negara dihadapkan pada persoalan kemiskinan (Amri, 2019a). Kemiskinan menjadi salah satu tolok ukur kinerja pembangunan ekonomi di samping variabel makro ekonomi lainnya seperti pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pendapatan dan kesempatan kerja (Amri & Nazamuddin, 2018; Nazamuddin & Amri, 2020). Sejumlah kajian menyimpulkan bahwa kemiskinan adalah penyakit bagi perekonomian karena berdampak buruk pada berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti sosial, politik dan lain sebagainya (Jindra, 2019). Karena itu, pemerintah menjadikan kemiskinan sebagai isu sentral dalam menyusun program pembangunan. Dalam tataran daerah, salah satu indikator keberhasilan

(2)

38

pembangunan didasarkan pada kemampuan pemerintah daerah dalam mengurangi jumlah penduduk miskin.

Dalam kontek Indonesia, upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat belum menunjukkan hasil yang signifikan. Indikasi ini dapat dilihat dari tiga indikator penting makro ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Hingga tahun 2018 tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,17, mengalami sedikit peningkatan dibanding periode sebelumnya sebesar 5,07 persen. Namun angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan periode tahun 2012 sebesar 6,03 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan masyarakat tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dalam periode yang sama, upaya pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan hanya menunjukkan sedikit perbaikan. Hingga periode 2018 tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 9,66 persen mengalami sedikit penurunan dibanding periode sebelumnya sebesar 10,64 persen. Demikian pula halnya dengan Gini ratio pada tahun 2018 sebesar 38,4 persen juga mengalami sedikit penurunan dari periode sebelumnya sebesar 39,1 persen. Gambar 1 memperlihatkan perkembangan pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan gini ratio Indonesia selama periode 2012-2018.

Sumber: BPS Indonesia, 2019.

Gambar 1

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Gini Ratio Indonesia Selama Periode 2011-2017

Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di Indonesia dilakukan pemerintah melalui kebijakan pembangunan dengan menjadikan anggaran belanja daerah sebagai instrumen utamanya. Namun, kenaikan belanja daerah untuk mendanai kegiatan pembangunan infrastruktur ekonomi masyarakat ternyata belum mampu mengentaskan persoalan kemiskinan. Kasus Indonesia kawasan barat misalnya, kendatipun secara kualitas ketersediaan infrastruktur ekonomi di kawasan tersebut lebih baik dibandingkan dengan Indonesia bagian timur, tetapi sejumlah provinsi masih dihadapkan pada tingkat kemiskinan yang relatif tinggi. Seperti Aceh, Bengkulu dan Sumatera Selatan misalnya,

(3)

39 hingga maret 2019 tingkat kemiskinan di tiga daerah tersebut masing-masing sebesar 15,32%, 15,23% dan 12,71% lebih tinggi dibandingkan tingkat kemiskinan nasional sebesar 9,41% (BPS, 2019). Bahkan provinsi Lampung yang secara geografis lebih dekat dengan Jakarta sebagai “pusat pertumbuhan di Indonesia” juga mengalami tingkat kemiskinan relatif tinggi sebesar 12,62%. Selain itu, merujuk pada time series data selama periode 2010-2018, tingkat kemiskinan masing-masing provinsi di kawasan barat Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Selain itu, perbedaan tingkat kemiskinan tidak hanya terjadi di provinsi yang sama dalam periode waktu berbeda, tetapi juga wujud antar sesama provinsi dalam tahun yang sama.

Tabel 1

Perkembangan Tingkat Kemiskinan 8 Provinsi di Kawasan Barat Indonesia Selama Periode Tahun 2010-2018 (%)

Tahun Provinsi

Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung

2010 20,98 11,31 9,50 8,65 8,34 15,47 18,30 18,94 2011 19,57 11,33 9,04 8,47 8,65 14,24 17,50 16,93 2012 18,58 10,41 8,00 8,05 8,28 13,48 17,51 15,65 2013 17,72 10,39 7,56 8,42 8,42 14,06 17,75 14,39 2014 16,98 9,85 6,89 7,99 8,39 13,62 17,09 14,21 2015 17,11 10,79 6,71 8,82 9,12 13,77 17,16 13,53 2016 16,43 10,27 7,14 7,67 8,37 13,39 17,03 13,86 2017 15,92 9,28 6,75 7,41 7,90 13,10 15,59 13,04 2018 15,68 8,94 6,55 7,21 7,85 12,82 15,41 13,01 Sumber: BPS Indonesia, 2019

Isu utama diskusi tentang kemiskinan sebenarnya berkaitan dengan rendahnya kemampuan sebagian penduduk dalam memenuhi kebutuhan hidup layak. Mereka yang masuk dalam katagori miskin umumnya kurang mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai dengan standar kebutuhan minimal. Dalam kondisi seperti ini, maka peningkatan pendapatan menjadi sangat penting agar mereka dapat keluar dari jurang kemiskinan. Semua pihak diharapkan dapat berperan aktif dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan produktif yang berorientasi pada perbaikan pendapatan keluarga miskin. Sejumlah kajian merekomendasikan pentingnya keterlibatan perempuan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan keluarga agar dapat keluar dari kemiskinan (Tyer‐Viola & Cesario, 2010; Hilal, 2012; Meinzen-Dick et al., 2017). Proses pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu diiringi dengan peningkatan partisipasi kolektif, komprehensif dan holistik seluruh masyarakat termasuk perempuan (Adnan, 2017). Hal ini secara implisit mengisyaratkan pentingnya pemberdayaan gender dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat. Pemberdayaan gender menggambarkan sejauhmana perempuan ikut berpartisipasi dalam bidang politik dan ekonomi. Partisipasi tersebut diindikasikan oleh keterwakilan perempuan di legislatif, peran mereka di bidang ekonomi yang antara lain diwujudkan dalam bentuk partisipasi kerja serta penguasaan mereka terhadap sumber daya ekonomi (Alfana, 2015).

Penelitian mengenai keterkaitan antara pemberdayaan gender dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat telah dilakukan oleh sejumlah peneliti. Pemberdayaan gender

(4)

40

yang dimaksudkan dalam kajian ini difokuskan pada peran aktif perempuan dalam aspek ekonomi. Owusu et al. (2013) dalam penelitian mereka di Ghana menyimpulkan bahwa partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi produktif dapat meningkatkan kejahteraan keluarga mereka dan menurunkan tingkat kemiskinan secara aggregate. Sebelumnya kajian Awumbilla (2006) juga memberikan kesimpulan yang sama bahwa adanya kesetaraan (equality) hak antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan ekonomi berdampak pada perbaikan perbaikan ekonomi masyarakat dan mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia kerja serta perbaikan akses perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi meningkatkan kontribusi mereka bagi pembentukan pendapatan rumah tangga. Sehingga partisipasi kerja perempuan menjadi determinasi penting keberhasilan pembangunan sosio ekonomi dan penurunan tingkat kemiskinan (Awan & Sadia, 2018).

Mengacu pada temuan empiris yang telah dilakukan sejumlah peneliti seperti dijelaskan di atas, adanya perbedaan tingkat kemiskinan di kawasan barat Indonesia tentunya juga dapat dikaitkan dengan pemberdayaan gender dan kontribusi pendapatan perempuan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Hasil kajian awal mengindikasikan bahwa pemberdayaan gender dan pendapatan perempuan pada daerah di kawasan tersebut relatif berbeda satu sama lain.

Tabel 2

Perkembangan Indek Pemberdayaan Gender 8 Provinsi di Kawasan Barat Indonesia Selama Periode Tahun 2010-2018

Tahun Provinsi

Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung

2010 53,40 67,78 63,04 65,14 57,91 67,32 68,50 65,32 2011 52,06 67,39 64,62 65,34 58,89 68,34 69,33 65,86 2012 54,44 69,82 65,22 69,05 61,52 66,78 69,57 67,24 2013 59,78 70,08 65,40 69,78 66,19 70,41 73,45 65,62 2014 65,12 66,69 61,86 74,11 61,93 70,20 68,76 62,99 2015 65,57 67,81 62,42 74,59 62,43 70,36 68,86 62,01 2016 67,40 69,07 64,51 75,19 63,14 70,69 71,09 61,98 2017 66,28 69,29 65,01 75,36 65,32 73,53 71,40 63,60 2018 66,60 71,29 65,70 75,73 67,78 74,37 69,60 63,82 Sumber: BPS Indonesia, 2019.

Seperti ditunjukkan dalam Tabel 2, hingga tahun 2018 daerah dengan indek pemberdayaan gender (IPG) tertinggi adalah Riau sebesar 75,73. Kemudian menyusul Sumatera Selatan di urutan kedua dengan IPG sebesar 74,37. Hal ini mengindikasikan bahwa peran aktif perempuan dalam bidang ekonomi di dua daerah tersebut lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya. Dalam periode tahun yang sama, daerah dengan IPG terendah adalah Lampung sebesar 63,82.

Selanjutnya pendapatan perempuan didasarkan pada kontribusi pendapatan perempuan dalam membentuk pendapatan rumah tangga. Hingga tahun 2018, daerah dengan pendapatan perempuan paling tinggi adalah 37,48%. Artinya secara rata-rata perempuan berkontribusi sebesar 37,48% terhadap total pendapatan rumah tangga di daerah tersebut. Di urutan kedua ditempati oleh Sumatera Utara dengan kontribusi pendapatan perempuan

(5)

41 sebesar 36,03%. Sebaliknya daerah dengan kontribusi pendapatan perempuan relatif lebih kecil adalah Riau sebesar 28,14%. Hal ini dapat diartikan bahwa kontribusi perempuan dalam membentuk pendapatan keluarga di daerah tersebut paling kecil dibandingkan daerah lainnya di kawasan barat Indonesia.

Tabel 3

Perkembangan Kontribusi Pendapatan Perempuan 8 Provinsi di Kawasan Barat Indonesia Selama Periode Tahun 2010-2018 (%)

Tahun Provinsi

Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung

2010 31,67 34,92 34,16 26,02 27,24 30,54 33,19 27,74 2011 31,67 34,94 34,16 26,36 27,38 30,83 33,21 27,77 2012 32,14 35,64 35,55 26,51 27,62 33,51 33,49 28,13 2013 32,71 35,66 35,77 27,04 28,01 33,91 33,81 28,36 2014 33,29 35,88 35,99 27,37 28,40 34,31 34,34 28,59 2015 33,72 35,99 36,40 27,58 28,82 34,55 35,10 29,02 2016 34,51 36,01 37,29 28,10 29,47 34,57 35,11 29,06 2017 34,56 36,03 37,40 28,13 29,87 34,70 35,21 29,23 2018 34,57 36,03 37,48 28,14 30,09 34,71 35,24 29,33 Sumber: BPS Indonesia, 2019

Kajian mengenai keterkaitan antara tingkat kemiskinan dengan pemberdayaan gender dan pendapatan perempuan masih relatif kurang dalam tataran empiris. Apalagi dalam kontek Indonesia, kalaupun ada sebagian besar peneliti lebih tertarik untuk menganalisis hubungan antar variabel tersebut secara parsial dengan mengambil kasus program pemberdayaan perempuan dalam kegiatan ekonomi tertentu. Sehingga temuan yang mereka peroleh juga masih parsial, tanpa melihat keterkaitan kemiskinan dan pemberdayaan secara aggregate dalam konteks daerah. Selain itu, kajian yang sudah ada umumnya menempatkan pendapatan perempuan dan kemiskinan sebagai variabel endogen dengan pemberdayaan gender sebagai predictor variable. Padahal, pendapatan yang diperoleh oleh suatu rumah tangga juga terkait dengan kemampuan perempuan dalam menghasilkan pendapatan. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan perempuan pada dasarnya merupakan penghubungan antara pemberdayaan gender dan kemiskinan. Namun hingga saat ini kajian yang menempatkan pendapatan perempuan sebagai mediating variable antara pemberdayaan gender dan kemiskinan belum pernah dilakukan.

Kelemahan lainnya dari sejumlah peneliti terdahulu adalah, kajian yang mereka lakukan tentang keterkaitan antar ketiga variabel tersebut masih bersifat hubungan satu arah

(one-way relathionsip), dan tidak membuka peluang analisis tentang adanya hubungan timbal

balik antar variabel. Padahal kondisi kemiskinan yang dialami oleh masyarakat di daerah tertentu dapat menjadi penyebab munculnya keinginan perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif, yang kemudian juga berdampak pada kontribusi mereka dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka.

Penelitian ini berupaya mengisi gap empiris tersebut sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif tidak hanya bagi pengambil kebijakan tetapi juga bermanfaat bagi pengembangan model analisis. Berbeda dengan peneliti sebelumnya, penelitian ini menempatkan pendapatan perempuan sebagai variabel perantara antara

(6)

42

pemberdayaan gender dan kemiskinan. Penelitian kami juga menempatkan ketiga variabel sebagai exogenous variable sekaligus endogenous variable sehingga setiap variabel dapat berperan sebagai predictor bagi variabel lainnya. Penggunaan model regresi bertingkat (hierarchical linier regression, HLR) akan mampu menjelaskan sejauhmana pendapatan perempuan mampu memediasi hubungan fungsional antara kemiskinan dan pemberdayaan gender (Hox, 1994; Chen et al., 2019). Selain itu, penelitian kami juga menggunakan

Granger causality test dalam menganalisis hubungan kausalitas antara ketiga variabel

tersebut. Granger causality test adalah model ekonometrika yang dapat digunakan untuk menganalisis apakah nilai prediksi suatu variabel secara signifikan dapat dijelaskan oleh nilai variabel lain di masa lalu (Tekin, 2012). Pemanfaatan model analisis ini dapat menyajikan informasi statistik mengenai arah kausalitas antar variabel (Roebroeck, 2015). Akhirnya penggunaan model tersebut dapat memberikan tiga alternatif kemungkinan temuan apakah hubungan antara dua variabel tertentu bersifat satu arah (unidrectional

causality), dua arah (bidirectional causality) dan tidak ada kausalitas sama sekali.

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari laporan BPS Indonesia. Data tersebut berbentuk panel data yakni gabungan antara data runut waktu (time series data) selama periode 2010-2018 dengan data kerat silang (cross-section data) yang diambil dari 8 provinsi di kawasan barat Indonesia. Provinsi tersebut meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan provinsi Lampung. Sedangkan provinsi Kepulauan Riau dan Bangka Belitung tidak dimasukkan dengan alasan tingkat kemiskinan di dua provinsi tersebut relatif rendah dibandingkan provinsi lainnya. Penelitian ini menggunakan desain kausalitas dengan menempatkan pemberdayaan gender sebagai predictor variable bagi pendapatan perempuan dan tingkat kemiskinan. Selain itu, tingkat kemiskinan juga merupakan fungsi dari pendapatan perempuan. Sehingga pendapatan perempuan diposisikan sebagai variabel pemediasi (mediating variable) antara tingkat kemiskinan di satu sisi dengan pemberdayaan gender di sisi lain. Dengan demikian, hubungan antar variabel atau paradigma penelitian seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Paradigma Penelitian

Tingkat kemiskinan yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah rasio antara penduduk provinsi tertentu dalam periode tahun tertentu yang hidup dibawah garis kemiskinan dengan total jumlah penduduk provinsi tersebut pada periode tahun yang sama dan diukur

Pemberdayaa n Gender Pendapatan Perempuan Tingkat Kemiskinan

(7)

43 dengan satuan persen. Kontribusi pendapatan perempuan adalah sumbangan pendapatan perempuan terhadap total pendapatan keluarga yang dihitung dengan satuan persen. Selanjutnya pemberdayaan gender diukur dengan indek pemberdayaan gender yang mencerminkan sejauhmana perempuan berpartisipasi dalam kehidupan politik dan ekonomi.

Masing-masing variabel kemudian ditransformasi dalam bentuk logaritma natural, sehingga koefisien estimasi dapat diartikan sebagai elastisitas variabel independent (Chen et al., 2019). Guna menganalisis pengaruh pemberdayaan gender dan kontribusi pendapatan perempuan terhadap tingkat kemiskinan, model analisis yang digunakan adalah regresi bertingkat (hierarchical linier regression, HLR). Mengingat data yang digunakan adalah data panel, maka HLR tersebut dimodifikasi menjadi hierarchical linier panel

regression (HLPR). Penggunaan model tersebut dalam menganalisis pengaruh antar

variabel dengan melibatkan mediating variable didukung oleh sejumlah penelitian sebelumnya (

Rogers & Pridemore, 2013; Wang et al., 2018; Asongu et al., 2020).

Mengadopsi peneliti tersebut, maka model regresi panel dalam penelitian ini terdiri

dari

tiga persamaan struktural:

lnPPit = α + βlnPGit + ε1 (1)

lnTKit = α + βlnPPit + ε2 (2)

lnTKit = α + β1lnPPit + β2lnPGit + ε3 (3)

dimana: α adalah konstanta, β adalah koefisien estimasi, lnTKit adalah logaritma natural tingkat kemiskinan provinsi i pada periode t, lnPGit adalah logaritma natural indek pemberdayaan gender provinsi i pada periode t, dan ln PPit adalah logaritma natural kontribusi pendapatan perempuan terhadap total pendapatan rumah tangga provinsi i pada periode t.

Regresi panel memiliki tiga pendekatan yaitu common effect model, fixed effect model dan

random effect model. Pemilihan mana di antara tiga pendekatan tersebut yang dapat

menghasilkan estimasi terbaik digunakan Chow test dan Hausman test. Chow test menentukan pilihan model terbaik antara common effect atau fixed effect model. Selanjutnya Hausman test menentukan pilihan terbaik antara fixed effect atau random effect

model (Muliadi & Amri, 2019a). Penentuan signifikansi pengaruh salah satu predictor variable secara parsial terhadap kemiskinan didasarkan pada nilai p-value yang dihasilkan

oleh proses pengolahan data menggunakan software E-views, dengan ketentuan jika suatu variabel memiliki nilai p-value < 0,05 berarti variabel tersebut berpengaruh signifikan. Sebaliknya jika memiliki nilai p-value > 0,05 berarti tidak berpengaruh signifikan (Muliadi & Amri, 2019b).

Selanjutnya pengujian efek mediasi menggunakan Sobel test. Penggunaan Sobel test tidak hanya menguji signifikansi pengaruh tidak langsung pemberdayaan gender terhadap penurunan tingkat kemiskinan melalui pendapatan perempuan, tetapi juga secara statistik dapat dijadikan tolok ukur efek mediasi pendapatan perempuan dalam memediasi hubungan antara pemberdayaan gender dan kemiskinan. Secara skematik Sobel test seperti terlihat dalam Gambar 3.

(8)

44

Gambar 3

Rancangan Pengujian Sobel Test

Tolok ukur signifikansi pengaruh tidak langsung didasarkan pada nilai statistik yan dihasilkan melalui Sobel test, dengan ketentuan nilai p-value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh tidak langsung adalah signifikan yang berarti pendapatan perempuan memediasi pengaruh pemberdayaan gender terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Interpretasi sebaliknya jika nilai p-value > 0,05.

Guna mempertajam analisis mengenai keterkaitan antar variabel, digunakan Granger

causality test. Amri (2019b) menyatakan bahwa Granger causality test selain dapat

digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya kausalitas antar variabel, juga mampu menentukan arah kausalitas antara dua variabel. Arah kausalitas dimaksud dapat bersifat satu arah (unidirectional causality) atau kausalitas satu arah (bidirectional causality).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Statistik Deskriptif dan Hubungan antar Variabel

Tingkat kemiskinan daerah di kawasan barat Indonesia relatif berbeda antar provinsi. Pada tahun 2010, daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi adalah Aceh sebesar 20,98%, kemudian menyusul Lampung sebesar 18,94%. Dalam periode tahun yang sama, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah adalah Jambi sebesar 8,34%. Hingga tahun 2018, Aceh masih menempati kemiskinan tertinggi sebesar 15,58%. Sebaliknya daerah dengan tingkat kemiskinan terendah ditempati oleh Sumbar sebesar 6,55%, kemudian menyusul Riau sebesar 7,21%.

Seiring dengan penurunan tingkat kemiskinan, indek pemberdayaan gender (IPG) masing-masing daerah juga relatif berbeda. Pada tahun 2010 daerah dengan IPG tertinggi adalah Bengkulu sebesar 68,50. Kemudian menyusul Sumut di urutan kedua dengan IPG sebesar 67,78. Sebaliknya daerah dengan IPG terendah ditempati oleh Aceh sebesar 53,40. Pada periode tahun berikutnya indek tersebut mengalami perubahan. Perubahan dimaksud tidak hanya terjadi antar daerah, tetapi juga pada daerah yang sama dalam periode tahun berbeda. Hingga tahun 2018 daerah dengan IPG tertinggi masih ditempati oleh Riau sebesar 75,73. Sebaliknya daerah dengan IPG terendah adalah Lampung sebesar 63,82.

Berkaitan dengan pendapatan perempuan, hasil penelitian memperlihatkan bahwa kontribusi pendapatan perempuan dalam keluarga juga berbeda antar provinsi. Perbedaan tersebut tentunya terkait dengan berbagai faktor terutama peran aktif mereka dalam kegiatan ekonomi produktif. Pada tahun 2010 daerah dengan kontribusi pendapatan perempuan terhadap total pendapatan keluarga menempati peringkat tertinggi adalah Sumut sebesar 34,92%. Artinya, secara rata-rata sebesar 34,92% total pendapatan rumah

(9)

45 tangga di daerah tersebut dihasilkan oleh perempuan. Peringkat kedua ditempati oleh Sumbar sebesar 34,16. Sebaliknya, daerah dengan kontribusi pendapatan perempuan relatif lebih kecil adalah Riau sebesar 26,02%. Untuk lebih jelasnya mengenai statistik deskriptif tingkat kemiskinan, pemberdayaan gender dan pendapatan perempuan dapat dilihat Tabel 4.

Tabel 4

Hasil Statistik Deskriptif

Ukuran Statistik Tingkat Kemiskinan (%) Pendapatan Perempuan (%) Pemberdayaan Gender (IPG) Mean 12,202 32,137 66,639 Maximum 20,980 37,480 75,730 Minimum 6,550 26,020 52,060 Std. Dev. 4,046 3,429 4,859

Sumber: Data Sekunder (Diolah), 2020.

Selanjutnya hubungan antar variabel mengindikasikan adanya hubungan searah antara pendapatan perempuan dan pemberdayaan gender. Garis horizontal pada Gambar 4a merepresentasikan delapan provinsi di kawasan barat Indonesia dengan time series data selama periode tahun 2010-2018, dan garis vertikal merupakan indek pemberdayaan gender dan kontribusi pendapatan perempuan terhadap total pendapatan keluarga. Ketika pemberdayaan gender bergerak naik, dalam periode waktu yang sama kontribusi pendapatan perempuan terhadap total pendapatan keluarga mereka juga naik. Sebaliknya, penurunan pemberdayaan gender juga diikuti oleh penurunan pendapatan perempuan. Hal ini secara grafis menginformasikan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut adalah positif.

Sebaliknya, hubungan antara pendapatan perempuan dengan tingkat kemiskinan secara umum memperlihatkan arah berlawanan. Ketika pendapatan perempuan bergerak naik, dalam periode waktu yang sama tingkat kemiskinan bergerak turun. Tingkat kemiskinan cenderung meningkat ketika pendapatan perempuan menurun. Hubungan negatif antara kedua variabel tersebut secara grafis seperti ditunjukkan dalam Gambar 4b.

Gambar 4

Hubungan antara Pemberdayaan Gender dan Pendapatan Perempuan

Gambar 5

Hubungan antara Pendapatan Perempuan dan Kemiskinan 20 30 40 50 60 70 80 1 - 10 1 - 14 1 - 18 2 - 13 2 - 17 3 - 12 3 - 16 4 - 11 4 - 15 5 - 10 5 - 14 5 - 18 6 - 13 6 - 17 7 - 12 7 - 16 8 - 11 8 - 15

Kontribusi Pendapatan Perempuan Dalam Keluarga (%) Pemberdayaan Gender (IPG)

5 10 15 20 25 30 35 40 1 - 10 1 - 14 1 - 18 2 - 13 2 - 17 3 - 12 3 - 16 4 - 11 4 - 15 5 - 10 5 - 14 5 - 18 6 - 13 6 - 17 7 - 12 7 - 16 8 - 11 8 - 15 Tingkat Kemiskinan (%)

(10)

46

Berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5 di atas dapat dipahami bahwa hubungan antara pemberdayaan gender dengan pendapatan perempuan bersifat searah, terutama untuk daerah pertama, kedua dan ketiga yang dalam hal ini adalah Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Sebaliknya, hubungan dinamis antara pendapatan perempuan dan tingkat kemiskinan menunjukkan arah yang berlawanan. Di satu sisi kontribusi pendapatan mereka terhadap total pendapatan keluarga meningkat, dan di sisi lain kemiskinan menurun. Pengaruh Pemberdayaan Gender dan Pendapatan Perempuan

Penggunaan regresi panel sebagai alat analisis data menyediakan tiga alternatif pilihan pendekatan. Masing-masing pendekatan tersebut terdiri dari common effect, fixed effect dan

random effect model. Penentuan salah satu pendekatan yang dinilai paling baik diantara

tiga pendekatan tersebut didasarkan pada hasil Chow test dan Hausman test. Chow test secara statistik berfungsi untuk menentukan pilihan terbaik antara common effect atau fixed

effect model. Selanjutnya Hausman test digunakan untuk menentukan apakah model

terbaik fixed effect atau random effect model.

Tolok ukur Chow test didasarkan pada nilai p-value cross-section F dengan ketentuan jika

p-value > 0,05 maka model terbaik adalah common effect. Sebaliknya jika p-value < 0,05

maka model terbaik adalah fixed effect. Selanjutnya pengujian dengan menggunakan

Haussman test didasarkan pada nilai p-value cross-section random, dengan ketentuan jika

nilai p-value > 0,05 maka model yang dipilih adalah random effect. Sebaliknya jika nilai

p-value < 0,05 maka model yang dipilih adalah fixed effect.

Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa, model regresi panel yang paling tepat digunakan untuk memprediksi pengaruh pemberdayaan gender terhadap pendapatan perempuan adalah fixed effect model. Pemilihan model tersebut didasarkan pada Chow test yang menghasilkan nilai value 0,001 < 0,05 dan Haussman test menghasilkan nilai

p-value sebesar 0,017 seperti dalam Tabel 5.

Tabel 5

Ringkasan Regresi Panel Pemberdayaan Gender terhadap Pendapatan Perempuan Metode Regresi Panel

Common Effect Fixed Effect Random Effect

Koefisien

estimasi T-stat p-value

Koefisien

estimasi T- stat p-value

Koefisien

estimasi T-stat p-value

Konstanta 2,650 (0,721) 3,678 0,001 1,846 (0,271) 6,798 0,001 1,857 (0,273) 6,781 0,00 1 Pemberda-yaan Gender 0,194 (0,172) 1,129 0,262 0,386 (0,065) 5,958 0,001 0,383 (0,064) 5,941 0,00 1 R2 0,014 0,947 0,338 Adjusted R2 0,004 0,939 0,328 F-stat 1,277 139,437 35,709 Prob(F-stat) 0,262 0,001 0,001

Chow-test Hausman Test

Effects Test Stat

p-value Test Summary X 2 Stat p-value Cross-section F 156,341 0.001 Cross-section random 4,198 0,017 Cross-section X2 209,577 0.001

Sumber: Data Sekunder (Diolah), 2020.

(11)

47 Keputusan untuk menyimpulkan bahwa metode terbaik adalah fixed effect method (FEM) juga didasarkan pada nilai Adjusted R2 yang dihasilkan oleh masing-masing metode. FEM menghasilkan angka sebesar 0,939 lebih tinggi dibandingkan nilai koefisien yang sama yang dihasilkan dua metode lainnya. Berdasarkan alasan tersebut, maka model regresi panel yang merepresentasikan hubungan fungsional antara pendapatan perempuan dengan pemberdayaan gender seperti ditunjukkan dalam persamaan 4.

lnPPit = 1,846 + 0,386lnPGit (4)

Pemberdayaan gender berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan perempuan. Semakin baik pemberdayaan gender di suatu daerah, semakin besar kontribusi pendapatan perempuan terhadap rata-rata pendapatan keluarga di daerah tersebut. Pemberdayaan gender pada dasarnya diwujudkan dengan cara meningkatkan partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi, sosial dan politik. Semakin tinggi partisipasi perempuan dalam ketiga aspek tersebut, semakin besar pula kontribusi mereka dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Ketika perempuan terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi seperti berpartisipasi dalam pekerjaan misalnya, pendapatan yang diperoleh berdampak secara langsung terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga mereka. Temuan ini mengkonfirmasi hasil penelitian Siddique (1998) di Banglades yang mengungkapkan bahwa peningkatan kesetaraan gender yang salah satu indikasinya adalah partisipasi perempuan dalam dunia kerja, berpengaruh secara langsung terhadap pendapatan mereka. Temuan ini juga konsisten dengan hasil kajian Brady (2006) menggunakan data panel 18 negara yang juga menyajikan bukti empiris bahwa peningkatan pemberdayaan gender yang salah satu indikatornya adalah peningkatan partisipasi kerja perempuan berkontribusi positif terhadap pendapatan keluarga mereka. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Robbani & Ekawaty (2019) tentang eksistensi perempuan dalam memperbaiki ekonomi keluarga juga memberikan kesimpulan yang sama bahwa keterlibatan mereka dalam kegiatan ekonomi produktif secara signifikan dapat meningkatkan pendapatan dan kontribusi mereka bagi kesejahteraan keluarga.

Pengaruh Pendapatan Perempuan terhadap Kemiskinan

Hasil Chow-test dan Hausman test mengindikasikan bahwa pendekatan regresi panel yang paling tepat digunakan untuk memprediksi pengaruh pendapatan perempuan terhadap kemiskinan adalah fixed effect method. Hal ini secara statistik dapat dilihat dari nilai

p-value masing-masing uji tersebut lebih kecil dari 0,05 seperti terlihat dalam Tabel 6.

Tabel 6

Ringkasan Regresi Panel Pendapatan Perempuan terhadap Kemiskinan Metode Regresi Panel

Common Effect Fixed Effect Random Effect

Koefisien

estimasi T stat p-value

Koefisien

estimasi T stat p-value

Koefisien

estimasi T stat p-value

Konstanta 1,012 (1,278) 0,792 0,431 9,118 (0,820) 11,115 0,001 8,816 (0,817 ) 10,795 0,001 Pendapatan Perempuan 0,414 (0,369) 1,123 0,266 -1,926 (0,237) -8,134 0,001 -1,839 (0,233) -7,901 0,001 R2 0,018 0,969 0,461 Adjusted R2 0,004 0,966 0,453 F-stat 1,260 250,515 59,892 Prob(F-stat) 0,265 0,001 0,001

(12)

48

Metode Regresi Panel

Common Effect Fixed Effect Random Effect

Koefisien

estimasi T stat p-value

Koefisien

estimasi T stat p-value

Koefisien

estimasi T stat p-value

Effects Test Stat p-value Test Summary X2 Stat

p-value Cross-section F 281,080 0,001 Cross-section random 3.969 0,046 Cross-section X2 250,051 0,001

Sumber: Data Sekunder (Diolah), 2020.

Angka di dalam tanda ( ) adalah nilai standar error; p-value < 0,05 mengindikasikan signifikan pada keyakinan 95%

Mengacu pada Tabel 6 di atas, maka hubungan fungsional antara tingkat kemiskinan dan pendapatan perempuan direpresentasikan dengan model regresi panel seperti dalam persamaan 5.

lnTKit = 9,118 - 1,926lnPPit (5)

Pendapatan perempuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Semakin besar kontribusi pendapatan perempuan terhadap pendapatan keluarga, semakin rendah tingkat kemiskinan. Peningkatan pendapatan tidak hanya dapat memperbaiki kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi berpotensi besar untuk dapat mengangkat keluarga mereka hidup di atas garis kemiskinan. Apalagi dalam kontek daerah, penduduk miskin tidak hanya tersebar di daerah pedesaan, tetapi juga di kawasan perkotaan.

Bagi mereka yang tinggal di daerah pedesaan dan bekerja di sektor pertanian misalnya, keterlibatan istri dalam membantu pekerjaan suami berdampak pada hasil produksi pertanian yang kemudian meningkatkan penghasilan keluarga (Dixon, 1982). Bahkan peningkatan partisipasi perempuan dalam pekerjaan dan akses mereka terhadap sumber-sumber ekonomi berdampak secara langsung terhadap pembangunan sosio ekonomi pedesaan dan mampu menurunkan tingkat kemiskinan secara umum (Hirschman & Aghajanian, 1980). Demikian pula halnya bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan, keputusan istri untuk berpartisipasi dalam dunia kerja tidak hanya dapat meningkatkan pendapatan dan meringankan beban keluarga mereka, tetapi juga punya peluang untuk mengeluarkan keluarga mereka keluar dari jurang kemiskinan.

Temuan ini mengkonfirmasi hasil penelitian Seebens (2009) di Tanzania yang menemukan bahwa pendapatan perempuan secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Pengaruh negatif pendapatan perempuan terhadap kemiskinan dikarenakan pendapatan yang mereka peroleh berpeluang besar dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga secara umum. Apalagi bagi perempuan yang sudah berkeluarga, pendapatan yang mereka peroleh dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti biaya sekolah anak, makanan, pembelian pakaian dan lain sebagainya, sehingga taraf hidup keluarga mereka menjadi lebih baik. Hal ini secara eksplisit menerangkan bahwa semakin besar pendapatan perempuan di daerah tertentu, semakin tinggi pula kesejahteraan keluarga di daerah tersebut. Hasil penelitian ini juga mendukung temuan penelitian Nieuwenhuiset al. (2016) dengan sampel 18 negara OECD yang juga menyimpulkan bahwa pendapatan perempuan

(13)

49 berkontribusi positif bagi perbaikan kesejahteraan keluarga dan mampu menurunkan tingkat kemiskinan di negara-negara tersebut.

Pengaruh Pemberdayaan Gender dan Pendapatan Perempuan terhadap Kemiskinan Persamaan ketiga berkaitan dengan pengaruh pemberdayaan gender dan pendapatan perempuan secara simultan terhadap kemiskinan. Hasil statistik Chow test dan Haussman

test juga mengindikasikan bahwa metode terbaik untuk memprediksi hubungan fungsional

ketiga variabel adalah FEM. Ringkasan hasil regresi tersebut seperti terlihat dalam Tabel 7.

Tabel 7

Ringkasan Regresi Panel Pemberdayaan Gender dan Pendapatan Perempuan terhadap Kemiskinan

Metode Regresi Panel

Common Effect Fixed Effect Random Effect

Koefisien

estimasi T stat p-value

Koefisien

estimasi T stat p-value

Koefisien

estimasi T stat p-value

Konstanta 3,454 (2,443) 1,413 0,162 8,974 (0,842) 10,646 0,001 8,755 (0,846) 10,340 0,001 Pendapatan Perempuan 0,472 (0,371) 1,272 0,208 -2,066 (0,297) -6,957 0,001 -1,944 (0,291) -6,704 0,001 Pemberdayaan Gender -0,629 (0,538) -1,171 0,246 0,149 (0,191) 0,789 0,435 0,101 (0,187) 0,535 0,594 R2 0,037 0,969 0,471 Adjusted R2 0,009 0,965 0,455 F-stat 1,319 221,396 30,683 Prob(F-stat) 0,274 0,001 0,001

Chow-test Hausman Test

Effects Test Stat p-value Test Summary X2 Stat p-value

Cross-section F 273,842 0,001 Cross-section random 3,720 0,036 Cross-section X2 249,347 0,001

Sumber: Data Sekunder (Diolah), 2020.

Angka di dalam tanda ( ) adalah nilai standar error; p-value < 0,05 mengindikasikan signifikan pada keyakinan 95%

Mengacu pada ringkasan panel regresi di atas, maka secara statistik model regresi yang menjelaskan tingkat kemiskinan sebagai fungsi dari pendapatan perempuan dan pemberdayaan gender dapat diformulasikan dalam persamaan 6.

lnTKit = 8,974 - 2,066lnPPit + 0,149lnPGit (6) Pendapatan perempuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan dengan koefisien estimasi sebesar -2,066 (p-value = 0,001). Semakin tinggi pendapatan perempuan yang diindikasikan dengan meningkatnya kontribusi pendapatan perempuan terhadap total pendapatan keluarga, semakin rendah tingkat kemiskinan. Hal ini secara eksplisit menjelaskan bahwa peran aktif perempuan dalam kegiatan ekonomi selain dapat meningkatkan pendapatan mereka juga berdampak positif bagi perbaikan kesejahteraan keluarga mereka. Temuan ini sejalan dengan pendapat Harriet et al. (2014) yang menyatakan bahwa ketika perempuan terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif,

(14)

50

pendapatan yang mereka peroleh dapat meningkatkan penghasilan keluarga sehingga mampu memperoleh taraf hidup lebih baik. Temuan ini mendukung hasil penelitian Haq & Amin (2014) di India dan kajian Altuzarra et al. (2019) di sejumlah negara Eropa yang juga menyajikan bukti empiris bahwa peningkatan pendapatan perempuan dapat memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi jumlah penduduk miskin.

Selanjutnya, pemberdayaan gender tidak berpengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,435 (> 0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan peran aktif perempuan dalam kegiatan ekonomi, sosial dan politik tidak secara signifikan mampu menurunkan tingkat kemiskinan di kawasan barat Indonesia. Temuan ini berbeda dengan hasil kajian Alisjahbana & Pitriyan (2016) yang menyimpulkan bahwa pemberdayaan gender yang berorientasi pada peningkatan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dapat meningkatkan probabilitas rumah tangga dapat keluar dari kemiskinan.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa dampak signifikan pemberdayaan gender terhadap perbaikan taraf hidup masyarakat dan penurunan tingkat kemiskinan dalam kontek daerah hanya terjadi melalui peningkatan pendapatan perempuan. Ketika perbaikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan tidak mampu mendorong perempuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif, maka upaya penurunan tingkat kemiskinan sulit diwujudkan. Dengan kata lain, penurunan kemiskinan melalui pemberdayaan gender hanya terjadi ketika pemberdayaan tersebut mampu mendorong peningkatan pendapatan perempuan. Sebaliknya, tingkat kemiskinan tidak akan turun ketika pemberdayaan gender tidak diarahkan pada pelibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi produktif. Sehingga keberadaan pendapatan perempuan dapat memediasi pengaruh pemberdayaan gender di satu sisi dengan penurunan kemiskinan di sisi lain.

Adanya efek mediasi pendapatan perempuan terhadap hubungan antara kedua variabel tersebut secara statistik juga dapat didasarkan pada signifikansi pengaruh tidak langsung (indirect effect) pemberdayaan gender terhadap tingkat kemiskinan. Seperti ditunjukkan dalam hasil regresi panel sebelumnya, nilai koefisien estimasi pemberdayaan gender terhadap pendapatan perempuan sebesar 0,386 dengan standar error sebesar 0,065 (Tabel 2). Selanjutnya koefisien estimasi pendapatan perempuan terhadap kemiskinan sebesar -2,066 dengan standar error sebesar 0,297 (Tabel 4). Dengan memasukkan parameter-parameter tersebut sebagai dasar Sobel test secara online, diperoleh nilai statistik seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.

(15)

51 Gambar 6

Hasil Sobel Test

Berdasarkan perhitungan Sobel test diperoleh nilai statistik sebesar -4,525 dengan nilai

p-value sebesar 0,000 (< 0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan perempuan

memediasi pengaruh pemberdayaan gender terhadap penurunan tingkat kemiskinan di kawasan barat Indonesia. Peningkatan pemberdayaan gender yang ditandai dengan meningkatkan partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi dan politik berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan melalui peningkatan kontribusi mereka dalam memperbaiki kesejahteraan keluarga Arah Kausalitas Antar Variabel

Guna menganalisis arah kausalitas antar ketiga variabel digunakan Granger causality test. Model analisis ekonometrik ini dapat menentukan mana di antara variabel lebih dahulu menyebabkan perubahan variabel lain. Arah kausalitas bisa satu arah (unidirectional causality), dua arah (bidirectional causality) atau tidak ada kausalitas sama sekali. Hasil penelitian menunjukkan, pada lag 3 terdapat kausalitas satu arah terjadi dari pemberdayaan gender ke pendapatan perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan pemberdayaan gender pada periode waktu tertentu menyebabkan perubahan pendapatan perempuan secara umum pada 3 periode berikutnya. Dengan kata lain, peningkatan pendapatan perempuan sehingga berdampak pada kesejahteraan keluarga dalam periode tahun t, merupakan dampak dari adanya perbaikan pemberdayaan gender tiga tahun sebelumnya (t-3).

Selanjutnya pada lag 5 terdapat kausalitas satu arah dari tingkat kemiskinan ke pemberdayaan gender. Kemiskinan yang dialami oleh rumah tangga, mendorong rumah tangga tersebut meningkatkan peran aktif perempuan dalam kegiatan ekonomi produktif. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil granger causality test antara ketiga variabel seperti ditunjukkan dalam Tabel 8

(16)

52

Tabel 8

Hasil Granger Causality Test

Variabel Endogen Variabel Eksogen Lag 2 Lag 3 LnMSK LnPP LnPG LnMSK LnPP LnPG LnMSK - [2,393] (0,102) [0,853] (0,432) - [0,994] (0,405) [0,503] (0,682) LnPP [0,294] (0,746) - [0,751] (0,477) [1,102] (0,359) - [3,012] (0,041)** LnPG [0,230] (0,795) [0,853] (0,432) - [0,129] (0,942) [1,006] (0,400) - Lag 4 Lag 5 LnMSK LnPP LnPG LnMSK LnPP LnPG LnMSK - [0,642] (0,637) [1,497] (0,227) - [0,424] (0,827) [1,053] (0,414) LnPP [1,146] (0,354) - [1,486] (0,230) [0,668] (0,652) - [1,598] (0,204) LnPG [0,459] (0,765) [0,427] (0,788) - [2,563] (0,058)* [0,225] (0,947) - Sumber: Data Sekunder (Diolah), 2020.

Angka dalam [ ] adalah nilai F statistik, dan ( ) adalah nilai p-value. *) signifikan pada keyakinan 90%, dan **) signifikan pada keyakinan 95%.

Dalam kondisi kemiskinan, peran istri ikut membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Apalagi sebagian besar penduduk miskin tinggal di daerah pedesaan dengan bekerja di sektor pertanian. Ketika keluarga berada dalam jurang kemiskinan, maka kondisi tersebut mendorong seluruh anggota keluarga terutama istri untuk ikut membantu meringankan beban suami sehingga mereka juga melibatkan diri dalam kegiatan ekonomi produktif. Hal inilah yang menyebabkan adanya kausalitas satu arah dari kemiskinan ke pemberdayaan gender.

SIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menganalisis pengaruh pemberdayaan gender terhadap pendapatan perempuan dan tingkat kemiskinan. Menggunakan data panel 8 provinsi di kawasan barat Indonesia selama periode tahun 2010-2018, model analisis yang digunakan adalah HLR

Panel. Penelitian menyimpulkan bahwa pemberdayaan gender berpengaruh positif

terhadap pendapatan perempuan, tetapi tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Pendapatan perempuan secara langsung berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Pengaruh pemberdayan gender terhadap tingkat kemiskinan hanya terjadi melalui pendapatan perempuan sebagai variabel mediasi. Efek mediasi pendapatan perempuan dalam hubungan fungsional antara kemiskinan dan pemberdayaan gender adalah full mediation. Hal ini disebabkan, pemberdayaan gender hanya secara signifikan dapat menurunkan tingkat kemiskinan ketika pemberdayaan tersebut dapat meningkatkan pendapatan perempuan. Sebaliknya, tanpa peningkatan pendapatan perempuan, pemberdayaan gender tidak berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan.

Temuan ini berimplikasi bahwa upaya pemerintah dalam menurunkan tingkat kemiskinan di kawasan barat Indonesia, dapat dilakukan melalui intervensi kebijakan pemberdayaan gender. Namun, pemberdayaan gender harus dapat meningkatkan pendapatan perempuan.

(17)

53 Langkah strategis ini secara praktis dapat dilakukan dengan cara mendorong perempuan untuk berperan aktif dalam kegiatan ekonomi produktif. Pemerintah daerah sebaiknya memberikan fasilitas dan insentif yang lebih baik bagi perempuan yang terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif, terutama mereka yang bergerak dalam usaha kecil dan menengah. Fasilitas yang dimaksudkan dapat berupa kemudahan proses perizinan bagi mereka yang bergerak dalam usaha formal dan pemberian modal usaha bagi mereka yang bergerak dalam usaha non formal. Selain itu, pemberian insentif juga dapat dilakukan dengan memberikan keringanan pajak usaha bagi pengusaha perempuan. Sehingga fasilitas dan insentif yang diberikan dapat menjadi motivasi penggerak bagi perempuan untuk semakin terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi produktif yang pada gilirannya membantu program pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menurunkan tingkat kemiskinan secara umum.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, G. (2017). Gender mainstreaming in the context of Aceh development, Marwah:

Jurnal Perempuan, Agama dan Jender, 16(2), 127-140.

Alfana, M. A. F., Fauzan, D., Laksmiasri, W., & Rahmaningtias, A. (2015). Dinamika

pembangunan manusia berbasis gender di Indonesia, Proceeding, Seminar Nasional

Geografi UMS.

AAlisjahbana, A. S., & Pitriyan, P. (2016). Lessons from effective poverty alleviation in

indonesia: The role of women empowerment and community participation,Working

Paper in Economics and Development Studies No. 201601.

Altuzarra, A., Gálvez-Gálvez, C., & González-Flores, A. (2019). Economic development and female labour force participation: The case of European union countries,

Sustainability 11, 3-18.

Amri, K. (2019a). Pengaruh zakat dan kesempatan kerja terhadap tingkat kemiskinan di Aceh, Jurnal Al-Muzara’ah, 7 (2), 55-70.

Amri, K. (2019b). Apakah Infrastruktur Jalan Mempengaruhi Ekspor? Pendekatan Vector Autoregressive, Inovbiz: Jurnal Inovasi Bisnis 7 (2), 166-173.

Amri, K., & Nazamuddin. (2018). Is there causality relationship between economic growth and income inequality? Panel data evidence from Indonesia, Eurasian Journal of

Economics and Finance, 6(2), 8-20.

Asongu, S. A., Nnanna, J., & Acha-Anyi, P. N. (2020). Inequality and gender economic inclusion: The moderating role of financial access in Sub-Saharan Africa. Economic

Analysis and Policy, 65, 173–185. doi:10.1016/j.eap.2020.01.002

Awan, A. G., & Sadia, R. F. (2018). Female participation in labor force and its impact on household and national income: Evidence from Pakistan, Global Journal of

Management, Social Sciences and Humanities 4(4), 773-784.

Awumbilla, M. (2006). Gender equality and poverty in Ghana: implications for poverty reduction strategies, GeoJournal 67, 149-161.

(18)

54

Brady, D. (2006). Structural theory and relative poverty in rich Western democracies, 1969–2000. Research in Social Stratification and Mobility, 24(2), 153–175. doi:10.1016/j.rssm.2005.02.004

Chen, Z., Wang, Z., & Jiang, H. (2019). Analyzing the heterogeneous impacts of high-speed rail entry on air travel in China: A hierarchical panel regression approach.

Transportation Research Part A: Policy and Practice, 127, 86–98.

doi:10.1016/j.tra.2019.07.004

Dixon, R. B. (1982). Women in agriculture: Counting the labor force in developing countries. Population and Development Review, 8(3), 539. doi:10.2307/1972379. Haq, U., & Amin, A. (2014). The role of working women in poverty reduction (A case

study of district Peshawar), The Dialogue, 12(2), 109-134.

Harriet, T., Opuku-Asare, N. A., & Anin, E. K. (2014). The role of women in reducing household poverty in the Bongo district of the upper east region, Ghana. Journal of

Arts and Humanities, 3(4), 99-110.

Hilal, R. (2012). Vocational education and training for women and youth in Palestine: Poverty reduction and gender equality under occupation. International Journal of

Educational Development, 32(5), 686–695. doi:10.1016/j.ijedudev.2012.02.008.

Hirschman, C., & Aghajanian, A. (1980). Women’s labour force participation and socioeconomic development: The case of Peninsular Malaysia, 1957–1970. Journal

of Southeast Asian Studies, 11(01), 30–49. doi:10.1017/s002246340001897x.

Hox, J. J. (1994). Hierarchical regression models for interviewer and respondent effects.

Sociological Methods & Research, 22(3), 300–318. doi:10.1177/0049124194022003002.

Jindra, C., & Vaz, A. (2019). Good governance and multidimensional poverty: A comparative analysis of 71 countries. Governance. doi:10.1111/gove.12394. Meinzen-Dick, R., Quisumbing, A., Doss, C., & Theis, S. (2017). Women’s land rights as

a pathway to poverty reduction: Framework and review of available evidence.

Agricultural Systems. doi:10.1016/j.agsy.2017.10.009.

Muliadi, M., & Amri, K. (2019a). Penerimaan zakat dan penurunan kemiskinan di Aceh: Peran dana otonomi khusus sebagai pemoderasi, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 5(3), 231-242.

Muliadi, M., & Amri, K. (2019b). Infrastruktur jalan, belanja modal dan kesempatan kerja: Bukti data panel kabupaten kota di Aceh. Jurnal Manajemen dan Sains 4 (2), 334-341.

Nazamuddin., & Amri, K. (2020). Does goods and services spending reduce income inequality? A panel data evidence from Indonesia. Regional Science Inquiry, 12(1), 87-102.

Nieuwenhuis, R., van der Kolk, H., & Need, A. (2016). Women’s earnings and household inequality in OECD countries, 1973–2013. Acta Sociologica, 60(1), 3–20. doi:10.1177/0001699316654528.

Owusu, J., Akandasiam, A. C., & Anyesepari, A. A. (2013). Microfinance schemes and poverty reduction among women in the northern region of Ghana, International

(19)

55 Robbani, M. M., & Ekawaty, M. (2019). Analisis dampak pemberdayaan perempuan

terhadap kesejahteraan keluarga. Al-Muzara’ah, 7(1), 1-18.

Roebroeck, A. (2015). Granger causality. Brain Mapping, 593–597. doi:10.1016/b978-0-12-397025-1.00337-7.

@Rogers, M. L., & Pridemore, W. A. (2013). The effect of poverty and social protection on national homicide rates: Direct and moderating effects. Social Science Research, 42(3), 584–595. doi:10.1016/j.ssresearch.2012.12.005

Seebens, H. (2009). The contribution of female non-farm income to poverty reduction, International Association of Agricultural Economists Conference, Beijing, China, August 16-22, 2009.

Siddique, M. A. B. (1998). Gender issues in poverty alleviation: a case study of Bangladesh. International Journal of Social Economics, 25(6/7/8), 1095–1111. doi:10.1108/03068299810212487.

Tekin, R. B. (2012). Economic growth, exports and foreign direct investment in least developed countries: A panel Granger causality analysis. Economic Modelling, 29(3), 868–878. doi:10.1016/j.econmod.2011.10.013

Tyer‐Viola, L. A., & Cesario, S. K. (2010). Addressing poverty, education, and gender equality to improve the health of women worldwide. Journal of Obstetric,

Gynecologic & Neonatal Nursing, 39(5), 580–589.

doi:10.1111/j.1552-6909.2010.01165.x.

Wang, Z., Danish, Zhang, B., & Wang, B. (2018). The moderating role of corruption between economic growth and CO 2 emissions: Evidence from BRICS economies.

(20)

Gambar

Gambar 2  Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Ini merupakan penggalan dari novel jangan biarkan surau ini roboh yang mana di dalam novel ini ada beberap tokoh diantaranya : Ibrahim (tokoh utama), dan ini adalah tokoh yang

Sebuah ekspresi tentang total waktu bekerja suatu sistem yang dapat direparasi, telah diturunkan oleh beberapa penulis dengan metode yang berbeda di bawah asumsi waktu bekerja dan

Namun terdapat satu indikator yang tidak dijawab oleh responden seutuhnya, yaituindikator pelayan melakukan dengan cepat ketika memenuhi pesanan konsumen, artinya

Selalu membunyikan klakson saat: 2x saat unit akan bergerak maju dan 3x saat akan mundur.. Sebagai peringatan kepada orang dan sarana

Setelah nilai fitness dari setiap kromosom ditentukan, tahapan selanjutnya adalah seleksi. Seleksi merupakan proses untuk memilih kromosom yang akan menjadi induk

Penelitian ini akan membuat peta tata guna lahan yang dapat digunakan untuk analisis perubahan tata guna lahan Kota Pekanbaru berdasarkan data peta tata guna lahan dari

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian jus mentimun (Cucumis sativus l) terhadap penurunan tekanan darah pada

Kata Kunci: Tetes Tebu, Lactobacillus plantarum, Konsentrasi Substrat, Konsentrasi Inokulum, dan Eksopolisakarida Tetes tebu mengandung kadar gula cukup tinggi sehingga