TUGAS AKHIR – RG141536
PENGEMBANGAN
GEOPORTAL
CAGAR
BUDAYA KAWASAN TROWULAN DAN
GUNUNG PENANGGUNGAN MENGGUNAKAN
PALAPA 3.0
JAYED ALI BACHTIAR NRP 3513 100 031 Dosen Pembimbing
Lalu Muhamad Jaelani, S.T., M.Sc., Ph.D. DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
i TUGAS AKHIR – RG141536
PENGEMBANGAN
GEOPORTAL
CAGAR
BUDAYA KAWASAN TROWULAN DAN
GUNUNG PENANGGUNGAN MENGGUNAKAN
PALAPA 3.0
JAYED ALI BACHTIAR NRP 3513 100 031 Dosen Pembimbing
Lalu Muhamad Jaelani, S.T., M.Sc., Ph.D.
DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
iii FINAL ASSIGNMENT – RG141536
IMPLEMENTATION OF GEOPORTAL FOR
CULTURAL HERITAGE PRESERVATION OF
PENANGGUNGAN AND TROWULAN USING
PALAPA 3.0
JAYED ALI BACHTIAR NRP 3513 100 031 Supervisor
Lalu Muhamad Jaelani, S.T., M.Sc., Ph.D.
DEPARTEMENT OF GEOMATICS ENGINEERING Fakulty of Civil and Planning
Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOMATIKA Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
iv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
v
KAWASAN TROWULAN DAN GUNUNG PENANGGUNGAN MENGGUNAKAN PALAPA 3.0 Nama Mahasiswa : Jayed Ali Bachtiar
NRP : 3513100031
Departemen : Teknik Geomatika ITS
Dosen Pembimbing : Lalu Muhamad Jaelani, S.T., M.Sc., Ph.D.
ABSTRAK
Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud kehidupan manusia, pemikiran dan perilaku yang penting untuk memahami sejarah sekaligus ilmu pengetahuan dan budaya nenek moyang kita. Di Jawa Timur ada dua kawasan cagar budaya yang telah dipilih oleh pemerintah: Penanggungan (mulai 14 Januari 2015) dan Trowulan (30 Desember 2013) sebagai cagar budaya tingkat provinsi dan nasional.
Dalam penelitian ini, kami membangun infrastruktur data spasial geoportal untuk mengumpulkan, menyimpan dan memvisualisasikan distribusi spasial objek cagar budaya di kedua wilayah ini sebagai salah satu peran dalam menjaga kelestarian cagar budaya.
Berdasarkan data geoportal kami, lokasi objek cagar budaya terletak pada kisaran ketinggian mulai dari 228 mdpl - 1330 mdpl. Objek cagar budaya terendah adalah Situs Belahan dan yang tertinggi adalah Candi Kama I. Situs Trowulan memiliki 80 artefak. Hal ini mengindikasikan bahwa kawasan Trowulan merupakan kawasan hunian. Sedangkan di situs Penanggungan, warisan didominasi oleh benda budaya berupa candi (sekitar 33 objek). Ini mungkin merupakan indikasi bahwa
vi
Kata kunci : Pelestarian Cagar Budaya, Geodatabase, Geoserver, Openlayer
vii
AND TROWULAN USING PALAPA 3.0 Name of Student : Jayed Ali Bachtiar
NRP : 3513100031
Departement : Teknik Geomatika ITS
Name of Supervisor : Lalu Muhamad Jaelani, S.T., M.Sc., Ph.D.
ABSTRACT
Cultural heritage is a cultural richness of the nation as a manifestation of human life’s, thoughts and behaviors that are important for understanding the history as well as the science and culture of our ancestors. In East Java there are two cultural heritage areas have been selected by the government: Penanggungan (as of January 14, 2015) and Trowulan (as of December 30, 2013) as provincial and national cultural heritages, respectively.
In this research, we built a geoportal data infrastructure for collecting, storing and visualizing the spatial distribution of cultural heritages in these two areas as one of the role in maintaining the preservation of cultural heritages.
Based on our geoportal data, the location of cultural heritage located in the elevation ranged from 228 m- 1330 m (above sea level). The lowest cultural heritage was Situs Belahan and the highest one was Temple of Kama I. Trowulan Site has 80 artifact findings. This indicated that the Trowulan Site area was a residential area. While in Penanggungan site, the heritage was dominated by cultural object in the form of temple (about 33 object). It might be an indicator that Penanggungan site was a basis for ancient community worship rituals.
x
xi
Puji syukur kehadiran Allah SWT, karena atas limpahan karunia-Nya sehingga laporan Tugas Akhir dengan judul “Pengembangan Geoportal Cagar Budaya Kawasan Trowulan Dan Gunung Penanggungan Menggunakan PALAPA 3.0” ini dapat diselesaikan.
Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Penulisan laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan atas bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak, Ibu, dan keluarga di Jember yang selalu menjadi pendukung dan motivasi utama saya selama menempuh pendidikan di Surabaya.
2. Bapak Mokhamad Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D selaku Ketua Departemen Teknik Geomatika ITS.
3. Bapak Lalu Muhamad Jaelani, S.T., M.Sc., Ph.D selaku pembimbing Tugas Akhir.
4. Bapak dan Ibu Dosen Teknik Geomatika FTSP-ITS, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.
5. Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur yang telah mengizinkan untuk mengambil data terkait Cagar Budaya di Situs Trowulan
6. UBAYA Training Center atas data terkait Candi di Situs Penanggungan
7. Teman-teman S9.3 yaitu Nisa, Lia, Rosi, Dillah dan Bob yang sudah berjuang bersama.
8. Teman-teman seperjuangan Geomatika ITS khususnya angkatan 2013. Terima kasih untuk empat tahun terbaik yang kalian berikan.
xii
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan laporan, sehingga kritik dan saran akan sangat diperlukan untuk perbaikan kedepannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca.
Surabaya, 20 Juli 2017
xiii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ...xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Batasan Masalah ... 2 1.4 Tujuan Penelitian ... 3 1.5 Manfaat Penelitian ... 3 BAB II ... 5 2.1 Cagar Budaya ... 5 2.1.1 Situs Trowulan ... 8 2.1.2 Situs Penanggungan ... 11 2.2 Geoportal ... 16 2.2.1 Portal WEB ... 16 2.2.2 Geoportal ... 17
2.2.3 Sistem Kerja Geoportal ... 21
2.3 PALAPA 3.0 ... 24 2.3.1 PostGIS... 25 2.3.2 Geoserver ... 28 2.3.3 Geoportal ... 30 2.4 Penelitian Terdahulu ... 31 BAB III ... 35 3.1 Lokasi Penelitian ... 35
xiv
3.2.1 Data ... 36
3.2.2 Peralatan ... 37
3.3 Metodologi Pekerjaan ... 37
BAB IV ... 43
4.1 Akuisisi Data Awal ... 43
4.1.1 Data Koordinat Cagar Budaya ... 43
4.2 Hasil Basis Data pada PostGIS ... 43
4.3 Hasil Tampilan OpenLayers ... 44
4.3.1 OpenLayers Situs Trowulan ... 44
4.3.2 OpenLayers Situs Penanggungan ... 46
4.4 Hasil Tampilan Geoportal ... 48
4.4.1 Geoportal Situs Trowulan ... 49
4.4.2 Geoportal Situs Penanggungan ... 49
4.5 Rekapitulasi Cagar Budaya ... 49
4.6 Pengujian Metode Black Box... 51
BAB V ... 53
5.1 Kesimpulan ... 53
5.2 Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA
xv
Gambar 2.1. Candi Tikus ... 9
Gambar 2.2. Candi Kendalisodo ... 13
Gambar 2.3. Candi Selokelir ... 15
Gambar 2.4. Integrasi Kuat ... 18
Gambar 2.5. Integrasi Lemah ... 18
Gambar 2.6. Arsitektur SIG berbasis web ... 20
Gambar 2.7. Sistem Kerja WMS ... 23
Gambar 2.8. Arsitektur Aplikasi Palapa 3.0 ... 25
Gambar 2.9. Evolusi Arsitektur SIG ... 26
Gambar 2.10. Hierarki Abstract Data Type ... 27
Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian ... 36
Gambar 3.2. Flowchart Pengerjaan ... 38
Gambar 3.3. Diagram Alir Proses Pengolahan Data ... 40
Gambar 4.1. ER Diagram Basis Data Cagar Budaya ... 43
Gambar 4.2. Openlayers Situs Trowulan ... 46
Gambar 4.3. Openlayers Situs Penanggungan ... 48
Gambar 4.4. Tampilan Situs Trowulan pada Geoportal ... 49
xvi
xvii
Tabel 1. Penjelasan tautan OpenLayers Situs Trowulan ... 44
Tabel 2. Penjelasan tautan OpenLayers Situs Trowulan ... 46
Tabel 3. Rekapitulasi Cagar Budaya ... 49
xviii
xix
Lampiran 1. Tabel Data Spasial Cagar Budaya Lampiran 2. Tabel Data Atribut Cagar Budaya Lampiran 3. Halaman Back End Geoportal Palapa Lampiran 4. Halaman Front End Geoportal Palapa
Lampiran 5. Tutorial mengunggah layer spasial ke dalam basis data Palapa untuk Admin
Lampiran 6. Tutorial konfigurasi file SLD (Styled Layer Descriptor)
Lampiran 7. Data Styled Layer Descriptor (SLD) Lampiran 8. Tutorial mengoperasikan Geoportal untuk
Pengguna (user)
xx
1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pada saat ini teknologi informasi telah berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan itu salah satunya ditandai dengan keberadaan internet yang menyediakan berbagai layanan. Bentuk layanan yang dihadirkan internet sejatinya sangat berguna dan membantu bagi kehidupan manusia. Mulai dari penyimpanan data, pengelolaan data, bahkan sampai tahap penampilan informasi, dan sebagainya.
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman memberikan keterangan bahwa Cagar Budaya yang dimiliki Bangsa Indonesia perlu terus dilestarikan. Oleh karena setiap Cagar Budaya memiliki nilai aspek penting. Baik nilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan budaya bagi Bangsa Indonesia (Ivan Efendi, 2016).
Demi melestarikan Cagar Budaya bangsa salah satunya adalah dengan mendaftarkan sejumlah peninggalan bangsa kepada negara. Salah satu caranya adalah dengan Pendaftaran Cagar Budaya Daring. Kegiatan ini diselenggarakan agar meningkatkan jumlah daftar Cagar Budaya yang ada di seluruh Indonesia. Per-Juli 2016 telah tercatat sudah 6.720 Cagar Budaya yang telah didaftarkan.
Di Provinsi Jawa Timur, dua kawasan cagar budaya telah ditetapkan oleh pemerintah, diantaranya adalah: 1) Kawasan Trowulan yang ditetapkan pada 30 Desember 2013, sebagai cagar budaya peringkat nasional, dan 2) Gunung Penanggungan yang ditetapkan pada tanggal 14 Januari 2015 sebagai cagar budaya peringkat provinsi. Dalam rangka pelestarian dan pengembangan dua kawasan cagar budaya ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur (melalui surat dengan nomor 437/1471/107.61/2016) meminta ITS untuk membuat sistem informasi geografis dalam wujud Geoportal Cagar Budaya.
Adanya geoportal cagar budaya ini menandakan tiga hal, yaitu :
a. Perhatian pemerintah dalam menjaga kelestarian cagar budaya
b. Dukungan perguruan tinggi dalam pelestarian dan pengelolaan cagar budaya, baik dari segi teknologi maupun keilmuan
c. Sinergi antara pemerintah, akademisi dan masyarakat
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan sebuah geoportal berisi informasi cagar budaya diwilayah Jawa Timur dengan memanfaatkan perangkat lunak PALAPA 3.0 sebagai server pengelolaan data untuk mempermudah pengelolaan data bagi pihak yang berkepentingan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah:
a. Bagaimana membangun basis data untuk menginventarisasi cagar budaya pada Situs Trowulan dan Situs Penanggungan?
b. Bagaimana menyajikan informasi cagar budaya sehingga dapat diakses secara daring?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian Tugas Akhir adalah: a. Daerah penelitian yaitu cagar budaya Kawasan
Trowulan dan Gunung Penanggungan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur
b. Perangkat lunak yang digunakan adalah perangkat yang terintegrasi dalam PALAPA 3.0 yaitu Geoserver
sebagai penghubung ke server, PostGIS sebagai pusat basis data, OpenLayer sebagai pengatur tampilan atau layout geoportal
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian Tugas Akhir adalah:
a. Mengembangkan sistem informasi berbasis keruangan (spasial) yang wujud dalam bentuk geoportal yang terjaga, diperbarui (update) dan bisa diakses secara terbuka oleh masyarakat luas melalui jaringan internet.
b. Memanfaatkan geoportal untuk menghimpun dan mengelola data situs-situs cagar budaya yang terdapat di Kawasan Trowulan dan Penanggungan.
c. Menyediakan data dan informasi yang valid terkait cagar budaya di Kawasan Trowulan dan Penanggungan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mendorong terwujudnya sebuah sistem yang memudahkan pemerintah untuk mendata, menghimpun, mengelola, merawat dan memanfaatkan objek cagar budaya yang ada di kawasan cagar budaya, khususnya Kawasan Trowulan dan Gunung Penanggungan, Jawa Timur.
5 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Cagar Budaya
Cagar budaya dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 pasal 1 point 1 dikatakan bahwa “cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan”. Ada 4 (empat) hal penting yang melekat dan menjadi titik penekanan tentang cagar budaya sebagaimana terdapat dalam definisi cagar budaya yaitu: 1) warisan budaya yang bersifat kebendaan, 2) perlu dilestarikan, 3) memiliki nilai penting, dan 4) proses penetapan.
Menilik UU Nomor 5 Tahun 1992, benda cagar budaya memiliki dua definisi. Pertama, benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Kedua, benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Berdasarkan uraian di atas maka benda cagar budaya merupakan benda atau situs yang merupakan buatan manusia atau alam yang memiliki nilai penting sejarah dan kebudayaan suatu daerah. Hal ini setara dengan naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Cagar Budaya tahun 2010 yang diperoleh dua istilah yakni cagar budaya dan benda cagar budaya. Definisi cagar budaya adalah benda
buatan manusia dan/atau alam, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagianbagiannya atau sisanya, situs, dan kawasan, yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan yang dilestarikan baik yang berada di darat maupun yang di air.
Sebagaimana yang dikatakan dalam undang-undang no 11 tahun 2010 pasal 21 dikatakan Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, dan pasal 22 dikatakan Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
Untuk memudahkan pengelolaan cagar budaya, pemerintah menetapkan warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan.
Istilah penting terkait dengan cagar budaya, didefiniskan juga dalam UU No 11 Tahun 2010, sebagai berikut:
a. Benda Cagar Budaya: benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia
b. Bangunan Cagar Budaya: susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap
c. Struktur Cagar Budaya: susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia
d. Situs Cagar Budaya: lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu e. Kawasan Cagar Budaya: satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas yang memenuhi kriteria:
i. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
ii. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
iii. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
iv. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa
Benda cagar budaya tidak saja menjadi saksi adanya proses sejarah dan budaya pada masa silam, tetapi merupakan warisan sejarah dan budaya bangsa, salah satu fungsinya adalah sumber nilai dan informasi sejarah, disamping mencerminkan jati diri dan kepribadian budaya bangsa. benda cagar budaya penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Belum semua benda cagar budaya dapat dilindungi dan dilestarikan, dibutuhkan sikap positif segenap lapisan masyarakat, untuk berperan bersama pemerintah melestarikan benda cagar budaya, baik secara preventif, represif maupun partisipatif
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kawasan cagar budaya
adalah tidak hanya berupa satu situs, akan tetapi bisa merupakan suatu lokasi yang lebih luas yang terdiri dari beberapa situs. Benda cagar budaya dapat diketahui dan ditentukan berdasarkan dari hasil penelitian, kajian dan studi, sehingga secara akademik dapat dipertanggung jawabkan, dan kemudian dapat dijadikan acuan dalam penentuan kebijakan selanjutnya, antara lain dalam pembuatan peraturan daerah maupun keputusan-keputusan lain yang perlu diterbitkan oleh pihak eksekutif atau pemerintah.
2.1.1 Situs Trowulan
Situs Trowulan merupakan situs kota (town
site, city site atau urban site) yang pernah ditemukan
di Indonesia. Situs yang diduga bekas pusat kerajaan Majapahit ini memiliki luas 11 x 9 km meliputi wilayah kabupaten Mojokerto dan kabupaten Jombang. Di kawasan itu terdapat tinggalan-tinggalan arkeologi yang ditemukan dalam jumlah yang cukup besar dan jenis temuan yang beraneka ragam. Dari bangunan yang bersifat monumental, seperti candi, petirtaan, pintu gerbang, fondasi bangunan sampai yang berupa artefak, seperti arca, relief, benda alat upacara, alat rumah tangga, dan lain-lain.
Peninggalan kuno tersebut telah menarik begitu banyak ahli untuk meneliti. Peneliti pertama tercatat tahun 1815 adalah Wardenaar yang atas perintah Raffles melakukan penelitian di daerah Trowulan. Hasilnya terdapat dalam buku “History of Java” karangan Raffles yang terbit tahun 1817. Peneliti berikutnya adalah WR van Hovell (1849), JFG Brumund (1854) dan Jonathan Rigg yang hasilnya terbit dalam “Journal of The Indian Archipelago and
Eastern Asia”. Pada tahun 1914 R.A.A. Kromojoyo
candi Tikus. Beliau juga merintis pendirian museum Mojokerto dengan koleksi benda-benda yang berasal dari kerajaan Majapahit yang ditemukan di Trowulan.
Gambar 2.1. Candi Tikus
sumber : (Kebudayaan Indonesia, 2010) Kantor penelitian khusus situs Trowulan juga didirikan oleh Henri Maclaine Pont, seorang insinyur perkebunan yang punya perhatian besar terhadap kepurbakalaan. Hasil penggalian yang dilakukan sejak tahun 1921 – 1924 dicocokkan dengan uraian dalam kitab Negarakertagama dan membuahkan sketsa rekonstruksi Kota Majapahit. Pada era kemerdekaan kegiatan penelitian dilakukan oleh Dinas Purbakala dan Peninggalan Nasional seksi bangunan di Trowulan sejak 1953. Kehadiran Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) sejak tahun 1970 untuk melakukan penggalian juga telah memberikan andil besar dalam mengungkap kebesaran Majapahit (Arnawa, 1998).
Kekayaan warisan budaya yang luar biasa tersebut belum memperoleh penghargaan yang semestinya dari penduduknya. Hal ini antara lain tampak dari perusakan situs yang diakibatkan oleh
kegiatan sehari-hari penduduk. Pembuatan bata merah dengan bahan baku tanah liat sawah telah menimbulkan kerusakan situs secara luar biasa. Sekurangnya 300-an industri bata merah yang kini tersebar di kawasan situs Trowulan (Mundardjito, dalam Kresno Yulianto; 2004: 7). Disamping itu kebiasaan penduduk yang mencari emas dengan cara menggali lubang kemudian menyaring pasir (Jw. Ngendang) masih cukup ramai dilakukan. Penggalian untuk mencari bata merah kuno untuk dijadikan semen merah juga masih berlangsung karena permintaan masih cukup tinggi, semua itu
Upaya pencegahan terhadap perusakan situs yang masih berlangsung hingga saat ini harus segera dilakukan. Kegiatan masyarakat yang dinilai dapat mengancam keamanan situs perlu segera dipikirkan penggantinya. Keamanan situs menjadi prioritas utama, namun masyarakat tidak harus kehilangan akses ke situs. Untuk itu, kawasan yang banyak mengandung deposit barang berharga tersebut harus dapat dimunculkan sebagai sumber daya yang dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi masyarakat. Berkaitan dengan hal di atas, pariwisata sebagai pilihan bentuk pemanfaatan sumber daya arkeologi merupakan hal yang cukup menarik dan realistis untuk ditawarkan. Sebagai sistem industri, pariwisata dinilai dapat memberikan peluang kepada banyak orang untuk berpartisipasi. Selain itu pariwisata concern terhadap pelestarian obyek karena obyek merupakan komponen utamanya.
2.1.2 Situs Penanggungan
Dalam (Nurwahyu, Muhammad, & Pamungkas, 2016), Jenis situs yang berada di Gunung Penanggungan adalah sebagai berikut :
Punden berundak merupakan salah satu peninggalan megalitik yang banyak di jumpai di Indonesia. Punden dalam bahasa Jawa, artinya orang yang dimuliakan (Sagimun, 1987), sedangkan pengertian berundak atau berundak-undak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti bertingkat-tingkat (Sugono, 2009). Punden berundak adalah bangunan suci tempat pemujaan roh leluhur yang bentuknya bertingkat-tingkat atau berundak-undak (Sagimun, 1987). Hal tersebut menandakan anggapan bahwa nenek moyang berada di puncak gunung sedangkan Undak-undak dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat-tingkat perjalanan roh nenek moyang ke dunia arwah, yaitu di puncak gunung yang dilambangkan dengan menhir.
Bangunan candi Jawa Timur memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan Jawa Tengah. Tidak hanya dari ukuran namun dari bentuk yang banyak mengalami perubahan. Adapun perubahan gaya tersebut bukan karena turunnya kualitas seni pada masa Jawa Timur melainkan menemukan gaya tersendiri dalam pengembangannya. Bangunan – bangunan religi di Jawa Timur dipengaruhi oleh unsur zaman pra sejarah yang mulai muncul kembali. Hal ini dapat dikatahui corak – corak kehidupan pra sejarah mulai muncul pada relief- relief yang cenderung kaku seperti bentuk wayang maupun gaya bangunan berupa punden-berundak atau altar- altar
b. Goa
Masyarakat di Nusantara mengenal gua sejak masa prasejarah khususnya pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Manusia prasejarah menempati gua atau ceruk untuk tinggal serta
melindungi diri dari perubahan iklim serta ancaman binatang buas. Adanya lukisan - lukisan, perkakas serta sampah dapur menjadi bukti bahwa gua menjadi tempat tinggal yang cukup lama dan akan ditinggalkan apabila dirasa tidak memungkinkan. Sebaran bangunan gua prasejarah banyak ditemukan di Indonesia seperti Goa Sampung di Ponorogo, Cokondo, Leang Karassa, Leang Pattae, Gua Saripa di Sulawesi serta banyak lagi ditemukan gua sejenisnya didaerah Flores, Rote, Timor dan Nusa Tenggara.
Ketika masa berkembangnya agama Hindu-Budha terjadi peralihan fungsi dari bangunan gua. Tempat yg dulu ditinggali manusia prasejarah telah bertransformasi menjadi tempat peribadatan. Hal ini diperkuat dengan banyaknya temuan gua yang didalamnya terdapat arca, relief atau ornamen yang berciri keagamaan Hindu- Budha. Seperti halnya di Jawa Tengah, Tulungangung Goa Selomangleng, Bali (Goa Gajah), Kalimantan dan lain sebagainya. Peralihan fungsi ini terjadi karena adanya pengaruh budaya Hindu- Budha yang berpadu dengan tradisi local. Pada Situs Penanggungan terdapat gua – gua yang ditemukan di beberapa bukit- bukitnya. Beberapa gua yang terdapat di gunung penanggungan diantaranya; Gua Botol, Gua Widodaren, Gua Kursi, Gua Lawa, Gua Kendalisada, Kepurbakalaan XVIII, serta beberapa gua yang tidak tercantum pada peta topografi.
Gambar 2.2. Candi Kendalisodo sumber : (Hariawan, 2013)
Peralihan fungsi ini terjadi karena adanya pengaruh budaya Hindu- Budha yang berpadu dengan tradisi local. Pada Situs Penanggungan terdapat gua – gua yang ditemukan di beberapa bukit- bukitnya. Beberapa gua yang terdapat di gunung penanggungan diantaranya; Gua Botol, Gua Widodaren, Gua Kursi, Gua Lawa, Gua Kendalisada, Kepurbakalaan XVIII, serta beberapa gua yang tidak tercantum pada peta topografi.
c. Altar
Altar merupakan bangunan dari masa megalithik yang disebut dengan dolmen, berbentuk seperti meja
dan berorientasi pada sebuah gunung atau tempat yang dianggap keramat sebagai meja persembahan. Pada kepercayaan masyarakat amerika selatan yakni suku maya dan inca terdapat sebuah upacara pengorbanan yang ditempatkan pada sebuah altar persajian.
Penempatan altar persajian tersebut tidak hanya berada di bagian atas dari bangunan candi melainkan terdapat pula yang ditempatkan pada depan anak tangga yang dinamakan dengan altar kelir. Namun tidak semuanya bangunan candi di Penanggungan memiliki sebuah altar baik yang berada di puncak punden maupun didepan anak tangga, bahkan dalam beberapa bangunan hanya terdapat sebongkah batu pipih yang berasa didepan anak tangga.
Altar – altar yang berada pada bangunan punden berundak merupakan unsur yang penting dan merupakan bagian bangunan yang tidak bisa dilepaskan dari sebuah kompleks bangunan punden berundak. Penemuan altar- altar yang terdapat hampir pada seluruh bangunan punden berundak di Gunung Penanggungan.
d. Situs Struktur Sederhana
Bangunan struktur sederhana yang dimaksud disini adalah situs- situs yang memiliki struktur yang tidak utuh atau yang berupa reruntuhan bangunan yang tidak mengalami rekonstruksi dikarenakan kondisinya sudah. Pada Situs Penanggungan sebagaimana disebutkan dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli terkait jumlah situs yang masih tersisa masih dalam penelitian lebih lanjut. Apabila melihat lebih jauh pada penelitian terdahulu disebutkan terdapat 81 bangunan di gunung penanggungan, kemudian pada penelitian selanjutnya hanya ditemukan sekitar 45 bangunan dan hingga saat
ini jika mengacu pada penulusuran terakhir ditemukan 37 situs di Penanggungan dan wilayah disekitar gunung tersebut. Beberapa situs yang termasuk dalam bangunan sederhana adalah; Candi Bayi, Candi Kendali, Candi Kama III, Candi Selokelir, Candi Pandawa, Gua Buyung, Candi Kursi, Candi Kama II, Candi Kama I, Candi Triluko, Candi Pura.
Gambar 2.3. Candi Selokelir sumber : (Arfani, 2012) 2.2 Geoportal
2.2.1 Portal WEB
Sebuah komputer dapat terhubung dengan komputer lainnya melalui suatu jaringan khusus. Jaringan ini dikenal dengan internet. Agar terjadi komunikasi antara komputer, maka dibutuhkan sebuah standar protokol yang memungkinkan berbagai jaringan komputer dan komputer yang berbeda saling berkomunikasi (Hartanto & Purbo, 2002).
Protokol ini secara resmi disebut dengan TCP/IP (Transmission Control Protocol/ Internet
Protocol). TCP/IP ini merupakan suatu standar untuk
mempaketkan dan mengalamatkan data komputer sehingga data tersebut dapat dikirim ke komputer lainnya dan tiba dalam waktu yang cepat tanpa adanya kerusakan atauk kehilangan data. TCP berfungsi untuk penyampai data yang dikirim sedangkan IP berfungsi menyampaikan paket data ke alamat yang tepat.
Web adalah salah satu layanan TCP/IP yang paling populer dalam memberikan kemudahan informasi (Hartanto & Purbo, 2002). Web bekerja dengan konsep client side, yaitu suatu sistem yang melakukan permintaan data atau layanan ke webserver. Kemudian, webserver akan menyediakan data atau layanan yang diminta oleh web client. Komunikasi antara webserver dengan web client dengan mengirimkan dan menerima dokumen web melalui suatu protokol yang disebut dengan Hypertext
Transfer Protocol (HTTP). HTTP berfungsi
mendefinisikan dan menjelaskan bagaimana webserver dan web client berinteraksi dalam mengirimkan dan menerima dokumen web. Informasi yang ada pada dokumen web dapat diakses dengan suatu kumpulan karakter alfanumerik yang merepresentasikan lokasi atau alamat dari halaman web pada internet yang disebut dengan Uniform
Resource Languange (URL). URL terdiri atas tiga
bagian, yaitu protocol, nama host atau nama webserver, dan path berkas dokumen (Kementerian Riset dan Teknologi, 2009)
2.2.2 Geoportal
Geoportal adalah suatu sistem yang dapat terhubung kedalam jaringan internet yang digunakan
untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menampilkan data informasi bergeoreferensi atau data yang mengidentifikasikan lokasi objek tanpa adanya kebutuhan penggunaan software Sistem Informasi Geografis (Painho, 2001). Menurut (F. Fonseca & Egenhofer, 1999), internet sebagai media antarmuka pada web based SIG memiliki 3 hal penting dalam hal arsitekturnya, yaitu:
a. Integrasi perangkat antarmuka internet dengan perangkat lunak SIG Bertambah luasnya jaringan internet, membuat bertambahnya jumlah penggunaan internet sebagai perangkat antarmuka dalam pengaksesan SIG menggantikan pengaksesan dengan perangkat lunak SIG konvensional. Terdapat dua jenis hubungan antara perangkat antarmuka internet dengan perangkat antarmuka SIG, yaitu:
- Berintegrasi Kuat (Strong Integration) Hubungan ini terjadi apabila internet digunakan hanya sebagai media penyimpanan data spasial saja. Sedangkan untuk melakukan pengaksesan data spasial masih menggunakan perangkat lunak SIG konvensional. Sehingga ketergantungan terhadap perangkat lunak SIG konvensional sangat besar. Hubungan ini digambarkan pada Gambar 4.
- Interaksi Pemakai - Visualisasi Antarmuka
- Pengaksesan Fungsi Antarmuka Internet Perangkat Lunak GIS
Query GIS
Objek Spesifik GIS
Gambar 2.4. Integrasi Kuat
Hubungan ini terjadi apabila tidak ada lagi ketergantungan pengguna yang melakukan akses data spasial melalui antarmuka internet dengan perangkat lunak SIG konvensional. Hubungan ini digambarkan pada Gambar berikut :
- Interaksi Pemakai - Visualisasi Antarmuka
- Pengaksesan Fungsi Antarmuka Internet Data GIS
Penerjemahan User ke Query
GIS
Reformat Objek
Query Spesifik GIS Perintah
Objek Objek Spesifik GIS
Gambar 2.5. Integrasi Lemah
b. Pendeskripsian dan fungsionalitas dari modul utama arsitektur antarmuka SIG dengan menggunakan perangkat antarmuka internet, memiliki beberapa modul utama didalamnya, diartikan sebagai seperangkat komponen di dalam antarmuka yang menghubungkan sistem internet dengan data SIG, yaitu (Voisard, 1995):
- Modul interaksi pemakai. - Modul koneksi basisdata.
- Modul konversi objek geografis dari format SIG ke format antarmuka atau sebaliknya.
Modul interaksi pemakai menyediakan menu interaksi pemakai dengan antarmuka sistem. Menu interaksi ini antara lain berupa fasilitas pengguna dalam memilih data spasial yang ditampilkan pada antarmuka, selain itu pada modul ini juga terdapat hasil query yang dilakukan oleh pemakai.
Modul konversi adalah sebuah modul yang memberikan fasilitas untuk membaca format data spasial yang digunakan oleh sistem SIG kedalam
format yang digunakan oleh antarmuka system internet. Konfigurasi antara data SIG dengan tampilan web dilakukan pada modul ini.
c. Pembagian fungsi antara SIG dan perangkat antarmuka
Pembagian fungsi antara SIG dan perangkat lunak antarmuka internet memiliki alasan sebagai berikut (F. T. Fonseca & Davis, 1999): - Mencegah timbulnya redudansi kode dimana terdapat instruksi pada perangkat antarmuka ketika dieksekusi secara berulang – ulang saat akses data spasial dilakukan. Hal ini disebabkan karena halaman web standar tidak mampu untuk menyimpan instruksi dan data untuk akses selanjutnya, sehingga seluruh instruksi harus diulang, begitu pula data yang telah ada harus di input kembali. Misalnya seorang pengguna mengakses dengan tujuan untuk menampilkan sebuah objek geometri garis, maka perangkat antarmuka akan menerjemahkan permintaan pengguna kedalam sebuah query yang dapat diterjemahkan oleh perangkat lunak SIG, kemudian perangkat lunak SIG akan mengirim data untuk ditampilkan menggunakan perangkat antarmuka. Saat pengguna melakukan permintaan untuk kedua kalinya, misal dengan meminta objek titik yang sama dan sebuah objek garis, maka data titik tadi akan diproses seolah data titik pada permintaan pertama tidak ada.
- Perbedaan tingkat perkembangan perangkat antarmuka dengan perangkat lunak SIG.
- Arah perkembangan perangkat lunak SIG tidak selalu mengikuti perangkat antarmuka dan begitu juga sebaliknya.
Penjelasan dan batasan‐batasan di atas memberikan kesimpulan secara umum bentuk dari arsitektur SIG berbasiskan web yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.6. Arsitektur SIG berbasis web Sisi klien adalah suatu workstation dengan pengguna tunggal yang menyediakan pelayanan dan komputasi yang tepat, pelayanan basisdata dan antarmuka yang relevan, untuk keperluan tertentu (Smith & Business Systems Group., 1994). Klien akan menerjemahkan permintaan dari pengguna dan kemudian akan mengirimkan kepada server, hasil dari proses server akan ditampilkan kembali oleh klien. Server adalah satu atau lebih processors dengan banyak pengguna yang menyediakan berbagi pakai memori komputasi, keterhubungan dan pelayanan basisdata serta antarmuka yang relevan untuk keperluan tertentu (Smith & Business Systems Group., 1994).
Lebih lanjut, (Nuryadin, 2005) membagi aplikasi dari arsitektur Geoportal menjadi dua pendekatan, yaitu:
a. Thin Client
Pendekatan ini memfokuskan diri pada sisi server. Hampir semua proses dan analisis data dilakukan berdasarkan permintaan disisi server. Data hasil pemrosesan kemudian dikirim ke klien dalam
format standar HTML (HyperText Markup Language). Kelemahan dari pendekatan ini adalah kurang fleksibelnya opsi interaksi dengan pengguna.
b. Thic Client
Pendekatan ini melakukan pemrosesan data di sisi klien dengan menggunakan beberapa teknologi seperti kontrol ActiveX atau applet. Kontrol ActiveX akan dijalankan pada sisi klien untuk memungkinkan web browser menangani format data yang tidak dapat ditangani oleh web browser dengan kemampuan standar. Pada pendekatan ini, data akan dikirim ke klien dalam bentuk format data vektor yang disederhanakan dan penggambaran kembali akan dilakukan di sisi klien. Sehingga pengembangan aplikasi dengan pendekatan thick client akan lebih fleksibel dibandingkan dengan pendekatan thin client. Namun untuk mendukung proses penggambaran kembali pada sisi klien, maka harus ada tambahan aplikasi yang dipasang.
2.2.3 Sistem Kerja Geoportal
Sistem Geoportal yang sekarang berkembang terbagi kedalam dua sistem. Sistem pertama adalah sistem WMS (Web Map Service) dan sistem kedua adalah WFS (Web Feature Service). Kedua sistem inimemiliki sistem kerja yang berbeda dan memiliki kelebihan dan kekurangan masing–masing. Walaupun kedua sistem ini memiliki sistem kerja yang berbeda, kedua sistem dapat saling terhubung satu sama lain.
a. WMS
Sistem WMS bekerja dengan menerima permintaan dari pengguna yang kemudian diteruskan menuju server WMS yang akan memproses permintaan tersebut dan melakukan pencarian data yang diinginkan. Data yang telah didapatkan
kemudian akan dikirimkan kembali oleh server menuju pengguna.
Data peta yang ditampilkan pada sistem WMS berupa file dalam format gambar. Sehingga dalam sistem WMS peta yang ditampilkan berbentuk data raster. Format file yang dapat digunakan adalah
Scalable Vector Graphics (SVG), Portable Network Graphics (PNG), Graphics Interchange Format
(GIF) or Joint Photographics Expert Group (JPEG). WMS memiliki tiga protokol operasi utama, yaitu GetCapabilities, GetMap, and GetFeatureInfo.
GetCapabilities memungkinkan pengguna untuk
melakukan perintah kepada server untuk melakukan pencarian data dan mengambil metadata dari data yang diinginkan. Setelah data yang diinginkan didapat, maka proses ini dilanjutkan dengan protokol
GetMap. GetMap akan menampilkan lapisan peta
yang telah memiliki refrensi spasial, ukuran, skala, dan geometri piksel yang indentik. Urutan dari lapisan peta yang akan ditampilkan telah disusun sebelumnya oleh pengguna, sehingga hasil peta yang ditampilkan telah sesuai dengan susunan yang diinginkan. Protokol selanjutnya yang terlibat dalam proses WMS adalah GetFeatureInfo. GetFeatureInfo memungkinkan pengguna untuk mendapatkan informasi mengenai skema dan metadata dari lapisan peta yang diinginkan. Sistem kerja dari WMS dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
User WMS EOP Extension Connect to WMS
GetCapabilities Select Collection
Get Outlines Map
GetFeatureInfo Select EOP
Get EOP Map Select a point
within an outline
Gambar 2.7. Sistem Kerja WMS b. WFS
WFS bekerja serupa dengan WMS yaitu pengguna akan melakukan permintaan yang akan diterima oleh server WFS. Server WFS kemudian akan melakukan pemrosesan permintaan dan akan melakukan pencarian data yang diinginkan. Setelah data didapatkan oleh server WFS, berbeda dengan WMS, server WFS akan menampilkan data dalam format vektor.
WFS ditulis dengan Bahasa XML (Extensible
Markup Language) yang berisikan mengenai sistem
referensi koordinat dari data, bentuk geometri dari data (titik, garis, atau poligon), dan seluruh koordinat
yang membentuk data. XML ini kemudian akan digambarkan dengan menggunakan GML (Geography Markup Language) berupa data vector dari koordinat yang tertulis pada XML.
WFS memiliki lima protocol operasi utamanya yaitu GetCapabilities, DescribeFeatureType,
GetFeature, LockFeature dan Transaction.
GetCapabilities mendeskripsikan kepasitas yang
dimiliki oleh server WFS seperti tipe feature yang dapat diberikan dan operasi yang dapat didukung pada setiap tipe feature. DescribeFeatureType memberikan informasi mengenai struktur dari setiap tipe feature setiap kali dilakukan permintaan. GetFeature mengambil dan menampilkan feature yang diminta oleh pengguna. LockFeature melakukan penguncian pada satu atau lebih featur yang diambil selama durasi operasi Transaction. Transaction memberikan kemampuan untuk melakukan pembuatan (create), pengubahan (update), dan penghapusan (delete) pada feature. Kemampuan yang terdapat pada operasi Transaction memungkinkan dilakukannya analisis spasial dan modelling dengan memanfaatkan Geoportal seperti yang dapat dilakukan pada SIG desktop.
2.3 PALAPA 3.0
Palapa adalah aplikasi simpul jaringan berbasis open source (kode sumber terbuka) yang mendukung penyelenggaraan IG meliputi pengumpulan, penyimpanan, pengamanan, dan penyebarluasan di unit produksi dan unit pengelolaan dan penyebarluasan IG. Berikut merupakan hal-hal terkait Palapa (Geospasial, 2017) :
1. berfungsi sebagai geoportal yang menyediakan katalog dan metadata serta layanan GIS berbasis web (GIS Web Services).
2. bertujuan sebagai sarana berbagi data (data sharing), publikasi dan disseminasi data.
3. sebagai salah satu sistem simpul Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN).
4. sistem simpul jaringan yang sesuai standar (SNI dan ISO) dan peraturan perundangan yang berlaku (UU, Perpres, Perka), mudah digunakan, mudah diaplikasikan, cepat dan informatif
Gambar 2.8. Arsitektur Aplikasi Palapa 3.0 (Geospasial, 2017)
2.3.1 PostGIS
PostGIS adalah spatial extension untuk
platform database (spatial) PostgreSQL. Spatial Database dapat menyimpan dan mengelola (manipulation) objek-objek spasial, seperti halnya pengelolaan data pada database umumnya. Aspek yang berkaitan dengan Spatial Database,
a. Spatial Data Types; mengacu pada bentuk primitif geometri: point, line, polygon.
b. Spatial Indexing; diterapkan untuk efisiensi pros es operasi-operasi spasial.
c. Spatial Function; digunakan untuk proses query spasial, baik atribut objek maupun relasi antar objek spasial.
Spatial Database (Geodatabase) merupakan
evolusi terkini dari Arsitektur SIG, dimana objek spasial terintegrasi dengan data objek relasional database. Ilustrasi berikut ini menunjukkan perkembangan evolusi Arsitektur SIG terkait paradigm penyimpanan dan pengelolaan data SIG, lihat gambar berikut : (Kemenristek, 2014)
GIS Tools GIS Data
Engine
GIS Tools GIS Data
Engine Proprietary Engine Proprietary API Proprietary API Proprietary API RDBMS
GIS Tools SQL RDBMSSpatial SQL
First-Generation GIS :
Second-Generation GIS :
Third-Generation GIS :
Gambar 2.9. Evolusi Arsitektur SIG Spatial Database memiliki tipe data bentukan, yaitu tipe data Geometry untuk mengelola dan
menyajikan objek-objek spasial (geometri). Spatial ADT (Abstract Data Type) mengenkapsulasi struktur spasial, mencakup: boundary dan dimensi. Spatial ADT dikelompokkan secara hierarki dimana sub-type merupakan turunan dari type induknya yang mewarisi Atribut dan Properti (method functions) dari masing-masing objek induknya. Ilustrasi berikut ini menunjukkan hierarki objek Spatial ADT, perhatikan gambar berikut ini.
Gambar 2.10. Hierarki Abstract Data Type Seperti halnya Database umum, spatial database memiliki metode pengindeksan untuk objek-objek spasial yang bermanfaat untuk mempercepat proses-proses spatial query, baik pencarian maupun pemilihan data, misal: objek mana saja yang berada di dalam suatu area bounding box tertentu. Bounding Box adalah kotak persegi yang memuat koordinat titik maksimum dan minimum yang mencakup objek-objek spasial yang dipilih. (Kemenristek, 2014)
Bounding Box digunakan untuk dapat
menjawab apakah suatu objek terdapat di dalam objek yang lain. Objek dapat berbentuk geometri:
polygon-polygon, line-polygon, line-line. Metode spatial index yang umum digunakan adalah
R-tree, metode lainnya: Quadtrees dan grid-based
indexes. (Kemenristek, 2014)
Spatial Database menyediakan kumpulan Fungsi untuk menganalisis elemen geometrik, menentukan
relasi antar objek, dan manipulasi geometri objek. Kumpulan fungsi tersebut dapat dikelompokkan kedalam 5 (lima) kategori, berikut ini: (Kemenristek, 2014)
a. Conversion, fungsi untuk mengkonversi objek‐ objek geometri dengan format data eksternal. b. Management, fungsi yang mengelola informasi
tentang tabel‐tabel spasial dan Administrasi
PostGIS.
c. Retrieval, fungsi yang memanggil kembali properti dan pengukuran pengukuran objek geometri.
d. Comparison, fungsi yang membandingkan antara dua objek geometri mengacu pada relasi spasial diantar kedua objek geometri tersebut. e. Generation, fungsi untuk membuat atau
menghasilkan objek geometri baru dari objek yang sudah ada.
2.3.2 Geoserver
Geoserver merupakan perangkat lunak server open source berbasis java yang memperbolehkan pengguna melihat dan mengubah data geospasial. Geoserver bersifat lintas sistem operasi (interoperable), dapat mempublikasikan data spasial dengan menggunakan standar terbuka. (Kemenristek, 2014)
Secara sederhana, Geoserver berperan sebagai sebuah gateway (jembatan) kepada kumpulan data geospasial dalam bentuk berkas, basis data dan atau layanan lainnya. Beberapa data ini diterjemahkan ke dalam protocol web service sesuai standar OGC (Open Geospatial Consortium). Beberapa web service yang didukung oleh Geoserver adalah WFS, WMS, Web Coverage Service (WCS) dan lain‐lain. (Kemenristek, 2014)
a. Sumber Data
Geoserver dapat membaca beragam format data, dari berkas di dalam media penyimpanan data hingga basis data dari luar sistem. Berikut ini merupakan berkas dan sumber data yang didukung oleh Geoserver. (Kemenristek, 2014)
- Data vektor (Shapefile, Java Properties, GML, VPF, Pregeneralized Features) - Data raster (GeoTIFF, GTOPO30,
WorldImage, ImageMosaic, ArcGrid, GDAL Image Formats, PostGIS Raster, ImagePyramid, Oracle Georaster, Image Mosaic JDBC)
- Basisdata (PostGIS, H2, ArcSDE, DB2, MySQL, Oracle, Microsoft SQL Server, Teradata, DB2, JNDI, MySQL)
b. Komponen Geoserver
Geoserver memiliki beberapa komponen utama yaitu Workspace, Store, dan Layer. Penjelasan dari ketiga komponen tersebut adalah Workspace, Store, dan Layer (Kemenristek, 2014).
Workspace adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tempat kontainer) yang digunakan untuk mengelompokkan layer yang serupa. Workspace didesain terpisah, terisolasi antara satu proyek dengan proyek lainnya. Dengan menggunakan Workspace, dimungkinkan untuk menggunakan layer dengan nama yang sama (dengan nama layer pada Workspace) tanpa adanya konflik data. Nama workspace digunakan sebagai awalan dari layer atau store. Sebagai contoh, layer jalan dalam Workspace airport akan ditulis seperti airport : jalan. Stores dan Layer harus terhubung dengan Workspace tertentu. Store adalah sebuah istilah yang digunakan untuk tempat penyimpanan data geografik.
Sebuah Store mengacu pada sumber data spesifik, apakah berupa shapefile, basis data atau data lainnya yang didukung oleh Geoserver. Geoserver menyimpan parameter koneksi dalam setiap Store (seperti alamat shapefile, atau informasi otentifikasi penting untuk terhubung ke basis data). Setiap Store terhubung dengan satu (dan hanya satu) workspace.
Sebuah Layer adalah himpunan fitur geospasial atau sebuah coverage. Layer merupakan hasil berupa data vektor atau raster yang akan ditransmisikan melalui protocol web service. Di samping fitur individual, sebuah layer adalah kelompok terkecil dari data geospasial. Sebuah layer merupakan representasi satu tabel atau view dari satu database, atau dari berkas tertentu. Geoserver menyimpan informasi yang terkait dengan sebuah layer, seperti informasi proyeksi, bounding box, style, dan lainnya. Setiap layer harus dihubungkan dengan satu (dan hanya satu) workspace. Sebuah Layer Group adalah grup dari banyak layer. Sebuah Layer Group memungkinkan permintaan banyak layer dalam satu permintaan WMS tunggal. Sebuah Layer Group mengandung informasi mengenai layer yang ada dalam grup tersebut, urutan visualisasi layer, proyeksi, style dan lainnya. Informasi ini dapat berbeda dari setiap layer yang menjadi komponen grup. Layer Group tidak terkait dengan konsep Workspace, dan hanya relevan dengan permintaan WMS.
2.3.3 OpenLayers
OpenLayers adalah sebuah perangkat lunak yang digunakan untuk menyusun dan mempublikasikan aplikasi pemetaan secara daring. Dalam hierarki PALAPA 3.0, OpenLayers berada pada tingkatan teratas yang berada diatas Geoserver
dengan menggunakan data dari basis data PostGIS dan file sistem geoserver.
2.4 Penelitian Terdahulu
Pengembangan WebGIS Obyek Wisata dan Budaya di Kabupaten Mojokerto
Penelitian telah dilakukan oleh (Taufik & Wandini, 2012) dari Jurusan Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Penelitian tugas akhir ini bertujuan untuk membuat Web SIG yang mendeskripsikan tentang objek-objek wisata di Kabupaten Mojokerto dan Kebudayaan di daerah wisata sebagai petunjuk informasi perjalanan bagi masyarakat, khusunya wisatawan. Data yang digunakan yaitu Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) tahun 1999 skala 1: 25.000 terbitan BAKOSURTANAL dan Data deskripsi obyek pariwisata dan kebudayaan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Mojokerto, dan instansi terkait lainnya. Tahap pembuatan WebGIS menggunakan perangkat lunak Software ArcView GIS 3.2 untuk perancangan SIG, Autodesk Land Desktop 2004 untuk digitasi peta, Notepad++ untuk pembuatan tampilan web dan Map Server untuk menampilkan peta di web.
Sistem Informasi Geografis Berbasis Web untuk Produksi Padi di Indonesia Menggunakan Opengeo Suite
Penelitian dilakukan oleh (Wijayanti & Sitanggang, 2014) dari Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian tersebut bertujuan menyajikan informasi mengenai luas area panen, jumlah produksi, dan produktivitas padi di Indonesia. Data produksi padi yang digunakan ialah data produksi padi kabupaten di seluruh Indonesia pada tahun 2000 hingga 2011 yang diunduh dari
http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp. Informasi yang didapat akan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan peta. Sistem ini dibangun dengan metode penelitian Web-based Development Life Cycle (WDLC) dan diimplementasikan pada sistem operasi Windows 7, perangkat lunak Opengeo Suite 3.0, dan PosgreSQL sebagai manajemen basis data, serta terintegrasi dengan Google Maps. Berdasarkan hasil pengujian, SIG yang telah dibangun telah berfungsi dengan baik dalam mengelola data produksi padi dan menampilkannya dalam bentuk tabel, grafik dan peta. SIG ini dapat digunakan sebagai alternatif yang memudahkan pengguna untuk mendapatkan informasi luas panen, produksi, dan produktivitas padi di Indonesia.
Potensi Wisata Budaya Situs Sejarah Peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan Mojokerto
Penelitian yang dilakukan oleh (Anwar, 2009) dari Program Studi Diploma III Usaha Perjalanan Wisata, Universitas Sebelas Maret (UNS). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya tarik serta potensi yang dimiliki obyek wisata Trowulan dilihat dari segi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman, juga rencana pengembangan obyek wisata Trowulan, serta kendala apa saja yang dihadapi pihak pengelola dalam mengembangkan obyek wisata Trowulan. teknik mengumpulkan data berupa observasi, wawancara (interview) dan studi dokumen Selanjutnya data yang terkumpul tersebut dianalisa secara kualitatif dan hasilnya disajikan dalam bentuk tulisan yang bersifat diskriptif.
Aplikasi GIS Berbasis Web Menggunakan Geoserver pada Sistem Informasi Trafo Gardu Induk Di PLN Surabaya
Penelitian oleh (Budiawan, 2010) dari Jurusan Teknik Informatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Tujuan penelitian yaitu menampilkan data peta Surabaya dan informasi tentang trafo gardu induk PLN di daerah Surabaya. Setiap gardu ditampilkan dengan suatu simbol dan apabila di klik akan menampilkan fitur - fitur dari gardu tersebut. Pada web ini juga disediakan toolbox untuk melakukan proses manipulasi data. Perangkat yang digunakan untuk membangun aplikasi yaitu Geoserver untuk menampilkan dan memanipulasi data geospasial, Web Map Service (WMS) untuk melakukan permintaan gambar geospasial, Web Feature Service (WFS) untuk pengiriman dan penerimaan data geospasial, Styled Layer Descriptor (SLD) untuk membuat komponen visual data spasial, PostGIS merupakan ekstensi dari PostgreSQL Database Management System, dan OpenLayer untuk membangun aplikasi GIS berbasis web. Kesimpulan didapatkan bahwasanya Geoserver sebagai server penyedia layanan standar Open Geospatial Consortium (OGC) antara lain WFS dan WMS sangat cocok digunakan sebagai server GIS karena dapat menyediakan layanan yang lengkap dengan standar OGC.
35 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua kawasan situs cagar budaya yang berada di Kabupaten Mojokerto yaitu Kawasan Situs Trowulan dan Kawasan Situs Penanggungan. Kabupaten Mojokerto, adalah merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini termasuk dalam daerah strategis di Jawa Timur yaitu wilayah “Gerbangkertasusila” terletak pada posisi 7o17'
sampai dengan 7o45' lintang selatan dan 111o19' sampai
dengan 112o39' bujur timur. Kabupaten ini berbatasan
dengan Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik di sebelah utara, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan di sebelah timur, Kabupaten Malang dan Kota Batu di sebelah selatan, serta Kabupaten Jombang di sebelah barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 835,93 km dan populasi 969.000 jiwa. Wilayah Di Mojokerto terdapat kecamatan Trowulan, yang disinyalir sebagai pusat dari Kerajaan Majapahit, terlihat dari banyak sisa peninggalan sejarah kerajaan tersebut dijumpai di sana. Kabupaten Mojokerto terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Bagian selatan Kabupaten Mojokerto berupa pegunungan, dengan puncak Gunung Welirang (3.156 m) dan Gunung Anjasmoro (2.277 m) (Anwar, 2009).
Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian
3.2 Data dan Peralatan 3.2.1 Data
Adapun data yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini, antara lain:
a. Data spasial berupa data shapefile administrasi Kabupaten Mojokerto. b. Data spasial terkait Bangunan, Struktur,
Situs dan Kawasan Cagar Budaya dari Balai Pelestarian Cagar Budaya.
c. Hasil perekaman posisi cagar budaya menggunakan GPS Handheld.
d. Data non-spasial yang digunakan adalah data primer (survei lapangan) dan data sekunder dari dinas terkait yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan Direktorat
e. Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman
f. Data Foto objek cagar budaya sebagai dokumentasi.
g. Data OpenLayer sebagai data pendukung untuk membangun tampilan Geoportal 3.2.2 Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini, antara lain:
a. Perangkat Keras - Seperangkat Laptop - Printer - Kamera - GPS Handheld b. Perangkat Lunak
- Geoserver untuk penyedia layanan berbagi data
dalam bentuk peta secara daring
- QGIS/ArcGIS untuk pengolahan data shapefile
secara luar jaringan (luring)
- PostgreSQL dengan ekstensi PostGIS untuk
pengelolaan basisdata baik spasial maupun non-spasial
- Notepad++ untuk edit script program
pendukung
- OpenGeo untuk mengkonfigurasikan Geoserver,
PostGIS, QGIS, dan OpenLayers
3.3 Metodologi Pekerjaan
Tahapan yang akan dilaksanakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah seperti pada diagram alir berikut ini :
Gambar 3.2. Flowchart Pengerjaan
Berikut adalah penjelasan diagram alir penelitian Tugas Akhir:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah Identifikasi masalah dan studi literatur.
Identifikasi masalah bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan. Adapun Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya yang perlu dilakukan untuk usaha pelestarian cagar budaya dengan membuat
suatu geoportal menggunakan perangkat Geoserver.
Studi literatur bertujuan untuk memperoleh referensi bagaimana membangun sebuah Geoportal dengan menggunakan perangkat lunak open source yaitu PALAPA 3.0 yang mencakup Geoserver, PostGIS, dan OpenLayer.
b. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data baik data primer maupun data sekunder. Data primer berupa observasi dan wawancara langsung pada daerah cagar budaya, sedangkan data sekunder berupa data pendukung yang didapatkan dari studi kepustakaan mengenai informasi dari cagar budaya di Kawasan Trowulan Dan Gunung Penanggungan
c. Tahap Pengolahan Data
Tahap pengolahan data dilakukan setelah data primer maupun data sekunder telah terkumpul. Data-data di input kedalam sistem tabular pada PostgreSQL menjadi basis data cagar budaya Trowulan dan Gunung Penanggungan. Basis data tersebut menjadi sumber data untuk pengolahan berikutnya menggunakan QGIS maupun Geoserver. Tahap akhir dari pengolahan data yaitu membangun Geoportal menggunakan OpenLayer. Diagram alir pengolahan data adalah sebagai berikut :
Database Cagar Budaya Data Spasial Cagar Budaya Data Atribut Cagar Budaya Data Shapefile Pendukung Penggabungan Data di QGIS Layer Preview di OpenLayers Data Shapefile Cagar Budaya beserta Atribut Mengkoneksikan PostGIS ke Geoserver Koneksikan QGIS dan
PostGIS
Pengaturan Lanjutan (Workspace, Stores,
Layers)
Import Layer pada GeoExplorer Membangun
Server Geoportal Setting Domain Name
System (DNS)
Geoportal Cagar Budaya Kawasan Trowulan dan Gunung Penanggungan Berhasil Terhubung? Terhubung? Ya Tidak Ya Tidak Tidak Berhasil Import Data ke PostGIS Import Layer ke Geoserver
Alur pengolahan data diatas digunakan pada semua daerah penelitian untuk melihat apakah algoritma yang digunakan dapat diaplikasikan pada semua area penelitian.
Adapun penjelasan dari gambar 3.3 adalah sebagai berikut:
i. Data
Pada tahap pengumpulan data, data yang telah terkumpul yaitu data primer berupa pengumpulan data langsung dari lapangan, maupun data sekunder dari hasil studi literaratur. Secara umum, data yang harus ada pada tahap ini adalah data posisi cagar budaya berikut atributnya, sekaligus informasi terkait informasi batas administrasi Kabupaten Mojokerto
ii. Pengolahan Data
Data berupa Shapefile diolah dalam perangkat lunak QGIS untuk manipulasi data Data primer dan data sekunder diinputkan kedalam bentuk data tabular dalam PostgreSQL termasuk data yang tereferensi geografis diinputkan kedalam data tabular dengan ekstensi PostGIS
iii. Basisdata
Basisdata terbentuk dalam PostgreSQL dengan ekstensi PostGIS sebagai alat pendukung untuk mendukung penyimpanan data bereferensi geografis
iv. Unggah Data
Proses pengunggahan data hanya dapat terjadi apabila data cagar budaya telah siap, baik data tabular maupun data shapefile. Apabila terdapat data yang tidak sesuai dengan ketentuan Geoserver, maka data harus diatur terlebih dahulu di basisdata
v. Geoportal
Data yang berhasil diunggah dilakukan pengaturan tambahan dengan ekstensi OpenLayer untuk menghasilkan halaman portal yang lebih informatif dan mudah untuk diakses. d. Tahap Hasil
Hasil akhir dari penelitian ini adalah sebuah Geoportal Cagar Budaya di Kawasan Trowulan dan Gunung Penanggungan di Kabupaten Mojokerto yang terhosting di http://peta.its.ac.id/
43 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Akuisisi Data Awal
4.1.1 Data Koordinat Cagar Budaya
Data yang digunakan adalah data koordinat cagar budaya yang didapatkan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur untuk Koordinat Situs Trowulan dan dari Ubaya Training Center untuk Koordinat Situs Penanggungan. Data koordinat yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
4.2 Hasil Basis Data pada PostGIS
Data dalam format shapefile hanya dapat diolah oleh perangkat lunak pengolah data spasial dalam hal ini adalah QGIS. Maka dalam proses selanjutnya adalah menyimpan data tersebut ke dalam sistem basis data yang dijadikan sumber data utama untuk proses berikutnya. Basis data yang digunakan adalah PostgreSQL dengan fitur tambahan untuk mengkonversi data shapefile ke dalam bentuk data geometri SQL (geom). Perancangan basis data pada penelitian ini menggunakan ER Diagram seperti berikut :
4.3 Hasil Tampilan OpenLayers 4.3.1 OpenLayers Situs Trowulan
Menampilkan peta Situs Trowulan melalui OpenLayers yaitu dengan cara memilih opsi OpenLayers pada pilihan Common Formats maka halaman penjelajah akan muncul dengan alamat seperti berikut : http://localhost:8080/Geoserver/situs_trowulan/wms ?service=WMS&version=1.1.0&request=GetMap&l ayers=situs_trowulan:situs_trowulan&styles=&bbo x=646198.2963096534,9156441.603166249,658601. 8468560937,9172153.656597666&width=606&heig ht=768&srs=EPSG:32749&format=application/ope nlayers
Penjelasan terkait link diatas dijelaskan pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Penjelasan tautan OpenLayers Situs Trowulan
Localhost:8080 Server hostname dengan port number 8080
Geoserver Directory path
Situs_trowulan Lembar kerja (workspaces) pada
Geoserver
wms
Nama script Common Gateway Interface (CGI) yang memproses
permintaan WMS ke Client
Lanjutan Tabel 4.1
Version 1.1.0 Detail versi server
request=GetMap Jenis permintaan
layers=situs_trowu lan:situs_trowulan
Layer yang dipanggil ke Interface
styles= Style yang digunakan (Default)
bbox=646198.2963 096534,9156441.60 3166249,658601.84 68560937,9172153.
656597666
Batas tampilan peta (Bounding Box)
width=606 Lebar peta dalam pixel
height=768 Tinggi peta dalam pixel
srs=EPSG:32749 Proyeksi yang digunakan
(WGS84 - UTM 49S)
format=applicatio n/openlayers
Keluaran peta dipanggil melalui Framework OpenLayers
Sementara untuk hasil pada halaman web tampak seperti berikut :
Gambar 4.2 Openlayers Situs Trowulan 4.3.2 OpenLayers Situs Penanggungan
Menampilkan peta Situs Trowulan melalui OpenLayers yaitu dengan cara memilih opsi OpenLayers pada pilihan Common Formats maka halaman penjelajah akan muncul dengan alamat seperti berikut : http://localhost:8080/Geoserver/situs_penanggunga n/wms?service=WMS&version=1.1.0&request=Get Map&layers=situs_penanggungan:situs_penanggun gan&styles=&bbox=674799.25,9154512.0,683372.8 125,9162399.0&width=768&height=706&srs=EPS G:32749&format=application/openlayers
Tabel 4.2. Penjelasan tautan OpenLayers Situs Trowulan
Localhost:8080 Server hostname dengan port number 8080
Geoserver Directory path
situs_penanggun gan
Lembar kerja (workspaces) pada Geoserver
wms
Nama script Common Gateway Interface (CGI) yang memproses
permintaan WMS ke Client
Service=WMS Parameter jenis layanan
Version 1.1.0 Detail versi server
request=GetMap Jenis permintaan
situs_penanggun gan:situs_penan
ggungan
Layer yang dipanggil ke Interface
styles= Style yang digunakan (Default)
bbox=674799.25, 9154512.0,68337 2.8125,9162399.0
Batas tampilan peta (Bounding Box)
width=768 Lebar peta dalam pixel
height=706 Tinggi peta dalam pixel
srs=EPSG:32749 Proyeksi yang digunakan
(WGS84 - UTM 49S)
format=applicati on/openlayers
Keluaran peta dipanggil melalui Framework OpenLayers
Sementara untuk hasil pada halaman web tampak seperti berikut :
Gambar 4.3. Openlayers Situs Penanggungan 4.4 Hasil Tampilan Geoportal
Geoportal merupakan alat komposisi peta berbasis web. Kemampuannya yaitu untuk komposisi peta, mengatur gaya, edit, dan mempublikasikan peta melalui browser. Berikut ini merupakan hasil tampilan Geoportal peta situs cagar budaya hasil penelitian.
4.4.1 Geoportal Situs Trowulan
Gambar 4.4 Tampilan Situs Trowulan pada Geoportal 4.4.2 Geoportal Situs Penanggungan