• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 Tinjauan pustaka. 2.1 Polimer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 Tinjauan pustaka. 2.1 Polimer"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

2 Tinjauan pustaka

2.1

Polimer

Salah satu faktor yang menentukan sifat suatu polimer adalah keteraturan rantai. Keteraturan rantai tersebut diwakili oleh struktur rantai, taktisitas, dan kristalinitas (Radiman, 2004). Berdasarkan struktur rantainya, polimer dibagi menjadi tiga yaitu linier, bercabang, dan berikatan silang. Polimer linier tidak memiliki cabang selain gugus – gugus yang terikat pada rantai utama dan masih tergolong monomer seperti gugus fenil dalam polistirena. Polimer bercabang memiliki percabangan rantai yang timbul saat proses kopolimerisasi membentuk kopolimer cangkok atau sebagai akibat dari reaksi samping selama proses polimerisasi. Polimer berikatan silang memiliki derajat stabilitas dimensi yang baik. Karena terjadi pengikatan silang, rantai – rantai polimer tersebut kehilangan kemampuan untuk mengalirkan atau melewatkan satu rantai ke lainnya sehingga sulit dibentuk (Stevens, 2000). Berdasarkan keteraturan rantainya, polimer dapat dibedakan menjadi polimer kristalin, semikristalin, dan amorf. Polimer kristalin adalah polimer dengan susunan rantai yang teratur satu terhadap yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan antar rantai yang cukup kuat. Polimer amorf memiliki susunan rantai acak. Polimer semikristalin memiliki sebagian rantai bersifat kristalin dan sebagian lagi bersifat amorf. Pada umumnya, polimer bersifat semikristalin. Kristalinitas polimer dapat ditentukan secara kuantitatif melalui difraksi sinar X.

Gambar 2.1 Struktur polimer berdasarkan keteraturan rantai

(2)

padatan berubah menjadi cair. Titik leleh hanya dimiliki oleh polimer kristalin sedangkan titik transisi gelas merupakan temperatur dimana bagian polimer yang kaku seperti gelas berubah menjadi elastis seperti karet.

Taktisitas ditentukan berdasarkan konfigurasi asimetrik atom karbon yaitu letak gugus R terhadap rantai utama polimer. Dalam polimer isotaktik, seluruh gugus R-nya berada pada satu sisi yang sama terhadap rantai utama. Dalam polimer sindiotaktik, gugus R-nya berada pada sisi yang bergantian terhadap bidang utama. Sedangkan polimer ataktik memiliki gugus R yang letaknya tidak beraturan terhadap rantai utama. Taktisitas suatu polimer sangat mempengaruhi kristalinitas suatu polimer. Struktur isotaktik cenderung bersifat kristalin, struktur ataktik cenderung bersifat amorf, dan struktur sindiotaktik cenderung bersifat kristalin dan / atau semikristalin.

Gambar 2.2 Taktisitas polimer

2.1.1 Polimerisasi

Proses penggabungan monomer membentuk polimer disebut proses polimerisasi. Menurut Carothers dan Flory, proses polimerisasi terbagi menjadi polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. Polimerisasi adisi umumnya terjadi pada monomer berikatan rangkap dan melibatkan molekul tidak stabil sebagai inisiator. Reaksinya diawali pemutusan ikatan rangkap dengan bantuan inisiator, kemudian dilanjutkan reaksi adisi monomer lain yang belum bereaksi. Berdasarkan jenis pusat aktifnya, polimerisasi adisi dapat terbagi lagi menjadi polimerisasi radikal, polimerisasi ionik, dan polimerisasi Ziegler-Natta. Contoh

(3)

polimerisasi adisi adalah sintesis polistiren dari monomer stiren dengan benzoil peroksida sebagai inisiator. Polimerisasi kondensasi merupakan reaksi antara dua pusat aktif membentuk senyawa baru yang lebih besar dan hasil samping. Contoh polimerisasi kondensasi adalah sintesis poliamida dari diamin dan asam dikarboksilat yang diikuti dengan eliminasi air (Billmeyer, 1971).

Dalam perkembangannya kemudian, istilah polimerisasi adisi dan kondensasi mulai digantikan oleh polimerisasi reaksi bertahap dan polimerisasi reaksi rantai. Sebagian besar polimerisasi reaksi bertahap merupakan proses kondensasi dan sebagian besar polimerisasi reaksi rantai merupakan proses adisi. Perbandingan keduanya dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbandingan polimerisasi reaksi bertahap dan reaksi rantai (Stevens, 2000)

Reaksi Bertahap Reaksi Rantai

Pertumbuhan terjadi di seluruh matriks melalui reaksi antara monomer, oligomer, dan polimer

Pertumbuhan terjadi melalui penambahan unit monomer secara berturut-turut ke jumlah terbatas rantai yang tumbuh

DPn rendah sampai sedang DPn bisa sangat tinggi

Monomer dikonsumsi dengan cepat sedangkan berat molekul bertambah secara perlahan

Monomer dikonsumsi relatif lambat, tetapi berat molekul naik dengan cepat

Tidak diperlukan inisiator; mekanisme reaksi seluruhnya sama

Mekanisme inisiasi dan propagasi berbeda

Tidak ada tahap terminasi; gugus-gugus ujung masih reaktif

Biasanya melibatkan tahap terminasi rantai

Ketika gugus-gugus fungsi dikonsumsi, laju

polimerisasi berkurang dengan teratur Mulanya laju polimerisasi naik ketika unit-unit inisiator terbentuk; selanjutnya relatif konstan hingga monomer hilang

2.1.2 Polimer alam dan polimer sintetik

Polimer dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam (seperti pati, selulosa, dan sutra) dan polimer sintetik (seperti polimer vinil). Polimer alam juga dikenal sebagai biopolimer. Pati, protein dan peptida, serta DNA dan RNA merupakan contoh biopolimer dengan unit monomernya secara berurutan adalah glukosa, asam amino, serta asam nukleat (Lenz, 1993). Banyak biopolimer memiliki bentuk-bentuk tertentu, yang dapat menentukan

(4)

Adanya keterbatasan yang ditemukan manusia pada pemanfaatan polimer alam menyebabkan penemuan dan pengembangan polimer sintetik. Polimer sintetik dapat dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu serat, plastik, dan elastomer. Polimer sintetik biasanya digunakan dalam banyak aplikasi seperti pembungkus makanan, film, pipa, dan lainnya.

2.1.3 Plastik

Istilah plastik sering dipertukarkan baik dengan polimer maupun polimer sintetik. Istilah polimer digunakan untuk material murni yang dihasilkan dari proses polimerisasi, sedangkan istilah plastik digunakan untuk polimer murni yang diberi tambahan zat aditif (Rohmatikah, 2007).

Berdasarkan sifat termalnya, plastik dapat dibagi menjadi plastik termoplastik dan plastik termoset. Plastik termoplastik adalah polimer yang akan melunak apabila dipanaskan dan dapat dibentuk sesuai pola yang kita inginkan. Setelah dingin polimer ini akan mempertahankan bentuknya yang baru. Proses ini dapat diulang kembali dan dapat diubah menjadi bentuk yang lain (Hadi, www.chem-is-try.org, 7 Maret 2006). Walaupun plastik termoplastik dapat didaur ulang tetapi temperatur pemakaian maksimumnya lebih rendah dari temperatur lelehnya (Radiman, 2004). Plastik termoplastik dapat meleleh karena saat pembentukkannya tidak terjadi ikatan silang sehingga ikatannya akan melemah ketika dipanaskan. Plastik termoset merupakan materi yang jika dipanaskan tidak akan mencair melainkan akan menjadi semakin keras. Hal ini disebabkan monomer yang terikat dalam rantai polimer membentuk struktur tiga dimensi dari ikatan silangnya (Billmeyer, 1971). Contoh polimer ini adalah bakelit yang banyak dipakai untuk peralatan radio, toilet, dan lain-lain.

Contoh plastik yang banyak digunakan dalam kehidupan kita adalah polietilena, teflon, polivinilklorida, polistirena, dan lainnya. Struktur beberapa jenis plastik dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(5)

Polietilena dimanfaatkan sebagai bahan pembungkus, kantong plastik, mainan anak, dan botol. Teflon dimanfaatkan sebagai pengganti logam, dan pelapis alat-alat masak. Polivinilklorida dimanfaatkan untuk pipa, alat rumah tangga, cat, dan piringan hitam. polistirena dimanfaatkan sebagai bahan insulator listrik, pembungkus makanan, styrofoam, mainan anak, dan lain-lain (Hadi, www.chem-is-try.org, 7 Maret 2006).

2.2

Polistiren

Sejarah panjang polistiren diawali pada tahun 1786 saat William Nicholson menyebutkan bahwa terdapat seorang kimiawan yang bernama Neuman melakukan distilasi storaks (balsam yang diperoleh dari pohon Liquidambar orientalis) dan menghasilkan suatu minyak ‘empirematik’ (Rohmatikah, 2007). Pada tahun 1839, seorang apoteker Jerman bernama Eduard Simon melakukan eksperimen yang sama dan berhasil mengisolasi minyak yang diberi nama stirol. Namun pada saat itu, Simon belum menyadari penemuannya mengarah kepada polistiren. Berpuluh tahun kemudian, seorang kimiawan organik Jerman, Hermann Staudinger, menyatakan bahwa penemuan Simon terdiri dari rantai panjang molekul stiren. Polistiren dikembangkan secara komersial pada tahun 1930 oleh sebuah perusahaan Jerman, I.G. Farben. Saat ini I.G. Farben dikenal sebagai Badische Anilin & Soda-Fabrik (BASF). Setelah perang dunia kedua, produksi polistiren sebagai material plastik berkembang sangat pesat.

Polistiren adalah polimer vinil dengan monomer stiren. Stiren adalah sebuah hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Pada suhu ruang, polistiren umumnya bersifat termoplastik padat. Strukturnya berupa rantai panjang karbon dengan gugus fenil yang terikat di atom-atom karbon tertentu.

(6)

Polistiren dibentuk dari polimerisasi adisi melalui mekanisme reaksi radikal dengan menggunakan inisiator. Inisiator yang umum digunakan adalah senyawa peroksida seperti benzoil peroksida.

Gambar 2.5 Reaksi polimerisasi stiren

2.2.1 Struktur kimia dan morfologi

Polistiren merupakan polimer linier yang mengandung gugus fenil (Billmeyer, 1971). Gugus fenil tersebut merupakan gugus yang meruah. Semakin meruah gugus – gugus substituen yang terikat ke rangka utama polimer, maka kebebasan rotasinya menjadi berkurang dan temperatur transisi gelasnya (Tg) menjadi lebih tinggi. Temperatur transisi gelas sendiri

merupakan karakteristik dari keadaan amorf sehingga struktur polistiren sulit tersusun secara kompak (amorf) (Stevens, 2000).

Struktur dan posisi gugus fenil terhadap rantai utama polistiren dapat dibedakan menjadi polistiren isotaktik, polistiren sindiotaktik, dan polistiren ataktik.

Isotaktik Sindiotaktik Ataktik

(7)

Polistiren isotaktik memiliki semua gugus fenil pada posisi satu arah relatif terhadap rantai utama. Polistiren sindiotaktik memiliki gugus fenil yang tersusun bergantian arahnya terhadap rantai utama. Sedangkan polistiren ataktik memiliki gugus fenil yang tersusun secara acak arahnya relatif terhadap rantai utama (Billmeyer, 1971). Selama ini yang umum dikenal adalah polistiren ataktik. Jenis polistiren yang lain yaitu polistiren sindiotaktik belum diproduksi secara komersial. Polistiren sindiotaktik bersifat kristalin dan dapat meleleh pada suhu 2700C.

2.2.2 Sifat

Polistiren merupakan polimer termoplastik yang transparan sehingga mudah diwarnai dan mudah dipabrikasi. Polistiren memiliki sifat mekanik dan sifat termal yang cukup baik namun akan menjadi getas dan ringan pada suhu di bawah 1000C. Kegetasan polistiren dapat

diatasi dengan menambahkan zat pemlastis.

Polistiren bersifat inert terhadap zat kimiawi; tahan terhadap asam halida, basa, reduktor, dan oksidator; tapi masih dapat mengalami reaksi nitrasi dan sulfonasi. Polistiren juga mudah disintesis, harganya murah, dan dapat menjadi insulator listrik yang baik.

Selain sifat getasnya, polistiren memiliki kelemahan lain. Polistiren mudah dilarutkan oleh pelarut – pelarut organik seperti kloroform dan toluen. Kondisi cuaca turut pula mempengaruhi polistiren sehingga mengakibatkannya berwarna kuning dan rusak. Hal ini disebabkan adanya hidrogen benzilik yang tidak stabil dalam polistiren. Untuk mengatasinya, polistiren diberi tambahan stabilizer yakni berupa penyerap Ultra Violet (UV) dan / atau antioksidan (Billmeyer, 1971).

2.2.3 Sintesis

Polistiren adalah polimer yang dihasilkan melalui polimerisasi adisi. Umumnya polistiren disintesis dengan polimerisasi radikal bebas. Polimerisasi radikal bebas dapat dilakukan dalam suspensi, larutan, emulsi, atau secara in situ di dalam badan polimer. Polimerisasi ion dan non radikal lain umumnya terbatas pada teknik larutan (Stevens, 2000). Polimerisasi massa (in situ) dan larutan merupakan polimerisasi fasa homogen, sedangkan polimerisasi suspensi dan emulsi merupakan polimerisasi fasa heterogen (Radiman, 2004).

(8)

Polimerisasi radikal bebas melibatkan molekul tidak stabil sebagai inisiator. Senyawa yang umum digunakan adalah senyawa peroksida seperti benzoil peroksida. Mekanisme reaksi polimerisasinya adalah sebagai berikut (Rohmatikah, 2007) :

CH

(9)

2.2.4 Kegunaan

Polistiren adalah plastik yang keras dan murah sehingga sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti untuk bahan pengemas, wadah minum, mainan, peralatan dapur, pengering rambut, dan bagian penutup komputer. Polistiren ataktik yang amorf dan lebih lunak biasanya digunakan untuk bahan pengemas sedangkan polistiren sindiotaktik yang kristalin dan lebih kuat diantaranya digunakan untuk alat - alat medis (Rohandi, 2006). Polistiren dapat pula digunakan dalam bentuk kopolimernya. Pengembangan polistiren diantaranya Poli(stiren-akrilonitril) (SAN) untuk keran, tempat duduk toilet, mangkuk; dan Poli(akrilobutadiena stiren) (ABS) untuk telepon dan komponen mobil. Polistiren juga dapat didaur ulang menjadi gantungan baju, bahan pengepak, kumparan benang, dan sebagainya.

2.3

Pati

Pati adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting.

Pati tersusun tersusun dari molekul D-glukopiranosa yaitu amilosa dan amilopektin dengan komposisi yang berbeda-beda. Perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati akan memberikan sifat fungsional pati seperti temperatur gelatinasi dan viskositas yang berbeda pula (Charles, et al; 2005). Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa akan menghasilkan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi.

Gambar 2.8 Struktur amilosa

Amilosa merupakan polimer linier yang larut dalam air panas. Amilosa memiliki ikatan 1,4-α glikosidik yang tidak bercabang sehingga dapat membentuk rantai lurus. Molekul amilosa

(10)

lengkap dapat terdiri dari beberapa hingga 3000 unit D-glukopiranosa. Amilosa dapat pula berbentuk struktur helix akibat adanya antaraksi molekular yang kuat.

Gambar 2.9 (a) Ikatan glikosidik dalam amilosa, (b) Struktur helix amilosa

Amilopektin dibentuk oleh ikatan 1,4-α glikosidik yang membentuk rantai linear, dan juga memiliki rantai cabang pada posisi 1,6-α glikosidik. Umumnya 24 hingga 30 unit glukosa berada di antara titik percabangan amilopektin (Wilbraham, 1999). Residu glukosa dalam amilopektin bisa mencapai 2 juta residu, oleh karena itu amilopektin membentuk struktur yang besar dan kompak.

(11)

Pati dapat terdegradasi oleh mikroorganisme melalui metabolisme enzimatik. Enzim yang berperan adalah endoenzim (α-amilase) dan eksoenzim (β-amilase). Endoenzim menyerang rantai secara acak, sedangkan eksoenzim menyerang rantai secara spesifik dari ujung ke ujung. Amilosa dapat terdegradasi oleh enzim amilase. Enzim amilase akan menghidrolisis ikatan 1,4-α glikosidik sehingga menghasilkan molekul glukosa dan maltosa. Amilopektin dapat terdegradasi oleh enzim amilase menghasilkan dekstrin yang bercabang dengan ikatan 1,6-α glikosidik tetap utuh. Ikatan 1,6-α glikosidik tersebut kemudian akan diserang oleh enzim glukosidase (Schanabel, 1981).

Secara umum, jumlah amilosa dalam granula pati berkisar antara 15-30 % berat, sedangkan jumlah amilopektin sebesar 70-85 % berat pati. Perbedaan komposisi amilosa dan amilopektin menyebabkan perbedaan karakteristik pati dari setiap sumbernya (Pierna, et al; 2005).

Tabel 2.2 Perbandingan karakteristik beberapa jenis pati

Sumber pati Morfologi Diameter (µm) Amilosa (%) Amilopektin (%) Beras Poligonal, bulat 1-9 19 81 Jagung Poligonal, bundar 2-30 25-28 73-75 Sagu Oval 16-65 26 74 Singkong Oval 4-35 17 83 2.3.1 Pati tapioka

Salah satu jenis pati yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari – hari adalah pati tapioka. Pati yang berasal dari singkong ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri makanan, industri farmasi, industri tekstil, industri perekat, dan lainnya. Selain itu pati tapioka mudah diperoleh di Indonesia dan murah harganya. Dalam pati tapioka terkandung amilosa, amilopektin, karbohidrat, protein dan lemak (Mali, et al; 2004).

Proses isolasi pati dari singkong mudah dilakukan. Tahapannya diawali dengan pengupasan kulit singkong lalu dilanjutkan dengan pencucian dengan air bersih, pemarutan, pemerasan dan penyaringan (pengekstrakan), pengendapan pati, dan penyaringan. Tahap pemarutan

(12)

akan lebih lancar bila ditambahkan air. Tahap pengekstrakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Pengekstrakan pati dilakukan dengan tangan manusia, di atas kain kasa. Dari atas dialirkan air sedikit demi sedikit menggunakan gayung yang dikerjakan dengan tenaga manusia.

2. Pengekstrakan dilakukan secara mekanis, yaitu menggunakan saringan bergetar. Saringannya berupa kasa halus. Diatas saringan bergetar tersebut air disemprotkan melalui pipa-pipa.

Tahap pengendapan pati dilakukan di dalam bak-bak pengendapan. Bak pengendapan biasanya terbuat dari kayu, pasangan batu bata yang dilapisi porselin, pasangan batu bata biasa atau beton, bahkan ada bak pengendap yang dasarnya diberi alas kaca atau kayu. Lama pengendapan yang baik adalah 4-12 jam dan pembuangan air tidak boleh lebih dari satu jam, karena proses pembusukan berlangsung cepat. Rendemen pati yang dihasilkan biasanya berkisar antara 19% - 25%.

Proses isolasi pati dari singkong juga menimbulkan limbah. Limbah cair tapioka dihasilkan dari proses pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan. Limbah cair dapat diolah menjadi minuman nata de cassava. Limbah padat tapioka berasal dari proses pengupasan ketela pohon dari kulitnya yaitu berupa kotoran dan kulit, dan pada waktu pemrosesan berupa ampas serat dan pati. Limbah padat dapat dimanfaatkan menjadi makanan ternak, pupuk, sirup glukosa, dan obat nyamuk bakar (http://www.menlh.go.id/usaha-kecil/, 26 Februari 2007).

2.4

Benzoil Peroksida

Benzoil peroksida merupakan salah satu jenis inisiator yang banyak digunakan dalam polimerisasi radikal bebas. Benzoil peroksida memiliki dua gugus benzoil yang berikatan dengan rantai peroksida.

(13)

Benzoil peroksida adalah sumber radikal bebas yang kuat dan dapat terbentuk pada suhu di bawah 1000C. Selain itu, benzoil peroksida juga bereaksi hebat dengan asam, basa, reduktor

dan logam berat.

Benzoil peroksida juga dapat berfungsi sebagai bahan disinfektan, pembersih dan pemutih. Benzoil peroksida memiliki oksigen reaktif yang dapat dilepaskan, sehingga oksigen yang lepas ini dapat mengganggu metabolisme bakteri melalui proses oksidasi (Rohmatikah, 2007).

2.5

Poliblend

Poliblend merupakan polimer yang terbentuk dari pencampuran dua atau lebih polimer. Prosesnya disebut blending. Poliblend tersebut akan memiliki karalteristik kombinasi dari sifat komponen-komponen penyusunnya. Oleh karena itu, teknik blending dapat menjadi solusi untuk memperoleh material-material baru yang mempunyai sifat yang sulit didapat hanya dengan satu polimer.

Poliblend dapat dibentuk melalui beberapa teknik preparasi yaitu: Tabel 2.3 Teknik preparasi poliblend

Teknik preparasi Deskripsi

Mechanical blends Polimer/kopolimer dicampur pada suhu diatas Tg atau Tm

masing-masing polimer yang bersifat amorf dan semikristalin.

Mechanochemical blends

Polimer/kopolimer dicampur dengan laju geser yang cukup tinggi sehingga polimer mengalami degradasi. Radikal-radikal bebas yang terbentuk berkombinasi menghasilkan campuran kompleks yang mengandung kopolimer blok atau cangkok.

Solution cast blends

Polimer/kopolimer dicampur dengan melarutkannya ke dalam pelarut tertentu hingga homogen, kemudian pelarut dihilangkan melalui penguapan sehingga dapat membentuk film polimer.

Latex blends Dispersi-dispersi halus dari polimer dalam air (lateks) dicampur lalu

polimer – polimer yang bercampur tersebut dikoagulasi.

Metoda yang umum digunakan dalam pembentukan poliblend adalah metode pelarutan (solution cast blends) dan metode pelelehan (mechanical blends).

(14)

2.6

Karakterisasi

2.6.1 Analisis gugus fungsi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Spektroskopi Infra Red (IR) merupakan salah satu teknik identifikasi yang dapat digunakan untuk analisis senyawa secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menentukan struktur polimer dan kopolimer sedangkan analisis kuantitatif ditentukan berdasarkan hukum Lambert Beer (Skoog, 1998).

Saat molekul dikenai radiasi infra merah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getar atom – atom yang saling terikat dalam molekul tersebut sehingga terjadilah vibrasi (Fessenden, 1986). Analisis IR didasarkan pada perubahan vibrasi dari atom –atom tersebut. Umumnya vibrasi diklasifikasikan sebagai vibrasi ulur dan vibrasi tekuk. Vibrasi ulur menyangkut konstanta vibrasi antara dua atom sepanjang sumbu ikatan, sedangkan vibrasi tekuk terjadi karena berubahnya sudut antara dua ikatan. Vibrasi tekuk dibagi menjadi empat tipe yaitu scissoring, rocking, wagging, dan twisting (Khopkar, 1990). Suatu ikatan akan menghasilkan pita serapan pada panjang gelombang yang khas. Namun apabila sebuah ikatan dapat mengalami vibrasi ulur maupun vibrasi tekuk maka pita serapan yang muncul akan berbeda. Pita serapan pada panjang gelombang tersebut disesuaikan dengan jenis vibrasinya. Pita serapan khas yang diperoleh dapat digunakan untuk identifikasi gugus fungsi suatu senyawa.

Pengukuran IR akan menghasilkan spektrum infra merah. Daerah antara 1400 – 4000 cm-1 di

dalam spektrum merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus – gugus fungsional. Di luar daerah tersebut, korelasi antara suatu pita dan suatu gugus fungsional tidak dapat ditarik dengan cermat namun setiap senyawa memiliki pita serapan yang unik disini. Oleh karena itu, bagian spektrum yang unik ini dinamakan daerah sidik jari (Fessenden, 1986).

Metoda FTIR memiliki keunggulan dibanding IR biasa. Keunggulannya adanya rasio sinyal terhadap noise yang lebih rendah, dapat mendeteksi sinyal-sinyal lemah vibrasi molekul, jumlah sampel yang diperlukan sedikit serta dapat mendeteksi sampel pada absorbansi yang tinggi.

(15)

2.6.2 Analisis termal

Analisis termal dapat dilakukan dengan thermogravimetric (TGA) dan differential thermal

analysis (DTA). TGA adalah suatu metode dinamik untuk merekam berat sampel dalam

kondisi pemanasan atau pendinginan dengan laju yang terkontrol sebagai fungsi waktu atau temperatur. Kurva TGA memberikan informasi mengenai besarnya massa yang hilang selama pemanasan. Dengan teknik ini dapat dilakukan analisis kuantitatif tentang perubahan berat yang terjadi pada molekul polimer selama proses transisi. Dalam bidang polimer, teknik ini digunakan untuk mengevaluasi kestabilan termal suatu polimer, studi kinetika reaksi dekomposisi polimer serta identifikasi polimer.

DTA adalah metoda yang membandingkan perbedaan temperatur antara sampel dengan pembanding (reference). Metoda ini berguna saat pemanasan sampel tidak menyebabkan perubahan berat. Komposisi dalam campuran polimer dapat diketahui dengan metoda DTA yakni melalui penentuan luas puncak. Kurva DTA dapat memberikan informasi mengenai Tg, Tm, Td (Stevens, 2000).

2.6.3 Analisis sifat mekanik

Analisis mekanik dilakukan melalui uji kekuatan tarik. Analisis ini dilakukan dengan cara mengukur secara kontinu gaya yang diterapkan untuk menarik sampel hingga putus dengan laju penarik konstan. Parameter yang diperoleh sehubungan dengan pengujian tersebut ialah kuat putus, persen perpanjangan, dan modulus elastis (modulus Young). Sifat mekanik polimer berhubungan dengan struktur polimer.

Kuat putus merupakan kekuatan maksimum bahan untuk menahan tegangan yang diberikan dengan laju penarikan konstan hingga sampel putus. Rumusannya:

A F

=

σ

Keterangan : σ = kuat putus bahan polimer (stress) (Mpa) F = beban pada saat putus (N)

A = luas penampang bahan polimer (m2)

(16)

% 100 0 × =

L

L

ε

Keterangan : ε = perpanjangan (strain)

∆L = selisih antara panjang saat putus dengan panjang mula-mula

Lo = panjang mula-mula

Modulus Young atau modulus elastis merupakan perbandingan kuat putus dengan perpanjangan.Rumusannya:

Modulus Young (MPa)

ε

σ

=

Berdasarkan hukum Hooke, jika suatu material dikenakan gaya melewati batas elastisnya maka material tersebut tidak dapat kembali ke bentuk asalnya. Nilai gaya (tegangan) pada daerah ketika suatu material tidak dapat menyimpan kerja sebagai energi elastisnya disebut

yield tensile strength. Pada kondisi tersebut, material mulai rusak. Nilai tegangan limit

sebelum material benar – benar putus disebut ultimate tensile strength (Billmeyer, 1971; Stevens, 2001).

(17)

2.6.4 Analisis derajat kristalinitas

Analisis kristalinitas dilakukan dengan alat X-ray Diffraction (XRD). Difraksi sinar X merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui keteraturan susunan atom atau molekul dalam ruang, yang dikenal dengan kristanilitas. Kristalinitas ini terkait erat dengan struktur rantai. Semakin linier suatu rantai polimer, derajat kristalinitasnya semakin besar. Derajat kristalinitas suatu polimer dapat dihitung dengan rumus :

kristalin kristalin amorf

I

%X = 100

I +I ×

Keterangan: %X = derajat kristalinitas

Ikristalin = intensitas sinar-X dari fasa kristalin

Iamorf = intensitas sinar-X dari fasa amorf

Bagian kristalin pada suatu difraktogram adalah bagian dengan puncak yang tajam dan intensitas yang kuat, sedangkan bagian amorf adalah bagian di bawah bagian kristalin hingga batas baseline (Rohandi, 2006).

2.6.5 Analisis permukaan

Morfologi dari permukaan suatu polimer dapat diamati dengan menggunakan mikroskop optik. Untuk mendapatkan gambaran morfologi permukaan polimer yang baik, perbesaran mikroskop diatur pada nilai tertentu.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur polimer berdasarkan keteraturan rantai
Gambar 2.2 Taktisitas polimer
Gambar 2.3 Struktur beberapa jenis plastik
Gambar 2.4 Struktur monomer stiren dan polistiren
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga

Bila monomer terlalu sedikit maka tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh monomer akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranula, tetapi monomer juga

Suatu polimer akan terbentuk bila seratus atau seribu unit molekul yang kecil yang disebut monomer, saling berikatan dalam suatu rantai.. Jenis-jenis monomer yang saling

Se makin banyak gugus ester sulfat yang terikat dengan ion ka liu m dan terlepas dari rantai polimer karag inan me mbentuk K 2 SO 4 , ma ka viskositas karaginan akan

Peristiwa pindah atau terlepasnya dari molekul polimer ini ke permukaan produk dapat bervariasi tergantung pada: jenis plastik, sifat difusi dari aditif yang dipakai pada

Sebagian besar polimer sintetik dihasilkan melalui proses polimerisasi reaksi rantai yang sering disebut polimerisasi adisi.Inisiator organik seperti benzoil peroksida

Porositas pada permukaan resin akrilik akibat dari penguapan monomer yang tidak bereaksi, serta polimer dengan berat molekul rendah, bila temperatur resin mencapai atau melebihi

Interaksi antara surfaktan dengan polimer kationik dapat diilustrasikan sebagai berikut : Surfaktan non ionik memiliki gugus polar yang dapat larut dalam air (hidrofilik) dan