DI SURABAYA
SKRIPSI
Oleh :
HARIS HARIYANTO 0513010093/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
PENGARUH ANGGARAN PARTISIPATIF DAN AKUNTANSI
PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL
PADA PT. FAST FOOD INDONESIA, TBK,
DI SURABAYA
yang diajukan :
HARIS HARIYANTO 0513010093/FE/EA
disetujui untuk ujian lisan oleh
Pembimbing Utama
Drs. Ec. R. Sjarief Hidajat, MSi Tanggal : ……….
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga tugas penyusunan skripsi dengan judul : “Pengaruh
Anggaran Partisipatif dan Akuntansi Pertanggungjawaban Terhadap Kinerja Manajerial Pada PT. Fast Food Indonesia, Tbk. Di Surabaya.” dapat
terselesaikan dengan baik.
Adapun maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian
persyaratan agar memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur di
Surabaya.
Sejak adanya ide sampai tahap penyelesaian skripsi ini, saya menyadari
sepenuhnya bahwa banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE, MSi, sebagai Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak. Drs. Ec. R. Sjarief Hidajat, MSi, selaku Dosen Pembimbing Utama yang
telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, pengarahan,
dorongan dan saran untuk penulis.
5. Para dosen dan staff karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan
dibutuhkan untuk penyusunan skripsi ini.
7. Buat Ibunda dan Ayahanda yang tercinta, serta buat saudara – saudaraku mas
Dicky dan Indra yang tersayang, tiada kata yang bisa saya ucapkan, selain kata
terima kasih yang sebanyak - sebanyaknya, karena beliaulah yang selama ini telah
memberi dorongan semangat baik material maupun spiritual, dan memberikan
curahan kasih sayangnya sampai skripsi ini selesai.
8. Buat My love Fitri I love u Full
Semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya atas semua bantuan yang telah
mereka berikan selama penyusunan skripsi ini.
Saya menyadari bahwa dengan terbatasnya pengalaman serta kemampuan,
memungkinkan sekali bahwa bentuk maupun isi skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk
itu saya mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang mengarah kepada
kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Sebagai penutup saya mengharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan
kecil yang berguna bagi masyarakat, almamater, dan ilmu pengetahuan.
Surabaya, 26 April 2011
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
ABSTRAKSI ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 8
2.2. Landasan Teori ... 11
2.2.1. Anggaran ... 11
2.2.1.1. Pengertian Anggaran ... 11
2.2.1.2. Penyusunan Anggaran ... 11
2.2.1.3. Proses Penyusunan Anggaran ... 12
2.2.1.4. Jenis – Jenis Anggaran ... 13
2.2.2. Akuntansi Pertanggungjawaban ... 16
2.2.2.1. Pengertian Akuntansi Pertanggungjawaban ... 16
2.2.2.2. Unsur – Unsur Akuntansi Pertanggungjawaban .. 18
2.2.2.3. Syarat Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban ... 19
2.2.2.4. Pusat Pertanggungjawaban ... 27
2.2.2.5. Jenis – Jenis Pusat Pertanggungjawaban ... 29
2.2.4. Kinerja Manajerial ... 33
2.2.4.1. Pengertian Kinerja Manajerial ... 33
2.2.4.2. Penilaian Kinerja ... 35
2.2.4.3. Tujuan Penilaian Kinerja ... 36
2.2.4.4. Manfaat Penilaian Kinerja ... 36
2.3. Kerangka Pikir ... 37
2.4. Hipotesis ... 43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Teknik Pengukuran Variabel ... 44
3.1.1. Definisi Operasional ... 44
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 45
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 49
3.2.1. Populasi ... 49
3.2.2. Sampel ... 50
3.4. Uji Kualitas Data ... 51
3.4.1. Uji Validitas ... 51
3.4.2. Uji Reliabilitas ... 51
3.4.3. Uji Normalitas ... 52
3.5. Uji Asumsi Klasik ... 52
3.6. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 54
3.6.1. Teknik Analisis ... 54
3.6.2. Uji Hipotesis ... 54
3.6.2.1. Uji Kesesuaian Model ... 54
3.6.2.2. Uji Parsial ... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 57
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 60
4.3. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 63
4.3.1. Uji Analisis Data ... 63
4.3.1.1. Uji Validitas, Reliabilitas Dan Normalitas ... 63
4.3.1.1.1. Uji Validitas ... 63
4.3.1.1.2. Uji Reliabilitas ... 65
4.3.1.1.3. Uji Normalitas ... 65
4.3.2. Uji Asumsi Klasik ... 66
4.3.4.2. Uji t ... 72
4.4. Pembahasan ... 73
4.4.1. Implikasi ... 73
4.4.2. Perbedaan Dengan Penelitian Sebelumnya ... 76
4.4.3. Konfirmasi Hasil Penelitian Dengan Tujuan Dan Manfaat ... 76
4.4.4. Keterbatasan Penelitian ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 78
5.2. Saran ... 78
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel. 1.1 Data Anggaran PT Fast Food Indonesia, Tbk, Di Surabaya
Tahun 2006 – 2009 ... 4
Tabel. 4.1 Rekapitulasi Jawaban Responden Mengenai Anggaran Partisipatif (X1) ... 61
Tabel. 4.2 Rekapitulasi Jawaban Responden Mengenai Akuntansi Pertanggungjawaban (X2) ... 62
Tabel. 4.3 Rekapitulasi Jawaban Responden Mengenai Kinerja Manajerial (Y) ... 63
Tabel. 4.4 Hasil Uji Validitas ... 64
Tabel. 4.5 Hasil Uji Reliabilitas ... 65
Tabel. 4.6 Hasil Uji Normalitas ... 66
Tabel. 4.7 Hasil Uji Multikolinieritas… ... 67
Tabel. 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas… ... 68
Tabel. 4.9 Hasil Pendugaan Parameter Regresi Linier Berganda … ... 69
Tabel. 4.10 Hasil Analisis Hubungan Kesesuaian Model … ... 71
Tabel. 4.11 Koefisien Determinasi (R Square / R2) … ... 71
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar. 2.1. Struktur Organisasi PT. “X” ... 21
Gambar. 2.2. Diagram Pusat Pertanggungjawaban ... 28
PENGARUH ANGGARAN PARTISIPATIF DAN AKUNTANSI
PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL
PADA PT. FAST FOOD INDONESIA, TBK,
DI SURABAYA
Oleh :
HARIS HARIYANTO
Abstrak
Anggaran merupakan suatu rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam proses penyusunan program. Dalam proses penyusunan anggaran diperlukan kerjasama yang baik antara atasan dan bawahan. Anggaran yang telah disusun secara partisipatif kemudian disahkan oleh manajer dari setiap divisi dan pusat pertanggungjawaban. Akuntansi pertanggungjawaban memainkan peran dalam mengukur kegiatan dan hasilnya termasuk dalam pelaksanaan anggaran yang telah disusun dengan pusat pertanggungjawaban lainnya. Dan jika diterapkan dengan baik, akan membantu manajemen perusahaan dalam memberikan kontribusi penyusunan anggaran dan menilai kinerja dari setiap pusat pertanggungjawaban. Kinerja manajerial yang baik merupakan tuntutan perusahaan untuk dapat menjaga eksistensi atau kelangsungan operasional organisasi. Pencapaian kinerja yang baik adalah untuk dapat menjaga eksistensi atau kelangsungan operasional organisasi yang telah ditentukan pada awal periode melalui proses penyusunan anggaran dengan hasil yang dicapai selama periode tersebut, termasuk pelaksanaan anggaran yang telah disusun dengan pusat pertanggungjawaban lain dan kinerja manajerial dari tiap pusat pertanggungjawaban atas penerapan akuntansi pertanggungjawaban. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti, dan membuktikan serta secara empiris mengetahui pengaruh dari anggaran partisipatif dan akuntansi pertanggungjawaban terhadap kinerja manajerial pada PT. Fast Food Indonesia, Tbk, di Surabaya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis perekonomian yang melanda Indonesia ikut mempunyai
dampak yang cukup signifikan terhadap perusahaan di Indonesia. Salah
satunya adalah kemampuan perusahaan untuk bertahan dan berkembang
dalam lingkungan bisnis yang berubah secara cepat dan memiliki
ketidakpastian yang relatif tinggi. Untuk itu, manajemen harus memiliki alat
untuk membantu mereka dalam merencanakan dan mengalokasikan sumber
daya yang terbatas. Salah satu alat yang dapat membantu perencanaan,
koordinasi, dan penilaian kinerja adalah anggaran.
Anggaran merupakan elemen kunci (key element) dalam sistem
perencanaan dan pengendalian (Schieff dan Lewis, 1978 dalam Emite Satia
Darma dan Abdul Halim, 2005). Disamping itu, anggaran merupakan suatu
rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam proses penyusunan
program. Jika anggaran tidak disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka
panjang yang telah disusun sebelumnya, maka anggaran tidak akan dapat
membawa organisasi ke arah manapun.
Penyusunan anggaran adalah proses penentuan peran setiap manajer
dalam melaksanakan program. Dalam proses penyusunan anggaran
diperlukan kerjasama yang baik antara atasan dan bawahan. Anggaran yang
telah disusun secara partisipatif kemudian disahkan oleh manajer dari setiap
puncak menciptakan berbagai divisi tanggung jawab atau dikenal dengan
pusat pertanggungjawaban. Akuntansi pertanggungjawaban memainkan
peran dalam mengukur kegiatan dan hasilnya termasuk dalam pelaksanaan
anggaran yang telah disusun dengan pusat pertanggungjawaban lainnya.
Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting),
mengukur dan mengevaluasi suatu rencana atau anggaran dengan tindakan
atau aktivitas manajemen dari setiap tingkat manajemen pada suatu
perusahaan dengan menetapkan penghasilan dan biaya tertentu bagi
departemen atau divisi yang memiliki tanggungjawab yang bersangkutan.
Dan jika diterapkan dengan baik, akan membantu manajemen perusahaan
dalam memberikan kontribusi penyusunan anggaran dan menilai kinerja dari
setiap pusat pertanggungjawaban dalam rangka pengambilan keputusan dan
mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.
Struktur pertanggungjawaban (responsibility accounting), mengukur
dan mengevaluasi suatu rencana atau anggaran dengan tindakan atau aktivitas
manajemen dari setiap tingkat manajemen pada suatu perusahaan dengan
menetapkan penghasilan dan biaya tertentu bagi departemen atau divisi yang
memiliki tanggung jawab yang bersangkutan. Dan jika diterapkan dengan
baik, akan membantu manajemen perusahaan dalam memberikan kontribusi
penyusunan anggaran dan menilai kinerja dari setiap pusat
pertanggungjawaban dalam rangka pengambilan keputusan dan mencapai
tujuan perusahaan secara menyeluruh.
Struktur pertanggungjawaban (responsibility structure) sebuah
dilakukan evaluasi atas hasil kerja atau aktivitasnya. Hasil evaluasi kerja
tersebut akan digunakan oleh manajemen perusahaan untuk pengambilan
keputusan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
Kinerja manajerial yang baik merupakan tuntutan perusahaan untuk
dapat menjaga eksistensi atau kelangsungan operasional organisasi.
Pencapaian kinerja yang baik adalah untuk dapat menjaga eksistensi atau
kelangsungan operasional organisasi yang telah ditentukan pada awal periode
melalui proses penyusunan anggaran dengan hasil yang dicapai selama
periode tersebut, termasuk pelaksanaan anggaran yang telah disusun dengan
pusat pertanggungjawaban lain dan kinerja manajerial dari tiap pusat
pertanggungjawaban atas penerapan akuntansi pertanggungjawaban.
Dalam penelitian ini, pembahasan dibatasi pada bagaimana pengaruh
penerapan anggaran partisipatif, akuntansi pertanggungjawaban terhadap
kinerja organisasi dapat menunjang terlaksananya peningkatan efektifitas dan
efisiensi organisasi yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan swasta
dan meningkatkan kinerja bagi publik.
PT Fast Food Indonesia, Tbk merupakan waralaba KFC di Indonesia
didirikan oleh Gelael Group pada tahun 1978 sebagai pihak pertama yang
memperoleh waralaba KFC untuk Indonesia. Walaupun menjadi satu-satunya
perusahaan yang bergerak dalam waralaba di Indonesia khususnya Surabaya
Jawa Timur, namun peningkatan kinerja perusahaan baik kinerja manajemen
perusahaan maupun kualitas pelayanan tetap menjadi hal penting yang harus
ditingkatkan terutama dalam bidang keuangan, akuntansi dan kinerja
Salah satu alat ukur kinerja yang baik di PT Fast Food Indonesia
sebagai perusahaan yang berorientasi waralaba dapat dilihat dari sejauh mana
perusahaan meminimalkan biaya seefektif dan seefisien mungkin tanpa
mengurangi kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam kurun waktu 3
bulan yaitu pada bulan Oktober sampai Desember pada setiap periode tahun
anggaran, setiap bagian dan unit pelayanan diharuskan untuk membuat
laporan usulan biaya yang dianggarkan untuk periode tahun anggaran
selanjutnya. Tetapi dalam kurun waktu beberapa tahun, anggaran yang telah
ditetapkan tidak sesuai dengan realisasi. Realisasi anggaran jauh lebih besar
daripada anggaran biaya yang ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari data
anggaran biaya dan realisasi tahun 2006 – 2009 PT Fast Food Indonesia yang
disajikan pada tabel 1.1, sebagai berikut :
Tabel 1.1. Data Anggaran Biaya
PT Fast Food Indonesia, Tbk, Di Surabaya Tahun 2006 – 2009
Tahun Anggaran Biaya Realisasi Selisih Keterangan
2006 3.732.535.000 4.504.489.000 771.894.000 Tidak Terealisasi 2007 4.979.672.000 5.840.814.000 861.142.000 Tidak Terealisasi 2008 5.696.288.000 5.977.889.000 281.601.000 Tidak Terealisasi 2009 5.625.547.751 5.498.051.860 127.495.891 Terealisasi
Sumber : PT Fast Food Indonesia, Tbk, 2009
Dari data diatas dapatlah dijadikan gambaran bahwa antara tahun
2006 sampai dengan 2009 target anggaran biaya tidak terealisasi dengan
baik. Artinya target untuk meminimalkan biaya atau target realisasi anggaran
biaya yang sudah ditetapkan tidak terealisasi dengan baik. Tidak
terealisasinya anggaran ini disebabkan karena efektifitas penerapanan
terlaksana dengan baik, selain itu pengukuran kinerja tiap bagian yang selama
ini lebih terkonsentrasi pada sejauh mana setiap bagian dapat melaksanakan
tugas dengan sebaik baiknya tanpa melihat faktor keuangan dan biaya,
merupakan pemikiran lama yang harus diubah.
Penelitian yang dilakukan oleh Darma dan Halim (2005), Sukardi
(2004), Kartikasari (2006) dan Haq (2006) membuktikan bahwa penerapan
anggaran partisipatif dan akuntansi pertanggungjawaban yang baik dan
efektif berpengaruh terhadap kinerja manajerial perusahaan. Hal ini sejalan
dengan teori motivasi Alderfer yang dikemukakan oleh Clyton P Alderfer
(1972) yang menghubungkan dengan 3 kebutuhan manusia yaitu kebutuhan
keberadaan, kebutuhan berhubungan dan kebutuhan berkembang yang
dihubungkan dengan lingkungan kerja organisasi yang diasumsikan adanya
keberadaan atasan dan bawahan yang berhubungan dan bekerjasama dalam
partisipasi anggaran untuk perkembangan kinerja yang lebih bik. Hal ini juga
sejalan dengan teori Jalan Kecil-Tujuan (Path Goal Teory) oleh House dan
Mitchel (1974) yang memasukkan 4 (empat) tipe gaya kepemimpinan untuk
kinerja yang baik. Tetapi yang sangat mendukung penerapan anggaran
partisipatif, akuntansi pertanggungjawaban terhadap kinerja manajerial
adalah kepemimpinan yang mendukung, partisipatif dan berorientasi pada
prestasi. Kemudian secara khusus, Stogdill dengan teori prestasi kelonpok
(1959) mengemukakan bahwa masukan anggota, berfungsinya kelompok
akan menghasilkan kinerja yang baik sesuai pusat pertanggungjawabannya.
Dari penelitian dan teori tersebut semakin memberi keyakinan bahwa dengan
penerapan anggaran partisipatif yang baik, penerapan akuntansi
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Anggaran Partisipatif dan Akuntansi Pertanggungjawaban Terhadap
Kinerja Manajerial Pada PT. Fast Food Indonesia, Tbk. Di Surabaya.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
maka perumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini yaitu
apakah terdapat pengaruh anggaran partisipatif dan akuntansi
pertanggungjawaban terhadap kinerja manajerial pada PT. Fast Food
Indonesia, Tbk, di Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini,
yaitu untuk meneliti, dan membuktikan serta secara empiris mengetahui
pengaruh dari anggaran partisipatif dan akuntansi pertanggungjawaban
terhadap kinerja manajerial pada PT. Fast Food Indonesia, Tbk, di Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan yang dikemukakan,
manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini, yaitu antara lain:
1. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
antara anggaran partisipatif, akuntansi pertanggungjawaban, terhadap
kinerja manajerial dan memberi masukan untuk desain sistem anggaran
dan sistem penilaian kinerja pusat pertanggungjawaban bagi penentu
kebijakan di perusahaan tersebut.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan
penulis mengenai analisis anggaran partisipatif, akuntansi
pertanggungjawaban, dengan kinerja manajerial dalam upaya pencapaian
visi dan misi instansi.
3. Bagi Pembaca Dan Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referensi bagi peneliti lebih lanjut pada topik yang sama dan memperluas
wawasan pembaca tentang anggaran partisipatif, akuntansi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang
dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang terkait
dengan Kinerja Manajerial, pernah dilakukan oleh
1. Darma dan Halim (2005)
a. Judul
“Kejelasan Sasaran Anggaran, Sistem Pengendalian
Akuntansi, Dan Kinerja Manajerial : Studi Empiris Pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Dan Kota Se-Propinsi DIY”
b. Rumusan Masalah
Apakah kejelasan sasaran anggaran dan sistem pengendalian
akuntansi memberikan pengaruh terhadap kinerja manajerial pada
pemerintah kabupaten / kota se-propinsi DIY?
c. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, didapat kesimpulan bahwa
variabel kejelasan sasaran anggaran, berpengaruh positif signifikan
terhadap peningkatan kinerja manajerial Dan begitu juga untuk
variabel independen sistem pengendalian akuntansi juga
berpengaruh positif signifikan terhadap peningkatan kinerja
manajerial pejabat struktural di lingkungan pemerintah daerah
2. Sukardi (2004)
a. Judul
“Hubungan Antara Anggaran Partisipatif Dengan Kinerja
Manajerial ; Peran Motivasi Kerja Dan Kultur Organisasional
Sebagai Variabel Moderating”.
b. Rumusan Masalah
Apakah motivasi kerja dan kultur organisasional yang
berfungsi sebagai variabel moderating mempengaruhi hubungan
antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial.
c. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, didapat kesimpulan bahwa
hanya partisipatif penyusunan anggaran yang dapat dibuktikan
secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
3. Kartikasari (2006)
a. Judul
“Hubungan Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban
Dengan Penilaian Prestasi Dan Motivasi Kerja Manajer Dalam
Rangka Pengendalian Biaya Produksi Pada PT. Perkebunan
Nusantara X (Persero) Pabrik Gula Gempol Kerep Mojokerto”.
b. Rumusan masalah
Apakah penerapan akuntansi pertanggungjawaban
mempunyai hubungan yang erat baik terhadap penilaian prestasi
c. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, didapat kesimpulan bahwa
penerapan akuntansi pertanggungjawaban mempunyai hubungan
dengan prestasi manajer dan motivasi kinerja.
4. Haq (2006)
a. Judul
“Hubungan Partisipasi Penyusunan Anggaran Dan Tingkat
Kesulitan Anggaran Terhadap Kinerja Manajer Di PT. Garam
(Persero) di Surabaya”.
b. Rumusan masalah
Apakah terdapat hubungan positif antara partisipasi
penyusunan anggaran dan tingkat kesulitan anggaran terhadap
kinerja manajer.
c. .Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, didapat kesimpulan bahwa
terdapat hubungan positif antara partisipasi penyusunan anggaran
dengan kinerja manajer dan terdapat hubungan negatif antara
tingkat kesulitan anggaran dengan kinerja manajer.
Adapun persamaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu
adalah sama-sama membahas mengenai faktor – faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja manajerial, sedangkan perbedaannya yaitu terletak pada
objek, jumlah sampel dan periode penelitian, sehingga penelitian ini bukan
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Anggaran
2.2.1.1. Pengertian Anggaran
Anggaran adalah rencana manajemen, dengan asumsi implisit
bahwa langkah positif akan diambil oleh pembuat anggaran dan manajer
yang mempersiapkan anggaran untuk membuat kegiatan nyata berkaitan
dengan rencana (Robert N Anthony dan Vijay Govindarajan, 2003 : 2).
Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2004 : 355) anggaran
adalah rencana keuangan untuk masa depan yang mengidentifikasi tujuan
dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya.
Selanjutnya menurut Supriyono (2000 : 40) anggaran adalah suatu
rencana terinci yang disusun secara sistematis dan dinyatakan secara
formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dalam satuan uang.
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa anggaran merupakan suatu teknik yang dirancang untuk
mengendalikan biaya yang di dalamnya terdapat perumusan tujuan dan
strategi perusahaan
2.2.1.2. Penyusunan Anggaran
Sebelum menyusun anggaran, organisasi harus terlebih dahulu
mengembangkan rencana strategi. Rencana strategi mengidentifikasikan
strategi aktivitas dan operasi masa depan dengan jangka waktu tertentu.
Organisasi dapat menerjemahkan keseluruhan strategi ke dalam tujuan
jangka pendek. Tujuan-tujuan tersebut menjadi dasar penyusunan
Untuk mengoptimalkan kegunaan anggaran, penyusunan anggaran
memperhatikan tujuan penyusunan anggaran itu sendiri. Adapun tujuan
penyusunan anggaran (Nafarin, 2004) adalah :
1. Untuk digunakan sebagai landasan yuridis formal dalam memilih
sumber dan penggunaan dana.
2. Untuk mengadakan pembatasan jumlah dana yang dicari dan
digunakan.
3. Untuk merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis
penggunaan dana, sehingga dapat mempermudah pengawasan.
4. Untuk merasionalkan sumber penggunaan dana agar dapat mencapai
hasil yang maksimal.
5. Untuk menyempurnakan rencana yang telah disusun agar terlihat
lebih jelas dan nyata.
6. Untuk menampung dan menganalisa serta memutuskan setiap usulan
yang berkaitan dengan keuangan.
2.2.1.3. Proses Penyusunan Anggaran
Dalam menyusun anggaran, perusahaan harus memperhatikan
proses penyusunan. Adapun proses penyusunan anggaran (Robert N
Anthony dan Vijay Govindarajan, 2003 : 9) sebagai berikut :
1. Departemen anggaran mengeluarkan bentuk dan prosedur untuk
persiapan anggaran dan mengkoordinasikan dan mengeluarkan perkiraan
dasar ke seluruh perusahaan yang akan menjadi dasar bagi
2. Petugas anggaran mengembangkan garis pedoman dan manajemen
senior menyetujuinya.
3. Menggunakan garis pedoman, tanggungjawab manajer, dibantu dengan
staf mereka mengembangkan permintaan anggaran.
4. Negosiasi atau pembahasan anggaran yang diajukan dengan atasan.
5. Pemeriksaan dan persetujuan. Persetujuan terakhir disarankan oleh
panitia anggaran kepada kepala eksekutif. CEO juga memasukkan
anggaran yang telah disetujui kepada dewan direksi untuk disahkan.
2.2.1.4. Jenis – Jenis Anggaran
Menurut Nafarin (2004 : 22) anggaran dapat dikelompokkan dari
beberapa sudut pandang berikut ini :
1. Menurut dasar penyusunan anggaran terdiri dari :
a. Anggaran variabel yaitu anggaran yang disusun berdasarkan
interval (kisar) kapasitas (aktivitas) tertentu dan pada intinya
merupakan suatu seri anggaran yang dapat disesuaikan pada
tingkat-tingkat aktivitas (kegiatan) yang berbeda.
b. Anggaran tetap yaitu anggaran yang disusun berdasarkan suatu
tingkat kapasitas tertentu. Anggaran tetap disebut juga dengan
anggaran statis.
2. Menurut jangka waktunya, anggaran terdiri dari :
a. Anggaran jangka pendek adalah anggaran yang dibuat dengan
jangka waktu paling lama satu tahun.
b. Anggaran jangka panjang adalah anggaran yang dibuat dengan
3. Menurut cara penyusunan, anggaran terdiri dari :
a. Anggaran periodik adalah anggaran yang disusun untuk satu
periode tertentu yang umumnya satu tahun yang disusun setiap
akhir periode.
b. Anggaran kontinyu adalah anggaran yang dibuat untuk
memperbaiki anggaran sebelumnya yang telah dibuat.
4. Menurut bidangnya, anggaran terdiri dari :
a. Anggaran operasional adalah anggaran untuk menyusun anggaran
laporan laba rugi yang terdiri dari anggaran penjualan, anggaran
biaya pabrik, anggaran beban usaha dan anggaran laporan laba rugi.
b. Anggaran keuangan adalah anggaran untuk menyusun anggaran
neraca yang terdiri dari anggaran kas, anggaran piutang, anggaran
persediaan, anggaran utang dan anggaran neraca.
2.2.1.5. Manfaat Anggaran
Menurut Nafarin (2004 : 15) anggaran mempunyai manfaat
sebagai berikut :
1. Sebagai alat untuk mengkoordinasi kegiatan.
2. Sebagai alat komunikasi dengan bawahan tentang apa yang akan
dilakukan perusahaan.
3. Sebagai alat untuk memotivasi karyawan agar berupaya mencapai
sasaran yang diinginkan.
4. Sebagai landasan kegiatan.
6. Sebagai alat untuk membina dan meningkatkan kemampuan dalam
melaksanakan anggaran.
7. Sumber daya, seperti tenaga kerja, peralatan dan dana dapat
dimanfaatkan seefisien mungkin.
8. Alat pendidikan bagi para manajer.
2.2.1.6. Partisipatif Anggaran
Penganggaran partisipatif menurut Hansen dan Mowen (2004 : 376),
yaitu memberikan bagian para manajer untuk ikut menyusun anggaran.
Pada umumnya, tujuan menyeluruh dari anggaran dikomunikasikan
kepada manajer, yang kemudian membantu mengembangkan anggaran
yang dapat memenuhi tujuan tersebut. Dalam penganggaran partisipatif,
penekanan dilakukan pada pemenuhan tujuan secara umum, bukan pada
jenis perusahaan.
2.2.1.7. Masalah Dalam Penganggaran Partisipatif
Penganggaran partisipatif memiliki tiga masalah potensial
(Hansen dan Mowen 2004 : 377), yaitu :
1. Penetapan standard yang dapat terlalu tinggi ataupun terlalu rendah.
2. Memasukkan kelonggaran dalam anggaran (seringkali disebut
menutupi anggaran).
3. Partisipasi semu.
Beberapa manajer cenderung membuat anggaran yang terlalu
menjadi tujuan anggaran cenderung menjadi tujuan pribadi manajer,
sehingga kesalahan-kesalahan tersebut di atas pada akhirnya menyebabkan
kegagalan, manajer menjadi frustasi dan kinerjanya pun turun. Kuncinya
mengajak para manajer berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang
tinggi tetapi dapat dicapai.
2.2.2. Akuntansi Pertanggungjawaban
2.2.2.1. Pengertian Akuntansi Pertanggungjawaban
Dalam suatu organisasi, manajemen puncak biasanya menciptakan
berbagai divisi tanggungjawab, yang dikenal dengan pusat
pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban (responsibility centre)
merupakan suatu segmen bisnis yang managernya bertanggungjawab
terhadap pengaturan kegiatan-kegiatan tertentu. Akuntansi
pertanggungjawaban memainkan peran dalam mengukur kegiatan dan
hasilnya, dan juga menentukan imbalan yang dapat diterima seseorang.
Responsibility accounting (akuntansi pertanggungjawaban) adalah
sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat
pertanggungjawaban menurut informasi yang dibutuhkan oleh para manajer
untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka (Hansen dan
Mowen, 2005 : 116).
Sedangkan menurut Garrison (1997 : 651), akuntansi
pertanggungjawaban didefinisikan sebagai sistem akuntansi yang dibuat
bagi sebuah organisasi sehingga biaya dikumpulkan dan dilaporkan oleh
Selanjutnya menurut Ikhsan dan Iskak (2005 : 139) mendefinisikan
akuntansi pertanggungjawaban sebagai istilah yang digunakan dalam
menjelaskan akuntansi perencanaan serta pengukuran dan evaluasi kinerja
organisasi sepanjang garis pertanggungjawaban.
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem akuntansi
yang disusun berdasarkan struktur organisasi yang secara tegas
memisahkan tugas, wewenang dan tanggungjawab dari
masing-masing lapisan / tingkat manajemen.
2. Akuntansi pertanggungjawaban mendorong setiap individu untuk
turut ikut serta dalam mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan
efisien.
3. Akuntansi pertanggungjawaban melaporkan pendapatan dan biaya
yang terjadi dalam tiap-tiap pusat pertanggungjawaban. Dari laporan
tersebut dapat diketahui perbandingan antara anggaran dan
realisasinya, sehingga segala penyimpangan yang terjadi dapat
dianalisa dan dicari penyelesaiannya dengan manajer pusat
pertanggungjawaban.
4. Akuntansi pertanggungjawaban menghasilkan penilaian kinerja yang
berguna bagi pimpinan di dalam menyusun rencana kerja untuk
periode mendatang, baik untuk masing-masing pusat
pertanggungjawaban maupun untuk kepentingan perusahaan secara
2.2.2.2. Unsur-Unsur Akuntansi Pertanggungjawaban
Unsur-unsur yang terkandung dalam akuntansi
pertanggungjawaban menurut Mulyadi (1986 : 381) adalah sebagai
berikut :
1. Struktur Organisasi
Dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban, terdapat
desentralisasi tugas, wewenang dan tanggungjawab dari
masing-masing tingkatan manajemen.
2. Pemisahan Biaya
Adanya pemisahan biaya atas dasar dapat tidaknya biaya
tersebut dikendalikan oleh manajer masing-masing tingkatan
manajemen adalah agar laporan pertanggungjawaban benar-benar
mencerminkan tingkat pertanggungjawaban dari masing-masing
tindakan manajemen. Biaya dipisahkan menjadi biaya terkendali dan
biaya tak terkendali.
3. Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban
Sistem akuntansi pertanggungjawaban mempunyai
karakteristik khusus, yaitu disesuaikan dengan struktur organisasinya.
Hasil tata perkiraan disusun sedemikian rupa sehingga pendapatan
dan biaya dikumpulkan, diklasifikasikan dan dilaporkan berdasarkan
pusat-pusat pertanggungjawaban yang ada pada laporan
pertanggungjawaban.
4. Anggaran (budget) yang disusun untuk tiap pusat pertanggungjawaban.
Berdasarkan pusat-pusat pertanggungjawaban dapat disusun
adanya partisipasi aktif dari masing-masing pusat
pertanggungjawaban. Sehingga mereka akan termotivasi dan
berusaha untuk mencapai anggaran yang disusunnya sendiri.
5. Laporan pertanggungjawaban (responsibility reporting)
Laporan pertanggungjawaban merupakan laporan yang
digunakan untuk mempertanggungjawabkan wewenang yang
didesentralisasikan pada manajer pusat pertanggungjawaban, yang
mencakup realisasi dan budget. Laporan ini merupakan sarana
prestasi kerja karyawan dan motivator bagi karyawan yang menilai
prestasinya. Laporan pertanggungjawaban disampaikan dari
manajemen tingkat bawah ke manajemen tingkat atas.
2.2.2.3. Syarat Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban
Menurut Mulyadi (2001 : 381) penetapan akuntansi
pertanggungjawaban dalam suatu organisasi atau suatu perusahaan harus
mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yaitu :
1. Struktur Organisasi
Dalam penyusunan sistem akuntansi selalu didahului dengan
pembenahan lebih dahulu terhadap organisasi. Dalam praktek
seringkali penyusunan sistem akuntansi dilakukan tanpa adanya
penilaian terhadap keadaan organisasi, seolah-olah tidak perlu
disesuaikan. Penyusunan sistem akuntansi dan penyusunan struktur
organisasi merupakan pekerjaan yang tidak dapat dipisahkan dan
disusun, perlu dilakukan penilaian secara mendalam terhadap
organisasi dan prosesnya dilakukan penyesuaian-penyesuaian jika
diperlukan.
Untuk tujuan pengendalian biaya, organisasi harus disusun
sedemikian rupa sehingga wewenang dan tanggungjawab tiap-tiap
pimpinan jelas. Tanggungjawab timbul sebagai akibat adanya
pendelegasian wewenang dari suatu tingkat manajemen yang lebih
tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Untuk dapat dimintai
pertanggungjawaban, manajemen tingkat lebih rendah mempunyai
kewajiban mempertanggungjawabkan pelaksanaan wewenang
tersebut kepada manajemen atasnya. Dengan demikian wewenang
mengalir dari tingkat manajemen atas ke manajemen tingkat bawah,
dan sebaliknya tanggungjawab dari tingkat manajemen bawah ke
tingkat manajemen atas.
Dengan adanya struktur organisasi yang baik akan membantu
manajemen dalam hal :
a. Memperlancar kerjasama antar bagian.
b. Menjelaskan hubungan kerjasama bagian yang satu dengan yang
lain.
c. Menjelaskan wewenang dan tanggungjawab atasan dan bawahan.
d. Memudahkan melakukan kontrol efisiensi setiap bagian.
e. Sebagai pedoman dalam penyusunan prosedur-prosedur tertulis
tentang aktivitas usaha.
g. Menjelaskan tingkatan-tingkatan manajemen, derajat posisi
daripada bagian-bagian (fungsionaris).
Dalam penerapan akuntansi pertanggungjawaban mengharuskan
adanya struktur organisasi yang menetapkan dengan jelas tugas,
wewenang dan tanggungjawab. Struktur pertanggungjawaban
(responsibility accounting), mengukur dan mengevaluasi suatu
rencana atau anggaran dengan tindakan atau aktivitas manajemen dari
setiap tingkat manajemen pada suatu perusahaan dengan menetapkan
penghasilan dan biaya tertentu bagi departemen atau divisi yang
memiliki tanggung jawab yang bersangkutan. Dan jika diterapkan
dengan baik, akan membantu manajemen perusahaan dalam
memberikan kontribusi penyusunan anggaran dan menilai kinerja dari
setiap pusat pertanggungjawaban. Untuk itu secara periodik sangat
perlu dilakukan evaluasi atas hasil kerja atau aktivitasnya, dan hasil
evaluasi kerja tersebut akan digunakan oleh manajemen perusahaan
untuk pengambilan keputusan dalam rangka mencapai tujuan
perusahaan.
2. Sistem Anggaran Akuntansi Pertanggungjawaban
Menurut Mulyadi (2001 : 282) salah satu syarat utama dari
sistem akuntansi pertanggungjawaban adalah dapat dibuatnya laporan
pertanggungjawaban yang disusun berdasarkan tingkatan-tingkatan
pertanggungjawaban yang ada di dalam organisasi. Untuk
menghasilkan laporan yang efektif, maka penyusunan anggaran harus
proses penyusunan anggaran masing-masing bagian akan terlibat
secara aktif untuk menyusun anggaran dibagikan mereka. Tujuan
dengan mengikutsertakan dalam penyusunan anggaran adalah agar
mereka bersedia dinilai hasil kerjanya dengan anggaran tersebut dan
diharapkan hal ini akan menjadi pendorong semangat atau motivasi
bagi mereka untuk bekerja lebih baik.
Untuk penilaian prestasi laporan pertanggungjawaban berisi
perbandingan antara anggaran dengan pelaksanaan sesungguhnya dan
merupakan pernyataan prestasi dari pelaksanaan kegiatan mereka.
Disamping itu laporan pertanggungjawaban juga sebagai alat
pengawasan terhadap kegiatan yang berada di bawah tanggungjawab
pimpinan pusat pertanggungjawaban.
Untuk keperluan pertanggungjawaban, banyak hal-hal yang
dapat dikendalikan oleh seseorang atau bagian yang akan digunakan.
Jadi setiap usaha harus dilakukan dengan mengidentifikasikan dan
mengecualikan faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan
(uncontrollable). Dengan demikian, di dalam sistem akuntansi
pertanggungjawaban hanya biaya-biaya yang dapat dikendalikan oleh
manajer masing-masing pusat pertanggungjawaban yang akan
digunakan sebagai dasar maupun anggarannya. Masing-masing
bagian dalam hal ini pusat pertanggungjawaban mengajukan
rancangan anggaran bagian mereka sendiri. Rancangan anggaran dari
masing-masing bagian akan dibahas bersama dalam suatu rapat
menelaah, mengajukan usulan-usulan perbaikan bila dianggap perlu
dan dianalisa secara keseluruhan untuk disesuaikan dengan rencana
bagian-bagian lain maupun rencana dari tujuan perusahaan secara
keseluruhan. Diikutsertakan semua manajer dalam penyusunan
anggaran biaya menimbulkan partisipasi mereka dalam mencapai
target yang telah ditetapkan, sehingga masing-masing pusat
pertanggungjawaban akan bersedia dinilai prestasinya atas dasar
patokan anggaran tersebut.
3. Biaya Terkendali Dan Biaya Tak Terkendali
Di dalam akuntansi pertanggungjawaban, tiap manajer
berpartisipasi dalam menyusun anggaran biaya bagiannya
masing-masing dan oleh karena itu masing-masing-masing-masing akan dimintai
pertanggungjawaban mengenai realisasi anggaran tersebut. Karena
tidak semua biaya yang terjadi dalam suatu bagian dapat dikendalikan
oleh manajer bagian tersebut, maka hanya biaya-biaya terkendali
perlu dilakukan dalam akuntansi pertanggungjawaban.
Menurut Mulyadi (2001 : 382) biaya terkendali adalah biaya
yang dapat secara langsung dipengaruhi oleh seorang manajer dalam
jangka waktu tertentu. Pemisahan biaya ke dalam biaya terkendali
dan tak terkendali oleh seorang seksi mungkin merupakan biaya
terkendali bagi kepala departemen yang bersangkutan. Sebaliknya
suatu biaya yang tak terkendali oleh kepala departemen belum tentu
merupakan biaya terkendali oleh kepala seksi yang berada di
Untuk memisahkan biaya ke dalam biaya terkendali atau
biaya tak terkendali pada kenyataannya mengalami kesulitan. Hanya
sedikit biaya yang menjadi tanggung jawab seseorang, pedoman
untuk menetapkan apakah suatu biaya dapat dibebankan sebagai
tanggungjawab seseorang (pusat pertanggungjawaban) (Mulyadi,
2001 : 383) adalah sebagai berikut :
a. Jika seseorang memiliki wewenang baik dalam perolehan
maupun penggunaan jasa, ia harus dibebani dengan biaya jasa
tersebut.
b. Jika seseorang dapat secara berganti mempengaruhi jumlah biaya
tertentu melalui tindakannya sendiri, ia dapat dibebani dengan
biaya tersebut.
c. Meskipun seseorang tidak dapat secara bergantian mempengaruhi
jumlah biaya tertentu melalui tindakan langsung sendiri, ia dapat
dibebani dengan biaya tersebut jika manajemen menghendaki
agar supaya ia menaruh perhatian, sehingga ia dapat membantu
orang-orang yang bertanggungjawab mempengaruhinya.
Seseorang jelas dapat mempengaruhi jumlah suatu biaya jika
ia memiliki wewenang dalam memperoleh wewenang memutuskan
media promosi dan jumlah biayanya, jelas bertanggungjawab penuh
terhadap terjadinya biaya tersebut.
Seseorang mungkin tidak dapat mempengaruhi secara berarti
jumlah biaya tertentu melalui tindakan langsungnya sendiri tetapi
mengendalikan biaya tersebut. Biaya reparasi dan biaya pemeliharaan
merupakan tanggungjawab bagian bengkel, tetapi sebenarnya ada dua
faktor yang mempengaruhi biaya tersebut :
a. Efisiensi pemakaian tenaga reparasi dan pemeliharaan
b. Pemakaian mesin dan equipment
Faktor yang pertama menjadi tanggungjawab manajer bagian
bengkel. Sedangkan banyaknya frekuensi pekerjaan reparasi dan
pemeliharaan dipengaruhi oleh pemakaian mesin dan equipment oleh
mandor bagian produksi. Dalam hal ini mandor bagian produksi dapat
dibebani biaya reparasi dan pemeliharaan agar ia dapat membantu
manajer bagian bengkel dan mengendalikan biaya-biaya tersebut.
Seringkali terdapat lebih dari seseorang pimpinan yang
dianggap dapat mempengaruhi biaya. Meskipun biasanya dalam
organisasi hanya ada seorang yang menjadi penanggungjawab utama
dalam pengendaliannya, yaitu pimpinan yang mengawasi secara
dekat kegiatan sehari-hari. Semua biaya yang terkendali oleh tingkat
manajemen bawah, dipandang juga terkendali oleh tingkat
manajemen yang membawahinya (Mulyadi, 2001 : 382).
4. Sistem Akuntansi Pertanggungjawaban
Menurut Mulyadi (2001 : 384) sistem akuntansi
pertanggungjawaban merupakan sistem pengumpulan biaya, untuk
kepentingan pengendalian biaya, yaitu dengan cara menggolongkan,
mencatat manajemen yang bertanggungjawab.
Oleh karena biaya yang terjadi dikumpulkan untuk setiap
diberi kode sesuai tingkatan manajemen yang terdapat dalam struktur
organisasi. Setiap tingkatan manajemen merupakan pusat biaya dan
akan dibebani dengan biaya-biaya yang terjadi didalamnya yang
dipisahkan antara biaya terkendali dan biaya tak terkendali.
Contoh :
PT. Eliona Sari adalah produsen kertas. Rekening buku
besarnya dibagi menjadi enam kelompok sebagai berikut : (1) Aktiva,
(2) Hutang, (3) Modal, (4) Penghasilan, (5) Biaya, (6) Pendapatan
biaya di luar usaha. Rekening buku angka diberi kode angka dengan
group code method yang terdiri dari 4 angka. Arti posisi angka dalam
kode rekening biaya adalah sebagai berikut :
5 x x x
Kelompok biaya
Pusat biaya direksi
Pusat biaya departemen
Pusat biaya bagian
Jenis biaya dalam tiap-tiap biaya digolongkan sesuai dengan
obyek pengeluaran dan dicatat dalam kartu biaya (buku pembantu
biaya). Kode rekening pembantu biaya terdiri dari 7 angka dan arti
posisi angka dalam setiap kode adalah sebagai berikut :
xxxx x xxx x
Pusat biaya
Kelompok jenis biaya
Jenis biaya
5. Laporan Pertanggungjawaban
Menurut Mulyadi (2001 : 389), laporan pertanggungjawaban
untuk tiap-tiap pusat biaya, dibuat oleh bagian akuntansi biaya atas
dasar rekapitulasi biaya. Isi laporan pertanggungjawaban biaya
disesuaikan dengan tingkat manajemen yang akan menerimanya.
Untuk tingkat manajemen terendah disajikan jenis biaya (menurut
obyek pengeluarannya), sedangkan untuk tingkat manajemen atas
disajikan total biaya yang dibawahnya, ditambah dengan biaya-biaya
yang terkendalikan dan terjadi di pusat biayanya sendiri.
Laporan pertanggungjawaban biaya untuk tingkat manajemen
terendah berisi :
a. Jenis biaya terkendali yang dianggarkan dalam bulan tertentu
dalam pusat biaya tertentu.
b. Realisasi tiap-tiap jenis biaya terkendalikan tersebut pada bulan
tertentu dan sampai dengan bukan tertentu, pada pusat biaya
tersebut.
c. Selisih antara tiap-tiap jenis biaya terkendalikan yang
dianggarkan dengan realisasinya.
Agar laporan lebih efektif, maka informasi tersebut harus
dipilih dan dikumpulkan sesuai kebutuhan, agar dapat digunakan
sebagai dasar bagi manajemen untuk bertindak.
2.2.2.4. Pusat Pertanggungjawaban
Menurut Mulyadi (2001 : 25) pusat pertanggungjawaban adalah
bertanggungjawab. Pada tingkat manajemen yang paling rendah, bentuk
pusat pertanggungjawaban merupakan seksi-seksi, serta unit-unit kerja
lainnya. Dan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi, pusat
pertanggungjawaban yang merupakan departemen-departemen atau
divisi-divisi yang biasanya terdiri dari kumpulan-kumpulan beberapa unit
kerja kecil dari organisasi ditambah dengan tenaga staf serta tenaga
manajemen lainnya, meskipun pada dasarnya seluruh unit organisasi
dapat kita terapkan untuk unit-unit kecil dalam suatu lingkup organisasi.
Setiap pusat pertanggungjawaban dalam kegiatannya
membutuhkan masukan-masukan (input) yang berupa sejumlah bahan
baku, tenaga kerja dari berbagai jenis pekerjaan atau masukan lain serta
ditambah dengan masukan berupa modal kerja atau peralatan yang
kemudian diproses menjadi keluaran (output) dari pusat
pertanggungjawaban dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu
sebagai berikut :
1. Terwujud (produk)
2. Tak berwujud (jasa)
Dan pusat pertanggungjawaban dapat digambarkan seperti di
bawah ini :
Gambar 2.2 : Diagram Pusat Pertanggungjawaban
Sumber : Supriyono, 1989, Akuntansi Manajemen 2, Struktur Pengendalian Manajemen, Edisi Pertama.
Proses / Kerja Pusat pertanggungjawaban Masukan
Sumber yang dipakai
Keluaran
2.2.2.5. Jenis- Jenis Pusat Pertanggungjawaban
Pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility center) individu
berfungsi sebagai kerangka kerja untuk mengukur dan mengevaluasi
kinerja dari manajer segmen. Kinerja manajer dalam kerangka kerja
akuntansi pertanggungjawaban disamakan dengan kemampuan mereka
untuk mengelola faktor-faktor operasional tertentu yang dapat
dikendalikan. Sistem tersebut tidak mampu mengukur dan mengevaluasi
kinerja secara total, yang selain itu akan memasukkan faktor-faktor
seperti pengendalian mutu, tingkat moral bawahan, dan kualitas
kepemimpinan. Faktor-faktor tersebut harus diukur dan dievaluasi dengan
cara lain.
Menurut Ikhsan dan Ishak (2005: 142), pusat pertanggungjawaban
dikelompokkan ke dalam empat kategori, yang masing-masing
mencerminkan rentang dan diskresi atas pendapatan dan atau biaya serta
lingkup pengendalian dari manajer yang bertanggungjawab. Pusat
pertanggungjawaban tersebut dapat berupa pusat biaya (cost center),
pendapatan (revenue center), laba (profit center), atau investasi
(investment center). Jumlah dan jenisnya akan bergantung pada ukuran
perusahaannya, struktur organisasinya, preferensi manajemen puncak,
serta gaya kepemimpinannya.
1. Pusat Biaya
Menurut Ikhsan dan Ishak (2005 : 143), pusat biaya
merupakan bidang tanggungjawab yang menghasilkan suatu produk
pusat biaya memiliki diskresi dan kendali hanya atas penggunaan
sumber daya fisik dan manusia yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas yang diberikan kepadanya. Mereka tidak memakai kendali atas
pendapatan, karena fungsi pemasaran bukanlah tanggungjawabnya.
Selama proses perencanaan, para manajer pusat biaya
diberikan kuota produksi dan dapat berpartisipasi dalam menetapkan
tujuan biaya yang realistis dan adil untuk tingkat output yang
diantisipasi. Hasil kinerja dilaporkan secara periodik kepada manajer
dalam bentuk laporan yang membandingkan biaya aktual yang terjadi
dengan biaya yang dianggarkan. Laporan ini mengarahkan perhatian
kepada bidang masalah yang sebaiknya diinvestigasi. Frekuensi dari
umpan balik bergantung pada sensitivitas dan materialitas dari
faktor-faktor operasional yang berada di bawah kendalinya.
Pusat biaya merupakan bentuk pusat pertanggungjawaban
yang digunakan secara luas. Di perusahaan manufaktur, baik
departemen produksi maupun departemen jasa merupakan
contoh-contoh dari pusat biaya. Di perusahaan perdagangan, departemen
yang memberikan layanan pendukung akan masuk ke dalam kategori
ini. Contoh-contoh yang umum adalah departemen pengiriman,
departemen penerimaan, departemen kredit, dan departemen
pelayanan pelanggan (Ikhsan dan Ishak, 2005 : 143).
3. Pusat Pendapatan
Jika tanggungjawab utama dari seorang manajer adalah
sebagai pusat pendapatan. Contoh dari pusat pendapatan meliputi
departemen pemasaran, pusat distribusi, bagian barang jualan toko
serba ada (Ikhsan dan Ishak, 2005 : 143).
Manajer di pusat pendapatan tidak mempunyai diskresi
maupun pengendalian terhadap investasi pada aktiva atau biaya dari
barang atau jasa yang akan dijual. Mereka hanya memiliki kendali
terhadap biaya pemasaran langsung dan kinerja mereka akan diukur
dalam hal kemampuan mereka untuk mencapai target penjualan yang
telah ditentukan sebelumnya dalam batasan beban tertentu. Untuk
memperoleh manfaat motivasional dan pengendalian yang efektif,
manajer pusat pendapatan sebaiknya berpartisipasi dalam proses
penetapan tujuan dan menerima umpan balik yang tepat waktu atas
hasil kinerja mereka produknya (Ikhsan dan Ishak, 2005 : 143).
4. Pusat Laba
Pusat laba adalah segmen dimana manajer memiliki kendali
baik atas pendapatan maupun atas biaya, manajer dievaluasi
berdasarkan efisiensi mereka dalam menghasilkan pendapatan dan
mengendalikan biaya. Diskresi yang mereka miliki terhadap biaya
meliputi beban produksi dari produk atau jasa. Tanggungjawab
mereka adalah lebih luas dibandingkan dengan tanggung jawab dari
pusat pendapatan atau pusat biaya karena mereka bertanggung jawab
baik atas fungsi distribusi maupun manufaktur. Contoh umum dari
pusat laba adalah divisi korporat yang memproduksi dan menjual
Kinerja dari manajer pusat lebih dievaluasi berdasarkan target
laba yang direncanakan seperti tingkat pengembalian minimum yang
diharapkan dan tingkat halangan untuk laba residual. Untuk
meminimalkan tindakan disfungsional yang disebabkan oleh orientasi
pada jangka pendek yang kaku, manajer pusat laba sebaiknya juga
diharapkan memelihara dan / atau memperbaiki modal dari bawahan
mereka, memelihara bangunan dan fasilitas produksi, dan
memberikan kontribusi terhadap kepemimpinan produk dan
keanggotaan korporat. Untuk meningkatkan keprihatinan manajer
terhadap aspek-aspek ini, maka sistem penghargaan dari evaluasi
kinerja sebaiknya juga memasukkan ukuran-ukuran untuk
mengevaluasi kinerja mereka dalam hal aspek jangka panjang dan
tingkat keberhasilan dalam hal ini sebaiknya mempengaruhi alokasi
penghargaan produknya (Ikhsan dan Ishak, 2005 : 144).
5. Pusat Investasi
Manajer pusat investasi bertanggungjawab terhadap investasi
dalam aktiva serta pengendalian atas pendapatan dan biaya. Mereka
bertanggungjawab untuk mencapai margin kontribusi dan target laba
tertentu serta efisiensi dalam penggunaan aktiva (Ikhsan dan Ishak,
2005 : 144).
Mereka diharapkan untuk mencapai keseimbangan yang sehat
antara laba yang dicapai dan investasi dalam sumber daya yang
digunakan. Kinerja yang digunakan dalam mengukur kinerja mereka
atas aktiva (return on assets – ROA), rasio perputaran, dan laba
residual. Karena mereka bertanggungjawab terhadap setiap aspek dari
operasi, manajer pusat investasi ini dievaluasi dengan cara yang sama
seperti halnya eksekutif atau manajer puncak (Ikhsan dan Ishak, 2005
: 144).
2.2.3. Kinerja Manajerial
2.2.3.1. Pengertian Kinerja Manajerial
Kinerja merupakan suatu tingkat peranan anggota organisasi di
dalam pencapaian suatu tujuan organisasi. Peranan yang dimaksud adalah
setiap kegiatan yang menghasilkan satu akibat, pelaksanaan suatu tim
dalam tingkat penyelesaian suatu pekerjaan, dan bagaimana karyawan
beraksi dalam menjalankan tugas yang diberikan.
Menurut Riyadi (2000) kinerja manajerial adalah kinerja manajer
dalam kegiatan – kegiatan manajerial yang meliputi perencanaan,
investasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pemilihan staf,
negosiasi, perwakilan, dan kinerja secara menyeluruh.
Selanjutnya menurut Mulyadi dan Setyawan (2001 : 790)
seseorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu
menghasilkan suatu kinerja manajerial.
Berdasarkan dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa kinerja manajerial adalah merupakan kemampuan manajer dalam
menggunakan pengetahuan, perilaku dan bakat dalam melaksanakan
Menurut Mustikawati (1999 : 99) Kinerja manajerial mencakup
delapan aspek, yaitu sebagai berikut :
1. Planning (perencanaan)
Menentukan tujuan, kebijakan dan tindakan pelaksanaan,
penjadwalan kerja, penganggaran, merancang prosedur dan
pemrograman.
2. Investigation (investigasi)
Mengumpulkan dan menyampaikan informasi untuk catatan,
laporan dan rekening, mengukur hasil, menentukan persediaan dan
analisis pekerjaan.
3. Coordinating (pengkoordinasian)
Tukar-menukar informasi dengan orang lain di bagian
organisasi yang lain untuk mengakibatkan program, memberitahukan
bagian lain, hubungan dengan manajer lain.
4. Evaluating (evaluasi)
Menilai dan mengukur proposal, kinerja yang diamati atau
dilaporkan penilaian pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian
laporan keuangan, pemeriksaan produk.
5. Supervising (pengawasan)
Mengarahkan, memimpin dan mengembangkan bawahan
anda, membimbing, melatih dan menjelaskan peraturan kerja pada
bawahan, membentuk tugas pekerjaan dan menangani bawahan.
6. Staffing (pengaturan staf)
Mempertahankan angkatan kerja di bagian anda, merekrut,
mewawancarai dan memiliki pegawai baru, menempatkan,
7. Negotiating (negosiasi)
Pembelian, penjualan atau melakukan kontrak untuk produk,
menghubungi pemasok, menawar dengan wakil penjual,
tawar-menawar secara berkelompok.
8. Representatif (perwakilan)
Menghadiri pertemuan dengan perusahaan lain,
pertemuan-pertemuan bisnis, pidato untuk acara-acara kemasyarakatan,
mempromosikan tujuan umum perusahaan.
2.2.3.2. Penilaian Kinerja
Sistem penghargaan berbasis kinerja merupakan salah satu alat
pengendalian penting yang digunakan oleh organisasi untuk
membangkitkan motivasi diri personel dalam bertindak demi kepentingan
terbaik organisasi. Penghargaan atas kinerja personel dilandasi oleh
penilaian atas kinerja personel.
Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas
operasional, bagian organisasi, dan personelnya, berdasarkan sasaran,
standart, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi dan
Setyawan, 2001 : 353)
Penilaian kinerja digunakan untuk menekan perilaku yang tidak
semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang
semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya
serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Oleh
maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku
manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam
organisasi.
2.2.3.3. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Mulyadi dan Setyawan (2001 : 353) tujuan utama
penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel dalam mencapai
sasaran organisasi dan dalam mematuhi standart perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan oleh organisasi. Standart perilaku dapat berupa kebijakan
manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategi,
program dan anggaran organisasi.
2.2.3.4. Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Mulyadi dan Setyawan (2001:353) penilaian kinerja
dimaanfaatkan oleh organisasi untuk :
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian personel secara maksimum.
2. Membantu dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
penghargaan personel, misalnya seperti : promosi, transfer, dan
pemberhentian.
3. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan
personel dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi
2.3. Kerangka Pikir
Teori Yang Melandasi Pengaruh Anggaran Partisipatif Terhadap
Kinerja Manajerial
1. Teori Motivasi Alderfer
Teori motivasi yang dikemukakan oleh Clayton P Alderfer (1972)
mengenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan yaitu : kebutuhan akan
keberadaan, kebutuhan berhubungan dan kebutuhan berkembang.
Kebutuhan keberadaan adalah suatu kebutuhan akan tetapi bisa hidup,
kebutuhan ini sama artinya dengan kebutuhan fisik atau psikologis.
Kebutuhan berhubungan adalah suatu kebutuhan untuk menjalin
hubungan sesama melakukan hubungan sosial dan bekerjasama dengan
orang lain. Adapun kebutuhan untuk berkembang adalah suatu kebutuhan
yang berhubungan dengan keinginan intrinsik dari seseorang untuk
mengembangkan dirinya (Thoha M, 1983 : 227).
Ketika tiga kelompok inti dari kebutuhan ini dihubungkan dalam
lingkungan kerja organisasi akan memunculkan motivasi dan kerjasama
untuk mewujudkan tujuan organisasi. Dalam hal keuangan dan anggaran,
salah satu tujuannya adalah merealisasikan biaya yang dianggarkan
melalui kinerja yang baik. Proses realisasi ini dimulai dengan mengajukan
anggaran biaya oleh tiap bagian dan pusat pertanggungjawaban karena
mereka yang paling mengetahui berapa biaya yang harus dianggarkan
untuk mendukung kinerja pada periode selanjutnya. Dari ketiga kelompok
tersebut diasumsikan adanya keberadaan atasan dan bawahan dalam hal
Hubungan diantaranya diasumsikan sebagai hubungan partisipatif melalui
penyusunan anggaran. Dan kebutuhan berkembang diasumsikan sebagai
kebutuhan untuk menciptakan kinerja manajerial yang baik untuk
perkembangan dan eksistensi perusahaan.
2. Teori Jalan Kecil-Tujuan (Path-Goal Theory)
Teori Jalan Kecil-Tujuan (Path-Goal Theory) yang dikemukakan
oleh Robert J. House dan Terence R Mitchel (1974) ini berusaha untuk
menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan
dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya.
Adapun teori path-goal memasukkan empat tipe atau gaya
kepemimpinan sebagai berikut :
a. Kepemimpinan direktif. Bawahan tahu senyatanya apa yang
diharapkan darinya pengarahan yang khusus diberikan oleh
pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.
b. Kepemimpinan yang mendukung. Kepemimpinan model ini
mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah
didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni
terhadap para bawahannya.
c. Kepemimpinan partisipatif. Gaya kepemimpinan ini, pemimpin
berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari para
bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih berada di
tangannya.
d. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan
berprestasi. Dengan demikian pula pemimpin memberikan keyakinan
kepada mereka yang mampu melaksanakan tugas pekerjaan
mencapai tujuan secara baik.
Dengan menggunakan salah satu gaya kepemimpinan di atas,
maka pemimpin berusaha mempengaruhi persepsi bawahannya dan
memotivasinya dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan
tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, keputusan kerja, dan pelaksanaan kerja yang
efektif (Thoha M, 1983 : 289).
Untuk menghubungkan teori dengan anggaran partisipatif dan
akuntansi pertanggungjawaban, maka dari ke empat gaya kepemimpinan
tersebut hanyalah gaya kepemimpinan dengan model adanya partisipasi
bawahan yang dapat digunakan diantaranya kepemimpinan yang
mendukung, kepemimpinan partisipatif dan kepemimpinan yang
berorientasi pada prestasi kemudian menerapkan dalam organisasi dalam
hal ini untuk memenuhi tujuan keuangan dan anggaran, maka sistem
partisipasi anggaran untuk memenuhi kewajiban dan tugas tiap pusat
pertanggungjawaban akan terwujud dengan baik. Dari ketiga
kepemimpinan di atas, tiap bagian dapat menunjukkan partisipasinya
untuk mengusulkan anggaran biaya untuk departemen dan pusat
pertanggungjawabannya sehingga kinerja perusahaan akan terealisasi
dengan baik.
Sejalan dengan teori tersebut, telah diteliti kebenarannya oleh
Arief Bachtiar dan Dwi Sakti Susilowati (1998) yang membuktikan
dengan motivasi para manajer dan terdapat hubungan positif antara
motivasi dengan kinerja manajer PT Badak NGL Co. Mereka juga
mendapatkan kesimpulan bahwa hubungan partisipasi dalam penyusunan
anggaran dengan kinerja para manajer tidak dapat dijelaskan oleh
pengaruh tidak langsung motivasi atau dengan kata lain motivasi tidak
dapat berperan sebagai variabel penyelang. Sukardi (2004) melalui
penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Anggaran Partisipatif
Dengan Kinerja Manajerial ; Peran Motivasi Kerja Dan Kultur
Organisasional Sebagai Variabel Moderating juga menyimpulkan bahwa
berdasarkan hasil analisis data, hanya partisipasi penyusunan anggaran
yang dapat dibuktikan secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja
manajerial. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Emile Satia Darma dan
Abdul Halim (2005) dengan mengumpulkan data dari seluruh kabupaten
dan kota se propinsi DIY yang meneliti tentang kejelasan sasaran
anggaran, sistem pengendalian akuntansi dan kinerja manajerial
menyimpilkan bahwa Variabel independen kejelasan sasaran anggaran
dan variabel variabel independen sistem pengendalian akuntansi
berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja manajerial.
Teori Yang Melandasi Pengaruh Akuntansi Pertanggungjawaban
Terhadap Kinerja Manajerial
Penerapan akuntansi pertanggungjawaban erat hubungannya dengan
kinerja manajer. Hal ini dapat dijelaskan dalam Teori Prestasi Kelompok
umumnya didasarkan pada konsep tentang interaksi yang mempunyai
kelemahan-kelemahan teoritis tertentu. Karena itu Stogdill mengajukan
teorinya berdasarkan pada masukan (input), variabel media dan prestasi
(output) kelompok.
Faktor-faktor yang mempengaruhi teori di atas adalah :
1. Masukan dari anggota (sumber input)
Menurut Stogdill, kelompok adalah suatu system interaksi yang
terbuka. Struktur dan kelangsungan system itu tergantung pada tindakan
anggota dan saling berhubungan antar anggota. Masukan dari anggota
tersebut meliputi interaksi, hasil perbuatan atau performance, harapan.
2. Variabel media : beroperasi dan berfungsinya kelompok (mediating
variables)
Menurut Stogdill interaksi dan harapan tidak terlepas satu sama
lain melainkan saling ketergantungan meliputi : struktur formal dan
struktur peran.
3. Prestasi kelompok, yaitu keluaran (output) kelompok
Menurut Stogdill prestasi kelompok yaitu suatu efektifitas
kelompok dalam mencapai tujuan. Prestasi kelompok tersebut meliputi :
produktivitas, moril dan kesatuan.
Menurut teori Prestasi kelompok ini, akuntansi
pertanggungjawaban sangat erat hubungannya dengan kinerja. Hal ini
dapat dilihat dari teori-teori yang dikembangkan yang mempunyai 3
(tiga) orientasi yang berbeda yaitu : Orientasi penguat, Orientasi
Dari teori prestasi kelompok dengan tiga faktor yang
mempengaruhi diantaranya masukan dari anggota (sumber input),
variabel media yaitu beroperasi dan berfungsinya kelompok dan prestasi
kelompok berupa output semakin menjelaskan hubungan teori ini dengan
ketiga variabel penelitian. Masukan dari anggota berupa masukan dan
usulan dari tiap bagian dan pusat pertanggungjawaban atas anggaran
biaya kemudian beroperasi dan berfungsinya kelompok dalam hal ini
pusat pertanggungjawaban sesuai tugas dan tanggung jawabnya maka
akan dihasilkan keluaran (output) berupa kinerja yang baik sesuai dengan
tujuan organisasi sehingga dapat disimpulkan bahwa teori ini juga
berhubungan dengan penerapan anggaran partisipatif sehingga
penerapan anggaran partisipatif, penerapan akuntansi
pertanggungjawaban sangat penting bagi perusahaan dalam kinerja
manajer. Dan kesimpulan yang dapat diambil dari teori prestasi
kelompok adalah dengan peningkatan system anggaran partisipatif,
akuntansi pertanggungjawaban dapat mempengaruhi kinerja manajer.
Jurnal dan wacana penelitian sejalan dengan teori tersebut
dikemukakan oleh Juaniva Sidharta (2004) yang mengambil judul
Akuntansi Pertanggungjawaban Sebagai Alat Pengukur Kinerja Pusat
Pertanggungjawaban dengan mengungkap wacana tentang hubungan
kedua variabel tersebut. Disimpulkan bahwa dengan adanya wewenang
dan tanggungjawab kepada manajer pusat pertanggungjawaban untuk
mengendalikan pendapatan dalam pusat pertanggungjawaban tersebut
dapat diukur kinerja dari keluaran (pendapatan) sekaligus dapat
Sesuai dengan penjelasan teori dan penelitian sebelumnya, maka
dapat disusun diagram kerangka pikir, yang ditunjukkan pada gambar 2.4,
sebagai berikut :
Gambar. 2.3 : Diagram Kerangka Pikir
Uji Statistik
Regresi Linier Berganda
2.4. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah
diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Diduga terdapat pengaruh poaitif anggaran partisipatif dan akuntansi
pertanggungjawaban terhadap kinerja manajerial pada PT. Fast Food
Indonesia, Tbk Di Surabaya.
Anggaran Partisipatif (X1)
Akuntansi Pertanggungjawaban (X2)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Teknik Pengukuran Variabel
3.1.1. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada
suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau
menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang
diperlukan untuk mengukur konstrak variabel tersebut (Nazir, 2005 : 126)
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua)
variabel bebas (X) yaitu Anggaran Partisipatif (X1) dan Akuntansi
Pertanggungjawaban (X2), dan satu variabel terikat (Y) yaitu Kinerja
Manajerial
Adapun definisi operasional dari masang – masing variabel tersebut,
yaitu sebagai berikut :
1. Variabel bebas (X):
a. Anggaran Partisipatif (X1)
Partisipasi dalam penyusunan anggaran berkaitan dengan
seberapa jauh keterlibatan manajer di dalam menentukan atau
menyusun anggaran yang ada dalam departemen atau bagiannya.
b. Akuntansi Pertanggungjawaban (X2)
Merupakan suatu peranan sistem akuntansi yang