• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL PELATIHAN PERHITUNGAN MULTIDIMENSIONAL POVERTY INDEXS (MPI) INDONESIA DAN PENYUSUNAN LAPORAN MPI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL PELATIHAN PERHITUNGAN MULTIDIMENSIONAL POVERTY INDEXS (MPI) INDONESIA DAN PENYUSUNAN LAPORAN MPI INDONESIA"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PELATIHAN

PERHITUNGAN MULTIDIMENSIONAL POVERTY INDEXS (MPI)

INDONESIA

DAN

PENYUSUNAN LAPORAN MPI INDONESIA

TIM PENELITI MPI INDONESIA

PERKUMPULAN PRAKARSA

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur perlu dipanjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, telah memberikan kesempatan pada Tim Peneliti MPI Indonesia untuk menyelesaikan “Modul Pelatihan Perhitungan MPI Indonesia dan

Penyusunan Laporan MPI Indonesia”. Langkah dan proses untuk sampai pada penyelesaian modul

ini dilewatkan dengan berbagai tantangan dan dinamika yang dihadapi oleh Tim Peneliti MPI Indonesia. Hadirnya Modul ini ditangan pembaca merupakan suatu pencapaian luar biasa dari kerja keras Tim Peneliti MPI Indonesia.

MPI atau Multidimensional Poverty Indexs merupakan salah satu pendekatan baru dalam mengukur kemiskinan saat ini. MPI dikembangkan awalnya oleh Oxford Poverty and Human Development

Initiative (OPHI) yang merupakan lembaga riset di Oxford University. Berbeda dengan pendekatan

pengukuran kemiskinan lainnya, MPI lebih pada melihat potret kemiskinan dari banyak dimensi (multidimensi). Sehingga bisa secara riil memotret kemiskinan yang terjadi di suatu daerah jika dibandingkan pendekatan satu dimensi seperti yang selama ini digunakan seperti pendekatan konsumsi (basic need approach) dan pendekatan pendapatan (USD. 1.25 PPP).

MPI dalam perkembangannya sudah masuk ke dalam perhitungan kemiskinan global, secara priodik sejak tahun 2010 sudah menjadi indikator dalam Human Development Report. Dan perkembangan terakhir, MPI menjadi salah satu indikator dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang tahun ini akan di launching oleh Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) sebagai lanjutan program Millineum

Development Goals (MDGs) yang akan segera berakhir.

Perkumpulan Prakarsa bekerjasama dengan OPHI lagi mengembangkan perhitungan MPI di Indonesia yang nanti akan menjadi rujukan bagi pengambil kebijakan di Indonesia dalam menyusun program penanggulangan kemiskinan dan sebagai salah satu indikator SDGs Indonesia. Modul ini salah satu bagian dari program ini. Dimana nantinya akan menjadi media pembelajaran bagi semua komponen baik peneliti, akademisi, pemerintah, CSO dan masyarakat secara umum yang ingin mempelajari lebih dalam tentang perhitungan dan analisis MPI.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Sabina Alkire (OPHI) yang memprakarsai lahirnya MPI beserta tim peneliti OPHI yang banyak memberikan masukan terhadap modul ini. Terima kasih kepada para expert review; Prof. Hasbullah Thabrany (Universitas Indonesia), Prof. Elfindri (Universitas Andalas), Prof. Ahmad Erani Yustika (Universitas Brawijaya), DR. Sumedi Andono Multo (Bappenas), DR. Sri Hartini Rahmad (BPS) dan Nursahrizal, MSi (BPS) atas masukannya dalam menyusun modul ini. Terima kasih juga kepada semua staf Perkumpulan Prakarsa yang terlibat secara langsung dan tak langsung dalam penyusunan modul ini.

Semoga Modul ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Salam

TIM PENELITI MPI INDONESIA PERKUMPULAN PRAKARSA

(3)

Daftar Isi

BAGIAN 1 Pendahuluan ...1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Lingkup Modul ... 2

BAGIAN 2 Konsep Dasar Kemiskinan ...3

2.1. Pengertian Kemiskinan ... 3

2.2. Penyebab Kemiskinan ... 4

2.3. Pendekatan mengukur Kemiskinan ... 5

2.3.1. Head Count Index... 6

2.3.2. Sen Poverty Index ... 7

2.3.3. Poverty Gap Index ... 7

2.3.4. Squared Gap Index ... 7

2.4. Kondisi Riil Kemiskinan di Indonesia ... 7

2.5. Teknik Pengukuran Kemiskinan di Indonesia ... 8

2.5.1. Mengukur Garis Kemiskinan ... 8

2.5.2. Teknik perhitungan GKM ... 9

2.6. Persentase Penduduk Miskin ... 10

2.7. Sejarah Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia ... 11

BAGIAN 3 Konsep Multidimensional Poverty Index ... 13

3.1. Konsep Dasar MPI ... 13

3.2. Manfaat dan Kegunaan MPI ... 13

3.3. Dimensi dan Indikator MPI ... 14

3.3.1. Dimensi Kesehatan ... 14

3.3.2. Dimensi Pendidikan ... 14

3.3.3. Dimensi Kualitas Hidup ... 14

3.4. Dimensi dan Indikator MPI di beberapa Negara ... 15

3.4.1. Kolombia ... 15

3.4.2. Tiongkok ... 17

3.4.3. Brasil ... 17

3.4.4. Malaysia ... 18

3.4.5. Meksiko ... 19

3.5. Cara Mengukur MPI ... 19

BAGIAN 4 Teknis Perhitungan MPI Indonesia ... 21

4.1. Data Susenas ... 21

4.2. Perangkat Aplikasi Pengolahan Data ... 21

4.3. Dimensi dan Indikator MPI Indonesia ... 22

4.3.1. Dimensi Kesehatan ... 22

4.3.2. Dimensi Pendidikan ... 23

4.3.3. Dimensi Standard Hidup ... 24

4.4. Cara Mengukur MPI Indonesia ... 27

4.5. Contoh Hasil Perhitungan MPI ... 30

4.6. Pembuatan Peta MPI Indonesia ... 31

BAGIAN 5 Bagaimana Cara Menganalisis MPI Indonesia ... 32

5.1. Angka Kemiskinan Multidimensi ... 32

(4)

5.3. Intensitas Kemiskinan Multidimensi ... 36

5.4. Karakteristik Kemiskinan Multidimensi ... 37

5.5. Menetapkan Permasalahan Utama Kemiskinan Multidimensi, Strategi, Program prioritas dan Kebijakan Anggaran Penanggulangan Kemiskinan berbasis Kemiskinan Multidimensi. ... 38

BAGIAN 6 Panduan menyusun Laporan MPI Propinsi ... 43

6.1. Profil Propinsi ... 43

6.2. Angka Kemiskinan Multidimensi ... 44

6.3. Multidimensional Poverty Indexs (MPI)... 45

6.4. Karakteristik Kemiskinan Multidimensi ... 46

6.5. Rekomendasi ... 47

(5)

BAGIAN 1

Pendahuluan

1.1.

Latar Belakang

Perkumpulan Prakarsa bekerjasama dengan Oxford University (Oxford Poverty and Human Development Initiative/OPHI) menyusun Multidimensional Poverty Indexs (MPI) Indonesia. Berbeda dengan metode pengukuran kemiskinan yang selama ini dilakukan dengan pendekatan satu dimensi seperti ukuran konsumsi atau ukuran pendapatan. MPI melihat struktur kemiskinan lebih luas bukan sekedar konsumsi atau pendapatan tapi mendefiniskan secara multidimensi seperti keterbatasan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan standar kualitas hidup.

MPI bisa memberikan solusi aplikatif bagi pengambil kebijakan untuk merancang program penanggulangan kemiskinan dan kebijakan pembiayaannya. Ini memungkinkan karena MPI bisa memberikan informasi lengkap mengenai karakteristik kemiskinan sehingga potret dari target group untuk menyusun program bisa lebih tepat sasaran.

MPI pertama kali dikembangkan oleh OPHI dan sudah diadopsi oleh UNDP dalam Human

Development Report (HDR) 2010. Beberapa Negara seperti Kolombia, Tiongkok, Meksiko, Malaysia, Bhutan, India, Brasil dan lainnya sudah mengadopsi MPI sebagai alat ukur kemiskinan dan rancangan program penanggulangan kemiskinan.

Awal dikembangkannya MPI, terdiri dari tiga dimensi yaitu dimensi kesehatan, dimensi pendidikan dan dimensi kualitas hidup. Dimensi kesehatan terdiri dari dua indikator yaitu gizi anak dan kematian anak. Dimensi pendidikan terdiri dari lama pendidikan (years of scholling) dan partisipasi pendidikan (attadence of school). Sedangkan dimensi kualitas hidup (standard of living) terdiri dari sumber energi untuk memasak, sanitasi, air bersih, sumber penerangan, kondisi lantai rumah dan kepemilikan asset.

Perkembangan selanjutnya, OPHI melihat bahwa masing – masing Negara memiliki karakteristik

kemiskinan sendiri. OPHI mengembangkan MPI ke dalam kondisi karakteristik kemiskinan yang

terjadi di setiap Negara. Kolombia mengembangkan MPI dengan lima dimensi yaitu kesehatan, pendidikan, kondisi kehidupan anak, ketenagakerjaan dan utilitas publik dan kondisi rumah. Tiongkok mengembangkan MPI terdiri dari lima dimensi yaitu pendapatan, kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial dan kondisi rumah. Malaysia mengembangkannya dengan tiga dimensi yaitu pendidikan, kesehatan dan kualitas hidup. Sedangkan Meksiko mengembangkan MPI dengan delapan dimensi yaitu pendidikan, akses kesehatan, perlindungan sosial, kondisi rumah, kualitas hidup, akses pada makanan, pendapatan dan kohesi sosial.

Dalam konteks Indonesia, Perkumpulan Prakarsa bersama dengan OPHI mengembangkan pengukuran MPI menjadi tiga dimensi yaitu dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dimensi standar kualitas hidup. Tiga dimensi ini terdiri dari sebelas indikator pengukuran. Dimensi dan indikator ini bisa merefleksikan kondisi dan karakteristik kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Bagi Indonesia, MPI merupakan suatu terobosan baru dalam memotret kondisi kemiskinan. Dengan MPI, pemerintah mendapatkan gambaran kemiskinan yang lebih riil dibandingkan pola pendekatan

(6)

target dan sasaran programnya jelas. Seberapa penduduk miskin yang di intervensi dan program apa yang sesuai dengan kondisi kemiskinannya akan dapat dilihat di dalam MPI. Sehingga program dan anggaran yang digunakan dalam penanggulangan kemiskinan bisa lebih efektif dan optimal.

1.2.

Tujuan

Tujuan penyusunan modul ini adalah:

A. Sebagai bahan pelatihan untuk memperkenalkan Multidimensional Poverty Indexs (MPI) bagi

peneliti, akademisi, CSO, pengambil kebijakan dan publik.

B. Sebagai bahan pelatihan untuk menyusun laporan Multidimensional Poverty Indexs (MPI)

Daerah bagi peneliti, akademisi, CSO, pengambil kebijakan dan publik.

1.3.

Lingkup Modul

Modul ini terdiri dari enam bagian yaitu:

A. Pendahuluan

B. Memperkenalkan konsep dasar kemiskinan

C. Memperkenalkan konsep MPI

D. Mengajarkan teknik perhitungan MPI Indonesia

E. Mengajarkan cara menganalisis MPI Indonesia

(7)

BAGIAN 2

Konsep Dasar Kemiskinan

Pada bagian ini, peserta pelatihan akan dijelaskan terlebih dahulu tentang konsep - konsep dasar kemiskinan supaya kita bisa paham apa sebenarnya kemiskinan tersebut. Tahap awal, kita coba menjelaskan beberapa pengertian kemiskinan, penyebab terjadinya kemiskinan dan pendekatan dalam mengukur kemiskinan. Tiga hal ini jika dipelajari akan memberikan wawasan dan pemahaman yang luas bagi peserta pelatihan mengenai kemiskinan.

Setelah paham tentang konsep kemiskinan, selanjutnya dijelaskan kondisi riil dari kemiskinan di Indonesia. Ini bisa membuka wawasan kita, bagaimana sebenarnya kondisi riil dari kemiskinan yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia? Sehingga ini membantu untuk memahami kemiskinan yang terjadi di Indonesia.

Pada bagian ini, kita juga belajar tentang teknik pengukuran kemiskinan yang selama ini dilakukan di Indonesia. Untuk itu kita akan fokus pada pendekatan BPS menghitung angka kemiskinan dengan pendekatan konsumsi (basic need approach). Dengan mengetahui cara BPS mengukur kemiskinan versi basic need approach, para peserta pelatihan akan memahami kelebihan dan kekurangan dari pendekatan ini.

Kita sudah melihat bahwa setiap tahun persoalan kemiskinan ini di Indonesia selalu menjadi pusat perhatian publik. Sebenarnya apa yang menjadi masalahnya? apakah pemerintah belum mampu mengentasan kemiskinan?. Untuk itu kita sedikit akan belajar bagaimana sejarah program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Kita tidak akan mengupas detail tapi cukup poin - poin penting dari program. Lalu kenapa program tersebut kurang efektif menurunkan angka kemiskinan, pada bagian terakhir kita akan coba menjelaskan kenapa program penanggulangan kemiskinan yang selama ini sudah dilakukan pemerintah kurang efektif.

2.1.

Pengertian Kemiskinan

Tidak ada pengertian baku dari kemiskinan. Walaupun banyak peneliti, akademisi dan para ahli lainnya sudah melakukan kajian mengenai kemiskinan tapi tetap tidak ada satu pengertian yang sama tentang kemiskinan itu sendiri. Disinilah menariknya belajar tentang kemiskinan, setiap waktu, setiap tempat, setiap cara dan setiap instrumen penelitian akan menemukan pengertian kemiskinan sendiri - sendiri.

Kenapa ini terjadi? Karena kemiskinan itu tersendiri secara riil beraneka ragam dalam masyarakat.

Ada yang menyatakan bahwa kemiskinan itu ketidakmampuan seseorang memenuhi standar kebutuhan yang layak, ini bisa diterima. Ada juga yang menyatakan bahwa kemiskinan itu merupakan tidak aksesnya seseorang pada kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan, ini juga benar adanya. Jadi kemiskinan itu memang bervariasi dan berkembang terus dalam kehidupan masyarakat.

Kesempatan kali ini, kita coba mencari definisi kemiskinan menurut beberapa versi yang berkembang dalam konsep kemiskinan.

(8)

World Bank (2010) mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut: “kemiskinan berkenan dengan

ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu untuk berobat ke dokter, tidak mampu untuk sekolah dan tidak tahu baca tulis, termasuk tidak memiliki pekerjaan sehingga takut menatap masa depan, tidak memiliki akses terhadap air bersih, ketidakberdayaan, kurangnya representasi dan kebebasan”.

Niemietz (2011) mendefinisikan kemiskinan sebagai “ketidakmampuan untuk membeli barang -

barang kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, papan dan obat - obatan”.

Chambers (2006) mengatakan bahwa “pengertian kemiskinan tergantung pada siapa yang bertanya,

bagaimana hal itu dipahami serta siapa yang merseponnya sehingga kemiskinan itu bisa dikelompokan menjadi tiga yaitu kelompok yang memandang kemiskinan dari sisi pendapatan, kelompok yang memaknai kemiskinan dari kurangnya materi dan kelompok yang menyatakan bahwa kemiskinan sebagai bentuk kekurangan atau ketidakmampuan serta apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan, termasuk di dalamnya kekurangan material, ketidakmampuan fisik serta dimensi sosial”. Kelompok yang ketiga sama yang dikatakan oleh Amartya Sen bahwa kemiskinan itu

multidimensi.

2.2.

Penyebab Kemiskinan

Pada bagian ini, kita akan coba memberikan gambaran penyebab kemiskinan dalam bentuk diagram gambar. Ada dua penyebab kemiskinan yang ditampilkan dalam gambar yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Gambar 2.1. Faktor Internal Penyebab Kemiskinan

(9)

Gambar 2.2. Faktor Eksternal Penyebab Kemiskinan

Sumber: Wiko Saputra, 2008

2.3.

Pendekatan mengukur Kemiskinan

Pada bagian ini peserta pelatihan akan diberikan pengetahuan tentang beberapa pendekatan dalam mengukur kemiskinan. Pendekatan mengukur kemiskinan ini sangat pesat berkembangnya karena fenomena kemiskinan yang terjadi juga semakin kompleks.

Atkinson (1975) menyatakan “adalah sesuatu yang tidak mungkin (menyesatkan bila melihat

kemiskinan itu dengan standar yang mutlak yang dapat diterapkan untuk semua negara dan sepanjang masa, sebuah garis kemiskinan harus didefinisikan dalam suatu hubungan sosial dan standar hidup kontemporer masyarakat tertentu”.

Dalam mempelajari ukuran kemiskinan, Amartya Sen (1976) mengusulkan tiga pendekatan dalam mengukur kemiskinan yaitu:

1. Fokus, ukuran kemiskinan harus sepenuhnya fokus pada tingkat pendapatan orang miskin. 2. Monoton, ketika terjadi penurunan tingkat pendapatan pada keluarga miskin maka indeks

kemiskinan harus mengalami peningkatan.

3. Transfer, kemiskinan harus meningkat bila ada transfer pendapatan yang regresif dan menurun bila ada transfer pendapatan yang progresif.

(10)

Diskursus dalam pengukuran kemiskinan

Sumber: Perkumpulan Prakarsa, dimodifikasi dari Maxwell (1999)

Selanjutnya, ada beberapa metode perhitungan angka kemiskinan

2.3.1.

Head Count Index

Merupakan perhitungan persentase orang yang ada dibawah garis kemiskinan dalam kelompok masyarakat tertentu.

Dimana :

q adalah orang miskin n adalah jumlah penduduk

(11)

2.3.2.

Sen Poverty Index

Memasukan dua faktor yaitu koefisien gini dan rasio H

Dimana :

H adalah poverty headcount index

I adalah jumlah rata-rata defisit pendapatan dari orang miskin sebagai sesuatu persentase dari garis kemiskinan

2.3.3.

Poverty Gap Index

Merupakan besaran distribusi pendapatan orang miskin terhadap garis kemiskinan.

)

Dimana :

Y1 adalah pendapatan

Z adalah garis kemiskinan q adalah jumlah orang miskin

2.3.4.

Squared Gap Index

)2 Dimana :

Y1 adalah pendapatan

Z adalah garis kemiskinan q adalah jumlah orang miskin

Ada juga pengukuran yang baru dikeluarkan oleh UNDP dan OPHI yaitu Multidimensional Poverty Indexs (MPI). MPI ini akan kita kupas tuntas pada bagian - bagian berikutnya dalam pembelajaran ini.

2.4.

Kondisi Riil Kemiskinan di Indonesia

Memahami kondisi riil kemiskinan di Indonesia harus dilihat pada banyak aspek. Selama ini, kita

gagal memotret kemiskinan dalam masyarakat. Pemerintah cenderung memakai satu kaca mata

(alat ukur) yaitu pengeluaran konsumsi masyarakat. Padahal secara harfiah, kemiskinan di Indonesia itu bersifat multidimensi.

(12)

Gambar 2.3. Kondisi Riil Kemiskinan di Indonesia

Kita bisa lihat gambar 2.3. Bagaiman begitu banyak dimensi kemiskinan yang terpotret dalam rumah tangga ini. Mulai dari kondisi rumah yang tidak layak, anak yang tidak akses ke layanan pendidikan, balita yang kurang gizi, ibu yang tidak akses ke fasilitas kesehatan ketika melahirkan dan sebagainya. Ini menjadi pembelajaran bagi kita bahwa kemiskinan di Indonesia itu bersifat multidimensi. Sehingga pendekatan untuk mengukur kemiskinan itu sendiri juga harus multidimensi.

2.5.

Teknik Pengukuran Kemiskinan di Indonesia

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Sumber Data :

Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.

2.5.1.

Mengukur Garis Kemiskinan

a) Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan

Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

b) Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum

makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)

(13)

c) Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Rumus Penghitungan :

GK = GKM + GKNM GK = Garis Kemiskinan

GKM = Garis Kemiskinan Makanan

GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan Teknik penghitungan GKM

2.5.2.

Teknik perhitungan GKM

a) Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi (reference populaion) yaitu 20 persen

penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasar GK periode sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

b) Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar

makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. Formula dasar dalam menghitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah :

Dimana:

GKMj = Gris Kemiskinan Makanan daerah j (sebelum disetarakan menjadi 2100 kilokalori). Pjk = Harga komoditi k di daerah j.

Qjk = Rata-rata kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di daerah j. Vjk = Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah j. j = Daerah (perkotaan atau pedesaan)

Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga :

Dimana :

Kjk = Kalori dari komoditi k di daerah j HKj = Harga rata-rata kalori di daerah j

GKMj disetarakan dengan 2100 kilo kalori dengan cara mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata - rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi.

(14)

Fj = Kebutuhan minimum makanan di daerah j, yaitu yang menghasilkan energi setara dengan 2100 kilokalori/kapita/hari.

Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di pedesaan. Sejak tahun 1998 terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di pedesaan.

Nilai kebutuhan minimum perkomoditi/sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :

Dimana:

NFp = Pengeluaran minimun non-makanan atau garis kemiskinan non makanan daerah p (GKNMp).

Vi = Nilai pengeluaran per komoditi/sub-kelompok non-makanan daerah p (dari Susenas modul

konsumsi).

Ri = Rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok non-makanan menurut daerah (hasil SPPKD

2004).

I = Jenis komoditi non-makanan terpilih di daerah p.

P = Daerah (perkotaan atau pedesaan).

2.6.

Persentase Penduduk Miskin

Persentase penduduk di bawah garis kemiskinan (GK). Merupakan besaran angka penduduk yang penghasilannya atau konsumsinya di bawah garis kemiskinan, yaitu kelompok populasi yang tidak mampu membeli satu paket bahan kebutuhan pokok.

Dimana:

Α = 0

Z = garis kemiskinan.

Yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada diibawah garis kemiskinan

(i=1, 2, 3, ...., q), yi< z

Q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

(15)

2.7.

Sejarah Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

Perluasan Kesempatan Berusaha

Upaya untuk memberi kesempatan lapangan usaha kepada masyarakat miskin telah dilakukan oleh beberapa sektor oleh departemen/badan dan dinas instansi Daerah seperti; Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan, Pekerjaan Umum dan juga BUMN/BUMD, meliputi program-program :

• Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil (PUPTSK)

• Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

• Program Pembangunan Prasarana Transportasi (padat karya)

• Program Prasarana Pendukung Ekonomi (padat karya)

• Program Coporate Social Responsibility (CSR)

• Program Pengembangan Hutan Tanaman Unggulan (padat karya)

• Program Pengembangan Hutan Tanaman Industri

• Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (padat karya)

Upaya Pemberdayaan Masyarakat

Dalam era pembangunan yang berbasis manusia, pemerintah mendorong upaya pemberdayaan masyarakat agar mampu membangun kehidupannya sendiri terutama unyuk masyarakat potensial tetapi masih berpenghasilan rendah. Harapannya agar perbaikan pendapatan masyarakat diubah oleh dirinya sendiri dan meningkat secara berkelanjutan. Pemberdayaan yang diupayakan pemerintah melalui (a) penyediaan infrastruktur dasar bagi keluarga miskin dan (b) peningkatan akses terhadap kredit mikro dengan bunga rendah. Program penyediaan prasarana dan pemberdayaan usaha kecil banyak didukung oleh Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Koperasi dan UKM, BPN, Departemen Dalam Negeri dan BUMN seperti program :

• Penyediaan air minum berbasis masyarakat (miskin)

• Penyediaan sanitasi berbasis masyarakat (miskin)

• Penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP)

• Pengembangan kecamatan (PPK)

• Pengembangan/rehabilitasi jalan desa (P3DT)

• Perbaikan irigasi desa

• Subsidi angkutan laut perintis.

• Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

• Pengembangan ekonomi masyarakat disekitar Hutan Lindung dan Hutan Konvensi

• Pengembangan usaha ekonomi kelompok tani hutan

• Subsidi kepemilikan rumah

• Bantuan pinjaman langsung masyarakat (BPLM)

• Kredit ketahanan pangan (KKP)

• Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3), dan lain-lain.

Upaya Pemenuhan Akses Terhadap Pelayanan Dasar

Perluasan akses masyarakat miskin atas pangan, kesehatan, pendidikan dan lingkungan hidup dilaksanakan oleh Departemen ; Pekerjaan Umum, Kesehatan, Pendidikan, BPPN dan Bulog, Program prioritas yang dilaksanakan pemerintah meliputi :

• Penyediaan Bantuan Operasional Sekolah untuk SD/SMP.

(16)

• Pengembangan pendidikan keaksaraan.

• Pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin di Puskesmas.

• Pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin pada Kelas III Rumah Sakit.

• Rehabilitasi perumahan untuk penduduk miskin

• Pembangunan sarana dan prasarana di pemukiman kumuh, desa tradisional dan desa

nelayan.

• Sertifikasi tanah untuk masyarakat miskin (PRONA)

• Penyediaan beras bersubsidi untuk keluarga miskin

• Penyediaan obat dasar bagi Rumah Tangga Miskin.

Sistem Perlindungan Sosial

Perlindungan sosial adalah suatu kebijakan yang akan terus menerus dilaksanakan agar dapat mengurangi beban hidup bagi masyarakat yang menderita karena kemiskinannya dan atau ketidak berdayaannya.

• Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JKP)

• Jaminan Kecelakaan Kerja (ASTEK)

• Jaminan Hari Tua (PNS, TNI/Polri, Imam Mesjid Kecamatan)

• Jaminan Biaya Kematian.

• Penyediaan pelayanan KB dan alat kontrasepsi

• Penyediaan informasi pelayanan ketahanan keluarga dan pemberdyaan keluarga

• Penyediaan pelayanan gizi dan imunisasi bagi ibu hamil, bayi dan balita.

• Pemeliharaan bagi fakir miskin, anak terlantar, cacat dan lanjut usia.

• Bantuan komunitas adat terpencil.

• Bantuan kepada masyarakat terkena bencana

• Bantuan tunai langsung kepada Rumah Tangga layak menerima.

• Bidang kesehatan

• Bidang Pendidikan.

Menjaga Kestabilan Harga dan Kesinambungan Pelayanan Prasarana

Kestabilan Makro (Harga) dan kelangsungan Pelayanan Dasar masyarakat harus dijaga oleh pemerintah sesuai kapasitas kewenangan dalam suatu program/kegiatan prioritas. Jaminan tersebut sangat penting karena akan besar pengaruhnya terhadap kelompok masyarakat yang rentan terhadap goncangan. Departemen Perdagangan dan Perindustrian, Kepala Daerah, Bulog, Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pekerjaan Umum, Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Alam, Departemen Sosial, Palang Merah, Pertamina dan Organisasi Masyarakat. Kegiatan prioritas adalah

• Operasi Pasar atas komoditi bahan pokok

• Penanggulangan Bencana Alam

• Penyediaan akses terhadap upaya evakuasi

• Rehabilitasi prasarana dasar transportasi

• Penyediaan layanan angkutan Perintis

(17)

BAGIAN 3

Konsep Multidimensional Poverty Indexs

3.1.

Konsep Dasar MPI

MPI pertama kali dikembangkan oleh OPHI dengan UNDP pada tahun 2010. Dimana tujuan dari MPI adalah untuk memotret kondisi kemiskinan secara lebih holistik. Selama ini, indikator secara global yang banyak digunakan dalam menghitung angka kemiskinan adalah melalui pendekatan moneter seperti garis kemiskinan dengan batas USD. 1.25 Purchasing Power Parity (PPP), USD. 1.5 PPP atau melalui pendekatan konsumsi dasar (basic need) yang digunakan di Indonesia.

Amartya Sen (1980 & 2000) sudah lama sebenarnya mengkritik pendekatan kemiskinan dengan

mengunakan analisis moneter. Menurut Amartya Sen, pendekatan tersebut hanya memotret

sebagian kecil dari begitu besarnya persoalan kemiskinan. Persoalan kemiskinan bukan saja menyangkut kemampuan daya beli (purchasing power parity), pendapatan atau konsumsi tapi ada dimensi yang lebih luas dari kondisi kemiskinan. Ketika ada sebagian masyarakat tidak bisa akses terhadap pelayanan pendidikan dasar atau kesehatan dasar akibat ketidakmampuan dalam ekonomi maka itu bisa dikatakan miskin. Begitu juga terhadap kualitas dari standard kehidupan seperti rumah yang berlantaikan tanah, tidak adanya sanitasi yang baik, sumber energi untuk penerangan dan memasak yang tidak layak, maka ini merupakan bagian dari kemiskinan.

Bagi UNDP, MPI merupakan bagian yang terintegrasi dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs) yang sudah diajukan oleh Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) sebagai salah satu indikator SDGs. Timbulnya kekhawatiran secara global dalam penyelesaian masalah kemiskinan merupakan ide awal dari MPI. UNDP melihat bahwa memperluas indikator kemiskinan dan melihat kemiskinan secara multidimensi merupakan strategi awal dalam kerangka penanggulangan kemiskinan global. Selama ini persoalan kemiskinan dijebak oleh cakupan indikator yang sempit sehingga strategi penanggulangan kemiskinan menjadi sempit juga.

3.2.

Manfaat dan Kegunaan MPI

MPI merupakan alat ukur yang praktis terhadap kemiskinan. MPI bisa digunakan:

a) Untuk penambah dan pembanding alat ukur kemiskinan yang selama ini dipakai dalam

pengambilan kebijakan seperti indikator pendapatan.

b) Untuk memantau tingkat kemiskinan dan komposisi kemiskinan serta penggurangan

kemiskinan dari waktu ke waktu.

c) Untuk mengevaluasi dampak dari program.

d) Untuk memetakan kondisi riil dari kemiskinan terhadap semua aspek (multidimensi) seperti

kesehatan, pendidikan dan standar kualitas hidup.

e) Untuk mengidentifikasi jebakan kemiskinan dan kemiskinan kronis.

f) Untuk membandingkan kondisi kemiskinan dari berbagai aspek seperti aspek kewilayahan,

(18)

3.3.

Dimensi dan Indikator MPI

3.3.1.

Dimensi Kesehatan

Untuk dimensi kesehatan, MPI mengukur dengan menggunakan dua indikator yaitu gizi anak dan

kematian anak. Pada konsepnya, dua indikator ini dalam kesehatan merupakan bagian dari kesehatan dasar yang mutlak di akses oleh rumah tangga. Indikator gizi, MPI mengukur pada setiap anggota rumah tangga baik itu anak atau orang dewasa. Untuk anak, pengukuran gizi mengacu pada standard MDGs yaitu melalui pendekatan berat badan berbanding usia anak. Anak dikatakan memiliki gizi kurang ketika berat badan berada pada dua atau lebih di bawah standard deviasi rata-rata populasi yang menjadi acuan. Sedangkan untuk orang dewasa, menggunakan pendekatan Body Mass Index (BMI). Dimana seorang dewasa dianggap kurang gizi ketika BMI lebih rendah dari 18.5. Indikator lain dari dimensi kesehatan adalah kematian anak. Secara filosofi kesehatan, adanya anak yang meninggal merupakan cerminan dari ketidakmampuan terhadap kesehatan. Bisa saja kematian tersebut akibat penyakit atau kekurangan gizi. Penilaian mencangkup semua umur anak. Ketika ada rumah tangga yang memiliki kematian anak baik satu, dua atau seterusnya maka rumah tangga tersebut masuk dalam satu poin penilaian dalam MPI.

3.3.2.

Dimensi Pendidikan

Ada dua indikator dalam mengukur dimensi pendidikan yaitu lama sekolah (years of schooling) dan akses terhadap pendidikan (attadence of school). Dua indikator ini lebih mencerminkan kepada kemampuan masyarakat terhadap akses dasar kesehatan dan bukan mencerminkan kualitas dari pendidikan yang mereka capai. Lama pendidikan dalam MPI dihitung minimal ada satu orang dalam rumah tangga yang telah menyelesaikan pendidikan minimal lima tahun. Sedangkan kehadiran anak di sekolah dihitung keberadaan anak usia sekolah yaitu kelas satu sampai delapan yang akses (hadir) dalam pendidikan.

3.3.3.

Dimensi Kualitas Hidup

Standar kualitas hidup mencerminkan pola kehidupan keseharian dari masyarakat. Kemiskinan akan menjadikan masyarakat tidak dapat memenuhi kualitas standar dari kehidupan sesuai dengan SDGs. Indikatornya terdiri dari enam indikator.

Pertama, akses terhadap air bersih. Seseorang memiliki akses terhadap air minum bersih jika sumber air salah satu jenis berikut: pipa air, keran umum, sumur bor atau pompa, sumur terlindung, dilindungi semi atau air hujan, dan itu dalam jarak 30 menit berjalan kaki (pulang pergi). Jika gagal untuk memenuhi kondisi tersebut, maka rumah tangga dianggap kekurangan dalam akses terhadap air.

Kedua, sanitasi. Seseorang dianggap memiliki akses ke sanitasi, jika rumah tangga memiliki beberapa jenis toilet atau jamban, atau berventilasi baik atau toilet kompos, asalkan tidak dibagi. Jika rumah tangga tidak memenuhi kondisi tersebut, maka dianggap kekurangan dalam sanitasi. Ketiga, listrik. Seseorang dianggap miskin jika tidak memiliki akses listrik.

(19)

Kelima, bahan bakar untuk memasak. Seseorang dianggap miskin bila dalam bahan bakar memasak, rumah tangga tersebut menggunakan arang atau kayu.

Keenam, kepemilikan asset. Jika sebuah rumah tangga tidak memiliki lebih dari satu radio, TV, telepon, sepeda, sepeda motor atau kulkas, dan tidak memiliki mobil maka dianggap miskin.

Gambar 3.1. Dimensi dan Indikator Multidimensional Poverty Indexs (MPI) versi OPHI

3.4.

Dimensi dan Indikator MPI di beberapa Negara

3.4.1.

Kolombia

Dimensi MPI Variabel MPI Indikator MPI Indikator Perencanaan Pembangunan Nasional kondisi pendidikan(untuk rumah tangga) (0.2) Pencapaian Edukasi(0.1)

Rata-rata tingkat pendidikan untuk orang-orang yang berumur 15 tahun atau lebih tua yang tinggal di rumah tangga

Pencapaian edukasi yang rendah untuk tingkat rumah tangga

Tingkat Membaca(0.1)

Persentase orang-orang yang hidup di rumah tangga dengan umur 15 tahun atau lebih yang dapat membaca dan menulis

tingkat membaca untuk umur 15 tahun atau lebih

Kondisi usia muda dan anak-anak (0.2)

Kehadiran Sekolah (0.05)

Persentase anak-anak antara umut 6 - 16 tahun yang bersekolah

tingkat tidak mendapat bantuan untuk umur 6-16 tahun

Tidak ada "lag" sekolah (anak-anak lebih daru ynyr rata-rata pada umur ia bersekolah) (0.05)

Persentase anak-anak dan pemuda (7-17 tahun) didalam rumah tangga yang tidak mengalami school lag (menurut kriteria nasional)

lag sekolah untuk umur 7 sampai 17 tahun

(20)

Akses kepada jasa pelayanan anak (0.05)

Persentase anak-anak diantara umur 0 hingga 5 tahun yang secara simultan mempunyai akses kepada kesehatan, nutrisi dan pendidikan

hambatan untuk akses pelayanan anak

Anak yang tidak bekerja (0.05)

Persentase anak-anak yang tidak bekerja

anak yang bekerja dari umur 12 hingga 17 tahun

Pekerjaan(0.2) Tidak ada yang terkena pengangguran jangka panjang (0.1)

Persentase anggota rumah tangga yang secara ekonomi aktif yang tidak mengalami pengangguran jangka panjang (lebih dari 12 bulan)

tingkat pengangguran jangka panjang

Tenaga kerja formal (0.1)

Persentase anggota rumah tangga yang secara ekonomi aktif bekerja dan mempunyai dana pensiun (indikator ini menjadi proxy apakah ia bekerja formal atau informal)

tingkat informalitas

Kesehatan (0.2) Asuransi Kesehatan (0,1)

Persentase rumah tangga yang umurnya diatas 5 tahun mempunyai asuransi oleh Sistem Jaminan Kesehatan Sosial

tidak ada asuransi kesehatan

Akses kepada pelayanan kesehatan (0,1)

Persentase orang-orang dalam rumah tangga yang mempunyai akses kepada institusi

kesehatan saat dibutuhkan

hambatan untuk akses pelayanan kesehatan

Akses kepada sarana publik dan kondisi rumah (0.2)

Akses kepada sumber air (0,04)

Rumah tangga urban dikatakan miskin jika kekurangan sistem air publik. Rumah tangga pedesaan dikatakan miskin jika air yang digunakan berasal dari sumur, air hujan,

coverage yang rendah akan pipa air

Pembuangan limbah kotoran yang memadai (0,04)

Rumah tangga urban dikatakan miskinjika kekurangan

pembuangan limbah kotoran yang memadai. Rumah tangga pedesaan dikatakan miskin jika masih menggunakan toilet tanpa sambungan ke saluran limba kotoran, kakus, atau tidak mempunyai sambungan limbah kotoran

coverage yang rendah akan saluran limbah kotoran

Lantai yang memadai (0,04)

Kekurangan material (lantai tanah)

lantai tidak layak

Tembok luar yang memadai (0,04)

Rumah tangga urban dikatakan miskin jika dinding terluat dibangun dari kayu tanpa olah,

(21)

papan, triplek, guadua atau sayuran lainnya, seng, kain, material limbah atau tidak ada dinding luar. Rumah tangga pedesaan dikatakan miskin jika dibangun dari guadua ataupun sayuran lainnya, seng, kain, material limbah atau tidak ada dinding terluar

Sumber: OPHI (2014)

3.4.2.

Tiongkok

Dimensi Indikator Cut - Off

(Rumah Tangga)

Penghasilan Pendapatan per kapita rumah tangga Pendapatan per kapita rumah tangga kurang dari RMB 1027 di daerah pedesaan dan kurang dari RMB 1980 di daerah perkotaan pada tahun 2007, disesuaikan dengan harga di daerah yang berbeda

Kesehatan Body Mass Index (BMI) Setidaknya satu anggota dewasa dari rumah tangga dengan BMI kurang dari 18,5 kg / m 2 Pendidikan Tahun Sekolah Tahun sekolah semua anggota dewasa kurang

dari 5 tahun. Perlindungan

Sosial

Asuransi Kesehatan Tidak setiap anggota rumah tangga yang

memiliki akses ke setiap jenis asuransi kesehatan Sumber Daya

Kehidupan

Akses terhadap air bersih Tidak ada akses air bersih di rumah atau di-halaman

Akses terhadap Peningkatan Sarana Sanitasi

Tidak ada akses ke fasilitas toilet, tidak ada akses ke toilet pribadi, atau menggunakan lubang tanah terbuka seperti toilet

Akses terhadap Listrik Tidak menggunakan listrik sebagai sumber energi utama untuk penerangan

Akses terhadap penggunaan bahan bakar untuk memasak

Menggunakan kayu, tongkat / jerami, arang, dll sebagai bahan bakar utama untuk memasak Sumber: OPHI (2014)

3.4.3.

Brasil

Dimensi Penjelasan

Pendidikan Penduduk yang rentan adalah anak-anak dan remaja berusia 6-14 tahun yang tidak bersekolah,

Penduduk usia 15 + tahun yang buta huruf

(22)

Kepadatan kamar tidur Dianggap sebagai penduduk yang sangat kekurangan di rumah tangga dengan kepadatan penduduk per kamar sama atau lebih tinggi dari 2,5 orang

Akses pelayanan tempat tinggal Penduduk diklasifikasikan sebagai rentan ketika tinggal di tempat tinggal tanpa pasokan air dari jaringan umum, tanpa pembuangan limbah (jaringan atau septic tank), tanpa tempat pembuangan sampah, atau tanpa listrik (tidak adanya layanan ini sudah cukup untuk

mengklasifikasikan tempat tinggal.

Akses terhadap Perlindungan Sosial Semua penduduk/rumah tangga yang dianggap rentan ketika tidak ada penghuni berusia 10 + tahun di salah satu kondisi berikut: kontributor Jamsostek dalam pekerjaan apapun (yaitu, dengan kerja formal) atau pensiunan.

Selain itu, digunakan sebagai proxy penerima manfaat dari program transfer tunai orang-orang yang memiliki kapita pendapatan rumah tangga kurang dari setengah upah minimum dan melaporkan menerima penghasilan dari sumber lain.

Dengan demikian, warga rumah tangga dengan pendapatan per kapita kurang dari setengah upah minimum dan di mana tidak ada anggota menerima pendapatan dari sumber lain juga diklasifikasikan sebagai penduduk rentan.

Sumber: OPHI (2014)

3.4.4.

Malaysia

Dimensi Indikator Justifikasi

Pendidikan Lama Sekolah / Tahun Sekolah

Rencana Malaysia Keenam (1991-1995)

Laporan awal dari Blueprint Pendidikan (2013-2015) Wajib sebelas tahun bersekolah formal

Proxy kualitas minimum pendidikan / pengetahuan bagi kemampuan dasar

Kehadiran di sekolah NKRA GTP Ketiga

Menyediakan akses yang lebih besar terhadap pendidikan yang terjangkau & kualitas

Bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan dasar & meningkatkan hasil siswa

Menunjukkan kesempatan belajar

Bidang Kesehatan Fasilitas Toilet Indikator proxy yang dapat mempengaruhi hasil kesehatan dan pencegahan penyakit

Akses ke Air Minum Aman informasi yang tersedia terdekat yang mencerminkan kualitas kesehatan

(23)

Standar Hidup Kondisi Hidup per kuarter Pengeluaran rumah tangga yang lebih tinggi Kepadatan Ruang Mencerminkan kualitas hidup

Fasilitas pengumpulan sampah

Kriteria penting untuk negara maju

Fasilitas pengelolaan limbah yang efisien mencerminkan standar hidup yang berkualitas – lingkungan kondusif & sehat

Transportasi Berarti untuk produktif, efektif dan efisien Kebutuhan dasar untuk

persiapan makanan

Sumber daya minimal untuk menyiapkan makanan untuk konsumsi sendiri

Akses ke alat komunikasi dasar

Sarana komunikasi modern

Fokus 10 MP - meningkatkan penetrasi broadband rumah tangga 75% pada akhir 2015

Mencerminkan kemampuan dan pengetahuan ekonomi Sumber: OPHI (2014)

3.4.5.

Meksiko

Dimensi Indikator

Kesenjangan Pendidikan Fokus pada penduduk usia 2-15 Akses terhadap Perawatan

Kesehatan

Diukur dengan menggunakan akses terhadap asuransi populer, lembaga publik jaminan sosial atau pelayanan kesehatan swasta

Akses terhadap jaminan sosial Diukur melalui akses langsung ke program yang ada untuk pelayanan medis dan pensiun bagi warga senior, dengan akses melalui anggota keluarga, atau pendaftaran sukarela di lembaga lain untuk mengakses sama

Pelayanan dasar di rumah Ditentukan dengan melihat atap, dinding, lantai dan rasio orang per kamar Kualitas ruang hidup Termasuk akses ke fasilitas air yang memadai, layanan drainase dan listrik Akses terhadap makanan Ditentukan oleh pengukuran pada spektrum ketahanan pangan di mana

kerawanan pangan dapat dicirikan sebagai sedikit, sedang atau memotong Pendapatan per kapita saat ini Menggunakan Pendapatan Rumah Tangga Nasional dan Belanja Survey

(ENlGH)

Tingkat kohesi/ perpaduan sosial Diukur dari kesenjangan ekonomi, polarisasi sosial, jaringan sosial dan rasio pendapatan

Sumber: OPHI (2014)

3.5.

Cara Mengukur MPI

MPI dihitung menggunakan bobot tertimbang dari dimensi dan indikator. Bobot dari dimensi ditimbang sama yaitu 1/3 masing-masing dimensi. Dan masing-masing indikator dalam dimensi juga ditimbang sama. Sehingga didapatkan bobot indikator sebagai berikut: bobot indikator kesehatan

(24)

yang terdiri dari dua indikator dinilai sebesar 1/6, bobot pendidikan yang terdiri dari dua indikator dinilai 1/6 dan bobot kualitas hidup yang terdiri dari enam indikator dinilai 1/18.

Setiap orang yang dinilai dalam MPI dilihat dari indikator yang dinilai. Penilaiannya terdiri dari rentang 0-1. Ketika seseorang memenuhi penilaian kemiskinan menurut indikator MPI maka dia dikenaikan poin 1. Penilaian akan terus dilakukan pada setiap indikator. Setelah mendapatkan penilaian terhadap sepuluh indikator maka akan dihitung berdasarkan rumus seperti berikut:

Dimana Ii =1 jika seseorang kena dalam indikator i dan Ii = 0 jika bukan. Wi adalah bobot dari

indikator i dengan

Semua indikator dan dimensi dijumlahkan, lalu dicari rata-rata nilai. Seseorang dikatakan miskin ketika total rata-rata penilaian kecil dari 1/3. MPI adalah perkalian antara multidimensional headcount ratio (H) dengan intensity of poverty (A).

Dimana q adalah jumlah individu yang dikategorikan miskin secara multidimensional sedangkan n adalah total populasi.

Dimana ci(k) adalah skor dari individu id an q adalah jumlah individu yang mengalami kemiskinan

(25)

BAGIAN 4

Teknis Perhitungan MPI Indonesia

4.1.

Data Susenas

Data yang digunakan untuk menghitung MPI Indonesia adalah data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Kenapa data Susenas digunakan? Ada beberapa alasan. Pertama, data Susenas secara priodik dilakukan oleh BPS setiap tahun, sehingga bisa dilakukan perhitungan MPI setiap tahun. Kedua, beberapa indicator yang ada dalam MPI baik versi OPHI maupun MPI versi Indonesia terdapat dalam lembaran pertanyaan kuisioner Susenas sehingga sangat relevan untuk menjadi data perhitungan MPI Indonesia. Ketiga, sampel data Susenas bisa menjangkau sampai ke tingkat kabupaten/kota sehingga target dari analisis MPI Indonesia untuk sampai ke level kabupaten/kota bisa terpenuhi.

Susenas dilakukan oleh BPS sebagai dasar untuk mengevaluasi capaian dari sector social dan ekonomi di Indonesia. Susenas juga digunakan sebagai dasar perhitungan angka kemiskinan berdasarkan basic need approach. Survey Susenas dilakukan setiap tahun, dan setiap tahun dilakukan empat kali survey (Februari, Mei, Agustus dan November). Dalam melakukan Survey, BPS mengunakan block sampling yang sudah mewakili seluruh kabupaten/kota di Indonesia.

Susenas terdiri dari dua yaitu Susenas Kor dan Susenas Modul. Susenas Kor adalah Susenas yang rutin dilakukan setiap tahun. Dalam Susenas Kor informasi yang digali adalah terkait informasi individu dan rumah tangga seperti pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, perumahaan dan lainnya. Susenas Modul terkait dengan informasi mengenai konsumsi. Semua informasi terkait dengan konsumsi rumah tangga di gali dari Susenas Modul.

4.2.

Perangkat Aplikasi Pengolahan Data

Aplikasi yang digunakan adalah Stata atau SPSS dalam pengolahan data Susenas, peneliti dalam hal ini dianjurkan untuk menggunakan Stata karena kerjanya yang lebih cepat dan baik dibandingkan dengan SPSS. Stata dan SPSS cukup berat digunakan untuk mengolah data bila menggunakan spesifikasi konmputer atau laptop yang rendah, Penulis menganjurkan laptop/pc yang menggunakan spesifikasi dengan rekomendasi Processor Intel I5 atau AMD A10, Windows 64 bit dan Ram minimal 4 GB untuk membuat hasil perhitungan yang lebih baik

(26)

4.3.

Dimensi dan Indikator MPI Indonesia

Gambar 4.1. Dimensi dan Indikator MPI Indonesia

Dalam perhitungan MPI di Indonesia memakai tiga dimensi yaitu dimensi kesehatan, pendidikan dan standar kualitas hidup dan terdapat total 11 indikator. Seusai dengan metoder Alkire Foster yang membebaskan pemakaian indikator maka kami menyesuaikan ketersediaan data dengan indikator yang dapat menjadi representasi di Indonesia.

4.3.1.

Dimensi Kesehatan

Sanitasi

Rumah tangga dengan tempat pembuangan air besar tidak ada, umum, bersama dan sendiri. Jika sendiri dengan jenis kloset cemplung atau tidak pakai kloset.

Air Bersih

Rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai, air hujan dan lainnya. Jarak penampungan akhir terhadap sumber air utama < 10 meter. Akses pada Layanan Kesehatan Maternal (Persalinan)

Rumah tangga yang mempunyai balita yang proses kelahiran di tolong oleh dukun bersalin, famili/keluarga dan tenaga penolong kelahiran lainnya (non medis).

(27)

Asupan Gizi Seimbang pada Balita

Rumah tangga yang memiliki balita dengan asupan gizi tidak seimbang yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, dalam hal ini mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2013 tantang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia.

Tabel 4.1. Standar Asupan Gizi Berimbang menurut Kelompok Umur di Indonesia Kelompok umur BB*

(kg)

TB* (cm) Energi Protein Lemak

(g) (kkal) (g) Total n-6 n-3 Bayi/Anak 0 – 6 bulan 6 61 550 12 34 4,4 0,5 7 – 11 bulan 9 71 725 18 36 4,4 0,5 1-3 tahun 13 91 1125 26 44 7,0 0,7 4-6 tahun 19 112 1600 35 62 10,0 0,9

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2013 tantang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia.

4.3.2.

Dimensi Pendidikan

Keberlanjutan Pendidikan

Rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah dasar dan menengah yang tidak mampu menjaga keberlangsungan pendidikan pada tingkatan yang sesuai dengan standar usia sekolahnya. Dinilai sebagai indicator akses terhadap pendidikan.

Melek Huruf

Rumah tangga yang memiliki anggota keluarga yang berada di usia produktif (15-64 tahun) tidak mampu membaca dan menulis.

Akses pada Layanan Pendidkan Pra Sekolah

Rumah tangga yang memiliki anak usia 3-6 tahun tidak akses pada layanan pendidikan pra sekolah seperti PAUD, pos setara PAUD lainnya, Taman Kanak – Kanak (TK) atau setara, kelompok bermain dan jenis pendidikan pra sekolah lainnya.

(28)

4.3.3.

Dimensi Standard Kualitas Hidup

Sumber Penerangan

Rumah tangga dengan jenis sumber penerangannya listrik non PLN, petromax/aladin, pelita/senter/obor, lainnya serta listrik PLN tanpa meteran dan listrik PLN dengan daya 450 watt dan 900 watt.

Bahan Bakar Memasak

Rumah tangga dengan jenis bahan bakar/energi untuk memasak terdiri dari minyak tanah, arang, breket, kayu bakar dan lainnya.

Atap Lantai Dinding

Rumah tangga dengan jenis atap rumah ijuk/rumbia dan lainnya dan atau jenis lantai rumah tanah dan lainnya dan atau jenis dinding rumah bambu dan lainnya. Jika dua dari tiga indicator diatas ada. Kepemilikan Aset

Rumah tangga yang tidak memiliki asset perumahaan; kontrak, sewa, bebas sewa milik orang lain, bebas sewa milik orang tua/sanak/saudara dan lainnya.

(29)

Tabel 4.2. Dimensi dan Indikator MPI Indonesia

NO DIMENSI INDIKATOR DEFINISI

INDIKATOR

THRESHOLD JUSTIFIKASI

1 Kesehatan Sanitasi Rumah tangga dengan kondisi

sanitasi yang tidak layak

Rumah tangga dengan tempat pembuangan air besar tidak ada, umum, bersama dan sendiri. Jika sendiri dengan jenis kloset cemplung atau tidak pakai kloset.

MDGs 2015 dan standar sanitasi yang layak Kementerian Kesehatan

Air Bersih Rumah tangga dengan kondisi akses

pada sumber air minum yang tidak layak

Rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari sumur tak terlindung, mata air tak terlindung, air sungai, air hujan dan lainnya. Jarak penampungan akhir terhadap sumber air utama < 10 meter.

MDGs 2015 dan standar sumber air bersih BPS.

Akses pada layanan kesehatan maternal (persalinan)

Rumah tangga yang istri melahirkan di tolong oleh tenaga non medis (tidak akses pada layanan kesehatan maternal)

Rumah tangga yang mempunyai balita yang proses kelahiran di tolong oleh dukun bersalin,

famili/keluarga dan tenaga penolong kelahiran lainnya (non medis).

Standar Penolongan Persalinan Kementerian Kesehatan

Asupan Gizi Seimbang pada Balita

Rumah tangga yang memiliki balita dengan kualitas asupan gizi tidak seimbang

Rumah tangga yang memiliki balita dengan asupan gizi tidak seimbang

Standar Asupan Gizi Seimbang, Kementerian Kesehatan.

2 Pendidikan Keberlanjutan pendidikan Rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah dasar dan menengah yang tidak menjaga

keberlangsungan pendidikannya

Rumah tangga yang memiliki anak usia sekolah dasar dan menengah yang tidak mampu menjaga

keberlangsungan pendidikan pada tingkatan yang sesuai dengan standar usia sekolahnya. Dinilai sebagai indicator akses terhadap pendidikan.

Program Wajib Belajar 12 Tahun (RPJMN 2015 – 2019)

Melek Huruf Rumah tangga yang memiliki

anggota keluarga yang berada di usia produktif (15-64 tahun) tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis

Rumah tangga yang memiliki anggota keluarga yang berada di usia produktif (15-64 tahun) tidak mampu membaca dan menulis.

MDGs 2015 dan Human Development Indexs (UNDP)

Akses kepada layanan pendidikan pra sekolah

Rumah tangga yang memiliki anak usia 3-6 tahun tidak akses pada layanan pendidikan pra sekolah (PAUD)

Rumah tangga yang memiliki anak usia 3-6 tahun tidak akses pada layanan pendidikan pra sekolah seperti PAUD, pos setara PAUD lainnya, Taman Kanak – Kanak (TK) atau setara, kelompok bermain dan jenis pendidikan pra sekolah lainnya.

Program Pendidikan Pra Sekolah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(30)

3 Standar Kualitas Hidup

Sumber Penerangan Rumah tangga yang tidak akses ke sumber penerangan listrik (PLN)

Rumah tangga dengan jenis sumber penerangannya listrik non PLN, petromax/aladin, pelita/senter/obor, lainnya serta listrik PLN tanpa meteran dan listrik PLN dengan daya 450 watt dan 900 watt.

Standar PLN dan kebijakan subsidi listrik pemerintah.

Bahan Bakar/Energi untuk Memasak

Rumah tangga dengan kondisi bahan bakar/energy untuk memasak yang tidak layak

Rumah tangga dengan jenis bahan bakar/energi untuk memasak terdiri dari minyak tanah, arang, breket, kayu bakar dan lainnya.

Standar BPS

Kondisi Atap, Lantai dan Dinding Rumah

Rumah tangga dengan jenis atap, lantai dan dinding rumah yang tidak memenuhi standar hidup layak

Rumah tangga dengan jenis atap rumah ijuk/rumbia dan lainnya dan atau jenis lantai rumah tanah dan lainnya dan atau jenis dinding rumah bambu dan lainnya. Jika dua dari tiga indicator diatas ada.

Standar Kementerian Perumahaan Rakyat (Rumah Layak Huni) Kepemilikan Aset Rumah tangga yang tidak memiliki

asset perumahan

Rumah tangga yang tidak memiliki asset

perumahaan; kontrak, sewa, bebas sewa milik orang lain, bebas sewa milik orang tua/sanak/saudara dan lainnya.

Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Kemeterian Perumahaan Rakyat.

(31)

4.4.

Cara Mengukur MPI Indonesia

Berikut ini adalah beberapa tahap untuk meakukan perhitungan MPI sesuai dengan yang disampaikan Alkire Foster (2013) dan disesuaikan dengan MPI Indonesia:

1. Memilih unit analisis

Analisis yang dipilih bisa dalam berbagai macam unit seperti individu, rumah tangga, propinsi, kabupaten/kota, jenis kelamin, desa - kota dan lain sebagainya.

2. Memilih Dimensi

Pemilihan dimensi sangat penting dilakukan untuk melihat dimensi apa yang ingin dilihat, dalam kasus OPHI, ia memakai tiga dimensi yaitu dimensi kesehatan, pendidikan dan standar kualitas hidup. Pada MPI Indonesia, memakai tiga dimensi seperti standar OPHI tapi ada perubahan dalam indicator di masing – masing dimensi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan indikator yang ada. Dalam memilih dimensi dan indikator perlu dilakukan beberapa hal berikut:

• Perlu melakukan expert review dari berbagai stakeholder yang terkait, mlalui persepsi dari

variabel terkait ini maka kekuatan dimensi dan indikator menjadi semakin kuat.

• Untuk memperkuat legitimasi indikator maka harus memenuhi tujuan yang ada seperti

SDGs, deklarasi HAM, atau misalnya RPJMN Pemerintah.

• Asumsi implisit dan eksplisit tentang apa yang orang hargai dan harusnya hargai. Hal ini bisa

dibawa dari konvensi, teori psikologi atau bahkan filosofi.

• Data yang dipakai pula harus memberikan karakteristik indikator yang diberikan seperti data

Susenas dapat memberika indikator dari berbagai macam dimensi seperti kesehatan, pendidikan, jaminan sosial, standar kualitas hidup, konsumsi, pendapatan, pekerjaan dan lain-lain.

• Bukti empiris yang dapat menunjukan preferensi dan perilaku manusia atau studi yang

memperlihatkan nilai dari masalah mental manusia. 3. Memilih Indikator

Indikator akan dipilih dari setiap dimensi dengan prisp “accuracy” (untuk membuat data lebih akurat bisa menggunakan berbagai macam indikator yang dibutuhkan sehingga mempunyai berbagai macam analisis untuk membuat pembuatan kebijakan menjadi lebih baik) dan

“parsimony” (menggunakan sedikit mungkin indikator untuk mempermudah analisis kebijakan

dan transparansi). Untuk menetapkan indikator yang baik maka kaidah statistik harus perlu diperharikan yaitu bila bisa penetapan indikator adalah tidak berkorelasi tinggi antar indikator. 4. Membuat Bobot Dimensi dan Indikator

Sesuai dengan metode Alkire – Foster, setiap dimensi dan indicator diberikan bobot. Metode pembobotan dipakai rata – rata setiap dimensi dan indicator. Untuk bobot dimensi dan indikator MPI Indonesia tersaji di bawah ini:

(32)

Tabel 4.2. Bobot Dimensi dan Indikator MPI Indonesia Dimensi (Bobot) Indikator (Bobot) Kesehatan (1/3) Sanitasi (1/12) Air Bersih (1/12)

Akses pada layanan kesehatan maternal (persalinan) (1/12)

Asupan Gizi Seimbang pada Balita (1/12)

Pendidikan (1/3)

Akses kepada layanan pendidikan dasar dan menengah (1/9)

Melek Huruf (1/9)

Akses kepada layanan pendidikan pra sekolah (1/9)

Standar Kualitas Hidup (1/3)

Sumber Penerangan (1/12)

Bahan Bakar/Energi untuk Memasak (1/12)

Kondisi Atap, Lantai dan Dinding Rumah (1/12)

Kepemilikan Aset (1/12)

5. Membuat Garis Kemiskinan

Diperlukan membuat poverty cutoff jika ditetapkan untuk tiap dimensi. Langkah ini menciptakan cut off pertama untuk metodologi. Setiap orang dapat dikatakan deprive atau non deprive dari setiap dimensi. Misalnya jika orang yang dikatakan miskin edukasi adalah orang yang putus sekoah ataupun orang yang tidak pernah sekoah denga umur sekolah, selain dari hal ini maka ia dikatakan tidak miskin.

6. Aplikasi Garis Kemiskinan

Langkah ini mengganti pencapaian seseorang dengan status yang dialami dengan setiap cutoff yang ada, misalnya batas garis kemiskinan MPI adalah 0.333 dan bila lebih dari 0.333 ia dikatakan miskin dan bila ia dibawah 0.333 maka ia tidak dikatakan miskin. Jadi bila seseorng tidak sekolah (mengalami kemiskinan dimensi edukasi) tetapi ia masih dibawah garis kemiskinan multidimensi maka ia tidak dikatakan sebagai orang yang miskin.

7. Hitung jumlah deprivasi dari tiap orang

Setalah mendapatkan batasan garis kemiskinan, maka selanjutnya adalah menghitung jumlah kemiskinan. Metode Alkire Foster membuat orang yang melewati batas 0.333 dianggap bahwa dia terkena kemiskinan multidimensi

8. Menetapkan cutoff kedua.

Asumsi adalah mempunyai bobot yang sama untuk mempermudah, hal ini akan memberikan angka dari tiap dimensi dimana ia mengalami kemiskinan. Seseorang dikatakan mengalami kemiskinan multidimensi jika ia mengalami kemiskinan multidimensional jika terkena dalam bebeberapa dimensi yang bersangkutan, sesuai dengan cutoff yang bersangkutan.

(33)

9. Mengaplikasikan cutoff untuk mencapai set data orang miskin dan orang non miskin yang sudah tersensor

Focus yang dilakukan adalah memberikan profil dari orang miskin tersebut serta dimensi yang diberikan saat mereka deprived. Semua informasi yang menyatakan bahwa ia tidak miskin akan dibuat nol semua.

10. Menghitung Kemiskinan Headcount

Kemiskinan Headcount akan memberikan gambaran siapa yang mengalami kemiskinan multidimensi. Setidaknya dalam hal ini tiap individu akan diketahui kemiskinan apa saja yang dialami oleh individu tersebut

11. Menghitung Kemiskinan Household

Sesuai dengan Metode Alkire Foster maka kemiskinan individu ini harus diaplikasikan kepada household dengan membuat setiap individu yang ada dalam keluarga tersebut terkena kemiskinan multidimensi.

12. Memecah Grup dan Breakdown dari Dimensi

• Grup yang dibuat bisa berdasrkan dengan jenis kelamin, daerah desa ataupun kota dan

lain-lain

• Tingkat kemiskinan bisa meningkat jika seseorang mengalami kemiskinan dengan adanya

tambahan dimensi yang ada, jadi individu ini sensitif dari multiplikasi kemiskinan

• Kemiskinan ini akan menyesuaikan dengan group yang dikalkulasikan yang membuat

perbandingan internasionl yang berarti antar negara yang berbeda pula

• Hal ini dapat dipecah menjadi dimensi untuk memberikan kepada pembuat kebijakan

dimensi pa yang berkontribusi kepada kebanyakan kemiskinan multidimensi di berbagai wilayah atau populasi

Secara sederhana perhitungan MPI dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.3. Contoh Perhitungan MPI Indonesia

Dimensi dan Indikator Individu dalam Rumah Tangga Sampel Bobot

1 2 3 4

Ukuran dalam rumah tangga sampel 4 7 5 4 Dimensi Kesehatan:

Sanitasi 0 1 0 1 1/12 = 0.083

Air Bersih 0 1 0 0 1/12 = 0.083

Akses pada layanan kesehatan maternal (persalinan)

1 1 0 0 1/12 = 0.083

Asupan Gizi Seimbang pada Balita 1 1 1 1 1/12 = 0.083

Dimensi Pendidikan:

Keberlanjutan Pendidikan 0 0 1 1 1/9 = 0.111

Melek Huruf 0 1 1 1 1/9 = 0.111

Akses kepada layanan pendidikan pra sekolah

0 1 0 1 1/9 = 0.111

Dimensi Standar Kualitas Hidup:

Sumber Penerangan 0 0 0 0 1/12 = 0.083

Bahan Bakar/Energi untuk Memasak 0 1 0 1 1/12 = 0.083

Kondisi Atap, Lantai dan Dinding Rumah 0 1 0 1 1/12 = 0.083

Kepemilikan Aset 0 1 0 1 1/12 = 0.083

(34)

Apakah masuk kategori miskin MPI (c1≥1/3=0.333)

No Ya No Ya

Sensor skor (c1) 0 0.803 0 0.748

Skor setiap orang dalam rumah tangga, contoh RT 1 adalah: (2 x 0.083) = 0.166 Angka kemiskinan multidimensi (H) = (7+4) : (4+7+5+4) = 0.550

Intensitas kemiskinan multidimensi (A) = (0 x 4) + (0.803 x 7) + (0 x 5) + (0.748 x 4) : (7+4) = 0.783 MPI = H x A = 0.550 x 0.783 = 0.4037

4.5.

Contoh Hasil Perhitungan MPI

Berikut ini, disajikan contoh hasil perhitungan angka kemiskinan multidimensi dan MPI menurut Provinsi di Indonesia

Tabel 4.4. Angka Kemiskinan Multidimensi dan MPI menurut Propinsi di Indonesia, 2013

PROVINSI Jumlah Rumah Tangga Miskin (q) Jumlah Rumah Tangga (N) Sensor Skor (C1) Angka Kemiskinan Multidimensi (H) Intensitas Kemiskinan Multidimensi (A) MPI 11 Aceh 449,106 1,177,120 186,204 38.15 0.4146 0.1582 12 Sumatera Utara 1,045,594 3,243,740 443,604 32.23 0.4243 0.1368 13 Sumatera Barat 520,004 1,209,251 213,692 43.00 0.4109 0.1767 14 Riau 452,680 1,467,901 187,125 30.84 0.4134 0.1275 15 Jambi 265,016 832,682 110,167 31.83 0.4157 0.1323 16 Sumatera Selatan 583,634 1,925,866 242,848 30.31 0.4161 0.1261 17 Bengkulu 147,451 466,484 60,890 31.61 0.4130 0.1305 18 Lampung 635,851 2,039,499 265,139 31.18 0.4170 0.1300 19 Bangka Belitung 91,850 348,170 37,519 26.38 0.4085 0.1078 21 Kepulauan Riau 99,792 502,176 39,731 19.87 0.3981 0.0791 31 DKI Jakarta 362,542 2,635,908 134,879 13.75 0.3720 0.0512 32 Jawa Barat 3,383,364 12,327,167 1,394,667 27.45 0.4122 0.1131 33 Jawa Tengah 2,349,750 9,066,176 945,502 25.92 0.4024 0.1043 34 DI Yogyakarta 210,036 1,082,637 77,511 19.40 0.3690 0.0716 35 Jawa Timur 2,799,436 10,746,719 1,123,203 26.05 0.4012 0.1045 36 Banten 881,312 2,771,671 380,478 31.80 0.4317 0.1373 51 Bali 229,269 1,094,536 92,849 20.95 0.4050 0.0848 52 Nusa Tenggara Barat 637,692 1,311,372 269,963 48.63 0.4233 0.2059 53 Nusa Tenggara Timur 682,975 1,064,436 323,767 64.16 0.4741 0.3042 61 Kalimantan Barat 481,508 1,108,928 208,773 43.42 0.4336 0.1883 62 Kalimantan Tengah 341,961 643,799 141,291 53.12 0.4132 0.2195 63 Kalimantan selatan 393,074 1,071,583 160,302 36.68 0.4078 0.1496 64 Kalimantan Timur 247,547 983,647 99,914 25.17 0.4036 0.1016 71 Sulawesi Utara 222,785 609,405 89,892 36.56 0.4035 0.1475

(35)

72 Sulawesi Tengah 337,505 682,779 142,728 49.43 0.4229 0.2090 73 Sulawesi Selatan 623,624 1,973,978 265,857 31.59 0.4263 0.1347 74 Sulawesi Tenggara 282,188 556,985 124,089 50.66 0.4397 0.2228 75 Gorontalo 136,913 264,787 58,358 51.71 0.4262 0.2204 76 Sulawesi Barat 153,663 285,095 69,174 53.90 0.4502 0.2426 81 Maluku 184,205 350,698 81,634 52.53 0.4432 0.2328 82 Maluku Utara 129,901 242,737 56,809 53.52 0.4373 0.2340 91 Papua Barat 96,761 174,055 41,327 55.59 0.4271 0.2374 94 Papua 614,336 810,196 315,958 75.83 0.5143 0.3900 INDONESIA 20,073,326 65,072,183 8,385,844 30.85 0.4178 0.1289

Sumber: Perkumpulan Prakarsa, 2015

4.6.

Pembuatan Peta MPI Indonesia

Dalam pembuatan peta MPI tim peneliti menggunakan Stat Planet yang merupakan program yang bersifat open source sehingga bisa diakses oleh semua pihak. Khusus untuk belajar pemetaan, akan ada tim peneliti MPI akan memandu untuk pembuataan peta MPI Indonesia.

(36)

BAGIAN 5

Bagaimana Cara Menganalisis MPI Indonesia

Pada bagian berikut ini, kita akan mempelajari cara menganalisis MPI Indonesia. Ada beberapa aspek yang bisa dianalisis untuk melihat kondisi kemiskinan multidimensi di Indonesia yaitu:

1. Angka kemiskinan multidimensi (headcount)

2. Indeks Kemiskinan Multidimensi (MPI)

3. Intensitas kemiskinan (A)

4. Karakteristik kemiskinan multidimensi

5. Menetapkan permasalahan utama kemiskinan multidimensi, strategi, program prioritas dan

kebijakan anggaran penanggulangan kemiskinan berbasis kemiskinan multidimensi.

Sebelum masuk untuk menganalisi MPI Indonesia, kita lihat terlebih dahulu hasil perhitungan MPI Indonesia tahun 2012 dan 2013 pada gambar 5.1.

Gambar 5.1. Gambar Kemiskinan Multidimensi di Indonesia, Tahun 2013

Sumber: Perkumpulan Prakarsa, 2015

5.1.

Angka Kemiskinan Multidimensi

Secara nasional, angka kemiskinan multidimensi di Indonesia pada tahun 2013 adalah 30,85%. Diatas kemiskinan moneter versi BPS. Kebutuhan informasi data kemiskinan multidimensi juga

Gambar

Gambar 2.1. Faktor Internal Penyebab Kemiskinan
Gambar 2.2. Faktor Eksternal Penyebab Kemiskinan
Gambar 2.3. Kondisi Riil Kemiskinan di Indonesia
Gambar 3.1. Dimensi dan Indikator Multidimensional Poverty Indexs (MPI) versi OPHI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian tersebut mengemukakan hasil bahwa Perputaran Kas dan Perputaran Piutang secara bersama – sama berpengaruh signifikan terhadap Return On Investment

PRINSIP DASAR untuk KEBIJAKAN MANAJEMEN KARIR (2) Dasar pergerakan karir Kinerja Kompetensi Fokus Pengembangan pemimpin dari dalam Peran Karyawan • Mengetahui tingkat.. kompetensi

Dalam pem- buatan pupuk hayati dibutuhkan mikroba-mikroba yang mempunyai beberapa kemampuan sekaligus baik sebagai pupuk yang menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan

Kompleks kobalt(II) piridin-2,6- dikarboksilat, terdapat ikatan hidrogen, interaksi π-π dan heterosiklik aromatis [4] , yang memungkinkan kompleks ini berinteraksi dengan

[r]

Pengujian kadar gula pereduksi pada pulp limbah kayu adalah untuk mengetahui kandungan monomer glukosa yang dihasilkan setelah proses sakarifikasi dan setelah fermentasi

Karena terbatasnya Stasiun Pengukuran Air Sungai (SPAS) yang ada di daerah penelitian hanya berdasarkan pada pencatatan tinggi muka air di Waduk Riam Kanan

Perlindungan tangan Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian