• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT TIMOR BERDASARKAN METODE PENGENALAN POLA SPEKTRAL CITRA SATELIT ALOS-PALSAR ANSTAYN NAMBERON SARAGIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT TIMOR BERDASARKAN METODE PENGENALAN POLA SPEKTRAL CITRA SATELIT ALOS-PALSAR ANSTAYN NAMBERON SARAGIH"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT

TIMOR BERDASARKAN METODE PENGENALAN POLA

SPEKTRAL CITRA SATELIT ALOS-PALSAR

ANSTAYN NAMBERON SARAGIH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULATAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul Kajian Tumpahan Minyak Montara Di Laut Timor Berdasarkan Metode Pengenalan Pola Spektral Citra Satelit ALOS-PALSAR adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Anstayn Namberon Saragih NIM C54080017

(4)

A

BSTRAK

ANSTAYN N SARAGIH. Kajian Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor Berdasarkan Metode Pengenalan Pola Spektral Citra Satelit ALOS-PALSAR. Dibimbing oleh JAMES PARLINDUNGAN PANJAITAN dan TEGUH PRAYOGO

Pencemaran perairan yang diakibatkan tumpahan minyak dapat merusak lingkungan laut dan sumber daya hayati. Dampak pencemaran dapat mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk menduga tumpahan minyak yang terdapat di perairan lokasi penelitian berdasarkan citra ALOS-PALSAR, mengidentifikasi tumpahan minyak, dan mengklasifikasikan tumpahan minyak Montara di Laut Timor berdasarkan nilai hambur balik dan indeks sebaran tumpahan minyak. Citra di-filter dengan berbagai ukuran kernel filter sehingga diperoleh nilai hambur balik citra yang tidak mengandung noise. Tumpahan minyak diklasifikasikan menjadi tiga kelas berdasarkan nilai hambur balik masing piksel pada citra. Selang nilai hambur balik untuk masing-masing kelas tumpahan minyak, yaitu: tumpahan minyak berat adalah -34.00 s/d -31.52 dB, tumpahan minyak sedang adalah -31.52 s/d -30.18 dB, dan tumpahan minyak ringan adalah -30.18 s/d -27.49 dB. Berdasarkan nilai index sebaran tumpahan minyak (OSI), tumpahan minyak diklasifikasikan menjadi tiga kelas. Nilai index sebaran tumpahan minyak untuk masing-masing kelas tumpahan minyak, yaitu: tumpahan minyak berat adalah 0.17-0.34, tumpahan minyak sedang adalah 0.67-0.96, dan tumpahan minyak ringan adalah 1.03-1.25.

Kata kunci: Tumpahan minyak, filter, kernel, hambur balik, klasifikasi

ABSTRACT

ANSTAYN N SARAGIH The Study of Montara Oil Spills at Timor Sea Based on Spectral Pattern Recognition Method of ALOS-PALSAR Satellite Imagery. Supervised by JAMES PARLINDUNGAN PANJAITAN and TEGUH PRAYOGO

Water pollution caused by oil spills could harm marine environment and biological resources. The impact of pollution can disrupt economic activities of coastal communities. This study aimed at suspected the oil spill in the waters research site based on the image data of the ALOS-PALSAR, identify and classify the Montara oil spill in the Timor Sea based on backscatter value and oil spread index. Image filtered with different filter kernel size in order to obtain the value of backscatter images that does not contain noise. Oil spills are classified into three classes based on backscatter of each pixel in the image. The range of Backscatter values for each class of oil spills, i.e.: heavy oil spill is -34.00 to -31.52 dB, medium oil spill is -31.52 to -30.18 dB, and light oil spill is -30.18 to -27.49 dB. Based on oil spread index (OSI), oil spills are classified into three classes. Oil spread index value for each class of oil spills, i.e: heavy oil spill is 0.17-0.34, medium oil spill is 0.67-0.96, and light oil spill is 1.03-1.25.

(5)

KAJIAN TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT

TIMOR BERDASARKAN METODE PENGENALAN POLA

SPEKTRAL CITRA SATELIT ALOS-PALSAR

ANSTAYN NAMBERON SARAGIH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULATAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

SKRIPSI

Judul Skripsi : Kajian Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor Berdasarkan Metode Pengenalan Pola Spektral Citra Satelit ALOS-PALSAR

Nama : Anstayn Namberon Saragih

NIM : C54080017

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Disetujui oleh

Dr. Ir. James P Panjaitan, M.Phil Teguh Prayogo, S.T., M.Si

Pembimbing Utana Pembimbing Anggota

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Kajian Tumpahan Minyak

Montara di Laut Timor Berdasarkan Metode Pengenalan Pola Spektral Citra Satelit ALOS-PALSAR”. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan yaitu Sarjana Ilmu Kelautan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas bimbingan, dorongan, bantuan dan doa dari berbagai pihak terutama kepada : 1. Dr. Ir. James P Panjaitan, M.Phil dan Teguh Prayogo, S.T., M.Si selaku dosen

pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahannya yang diberikan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Vincentius P Siregar, DEA selaku dosen penguji, atas kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK-IPB yang telah membantu dalam menyelesaikan administrasi.

4. Kedua orang tua tercinta Bapak Alisman Saragih, S.H dan Ibu Masly Sinaga, Kakak tersayang Astrya Umacy Saragih, S.H, yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan motivasi yang tiada batas kepada penulis.

5. Keluarga besar Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, khususnya teman teman ITK 45 yang telah memberikan dukungan dan memberikan semangat kepada penulis.

6. Keluarga besar Marine Camp : Cuplis, Coro, Kijah, Dewa, Ridho, Nanda, Acu, Erik, Bere, Conde, Viko yang memberikan kenyamanan dalam sebuah keluarga.

7. Keluarga besar Warkopers : Fahmi, Cimol, Iyan, Ikur, Ridho, Love, Anta yang memberikan kenyamanan dalam sebuah keluarga.

8. Keluarga besar Kos-kosan Guru Pardesi : Gusto, Jonathan, Ridwan, Berto, Nando, Randi, Radi, Anju yang memberikan kenyamanan dalam sebuah keluarga.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan nama satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, November 2014

(9)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 METODE PENELITIAN 2 Lokasi Penelitian 2 Waktu Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Pengolahan Citra Satelit ALOS-PALSAR 4

Penggunaan Filter Low_freq 5

Identifikasi Tumpahan Minyak 6

Klasifikasi Tumpahan Minyak 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Konversi Format Citra ALOS-PALSAR 9

Penggabungan Citra ALOS 10

Penggunaan Filter Low_freq dan Analisis Visual Citra 10

Identifikasi Tumpahan Minyak 15

Klasifikasi Tumpahan Minyak 18

Pola Pergerakan Angin Di Laut Timor 22

Pola Pergerakan Arus Di Laut Timor 25

KESIMPULAN DAN SARAN 26

Kesimpulan 26

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lokasi penelitian di Laut Timor, bagian Selatan Nusa Tenggara Timur 3 2. Lebar lingkaran menyentuh dua sisi tepi tumpahan minyak (a)

dan lingkaran memiliki sudut Ɵ (b) 6

3. Diagram alir pengolahan citra ALOS-PALSAR 8

4. Citra ALOS-PALSAR format *.ceos, (a) polarisasi HH scene 6940, (b) polarisasi HH scene 6930, (c) polarisasi HV scene 6940,

(d) polarisasi HV scene 6930. 9

5. Citra ALOS-PALSAR Laut Timor, (a) scene ID citra

ALPSRP192186940, (b) scene ID citra ALPSRP192186930,

(c) citra hasil gabungan. 10

6. Citra ALOS-PALSAR hasil filter low_freq, (a) frekuensi rendah,

(b) frekuensi tinggi 11

7. Citra ALOS-PALSAR hasil filter low_freq, (a) polarisasi HH,

(b) polarisasi HV 11

8. Visualisasi hasil pengolahan dengan kernel filter low_freq,

(a) 3x3, (b) 5x5, (c) 9x9, (d) 15x15, (e) 33x33 13

9. Garis transek pada citra filter Low_freq 13

10. Profil nilai hambur balik dari polarisasi HH dan HV

dengan ukuran kernel filter low_freq, (a) 3x3, (b) 5x5, (c) 9x9,

(d)15x15, (e) 33x33 15

11. Jenis sample region pada citra filter low_freq dengan ukuran

kernel 33x33, (a) ukuran diameter berbeda, (b) ukuran diameter sama 15 12. Grafik parameter statistik rata-rata (mean), (a) sample region ukuran

diameter berbeda, (b) sample region ukuran diameter sama 16 13. Garis transek pada citra ALOS-PALSAR filter low_freq 33x33 18 14. Tampilan visual klasifikasi tumpahan minyak di Laut Timor 19

15. Profil nilai OSI dari sample region 21

16. Posisi region tumpahan minyak 21

17. Pergerakan angin, (a) arah dan kecepatan angin di Laut Timor pada

14 Agustus – 21 Agustus 2009, (b) Wind rose pergerakan angin 22 18. Pergerakan angin, (a) arah dan kecepatan angin di Laut Timor pada

21 Agustus 2009, (b) Wind rose pergerakan angin 23 19. Pergerakan angin, (a) arah dan kecepatan angin di Laut Timor pada

22 Agustus – 4 September 2009, (b) Wind rose pergerakan angin 23 20. Pergerakan angin, (a) arah dan kecepatan angin di Laut Timor pada

2 September 2009, (b) pergerakan angin pada citra,

(c) Wind rose pergerakan angin 24

21. Pergerakan angin, (a) arah dan kecepatan angin di Laut Timor pada

3 November 2009, (b) Wind rose pergerakan angin 25 22. Pola pergerakan arus (arah dan kecepatan) pada saat perekaman citra 26

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Keterangan citra ALOS-PALSAR Laut Timor 4

2. Kisaran nilai hambur balik parameter statistik rata-rata (dB) dua

Jenis sample region 17

3. Nilai selang hambur balik tumpahan minyak dan air laut 19

4. Luas area dan volume tumpahan minyak 20

5. Klasifikasi viskositas minyak terhadap OSI 20

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Penampilan nilai hambur balik band HH dan HV serta selisih HH-HV 29 2. Data nilai parameter statistik citra tiap region dengan diameter berbeda 30 3. Data nilai parameter statistik citra tiap region dengan diameter sama 31

4. Tutorial pengolahan citra 33

5. Posisi citra ALOS-PALSAR pada lokasi penelitian 40

6. Tumpahan minyak Montara (21 Oktober 2009) 40

7. Ukuran kernel filter yang digunakan, (a) 3x3, (b) 5x5, (c) 9x9

(d) 15x15, (e) 33x33 41

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pencemaran perairan yang diakibatkan tumpahan minyak diduga dapat merusak lingkungan dan sumber daya hayati di laut. Akibat tumpahan minyak tersebut dapat mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat pesisir dengan indikasi menurunnya jumlah ikan hasil tangkapan dan tercemarnya lingkungan budidaya ikan dan rumput laut yang berdampak pada berkurangnya pendapatan nelayan. Pendeteksian sebaran tumpahan minyak perlu dilakukan untuk memantau potensi ekosistem laut agar kondisi sosial dan ekonomi masyarakat nelayanya tidak terganggu. Data spasial permukaan laut sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi dampak negatif dari persebaran tumpahan minyak. Pengamatan persebaran tumpahan minyak di suatu perairan laut perlu dilakukan secara berkelanjutan karena komponen minyak tidak langsung terurai. Hasil penelitian Fingas dan Brown pada tahun 2009, menunjukkan bahwa 48% polusi minyak di laut berasal dari bahan bakar minyak, 29% berasal dari crude oil/minyak mentah dan hanya 5% polusi minyak yang disebabkan kecelakaan tanker.

Perairan Indonesia kerap kali dicemari oleh kegiatan industri di laut seperti transportasi laut dan pengeboran minyak lepas pantai. Salah satu peristiwa tercemarnya perairan di Indonesia terjadi di Laut Timor akibat tumpahan minyak pada 21 Agustus 2009. Tumpahan minyak tersebut berasal dari bocornya minyak mentah (crude oil) dan gas hidrokarbon akibat ledakan pengeboran bawah laut offshore rig yang dioperasikan oleh The Montara Well Head Platform di Blok West Atlas, 140 mil laut utara Perairan Australia pada posisi 120 Lintang Selatan (LS) dan 1240 Bujur Timur (BT) pada kedalaman 80 meter. Kebocoran ini telah menumpahkan minyak mentah (crude oil) dan gas hidrokarbon lebih-kurang 64 ton per hari (80.000 liter/hari) sampai kebocoran minyak tersebut dapat berhenti. Minyak mentah yang berasal dari dasar laut menyembur dan mencemari perairan Australia dan memasuki batas perairan ZEEI Indonesia mendekati Pulau Rote. Pada tanggal 7 Oktober 2009 tumpahan minyak mentah telah mencapai perairan Pulau Rote Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan jarak lebih kurang 51 mil laut.

Deteksi dan pemantauan tumpahan minyak dapat dilakukan dengan menggunakan kapal, pesawat terbang dan satelit. Pendeteksian dan monitoring tumpahan minyak yang utama dilakukan dengan pesawat terbang dan satelit yang diperlengkapi dengan sistem radar basis sistem Real Aperture Radar (RAR) dan sistem Synthetic Aperture Radar (SAR). Sistem SAR merupakan sebuah sensor gelombang-mikro aktif yang mengirim dan menangkap pulsa balik untuk dibentuk menjadi gambar 2D. Keuntungan dari sistem SAR adalah observasi dapat dilakukan siang dan malam, pengoperasian tidak terkendala tutupan awan, mampu beroperasi dalam segala kondisi cuaca, memiliki resolusi spasial tinggi dan luasan area yang luas. Satelit Andvance Land Observing Satellite (ALOS) dapat digunakan dalam mendeteksi dan monitoring tumpahan minyak di laut. Satelit ALOS membawa sensor Phased Array type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR). PALSAR merupakan sensor aktif gelombang mikro yang dapat mengirim gelombang elektromagnetik ke permukaan bumi dan menangkap kembali pantulan gelombang elektromagnetik tersebut pada frekuensi L-Band. Satelit ALOS bergerak pada orbit sun-synchronous dan satelit akan kembali ke

(14)

lokasi yang sama (siklus pengulangan orbit) setiap 46 hari. Satelit ALOS-PALSAR adalah milik JAXA (Japan Aerospace eXploration Agency)

Hambur balik dari objek yang ditangkap kembali oleh sensor SAR menggambarkan permukaan objek. Lapisan Tumpahan minyak di laut memiliki sifat sebagai penyerap radiasi sehingga akan mengurangi nilai hambur balik (backscatter) permukaan laut yang pada citra ditunjukkan sebagai zona gelap (Tapouzelis, 2008). Oleh karena kemampuan tersebut, teknologi ini dapat digunakan dalam mendeteksi tumpahan minyak di Laut Timor, dimana penelitian ini dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini sangat perlu dilakukan untuk pendeteksian sebaran tumpahan minyak, sehingga diketahui luasan dan banyaknya tumpahan minyak yang mencemari Laut Timor. Pengolahan citra ini, dilakukan dengan metode filtering citra, pengamatan tumpahan minyak secara visual serta analisis digital dari pola spektral (nilai backscatter/ hambur balik), penentuan nilai ambang batas untuk klasifikasi tumpahan minyak serta metode penentuan jenis tumpahan minyak berdasarkan formulasi Oil Spread Index (OSI). Metode filtering citra yang digunakan adalah filter low_freq. Penelitian ini diharapkan dapat menduga dan mengklasifikasikan jenis tumpahan minyak.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menduga tumpahan minyak yang terdapat di perairan lokasi penelitian berdasarkan citra ALOS-PALSAR, mengidentifikasi tumpahan minyak, dan mengklasifikasikan tumpahan minyak Montara di Laut Timor berdasarkan nilai hambur balik dan indeks sebaran tumpahan minyak dengan menggunakan citra satelit ALOS PALSAR.

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Laut Timor di sekitar anjungan pengeboran minyak/Platform yang dioperasikan oleh Montara, Platform Montara dan Well head Platform. Kedua platform ini berada pada koordinat 11°38’45,9’’ LS - 12°48’56,96’’ LS dan 124°33’16,28’’ BT - 125°26’10,01’’ BT (Gambar 1). Jarak Platform Montara berkisar antara 200 km dari daratan Australia (Pantai Kimberley) ke arah laut atau sekitar 254 km barat laut dari Truscott, Australia Barat dan 250 km dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, Indonesia (AMSA, 2009). Posisi site plan Montara berada pada kedalaman perairan 80 meter dan terletak di antara beberapa gunung bawah laut, pulau dan gugusan karang (ASA, 2010).

(15)

(sumber gambar : https://www.amsa.gov.au/environment/major-historical-incidents/Montara_Well)

Gambar 1. Lokasi penelitian di Laut Timor, bagian Selatan Nusa Tenggara Timur Laut Timor berada di bagian selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berbatasan secara langsung dengan perairan Australia. Diperairan Laut Timor terdapat beberapa pulau seperti Pulau Rote, Pulau Nusa, Pulau Ndao, Pulau Panama dan beberapa pulau lain. Sesuai perjanjian perbatasan laut pada tahun 1972 antara Indonesia dan Australia, Laut Timor masuk kedalam perairan Indonesia sejauh 370,4 km dari Provinsi Nusa Tenggara Timur dan 250 km kedalam perairan Australia dari Barat Laut Australia (La’o Hamutuk, 2002).

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Februari 2014, yang dimulai dengan pengambilan data citra satelit ALOS-PALSAR, pengolahan citra dan analisa tumpahan minyak. Pengolahan citra dan analisa data dilakukan di Bagian Inderaja dan Sistem Informasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB dan di Bidang Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Pekayon, Jakarta Timur.

Alat dan Bahan

Perangkat penelitian yang digunakan dalam pengolahan data citra yaitu laptop intel Core TM i5 processor 430M (2.26GHz, 1066MHz FSB) yang dilengkapi dengan software ENVI 4.5, ER Mapper 6.4, ArcGIS 10, dan Ms Excel. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit ALOS-PALSAR mode Fine Beam Dual Polarizations (FBD) dengan polarisasi ganda yaitu HH dan HV (Jaxa, 2006b) dengan resolusi citra 12.5 meter. Luasan area yang ditunjukkan oleh citra adalah 8007.779 Km2. Data citra ALOS-PALSAR

(16)

diperoleh dari Japan Aerospace eXploration Agency (JAXA) melalui Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN. Tabel 1 merupakan keterangan dari Scene citra ALOS-PALSAR yang digunakan pada penelitian ini:

Tabel 1. Keterangan citra ALOS-PALSAR Laut Timor

Sebagai tambahan, maka ditampilkan arah pergerakan angin. Data angin diperoleh dari website http://data-portal.ecmwf.int. Data angin yang digunakan adalah data satu minggu sebelum tumpahan minyak terjadi (14 Agustus – 21 Agustus 2009), saat tumpahan minyak (21 Agustus 2009), dua minggu setelah tumpahan minyak (22 Agustus – 4 September 2009), saat perekaman (sesuai citra, 2 September 2009), dan saat kebocoran minyak teratasi (3 November 2009). Selain pergerakan angin, ditampilkan pula arah pergerakan arus. Data arus diperoleh dari website http://www.indeso.web.id/indeso_wp/index.php/component/ lendr. Data arus yang digunakan adalah data arus saat perekaman satelit (2 September 2009).

Pengolahan Citra Satelit ALOS-PALSAR

Tahapan pengolahan citra ALOS-PALSAR pada penelitian dimulai dengan mengkonversi dua scene citra (6940 dan 6930) yang memiliki format data *.ceos menjadi format data citra *.ers dengan menggunakan software ENVI 4.5. Konversi format data citra ini dimaksudkan agar dapat mempermudah proses pengolahan citra. Menggunakan software ErMapper, citra scene 6940 dan 6930 yang sudah dalam bentuk format *.ers selanjutnya digabung (mozaik) agar menjadi satu scene citra dengan polarisasi HH dan HV. Citra hasil gabungan ini yang selanjutnya diolah dalam mendeteksi dan pengklasifikasian tumpahan minyak.

Satelit ALOS-PALSAR yang menggunakan L-Band dengan frekuensi 1270 MHz. Nilai frekuensi kemudian dikonversi sehingga menjadi nilai hambur balik (dB). Nilai frekuensi terlebih dahulu dikonversi menjadi panjang gelombang (wavelength) berdasarkan teori Maxwell’s Wave berikut ini (Lusch, 1999):

... (1)

dimana = kecepatan cahaya, 3x108 m/s = panjang gelombang (m) = Frekuensi (Hz)

Gelombang mikro hasil pantulan oleh objek akan ditangkap kembali oleh sensor pada satelit dan disimpan sebagai nilai digital pada citra. Nilai digital dihasilkan dengan memanfaatkan nilai panjang gelombang yang dikalkulasikan menggunakan persamaan radar (Lusch, 1999) berikut ini:

No Scene ID Frame Path Tanggal

1 ALPSRP192186940 6940 406 02/09/09

(17)

... (2) dimana = kekuatan (power) gelombang mikro hasil pantulan objek yang

diterima antenna

= kekuatan (power) yang ditransmisikan oleh sistem radar = koefisien radar scattering dari target

= luasan resolusi sel pada sistem radar = gain dari antenna

= panjang gelombang sistem radar = jarak dari antenna ke target

Nilai digital yang dihasilkan kemudian dikoreksi nilai hambur balik. Koreksi nilai hambur balik berupa konversi nilai digital citra menjadi nilai hambur balik (backscatter) dengan satuan dB. Konversi nilai digital menjadi nilai hambur balik dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

NRCS (dB) = 10 x log10 (DN2) + CF ... (3) NRCS adalah Normalized Radar Cross Setting dengan satuan dB, DN adalah Digital Number/ nilai digital tiap piksel dari kanal citra dan CF adalah Calibration Factor/ faktor kalibrasi dengan nilai tetapan -83 (Shimada et al, 2009).

Penggunaan Filter Low_freq

Pendeteksian dan klasifikasi tumpahan minyak dengan menggunakan citra ALOS-PALSAR ini diproses dengan memakai filter low_freq untuk mengidentifikasi dan memperjelas area tumpahan minyak (daerah hitam). Filtering adalah suatu cara untuk ekstraksi bagian data yang menyimpang dari suatu himpunan data, dengan menghilangkan bagian-bagian data yang tidak diinginkan. Penggunaan filter bertujuan agar kontras perbedaan antara tumpahan minyak dengan air laut dapat diidentifikasi. Fungsi dari filter low_freq ini adalah meminimalkan atau menghilangkan data frekuensi tinggi yang mengganggu analisa hasil pengolahan citra, sehingga mengghasilkan tampilan yang lebih mudah diidentifikasi (Fisher et al, 2003). Frekuensi yang dimaksud adalah besarnya perubahan nilai-nilai pada piksel per satuan jarak untuk setiap bagian tertentu dari gambar (distribusi nilai-nilai piksel). Dalam penggunaan filter, kemudian dilakukan modifikasi beberapa ukuran kernel filter, untuk memperoleh hasil yang dapat lebih mempertajam/memperhalus tampilan citra. Modifikasi kernel filter ini berpengaruh terhadap nilai hambur balik dan noise pada citra sehingga memudahkan dalam pendeteksian tumpahan minyak. Semakin besar kernel filter yang digunakan maka filter akan semakin sensitif terhadap noise (Gupta and Mazundar, 2013). Kernel filter adalah susunan angka seperti matriks (n kolom x n baris) yang menentukan bagaimana sebuah citra akan di-filter.

Tumpahan minyak diidentifikasi berdasarkan keseragaman tingkat kecerahan nilai hambur baliknya. Hal ini dapat mengindikasikan apakah

(18)

tumpahan minyak tersebut adalah minyak yang memiliki viskositas tinggi (kental) atau rendah karena sudah bercampur dengan air laut (Alawadi, 2009).

Identifikasi Tumpahan Minyak

Daerah tumpahan minyak yang teridentifikasi setelah penggunaan filter low_freq akan dapat diketahui sifat tumpahannya (berat, sedang, dan ringan) dengan algoritma oil spread index (OSI). Pada area tumpahan minyak dibuatkan lingkaran/region untuk mewakili setiap tumpahan minyak, dimana pembuatan lingkaran harus memperhatikan faktor-faktor, yaitu: (1) lebar lingkaran harus menyentuh dua sisi tepi tumpahan minyak, (2) lingkaran harus memiliki sudut Ɵ yang terletak antara tegak lurus jari-jari lingkaran dan tangent lingkaran sebesar 100o < Ɵ < 180o (Alawadi, 2009). Lapisan tumpahan minyak (oil slick) dapat diidentifikasi di dalam suatu citra SAR karena lapisan minyak mempunyai viskositas lebih besar dari pada air laut, sehingga menyebabkan adanya tekanan permukaan laut. Hal ini menimbulkan atenuasi gelombang-gelombang kapiler (gelombang kecil beberapa cm sampai dengan beberapa meter pada permukaan laut) sehingga memperkecil radiasi hamburan balik. Daerah yang mempunyai nilai hamburan balik yang rendah tampak lebih hitam (gelap) dalam citra radar (Ivanov et al, 2002). Adapun pembuatan lingkaran/region dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2. Lebar lingkaran menyentuh dua sisi tepi tumpahan minyak (a) dan lingkaran memiliki sudut Ɵ (b)

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka nilai OSI dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4) di bawah ini (Alawadi, 2009):

... (4) dimana OSI adalah nilai Oil Spread Index, N adalah jumlah lingkaran yang ada, dan Di adalah jumlah diameter lingkaran. Persamaan OSI ini dapat dihubungkan

(19)

terhadap viskositas minyak (ɳ) seperti yang ditunjukkan persamaan (5) di bawah ini (Alawadi, 2009):

... (5) Dari setiap region yang dibuat, maka akan dihasilkan nilai index tumpahan minyak dan nilai hambur balik (backscatter) dan parameter statistik citra seperti nilai minimum, maksimum, rerata (mean) dan standar deviasi (Paringit dan Santillan, 2011). Keseluruhan dari nilai-nilai ini kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga dapat dilakukan analisis untuk membedakan objek tumpahan minyak. Identifikasi tumpahan minyak meliputi tiga tahapan yang umumnya digunakan dalam identifikasi tumpahan minyak dengan SAR (Topouzelis, 2008), yaitu: (1) identifikasi dan isolasi semua daerah gelap pada citra, (2) ekstraksi parameter statistik dari citra, (3) klasifikasi dari daerah gelap (tumpahan minyak).

Klasifikasi Tumpahan Minyak

Klasifikasi citra merupakan pengelompokan keseluruhan piksel pada suatu citra kedalam sejumlah kelas tertentu, sehingga tiap-tiap kelas dapat mewakili suatu entitas dengan sifat-sifat tertentu (Chang dan Ren, 2000). Secara umum, tiap-tiap piksel gambar yang memiliki kesamaan nilai atau sifat akan dikelompokkan kedalam kelas yang sama. Klasifikasi dibagi kedalam dua bentuk, yaitu klasifikasi terbimbing (supervised) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised). Pemilihannya bergantung dari ketersediaan data awal atau informasi penunjang pada citra tersebut (Freddy dan Paul, 1994). Dalam penelitian ini dilakukan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification).

Untuk klasifikasi tumpahan minyak, diperlukan nilai hambur balik dari objek (tumpahan minyak) pada citra. Nilai hambur balik masing-masing piksel citra diperoleh dengan membuat transek yang dapat mewakili setiap tumpahan minyak. Nilai hambur balik kemudian dikelompokkan kedalam kelas tertentu dengan menggunakan formula pengkelasan. Hasil klasifikasi tumpahan minyak kemudian ditampilkan menggunakan gradasi warna yang berbeda-beda untuk masing-masing kelas tumpahan. Penyebaran tumpahan minyak dapat dilihat dari pola gradasi warna yang terbentuk. Gambar 3 merupakan diagram alir secara keseluruhan pengolahan data citra ALOS-PALSAR untuk menghasilkan sebaran tumpahan minyak.

(20)

Citra ALOS-PALSAR format *.ceos

Konversi data *.ceos menjadi *.ers dengan ENVI 4.5

Penggabungan 2 scene citra 6930 dan 6940 Polarisasi HH dan HV

Konversi nilai digital menjadi nilai hambur balik HV HH Penggunaan Low_freq filter Identifikasi Tumpahan Minyak

Klasifikasi Tumpahan Minyak Data dan Grafik

Analisis Nilai Hambur Balik

Tumpahan Minyak Terklasifikasi/ Kelompok Sebaran Tumpahan Minyak

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konversi Format Citra ALOS-PALSAR

Pada penelitian ini, citra yang digunakan adalah citra radar dari satelit ALOS-PALSAR. Citra ini memiliki format data *.ceos. Agar lebih memudahkan dalam pengolahan citra lebih lanjut, maka dilakukan konversi format citra. Dimana, citra dengan format *.ceos dikonversi dengan menggunakan perangkat lunak ENVI 4.5 menjadi citra dengan format *.ers.

Citra dengan format *.ers selanjutnya diolah dengan menggunakan perangkat lunak ER Mapper sehingga didapatkan klasifikasi tumpahan minyak. Dari keempat citra format *.ceos, dapat dilihat terang gelapnya citra dan kekasaran permukaan citra. Adapun citra dengan format *.ceos dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4. Citra ALOS-PALSAR format *.ceos, (a) polarisasi HH scene 6940, (b) polarisasi HH scene 6930, (c) polarisasi HV scene 6940,

(d) polarisasi HV scene 6930 HH HH HV HV 6930 6930 6940 6940

(22)

Penggabungan Citra ALOS-PALSAR

Identifikasi tumpahan minyak Montara di Laut Timor pada tahun 2009 dilakukan dengan memanfaatkan dua scene citra satelit ALOS-PALSAR 4.1 tanggal 2 September 2009 pukul 14:36:46 scene ID citra ALPSRP192186930 dan pukul 14:36:54 scene ID citra ALPSRP192186940.

Penggabungan dua scene citra ini dilakukan dengan tujuan agar memperoleh cakupan wilayah tumpahan minyak yang lebih luas. Dua scene citra ALOS-PALSAR yang telah digabungkan ini memiliki polarisasi HH dan HV. Setelah digabungkan maka dilakukan konversi digital number (DN) menjadi nilai hambur balik (backscatter) citra. Adapun hasil penggabungan dua scene citra seperti pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Citra ALOS-PALSAR Laut Timor, (a) scene ID citra

ALPSRP192186940, (b) scene ID citra ALPSRP192186930, (c) citra hasil gabungan.

Penggunaan Filter Low_freq dan Analisis Visual Citra

Penggunaan filter low_freq pada citra hasil gabungan dilakukan dengan tujuan agar memperjelas kekontrasan antara tumpahan minyak dan air laut serta memperlihatkan batas tepi tumpahan, sehingga mempermudah dalam pengelompokan jenis tumpahan minyak berdasarkan identifikasi pola dan karakteristik dari profil transek nilai hambur balik (backscatter value) tumpahan minyak. Penggunaan filter low_freq ini menghasilkan citra dengan frekuensi atau distribusi nilai-nilai piksel yang rendah, sementara frekuensi tinggi akan dihilangkan. Citra frekuensi rendah dan tinggi dapat dilihat pada Gambar 6.

(23)

(a) (b)

Gambar 6. Citra ALOS-PALSAR hasil filter low_freq, (a) frekuensi rendah, (b) frekuensi tinggi

Citra frekuensi rendah memiliki distribusi nilai-nilai intensitas piksel yaitu -34.18 s/d -11.82 dB, sedangkan citra frekuensi tinggi memiliki distribusi nilai-nilai intensitas piksel yaitu -16.00 s/d 13.15 dB. Penerapan filter low_freq kemudian dilakukan pada polarisasi citra HH dan HV. Adapun citra polarisasi HH dan HV hasil filter low_freq dapat dilihat pada Gambar 7.

(a) (b)

Gambar 7. Citra ALOS-PALSAR hasil filter low_freq, (a) polarisasi HH, (b) polarisasi HV

(24)

Dari hasil penggunaan filter low_freq terhadap polarisasi HH dan HV pada citra, polarisasi HH memperlihatkan dengan jelas terdapat tumpahan minyak pada perairan. Hasil tampilan citra ini kemudian diperjelas dengan memodifikasi kernel filter low_freq. Beberapa ukuran kernel filter kemudian diaplikasikan seperti ukuran kernel filter 3x3, 5x5, 9x9 dan 15x15 dan 33x33.

Selain untuk memperjelas tampilan objek secara visual, modifikasi ukuran kernel filter ini bertujuan untuk generalisasi profil nilai hambur balik masing-masing area tumpahan minyak yang diamati dari profil garis transek nilai hambur balik. Gambar 8 berikut ini merupakan hasil pengolahan citra yang dihasilkan dari beberapa ukuran kernel filter 3x3, 5x5, 9x9 dan 15x15 dan 33x33.

(a) (b)

(25)

(d) (e)

Gambar 8. Visualisasi hasil pengolahan dengan kernel filter low_freq, (a) 3x3, (b) 5x5, (c) 9x9, (d) 15x15, (e) 33x33

Secara visual, hasil kelima kernel filter ini nampak seperti sama, tetapi dari kekasaran permukaannya citra terlihat berbeda. Masing-masing ukuran kernel mengandung pola angka yang berbeda sehingga akan menghasilkan keluaran/hasil yang berbeda. Perbedaan ukuran kernel akan mempengaruhi nilai piksel. Pada penelitian ini, pengaruh terhadap nilai piksel dapat dilihat dari nilai hambur balik yang dihasilkan. Dari lima ukuran kernel filter yang digunakan, keseluruhan ukuran kernel filter menghasilkan tampilan citra yang mampu membedakan antara tumpahan minyak dan perairan.

Dalam menentukan citra yang akan digunakan untuk identifikasi tumpahan minyak, perlu dilihat nilai hambur balik hasil dari masing-masing ukuran kernel filter. Untuk itu pada masing-masing ukuran kernel filter dibuat garis transek yang dapat mewakili baik perairan maupun tumpahan minyak. Adapun garis transek dapat dilihat pada Gambar 9.

(26)

Dari transek yang dibuat akan menghasilkan profil nilai hambur balik seperti yang terlihat pada Gambar 10.

(a)

(b)

(c)

(27)

(e)

Gambar 10. Profil nilai hambur balik dari polarisasi HH dan HVdengan ukuran kernel filter low_freq, (a) 3x3, (b) 5x5, (c) 9x9, (d)15x15, (e) 33x33 Citra dengan ukuran kernel filter 33x33 menghasilkan grafik yang lebih baik dibandingkan dengan keempat ukuran kernel lainnya. Hal ini terlihat dari profil grafik yang lebih smooth/halus karena nilai noise telah dihilangkan. Dari grafik tansek dan visual citra yang dihasilkan, maka citra dengan ukuran kernel filter low_freq 33x33 dapat digunakan untuk pendeteksian kelompok tumpahan minyak.

Identifikasi Tumpahan Minyak

Tumpahan minyak dicirikan dengan nilai hambur balik (backscatter) yang rendah, sehingga pada citra akan terlihat seperti area gelap dibandingkan dengan perairan yang terlihat lebih cerah. Berdasarkan hasil analisis visual citra serta grafik transek, diketahui bahwa penampakan tumpahan minyak lebih jelas terlihat pada polarisasi HH hasil filter low_freq dengan ukuran kernel 33x33. Pendeteksian tumpahan minyak kemudian dilakukan dengan pengamatan terhadap parameter statistik citra. Pada citra kemudian dibuat 30 sample region yang mewakili area tumpahan minyak pada lokasi kajian, seperti pada Gambar 11.

(a) (b)

Gambar 11. Jenis sample region pada citra filter low_freq dengan ukuran kernel 33x33, (a) ukuran diameter berbeda, (b) ukuran diameter

(28)

Pada pendeteksian tumpahan minyak, dibuat 30 sample region dengan ukuran diameter berbeda dan 30 sample region dengan ukuran diameter sama. Dari setiap sample region kemudian dilakukan ekstraksi nilai hambur balik parameter statistik minimum, maksimum, rerata (mean) dan standar deviasi. Profil nilai hambur balik dari setiap parameter ini kemudian ditampilkan dalam grafik dan tabel. Kedua jenis sample region (diameter berbeda dan sama) dibuat untuk melihat pengaruh ukuran diameter terhadap nilai parameter statistik. Selain untuk identifikasi tumpahan minyak, sample region juga akan digunakan dalam pengklasifikasian tumpahan minyak dengan metode Oil Spread Index (OSI).

Grafik parameter statistik digunakan untuk membedakan objek tumpahan minyak berdasarkan karakteristik nilai statistik citra. Pendeteksian tumpahan minyak dilakukan dengan melihat pola grafik nilai hambur balik. Dilihat dari fluktuasi dan pola grafik keempat parameter statistik citra, grafik standar deviasi dan rata-rata (mean) yang ditampilkan menunjukkan adanya perbedaan nilai hambur balik. Pola grafik ini dapat mengindikasikan adanya perbedaan jenis tumpahan minyak. Agar memudahkan dalam analisis kisaran nilai hambur balik, maka sample region dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: 1-10, 11-20, 21-30 sesuai dengan letaknya pada citra. Dari keempat grafik, grafik parameter statistik rata-rata memperlihatkan perbedaan nilai hambur balik dari setiap kelompok region yang ada. Adapun grafik parameter statistik rata-rata (mean) dapat dilihat pada Gambar 12

(a)

(b)

Gambar 12. Grafik parameter statistik rata-rata (mean), (a) sample region ukuran diameter berbeda, (b) sample region ukuran diameter sama

-36 -34 -32 -30 -28 -26 -24 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 B ac ksc att e ri n g (d B ) Region

Mean

HH HV -35.00 -30.00 -25.00 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 B ac ksc att e ri n g (d B ) Region

Mean

HH HV

(29)

Perbedaan nilai seperti yang diperlihatkan pada grafik mengindikasikan adanya jenis tumpahan minyak yang berbeda pada perairan. Kisaran nilai pada grafik parameter statistik rata-rata (mean) dari dua jenis sample region dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kisaran nilai hambur balik parameter statistik rata-rata (dB) dua jenis sample region

Jenis Sample Region

Polarisasi

No. Sample Region

1-10 11-20 21-30 Diameter Berbeda HH -32.29 s/d -29.71 -32.29 s/d -31.88 -30.45 s/d -28.45 HV -31.30 s/d -30.45 -33.66 s/d -33.23 -32.44 s/d -30.46 Diameter Sama HH -32.28 s/d -29.74 -32.36 s/d -31.87 -30.80 s/d -28.87 HV -33.72 s/d -31.31 -33.72 s/d -33.30 -32.43 s/d -30.50 Kisaran nilai hambur balik pada Tabel 2 diperoleh dari sample region dengan ukuran diameter berbeda dan diameter sama. Pada polarisasi HH, kisaran nilai hambur balik dari 30 sample region yang memiliki ukuran diameter sama memperlihatkan kisaran nilai yang mirip dengan kisaran nilai hambur balik dari 30 sample region yang memiliki ukuran diameter berbeda. Data ini hanya digunakan sebagai perbandingan nilai hambur balik antara sample region yang memiliki ukuran diameter berbeda dan sample region yang memiliki ukuran diameter sama. Perbedaan nilai hambur balik pada masing-masing kelompok sample region menunjukkan adanya perbedaan jenis tumpahan minyak.

Tumpahan minyak diasumsikan menjadi tiga, yaitu: tumpahan minyak Berat, Sedang, dan Ringan. Tumpahan minyak yang berada di sekitar anjungan minyak diasumsikan sebagai minyak berat karena merupakan tumpahan minyak baru dan memiliki kerapatan (viskositas) yang tinggi. Semakin jauh sebaran tumpahan minyak dari anjungan maka akan membuat kerapatan minyak menjadi berkurang. Hal ini karena faktor seperti arus, gelombang, temperatur perairan, dan kecepatan angin di permukaan laut. Kerapatan minyak yang berkurang membuat minyak bercampur dengan perairan atau tersebar terpisah (Tsukihara, 1995). Berdasarkan letak dan besaran nilai hambur balik, maka sample region 1-10 digolongkan menjadi kelas minyak berat, sample region 11-20 menjadi kelas minyak sedang, dan sample region 21-30 menjadi kelas minyak ringan.

Penggolongan ini didasarkan pada objek yang tertutupi lapisan minyak akan memiliki nilai hambur balik yang lebih rendah dibandingkan lingkungan sekitar. Hal ini karena lapisan minyak yang menutupi permukaan objek (air laut) akan meredam pergerakan riak air berupa gelombang maupun arus akibat tekanan yang dimiliki oleh lapisan minyak tersebut lebih besar dibandingkan tekanan air dan juga menyebabkan sinyal gelombang mikro yang dihamburbalikkan menjadi lebih rendah akibat teredamnya sinyal tersebut (Brekke dan Solberg, 2005). Penggolongan kelas tumpahan minyak ini kemudian akan dijadikan acuan dalam penentuan klasifikasi tumpahan minyak.

(30)

Klasifikasi Tumpahan Minyak

Pengklasifikasian tumpahan minyak dilakukan dengan menggunakan citra ALOS-PALSAR hasil filter low_freq dengan ukuran kernel 33x33. Adapun bentuk klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised), karena tidak ada data pendukung seperti data pengamatan lapang (in situ). Pada citra ini kemudian dibuat garis transek untuk mendapatkan nilai selang hambur balik dari setiap jenis tumpahan minyak. Adapun polarisasi yang digunakan adalah polarisasi HH karena secara visual tampilan polarisasi HH lebih terang dan jelas membedakan antara tumpahan minyak dan perairan. Selain itu, nilai hambur balik polarisasi HH lebih besar dibandingkan dengan nilai hambur balik dari polarisasi HV, sehingga klaifikasi dengan polarisasi HV tidak memberikan manfaat untuk membedakan tipe-tipe tumpahan minyak. Gambar 13 memperlihatkan garis transek yang dibuat pada citra ALOS-PALSAR filter low_freq 33x33.

Gambar 13. Garis transek pada citra ALOS-PALSAR filter low_freq 33x33 Setiap titik disepanjang garis transek memiliki nilai hambur balik dari masing-masing piksel citra dimana nilai hambur balik ini mengindikasikan objek baik tumpahan minyak maupun air laut. Nilai hambur balik yang dihasilkan dianalisis dalam bentuk grafik untuk mendapatkan selang kelas dalam pengklasifikasian tumpahan minyak. Tumpahan minyak itu sendiri diklasifikasikan kedalam tiga kelas, yaitu: (1) Tumpahan minyak berat, (2) Tumpahan minyak sedang (3) Tumpahan Minyak ringan. Masing-masing kelas tumpahan minyak merepresentasikan viskositas (kerapatan) minyak. Viskositas didefenisikan sebagai suatu ukuran yang membatasi pergerakan suatu cairan terhadap gaya gravitasi (Chevron, 2013). Viskositas adalah bentuk pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik dengan tekanan ataupun tegangan. Semakin rendah viskositas suatu fluida, maka semakin besar pergerakan fluida tersebut (sifat fluida semakin cair).

(31)

Berdasarkan hasil analisis grafik, diperoleh selang nilai hambur balik tiga kelas tumpahan minyak dan perairan (non tumpahan minyak). Tabel 3 berikut ini menunjukkan selang nilai hambur balik minyak dan perairan.

Tabel 3. Nilai selang hambur balik tumpahan minyak dan air laut Kelas Min (dB) Max (dB) m

Berat -34.00 -31.52 2.48 Sedang -31.52 -30.18 1.34 Ringan -30.18 -27.49 2.69 Air -27.49 -19.00 8.49

Nilai selang hambur balik pada penelitian ini tidak dapat dibandingkan dengan nilai selang hambur balik pada penelitian tumpahan minyak yang lain. Nilai hambur balik dari tumpahan minyak ataupun bukan tumpahan minyak yang teridentifikasi oleh pengamatan yang lain tidak dapat dijadikan acuan untuk pengamatan selanjutnya. Hal ini karena nilai hambur balik yang dihasilkan dari objek tumpahan minyak tidak selalu sama. Nilai hambur balik dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis tumpahan minyak, metode pengolahan, ketebalan minyak, dan jenis data penginderaan jauh yang berasal dari satelit dengan polarisasi tertentu yang digunakan (Samad dan Mansor, 2011).

Nilai selang hambur balik yang diperoleh kemudian dikelompokkan dengan menggunakan formula klasifikasi dan ditampilkan secara visual sehingga dapat dilihat persebaran tumpahan minyak. Gambar 14 menunjukkan sebaran tumpahan minyak berdasarkan nilai selang hambur balik.

(32)

Berdasarkan tampilan visual klasifikasi tumpahan minyak, maka diperoleh luas tumpahan minyak untuk setiap kelas tumpahan minyak dan volume tumpahan minyak. Volume tumpahan minyak diperoleh dengan mengasumsikan ketebalan tumpahan minyak, yaitu: minyak berat = 2.54 mm, minyak sedang = 0.254 mm, dan minyak ringan = 0.0254 mm (Mark, 2010). Adapun luas dan volume tumpahan minyak ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas area dan volume tumpahan minyak

Klasifikasi Luas Area Tumpahan (Km2) Volume (L) Berat (Ton)

Berat 2231.506 5.67 x 109 4530

Sedang 2087.484 5.38 x 108 424

Ringan 2023.019 5.14 x 107 41.1

Dari Tabel 4, diketahui bahwa luas total sebaran tumpahan minyak adalah 6342.009 Km2 sebanyak 6.25 x 109 Liter.

Hasil klasifikasi tumpahan minyak ini kemudian dibandingkan dengan pendeteksian tumpahan minyak metode OSI (Oil Spread Index). Metode OSI menghasilkan indeks yang digunakan untuk menentukan jenis tumpahan yang ada di perairan dengan menggunakan formulasi Oil Spread Index. Indeks diperoleh dari perbandingan antara jumlah diameter sample region dengan banyaknya sample region yang dibuat. Dimana, sample region yang digunakan adalah sample region yang memiliki ukuran diameter berbeda. Adapun sample region ini sebelumnya digunakan dalam pendeteksian tumpahan minyak. Indeks yang dihasilkan dihubungkan dengan tingkat kerapatan atau viskositas minyak. Kisaran nilai OSI untuk setiap tingkat ketebalan minyak di laut yang direpresentasikan dengan viskositas (kerapatan) seperti minyak berat, sedang, dan ringan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi viskositas minyak terhadap OSI Klasifikasi Viskositas Minyak OSI

Berat 0.17 - 0.34

Sedang 0.67 - 0.96

Ringan 1.03 - 1.25

Pada penelitian ini, terdapat perbedaan kisaran nilai OSI dengan kisaran nilai OSI pada penelitian yang dilakukan sebelumnya dalam pendeteksian tumpahan minyak dengan menggunakan metode OSI. Hal ini dapat disebabkan oleh bentuk tumpahan minyak yang terekam dalam citra dan penerapan metode filtering yang dilakukan. Menurut Alawadi (2009), analisis tumpahan minyak dengan metode OSI dibatasi hanya pada tumpahan minyak yang lebar yang berasal dari anjungan minyak lepas pantai. Penggunaan filter sobel (edge detection) akan dapat memperjelas tampilan tumpahan minyak sehingga tumpahan minyak yg terbentuk dapat memenuhi kriteria penerapan metode OSI.

Pendeteksian yang dilakukan menggunakan metode OSI menunjukkan bahwa tumpahan minyak yang berada disekitar anjungan digolongkan menjadi

(33)

tumpahan minyak berat, sedangkan minyak yang letaknya jauh dari anjungan digolongkan kedalam tumpahan minyak ringan. Sebaran nilai OSI setiap region tumpahan minyak yang ada di Laut Timor dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Profil nilai OSI dari sample region

Nilai OSI masing-masing region menunjukkan bahwa tumpahan minyak yang terdapat pada region 1-10 digolongkan menjadi tumpahan minyak berat, sedangkan tumpahan minyak pada region 11-20 digolongkan menjadi tumpahan minyak sedang dan tumpahan minyak pada region 21-30 digolongkan menjadi tumpahan minyak ringan. Adapun posisi region yang dimaksudkan dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Posisi region tumpahan minyak

Dari dua metode klasifikasi tumpahan minyak yang digunakan, terdapat perbedaan dalam penentuan kelas tumpahan minyak yaitu pada kelas tumpahan minyak sedang. Berdasarkan metode OSI, tumpahan minyak yang berada di sekitar sample region 11-20 merupakan tumpahan minyak sedang. Akan tetapi, berdasarkan nilai hambur baliknya, tumpahan minyak tersebut termasuk kedalam

(34)

kelas tumpahan minyak berat. Dalam klasifikasi tumpahan minyak metode OSI, pengklasifikasian dilakukan berdasarkan hubungan antara lebar diameter sample region dengan banyaknya sample region. Pada penerapan metode OSI, dibutuh beberapa data tambahan untuk dapat menghasilkan klasifikasi tumpahan minyak yang lebih akurat seperti data hasil pengamatan langsung di lapangan.

Akurasi suatu citra pengamatan didukung oleh data pengamatan secara in situ. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan secara in situ mengingat waktu dan lokasi tumpahan minyak serta biaya. Penelitian tumpahan minyak Montara di Laut Timor dengan menggunakan citra ALOS-PALSAR telah dilakukan sebelumnya pada tahun 2012 oleh Nisa Nisvia Marsya. Pada penelitian ini, pendeteksian tumpahan minyak dilakukan dengan pengamatan terhadap parameter statistik citra dengan menerapkan metode Oil Spread Index (OSI) sehingga dihasilkan selang nilai klasifikasi tumpahan minyak yang berbeda.

Pola Pergerakan Angin Di Laut Timor

Salah satu faktor penyebaran tumpahan minyak di laut adalah angin. Pergerakan angin dapat mempengaruhi penyebaran tumpahan minyak karena posisi dari tumpahan minyak yang berada di permukaan air. Untuk itu, dalam mendeteksi tumpahan minyak perlu dilihat arah pergerakan angin.

Pengamatan pola pergerakan angin dilakukan terhadap beberapa periode tertentu, seperti satu minggu sebelum tumpahan minyak terjadi (14 Agustus – 21 Agustus 2009), saat tumpahan minyak (21 Agustus 2009), dua minggu setelah tumpahan minyak (22 Agustus – 4 September 2009), saat perekaman (sesuai citra, 2 September 2009), dan saat kebocoran minyak teratasi (3 November 2009). Gambar 17 memperlihatkan arah pergerakan angin pada saat satu minggu sebelum tumpahan minyak terjadi.

Gambar 17. Pergerakan angin, (a) arah dan kecepatan angin di Laut Timor pada 14 Agustus – 21 Agustus 2009, (b) Wind rose pergerakan angin Satu minggu sebelum terjadinya tumpahan minyak, angin di Laut Timor bergerak dari arah timur menuju ke arah barat dengan kecepatan maksimal 7 m/s, sementara di daerah dekat dengan daratan Australia, angin bergerak dari arah

(35)

timur menuju ke selatan dengan kecepatan sekitar 3 m/s – 3.5 m/s. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap pergerakan angin saat terjadi tumpahan minyak (21 Agustus 2009) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18 berikut.

Gambar 18. Pergerakan angin, (a) arah dan kecepatan angin di Laut Timor pada 21 Agustus 2009, (b) Wind rose pergerakan angin

Pada saat terjadi tumpahan minyak, angin di Laut Timor bergerak dominan dari arah arah timur menuju ke barat dengan kecepatan antara 5 m/s – 7.4 m/s. Namun, pada lokasi tumpahan minyak, angin yang bergerak dari timur berbelok ke arah barat laut yang selanjutnya bergerak menuju ke arah barat. Angin ini bergerak dengan kecepatan antara 3 m/s – 4.5 m/s. Pengamatan terhadap pergerakan angin berikutnya adalah pergerakan angin dua minggu setelah terjadi tumpahan minyak, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 19 berikut.

Gambar 19. Pergerakan angin, (a) arah dan kecepatan angin di Laut Timor pada 22 Agustus – 4 September 2009, (b) Wind rose pergerakan angin

(36)

Dua minggu setelah terjadinya tumpahan minyak, pergerakan angin masih cenderung bergerak dari timur ke barat dengan kecepatan maksimum 6.9 m/s. Pada lokasi tumpahan minyak, angin bergerak dengan kecepatan 3 m/s – 4.5 m/s. Jika dilihat berdasarkan wind rose, maka pada masa ini terjadi lebih banyak arah pergerakan angin karena akan memasuki masa angin muson peralihan (September-November). Selanjutnya, dilakukan pengamatan pergerakan angin sesuai dengan waktu pemindaian citra (2 September 2009). Adapun pergerakan angin dapat dilihat pada Gambar 20.

(a) (b)

(c)

Gambar 20. Pergerakan angin, (a) arah dan kecepatan angin di Laut Timor pada 2 September 2009, (b) pergerakan angin pada citra, (c) Wind rose pergerakan angin

(37)

Pada tanggal 2 September 2009, angin bergerak dari arah tenggara menuju ke barat laut. Angin ini bergerak dengan kecepatan 3.5 m/s – 7 m/s. Terdapat banyak arah pergerakan angin lainnya seperti yang terlihat pada wind rose. Hal ini dapat disebabkan karena pada bulan September telah memasuki masa angin muson peralihan sehingga angin bergerak tidak beraturan. Angin ini bergerak dengan kecepatan yang relative rendah yaitu 1 m/s – 3 m/s. Pengamatan terhadap pergerakan angin yang terakhir dilakukan untuk angin pada tanggal 3 November 2009. Pada masa ini kebocoran minyak telah dapat teratasi. Adapun pergerakan angin pada tanggal 3 November 2009 dapat dilihat pada Gambar 21.

(a) (b)

Gambar 21. Pergerakan angin, (a) arah dan kecepatan angin di Laut Timor pada 3 November 2009, (b) Wind rose pergerakan angin

Pergerakan angin pada tanggal 3 November 2009 cenderung bergerak dari arah timur menuju ke barat dengan kecepatan maksimum 6.9 m/s. Adapun pada lokasi tumpahan minyak angin bergerak dari arah tenggara menuju ke barat laut dan selanjutnya berbelok ke barat dengan kecepatan 4.5 m/s – 5.5 m/s.

Tumpahan minyak cenderung menyebar mengikuti arah pergerakan angin. Penyebaran tumpahan minyak yang semakin luas akan mengakibatkan semakin luasnya area laut yang tercemar. Hal ini menyebabkan semakin banyak pula biota laut yang terkena dampak dari pencemaran air laut oleh tumpahan minyak.

Pola Pergerakan Arus Di Laut Timor

Penyebaran tumpahan minyak di laut selain dipengaruhi oleh angin, juga dipengaruhi oleh arus permukaan. Faktor utama penyebaran tumpahan minyak di laut adalah angin dan arus (Fingas, 2010). Pola pergerakan arus yang diamati

(38)

adalah pergerakan arus saat perekaman citra, yaitu pada tanggal 2 September 2009. Gambar 22 memperlihatkan pola pergerakan arus pada saat perekaman citra.

Gambar 22. Pola pergerakan arus (arah dan kecepatan) pada saat perekaman citra

Arus pada lokasi tumpahan minyak bergerak dari arah tenggara menuju ke arah barat daya dengan kecepatan antara 0.2 – 0.3 m/s. Dilihat dari bentuk persebarannya, pergerakan tumpahan minyak lebih cenderung mengikuti pergerakan arus permukaan. Penyebaran tumpahan minyak cenderung lebih mengarah ke selatan, yaitu ke perairan Australia. Pada saat yang sama, angin bergerak dari arah tenggara menuju ke barat laut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis tumpahan minyak dapat diidentifikasi berdasarkan pola dan karakteristik nilai hambur balik dari polarisasi HH dan penggunaan filter low_freq dengan ukuran kernel filter 33x33 piksel. Jenis tumpahan minyak (berat, sedang, dan ringan) juga dapat

(39)

diklasifikasikan dari pola dan karakteristik nilai hambur balik serta perhitungan Oil Spread Index (OSI). Kandungan tumpahan minyak untuk masing-masing kelas yaitu: tumpahan minyak berat memiliki kisaran nilai hambur balik (backscatter) -34.00 s/d -31.52 dB, tumpahan minyak sedang -31.52 s/d -30.18 dB, dan tumpahan minyak ringan -30.18 s/d -27.49 dB dengan nilai OSI 0.17-0.34 (tumpahan minyak berat), 0.67-0.96 (tumpahan minyak sedang), 1.03-1.25 (tumpahan minyak ringan). Semakin ringan kandungan tumpahan minyak maka semakin besar nilai OSI.

Saran

Klasifikasi tumpahan minyak pada penelitian ini dihasilkan dari kondisi yang terjadi pada kejadian dan waktu tersebut dan mungkin belum dapat dijadikan acuan untuk mengklasifikasikan jenis tumpahan minyak pada waktu yang lainnya. Untuk itu diperlukan penelitian lebih mendalam menggunakan metode yang sama dan penerapan berbagai filter pada berbagai kasus tumpahan minyak disertai dengan pengamatan dan pengambilan sampel di lapangan, sehingga dapat diperoleh akurasi klasifikasi kandungan tumpahan minyak yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

[JAXA] Japan Aerospace Exploration Agency. 2006b. Palsar user’s guide [Internet]. [diunduh 5 Februari 2012]. Jepang : JAXA. Tersedia pada: http://www.eorc.jaxa.jp

Alawadi F. 2009. New pattern recognition methods for identifying oil spills from satellite remote sensing data. In Proceeding of SPIE (7477):1-13.

AMSA. 2009. [Internet]. Major Oil Spill in Australia. [diunduh 13 Juni 2014]: Tersedia pada : https://www.amsa.gov.au/environment/major-historical-incidents/Montara_Wellhead/

ASA. 2010. Modelling of chemical dispersant operation. Montara Well Release Monitoring Study S7.2 Oil Fate and Assessment.

Brekke C, Solberg HA. 2005. Oil spill detection by satellite remote sensing. Remote Sens. Environ (95):1-13.

Chein-I Chang dan H Ren. 2000. An Experiment-Based Quantitative and Comparative Analysis of Target Detection and Image Classification Algorithms for Hyperspectral Imagery. IEEE Trans. on Geoscience and Remote Sensing. Vol 38. pp. 1044-1063.

Chevron. 2013. Marine Lubricants Information Bulletin: Viscosity Classifications 6. Chevron Marine Products LLC. U.S.A

Fingas MF and Brown CE. 2000. "Review of Oil Spill Remote Sensing”, in Proceedings of the Fifth International Conference on Remote Sensing for Marine and Coastal Environments, Environmental Research Institute of Michigan, Ann Arbor, Michigan, pp. I211-218.

Fingas M. 2010. Oil Spill Science and Technology. Burlington: USA. Elservier Inc

(40)

Fisher R, Perkins S, Walker A, Wolfart E. 2003. Frequwncy Filter [Internet]. [diunduh 7 Juni 2014]: Tersedia pada: http:// http://homepages.inf.ed.ac.uk /rbf/HIPR2/freqfilt.htm

Freddy F, Paul LR. 1994. Filtering remote sensing data in the spatial and feature domains. SPIE Image and Signal Processing for Remote Sensing. Vol 2315. pp. 472-482.

Gupta S, Mazumdar SG. 2013. Sobel edge detection algorithm. Journal of Computer Science and Management Research. (733X): 1578-1583.

Ivanov A, He M, Fang M. 2002. Oil spill detection with the Radarsat SAR in the waters of The Yellow and East China Sea: A case study. Proceeding of 23rd Asian Conference on Remote Sensing.

Koran Tempo. 2010. PTTEP Bersedia Beri Ganti Rugi Laut Timor [Internet]. [diunduh 5 Februari 2012]: Tersedia pada: http://issuu.com/asmat/docs/ koran_tempo_22_12_2010.

La’o Hamutuk. 2002. Edisi istimewa untuk kemerdekaan. Timor: Institut Pemantauan dan Analisis Rekonstruksi Timor Lorosa’e. Buletin La’o Hamutuk. 3(4).

Lusch DP. 1999. Introduction To Microwave Remote Sensing. Michigan State University. United States (US).

Mark F. 2010. Oil Spill Solutions [Internet]. [diunduh 14 Oktober 2014]: Tersedia pada: http://www.oilspillsolutions.org/evaluation.htm.

Prayudha B. 2008. Klasifikasi multispectral menggunakan data citra satelit ALOS dan data batimetri untuk identifikasi objek dasar periaran dangkal. PIT MAPIN XVII 2008. Bandung.

Ristiana NI. 2011. Evaluasi penafsiran citra ALOS-PALSAR resolusi 12,5 meter slope corrected dan 50 meter dengan menggunakan metode manual dan digital dalam identifikasi penutupan lahan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Samad R, Mansor S. 2011. Detection of oil spill pollution using Radarsat SAR imagery. (MA): Departemen Teknik Mesin. Universitas Putra Malaysia. Santilan JR, Paringit EC. 2011. Oil spill detection in ENVISAT ASAR images

using Radar backscatter thresholding and logistic regression analysis. Proceedings of the 32nd Asian Conference on Remote Sensing (2-10):1-8. Taipe International Convention Center. Taipe. Taiwan

Shimada M, Isoguchi O, Tadono T, Isono K. 2009. PALSAR Calibration Factor Update. Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) [Internet]. [diunduh 10 Juni 2014]: Tersedia pada: http://www.eorc.jaxa.jp/en/about/distributi on/info/alos/20090109en_3.html

Topouzelis KN. 2008. Oil Spill Detection by SAR Images: Dark Formation Detection, Feature Extraction and Classification Algorithms. Journal of Sensors (8): 6642-6659

Tsukihara T. 1995. Weathering experiment on spilled crude oils using a circulating water channel. Proceeding of the 1995 International Oil Spill Conference. 435-442.

(41)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Penampilan nilai hambur balik polarisasi HH dan HV serta selisih HH-HV

-40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 12.5 225 437.5 650 862.5 1075 1287 .5 1500 1712 .5 1925 2137 .5 2350 2562 .5 2775 2987 .5 3200 3412 .5 3625 3837 .5 4050 4262 .5 4475 4687 .5 4900 5112 .5 5325 5537 .5 5750 5962 .5 6175 6387 .5 6600 6812 .5 7025 7237 .5 7450 7662 .5 7875 8087 .5 8300 8512 .5 8725 8937 .5 9150 9362 .5 B ac ksc att e r (d B ) HH HV HH-HV Jarak (m) 29

(42)

Lampiran 2. Data nilai parameter statistik citra tiap region dengan diameter berbeda

Region Minimum Maximum Mean Median Std Dev

HH HV HH HV HH HV HH HV HH HV 1 -31.26 -32.67 -29.72 -31.92 -30.83 -32.30 -30.89 -32.31 0.23 0.12 2 -31.98 -33.35 -30.13 -32.62 -31.58 -33.03 -31.67 -33.04 0.28 0.12 3 -32.15 -33.54 -29.81 -32.84 -31.75 -33.22 -31.81 -33.23 0.25 0.11 4 -32.36 -33.64 -29.96 -32.93 -31.85 -33.29 -31.93 -33.29 0.33 0.12 5 -32.51 -34.04 -30.63 -33.46 -32.11 -33.73 -32.16 -33.73 0.24 0.11 6 -32.64 -33.98 -31.57 -33.22 -32.29 -33.59 -32.33 -33.60 0.15 0.14 7 -32.73 -33.70 -30.73 -33.14 -32.16 -33.44 -32.29 -33.45 0.38 0.10 8 -32.26 -33.84 -29.56 -33.30 -31.71 -33.58 -31.89 -33.58 0.51 0.09 9 -32.35 -33.54 -28.90 -32.58 -31.85 -33.18 -31.91 -33.18 0.38 0.12 10 -30.18 -31.69 -27.71 -30.91 -29.71 -31.30 -29.73 -31.29 0.23 0.14 11 -32.53 -34.16 -30.75 -32.96 -31.99 -33.61 -32.03 -33.62 0.22 0.15 12 -32.73 -34.11 -29.58 -33.12 -32.14 -33.66 -32.21 -33.66 0.30 0.11 13 -32.60 -34.14 -30.48 -32.97 -31.97 -33.46 -31.99 -33.45 0.22 0.19 14 -32.66 -34.13 -30.96 -33.13 -32.11 -33.60 -32.15 -33.60 0.19 0.11 15 -32.80 -33.95 -30.64 -33.08 -32.25 -33.50 -32.29 -33.50 0.23 0.12 16 -32.85 -34.12 -31.28 -32.96 -32.28 -33.56 -32.31 -33.59 0.21 0.20 17 -32.54 -33.93 -29.09 -32.93 -31.96 -33.48 -32.10 -33.48 0.40 0.14 18 -32.41 -33.86 -31.20 -32.55 -31.88 -33.23 -31.88 -33.24 0.18 0.22 19 -32.77 -34.03 -30.89 -33.12 -32.29 -33.58 -32.33 -33.59 0.20 0.13 20 -32.62 -33.97 -31.11 -33.02 -31.88 -33.45 -31.90 -33.45 0.24 0.14

(43)

21 -30.35 -32.08 -26.55 -29.49 -29.09 -30.88 -29.21 -30.92 0.66 0.51 22 -30.35 -32.02 -26.55 -29.61 -29.09 -30.93 -29.19 -30.96 0.64 0.46 23 -30.32 -31.94 -26.48 -29.33 -28.84 -30.71 -28.91 -30.75 0.68 0.51 24 -31.54 -33.31 -28.55 -31.53 -30.45 -32.44 -30.51 -32.44 0.43 0.32 25 -30.40 -31.89 -27.50 -29.55 -29.08 -30.77 -29.08 -30.81 0.50 0.49 26 -30.11 -31.70 -27.29 -29.08 -28.83 -30.52 -28.87 -30.57 0.54 0.55 27 -30.37 -31.68 -25.12 -28.92 -28.45 -30.46 -28.51 -30.50 0.88 0.58 28 -31.56 -32.77 -28.65 -30.81 -30.45 -31.91 -30.52 -31.95 0.50 0.36 29 -31.71 -33.23 -28.75 -31.26 -30.37 -32.20 -30.38 -32.23 0.50 0.36 30 -31.76 -33.05 -27.36 -31.34 -30.43 -32.21 -30.51 -32.23 0.53 0.33

Lampiran 3. Data nilai parameter statistik citra tiap region dengan diameter sama

Region Minimum Maximum Mean Median Std. Deviasi

HH HV HH HV HH HV HH HV HH HV 1 -31.21 -32.67 -29.99 -31.92 -30.84 -32.30 -30.89 -32.31 0.19 0.12 2 -31.98 -33.35 -28.12 -32.61 -31.42 -33.02 -31.67 -33.03 0.61 0.12 3 -32.09 -33.55 -31.09 -32.89 -31.80 -33.22 -31.85 -33.23 0.19 0.11 4 -32.35 -33.64 -31.66 -32.92 -31.98 -33.30 -31.97 -33.29 0.12 0.13 5 -32.51 -34.00 -31.47 -33.45 -32.17 -33.72 -32.19 -33.72 0.19 0.11 6 -32.58 -33.97 -31.71 -33.23 -32.28 -33.60 -32.32 -33.61 0.15 0.14 7 -32.73 -33.69 -30.71 -33.16 -32.10 -33.45 -32.24 -33.45 0.41 0.10 31

(44)

8 -32.28 -33.82 -29.52 -33.33 -31.71 -33.58 -31.89 -33.59 0.52 0.09 9 -32.36 -33.52 -31.15 -32.90 -31.92 -33.18 -31.93 -33.18 0.22 0.11 10 -30.06 -31.67 -29.24 -30.93 -29.74 -31.31 -29.74 -31.29 0.11 0.14 11 -32.36 -34.02 -31.77 -33.39 -32.08 -33.68 -32.08 -33.67 0.11 0.11 12 -32.63 -33.99 -32.03 -33.32 -32.32 -33.72 -32.31 -33.72 0.12 0.11 13 -32.45 -33.83 -31.54 -33.05 -32.02 -33.41 -32.03 -33.38 0.14 0.15 14 -32.56 -33.93 -30.95 -33.33 -32.18 -33.62 -32.21 -33.63 0.21 0.11 15 -32.69 -33.79 -31.87 -33.11 -32.28 -33.48 -32.29 -33.47 0.14 0.13 16 -32.62 -33.92 -31.98 -33.37 -32.36 -33.66 -32.37 -33.66 0.11 0.10 17 -32.49 -33.84 -31.04 -33.20 -32.15 -33.53 -32.18 -33.52 0.16 0.12 18 -32.15 -33.58 -31.57 -33.00 -31.87 -33.30 -31.88 -33.30 0.10 0.11 19 -32.62 -33.84 -30.89 -33.29 -32.21 -33.60 -32.36 -33.60 0.39 0.11 20 -32.23 -33.79 -31.62 -33.13 -31.92 -33.45 -31.92 -33.45 0.11 0.10 21 -29.60 -31.39 -28.44 -30.72 -29.17 -31.02 -29.20 -31.01 0.19 0.13 22 -29.57 -31.36 -28.57 -30.65 -29.12 -30.94 -29.12 -30.94 0.21 0.14 23 -29.44 -31.00 -28.34 -30.38 -29.02 -30.71 -29.03 -30.71 0.18 0.12 24 -31.16 -32.90 -30.33 -32.06 -30.80 -32.43 -30.82 -32.43 0.16 0.14 25 -29.43 -31.06 -27.66 -30.51 -29.00 -30.79 -29.04 -30.80 0.26 0.10 26 -29.39 -30.90 -28.45 -30.11 -28.87 -30.50 -28.87 -30.52 0.19 0.15 27 -29.45 -30.87 -27.96 -30.15 -28.91 -30.50 -28.96 -30.51 0.31 0.14 28 -30.84 -32.30 -29.61 -31.64 -30.29 -31.97 -30.36 -31.97 0.25 0.12 29 -30.83 -32.54 -29.49 -31.85 -30.20 -32.24 -30.26 -32.25 0.32 0.13 30 -30.98 -32.49 -29.77 -31.87 -30.60 -32.21 -30.63 -32.22 0.20 0.11

(45)

Lampiran 4. Tutorial pengolahan citra

1. Konversi format citra *.ceos menjadi *.ers dengan menggunakan ENVI 4.5 Pada ENVI, ketuk File  Open external file  ALOS  PALSAR  pilih citra dengan format *ceos (HH dan HV) dari masing-masing scene (6940 dan 6930)

2. Setelah tampilan citra muncul, kemudian ketuk Load Band pada jendela Available band list. Setelah itu simpan citra, ketuk File  Save As File  ERMapper atau TIFF/GeoTIFF. Pilih citra lalu Ok, tentukan nama dan lokasi penyimpanan.

3. Lakukan hal yang sama untuk masing-masing citra. Untuk mengakhiri konversi format citra, ketuk File  Exit

4. Citra yang telah dikonversi kemudian digabungkan. Pada awalnya, citra scene 6940 dan 6930 polarisasi HH digabungkan . Kemudian dilakukan hal yang sama pada polarisasi HV sehingga terbentuk dua citra dengan polarisasi HH dan HV. Kemudian citra ini digabungkan sehingga terbentuk citra dengan polarisasi HH dan HV. Penggabungan ini dilakukan dengan ER Mapper 6.4.

(46)

5. Pada ERMapper ketuk Edit Algoritma  Load Dataset  Pilih citra format *.ers. Kemudian perbaiki tampilan citra, ketuk Edit Transform Limit pada jendela Algorithm  Limits  Actual Limits

6. Panggil citra dari scene yang berbeda namun dengan polarisasi yang sama. Pada jendela Algorithm, ketuk Duplicate, pada layer baru ketuk Load Dataset  Pilih citra baru  Ok This Layer Only. Perbaiki tampilan citra. Dua scene citra telah bergabung menjadi citra baru dengan polarisasi HH.

Pada citra hasil penggabungan, akan terlihat batas antara scene 6940 dan 6930 yang ditampilkan sebagai garis hitam disepanjang citra. Garis pembatas ini dapat dihilangkan, ketuk Load Dataset pada salah satu layer, pilih citra yang ada pada layer tersebut  Info  Edit  Raster Info  Pada Null cell Value ketik Null  Ok  Ok  Close  Ok This Layer Only

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian di Laut Timor, bagian Selatan Nusa Tenggara Timur  Laut Timor berada di bagian selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur  yang  berbatasan  secara  langsung  dengan  perairan  Australia
Tabel 1. Keterangan citra ALOS-PALSAR Laut Timor
Gambar 2. Lebar lingkaran menyentuh dua sisi tepi tumpahan minyak (a)   dan lingkaran memiliki sudut Ɵ (b)
Gambar 3. Diagram alir pengolahan citra ALOS-PALSAR
+7

Referensi

Dokumen terkait

However, with Halloween being a night of creeps and spooks, you might want to get a little more creative than the typical chips and dip.. Here are some ideas for how to incorporate

tersebut tidak dimiliki oleh seseorang baik individu maupun penyandang dana (stakeholders). Organisasi amal setelah membayar semua pembiayaan, termasuk gaji para

PHPHQXKL GXD UXPXVDQ WHUVHEXW \DQJ EHUXSD ³3HUEXDWDQ .HVDODKDQ 3HPLGDQDDQ³ $NDQ WHWDSL GL GDODP SDVDO 8QGDQJ -Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Hasil penilaian kualitas Aset Produktif yang lebih rendah yang semata-mata disebabkan oleh penggunaan faktor penilaian tambahan berupa risiko negara

Desain sistem informasi ini merupakan solusi dari permasalahan yang ada dan metode full costing dapat digunakan sebagai perhitungan barang agar cocok untuk

Berdasarkan hasil perhitungan judges ini, beberapa kesepakatan yang dituangkan pada Berita Acara Standard Setting UKDI 13, dan akan menjadi acuan bagi seluruh IPD

Kebijakan penyusutan aset tetap didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.06/TA 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PMK.06/2013

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan penurunan tingkat kecemasan anak yang akan menjalani prosedur khitan antara kelompok control dan perlakuan sangat