• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mengontrol perilaku masyarakat. Hal tersebut dimulai dengan seruan hak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mengontrol perilaku masyarakat. Hal tersebut dimulai dengan seruan hak"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Media dapat digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi, mengatur, dan mengontrol perilaku masyarakat. Hal tersebut dimulai dengan seruan hak kebebasan pers pada tahun 1789, sehingga terdapat lebih banyak berita untuk dilaporkan. Kejadian ini kemudian memunculkan masa pencerahan di Prancis, yaitu berupa gerakan pendidikan untuk berpikir rasional dan kritis. Media pada saat itu dijadikan sebagai alat propaganda sehingga peran media menjadi penting untuk dipertimbangkan dan akhirnya memicu terjadinya revolusi Prancis (Brigss dan Burke, 2006: 119, 121).

Sebagaimana dalam pergerakan yang telah dijelaskan sebelumnya dalam bab ini, maka keterlibatan ‘rakyat’ dalam Revolusi Prancis tahun 1789 sekaligus merupakan sebab dan akibat dari keterlibatan media. Revolusi itu berdampak baik bagi pers, karena ada banyak berita yang menggairahkan untuk dilaporkan, dan juga pembaca tak kan pernah kekurangan pasokan berita.tukang masak wanita yang mengaku pada tahun 1791dan membaca empat surat-kabar (lihat hlm. 75) bukan merupakan hal luar biasa di masa itu. Sebaliknya, pers juga berdampak baik bagi Revolusi.

Perkembangan zaman menuntut media untuk menyampaikan wacana tersebut dengan cepat sehingga muncul media baru yang disebut media online. Munculnya media baru tersebut tidak membuat media lama ditinggalkan, hanya saja perannya menjadi lebih kecil di masyarakat (Brigss dan Burke, 2006: 6).

Ia juga harus berfokus pada perubahan dengan merugikan kesinambungan, sekalipun dari waktu ke waktu para pembaca harus diingatkan bahwa, ketika media baru diperkenalkan, maka media yang lama tidak ditinggalkan begitu saja, tetapi hidup bersama dan saling berinteraksi dengan media pendatang baru.

(2)

2 Koran online adalah situs berita dalam jaringan dan saat ini memegang peran yang lebih besar di masyarakat karena menyuguhkan berita yang terbaru dengan akses yang lebih cepat dan mudah daripada koran cetak. Selain itu koran online dapat menampilkan suara, animasi, grafik, foto, video dan teks secara bersamaan.1 Menurut Rupert Murdoch, CEO perusahaan berita, menyatakan, “orang-orang muda” (generasi mendatang yang paham dengan teknologi) cenderung memilih web sebagai media berita mereka. Hal ini diperkuat dengan sebuah penelitian di Amerika menyebutkan bahwa mereka yang berusia antara 18-34 tahun lebih memilih portal internet sebagai tujuan favorit untuk mendapatkan berita. Hal tersebut dikarenakan mereka dapat memilih berita yang sesuai dengan keingian mereka secara berkelanjutan dan cepat (Allan, 2006: 3).

Rather, in marked contrast, young people prefer ‘news on demand’ or, to put it another way, they ‘want control over their media, instead of being controlled by it’.

‘Sebaliknya, jika dibandingkan, orang-orang muda lebih memilih “berita on demand” dengan kata lain, mereka “ingin mengontrol media mereka, bukannya dikendalikan media tersebut”.’

Media online juga menjadi salah satu alternatif warga Prancis untuk mencari berita yang diinginkan. Berdasarkan survei yang dimuat pada blog milik WAN-IFRA (World Association of Newspapers and News Publishers-IFRA) pada tanggal 5 September 2013, situs web Le Figaro (LF) telah diakses oleh 13 juta penduduk Prancis setiap bulannya.2 Pada bulan Januari 2010, situs web Le

Monde (LM) telah diakses lebih dari lima juta dua ratus ribu orang.3 Sedangkan

berdasarkan survei OJD (Office de Justification de la Diffusion) pada bulan Juni

1

http://fdt.library.utoronto.ca/index.php/fdt/article/view/4902/1758 (akses pada tanggal 30 Oktober 2013 pukul 16:13)

2

http://blog.wan-ifra.org/2013/09/05/le-figaro-looks-to-magazines-to-raise-revenue (akses pada tanggal 22 Oktober 2013 pukul 15:53)

3

http://www.connexionfrance.com/le-monde-newspaper-must-read-10975-news-article.html (akses pada tanggal 26 Februari 2014 pukul 19 :58)

(3)

3 2013, disebutkan bahwa situs web Libération (LIB) diakses oleh kurang lebih 4 juta pengunjung tetap setiap harinya.4

Selain digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi, mengatur dan mengontrol masyarakat, media juga dimanfaatkan sebagai alat komunikasi untuk berdemokrasi karena media digunakan sebagai perantara bagi pembuat berita kepada publik, seperti yang dikatakan Wolton (2000: 10, 103):

La communication est au coeur de la modernité, c’est-à-dire inseparable de ce lent mouvement d’émancipation de l’individu et de la naissance de la démocratie.

‘Komunikasi adalah jantung modernitas, karena tidak bisa dipisahkan dari gerakan emansipasi individu dan lahirnya demokrasi (2007: 3).’

Si tout ce qui diffuse de l’information n’est pas de la comunicatin,on doit pouvoir répondre à la question : qu’es-ce qu’un média? On l’a vu dans les deux chapitres précédents, pour qu’il y ait une communication de type médiatique, il faut un lien entre l’émetteur, le message et le récepteur, c’est-à-dire une représentation de qui dit quoi, à qui, par quel message, avec quelle intentionnalité, et au travers de quelle réception, pour rependre les catégories classiques de H. Lasswell. Qui dit communication dit prise en compte de l’émetteur, du message et du récepteur.

‘Jika segala hal yang disebarluaskan oleh informasi bukanlah komunikasi, maka kita harus bisa menjawab pertanyaan berikut: apa itu sebuah media? Kita telah melihat dalam dua bab sebelumnya bahwa agar ada sebuah komunikasi melalui media diperlukan kaitan atau hubungan antara pengirim, pesan dan penerima –yaitu gambaran (representasi) tentang siapa berkata apa, kepada siapa, dengan pesan apa, dengan maksud apa, dan dengan penerimaan bagaimana- jika kita hendak kembali pada kategori-kategori klasik menurut H. Lasswell. Dialah yang mengatakan bahwa komunikasi mestilah melibatkan pengirim, pesan, dan penerima (2007: 143).’

Tidak hanya media sebagai alat untuk mempengaruhi dan alat komunikasi, tetapi bahasa juga dijadikan sebagai alat komunikasi, menurut Wijana (2006: v) bahasa merupakan alat komunikasi yang paling utama.

Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bila bahasa disebut sebagai alat komunikasi terpenting bagi manusia. Berbicara bahasa sebagai alat komunikasi akan terkait erat dengan sosiolinguistik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi di dalam masyarakat.

4

http://prezi.com/gbyieqcd8-ag/liberation-est-un-journal-quotidien-generaliste-national-fra/ (akses pada tanggal 27 Februari 2014 pukul 14 :54)

(4)

4 Dengan dijadikannya bahasa sebagai alat komunikasi yang paling utama dan berkaitan dengan unsur eksternal, maka tidak menutup kemungkinan jika bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan versi masing-masing kelompok masyarakat tertentu (Thomas dan Wareing, 2007: 79):

Bahasa yang digunakan oleh media untuk mewakili kelompok sosial dan politik tertentu dan untuk memaparkan kejadian-kejadian yang dianggap pantas untuk dimuat atau ditayangkan akan cenderung untuk digunakan dalam masyarakat sebagai cara untuk membicarakan kelompok atau kejadian itu.

Hal ini mendorong lahirnya bahasa pro dan bahasa kontra, seperti yang dikemukakan oleh Artha (2002: 73):

Munculnya kelompok pro dan kelompok kontra dalam wacana demokrasi, juga mendorong lahirnya bahasa pro dan bahasa kontra. Hal ini menjadi sesuatu yang terjadi sebagai konsekuensi politis.

Bahasa pro dan bahasa kontra timbul karena adanya sebuah ideologi yang berbeda dari masing-masing kelompok tersebut. Wartawan menjadikan wacana dan media sebagai alat untuk menyampaikan ideologi mereka. Untuk memecahkan penafsiran bentukan wacana akibat perbedaan ideologi masing-masing media, Mulyana (2008: 193) menyarankan analisis bingkai sebagai salah satu cara yang tepat.

Maka seorang mahasiswa misalnya dapat melakukan analisis framing mengenai “ideologi” dan keberpihakan yang subtil dibalik berita-berita seputar demonstrasi mahasiswa atau buruh di Indonesia, atau kasus WTC (World Trade Center) yang terkenal itu, atau bahkan dibalik acara-acara infotainment yang telah mewabah dalam beberapa tahun terakhir ini.

Wacana terkini yang banyak diberitakan oleh media Prancis adalah mengenai pengesahan undang-undang pernikahan sejenis. Dalam menyikapi pemberitaan tersebut, muncul kelompok pro dan kelompok kontra yang berusaha mempertahankan ideologi masing-masing kelompok di media. Kemunculan

(5)

5 kelompok pro dan kontra dari isu tersebut menjadi hal yang menarik untuk diteliti, terutama dari segi konstruksi wacana media.

Contoh wacana yang dapat mencerminkan bahasa dari kelompok pro dan kontra, terdapat pada data yang digunakan dalam penelitian ini. Data tersebut diambil dari koran online LM, LF, dan LIB adalah sebagai berikut:

(1) Pour les quelque 15 000 manifestants – selon la police, 35 000 pour les organisateurs – rassemblés dimanche 5 mai sur la pelouse devant la place Vauban, dans le 7e arrondissement de Paris, c'était un entre-deux délicat à négocier. Il s’agissait pour les opposants à la loi Taubira, définitivement adoptée par le Parlement fin avril et qui ouvre le mariage et l’adoption aux couples homosexuels, d’entretenir la flamme jusqu’à la grande manifestation nationale du 26 mai. Et ce en pleines vacances scolaires. (LM, 5 Mai 2013)

‘Bagi para 15.000 demonstran –menurut polisi, 35.000 bagi para penyelenggara- berkumpul pada hari minggu tanggal 5 Mei di lapangan rumput depan La place Vauban, di kawasan tujuh di kota Paris, adalah salah satu dari dua perbincangan yang sulit. Bagi para penentang hukum Taubira, yang akhirnya disetujui oleh Parlemen pada akhir April dan yang membuka pernikahan dan adopsi untuk pasangan homoseksual, untuk menjaga kobaran semangat sampai demonstrasi nasional yang besar pada tanggal 26 Mei. Ini ditengah liburan sekolah’.

(2) Environ 15.000 personnes, selon la police, se sont rassemblées dimanche à Paris pour réclamer le retrait de la loi ouvrant le mariage aux homosexuels, à l'appel du collectif "La manif pour tous" qui organisait d'autres manifestations en province. La loi Taubira a été définitivement adoptée par le Parlement fin avril mais les parlementaires de droite ont saisi le Conseil constitutionnel qui a un mois pour se prononcer. D’ici là, les opposants à la loi ouvrant mariage et l’adoption aux couples homosexuels continuent de faire pression et ont appelé à une nouvelle manifestation le 26 mai. (LF, 5 Mai 2013) ‘Sekitar 15.000 orang, menurut polisi, berkumpul pada hari minggu di Paris untuk meminta penarikan undang-undang yang membuka pernikahan sejenis, atas seruan bersama ‘demonstrasi untuk semua’ yang telah menyelenggarakan demonstrasi-demonstrasi lainnya di provinsi. Hukum Taubira akhirnya disahkan oleh Parlemen pada akhir April tetapi para anggota parlemen sayap kanan memanfaatkan Dewan Konstitusi yang memiliki satu bulan untuk memutuskan. Sampai saat ini, para penentang undang-undang yang membuka pernikahan dan adopsi untuk pasangan sejenis terus melakukan perlobian dan menyerukan berdemonstrasi pada tanggal 26 Mei’.

(3) Les opposants au mariage pour tous manifestent un peu partout en France, mais ils sont peu nombreux, sauf à Rennes. Les opposants au «mariage pour tous» se sont rassemblés dans plusieurs villes de France dimanche, une répétition avant la grande manifestation nationale du 26 mai pour obtenir le retrait de la loi ouvrant le mariage aux homosexuels. (LIB, 5 Mai 2013)

‘Para penentang pernikahan untuk semua berdemonstrasi di beberapa tempat sekaligus di waktu yang sama di Prancis, tetapi jumlah mereka tidak banyak kecuali di Rennes. Para penentang ‘pernikahan untuk semua’ berkumpul di beberapa kota di Prancis pada hari minggu, sebuah pengulangan sebelum demonstrasi besar nasional tanggal 26 Mei untuk memperoleh penarikan undang-undang yang membuka pernikahan sejenis’.

(6)

6 Pada data (1) penggunaan kata les quelque 15 000 manifestants ‘para 15.000 demonstran’ dibentuk sebagai subyek karena diikuti dengan kata kerja rassemblés ‘berkumpul’. Gambaran yang berusaha dibangun disini adalah adanya kebimbangan yang sedang dihadapi oleh para demonstran, hal tersebut dapat dilihat dari kata c'était un entre-deux délicat à négocier ‘adalah salah satu dari dua perbincangan yang sulit’. Tujuan dari berkumpulnya 15.000 demonstran tersebut terdapat pada frasa d’entretenir la flamme jusqu’à la grande manifestation nationale ‘untuk menjaga kobaran semangat sampai demonstrasi nasional yang besar’. Gambaran yang dibangun disini adalah 15.000 demonstran tersebut hanya ingin membuat mereka tetap bersemangat sampai demonstrasi nasional berlangsung. Hal ini dikarenakan penggunaan frasa entretenir la flamme yang bersinonim dengan entretenir un feu ‘menjaga api (agar tetap semangat)’ (Arifin dan Soemargono, 2007: 368).

Fokus pada data (2) adalah environ 15.000 personnes ‘sekitar 15.000 orang’ yang dibentuk sebagai subyek karena diikuti dengan kata kerja se sont rassemblées ‘berkumpul’. Tujuan dari berkumpulnya 15.000 orang tersebut dapat dilihat dari frasa pour réclamer le retrait de la loi ‘untuk meminta penarikan undang-undang’. Gambaran yang dibangun disini adalah 15.000 orang tersebut berusaha secara halus dengan menggunakan cara yang positif agar undang-undang ditarik kembali. Hal ini dikarenakan penggunaan kata réclamer yang berdasarkan kamus Perancis-Indonesia sepadan dengan ‘meminta dengan sangat (sesuatu yang sangat diperlukan)’, ‘(meminta apa yang menjadi haknya)

(7)

7 menuntut’, ‘meminta, memerlukan’, dan ‘menuntut, memprotes’ (Arifin dan Soemargono, 2007: 879).

Fokus pada data (3) adalah les opposants ‘para penentang’ yang dibentuk sebagai subyek karena diikuti kata kerja se sont rassemblées ‘berkumpul’. Tujuan dari berkumpulnya para penentang dituliskan dengan frasa pour obtenir le retrait de la loi ‘untuk memperoleh penarikan undang-undang’. Gambaran yang berusaha dibangun disini adalah para penentang berusaha dengan keras agar undang-undang ditarik kembali. Hal ini dikarenakan penggunaan kata obtenir yang berdasarkan kamus Prancis-Indonesia berpadanan dengan ‘memperoleh, mendapat(kan), beroleh’ dan ‘mencapai, dapat memperoleh, mendapatkan’ (Arifin dan Soemargono, 2007: 708).

Berdasarkan penjelasan dari contoh di atas, (1) dan (2) memiliki fokus yang sama yakni 15.000 orang sedangkan pada (3) yang menjadi fokus adalah para penentang. Pengunaan istilah ’15.000 orang’ dan ‘para penentang’ merujuk pada satu subyek yang sama. Perbedaan penggunaan istilah untuk merujuk satu subyek yang sama pada wacana (1), (2) dan (3) dapat mencerminkan adanya sebuah perbedaan ideologi yang dimiliki para wartawan. Perbedaan ideologi masing-masing wartawan dapat membuat adanya perbedaan bentuk bingkai dari media satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu setiap media akan menampilkan wacana yang berbeda-beda mengenai sebuah berita.

(8)

8

1.2 PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya, permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah bagaimana LM, LF, dan LIB membangun wacana pemberitaan tentang isu pernikahan sejenis di Prancis?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini sesuai dengan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya yakni untuk mengetahui konstruksi wacana dalam pemberitaan isu pernikahan sejenis pada koran online LM, LF, dan LIB.

1.4 TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan pengamatan peneliti, terdapat beberapa penelitian yang telah menggunakan objek material LM dan LF, antara lain Michael Atkins (2002) dengan sebuah tesis yang berjudul “Reflections of Revolution: Le Figaro, Le Monde and Public Opinion in France During The Algerian Conflict (1954-1962)”. Tesis ini meneliti tentang pemberitaan LM dan LF terhadap konflik Algeria dengan menggunakan analisis isi teknik coding.5

Puji Lestari (2007) dengan judul skripsi “Kekhasan Ragam Bahasa Jurnalistik dan Fungsi Bahasa dalam Penulisan Berita Surat Kabar Le Monde”.

5

https://digital.library.unt.edu/ark:/67531/metadc3360/m2/1/high_res_d/thesis.pdf (akses pada tanggal 16 Februari 2014 pukul 16 :09)

(9)

9 Skripsi ini meneliti tentang fungsi bahasa yang ada di dalam ragam bahasa jurnalistik dalam bahasa Prancis serta ciri-ciri khusus yang menjadi karakteristik dalam penulisan berita di dalam media online LM. Peneliti menggunakan pendekatan analisis wacana dan gaya bahasa untuk menganalisis gaya penulisan berita dalam media massa berbahasa Prancis.

Skripsi mengenai perdebatan dalam media mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) pernikahan sejenis belum pernah dilakukan sebelumnya. Sedangkan penelitian mengenai pandangan pernikahan sejenis oleh seorang tokoh masyarakat sudah pernah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penelitian-penelitian tersebut ditulis oleh Abdul Haq Shawqi (2009) dengan judul skripsi “Kawin Sesama Jenis dalam Pandangan Siti Musdah Mulia”. Skripsi ini meneliti tentang bagaimana hukum islam memandang perkawinan sesama jenis dan apa landasan pemikiran Mulia sehingga memperbolehkan perkawinan sesama jenis. Analisis yang digunakan penelitian ini berinstrumen induktif dan imperatif, yaitu menafsirkan menurut pada kebenaran objektif.6

Fatchurrochman (2010) dengan judul skripsi “Pandangan Hukum Islam Tentang Pernikahan Sesama Jenis (Studi Kritis Pemikiran M. Kholidul Adib Ach. dalam Buku ‘Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Kaum Homo Seksual’). Skripsi ini meneliti tentang bagaimana tinjuan hukum islam terhadap pemikiran M. Kholidul Adib Ach. dan apa landasan pemikiran

6

http://digilib.uin-suka.ac.id/3939/1/BAB%20I,V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (akses pada tanggal 7 Desember 2013 pukul 09:05)

(10)

10 Adib tentang perkawinan sesama jenis. Analisis yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif-analitik yang fokus pada dasar hukum islam dan aspek psikologis, sosiologis dan historis.7.

Penelitian dengan analisis bingkai sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Varia Virdania Virdaus (2011) dengan sebuah tesis yang berjudul “Analisis Wacana Berita dengan Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki”. Tesis ini meneliti tentang bagaimana majalah TIME memberitakan intervensi militer Pakistan terhadap pemerintahnya. Peneliti tersebut menggunakan pendekatan analisis wacana Teun A. van Dijk dengan menggunakan metode analisis bingkai model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

Dari hasil pengamatan penulis dan ditinjau berdasarkan tinjuan pustaka diatas, masalah isu pernikahan sejenis dalam koran online LM, LF, dan LIB belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian wacana dengan menggunakan metode analisis bingkai model Robert M. Entman (1991) juga masih jarang dilakukan.

7

http://digilib.uin-suka.ac.id/5635/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf (akses pada tanggal 7 Desember 2013 pukul 09:00)

(11)

11

1.5 LANDASAN TEORI

Teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik dan teori komunikasi. Teori komunikasi digunakan sebagai pendukung proses analisis penelitian ini karena menurut Darma (2009: 49) wacana adalah proses pengembangan dari komunikasi.

Wacana adalah proses pengembangan dari komunikasi yang menggunakan simbol-simbol yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas.

1.5.1 Sosiolinguistik

Menurut Wijana (2006: 7) sosiolinguistik adalah salah satu cabang linguistik yang memandang kedudukan bahasa dengan penggunanya di dalam masyarakat sebagai masyarakat sosial karena ketika manusia berbahasa secara tidak langsung dipengaruhi oleh konteks sosial disekitarnya.

Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi disekitarnya.

Ketika manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi maka wacana yang dihasilkan tidak akan terlepas dari unsur eksternal (situasi dan kondisi) di sekitarnya. Menurut Heller (Schiffin et al., 2001: 250) istilah ‘wacana’ menjadi penting dalam praktik linguistik yang berhubungan dengan kerangka ideologi dan bahasa yang digunakan untuk merefleksikannya.

However, the notion of “discourse” has become increasingly important to this endeavor, as it has become clear that the specifics of linguistic practices are linked to more broadly shared, and ideologically framed, ways of using language.

(12)

12

‘Namun, ide ‘wacana’ menjadi semakin penting untuk upaya ini, karena menjadi jelas secara spesifik praktik linguistik terkait lebih luas dan secara ideologi dibingkai, cara menggunakan bahasa.’

Meneliti komunikasi yang terjadi di dalam media, tidak akan terlepas dari bagaimana cara media menceritakan suatu peristiwa. Apabila komunikasi di dalam media dianalisis dengan menggunakan ilmu linguistik, maka peneliti akan membutuhkan tiga level analisis linguistik. Ketiga level linguistik tersebut yakni representasi bahasa, representasi identitas dan representasi peristiwa.

Representasi bahasa digunakan untuk mengetahui cara media menceritakan suatu peristiwa. Representasi bahasa menganalisis penggunaan bahasa dari tiap-tiap media.

Level dari penggunaan bahasa dalam bercerita ini disebut sebagai representasi bahasa (lihat bab 2) dan kita sekarang akan membahas tentang beberapa struktur linguistik yang bisa mempengaruhi bagaimana cara melaporkan / merepresentasikan kejadian yang bisa menimbulkan berbagai versi dan pandangan yang berbeda dari satu kejadian yang sama. (Thomas dan Wareing, 2007: 82)

Representasi identitas dapat digunakan untuk mengetahui cara media merujuk identitas yang terdapat dalam wacana.

Sementara artikel di Guardian menggunakan kata-kata dari seorang “pria di jalan” yang tidak disebutkan identitasnya serta “seorang konsumen di Norman Inn” yang memberikan representasi yang berbeda, yaitu yang hanya mendeskripsikan ledakan itu tanpa menunjuk pada siapa pun sebagai pelakunya. Efek keseluruhan dari pilihan-pilihan linguistik dari ke dua koran ini adalah perbedaan pada fokus kejadian, di mana Daily Telegraph lebih menonjolkan pada pertarungan antarfaksi yang terjadi di Irlandia Utara dengan fokus pada gerakan Republikan dan IRA. Perbedaan fokus ini mencerminkan perbedaan perspektif politik antara kedua koran ini. (Thomas dan Wareing, 2007: 90)

Representasi peristiwa digunakan untuk mengetahui cara media menceritakan suatu kejadian secara logis.

Sebuah kecenderungan tertentu dalam merepresentasikan orang, situasi, dan kejadian dengan cara-cara yang mudah ditebak dan selalu sama akan membuat pilihan-pilihan linguistik yang digunakan dalam representasi itu menjadi mapan dalam sebuah budaya, yaitu menjadi representasi yang umum digunakan untuk membicarakan atau menulis tentang orang atau kejadian. (Thomas dan Wareing, 2007: 91)

(13)

13

1.5.2 Teori Komunikasi

Komunikasi tidak bisa dipisahkan dengan politik, karena komunikasi membawa wacana-wacana politik yang akhirnya menyebabkan lahirnya sebuah demokrasi. Komunikasi politik merupakan cerminan dari ruang publik. Komunikasi politik berbeda dengan komunikasi publik yang merupakan tempat bagi para pelaku politik untuk bertukar wacana yang berbeda.

C’est pourquoi, j’ai donné en 1989 une définition restrictive de la communication politique “l’espace où s’échangent les discours contradictoires des trois acteurs qui ont la légimité des s’exprimer publiquement sur la politique et qui sont les hommes politiques, les journalistes, et l’opinion publique du travers des sondages.” (Wolton, 1995: 107)

‘Oleh karena itu pada tahun 1989, saya memberikan definisi yang membatasi komunikasi politik “tempat dimana saling bertukarnya wacana-wacana yang berlawanan dari tiga tokoh yang mempunyai hak untuk berbicara secara terbuka tentang politik dan mereka adalah tokoh-tokoh politik, para wartawan, dan opini publik melalui survei”.’

Komunikasi politik menggunakan media sebagai sarana untuk menyebarkan wacana politik. Penggunaan media internet sebagai alat komunikasi tidak berbeda dengan menggunakan media-media yang lain tetapi yang paling penting adalah pesan yang disampaikan. Saat ini sudah bukan lagi saatnya untuk memperdebatkan media mana yang paling efektif untuk menyampaikan pesan kepada publik karena media-media tersebut saling melengkapi kebutuhan manusia untuk mendapatkan informasi. Media baru menurut Wolton adalah media yang terhubung oleh jaringan:

Pour nouveaux médias, on désigne généralement les médias issus du rapprochement entre les techniques de l’informatique, des télécommunications et de l’audiovisuel (2000: 229).

‘Yang kita maksud dengan media-media baru adalah media yang lahir dari gabungan teknik informatika, telekomunikasi dan audiovisual (2007: 343).’

Komunikasi pada dasarnya menyangkut masalah interaksi manusia yang menyangkut tiga logika, yaitu logika pengirim, pesan dan penerima. Hal ini

(14)

14 menyebabkan adanya perubahan penerimaan tentang ketiga logika tersebut. Komunikasi kebanyakan dianggap sebagai alat pemasaran politik yang menjadikannya sebagai suatu objek yang tidak netral karena komunikasi politik merupakan salah satu elemen dari demokrasi massa. Komunikasi dijadikan alat untuk bagi kalangan profesional yang mengerti bagaimana menggiring masyarakat tetapi masyarakat sudah membentengi diri dengan pemikiran kritis. Pemikiran kritis ini menurut Wolton telah diasah warga Prancis sejak empat abad yang lalu, yakni sejak abad ke-17 hingga abad ke-20.

La revendication de la liberté de communiquer est évidemment le fruit de la longue bataille, commoncé à la Renaissance pour la liberté de conscience, de pensée, d’expression, puis à partir des XVIIe et XVIIIe siècles pour la liberté de la librairie et de la presse. Au XIXe siècle, on la retrouve pour la liberté d’association, de manifestation et de participation politique. Au XXe siècle, elle est directement liée à l’avènement de la démocratie de masse, avec le suffrage universel et l’information pour tous (2000: 38). ‘Tuntutan terhadap kebebasan komunikasi jelas merupakan hasil dari perjuangan panjang yang telah dimulai sejak masa Renaisans, demi kebebasan kesadaran, pemikiran dan ekspresi, dan kemudian mulai abad ke-17 dan ke-18 demi kebebasan buku dan pers. Sedangkan pada abad ke-19 kita memperoleh kebebasan untuk berkumpul, melakukan unjuk rasa dan berpartisipasi di bidang politik. Pada abad ke-20 kebebasan itu terkait langsung dengan naiknya demokrasi massa lewat pemilihan umum dan hak mendapatkan informasi bagi semua orang (2007: 44).’

Untuk mengkritisi praktik-praktik wacana di dalam media massa, Mulyana (2008: 14) mengatakan bahwa metode analisis bingkai merupakan salah satu cara yang cocok untuk melihat konteks sosial-budaya suatu wacana, khususnya hubungan suatu berita dan ideologinya.

Kita membutuhkan paradigma alternatif (interpretif) yang lebih kritis untuk melihat realitas lain di balik wacana media massa. Salah satunya adalah analisis framing yang cocok digunakan untuk melihat konteks sosial-budaya suatu wacana, khususnya hubungan antara berita (atau wacana, tema, topik) dan ideologi, yakni proses atau mekanisme menengenai bagaimana berita membangun, mempertahankan, mereproduksi, mengubah, dan meruntuhkan ideologi.

Hal tersebut didukung pula dengan pernyataan Sobur (2012: 162) yang mengatakan bahwa analisis bingkai digunakan untuk menganalisis cara pembuat

(15)

15 wacana membuat suatu fakta agar pembaca tidak sadar bahwa ia telah digiring menuju persepsi yang sama dengan ideologi pembuat wacana tersebut.

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.

Salah satu model analisis bingkai yang ada saat ini adalah model Robert M. Entman. Entman (1991: 7) mengatakan, menganalis bingkai dalam berita lebih mudah dilakukan dengan mencermati hubungan pengulangan, penempatan, kata-kata dan gambar yang merupakan unsur-unsur dari bingkai berita.

But through repetition, placement, and reinforcing association with each other , the words and images that comprise the frame render one basic interpretation more readily discernible, comprehensible, and memorable than others.

‘Melalui pengulangan, penempatan, dan memperkuat hubungan dengan satu sama lain, kata-kata dan gambar yang terdiri dari frame membuat satu penafsiran dasar lebih mudah dilihat, dipahami, dan mudah diingat daripada yang lain.’

Hal ini didukung pula oleh Qodari dalam Sobur (2012: 172) yang menggambarkan skema bingkai model Entman sebagai berikut.

(16)

16

1.6 METODE PENELITIAN

1. Tahapan penyediaan data dilakukan dengan menggunakan teknik simak dengan metode pencatatan dari sumber data. Data yang diambil berkaitan dengan judul penelitian yang hanya dimuat dalam situs berita www.lefigaro.fr, www.lemonde.fr, dan www.liberation.fr. Terdapat 6 data yang digunakan di dalam penelitian ini, dengan mempertimbangkan waktu sebelum dan setelah adanya undang-undang pernikahan sejenis yang disahkan di Prancis pada tanggal 17 Mei 2013.8

2. Tahapan metode analisis data dilakukan dengan metode analisis bingkai model Robert M. Entman (1991), yakni casual interpretation, treatment recommendation, problem identification dan moral evaluation. Pada tahapan moral evaluation, data tersebut di bedah melalui representasi bahasa, representasi peristiwa dan representasi identitas untuk membantu memperdalam proses analisis dalam penelitian ini.

3. Tahapan akhir penelitian ini adalah pemaparan hasil analisis yang berupa laporan penelitian.

8 http://www.lefigaro.fr/flash-actu/2013/05/17/97001-20130517FILWWW00580-le-conseil-constitutionnel-valide-la-loi-sur-le-mariage-homosexuel.php (akses pada tanggal 23 Oktober 2013 pukul 8:11)

(17)

17

1.7 SISTEMATIKA PENYAJIAN

Pada BAB I peneliti akan membahas mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penyajian. Pada BAB II peneliti akan memaparkan pembahasan data. BAB III akan disajikan kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak – anak. Fraktur

Karena saya akan lebih menyukai diri saya bila berat badan saya turun.. Karena orang lain akan lebih menyukai saya bila

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kondisi habitat tempat bertelur penyu hijau di Kawasan TWA Sungai Liku masih sangat baik untuk habitat dan tempat bertelur penyu yang dapat

Beberapa hal yang dihasilkan dari penelitian ini adalah teridentifikasinya aspek-aspek yang berpengaruh dalam penentuan lokasi kampung budaya, yaitu keberadaan adat

Mengkaji banyaknya perpindahan penumpang Terminal 1 Bandar Udara Soekarno-Hatta yang menggunakan moda transportasi jalan berpindah ke moda transportasi kereta api

Ada hubungan antara sluas ventilasi, kepadatan hunian dan jenis bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu. Tidak ada

Nilai suhu yang diperoleh selama penelitian masih tergolong baik untuk glass eel yang beruaya di muara Sungai Palu, hal ini selaras dengan pendapat Afrianto dan Liviawaty

Jadi materi pendidikan agama Islam dalam pengembangan interpersonal intelligence adalah bahan pelajaran pendidikan agama Islam yang mengembangkan kemampuan anak di dalam