• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN

1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dua pasar yaitu Pasar Bogor yang terletak di Kota Bogor dan pasar/pusat oleh-oleh Sari Barokah yang terletak di sekitar kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Kota Bogor terletak di antara 106 derajat 43’30”BT – 106 derajat 51’00”BT dan 30’30”LS – 6 derajat 41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 kilometer. Pada tahun 2009 curah hujan rata-rata Kota Bogor sebesar 239 mm dengan rata-rata 10 hari hujan per bulan. Luas wilayah Kota Bogor 118.50 km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor 2. Timur : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

3. Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor

4. Barat : berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Kota Bogor

Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Tanah Sareal. Kedudukan topografis Kota bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota negara merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak / Cianjur juga merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi. Pasar Bogor terletak di Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan kecamatan terpadat, yaitu 13,828 jiwa/km2. Pasar Bogor terletak berdekatan dengan Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor sehingga daerah sekitar pasar sangat ramai karena merupakan tujuan wisata.

Pertumbuhan penduduk Kota Bogor dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari data BPS pada tahun 2009 jumlah penduduk Bogor mencapai 946,204 orang. Tabel 5 menunjukkan pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bogor selama tahun 2005 – 2009.

Tabel 5. Jumlah penduduk Kotamadya Bogor tahun 2005 – 2009

Jenis Kelamin 2005 2006 2007 2008 2009

Laki-laki 431,862 444,508 457,717 476,476 481,559 Perempuan 423,223 434,630 447,415 465,728 464,645

Total 855,085 879,138 905,132 942,204 946,204

Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)

Jika ditinjau dari pendapatan regional struktur ekonomi Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 29,54% dan sektor industri pengolahan sebesar 28,25%. Kedua sektor ini sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan daya beli masyarakat. Pada tahun 2009 jumlah perusahaan perdagangan nasioanal di Kota Bogor mencapai 9,460 dan didominasi oleh perdagangan kecil sebesar 7,874 buah.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota RI dan secara geografis terletak pada posisi 6 derajat 19’ – 6 derajat47’ LS dan 106 derajat 1’ – 107

(2)

derajat 103’ BT. Curah hujan tahunan antara 2,500 mm sampai lebih dari 5,000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi curah hujannya kurang dari 2,500 mm/tahun. Dari data BPS pada tahun 2006 luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 2,301.95 km2 dengan batas-batas wilyahnya :

1) Di Utara : Kota Depok 2) Di Barat : Kabupaten Lebak.

3) Di Barat Daya : Kabupaten Tangerang. 4) Di Timur : Kabupaten Purwakarta. 5) Di Timur Laut : Kabupaten Bekasi. 6) Di Selatan : Kabupaten Sukabumi. 7) Di Tenggara : Kabupaten Cianjur.

Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan Megamendung yang berada di kawasan Puncak Bogor. Kawasan Puncak merupakan salah satu tujuan wisata di Kabupaten Bogor. Banyak terdapat pusat oleh-oleh khas Bogor di kawsan Puncak ini, salah satunya adalah Sari Barokha yang terletak di Kecamatan Megamendung.

Berdasarkan hasil sensus daerah tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Bogor tercatat 4,215,436 jiwa. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar di antara jumlah penduduk kabupaten/kota di Jawa Barat (Departemen Perindustrian 2007). Dilihat dari sebaran tenaga kerja, penduduk Kabupaten Bogor didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Data Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Utama Kabupaten Bogor dapat di lihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Data tenaga kerja menurut lapangan usaha utama dan jenis kelamin Kabupaten Bogor tahun 2006

No Usaha Utama Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Pertanian 205,009 53,622 258,631

2 Pertambangan & Galian 17,934 817 18,751

3 Industri 192,437 91,394 283,831

4 Listrik gas & Air Minum 1,634 817 2,451

5 Konstruksi 64,398 1,624 66,022 6 Perdagangan 238,826 117,478 356,304 7 Komunikasi 120,606 2,451 123,057 8 Keuangan 16,335 10,611 26,946 9 Jasa-jasa 152,464 96,281 248,745 10 Lainnya 3,263 1,629 4,892 Jumlah 1,012,906 376,724 1,389,630

Sumber : Departemen Perindustrian 2007

2. Gambaran Umum Usaha Penjualan Alpukat

Kota dan Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu tempat tujuan wisata, yang artinya kedua daerah ini sangat strategis untuk pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dilihat dari pendapatan ekonomi dan sebaran tanaga kerja kedua daerah sangat didominasi oleh dua sektor yaitu perdagangan dan pertanian. Banyaknya tempat wisata menjadi salah satu peluang untuk melakukan kegiatan jual-beli yang salah satunya komoditas pertanian, seperti kedua pasar yang menjadi tempat penelitian yaitu Pasar Bogor dan Sari Barokah.

Tempat penelitian di Pasar Bogor adalah pedagang buah di lapak-lapak kaki lima yang berada di sekitar Kebun Raya. Untuk di Sari Barokah tempat penelitian adalah pedagang buah/oleh-oleh khas

(3)

Bogor yang berada di sekitar jalur Puncak. Tempat usaha di Sari Barokah merupakan kios-kios yang dikelolah oleh pihak swasta dan disewakan per tahun. Gambar 4 menunjukan tempat usaha buah di Pasar Bogor dan Sari Barokah.

(a) (b)

Gambar 4. (a) Lapak kaki lima di Pasar Bogor, (b) kios buah/oleh-oleh di Sari Barokah Gambar di atas jelas memperlihatkan penataan pasar di Pasar Bogor yang masih sangat sederhana. Lapak-lapak di Pasar Bogor sebagian besar didirikan sendiri oleh pedagang pengecer. Pendirian lapak terlihat tidak tertata rapi dan keadaan sekitar yang kurang bersih. Hal-hal seperti ini perlu mendapat perhatian, karena dari penjelasan sebelumnya diketahui perdagangan yang berbasis pertanian mempunyai potensi besar dalam menyerap tenaga kerja. Sebagai contoh untuk pemasaran alpukat sampai ke pasar terdiri dari berbagai pelaku/entitas yang masing-masing menciptakan peluang tenaga kerja. Penataan pasar yang tepat dan dilakukan secara terus menerus dapat meningkatkan pengembangan perdagangan hasil pertanian melalui peningkatan penjualan. Peningkatan penjualan dimulai dari pasar dimana meningkatnya konsumen dipengaruhi oleh kondisi pasar yang lebih kondusif. Peningkatan penjualan ini akan diikuti entitas-entitas yang lainya dalam suatu aliran pemasaran alpukat.

Pedagang pengecer di Pasar Bogor dikenakan biaya berupa pemeliharaan kebersihan, ketertiban dan keamanan dan penarikan retribusi per hari jika pedagang berjualan. Sementara untuk Sari Barokah selain dikenakan biaya sewa pertahun terdapat juga biaya-biaya lain berupa retribusi dari Pemda, DLLAJ, kebersihan dan keamanan, serta komisi untuk supir-supir bus.

Pedagang pengecer yang diamati di Pasar Bogor umumnya pedagang buah dan biasanya hanya menjual satu komoditas yaitu alpukat. Pedagang buah di Sari Barokah lebih bervariasi dalam dagangan buahnya, terdapat juga pedagang oleh-oleh khas Bogor yang sekaligus berjualan buah seperti alpukat, pisang dan manggis. Terdapat tiga jenis varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah, yaitu Ijo Bundar, Fuerte/Ijo Lonjong dan Ijo Panjang. Varietas yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah dapat dilihat di Gambar 5. Untuk karakteristik ketiga jenis alpukat ini terdapat pada Tabel 7.

(a) (b) (c)

(4)

Tabel 7. Varietas alpukat yang dijajakan di Pasar Bogor dan Sari Barokah Karakteristik Jenis Alpukat Hijau Panjang (mentega) Hijau Bulat (mentega/susu) Hijau Lonjong (fuerte)

Bentuk Pear Bulat Bulat lonjong

Leher Panjang Tidak ada Pendek

Ujung buah Tumpul Bulat Tumpul

Pangkal buah Runcing Tumpul Runcing

Warna kulit Hijau bintik kuning

Hijau licin berbintik kuning

Hijau agak kasar berbintik kuning Tebal kulit (mm) 1.5 1.0 1.5 Daging buah : -Warna -Diameter -Panjang Kuning 6.5 11.5 Kuning hijau 7.5 9.0 Kuning 7.5 11.0 Biji : Bentuk -Ukuran (cm) Jorong 5.5 x 4 Jorong 5.5 x 4 Lonjong 5.0 x 4 -Hasil/tahun 16.1 kg/pohon 22.0 kg/pohon 45.1 kg/pohon Sumber : Baga (1997) diacu dalam Kusniati (2011)

Hampir semua pedagang yang melakukan usaha penjualan alpukat bermula dari mengikuti orangtua atau keluarga berdagang buah sejak kecil. Terdapat juga responden di Sari Barokah yang merupakan pedagang oleh-oleh khas Bogor yang menambahkan dagangan alpukat agar lebih bervariasinya dagangannya dan dapat memancing pembeli. Terdapat bermacam-macam kesulitan yang dihadapi pedagang dalam memasarkan alpukat di antaranya adalah proses tawar menawar harga pembelian alpukat dengan konsumen, persaingan penentuan harga jual, kualitas alpukat yang kurang bagus sehingga cepat busuk dan matangnya tidak sempurna serta tergantung musim. Biasanya pada saat panen raya alpukat sangat melimpah, kondisi ini terjadi pada saat musim hujan. Hal ini menyebabkan banyak alpukat yang tidak terjual karena cenderung permintaan buah alpukat menurun pada saat terjadi musim hujan.

Tidak terdapat suatu perkumpulan usaha dagang baik di Pasar Bogor maupun Sari Barokah. Kegiatan-kegiatan berkumpul antara pedagang di Sari Barokah sering dilakukan, tetapi dalam rangka kegiatan di luar masalah perdagangan. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha penjualan alpukat berkisar dari satu sampai tiga orang yang merupakan keluarga dekat atau masyarakat sekitar. Dari berbagai penjelasan pedagang, usaha penjualan alpukat kedepannya masih bisa berkembang karena permintaan konsumen yang masih banyak, ketertarikan para wisatawan terhadap buah dan makin banyanya usaha catering dan warung makan yang membutuhkan alpukat.

3. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari sepuluh pedagang pengecer, dua pedagang pengumpul serta satu pedagang grosir. Kesepuluh pedagang pengecer berasal dari dua pasar sekitar lokasi wisata yaitu lima orang di Pasar Bogor dan lima orang di Sari Barokah di Cibogo. Untuk pedagang pengumpul masing-masing berlokasi di Bandung kemudian untuk pedagang grosir berlokasi di Pasar Induk Cibitung. Sebagian besar dari responden tersebut berusia 31 – 40 tahun. Pengelompokan responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 8.

Data dalam tabel menunjukkan bahwa dari 13 responden sebanyak 7 orang (53.85%) berusia di antara 31 – 40 tahun. Untuk responden yang berusia di antara 20 – 30 tahun dua di antaranya bukan pemilik usaha, keduanya merupakan keluarga dekat dari pemilik usaha. Selain dari dua orang

(5)

tersebut seluruh responden merupakan pemilik usaha. Kemudian di antara responden terdapat satu orang yang merupakan pedagang pengumpul yang berjenis kelamin wanita.

Tabel 8. Pengelompokkan umur responden No. Kelompok Umur Jumlah Orang Persentase 1 20 – 30 5 38.46 2 31 – 40 7 53.85 3 41 – 50 1 7.69 Total 13 100.00

Sumber : (Data Diolah)

Tingkat pendidikan responden bervariasi, akan tetapi sebagian besar merupakan lulusan SD. Pengolompokan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat pendidikan responden

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

Orang Persentase

1 Tamat SD 8 61.54

2 Tamat SMP 3 23.08

3 Tamat SMA/SMK 2 15.38

Total 13 100.00

Sumber : (Data Diolah)

Para responden yang merupkan pedagang tidak pernah mendapatkan jenis pendidikan lain selain pendidikan formalnya. Mereka memperoleh keahlian berusaha alpukat dari pengalaman mereka selama beraktivitas di bidang usaha ini, serta dari pengalaman usaha bersama orangtua atau saudara mereka. Disamping bermata pencarian selain pedagang alpukat, sebagian dari responden memiliki mata pencarian lain. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 10.

Tabel 10. Mata pencarian lain responden di pasar sekitar lokasi wisata Bogor

No. Jenis Mata Pencarian Jumlah

Orang Persentase

1 Tidak Ada 4 30.77

2 Wiraswasta 1 7.69

3 Berkebun 2 15.38

4 Berdagang selain alpukat 6 46.15

Total 13 100.00

Sumber : (Data Diolah)

Data di atas menunjukkan bahwa dari 13 responden sebagian besar (6 orang atau 46.15%) berdagang selain alpukat. Komoditas lain yang diusahakan berupa buah-buahan dan sayuran seperti pisang, jambu, manggis, talas dll. Khusus di pasar wisata di puncak juga menjual macam-macam oleh-oleh berupa jajanan ringan. Untuk responden yang berkebun keduanya merupakan pedagang pengumpul, komoditas yang diusahakan berupa padi dan bawang. Kemudian responden yang berwiraswasta merupakan pedagang grosir. Responden yang tidak memiliki mata pencarian lain adalah pedagang pengecer yang berasal dari Pasar Bogor. Hampir semua pedagang melakukan usaha

(6)

dari modal sendiri. Hanya terdapat dua responden pedagang pengecer yang pernah melakukan pinjaman ke koperasi/bank dalam rangka memperluas kapasitas usaha mereka.

B. IDENTIFIKASI ANGGOTA RANTAI PASOK

1. Entitas Rantai Pasok

Entitas dalam rantai pasok yang menjadi fokus penelitian adalah entitas dalam rantai pasok yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial. Entitas rantai pasok yang dimaksud adalah entitas rantai pasok yang terlibat langsung dalam saluran pemasaran alpukat. Entitas yang tidak terlibat langsung tetapi menyediakan sumber daya seperti jasa transportasi, pedagang kemasan, penyedia bahan bakar merupakan entitas sekunder. Entitas primer yang menjadi fokus penelitian dalam rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor yaitu pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer.

1. Pedagang pengumpul besar

Pedagang pengumpul besar merupakan pihak pemasok yang melakukan pembelian alpukat untuk mengumpulkannya dan membawanya ke pedagang grosir atau pedagang pengecer. Untuk mendapatkan alpukat sesuai jumlah yang dibutuhkan pedagang pengumpul besar perlu membeli alpukat dari beberapa pengumpul lagi (pedagang pengumpul kecil) atau dari beberapa petani. 2. Pedagang grosir

Pedagang grosir yaitu pedagang alpukat baik grosir/bandar maupun eceran yang memperoleh alpukat langsung dari wilayah produsen alpukat. Pedagang grosir medapatkan alpukat dari beberapa pengumpul di berbagai pulau yang merupakan sentra produksi alpukat. Responden pedagang grosir melakukan batasan kapasitas pembelian yang dilakukan sebanyak 1 truk fuso/hari atau rata-rata 5 ton/hari.

3. Pedagang pengecer

Pedagang pengecer adalah pihak yang melakukan pembelian alpukat dari petani, pedagang pengumpul atau dari pedagang grosir dan menjualnya ke konsumen.

4. Konsumen

Konsumen rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor antara lain yaitu wisatawan, rumah makan/catering, hotel, supermarket serta penduduk secara umum untuk konsumsi harian.

2. Aktivitas Entitas Rantai Pasok

Aktivitas pertama dalam rantai pasok dimulai dari pedagang pengumpul besar yang memperoleh alpukat dari beberapa pedagang pengumpul kecil atau beberapa petani. Sortasi dan

grading dilakukan oleh pedagang pengumpul besar setelah alpukat sampai di gudang. Kegiatan sortasi

dilakukan dengan memisahkan alpukat yang tidak layak untuk dijual, sementara grading dilakukan dengan mengelompokkan alpukat berdasarkan ukuran dan beratnya. Pengemasan dilakukan bersamaan dengan kegiatan sortasi dan grading, setiap alpukat yang telah disortir langsung dimasukkan ke karung untuk dikemas. Bagian atas karung dijahit dengan tali membentuk jaring dengan tujuan alpukat tidak terjatuh pada saat kegiatan pendistribusian. Pemuatan alpukat dilakukan setelah mencapai jumlah alpukat yang dibutuhkan, sehingga kadang-kadang dilakukan penyimpanan dalam semalam untuk menuggu jumlah pasokan yang sesuai. Rata-rata pengiriman yang dilakukan sebanyak 2 ton yang disesuaikan kapasitas alat angkut untuk mengurangi biaya angkut per kg alpukat

Pengumpulan alpukat yang dilakukan sekitar pukul 8 pagi dan selesai sekitar pukul 3-4 sore. Pengiriman dilakukan sekitar pukul 4 sore dan sampai di Bogor sekitar jam 9 malam. Pada saat

(7)

kondisi barang sedikit, kadang pengiriman dilakukan siang hari dan sampai di Bogor sore hari. Kegiatan pascapanen di pedagang pengumpul besar dapat dilihat dalam Lampiran 4.

Pedagang grosir membeli alpukat dari pedagang pengumpul besar yang ada di sentra-sentra produksi alpukat dan dijual ke pedagang pengecer. Alpukat diangkut oleh pedagang pengumpul besar dan telah dikemas dengan peti kayu, sehingga pedagang grosir tidak melakukan pengemasan lagi. Pengadaan alpukat hampir dilakukan setiap hari dengan tujuan agar kontinuitas stoknya terjaga. Penyimpanan dilakukan jika jumlah yang dibutuhkan belum sesuai pasokan pengiriman ataupun tidak terjualnya barang pada hari itu. Penyortiran dan grading tidak dilakukan jika alpukat dapat terjual dihari yang sama pada saat alpukat diterima. Hal ini dikarenakan penyortiran dan grading telah dilakukan oleh pedagang pengumpul besar. Penyortiran dan grading akan dilakukan pada alpukat yang telah disimpan dan mengalami kerusakan. Pengiriman menggunakan jasa angkutan yang biayanya ditanggung pedagang pengecer. Penerimaan barang dimulai pada saat pagi hari sekitar pukul 5 pagi, kemudian pengiriman dilakukan sekitar pukul 7 pagi. Alpukat akan sampai sekitar pukul 10 pagi untuk tujuan pengiriman ke Bogor. Tabel 11 memperlihatkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh entitas rantai pasok.

Tabel 11. Aktivitas entitas rantai pasok alpukat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor

Aktivitas

Entitas Rantai Pasok Pengumpul besar Pedagang Grosir Pengecer Pertukaran  Penjualan     Pembelian    Fisik  Pengangkutan  - / -  Penyimpanan     Pengemasan  -  Fasilitas  Sortasi     Grading     Pengolahan - - - Keterangan : () dilakukan (-) tidak dilakukan

(/-) dilakukan oleh sebagian anggota

Pada pedagang pengecer terdapat perbedaan pada saat pembelian dari pedagang pengumpul besar atau pedagang grosir. Jika melalui pedagang pengumpul maka biaya pengangkutan ditanggung pengumpul, sementara jika dari pedagang grosir harga beli belum termasuk dengan biaya pengiriman alpukat ke pedagang pengecer. Penyimpanan alpukat dilakukan di kios-kios atau lapak dari pedagang pengecer. Jika penyimpan di tempat jajakan sudah penuh, alpukat diletakkan di lantai-lantai kios dengan alas kardus atau disimpan begitu saja di lantai kios. Untuk di Pasar Bogor yang berupa lapak, penyimpanan diletakkan di kontainer atau keranjang bambu dan diletakkan di sekitar lapak. Terdapat satu responden di Pasar Bogor yang melakukan penyimpanan di gudang sewaan, penyimpanan tersebut dilakukan karena besarnya kapasitas pembelian yang dilakukan.

(8)

C. POLA ALIRAN RANTAI PASOK

Berdasarkan penelitian, pola aliran rantai pasok yang terdapat di pasar sekitar lokasi wisata Bogor dapat dilihat pada Gambar 6.

Analisis Kuantitatif*

*

Entitas dalam border adalah batasan penelitian, sehingga analisis kuantitatif hanya dilakukan di tingkat pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer

Pedagang pengecer memperoleh alpukat tidak hanya dari satu aliran rantai pasok, melainkan dari berbagai pola aliran. Walaupun terdiri dari berbagai pola aliran tapi seluruh pedagang pengecer responden memperoleh pasokan alpukat melalui pedagang pengumpul besar. Seperti terlihat pada Gambar 5, terdapat 4 pola aliran rantai pasok. Penjelesan secara terperinci sebagai berikut :

1. Pola Aliran Rantai Pasok 1

Petani Pedagang Pengumpul kecil Pedagang Pengumpul besar Pedagang Grosir Pedagang Pengecer Konsumen

Pola aliran rantai pasok satu merupakan pola aliran pedagang pengecer yang memasok alpukat dari pedagang grosir. Pola aliran rantai pasok ini terdiri dari lima entitas pemasok yaitu petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Banyaknya entitas yang terdapat dalam pola aliran ini menjadikan sebagai pola aliran rantai pasok yang terpanjang di antara empat pola aliran rantai pasok yang ada.

Pedagang pengecer responden yang menggunakan pola aliran ini yaitu tiga orang di Pasar Bogor. Ketiga pedagang pengecer di Pasar Bogor ini memliki skala usaha yang besar dengan kapasitas pembelian alpukat di atas 30 ton/tahun yang diperoleh dari berbagai pola aliran rantai pasok. Pedagang pengecer responden memperoleh alpukat dari beberapa pedagang grosir di dua pasar Induk yaitu Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Cibitung. Pedagang pengecer tidak secara rutin memasok alpukat dari pedagang grosir. Jumlah alpukat yang dipasok disesuakan dengan situasi pasar saat itu.

Pedagang grosir yang menjadi responden adalah seorang pedagang yang berasal dari Pasar Induk Cibitung. Biaya pengiriman dari pedagang grosir ke pedagang pengecer ditanggung oleh pedagang pengecer dengan menggunakan jasa angkutan. Terdapat dua sistem pembayaran yang diberlakukan pedagang grosir ke pedagang pengecer yaitu pembayaran dilakukan setelah barang habis terjual dan sistem cash. Jika pedagang pengecer membayar dengan sistem cash pada saat barang datang maka diberikan potongan harga sebesar Rp. 500/kg.

Gambar 6. Pola aliran rantai pasok di pasar sekitar lokasi wisata 1, 2 1, 2 3 4 1 2, 3 Konsumen Pedagang Pengecer Pedagang Grosir Pengumpul besar Petani Pengumpul kecil

(9)

Pedagang grosir membeli alpukat dari berbagai pedagang pengumpul besar yang berada di sentra-sentra produksi alpukat. Pedagang kecamatan yang mengirim ke responden pedagang grosir berasal dari Probolinggo, Lampung dan Bali. Pedagang pengumpul besar mengirim alpukat yang sudah disortir, grading, dan dikemas dengan peti kayu. Biaya pengiriman dari daerah sentra produksi alpukat ditanggung oleh pedagang pengumpul besar. Pengiriman dilakukan dalam jumlah yang besar dengan menggunakan truk fuso dengan rata-rata muatan 5-7 ton

Grading yang dilakukan responden pedagang grosir berdasarkan berat alpukatnya. Semakin berat alpukat tersebut maka semakin mahal harga jualya. Rata-rata dalam satu partai barang untuk Grade A sebanyak 70%, Grade B 25% dan Grade C 5% dari total. Grade A memiliki berat sekitar 1kg untuk 2 sampai 3 buah, Grade B sekitar 1 kg untuk 4 sampai 5 buah dan Grade C sekitar 1 kg untuk 6 sampai 7 buah. Jenis pembelian yang dilakukan responden pedagang grosir berdasarkan kesepekatan dengan pedagang pengumpul besar, tapi pada umumnya pembelian dengan sistem all grade/satu harga. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir dapat dilihat di Tabel 12.

Tabel 12. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir Bulan Asal

Pasokan

Kapasitas Pembelian

Satuan Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/kg) Keterangan 1-3 Probolinggo 5,000 Kg/hari 2,500 5,000 Grade A 4-5 1,000 Kg/minggu 4,000 Grade B 2,000 Grade C 6-7 Lampung 3,000 Kg/2 hari 6,000 10,000 Grade A 8,500 Grade B 5,000 Grade C 8 Bali 5,000 Kg/3 hari 3,000 5,000 Grade A 4,000 Grade B 2,000 Grade C 9-10 Probolinggo 1,500 Kg/minggu 10,000 12,000 Grade A 11,000 Grade B 9,000 Grade C 11-12 3,000 Kg/minggu 6,000 10,000 Grade A 8,500 Grade B 5,000 Grade C

Musim panen raya alpukat Probolinggo berada di bulan 1-3. Responden pedagang grosir mampu melakukan pembelian setiap hari rata-rata 5 ton. Besarnya kapasitas pembelian responden pedagang grosir diikuti dengan kapasitas penjulan yang besar juga. Responden pedagang grosir tidak hanya mengirim ke pasar-pasar di Bogor, tetapi juga mengirim ke pasar kota lainnya seperti Tangerang, Bekasi, Cikarang dan Tanjung Priuk.

Alpukat yang berasal dari Probolinggo memiliki harga pembelian yang lebih murah karena terjadi pada saat panen raya. Pada saat alpukat dari Probolinggo mulai berkurang pedagang grosir memperoleh dari Lampung dan Bali. Bulan 9-10 alpukat dari Probolinggo mulai berbuah lagi tetapi belum sebanyak pada saat panen raya sehingga harga pembelian masih tinggi. Harga pembelian mulai berangsur turun pada bulan 11-12 karena sudah mulai memasuki masa panen raya. Fluktuasi harga dipengaruhi oleh banyaknya buah di pasaran, semakin berlimpah jumlah alpukat di pasaran semakin murah harga pembelian.

(10)

2. Pola Aliran Rantai Pasok 2

Petani Pedagang Pengumpul kecil Pedagang Pengumpul besar Pedagang Pengecer Konsumen

3. Pola Aliran Rantai Pasok 3

Petani Pedagang Pengumpul besar Pedagang Pengecer Konsumen

Pola aliran rantai pasok dua dan tiga merupakan pola aliran pedagang pengecer yang memasok alpukat dari pedagang pengumpul besar. Seluruh responden pedagang pengecer memasok alpukat dari pedagang pengumpul besar. Masing-masing pedagang pengecer umumnya telah memiliki pemasok tetap yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Pedagang pengumpul besar yang memasok ke Pasar Bogor berasal dari Bandung, Garut dan Cianjur, sementara di Sari Barokah berasal dari Bandung dan Garut. Pedagang pengecer umumnya memasok alpukat secara rutin dari pedagang pengumpul besar tiap minggunya.

Pedagang pengumpul besar yang menjadi responden yaitu satu orang dari Pasar Bogor dan satu orang dari Sari Barokah. Kedua pedagang pengumpul besar ini masing-masing berasal dari Kabupaten Bandung. Pedagang pengumpul besar di Sari Barokah berasal dari Kecamatan Pangalengan dan mengumpulkan alpukat di sekitar Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Arjasari, Kecamatan Banjaran, Desa Cihawuk serta dari sekitar kecamatannya sendiri. Selain memuat alpukat, pedagang pengumpul besar ini juga memuat ubi Cilembu dalam satu partai pengiriman untuk dikirim ke Sari Barokah. Pengiriman alpukat hanya ditujukan ke empat pedagang pengecer di Sari Barokah dimana dua orang merupakan responden pedagang pengecer peneliti. Pembayaran pembelian alpukat pedagang pengecer dilakukan pada hari minggu setelah pengiriman rutin pada hari rabu. Pedagang pengumpul besar kembali ke Bogor untuk mengambil uang penjualan sekaligus membicarakan kualitas barang pada pengiriman terakhir dan jumlah barang yang akan dikirim pada pengiriman berikutnya.

Pedagang pengumpul besar di Pasar Bogor berasal dari Kecamatan Kertasari dan mengumpulkan alpukatnya di sekitar Kampung Cirawa, Kecamatan Pacet, Kecamatan Arjasari, Kecamatan Banjaran, Kampung Sayuran, Desa Pasanggrahan dan sekitar kecamatannya sendiri. Pengiriman barang hanya berupa alpukat dan tujuan pasokan alpukat berada di Bogor dan Cipanas. Untuk di Bogor pedagang pengumpul besar ini mengirim ke satu orang pedagang pengecer di Pasar Anyar dan satu orang di Pasar Bogor yang merupakan responden pedagang pengecer. Selain ke pedagang pengecer, alpukat juga dikirim ke Supplier di Cipanas sebesar 70% dari total alpukat yang dikumpulkan. Sistem pembayaran di Pasar Bogor dilakukan secara cash setelah barang selesai di sortir pedagang pengecer. Peresediaan alpukat didasarkan dari pemesanan pedagang pengecer yang dilakukan tiga hari sebelum pengiriman selanjutnya.

Kedua responden pedagang pengumpul besar masing-masing memiliki kendaraan untuk melakukan pengiriman ke pedagang pengecer. Biaya pengiriman alpukat ke pedagang pengecer ditanggung pedagang pengumpul besar. Pengiriman alpukat menggunakan kendaraan mobil pick up dengan kapasitas sekitar 2 ton atau truk colt diesel dengan kapasitas sekitar 4 ton.

Perbedaan pada pola aliran rantai pasok dua dan tiga adalah pedagang pengumpul besar memperoleh barang melalui pedagang pengumpul kecil atau langsung melalui petani. Setiap alpukat yang dikirim pedagang pengumpul besar tidak dibedakan berdasarkan dari pedagang pengumpul kecil atau petani. Alpukat yang dikirim merupakan alpukat yang telah terkumpul dari pedagang pengumpul kecil dan petani. Kedua pedagang pengumpul besar memperoleh alpukat lebih banyak dari pedagang pengumpul kecil dibanding langsung dari petani.

Pedagang pengumpul besar mengumpulkan alpukat dari pedagang pengumpul kecil dengan langsung mendatanginya. Pedagang pengumpul kecil sudah melakukan pengemasan dengan karung tetapi rata-rata pedagang pengumpul kecil belum melakukan penyortiran untuk alpukat yang akan

(11)

dijualnya. Pedagang pengumpul besar memanen langsung dari pohon-pohon alpukat petani. Alpukat yang dikumpulkan dari pedagang pengumpul kecil dan petani kemudian dibawa ke gudang penyimpanan untuk selanjutnya disortir dan dikemas dengan karung baru jika karung dari pedagang pengumpul kecil sudah sobek. Sistem pembayaran di pedagang pengumpul kecil dilakukan secara

cash dan di petani umumnya pembelian per pohon. Kapasitas pembelian dan harga di responden

pedagang pengumpul besar dapat dilihat di Tabel 13.

Tabel 13. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar Pengumpul besar Bulan Asal Pasokan Kapasitas Pembelian

Satuan Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/kg) Keterangan Sari Barokah 1-6 Pengumpul kecil 2,000 Kg/minggu 2,500 4,500 Grade A

Petani 200 Kg/minggu 1,500 3,500 Grade B

7-12 Pengumpul kecil 1,000 Kg/minggu 5,500 7,500 Grade A 6,500 Grade B Pasar Bogor 1-6 Pengumpul kecil 6,000 Kg/minggu 1,500 3,000 Petani 4,000 Kg/minggu 1,000 7-12 Pengumpul kecil 700 Kg/bulan 3,500 4,500 Petani 300 Kg/bulan 1,000

Pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Sari Barokah melakukan grading berdasarkan ukuran buah. Grade A memiliki berat sekitar 1kg untuk 2 sampai 4 buah dan grade B dengan berat sekitar 1kg untuk 5 sampai 6 buah. Rata-rata dalam satu partai barang untuk Grade A sebanyak 75% dan Grade B 25% dari total. Pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Pasar Bogor melakukan

grading berdasarkan tingkat kematangan buah. Buah yang dikirim ke pedagang pengecer adalah buah

yang mulai matang dan untuk ke supplier adalah buah yang masih mengkal. Harga beli dari petani ditentukan pedagang pengumpul besar berdasarkan kedekatan lokasi penanaman yang dimiliki petani dengan lokasi pedagang pengumpul. Harga beli dari pedagang pengumpul kecil didasarkan pada hasil kesepakatan kedua bela pihak.

4. Pola aliran rantai pasok 4

Petani Pedagang Pengecer Konsumen

Pola aliran rantai pasok empat merupakan pola aliran pedagang pengecer yang mendapat pasokan alpukat secara langsung dari petani. Pola aliran ini hanya terdiri dari dua entitas pemasok alpukat yaitu petani dan pedagang pengecer. Petani pada pola aliran rantai pasok ini adalah petani dengan skala usaha kecil. Petani atau pemilik pohon tidak membudidayakan tanaman alpukat secara khusus melainkan hanya sebagai tanaman pekarangan. Pedagang pengecer perlu mengumpulkan alpukat dari beberapa pemilik pohon untuk memenuhi kebutuhan penjualan. Terdapat lima orang responden pedagang pengecer yang menggunakan pola aliran rantai pasok ini, tiga orang pedagang pengecer di Sari Barokah dan dua orang pedagang pengecer di Pasar Bogor. Responden pedagang pengecer di Sari Barokah memperoleh alpukat dari petani yang berasal di Desa Cimande, Desa Ciapus, Desa Cipayung dan Desa Gadog, sementara responden pedagang pengecer di Pasar Bogor memperoleh alpukat dari petani yang berasal di Desa Tajurhalang, Desa Ciapus dan Kampung Ciheuleut.

(12)

Pengambilan alpukat dari petani tidak dilakukan secara rutin, pengambilan alpukat dilakukan jika kondisi barang sudah mulai sedikit serta pengiriman dari pedagang pengumpul besar sedang menurun. Selain itu pengambilan alpukat juga dilakukan jika petani/pemilik pohon menawarkan hasil panen dari pohonnya ke pedagang pengecer. Umumnya petani menjual alpukatnya ke pedagang pengecer tanpa perlu menanggung biaya-biaya dalam pemanenan serta biaya dalam pendistribusian hasilnya ke pasar. Terdapat dua sistem pembayaran yaitu pedagang pengecer membayar secara cash setelah memanen dan menimbang alpukat langsung di lahan atau pedagang pengecer membayar secara cash dengan sistem pembelian per pohon. Harga rata-rata pembelian pedagang pengecer di Sari Barokah sebesar Rp. 4,500/kg dan untuk di Pasar Bogor sebesar Rp. 3,500/kg. Kapasitas pembelian tiap pengambilan di Pasar Bogor rata-rata sebanyak satu karung dan di Sari Barokah sebanyak dua karung, dengan jumlah alpukat sekitar 60-70kg/karung.

Kapasitas dan Harga Jual di Pedagang Pengecer

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pedagang pengecer dalam memperoleh alpukat tidak tebatas dalam satu pola aliran rantai pasok. Dalam satu pola aliran rantai pasok pun pedagang pengecer bisa memiliki beberapa pedagang grosir, pedagang pengumpul besar atau petani. Pedagang pengecer juga membeli alpukat dari pedagang pengecer lain dalam satu pasar atau pasar yang berbeda jika barang dari tiga pemasok tidak ada. Terdapat pertimbangan masing-masing dalam memasok alpukat dari tiap pola aliran rantai pasok yang ada untuk memenuhi kebutuhan penjualannya. Bervariasinya pola aliran rantai pasok, pemasok yang berbeda serta modal yang berbeda menjadikan kapasitas pembelian serta harga beli dan jual di pedagang pengecer juga berbeda-beda.

Kapasitas dan harga di pedagang pengecer adalah kapasitas dan harga rata-rata pada dua kondisi. Informasi kapasitas dan harga diperoleh melalui wawancara. Berdasarkan keterangan dari pedagang pengecer pada tahun-tahun sebelumnya kondisi barang ramai di bulan Januari sampai April. Banyaknya barang yang masuk ke pasar menyebabkan harga jual lebih rendah jika dibandingkan pada saat kondisi barang sepi di bulan Mei sampai Desember. Kondisi barang kembali berangsur ramai dimulai pada akhir-akhir tahun. Pada saat penelitian kondisi barang mulai berkurang diakhir Maret. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer dapat dilihat di Tabel 14.

Pengelompokkan pedagang pengecer dilakukan berdasarkan kapasitas pembelian pada saat kondisi ramai (bulan 1-4), yaitu kapasitas kecil (<=300 kg), kapasitas sedang (>300-900 kg) dan kapasitas besar (>=900 kg). Berdasarkan pola aliran rantai pasok yang digunakan pedagang pengecer di Sari Barokah tidak terdapat perbedaan di antara ketiga skala kapasitas pembelian. Penggunaan pola aliran rantai pasok 2,3 dan 4 digunakan oleh pedagang skala kecil , sedang ataupun besar. Penggunaan pola aliran rantai pasok 4 atau memasok alpukat dari petani dilakukan bila pengecer merasa jumlah pasokan yang berasal dari pengumpul besar belum mencukupi jumlah alpukat yang diinginkan.

Pada pemasaran alpukat di Pasar Bogor terdapat perbedaan pola aliran antar kelompok skala pembelian. Pedagang pengecer dengan modal yang lebih besar akan membeli dari pihak pedagang grosir untuk mencukupi persediaan alpukatnya, sementara pedagang pengecer dengan modal yang lebih kecil akan memasok alpukat dari petani. Pengecer dengan modal lebih kecil tidak memilih memasok dari pedagang grosir, karena pertimbangan biaya pengiriman yang harus ditanggungnya. Penggunaan pola aliran rantai pasok 1 atau memasok alpukat dari pedagang grosir tidak dilakukan pengecer skala besar di Sari Barokah. Hal ini dikarenakan pedagang pengecer lebih mudah memperoleh alpukat dari petani yang kebanyakan berasal di sekitar lokasi pejualan.

(13)

Tabel 14. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer Nama Bulan Kapasitas

(Kg/minggu) Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/kg) Pola Aliran Rantai Pasok Pedagang Pengecer Sari Barokah

Dede 1 - 4 300 4,000 7,500 2,3,4 5 - 12 144 6,000 10,000 Pak Asep 1 - 4 300 5,000 7,500 2,3 5 - 12 204 5,500 8,000 Firman 1 - 4 338 3,000 9,000 2,3 5 - 12 203 6,000 12,000 Pak Odin 1 - 4 332 5,000 10,000 2,3,4 5 - 12 250 7,000 13,000 Pak Sayap 1 - 4 1,000 5,000 7,500 2,3,4 5 - 12 569 7,000 10,000

Pedagang Pengecer Pasar Bogor

Pak Udin 1 - 4 600 3,500 7,500 2,3,4 5 - 12 116 5,000 9,500 Pak Jufri 1 - 4 650 3,000 8,500 2,3,4 5 - 12 300 6,000 9,500 Pak Iwan 1 - 4 930 3,500 7,000 1,2,3 5 - 12 500 5,000 8,000 Pak Ibad 1 - 4 1,000 4,000 8,000 1,2,3 5 - 12 702 6,500 12,000 Iwan 1 - 4 2,000 4,000 8,000 1,2,3 5 - 12 1,621 6,500 12,000

Sumber : Data Diolah

D. KERUSAKAN MEKANIS

1. Jenis dan Penyebab Kerusakan Mekanis

Kerusakan pascapanen pada rantai pasok alpukat dapat terjadi saat pemanenan, pengemasan, pendistribusian sampai penyimpanan. Penanganan buah alpukat masih dilakukan seadanya oleh entitas rantai pasok, sehingga penanganan yang kurang hati-hati mengakibatkan kerusakan buah yang tinggi .Kerusakan yang terjadi dapat berupa kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi dan mikrobiologis. Kerusakan mekanis dalam rangkaian kegiatan di rantai pasok perlu diperhatikan, karena apabila dibiarkan terjadi merupakan awal bagi kerusakan-kerusakan lain seperti kimiawi dan mikrobiologi. Beberapa tipe kerusakan mekanis yang terjadi saat pengamatan dapat di lihat di Tabel 15.

Kerusakan mekanis yang terjadi dimulai pada saat pemanenan. Pemetikan buah yang kurang hati-hati dapat mengakibatkan terjatuhnya buah dari pohon dan menyebabkan kerusakan mekanis. Walaupun pada saat buah terjatuh dan tidak menunjukkan adanya bentuk keretakan atau splitting pada buah tetapi dalam jangka waktu beberapa hari akan terdapat memar pada penampakan buah. Adanya memar pada buah akan membuat barang dagangan menjadi tidak menarik. Pemanenan yang dilakukan masih sederhana, dimana pemetik langsung memanjat pohon dengan membawa alat seperti galah yang dilengkapi dengan karung sebagai wadah buah yang telah dipanen. Kerusakan seperti lecet, cutting

(14)

ataupun puncture sering terjadi diakibatkan buah yang terkena ranting atau ujung alat pada saat pemetikan dilakukan. Memar yang sering terjadi di pangkal buah juga disebabkan pada saat pemanenan tidak dipetik bersamaan dengan tangkai buahnya. Hal ini menyebabkan luka dan mengakibatkan memar di ujung buah.

Terjadinya getaran pada saat pendistribusian barang mengakibatkan dampak benturan antara kemasan dengan bagian bawah atau dinding pada bak kendaraan, benturan antar buah dalam kemasan serta benturan antara buah dengan dinding kemasan seperti pada peti kayu. Pada kemasan karung dampak benturan antara kemasan dengan dinding bak kendaraan berpengaruh langsung terhadap buah karena tipisnya lapisan kemasan. Hal-hal tersebut menyebabkan kerusakan mekanis seperti memar dan lecet. Kerusakan mekanis seperti retak dan splitting diakibatkan tekanan pada tumpukan yang berlebih dalam kemasan. Cutting juga dapat terjadi pada saat buah dalam kemasan karung berada di dekat ujung-ujung bak kendaraan ataupun buah yang terletak pada ujung-ujung kayu pada kemasan peti kayu.

Tabel 15. Tipe kerusakan mekanis saat pengamatan Jenis Kerusakan Mekanis Gambar Lecet (Abrasion) Memar (Bruising) Retak hancur (Shatter cracking) Cutting

(15)

Tabel 15. Tipe kerusakan mekanis saat pengamatan (lanjutan) Jenis Kerusakan Mekanis Gambar Puncture Splitting

Kerusakan mekanis juga dapat terjadi akibat penyusunan buah dalam kemasan yang terlalu penuh (60-80 kg) sehingga menyulitkan pada saat kegiatan handling. Pada saat bongkar muatan penanganan secara hati-hati sulit dilakukan karena beratnya kemasan. Penyusunan buah dengan kemasan karung dalam alat angkut bisa mengakibatkan kemasan yang berada paling bawah akan mengalami tekanan yang besar dari banyanya tumpukan pada alat angkut. Susunan buah dalam kemasan serta penyusunan tumpukan dalam alat angkut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Susunan buah dalam kemasan serta penyusunan tumpukan dalam alat angkut Terdapat beberapa cara yang dilakukan sebagian entitas dalam rantai pasok untuk mencegah terjadinya kerusakan mekanis, di antaranya adalah menggunakan alas karpet pada bak kendaraan dengan tujuan memperkecil benturan yang terjadi antara kemasan yang menggunakan karung dengan alas bak kendaraan. Menambahkan pelapis dalam kemasan peti kayu seperti koran untuk mengurangi potensi kerusakan mekanis seperti lecet atau cutting. Beberapa cara dalam mencegah kerusakan mekanis dapat dilihat pada Gambar 8.

(16)

(a) Penggunaan alas karpet pada bak kendaraan (b) Penggunaan lapisan koran pada kemasan Gambar 8. Beberapa cara dalam mencegah kerusakan mekanis

2. Tingkat Kerusakan Mekanis

Pengukuran tingkat kerusakan dilakukan secara manual dengan uji visual pada penampakan luar buah alpukat dan melihat jumlah buah yang rusak pada tiap contoh dalam satu pengiriman barang. Pada saat pengamatan, besar maupun kecil kerusakan pada buah dikategorikan sebagai buah yang mengalami kerusakan mekanis. Tingkat kerusakan mekanis yang diamati merupakan tingkat kerusakan mekanis yang terjadi di pedagang pengecer melalui pedagang pengumpul besar, pedagang grosir atau langsung dari petani. Susut yang terjadi merupakan jumlah buah yang rusak total pada saat pendistribusian dan tidak dapat terjual lagi di pedagang pengecer. Tingkat kerusakan mekanis di pedagang pengecer terdapat di Lampiran 4.

Dari data pengamatan yang dilakukan dari 32 pengiriman barang, rata-rata tingkat kerusakan mekanis yang terjadi sebesar 63.93%. Pada saat pengamatan terdapat 11 pengiriman barang dari petani, 20 pengiriman barang dari pedagang pengumpul besar dan 1 pengiriman barang dari pedagang grosir. Tingkat kerusakan mekanis terbesar yaitu 90% yang berasal dari pedagang pengumpul besar, sementara tingkat kerusakan mekanis terkecil yaitu 18.18% yang berasal dari petani. Susut yang terjadi dari 32 pengiriman barang rata-rata sebesar 2.12% . Susut terbanyak sebesar 17.5% (7kg dari 40kg) yang diikuti dengan kerusakan mekanis yang besar juga, yaitu sebesar 80%.

Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan pemasok dapat dilihat pada Tabel 16. Rata-rata tingkat kerusakan pada tiap pemasok hampir sama tetapi Rata-rata-Rata-rata susut yang terjadi berbeda-beda besarnya. Hal ini disebabkan karena pengamatan tingkat kerusakan mekanis tidak dibedakan dari besar kecilnya kerusakan pada buah. Besarnya tingkat keparahan dari kerusakan mekanis dapat terlihat dari besarnya susut yang terjadi pada saat pendistribusian dari ketiga asal pemasok.

Tabel 16. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan pemasok

Keterangan : Tingkat kerusakan maksimum di petani dan pengumpul disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15.

Besarnya rata-rata tingkat kersuakan mekanis yang berasal dari petani bisa disebabkan karena kurang hati-hatinya pada saat pemanenan. Pada saat pengambilan alpukat di petani/pemilik pohon, pedagang pengecer tidak melakukan penyortiran terlebih dahulu. Alpukat yang dipanen kebanyakan masih belum cukup tua untuk dipanen, sehingga banyak alpukat yang mengalami gagal masak dan

Pemasok Jumlah Pengamatan

Tingkat Kerusakan (%) Susut Jumlah (%) Rataan Maks Min Rataan Maks Min

Petani 11 65.67 86.00 18.18 2.83 17.5 0

Pengumpul 20 63.51 90.00 42.73 1.83 10 0

(17)

menjadi rusak. Pedagang pengecer tetap membeli alpukat tersebut karena kondisi alpukat di pasaran sedang sedikit. Pantastico (1986) menyatakan tingkat kemasakan pada saat pemanenan merupakan hal yang sangat penting untuk penyimpanan yang memuaskan bagi alpukat. Pemetikan buah yang terlalu muda harus dihindari, karena buah muda cenderung mempunyai aroma dan tekstur yang kurang baik pada saat pemasakan.

Pengiriman barang yang berasal dari pedagang grosir belum bisa dibandingkan karena pengamatan hanya dilakukan sekali. Pada saat pengamatan, barang dari pedagang grosir dikemas dengan peti kayu dan diberi koran dalam kemasan dengan tujuan mengurangi potensi kerusakan mekanis.

Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan jenis kemasan dapat dilihat pada Tabel 17. Rata-rata tingkat kerusakan untuk kemasan peti kayu lebih kecil dibandingkan dengan kemasan karung. Kemudian susut yang terjadi pada kemasan peti kayu dari dua pengiriman barang yang diamati tidak ada. Kemasan peti kayu lebih kuat menahan benturan antara alas/dinding bak kendaran, benturan antara kemasan dan tekanan akibat tumpukan berlebih.

Tabel 17. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis kemasan Kemasan Jumlah

Pengamatan

Tingkat Kerusakan (%) Susut Jumlah (%) Rataan Maks Min Rataan Maks Min

Karung 30 64.24 90.00 18.18 2.26 17.5 0

Peti Kayu 2 59.83 65.56 54.11 0 0 0

Keterangan : Tingkat kerusakan maksimum dalam kemasan karung disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15.

Tingkat kerusakan mekanis dan susut berdasarkan alat angkut dapat dilihat pada Tabel 18. Pengiriman barang dengan menggunakan alat angkut berupa motor merupakan alpukat yang berasal dari petani/pemilik pohon. Seperti pada penjelasan sebelumnya besarnya tingkat kerusakan dan susut yang terjadi diakibatkan dari penanganan dari pedagang pegecer yang melakukan pengambilan ke petani. Tingkat kerusakan mekanis dan susut yang terjadi untuk alat angkut truk (colt diesel) lebih besar dibandingkan dengan alat angkut pick up. Besarnya tingkat kerusakan dan susut disebabkan banyaknya muatan yang dibawa alat angkut truk, sehingga tekanan pada tumpukan lebih besar dibandingkan pada alat angkut pick up. Penyusunan tumpukan dalam alat angkut harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari rusaknya barang akibat kerusakan mekanis pada saat pendistribusian.

Tabel 18. Tingkat kerusakan mekanis dan susut di pengecer berdasarkan jenis alat angkut Alat Angkut Kapasitas Muatan (Kg) Jumlah Pengamatan

Tingkat Kerusakan (%) Susut Jumlah (%) Rataan Maks Min Rataan Maks Min

Motor 140 11 65.67 86.00 18.18 2.83 17.50 0

Pick Up 2000 12 61.69 90.00 45.71 0.85 1.92 0

Truk 4000 9 64.90 86.67 42.73 2.94 10.00 0

Keterangan : Tingkat kerusakan maksimum alat angkut motor dan pick up disebabkan banyaknya terdapat luka lecet kecil seperti terlihat di Tabel 15.

3. Susut

Susut yang terjadi dapat disebabkan beberapa faktor, salah satunya karena adanya kerusakan mekanis pada alpukat. Berdasarkan hasil wawancara, pedagang pengumpul besar yang mengirim ke Sari Barokah menjelaskan bahwa pengumpulan alpukat yang dilakukan rata-rata sejumlah 2 ton/minggu. Dari jumlah alpukat yang dikumpulkan terdapat susut 200 kg pada saat dilakukan

(18)

penyortiran di gudang. Kemudian susut berikutnya terjadi pada saat pengiriman alpukat dengan rata-rata 20 kg tiap pedagang pengecer. Pengiriman alpukat dilakukan ke empat pedagang pengecer di Sari Barokah, jadi alpukat yang dapat terjual sebesar 1,720 kg dari 2 ton alpukat yang dikumpulkan. Aliran pemasaran alpukat responden pengumpul besar di Sari Barokah terdapat di Gambar 9.

Besarnya susut tersebut merupakan rata-rata susut yang biasa terjadi pada saat penerimaan dan pengiriman alpukat. Besarmya susut yang terjadi di lapangan sangat bervariasi, susut yang terjadi bisa jauh lebih besar atau bahkan tidak terdapat susut sama sekali. Diasumsikan dalam tiap pengiriman alpukat terdapat susut yang terjadi di tiap responden. Berdasarkan hasil wawancara kedua pedagang pengumpul besar dan seorang pedagang grosir, rata-rata susut yang terjadi pada saat pengambilan dan pengiriman barang dijadikan persentase sebagai acuan usaha pemasaran alpukat dalam setahun. Kapasitas dan persentase susut di responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Kapasitas dan persentase susut di responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir No. Entitas Kapasitas Pembelian (kg/tahun) Susut Pengambilan (%) Kapasitas Pengiriman (kg/tahun) Susut Pengiriman (%) Kapasitas Penjualan (kg/tahun) 1 Bu Nunung

(Pengumpul Sari Barokah)

76,800 10 69,120 4 66,048

2 Pak Ntus

(Pengumpul Pasar Bogor)

246,000 6 231,240 0.5 230,010

3 Pak Edi (Grosiran) 634,000 3 614,980 1 608,640

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi besarnya susut seperti penanganan masing-masing entitas, kondisi lingkungan serta kondisi alpukat itu sendiri. Pendistribusian alpukat pada saat kondisi hujan bisa sangat merugikan karena kemungkinan susut yang terjadi sangat besar. Kondisi alpukat seperti tingkat kematangan atau tingkat kerusakan sangat berpengaruh pada saat kegiatan penyimpanan dan pendistribusian.

Besarnya susut yang terjadi di pedagang pengumpul besar dikarenakan umumnya alpukat yang diperoleh dari pedagang pengumpul kecil belum disortir. Selain susut pada saat pendistribusian terdapat juga susut pada saat penyimpanan. Susut penyimpanan kadang terjadi di pedagang grosir. Pedagang grosir berusaha memenuhi kapasitas gudang untuk menjaga pasokannya, sehingga kadang dilakukan penyimpanan dalam jumlah besar karena barang belum habis terjual. Susut penyimpanan yang terjadi dikarenakan lama penyimpanan dari banyaknya alpukat yang tersimpan.

Tabel 19 menunjukkan persentase susut yang terjadi pada pengumpul di Pasar Bogor lebih kecil dibanding pengumpul di Sari Barokah. Penggunaan alas karpet pada saat pendistribusian yang dilakukan pengumpul di Pasar Bogor dapat mencegah kerusakan mekanis yang lebih besar. Alas karpet dapat berfungsi sebagai bantalan dalam menahan tekanan dari tumpukan dan memperkecil

Gambar 9. Aliran pemasaran alpukat responden pengumpul besar di Sari Barokah Pengumpul

kecil responden

Responeden Pengumpul besar (Bu Nunung)

Pengecer Responden

Susut Pengambilan Susut Pengiriman

200 kg 1800 kg

2000 kg 1800 kg 1720 kg

(19)

benturan yang terjadi antara kemasan yang menggunakan karung dengan alas bak kendaraan. Pedagang grosir yang melakukan pendistribusian dengan kemasan peti kayu menunjukkan susut yang terjadi lebih kecil dibanding susut di kedua pedagang pengumpul besar yang menggunakan kemasan karung. Kemasan peti kayu lebih kuat menahan benturan antara alas/dinding bak kendaraan, benturan antara kemasan dan tekanan akibat tumpukan berlebih.

Responden pedagang pengumpul besar menanggung sendiri resiko susut pada saat pengambilan dan pengiriman alpukat. Jika susut dari pedagang pengumpul kecil sangat banyak maka pedagang pengumpul besar akan meminta pengambilan alpukat berikutnya harus lebih baik pada saat pengambilan terakhir. Pedagang pengecer akan melakukan pemotongan biaya pembelian jika susut yang terdapat dianggap besar dalam satu partai pengiriman. Biasanya pedagang pengecer tidak akan melakukan pemotongan biaya pembelian jika susutnya hanya sekitar 10 kg.

Responden pedagang grosir hanya menanggung resiko susut pada saat pengiriman alpukat. Jika terdapat susut dari pedagang pengumpul besar akan dilakukan pemotongan biaya pembelian alpukat. Untuk resiko susut pada saat pengiriman terkadang dibagi dua dengan pengecer, pembagian resiko susut tergantung dari kebijakan pedagang pengecer.

Susut yang terjadi di responden pedagang pengecer adalah susut pada saat penerimaaan dan susut pada saat penyimpanan barang. Berdasarkan keterangan di atas resiko susut penerimaan bisa ditanggung pengumpul/grosir, ditanggung pengecer atau resikonya dibagi dua. Dalam perhitungan biaya pokok dan nilai tambah diasumsikan resiko susut hanya ditanggung oleh pedagang pengecer. Hal ini dilakukan sebagai pendekatan dalam perhitungan pada saat kondisi susut penyimpanan sewaktu-waktu menjadi lebih besar. Kapasitas dan susut responden pedagang pengecer terdapat di Tabel 20.

Tabel 20. Kapasitas dan susut responden pedagang pengecer Pengecer Bulan Kapasitas

(kg/minggu)

Susut (%) Pembelian (kg/tahun)

Penjualan (kg/tahun) Pedagang Pengecer di Sari Barokah

Dede 1 - 4 300 10.0 9,408 8,736 5 - 12 144 4.2 Pak Asep 1 - 4 300 11.7 11,328 9,904 5 - 12 204 13.2 Firman 1 - 4 338 11.2 11,904 10,880 5 - 12 203 6.4 Pak Odin 1 - 4 332 2.1 13,312 12,720 5 - 12 250 6.0 Pak Sayap 1 - 4 1,000 2.5 34,208 33,264 5 - 12 569 3.0

(20)

Tabel 21. (lanjutan) Pengecer Bulan Kapasitas

(kg/minggu)

Susut (%) Pembelian (kg/tahun)

Penjualan (kg/tahun) Pedagang Pengecer di Sari Barokah

Pak Udin 1 - 4 600 4.2 13,312 12,464 5 - 12 116 4.5 Pak Jufri 1 - 4 650 4.5 20,000 19,056 5 - 12 300 5.0 Pak Iwan 1 - 4 930 4.7 30,880 29,952 5 - 12 500 10 Pak Ibad 1 - 4 1,000 7.4 38,464 35,849 5 - 12 702 7.4 Iwan 1 - 4 2,000 6.0 83,872 81,728 5 - 12 1,621 0.4

Informasi nilai susut diperoleh dari wawancara masing-masing responden pedagang pengecer. Penangangan dalam penyimpanan untuk setiap pedagang pengecer dilakukan secara sederhana. Kegiatan penyimpanan yang dilakukan hampir sama untuk responden dalam satu pasar. Faktor yang membedakan susut di tiap pedagang pengecer adalah kapasitas pembelian. Semakin besar kapasitas pembeliannya semakin banyak jumlah alpukat yang disimpan. Besarnya susut dipengaruhi dari banyaknya penyimpanan alpukat, akan tetapi penyimpanan dalam jumlah banyak yang diimbangi dengan masa jual yang cepat dapat mengurangi potensi susut. Jadi selain kapasitas pembelian, masa jual dari masing-masing pedagang juga mempengaruhi besarnya susut pada saat penyimpanan.

E. MASA SIMPAN

Masa simpan yang dimaksud adalah lamanya masa simpan buah alpukat yang telah mengalami kerusakan mekanis di pedagang pengecer sampai mengalami busuk total atau tidak bisa dijual lagi. Kerusakan mekanis yang belum terlihat pada saat pendistribusian akan terlihat beberapa hari setelah dijajakan, tergantung dari tingkat keparahan yang dialami. Selain itu kondisi lingkungan dan penanganan pada saat penyimpanan juga mempegaruhi mutu alpukat dalam masa penjualan di pedagang pengecer.

Pengamatan dilakukan terhadap 12 pengiriman barang di kedua pasar tempat penelitian. Setiap pengiriman barang diamati lima buah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis dan diambil secara acak. Jumlah dari 12 pengriman barang seharusnya terdiri dari 60 alpukat, sementara yang bisa diamati sampai mengalami kerusakan total hanya terdapat 47 alpukat. Hal ini dikarenakan pada saat penyimpanan di tempat pajangan terdapat beberapa buah yang tidak sengaja terjual atau hilang. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh tingkat kerusakan mekanis yang terjadi terhadap masa simpan alpukat. Jumlah alpukat yang busuk selama masa jual di pedagang pengecer dapat dilihat di Tabel 21.

(21)

Tabel 22. Jumlah alpukat yang busuk selama masa jual di pedagang pengecer Masa Simpan Jumlah Contoh Alpukat Persentase (%) H - 4 1 2.13 H - 5 3 6.38 H - 6 2 4.26 H - 7 8 17.02 H - 8 9 19.15 H - 9 1 2.13 H-10 7 14.89 H-11 8 17.02 H-12 4 8.51 H-13 4 8.51 Total 47 100

Catatan : Kondisi alpukat mengalami kerusakan mekanis di awal penjualan

Masa simpan alpukat tercepat yang mengalami kerusakan mekanis sampai alpukat tidak dapat terjual terdapat pada hari ke 4 dan masa simpan terlama terdapat pada hari ke 13. Persentase terbanyak dari jumlah contoh alpukat yang tidak dapat terjual lagi terdapat pada hari ke 8. Bervariasinya masa simpan ini tergantung dari mutu awal alpukat pada saat penyimpanan. Mutu awal alpukat ini dipengaruhi dari besarnya tingkat keparahan yang dialami dari kerusakan mekanis. Persentase dari tiap masa simpan alpukat dikumulatifkan sebagai pendekatan dalam melihat besarnya kerusakan buah yang terjadi dalam selang waktu penyimpanan pada suatu partai barang yang mengalami kerusakan mekanis. Persentase kerusakan buah selama penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Persentase kerusakan buah selama penyimpanan

Berdasarkan dari wawancara, pedagang pengecer mampu menjual habis alpukat pada hari ke 7 sampai hari ke 14. Bila dibandingkan dengan masa simpan alpukat yang telah mengalami kerusakan mekanis, pedagang pengecer akan mengalami kerugian berupa susut kuantitatif akibat buah yang rusak total dan tidak bisa terjual sama sekali. Kerugian berupa susut kualitatif juga dialami karena adanya penurunan harga jual alpukat yang mengalami penurunan mutu. Kerusakan mekanis yang terjadi di awal penjualan berakibat pada tingkat kerusakan buah yang semakin besar seiring lamanya

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 K er u sa k a n B u a h K u m u la ti f (%) Hari ke-51.07%

(22)

masa jual. Gambar 9 menunjukkan pada hari ke 9 alpukat yang busuk/tidak dapat terjual mencapai 51.07%, sementara alpukat lainnya mengalami penurunan mutu diikuti dengan penurunan harga jual.

Penanganan pascapanen pada rantai pasok alpukat harus dilakukan dengan baik agar dapat menekan jumlah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis. Dengan menekan jumlah alpukat yang mengalami kerusakan mekanis, dampak kerusakan total yang dialami alpukat pada masa penyimpanan juga dapat berkurang. Apabila penanganan dilakukan dengan lebih baik lagi diharapkan masa simpan alpukat dapat diperpanjang demikian juga masa jual alpukat. Contoh perubahan alpukat dengan masa simpan hari ke 5 dapat dilihat pada Gambar 11.

H-1

Di sekitar pangkal dan bagian bawah buah terdapat luka lecet dan memar

H-5

Sebagian buah melunak dan mengalami perubahan warna Gambar 11. Perubahan alpukat dengan masa simpan hari ke 5

F. BIAYA PRODUKSI DAN TITIK IMPAS

Biaya produksi pada rantai pasok alpukat merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan tiap entitas untuk pemasaran alpukat. Biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran alpukat dimulai dari pembelian alpukat, pengolahan pascapanen sampai pada saat pemasaran/penjualan alpukat. Komponen biaya dikelompokkan ke dalam biaya tetap dan biaya tidak tetap. Dari komponen biaya dan kapasitas tiap entitas diperoleh besarnya biaya pokok yang dikeluarkan untuk memasarkan tiap kg alpukat.

Perhitungan titik impas untuk melihat tingkat penjualan tiap entitas dalam rantai pasok telah mengalami keuntungan. Keuntungan dari tiap entitas akan diperoleh jika jumlah penjualan telah melewati titik impasnya. Titik impas yang dimaksud merupakan volume penjualan dalam satuan kg/tahun.

1. Biaya Produksi dan Titik Impas Pedagang Pengumpul dan Pedagang Grosir

Komponen biaya tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 22. Penyusutan dan bunga modal pada responden berbeda-beda tergantung dari investasi yang dimiliki. Untuk pedagang grosir nilai penyusutan dan bunga modal yang dimiliki sangat kecil karena hanya terdiri dari dua buah timbangan mekanis. Sementara untuk dua pedagang pengumpul penyusutan dan bunga modal terdiri dari gudang, garasi serta kendaraan untuk kegiatan pendistribusian alpukat. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir terdapat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6.

Pengumpul yang mengirim ke Sari Barokah dikenai retribusi pasar, selain memasarkan alpukat pengumpul ini juga meamasarkan ubi Cilembu. Komponen biaya tetap dikalikan dengan persentase dari modal usaha alpukat untuk mendapatkan biaya tetap dalam pemasaran alpukat. Tidak ada beban listrik yang dikeluarkan karena rata-rata kegiatan pascapanen yang dilakukan hanya sampai sore hari dan langsung mendistribusikannya pada sore itu juga. Untuk pengumpul yang mengirim ke Pasar

(23)

Bogor tidak dikenai retribusi pasar, terdapat beban listrik karena kegiatan pascapanen yang dilakukan sampai malam hari. Pedagang grosir responden memiliki komponen biaya tetap yang paling besar karena memiliki komponen berupa biaya penyewaan tempat usaha di Pasar Induk. Kemudian terdapat biaya tera ulang dari timbangan mekanis yang dimilikinya.

Tabel 23. Komponen biaya tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir No. Jenis Biaya Tetap

(Rp/tahun) Bu Nunung (Pengumpul) Pak Ntus (Pengumpul) Pak Edi (Grosir) 1 Penyusutan 4,558,571.43 8,453,678.57 198,000.00 2 Bunga Modal 2,889,000.00 5,805,540.00 148,500.00 3 Retribusi Pasar 2,400,000.00 - 1,848,000.00 4 Beban Listrik - 330,000.00 240,000.00

5 Tera Ulang Timbangan - - 300,000.00

6 Sewa Tempat - - 30,000,000.00

Total Biaya Tetap 9,847,571.43 × 0.4*

3,939,028.57 14,589,218.57 32,734,500.00

*Dikalikan 40% yang merupakan modal usaha untuk alpukat

Komponen biaya tidak tetap respoden pedagang pengumpul dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 23. Retribusi pengiriman pada pedagang pengumpul terdiri dari biaya tol dan penimbangan kendaraan. Biaya tenaga kerja di pedagang pengumpul berupa tenaga kerja bongkar muat, sortir dan supir. Tenaga kerja di pedagang grosir hanya melakukan penimbangan dan penyortiran. Pada pedagang grosir tidak terdapat biaya retribusi dan bahan bakar karena biaya pendistribusian ditanggung oleh pembeli. Pedagang pengumpul yang mengirim ke Pasar Bogor menyediakan biaya pemeliharaan kendaraan tiap kali pengiriman. Biaya ini sengaja disediakan sebagai persiapan untuk perbaikan mobil ataupun pergantian ban mobil. Biaya pembelian alpukat merupakan biaya rata-rata dari pembelian alpukat dalam satu tahun.

Tabel 24. Komponen biaya tidak tetap responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir No. Jenis Biaya Tidak Tetap

(Rp/kg) Bu Nunung (Pengumpul) Pak Ntus (Pengumpul) Pak Edi (Grosir) 1 Retribusi Pengiriman 15.00 5.83 - 2 Tenaga Kerja 343.75 128.05 23.09

3 Bahan Bakar dan Oli 134.17 71.57 -

4 Pemeliharaan Kendaraan - 62.19 -

5 Kemasan 15.75 19.86 -

6 Pembelian alpukata 3,375 1,335.37 3,083.60

Total Biaya Tidak Tetap

((15.00+343.75+134.1 7)×0.4b)+15.75+3,375

3,587.92 1,622.87 3,106.69

aHarga pembelian rata-rata dalam satu tahun b

Dikalikan 40% karena pendistribusian alpukat bersamaan dengan ubi Cilembu

Besarnya biaya pokok dan titik impas pada responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir dapat dilihat pada Tabel 24. Untuk memperoleh biya pokok, satuan biaya tetap perlu diubah satuannya agar sama dengan satuan biaya tidak tetap yaitu dalam Rp/kg. Biaya tetap pertahun dibagi dengan masing-masing kapasitas pembelian responden dalam periode setahun. Kontribusi biaya tidak

(24)

tetap terhadap biaya pokok sangat besar dibandingkan dengan biaya tetap. Besarnya biaya tidak tetap ini sangat dipengaruhi dari rata-rata biaya pembelian alpukat dalam setahun. Jadi biaya pokok yang dikeluarkan dalam pemasaran sangat dipengaruhi dari kapasitas pembelian dan biaya pembelian alpukat. Semakin tinggi kapasitas pembelian alpukat biaya pokok yang dikeluarkan makin menjadi kecil. Sebaliknya semakin tinggi biaya pembelian alpukat biaya pokok yang dikeluarkan makin menjadi besar juga.

Tabel 25. Biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir No. Nama Kapasitas

(kg/tahun) BT (Rp/kg) BTT (Rp/kg) BP (Rp/kg) Harga Jual (Rp/kg) BEP (kg/tahun) Penjualan (kg/tahun) 1 Bu Nunung 76,800 51.29 3,587.92 3,639.21 5,187.50 2,463 66,048 2 Pak Ntus 246,000 59.31 1,622.87 1,682.18 3,036.59 10,320 230,010 3 Pak Edi 634,000 51.63 3,106.69 3,385.45 5,726.81 13,177 608,640 Penjualan pada tiap responden telah melampaui titik impasnya masing-masing. Hal ini menunjukkan responden pedagang pengumpul besar dan pedagang grosir telah memperoleh keuntungan dalam pemasaran alpukat. Semakin besar selisih antara penjualan dan titik impas maka keuntungan dari responden pedagang pengumpul dan pedagang grosir juga makin besar. Harga jual merupakan harga jual rata-rata dalam satu tahun. Kemudian besarnya penjualan merupakan besarnya kapasitas pembelian dikurangin susut yang terjadi.

2. Biaya Produksi dan Titik Impas Pedagang Pengecer

Komponen biaya di setiap responden pedagang pengecer dapat dilihat pada Tabel 25. Pada dasarnya komponen biaya untuk pedagang dalam satu pasar hampir sama. Namun yang membedakannya dalam perhitungan biaya pokok yaitu kapasitas pembelian dan harga beli masing-masing pedagang. Contoh perhitungan biaya pokok dan titik impas responden pedagang pengecer terdapat dalam Lampiran 8.

Tabel 26. Komponen biaya pedagang pengecer No. Nama Kapasitas

(kg/tahun) Biaya Tetap (Rp/tahun) Biaya Tidak Tetap (Rp/kg) Harga Beli (Rp/kg) Biaya Pokok (Rp/kg) Pedagang Pengecer Sari Barokah

1 Dede 9,408 2,882,995.00 5,172.75 4,843.42 5,472.82 2 Pak Asep 11,328 6,000,435.33 5,469.94 5,300.45 5,999.64 3 Firman 11,904 6,233,609.33 4,861.56 4,637.10 5,385.22 4 Pak Odin 13,312 1,847,202.92 6,425.91 6,329.91 6,564.67 5 Pak Sayap 34,208 4,889,923.33 6,264.10 6,113.50 6,407.04 Rata-rata 16,032 4,370,833.18 5,638.85 5,444.88 5,965.88 Pedagang Pengecer Pasar Bogor

6 Pak Udin 13,312 2,836,183.33 3,989.89 3,966.48 4,202.95 7 Pak Jufri 20,000 1,808,904.17 4,703.82 4,440.00 4,794.27 8 Pak Iwan 30,880 2,737,850.00 4,301.45 4,277.20 4,390.11 9 Pak Ibad 38,464 2,737,850.00 5,483.36 5,460.07 5,409.00 10 Iwan 83,872 4,619,833.33 5,772.22 5,546.17 5,827.30 Rata-rata 37,306 2,948,124.17 4,850.15 4,737.98 4,924.73 Sumber : Data Diolah

(25)

Jika dilihat dari rata-rata kapasitas pembelian dari pedagang responden kedua pasar, untuk pedagang di Pasar Bogor memiliki rata-rata pembelian yang lebih besar. Seluruh pedagang pengecer di Sari Barokah tidak hanya melakukan usaha penjualan alpukat. Sementara dari kelima responden pedagang pengecer di Pasar Bogor, empat di antaranya merupakan pedagang pengecer yang hanya melakuka usaha penjulan alpukat. Hal ini menyebabkan kapasitas pembelian alpukat di Sari Barokah terbatas, karena modal usaha juga dipakai untuk pembelian komoditas lain.

Rata-rata biaya tetap untuk pedagang pengecer di Sari Barokah lebih besar dari pedagang pengecer di Pasar Bogor. Besarnya biaya tetap ini dipengaruhi dari banyaknya biaya retribusi yang dieluarkan dalam usaha penjualan. Retribusi di Sari Barokah terdiri dari Pemda, kebersihan, DLLJ dan retribusi untuk tiap bus pariwisata yang datang. Retribusi di Pasar Bogor hanya terdiri dari kebersihan, ketertiban dan retribusi untuk lapak penjualan. Selain retribusi yang lebih besar, di Sari Barokah pedagang pengecer juga membayar biaya penyewaan kios tiap tahunnya.

Besarnya biaya tidak tetap sangat dipengaruhi harga rata-rata pembelian tiap responden pedagang pengecer. Rata-rata biaya pembelian di Pasar Bogor lebih kecil dibandingkan di Sari Barokah. Lebih kecilnya rata-rata pembelian dan lebih besarnya rata-rata kapasitas pembelian di Pasar Bogor akan sangat berpengaruh terhadap penurunan biaya pokok. Rata-rata biaya pokok responden pedagang pengecer di Sari Barokah lebih besar dibandingkan di Pasar Bogor karena rata-rata kapasitas pembelian yang lebih kecil serta lebih besarnya rata-rata pembelian alpukat.

Besarnya titik impas masing-masing responden pedagang pengecer terdapat di Tabel 26. Penjualan tiap pedagang pengecer telah melampaui titik impas, hal ini menunjukkan masing-masing pedagang pengecer telah memperoleh keuntungan dalam penjualan alpukat.

Rata-rata harga jual pada tiap pasar tidak jauh berbeda. Pedagang pengecer sulit melakukan peningkatan harga karena ketatnya persaingan penentuan harga penjualan untuk menarik konsumen. Besarnya rata-rata biaya tidak tetap dan rata-rata harga jual yang tidak jauh berbeda dari Pasar Bogor membuat lebih besarnya rata-rata titik impas yang harus dilewati pedagang di Sari Barokah. Jika dilihat dari selisih titik impas dan penjualan masing-masing pedagang pengecer maka keuntungan penjualan lebih besar diperoleh di Pasar Bogor. Keuntungan yang diperoleh pedagang Pasar Bogor mungkin hanya berasal dari penjualan alpukat, sementara keuntungan yang diperoleh pedagang di Sari Barokah tidak hanya berasal dari penjualan alpukat.

Tabel 27. Titik impas pedagang pengecer No. Nama Harga Jual

(Rp/kg)

Titik Impas (kg/tahun)

Penjualan (kg/tahun) Pedagang Pengecer Sari Barokah

1 Dede 8,800 787 8,736 2 Pak Asep 7,900 2,510 9,904 3 Firman 10,600 1,202 10,880 4 Pak Odin 11,800 347 12,720 5 Pak Sayap 8,800 1,963 33,264 Rata-rata 9,600 1,362 15,100.80

Pedagang Pengecer Pasar Bogor

6 Pak Udin 8,000 711 12,464 7 Pak Jufri 9,700 363 19,056 8 Pak Iwan 7,600 849 29,952 9 Pak Ibad 10,400 566 35,849 10 Iwan 10,600 972 81,728 Rata-rata 9,260 693 35,809.80

Gambar

Gambar 6. Pola aliran rantai pasok di pasar sekitar lokasi wisata  1, 2 1, 2 3 4 1 2, 3 Konsumen Pedagang Pengecer Pedagang Grosir Pengumpul besar Petani Pengumpul kecil
Tabel 12. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang grosir  Bulan  Asal
Tabel 13. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengumpul besar  Pengumpul  besar  Bulan  Asal  Pasokan  Kapasitas  Pembelian
Tabel 14. Kapasitas pembelian dan harga di responden pedagang pengecer  Nama  Bulan  Kapasitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal diatas, maka dilakukan penelitian terhadap kegunaan dari minyak ikan belut ( Monopterus albus ) untuk meminimalisir efek samping pada pasien kanker payudara dan

h) Menu selanjutnya adalah Overview, dimana konfigurasi pada tahap sebelum-sebelumnya akan ditampilkan sebelum paket CMS Joomla di instalasi. Ada hal yang harus diperhatikan

Kode yang kedua dari level realitas adalah kode Appearance (Penampilan), bisa dilihat dalam penampilan dalam film ini terjadi perbedaan antara bangsa manusia dengan

Metode penelitian digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang pemecahan masalah dan motivasi belajar siswa sekolah dasar khususnya kelas V, dalam hubungannya

Empat jenis ternak yang umumnya dimiliki oleh keluarga petani pekarangan yaitu ternak ayam buras, kambing, sapi dan babi. Ternak yang dintegrasikan dalam usaha tani

Menyusun teks lisan dan tulis untuk menyatakan dan menanyakan tentang benda dengan pewatas berupa sifat, jenis, dan fakta keadaan/kejadian, dengan memperhatikan

pemberian brain gym akan lebih baik bila dilakukan sebelun dan sesudah proses pembelajaran sehingga dapat menyegarkan fisik dan pikiran siswa setelah menjalani proses

Salah satu penelitian yang perlu dilakukan adalah untuk mengidentifikasi karakteristik pelanggan dan pengaruh kualitas produk dan layanan pelanggan terhadap kepuasan