• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN PENGESAHAN. Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I. Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HALAMAN PENGESAHAN. Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I. Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. NIP"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini dibimbing oleh :

NIP. 19680508 199702 1 001

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada : Hari : Rabu

Tanggal : 27 Januari 2010

Anggota Tim Penguji:

1. Ir. Ari Handono R, M.Sc., Ph.D. ( ...) NIP. 19610223 198601 1 001

Disahkan oleh Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ketua Jurusan Fisika,

Drs. Harjana, M.Si., Ph.D. NIP. 19590725 198601 1 001 Pembimbing I

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”

KARAKTERISASI OPTIK PANDU GELOMBANG DATAR HASIL

PERTUKARAN ION Na + PADA KACA SODALIME DENGAN ION Ag+

DARI LEBURAN AgNO3 BERKONSENTRASI RENDAH” belum pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 27 Januari 2010

(3)

MOTTO

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri

(QS. Ar-Ra’du :13)

”Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan mengumumkan kepada seluruh penghuni langit bahwa Dia mencintai

Fulan, kemudian diumumkan pula kepada seluruh makhluk di jagad raya bahwa Dia mencintai Fulan, dan sungguh keberuntungan yang

besar bagi hamba yang Allah cintai” (Al Hadits)

Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’

(QS. Al-Baqarah:45)

" Orang cerdas adalah orang yang dapat menundukkan hawa nafsunya dan senatiasa beramal untuk kehidupan setelah mati dan orang bodoh adalah orang yang senantiasa mengikuti hawa nafsunya dan senantiasa

berangan-angan kepada Allah" (HR.Bukhori)

(4)

PERSEMBAHAN

Allah azza wa Jalla

Rosulullah Muhammad shollallohi 'alihi wa sallam

Ibu dan Bapakku tercinta, yang telah memberikan kasih sayang dan

pengorbanannya selama ini yang tak mungkin aku bias membalasnya

Adik-adikku tersayang dek.Zain dan dek.Pur

Seorang sahabat terbaikku yang selama ini telah banyak membantuku dan

menyayangiku

(5)

KARAKTERISASI OPTIK PANDU GELOMBANG DATAR HASIL

PERTUKARAN ION Na + PADA KACA SODALIME DENGAN ION Ag+

DARI LEBURAN AgNO3 BERKONSENTRASI RENDAH

Jurusan Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penumbuhan lapisan tipis pada kaca sodalime telah dilakukan. Lapisan tipis dibuat dengan menggunakan metode pertukaran ion pada konsentrasi AgNO3 30% and 20% dengan suhu 270oC, 300oC, dan 330oC dengan variasi waktu selama 25 menit, 100 menit, 225 menit, 400 menit, 625 menit, dan 900 menit. Sifat optik dari lapisan tipis yang diukur adalah pola bright spot, perubahan indeks bias, jumlah mode gelombang, transmitansi dan kedalaman lapisan tipis. Perubahan indeks bias lapisan tipis ditentukan dengan menggunakan refraktometer ABBE. Transmitansi ditentukan dengan menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC. Dan pola bright spot, jumlah mode gelombang, dan kedalaman lapisan tipis ditentukan dengan menggunakan metode prisma kopling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi AgNO3, semakin lama waktu, dan semakin tingginya suhu pertukaran ion perubahan indeks bias dan jumlah mode gelombang yang dijalarkan oleh lapisan tipis cenderung mengalami kenaikan. Transmitansi lapisan tipis cenderung menurun sebanding dengan semakin tinggi konsentrasi AgNO3, semakin lamanya waktu, dan semakin tingginya suhu pendifusian. Ketebalan lapisan tipis cenderung mengalami kenaikan sebanding dengan semakin tinggi konsentrasi AgNO3. Sedangkan ketebalan lapisan tipis cenderung menurun sebanding dengan semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu pendifusian.

Kata kunci : pola bright spot, lapisan tipis, pertukaran ion, prisma kopling, mode gelombang, transmitansi.

(6)

OPTICAL CHARACTERIZAION OF Ag+/Na+ ION EXCHANGED SODALIME GLASS PLANAR WAVEGUIDES FABRICATED IN LOW

Ag+ CONTAINING MOLTEN SALT

Department of Physics. Faculty of Science, Sebelas Maret University

ABSTRACT

This report present the experimental result of optical characterization of graded index planar wave guide fabricated by ion exchange method. The subtrates used were sodalime glasses. Ion exchange process were caried out in 30 mol % and 20 mol % of AgNO3 molten salt. The processes were performed at 300oC and 315oC for 25, 100, 225, 400, 625, and 900 minutes. The optical characterizations were aimed to know how the above ion exchange parameters process affect the optical waveguide performances for this purpose glasses. Refractive indeks were measured using refractometer ABBE. Transmitation were measured using Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 6001 PC. Pattern of pola bright spot, amount of wave modes, and deepness of thin film were measured using coupling prism method. The result shows that the glass refractive index increase with the increase Ag+ in concentration in molten salt, increase temperature and longer time of diffusion. The transmutation decrease with the increase Ag+ in concentration in molten salt, increase temperature and longer time of diffusion. The amount of wave modes increase with the increase Ag+ in concentration in molten salt, increase temperature and longer time of diffusion. The thick of thin film increase with the increase Ag+ in concentration in molten salt. While thick of thin film decrease with the increase temperature and longer time of diffusion.

Key words : Bright Spot pattern, Thin films Ion exchange, coupling prism, wave modes, transmitation.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga pengerjaan skripsi yang semula terasa berat ini akhirnya terselesaikan juga. Judul dari skripsi ini adalah Karakterisasi optik pandu gelombang datar hasil pertukaran ion Na + pada kaca sodalime dengan ion Ag+ dari leburan AgNO3 berkonsentrasi rendah. Walaupun desain alat yang dibuat dalam penelitian ini terhitung sangat sederhana namun hasil pengukuran memberikan hasil seperti yang diharapkan.

Banyak pihak telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih secara khusus karena jasa-jasanya yang sangat banyak kepada penulis akan penulis berikan kepada:

1. Bapak Drs. Harjana,M.Si.,Ph.D selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D., selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar dan penuh kebesaran jiwa telah memberi dorongan, pengajaran, bimbingan dan nasehat kepada penulis.

3. Bapak dan Ibunda tercinta atas dukungan moral dan material yang tak terkirakan.

4. Adik-adiku( dek zain, dek pur, dek cicik) dan mbak nur terimakasih atas dukungannya.

5. Temen-temen team optik terima kasih atas bantuannya dan kerjasamanya. Teman-teman fisika 2005 terimakasih atas dukungannya ( Sahabat erwantini terimakasih atas pinjeman printnya).

6. Temen-temen Na Tanjung dan Adik-adik IRMAS NISA terimakasih atas dukunganya, dek isna terimakasih atas pinjeman laptopnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Surakarta, 13 Januari 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN.. ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN... v

HALAMAN ABSTRAK... vi

HALAMAN ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DARTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II DASAR TEORI ... 5

2.1. Kaca ... 5

2.2. Transmitansi... 7

2.3. Pertukaran Ion (Ion Exchange) ... 9

2.4. Indeks Bias ... 13

2.5. Pemantulan Internal Total ... 16

2.6. Pemandu Gelombang ... 17

2.7. Mode Gelombang... 20

2.7.1. Syarat Mode... 20

2.7.2. Pola mode gelombang... 21

2.8. Gelombang Evanescent... 22

2.9. Prisma kopling ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1. Metode Penelitian ... 29

(9)

3.3. Alat dan Bahan Yang Digunakan... 29

3.3.1. Alat... 29

3.3.2. Bahan ... 30

3.4. Prosedur Penelitian ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35

4.1. Indeks Bias Kaca Waveguide ... 36

4.2. Transmitansi... 41

4.3. Pola Bright Spot ... 44

4.3.1. Pola Bright Spot... 44

4.3.2. Jumlah Mode Gelombang………... 46

4.4. Kedalaman Lapisan Tipis... 51

4.5. Perubahan Indeks Bias terhadap Kedalaman Lapisan Tipis 53 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 57

5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Ion-Ion yang Umumnya Digunakan dalam Pertukaran Ion. Ra

dan Rb Adalah Jari-Jari Ion dengan Satuan Anstrom (Ǻ).

Polarisability (Α) dengan Satuan Ǻ3... 13 Tabel 2.2. Titik Lebur Dari Beberapa Garam Dalam Proses Pertukaran

Ion ... 14 Tabel 4.1. Proses pendifusian planar waveguide dengan variasi waktu dan

suhu... 29 Tabel 4.2.a Hasil pengukuran indeks bias kaca sodalime hasil pendifusian

pada suhu 3000C dan konsentrasi AgNO3 30%... 37 Tabel 4.2.b Hasil pengukuran indeks bias kaca sodalime hasil pendifusian

pada suhu 3150C dan konsentrasi AgNO3 30%... 37 Tabel 4.2.c Hasil pengukuran indeks bias kaca sodalime hasil pendifusian

pada suhu 3000C dan konsentrasi AgNO3 20%... 38 Tabel 4.2.d Hasil pengukuran indeks bias kaca sodalime hasil pendifusian

pada suhu 3150C dan konsentrasi AgNO3 20%... 38 Tabel 4.3. perubahan jumlah mode gelombang trhadap variasi waktu, suhu,

dan konsentrasi pendifusian untuk λ = 632,8 nm……… 45 Tabel 4.4. Kedalaman Lapisan Tipis pada Kaca Waveguide... 46

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Laju pendinginan Leburan material ... 5

Gambar 2.2. Contoh perbedaan antara struktur kristal dengan kaca ... 6

Gambar 2.3. Pengaruh temperatur terhadap pembentukan kaca... 7

Gambar 2.4. Pengurangan energi radiasi akibat penyerapan ... 8

Gambar 2.5. Subtrat sebelum dan sesudah pertukaran ion.. ... 15

Gambar 2.6. Profil indeks bias dari pemandu gelombang yang didifusi dengan garam potassium nitrat pada suhu 400oC selama 2 jam... 15

Gambar 2.7. Sinar datang dari medium tinggi ... 17

Gambar 2.8. Mekanisme pemanduan gelombang dengan pendekatan sinar optik... 18

Gambar 2.9. Profil Indeks Bias Step Indeks dan Graded Indeks ... 19

Gambar 2.10. Pola mode melintang di dalam pemandu gelombang ... 21

Gambar 2.11. Mekanisme pengkoplingan cahaya ... 22

Gambar 2.12. Gelombang merambat pada 2 bahan dielektrik... 22

Gambar 2.13. pola bright spot terbelah dan bulat penuh.. ... 25

Gambar 2.14. Penjalaran gelombang dari udara-prisma-pandu- gelombang-prismaudara... 26

Gambar 3.1. Skema penelitian difusi ion Ag+ dan Na+ pada kaca sodalime... 29

Gambar 3.2. Skema alat pendifusian ... 31

Gambar 3.3. Skema prisma kopling... 33

Gambar 4.1. proses terjadinya pertukaran ion ... 27

Gambar 4.2. Grafik hubungan antara perubahan indeks bias dengan waktu pendifusian ... 38

Gambar 4.3. Grafik transmitansi hasil pendifusian pada konsentrasi AgNO3 30%, suhu 300o dan panjang gelombang 400 nm – 1000 nm... 40

Gambar 4.4. Grafik transmitansi hasil pendifusian pada konsentrasi AgNO3 30% , suhu 315 o dan panjang gelombang 400 nm – 1000 nm ... 41

Gambar 4.5. Grafik transmitansi hasil pendifusian pada konsentrasi AgNO3 20% , suhu 300o dan panjang gelombang 400 nm – 1000 nm... 41

Gambar 4.6. Grafik transmitansi hasil pendifusian pada konsentrasi AgNO3 20% , suhu 315o dan panjang gelombang 400 nm – 1000 nm... 42

Gambar 4.7. Pola bright spot ... 44

Gambar 4.8. Amplitudo gelombang evanescent terhadap kedalaman penetrasi ... 38 Gambar 4.9.a Grafik mode gelombang terhadap sudut datang pada suhu

(12)

pendifusian 300oC dan konsentrasi AgNO3 30% ... 46 Gambar 4.9.b Grafik mode gelombang terhadap sudut datang pada suhu pendifusian 315oC dan konsentrasi AgNO3 30%... 46 Gambar 4.9.c Grafik mode gelombang terhadap sudut datang pada suhu pendifusian 300oC dan konsentrasi AgNO3 20%... 47 Gambar 4.9.d Grafik mode gelombang terhadap sudut datang pada suhu pendifusian 300oC dan konsentrasi AgNO3 20% ... 47 Gambar 4.10. Perubahan pola bright spot terhadap sudut datang d pada

waktu pendifusian 25 menit pada suhu 315 oC dan

konsentrasi AgNO3 30%... 48 Gambar 4.11.a Perubahan indeks bias terhadap kedalaman difusi pada suhu 3000C pada konsentrasi AgNO3 30%... 53 Gambar4.11.b Perubahan indeks bias terhadap kedalaman difusi pada suhu

3000C pada konsentrasi AgNO3 30%... 53 Gambar4.11.c Perubahan indeks bias terhadap kedalaman difusi pada suhu

3000C pada konsentrasi AgNO3 30%... 54 Gambar4.11.d Perubahan indeks bias terhadap kedalaman difusi pada suhu 3000C pada konsentrasi AgNO3 30%... 54

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar alat. Lampiran 2. Gambar bahan.

Lampiran 3. Diagram phase AgNO3 – NaNO3 Lampiran 4. Perubahan pola Bright spot. Lampiran 5. Kedalaman lapisan tipis.

Lampiran 6. Perubahan indeks bias terhadap kedalaman lapisan tipis. Lampiran 7. Fungsi error.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam era modern saat ini, kemajuan teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Akibat dari kebutuhan optik di bidang telekomunikasi yang terus meningkat. Permintaan dari jasa telekomunikasi juga bertambah banyak sehingga mengharapkan pelayanan yang lebih baik kualitasnya. Dan berbagai usaha harus terus dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut.

Media komunikasi digital pada dasarnya ada tiga macam yaitu, tembaga, udara dan kaca. Tembaga sebagai media komunikasi sejak lama, yang telah berevolusi dari penghantar listrik menjadi penghantar elektromagnetik yang membawa pesan, suara, gambar dan data digital. Berkembangnya teknologi frekuensi radio menambah alternatif lain media komunikasi, yang disebut dengan nirkabel atau wireless, sebuah komunikasi dengan udara sebagai penghantarnya. Tahun 1980-an dikenalkan suatu media komunikasi yang sekarang menjadi tulang punggung komunikasi dunia, yaitu serat optik. Sebuah media yang memanfaatkan pulsa cahaya dalam sebuah ruang kaca berbentuk kabel (Hendriyana, 2006).

Serat optik sebagai pemandu gelombang merupakan salah satu pengembangan optik dalam bidang transmisi informasi. Teknologi penyaluran informasi melalui serat optik memiliki banyak kelebihan. Beberapa kelebihan sistem komunikasi menggunakan serat optik diantaranya adalah serat optik mampu membawa arus informasi dalam jumlah besar dengan jarak jauh dengan loss rendah dan juga sistem komunikasi ini lebih fleksibel, pita frekuensi (bandwidth) yang lebar, murah, tidak mudah terbakar, redaman yang rendah, tidak mengalirkan arus listrik, tidak terganggu gelombang elektromagnet, lebih tipis dan sinyal degradasi yang kecil. Dari beberapa kelebihan ini, serat optik menjadi pilihan utama untuk menggantikan media informasi yang lain (Tim Elektron HME-ITB, 2000).

Serat optik juga mempunyai beberapa kelemahan, beberapa diantaranya adalah sulitnya membuat terminal pada kabel serat, penyambungan serat harus

(15)

menggunakan teknik dan ketelitian yang tinggi. Selain itu cahaya mengalami pelebaran dan pelemahan yang disebabkan karena ketidakmurnian bahan serat yang menyerap serta menyebarkan cahaya. Dalam instalasi sebuah sistem transmisi serat optik akan ditemui beberapa kesulitan diantaranya adalah pada saat membagi sinyal yang dibawa dan mempertahankan intensitasnya.

Kesulitan pembagian sinar dapat di atasi dengan penggunaan splitter yang biasanya berbentuk planar waveguide, dengan adanya splitter ini maka satu input akan menjadi dua atau lebih output. Persoalan mempertahankan intensitas dapat di atasi dengan pembuatan penguatan pembangkit kabel. Penguatan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan perangkat elektronik dan tanpa menggunakan perangkat elektronik. Penguatan menggunakan perangkat elektronik harus mengubah gelombang pembawa (laser) menjadi sinyal listrik kemudian dikuatkan dengan rangkaian penguat elektronik lalu diubah kembali menjadi laser. Sedangkan penguatan tanpa perangkat elektronik dapat berupa fiber atau planar waveguide.

Beberapa metode telah dikembangkan untuk menghasilkan planar optical waveguide pada perrmukaan kaca. Metode-metode yang telah dikembangkan saat ini adalah pertukaran ion, implantasi ion, spin coating dan evaporasi. Namun pertukaran ion merupakan teknik yang banyak di kenal dan di gunakan oleh para peneliti. Pertukaran ion untuk membentuk waveguide pada permukaan kaca mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, relatif tidak mahal dan menggunakan proses fabrikasi yang flexible (salavcova, 2004).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pertukaran ion Na + dari lebuaran garam NaNO3 dan ion Ag+ dari leburan AgNO3 dengan ion Na + yang berada di dalam kaca sodalime. Pada proses pertukaran ion, suatu ion di dalam gelas yang bersifat lincah (biasanya Na+) akan didesak dan sampai akhirnya posisinya akan ditempati oleh ion dengan ukuran yang lebih besar diantaranya Ag+, K+, Cs+, atau Tl+. Masuknya ion-ion yang ukurannya lebih besar tersebut melalui mekanisme difusi ionik (Najafi, 1992).Karakterisasi dalam penelitian ini ditujukan untuk menentukan perubahan indek bias kaca sodalime sebelum dan sesudah pendifusian, besarnya transmitansi, dan menentukan mode

(16)

gelombang lapisan tipis yang terbentuk setelah proses pendifusian. Indeks bias kaca sodalime ditentukan dengan menggunakan refraktometr ABBE. Transmitansi ditentukan dengan menggunakan Ultraviolet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC. Dan jumlah mode pandu gelombang diukur dengan menggunakan metode prisma kopling.

1.2. Perumusan masalah

Penampilan sifat optik pandu gelombang yang difabrikasi dengan metode pertukaran ion ditentukan oleh distribusi ionnya. Distribusi ion dikaitkan oleh parameter proses fabrikasi seperti ditentukan oleh:

s n Dt x erfc n x n ÷+ ø ö ç è æ D = 4 . ) ( t D h=2 e ÷ø ö ç è æ-= T C Exp C De 2 1

Dengan D merupakan koefisien difusi yang khas pada kaca dan ion dalam leburan. Dari persamaan tersebut dalam eksperimen ini akan diketahui bagaimana pengaruh parameter fabrikasi ( waktu pendifusian (t), suhu pendifusian (T), dan konsentrasi leburan AgNO3 (C)) terhadap penampilan sifat optik ( indeks bias, transmitansi, dan mode waveguide) dan kedalaman lapisan tipis (h) hasil pertukaran ion.

1.3. Batasan Masalah

Pada penelitian ini masalah yang dibahas dibatasi pada:

1. Kaca yang digunakan kaca Sodalime buatan Sail Brand, Cina dengan ketebalan 1 mm – 1.2 mm.

2. Variasi konsentrasi yang digunakan dibatasi 30 mol% dan 20 mol% AgNO3. 3. Variasi suhu yang digunakan dibatasi suhu 300°C dan 315°C .

4. Variasi waktu yang digunakan dibatasi 25, 100, 225, 400, 625, dan 900 menit.

(17)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh parameter fabrikasi ( waktu pendifusian, suhu pendifusian, dan konsentrasi leburan AgNO3) terhadap penampilan sifat optik (indeks bias, transmitansi, dan mode waveguide).

2. Menentukakan kedalaman lapisan tipis akibat pertukaran ion Ag + dan Na + .

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang hal-hal yang mempengaruhi sifat optik dari kaca Sodalime sebagai akibat dari pertukaran ion pada kaca dengan garam AgNO3 dan NaNO3.

2. Menambah pemahaman tentang penumbuhan lapisan tipis dengan metode pertukaran ion (ion exchange).

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kaca

Kaca adalah benda padat amorf yang mempunyai range keteraturan yang pendek. Saat kaca didinginkan atau dipanaskan maka menunjukkan adanya gejala kaca transisi. Leburan material akan menjadi material padat berupa kristal atau kaca jika leburan tersebut didinginkan (Gambar 2.1). Struktur material yang terbentuk tergantung pada proses laju pendinginan. Jika leburan material didinginkan dengan laju pendinginan lambat maka akan terbentuk suatu material dengan struktur atom yang teratur yang bersifat stabil dan mempunyai volume yang relatif kecil dan enthalphy yang relatif kecil yaitu kristal. Namun apabila laju pendinginan dilakukan secara cepat maka terbentuk material yang struktur atomnya tidak teratur (Gambar 2.2) yang bersifat metastabil dan mempunyai volume dan enthalpy yang relatif besar yaitu kaca (Shelby, 1997).

(19)

Gambar 2.2. Contoh perbedaan antara struktur kristal dengan kaca. (a) Struktur kristal SiO

4 (b) Struktur kaca SiO4 (Shelby, 1997).

Proses pembentukan kaca berdasarkan laju pendinginan terbagi menjadi dua jenis, yaitu laju pendinginan cepat (fast cooled glass) dan laju pendinginan lambat (slow cooled glass) (Gambar 2.3). Kaca yang terbentuk dengan laju pendinginan cepat memilki stuktur atom yang sangat tidak teratur dan memiliki volume atau enthalpy yang besar. Kaca hasil pendinginan lambat akan memiliki struktur atom yang lebih teratur daripada pendinginan cepat, namun masih bersifat amorf dan memiliki volume atau entalphy yang lebih kecil.

(20)

Pembentukan kaca yang terjadi ketika leburan didinginkan menunjukkan adanya gejala kaca transisi. Kaca transisi merupakan peristiwa perubahan fase suatu material diantara fase liquid dan padat. Setiap material ketika dipanaskan memiliki titik lebur (melting point) yang berbeda. Kaca yang dipanaskan sebelum mencapai titik lebur, maka akan terjadi keadaan seperti karet yang disebut dengan Gambar 2.3. Pengaruh temperatur terhadap pembentukan kaca .

(a) Pengaruh temperatur tehadap enthalpy kaca (Shelby, 1997). (b) Pengaruh temperatur terhadap volume kaca(Almeida, 2005).

(a)

(21)

rubbery. Temperatur dimana kaca berubah menjadi keadaan rubbery disebut suhu transisi kaca (Tg) (Gambar 2.3). Besarnya suhu transisi kaca (Tg) mendekati 2/3 dari suhu titik leburnya (Tm) (Almeida, 2005).

2.2. Transmitansi

Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi antara gelombang cahaya (foton) dengan atom/molekul. Energi yang diserap oleh atom/molekul akan digunakan elektron didalam atom untuk bereksitasi/berpindah ketingkat energi elektronik yang lebih tinggi. Absorbsi hanya terjadi jika selisih kedua tingkat energi elektronik tersebut (DE = E2 – E1) bersesuaian dengan energi cahaya yang datang, yakni:

foton

E

E=

D (2.1) Absorbansi terjadi pada saat foton bertumbukan langsung dengan

atom-atom pada suatu material. Absorbansi menyatakan banyaknya cahaya yang diserap oleh suatu lapisan tipis dari total cahaya yang dilewatkan pada lapisan tipis tersebut. Absorbansi (A) suatu larutan dinyatakan pada persamaan 2.2

( )

÷÷ ø ö çç è æ -= -= O I I T A log 10 log 10 1 (2.2)

dengan A adalah absorbansi, T adalah transmitansi, Io adalah berkas cahaya datang (W.m-2), dan I1 adalah berkas cahaya keluar dari suatu medium (W.m-2) (Hendyana, 1994).

Absorbansi lapisan tipis bertambah dengan penguatan energi cahaya/foton. Bila ketebalan benda atau konsentrasi materi yang melewati cahaya bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan d dan konsentrasi c. Koefisien absorbansi (a ) merupakan rasio antara absorbansi (A), dengan ketebalan bahan d yang dilintasi cahaya. Sehingga dapat ditulis dalam bentuk persamaan 2.3

d A

=

(22)

Pada gambar 2.4 tampak bahwa cahaya dengan intensitas mula-mula (Io) melewati suatu bahan dengan ketebalan d dan dengan konsentrasi zat penyerap cahaya c. Cahaya tersebut ada yang diserap, ditransmisikan maupun dipantulkan. Setelah melewati bahan, intensitas cahaya akan berkurang menjadi (I1).

Besarnya intensitas cahaya setelah melewati bahan dapat dituliskan seperti persamaan 2.4

I

( )

d Ioe d a

-= (2.4)

Dimana koefisien absorbsi dapat dituliskan dalam persamaan 2.5 ÷÷ ø ö çç è æ -= o I I In d 1 1 a (2.5) Dimana I1 = T.I0 (2.6)

Jika I1/Io dari persamaan 2.6 merupakan perbandingan intensitas cahaya yang diteruskan dengan cahaya yang datang merupakan nilai besarnya transmitansi (T) seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.5 maka persamaan 2.6 dapat dituliskan sebagai persamaan 2.7

InT d 1 -= a (2.7)

Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui suatu bahan. Transmitansi (T) biasanya dinyatakan dalam persentase (%T). Dan besarnya Transmitansi bergantung pada bahan dan panjang gelombang cahaya yang melewati suatu bahan.

2.3. Indeks Bias

Cahaya yang ditransmisikan dari satu medium ke medium lain, misalnya dari udara ke kaca akan mengalami pembiasan. Pembiasan cahaya ini adalah akibat perubahan kecepatan rambat cahaya dalam medium yang disebabkan oleh

(23)

interaksi antara cahaya dengan elektron dari atom dalam medium. Interaksi tersebut menyebabkan polarisasi yang besarnya sebanding dengan rapat muatan.

Indeks bias suatu materi didefinisikan sebagai perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam ruang hampa dengan kecepatan cahaya di dalam medium. Perbandingan ini dapat ditentukan dengan menggunakan Hukum Snellius, indeks bias dinyatakan dengan persamaan (2.8) (Malcom, 2001).

n = r i q q sin sin (2.8) n = n c c (2.9) dengan n = indeks bias

i

q = sudut datang r

q = sudut bias

c = kecepatan cahaya di ruang hampa (3x108 m/s2 ) cn = kecepatan cahaya pada medium (m/s2)

Indeks bias sebenarnya tidaklah konstan tetapi merupakan variasi dari panjang gelombang sinar datang.

Perubahan indeks bias pada lapisan hasil dari proses pertukaran ion sangat dipengaruhi oleh suhu dan waktu pendifusian. Hal ini dapat ditunjukkan pada persaman 2.10 (Najafi, 1992). s n h x erfc n x n ÷+ ø ö ç è æ D = . ) ( (2.10) dengan x naik dari nol pada permukaan substrat, ns indeks bias substrat, ∆n perubahan indeks bias maksimum, dan h adalah kedalaman effektif pemandu gelombang. Dan nilai d mengikuti aturan:

t D

h=2 e (2.11) dengan De merupakan koefisien difusi efektif, dan t adalah waktu pendifusian. Nilai De dipengaruhi oleh temperatur (T):

÷ ø ö ç è æ-= T C Exp C De 2 1 (2.12)

(24)

Beberapa hal yang mempengaruhi indeks bias suatu material, diantaranya adalah :

1. Kerapatan Elektron (Electron Density) dan Polarisabilitas (Polarizability). Indeks bias pada gelas ditentukan oleh interaksi antara cahaya dengan elektron pada atom gelas. Peningkatan kerapatan elektron atau polarisabilitas ion akan meningkatkan indeks bias. Oleh karena itu, sebuah material yang terdiri dari atom dengan jumlah ion sedikit yang berarti bahwa kerapatan elektron dan polarisabilitasnya rendah akan memiliki indeks bias kecil. Karena sebagian besar kandungan ion pada gelas adalah anion, maka kontribusi dari anion ini sangatlah penting. Penggantian fluorine dengan oksigen yang lebih polarisabel, atau dengan halida akan meningkatkan indeks bias. Sebaliknya, penggantian oksida atau halida dengan fluorine akan menurunkan indeks bias. Ion-ion dengan polarisabilitas tinggi mempunyai awan elektron yang besar dan mempunyai bilangan oksidasi yang kecil, contohnya adalah Ti+ dan Pb2+ yang digunakan untuk memproduksi gelas dengan indeks bias yang sangat tinggi.

2. Kerapatan Material.

Kerapatan material juga mempunyai peranan untuk mengendalikan besarnya indeks bias suatu material. Massa jenis atau kerapatan sebuah material didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dan volume (v):

v m

=

r (2.13)

Cahaya yang merambat pada medium yang memiliki kerapatan yang tinggi akan memiliki kecepatan yang lebih kecil dari pada medium yang kerapatannya rendah, karena pada medium kerapatan tinggi partikel cahaya akan lebih banyak mengenai tumbukan akibatnya indeks bias di medium tersebut berbeda.

3. Ekspansi Thermal (Thermal Expantion).

Ekspansi termal suatu material dapat menyebabkan naik turunnya indeks bias. Kerapatan material akan turun ketika dipanaskan, karena volume dari bahan akan mengembang sehingga indeks bias gelas akan turun. Polarisabilitas ion akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu yang akan meningkatkan indeks bias, yang mungkin sebanding dengan kenaikan kerapatan (Thomas, 1997).

(25)

2.4. Pertukaran Ion (Ion Exchange)

Metode pertukaran ion adalah salah satu metode untuk membuat pandu gelombang. Prinsip dasar metode pertukaran ion adalah adanya proses difusi ion. Difusi ion adalah pergerakan secara acak dari ion-ion pada medium pendifusi dan terdifusi. Pergerakan ini ditujukan untuk mencapai suatu titik kesetimbangan diantara kedua medium tersebut.

Proses pertukaran ion terjadi ketika ion-ion yang mudah bergerak pada kaca, biasanya Na+ didesak oleh ion-ion yang ukurannya lebih besar atau ion-ion yang tingkat polarisabilitasnya (kemampuan suatu molekul untuk dapat mengalami polarisasi sesaat) lebih tinggi. Contoh ion-ion yang polarisabilitasnya lebih tinggi dari Na+ yaitu Ag+, K+, Cs+, dan Tl+ . Akibatnya, indeks bias kaca akan meningkat. Perubahan indeks bias ini dapat dimanfaatkan sebagai pandu gelombang (Najafi, 1992). Tabel 2.1 menunjukkan beberapa garam pendifusi yang digunakan dalam proses pertukaran ion.

Salt ion(A) Glass ion(B) rA/rB αA/αB

Li Na 0.69 0.07 K Na 1.35 3.2 Rb K 1.12 1.5 Cs K 1.24 2.5 Tl Na 1.55 12.7 Tl K 1.12 3.9 Ag Na 1.33 5.6

Table 2.1. Ion-Ion yang Umumnya Digunakan dalam Pertukaran Ion. Ra dan Rb Adalah Jari-Jari Ion dengan Satuan Angstrom (Ǻ). Polarisability (Α) dengan Satuan Ǻ3 (Yliniemi,2007).

(26)

Ion-ion pendesak ini sebagai ion pendifusi dalam proses pertukaran ion. Ion pendifusi ini terdapat dalam larutan garam yang memiliki titik lebur (melting point) yang berbeda. Pertukaran ion (ion exchange) terjadi ketika ion yang sangat mudah bergerak di dalam kaca didesak keluar oleh ion yang mudah bergerak lainnya. Ion pada kaca terdifusi keluar dari kaca, sedangkan ion pendifusi terdifusi masuk kedalam kaca. Karena ion-ion tersebut mempunyai perbedaan ukuran maka ion-ion ini memiliki mobilitas yang berbeda. Titik lebur dari beberapa garam pendifusi yang sering digunakan dalam proses pertukaran ion dapat ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Garam Titik Lebur (oC)

AgNO3 AgCl NaNO3

KNO3

KNO3-AgNO3 (37:63 % mol) LiSO4-K2SO4

KNO3-NaNO3 (50:50 % mol) KNO3-Ca(NO3)2 (36:66 % mol) TlNO3 CsNO3 CsCl CsNO3-CsCl RbNO3 212 455 307 334 132 512 220 150 206 414 646 405 310

Proses pertukaran ion ini berlangsung sampai fluks dari kedua ion ini akan identik dan sampai terjadi kesetimbangan kinetik. Kesetimbangan kinetik antara ion pendiffusi pada leburan garam dengan ion terdifusi pada kaca dapat dijelaskan pada Persamaan (2.14).

Tabel 2.2. Titik Lebur Dari Beberapa Garam Dalam Proses Pertukaran Ion (Najafi,1992).

(27)

+ ++ B

A B++ A+ (2.14)

Pertukaran ion dapat digunakan untuk membentuk lapisan tipis pada permukaan kaca. Dimana proses pertukaran ion akan meningkatkan indeks bias permukaan kaca. Perbedaan indeks bias ini digunakan untuk memandu cahaya pada planar waveguide. Hasil dari penumbuhan lapisan tipis berbentuk graded index (Gambar 2.5). Indeks biasnya menurun dari permukaan lapisan tipis sampai kedalaman tertentu indeks biasnya sama dengan indeks bias substrat (Gambar 2.6).

Proses pertukaran ion sangat bergantung pada konsentrasi suatu titik dan lama prose pertukaran ion. Hubungan antara konsentrasi pada suatu titik berubah terhadap waktu dapat dijelaskan dengan Hukum Fiks II yaitu Persamaan 2.15 (Najafi, 1992): ÷ ø ö ç è æ ¶ ¶ ¶ ¶ = ¶ ¶ x c D x t c (2.15) Bila koefisien difusi tidak tergantung dengan komposisi maka,

a. b.

Gambar 2.5. a. Substrat sebelum pertukaran ion, b. Substrat setelah pertukaran ion

Gambar 2.6. Profil indeks bias dari pemandu gelombang yang didifusi dengan garam potassium nitrat pada suhu 400oC selama 2 jam (Najafi,1992).

h x

Kedalaman Indeks bias

(28)

2 2 x c D t c ¶ ¶ = ¶ ¶ (2.16) Dengan mengacu pada syarat batas untuk suatu proses difusi,

C(x,0)=0 (2.17) C(0,t)=C0

Sehingga diperoleh Persamaan 2.18 berikut:

( )

ú û ù ê ë é = Dt x erfc C t x C o 2 , (2.18) Dengan error function adalah :

( )

z e dt erfc z t

ò

¥ -= 2 2 p (2.19)

2.5. Pantulan internal total.

Perambatan cahaya di dalam bahan optik terkait dengan indeks bias dielektrik media. Indeks bias media didefinisikan sebagai rasio antara kecepatan cahaya di dalam ruang hampa terhadap kecepatan cahaya di dalam media.

n

c c

n= (2.20)

Cahaya merambat lebih lambat di dalam media optik yang rapat dari pada di dalam media yang kurang rapat. Bila sinar datang pada antar muka antara dua dielektrik yang indeks biasnya berbeda (misal kaca–udara), maka akan mengalami pembiasan (Urban, 2002).

Sinar pada antar muka, merambat pada dielektrik dengan indeks bias n1 pada sudut f1 terhadap garis normal pada permukaan antar muka. Bila dielektrik pada sisi lain dari antar muka mempunyai indeks bias n2 yang lebih rendah dari pada n1, maka sinar akan dibiaskan pada media berindeks bias yang lebih rendah dengan sudut f2 terhadap garis normal dan f2 yang lebih besar dari pada f1. Hubungan antara sudut datang f1 dan sudut bias f2 terhadap indeks bias dielektrik dinyatakan oleh Hukum Snellius:

1 2 2 1 sin sin n n = F F (2.21)

(29)

Pada pemantulan total internal sempurna, indeks bias lapisan tipis harus lebih besar dari pada indeks bias medium sekelilingnya. Bila n1 lebih tinggi dari pada n2, maka sudut bias selalu lebih besar dari pada sudut datang. Bila sudut bias 900, maka sudut datang harus lebih kecil dari pada 900. Hal ini adalah kasus batas pembiasan dan sudut datangnya disebut sudut kritis Fc, seperti terlihat pada gambar 2.7.

maka dapat dituliskan bahwa nilai sudut kritisnya:

1 2 sin n n c = F (2.22) Bila sudut datang lebih besar dari pada sudut kritis, maka cahaya dipantulkan kembali ke media dielektrik asal ( pantulan internal total ) dengan efisiensi tinggi. (David, 1997).

2.6. Pemandu Gelombang

Mekanisme terjadinya gelombang terpandu dalam pemandu gelombang dapat dijelaskan dengan pendekatan sinar optik maupun mode gelombang. Dalam pendekatan sinar optik, gambaran mengenai mode-mode gelombang terpandu dapat dijelaskan sebagai berkas yang terpandu melalui lintasan zig-zag di dalam film akibat pemantulan total seperti pada gambar 2.8 (Thomas,1997).

n1 n2 n1 x=h x=0 q q x y z

Gambar 2.8. Mekanisme pemanduan gelombang dengan pendekatan sinar optik

Gambar 2.7. Sinar datang dari medium tinggi ke medium yang lebih rendah

Indeks bias tinggi (n1)

φ1 φ2 Indeks bias rendah

(n2)

Sinar datang

Sinar bias

c f

(30)

Untuk penyederhanaan bahan lapisan dalam pandu gelombang, bahan memiliki sifat : homogen yakni harga indeks bias tidak bergantung pada posisi, isotropis yakni harga indeks bias tidak bergantung arah, linier yakni harga indeks bias tidak bergantung pada kekuatan medan, serta lossless yakni tidak terjadi absorbsi energi oleh bahan dan gelombang yang masuk mengalami atenuasi.

Secara umum, komponen utama pemandu gelombang optik adalah dua lapisan bahan kaca silika atau plastik, yang dapat menahan agar cahaya dapat merambat di dalamnya dan tidak menerobos keluar. Cahaya yang dimasukkan dalam optik akan merambat dari satu ujung ke ujung yang lain.

Konsep pemandu gelombang optik sebagai media transmisi pada suatu sistem komunikasi didasarkan pada Hukum Snellius untuk perambatan cahaya pada media transparan. Pemandu gelombang optik dibentuk dari dua lapisan utama yaitu lapisan utama yang pada plat dielektrik berupa lapisan tipis dengan indeks bias n1 yang menempel pada bahan dengan indeks bias n2 yang lebih kecil dari n1.

Menurut Hukum Snellius cahaya yang datang pada antar muka antara dua media transparan yang indeks biasnya berbeda akan mengalami pembiasan sebagai berikut: Sinar yang datang dari medium yang berindeks bias tinggi dengan sudut f1 terhadap garis normal menuju medium berindeks bias lebih rendah akan dibiaskan menjauhi garis normal bidang batas antar medium dengan sudut f2.

Cahaya bisa merambat dalam plat dielektrik seperti pada Gambar 2.7 dengan prinsip refleksi internal. Refleksi internal bisa terjadi jika cahaya merambat dari medium dengan indeks bias tinggi menuju medium dengan indeks bias yang lebih rendah. Jika sinar yang dibiaskan membentuk sudut 90o terhadap garis normal, maka sudut sinar datangnya disebut sudut kritis fc. Jika sudut datang lebih besar dari sudut kritis fc, maka cahaya akan dipantulkan kembali ke dalam media. Hukum Snellius dinyatakan dengan persamaan (2.23) (Thomas, 1997).

(31)

1 2 2 1 sin sin n n = f f (2.23) dengan mengambil f2 =900, maka besarnya sudut kritis dapat ditentukan dengan persamaan (2.24): sin fc = 1 2 n n (2.24)

Pada Gambar 2.9 material lain merupakan cover yang bahannya bisa sama dengan substrat atau material yang berbeda dengan substrat. Jika tidak menggunakan cover, maka material lain yang dimaksud adalah berupa udara.

2.7. Mode gelombang

Cahaya atau sinar laser akan mengalami pantulan total di dalam lapisan tipis pandu gelombang planar simetris sudut datang pada batas lebih besar dari pada sudut kritis hingga 900. Untuk sinar dengan sudut 900 (sinar berjalan secara horisontal) maka nef = n1 (indeks bias effektif hanya bergantung pada film pemandu ). Sedangkan untuk sinar pada sudut kritis ( sin qc =n2/n1, maka nef = n2, indeks bias efektif bergantung pada bahan luar).

2.7.1. Syarat Mode

Tidak semua gelombang yang mempunyai arah sinar antara sudut kritis dan 900, akan terperangkap di dalam film oleh adanya pantulan total. Hanya sinar dengan arah tertentu saja yang sesuai dengan mode pemandu gelombang yang akan merambat sepanjang struktur. Adanya mode–mode ini merupakan analogi dengan rongga resonan. Dalam kasus ini diperoleh bahwa pola interferensi yang stabil (mode rongga) terjadi hanya bila pergeseran fase untuk suatu perjalanan pulang pergi sama dengan kelipatan 2p radian. Bila pergeseran fase perjalanan sinar dinyatakan dengan DF, maka syarat resonan rongga dapat ditulis dengan persamaan (2.25) (Thomas,1997).

(32)

DF = m 2 p (2.25) dengan m adalah bilangan bulat. Persamaan ini dipenuhi oleh sejumlah panjang gelombang untuk panjang rongga yang tetap. Pemandu gelombang juga dianggap sebagai rongga resonan karena mempunyai dua batas pantulan. Syarat resonan harus dipenuhi untuk memperoleh pola interferensi yang stabil.

Fase gelombang bergeser sepanjang lintasan dan pada batas pantulan. Pergeseran fase ini adalah jumlah pergeseran fase sepanjang lintasan dan pada batas pantulan. Untuk panjang gelombang yang sudut sinarnya tidak memenuhi, maka intensitasnya akan menyusut dengan cepat akibat interferensi destruktif.

2.7.2. Pola mode gelombang

Menurut teori medan elektris di dalam lapisan tipis berubah secara sinusoidal pada bidang melintang yang disebabkan oleh adanya interferensi antara gelombang berjalan yang naik dan turun. Terdapat medan yang meluruh secara eksponensial di luar lapisan tipis. Penembusan ke lapisan luar bertambah dengan pertambahan orde mode ke-m. Hal ini terjadi karena sudut sinar mendekati sudut kritis bila m bertambah. Untuk ketebalan dan panjang gelombang tertentu setiap mode mempunyai pola yang berbeda ( gambar 2.10)

Intensitas gelombang akan menurun karena adanya penyerapan dan penghamburan (scattering). Penghamburan disebabkan oleh ketakhomogenan bahan dan ketaksempurnaan batas. Mode-mode yang berorde tinggi dan bersudut curam merambat pada lintasan zig-zag yang lebih panjang dari pada yang berorde lebih rendah. Maka mode berorde tinggi menderita rugi serapan yang lebih besar.

h n2 n1 n2 M2 M3 M4 M1

Gambar 2.10. Pola mode melintang di dalam pemandu gelombang (Keiser, 2000).

(33)

Mode-mode yang mendekati putus (cut off) adalah mode-mode yang berorde lebih tinggi dan sinarnya mendekati sudut kritis. Sinar-sinar ini akan mudah disimpangkan di bawah sudut kritis sehingga medannya akan menembus dalam ke lapisan luar lapisan tipis. Di daerah ini mode-mode tersebut akan mengalami penyerapan dan menyusut dengan cepat.

2.8. Gelombang Evanescent

Gelombang evanescent terjadi ketika sinar datang yang masuk ke prisma tidak seluruhnya terpantulkan, akan tetapi ada sebagian yang ditransmisikan ke medium antara prisma dengan lapisan tipis yang dikenal dengan peristiwa Frustrated Total Internal Reflection (FTIR). Gelombang yang ditrasmisikan tersebut terjebak dalam medium antara prisma dengan lapisan tipis. Medium antara prisma dengan lapisan tipis adalah udara dengan kerapatan sangat kecil (gambar 2.11).

Gelombang evanescent ditransmisikan ke lapisan tipis akan membentuk pandu gelombang. Ada sebagian energi yang hilang akibat pengkoplingan. Rugi energi ini digambarkan sebagai frustated total reflection (Pedrotti,1993).

Gambar 2.12. Gelombang merambat pada 2 bahan dielektrik b d ki n2 n1 z x kr kt g z h qc ap n4 qc ap n3 n1 n2 q y x f

Gambar 2.11. Mekanisme pengkoplingan cahaya. Gelombang evanescent

(34)

Secara umum gelombang yang ditransmisikan dapat ditunjukkan dengan persamaan: ) . (k r t i ot t T e E E = -w (2.26)

pada persamaan bidang koordinat diperoleh:

kt.r = kt(sin g,0,cos g).(x,y,z) (2.27) penyelesaian dari persamaan di atas dapat ditunjukkan:

kt.r = kt(x sin g + z cos g) (2.28) dimana cos g = 1-sin2g dan n2 merupakan indeks bias udara, sehingga diperoleh persamaan:

cos g = 2 2d sin

1-np (2.29)

pada saat sudut kritis, sin d = n1dan cos g = 0. Ketika d melebihi sudut kritis, maka cos g menjadi imajiner. Sehingga diperoleh persamaan:

cos g = i 2 sin2d -1 p

n (2.30)

faktor eksponensial dari bidang koordinatnya menjadi: 1 sin sin . . 12 2 1 -+ = d ik y n d n x k r kt t t (2.31)

pada definisi real bilangan positifnya adalah: 1

sin2

2

-= d

a kt np (2.32)

penurunan amplitudo gelombang yang masuk ke dalam medium kedua dinyatakan sebagai kedalaman penetrasi

1

-=a

y (2.33) Faktor terakhir menjelaskan sebuah penurunan eksponensial pada amplitudo gelombang yang masuk ke medium renggang sepanjang arah y. Ketika medan gelombang masuk ke dalam medium renggang, maka kedalaman yang bisa dilalui oleh cahaya dinyatakan dengan persamaan:

(

)

2 2 sin 2 np nu y -= q p l (2.34) dimana:

(35)

y = kedalaman daerah penetrasi (nm) θ = sudut datang (0) l = panjang gelombang sinar laser (nm)

n = indeks bias prisma

Gelombang Evanescent merupakan gelombang yang ditimbulkan oleh adanya efek Tunneling di dasar prisma. Energi dari gelombang Evanescent ini kembali ke medium asalnya, kecuali jika suatu medium yang kedua diperkenalkan masuk ke dalam daerah dari penetrasi. Kegagalan dari pemantulan total internal (TIR) dapat diaplikasikan sebagai variabel keluaran dari pengkoplingan, dibuat dari dua prisma sudut siku-siku yang dipisahkan sepanjang permukaan diagonalnya dapat secara hati-hati disesuaikan untuk bertukar-tukar antara jumlah gelombang Evanescent yang terkopel dari prisma satu dengan prisma yang lain. Aplikasi praktis lain yang melibatkan sebuah prisma yang didekatkan pada permukaan pandu gelombang optik sehingga gelombang Evanescent muncul dari prisma dapat dikopel ke dalam pandu gelombang pada sudut (mode) perambatan yang telah ditentukan (Pedrotti, 1993).

2.9. Prisma Kopling

Prisma kopling merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi sifat optik lapisan tipis. Karakterisasi yang dimaksud adalah mode gelombang suatu lapisan tipis.

(a) (b) h n 1 n 2 n 3 αp α p φ θe θ e n 4

(36)

Gambar 2.13. (a) pola bright spot terbelah (b) pola bright spot bulat penuh (Tien, 1969).

Ketika berkas cahaya mengenai prisma maka berkas cahaya dibiaskan ke dalam prisma. Akibat peristiwa pemantulan internal total maka berkas sinar tersebut dipantulkan ke dalam prisma dengan arah berbeda (Gambar 2.13). ada tidaknya pemanduan gelombang pada lapisan tipis dapat dilihat dari pola bright spot. Jika pola bright spot bulat penuh maka tidak terjadi pemanduan gelombang pada lapisan tipis atau cahaya tidak terkopel (Gambar 2.13.b). Jika pola bright spot terbelah maka terjadi pemanduan gelombang pada lapisan tipis atau cahaya terkopel (Gambar 2.13.a).

Peristiwa pemanduan gelombang pada lapisan tipis terjadi secara berulang-ulang dengan sudut yang berbeda. Hal ini dikenal dengan mode gelombang. Mode gelombang adalah sudut-sudut yang dibentuk dalam prisma yang menyebabkan terjadinya pemanduan gelombang pada lapisan tipis. Jumlah mode gelombang ini untuk menentukan kedalaman lapisan tipis.

Prinsip kerja prisma kopling mengacu pada paper (Tien, 1969) dan dapat dijelaskan dengan bantuan skema 2.14. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa cahaya datang menuju prisma dengan sudut datang tertentu. Sudut datang qe pada sisi miringnya selanjutnya dibiaskan ke dalam prisma dan membentuk sudut f terhadap sisi tegak pada dasar prisma. Sudut f ini nantinya akan menentukan besar kecepatan fase berkas cahaya dalam arah z yang menjalar di dalam prisma dan dalam lapisan antara prisma dengan pandu gelombang (yudistira, 2001). h q n3 n2 n1 ap

Gambar 2.14. Penjalaran gelombang dari udara- prisma-pandu gelombang-prisma-udara qe n4 qe ap z x

(37)

Besarnya kecepatan fase dapat dinyatakan dengan persamaan : np = f sin p n c (2.35) Dimana np merupakan indeks bias prisma.

Gelombang cahaya yang masuk ke dalam prisma dengan sudut tertentu sedemikian sehingga terjadi pemantulan internal sempurna di dalam prisma. Dalam prisma, gelombang datang dan gelombang terpantul berinterferensi membentuk sebuah gelombang berdiri yang serupa dengan penjelasan sebelumnya. Distribusi amplitudo dari gelombang berjalan tersebut melebar keluar prisma hingga masuk ke dalam film ( jika jarak d cukup kecil ). Jika modus gelombang pandu pada prisma cocok dengan modus gelombang pandu yang mungkin terbentuk pada film, gelombang pandu akan disalurkan dari prisma ke film, yang kemudian akan dideteksi oleh fotodioda. Lintasan berkas cahaya dalam prisma kopling dengan sudut qm yang merupakan sudut datang dan keluar pada sisi miring prisma untuk modus gelombang pandu ke–m. Karena km = rm, maka dari Hukum Snellius diperoleh:

m p m eff n n = sinf (2.36) m eff

n ini digunakan untuk menghitung kecepatan cahaya di dalam medium lapisan tipis. Dimana : m f = ÷÷ ø ö ç ç è æ - -p m p n q a sin 1 sin dan 4 p ap = (2.37)

Dengan mengukur q , maka m n dapat dihitung. effm

Besarnya kecepatan fase tersebut akan berpengaruh pada kuat atau tidaknya cahaya terkopel ke dalam pandu gelombang. Cahaya akan terkopel dengan kuat ke dalam pandu gelombang apabila fm berharga sedemikian sehingga kecepatan fase gelombang yang menjalar di dalam prisma sama dengan kecepatan fase salah satu modus gelombang di dalam pandu gelombang yang kecepatannya dapat dinyatakan oleh:

(38)

nm = m eff

n c

(2.38)

Dengan nmeff merupakan indeks bias efektif pandu gelombang untuk modus ke-m. Untuk kondisi np=nm berlaku hubungan yang disebut kondisi sinkronisasi:

nmeff = np sin fm (2.39) Dalam kondisi tersebut fm berharga lebih besar dari sudut kritis pemantulan total internal pada batas antara prisma dengan celah. Apabila berkas cahaya datang membentuk sudut fm pada dasar prisma, maka berkas cahaya tersebut mengalami pemantulan total internal.

Dalam persamaan sudut fm dihubungkan dengan sudut datang qm melalui persamaan sebagai berikut:

m f = ÷÷ ø ö ç ç è æ - -p m p n q a sin 1 sin (2.40)

(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode ekperimental di laboratorium. Penelitian ini meliputi penumbuhan lapisan tipis pada kaca Sodalime dengan metode pertukaran ion Ag+ dari garam AgNO3 dan ion Na+ dari garam NaNO3 dengan ion Na+ (ion exchange). Lapisan tipis yang terbentuk akan digunakan sebagai pandu gelombang. Selanjutnya lapisan tipis dikarakterisasi dengan cara menentukan transmitansi lapisan tipis menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC. Menentukan indeks bias sebelum dan sesudah terdifusi dengan menggunakan refractometer ABBE, kemudian menentukan sudut-sudut dimana gelombang dipandukan untuk menentukan ketebalan lapisan tipis dengan menggunakan metode prisma kopling.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai Desember 2009 di Sub-laboratorium Fisika, sub-laboratorium Biologi dan laboratorium optic jurusan Fisika UNS.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian 3.3.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah : a. Furnace.

b. Temperature controller. c. Thermocouple.

(40)

e. Refractometer ABBE.

f. Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC g. Pinset.

h. Gelas beker. i. Amplas 1200 grid j. Kawat

k. PTFE seal tape l. Senter.

m. crucible. n. pemotong kaca

o. Seperangkat alat prisma kopling yang terdiri dari: 1) Prisma dengan n = 1,51509.

2) Laser He-Ne (l = 632,8 nm). 3) Rotational stage.

4) Screen.

5) Jarum penunjuk derajat.

6) Busur derajat dengan ketelitian 0,1o.

3.3.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah : a. Kaca Sodalime

b. AgNO3 30% dan 20% c. NaNO3 70% dan 80% d. Monobromonaftalin e. Aquades

(41)

3.4 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini mengikuti bagan pada Gambar 3.1.

Detail masing-masing dari bagan diatas adalah:

Tahap I Penyiapan Alat dan Bahan

Pembersihan kaca waveguide Penumbuhan (difusi), suhu 300oC, 3150C dengan konsentrasi AgNO3 30% dan 20% pada

waktu 25, 100, 225, 400, 625, dan 900 menit.

Mode gelombang

Transmitansi Perubahan

Indeks bias Karakterisasi kaca waveguide

Analisa data

Simpulan

Gambar 3.1 Skema penelitian difusi ion Ag+ dan Na+ pada kaca sodalime.

Karakterisasi awal Kaca Sodalime

(42)

Penyiapan alat dan bahan dilakukan dengan menyiapkan kaca Sodalime, AgNO3 dan NaNO3 serta menyiapkan alat-alat seperti pemotong kaca, Ultrasonic Cleaner, Furnace, refraktometer, Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shima dzu 601 PC, seperangkat alat prisma kopling, pinset, dan gelas beker.Kaca Sodalime dipotong dengan ukuran 2 cm x 2 cm, setelah itu salah satu sisi kaca ditutup menggunakan kaca dan diikat pada bagian tepinya menggunakan PTFE seal tape yang dimaksudkan agar proses pendifusian terjadi hanya pada satu permukaan kaca. Kemudian Furnace disiapkan dan dihubungkan dengan temperature controller. thermocouple dihubungkan ke temperature controller kemudian di masukkan ke dalam furnace

Tahap II Karakterisasi awal Kaca Sodalime

Karakterisasi awal berupa pengukuran Indeks bias kaca dan transmitansi kaca sodalime sebelum dilakukan treatment pertukaran ion Ag+-Na+. Indeks bias dapat diukur menggunakan refractometer ABBE. Transmitansi kaca diukur menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy Double Beam Shimadzu 601 PC dengan panjang gelombang 200 nm – 1000 nm.

Tahap III Proses Penumbuhan (Difusi)

Kaca sodalime yang sudah terpotong diberi tanda bagian atas dan bawah. Bagian bawah yang akan dilakukan treatment pertukaran ion diberi tanda goresan kecil ditepinya menggunakan amplas/silet. Kemudian Crusible yang berisi AgNO3 dan NaNO3 dimasukkan kedalam furnace. Kemudian furnace dipanasi dengan suhu tertentu hingga AgNO3 dan NaNO3 meleleh. Setelah itu kaca Sodalime yang telah dipotong dan ditutup pada bagian tepinya menggunakan PTFE seal tape diletakkan ke dalam larutan tersebut. Proses pendifusian ini seperti terlihat pada gambar 3.2

furnace kaca

AgNO3 dan NaNO3

(43)

Gambar 3.2 Skema alat pendifusian

Proses penumbuhan (difusi) dilakukan pada variasi waktu 25, 100, 225, 400, 625, dan 900 menit dengan varisi suhu 300o C dan 315 o C dan variasi konsentrasi AgNO3 30% dan 20%. Setelah proses pendifusian seperti gambar 3.2 selesai kaca dikeluarkan ditunggu sampai mencapai suhu kamar. Tujuannya adalah agarkaca waveguide tidak retak atau pecah.

Tahap IV Pembersihan kaca waveguide

Proses pertukaran ion menyebabkan sebagian permukaan kaca waveguide yang terbentuk masih kelihatan kotor sehingga perlu dibersihkan. Proses pembersihan kaca waveguide dilakukan dengan cara dicuci dengan menggunakan Ultrasonic Cleaner . Pembersihan ini menggunakan air dan cairan aquades. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang menempel pada kaca. Air memiliki sifat dapat melarutkan garam perak nitrat.

Tahap V Karakterisasi Setelah Pendifusiaan

Setelah proses pendifusian selesai kaca yang sudah dibersihkan dengan Ultrasonic Cleaner kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui perubahan sifat-sifat optic pada kaca tersebut. Sifat optic tersebut diantaranya adalah transmitansi, indeks bias dan mode waveguide.

a. Pengukuran transmitansi

Pengukuran transmitansi untuk masing-masing perlakuan menggunakan Ultra Violet-Visible Spectroscopy (UV-Vis) Double Beam Shimadzu 1601 PC. Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pendifusian kemudian membandingkan hasilnya. Kerja ini dilakukan dengan mengikuti paper (Bahtiar, 2006)

b. Pengukuran indek bias

Pengukuran indeks bias dilakukan dengan menggunakan alat Refractometer ABBE (lampiran 1). Sebelum dilakukan pengukuran, sampel diberi larutan monobromonaftalin terlebih dahulu. Larutan ini berfungsi agar

(44)

cahaya yang masuk ke kaca bisa optimal sehingga saat pengukuran dapat terlihat jelas gelap terangnya. Kemudian kaca diletakkan di dalam Refraktometer ABBE. Setelah itu tombol pada Refraktometer diatur hingga terlihat pola gelap terang dan diatur sampai pola tersebut tepat pada garis tengah. Kemudian dilihat indeks biasnya pada skala yang ada pada Refraktometer ABBE. Pengukuran indek bias dilakukan sebelum dan sesudah pendifusian kemudian mambandingkan hasilnya. Perubahan indeks bias untuk menentukan ketebalan lapisan yang terdifusi.

c. Prisma kopling

Kerja ini dilakukan dengan mengikuti paper (Tien,1969). Karakterisai mode waveguide yang terbentuk dalam lapisan tipis dilakukan dengan teknik prisma kopling (m-line technique) seperti pada Gambar 3.3. Kaca waveguide diletakkan menempel tepat dibelakang prisma dengan serapat mungkin. Cahaya dari laser He-Ne yang difokuskan oleh lensa cembung diarahkan tepat mengenai prisma sampai terbentuk pola bright spot pada layar. Jarum penunjuk skala digeser sampai pola bright spot terbelah kemudian diukur sudutnya.Informasi yang dapat diperoleh dari karakterisasi ini adalah bagaimana bentuk pola bright spot dan jumlah mode pandu gelombang. Kedalaman lapisan tipis dapat ditentukan dari hasil pengukuran perubahan indeks bias dan jumlah mode pandu gelombang.

Gambar 3.3. Skema prisma kopling

Tahap VI Analisa dan simpulan

3 1 2 4 4 Keterangan: 1. Laser. 2. Lensa cembung. 3. Prisma. 4. Layar.

(45)

Dalam penelitian ini akan diperoleh data berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif akan dianalisa berdasarkan rumus-rumus yang bersesuain. Sedangkan data kualitatif akan diinterpretasikan seperlunya.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, telah dibuat lapisan tipis pemandu gelombang dari kaca

sodalime. Metode yang digunakan adalah pertukaran ion (ion exchange). Dan ion yang

dipertukarkan disini adalah ion Na+ yang terkandung didalam kaca (komposisi kaca

sodalime adalah ± 73 % SiO2, ±14 % Na2O, ±7% CaO, ±4 % MgO, ±2 % AL2O3 (Ted

Pella.INC., 2001)) dengan ion Ag+ dari garam AgNO

3 dan Na + dari garam NaNO3 sehingga terbentuk lapisan tipis dengan sifat optik yang berbeda. Pada suhu yang relatif tinggi ikatan antara molekul dalam kaca akan mengalami peregangan dan ion-ion didalam kaca akan bergerak secara acak dan memungkinkan adanya kekosongan susunan atom pada kaca soda-lime (vacancy diffusion) atau penyusupan atom lain karena adanya celah di atom-atom penyusun kaca soda-lime (inersitial atom). Sehingga ion Ag + dari garam AgNO3 dapat berdifusi dan menggantikan ion Na+ yang berada didalam kaca. Gambaran secara ringkas proses pertukaran ion dapat ditunjukkan pada gambar 4.1

Sebelum difusi

sesudah difusi

Model difusi karena kekosongan atom (vacancy diffusion)

vacancy Sebelum difusi vacancy Sesudah difusi

(46)

Proses fabrikasi ini berlangsung dengan cara memvariasikan suhu, waktu dan

konsentrasi pendifusian. Dalam penelitian ini digunakan konsentrasi AgNO3 yang digunakan adalah 30% dan 20% dikarenakan peneliti menggunakan konsentrasi rendah. Suhu yang digunakan diatas suhu titik lebur AgNO3 dan NaN03 yaitu suhu 300o dan 315o ( lampiran 3). Sedangkan untuk waktu pendifusian yang digunakan 25, 100, 225, 400, 625, dan 900 menit mengacu pada skripsi Sigit Riyanto untuk menggunakan waktu pendifusian yang lebih lama. Proses fabrikasi lapisan tipis ini disajikan pada tabel 4.1

Karakterisasi optik telah dilakukan pada lapisan tipis akibat pertukaran ion. Karakterisasi optik ini meliputi pengukuran indeks bias, pola bright spot yang terbentuk, menentukan jumlah mode gelombang, menentukan kedalaman lapisan tipis, dan menentukan transmitansi lapisan tipis.

IV.1. Indeks Bias Kaca Waveguide

Proses pendifusian Proses pendifusian

Konsentrasi (%) Suhu( o ) Waktu (menit) Konsentrasi (%) Suhu( o ) Waktu (menit) 25 25 100 100 225 225 400 400 625 625 30 300 900 20 300 900 25 25 100 100 225 225 400 400 625 625 30 315 900 20 315 900 Tabel 4.1. Proses pendifusian planar waveguide dengan variasi waktu dan suhu

(47)

Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan Refraktometer ABBE didapatkan data indeks bias kaca sodalime sebelum dan sesudah pendifusian disajikan pada Tabel 4.2.a, Tabel 4.2.b, tabel 4.2.c, dan tabel 4.2.d

Tabel 4.2.a Hasil pengukuran indeks bias kaca sodalime hasil pendifusian pada suhu 3000C dan konsentrasi AgNO3 30%.

Tabel 4.2.b Hasil pengukuran indeks bias kaca sodalime hasil pendifusian pada suhu 3150C dan konsentrasi AgNO3 30%.

Indeks bias Kaca waveguide Waktu pendifusian Sebelum pendifusian Setelah pendifusian Perubahan indeks bias Sampel 1 25 menit 1,5235 1,5245 1,0 x 10-3 Sampel 2 100 menit 1,5210 1,5220 1,0 x 10-3 Sampel 3 225 menit 1,5250 1,5265 1,5 x 10-3 Sampel 4 400 menit 1,5250 1,5265 1,5 x 10-3 Sampel 5 Sampel 6 625 menit 900 menit 1,5250 1,5250 1,5275 1,5280 2,5 x 10-3 3,0 x 10-3 Indeks bias Kaca waveguide Waktu pendifusian Sebelum pendifusian Setelah pendifusian Perubahan indeks bias Sampel 1 25 menit 1,5250 1,5260 1,0 x 10-3 Sampel 2 100 menit 1,5250 1,5260 1,0 x 10-3 Sampel 3 225 menit 1,5250 1,5260 1,0 x 10-3 Sampel 4 400 menit 1,5250 1,5265 1,5 x 10-3 Sampel 5 625 menit 1,5260 1,5280 2,0 x 10-3 Sampel 6 900 menit 1,5240 1,5260 2,0 x 10-3

(48)

Tabel 4.2.c Hasil pengukuran indeks bias kaca sodalime hasil pendifusian pada suhu 3000C dan konsentrasi AgNO3 20%.

Indeks bias Kaca waveguide Waktu pendifusian Sebelum pendifusian Setelah pendifusian Perubahan indeks bias Sampel 1 25 menit 1,5245 1,5250 0,5 x 10-3 Sampel 2 100 menit 1,5245 1,5250 0,5x 10-3 Sampel 3 225 menit 1,5245 1,5250 0,5 x 10-3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6 400 menit 625 menit 900 menit 1,5250 1,5260 1,5250 1,5260 1,5275 1,5265 1,0 x 10-3 1,5 x 10-3 1,5 x 10-3

Tabel 4.2.d Hasil pengukuran indeks bias kaca sodalime hasil pendifusian pada suhu 3150C dan konsentrasi AgNO3 20%.

Indeks bias Kaca waveguide Waktu pendifusian Sebelum pendifusian Setelah pendifusian Perubahan indeks bias Sampel 1 25 menit 1,5260 1,5265 0,5 x 10-3 Sampel 2 100 menit 1,5250 1,5260 1,0 x 10-3 Sampel 3 225 menit 1,5240 1,5250 1,0 x 10-3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6 400 menit 625 menit 900 menit 1,5255 1,5260 1,5260 1,5270 1,5275 1,5280 1,5 x 10-3 1,5 x 10-3 2,0 x 10-3

(49)

Hubungan antara perubahan indeks bias pada permukaan kaca sodalime dengan lamanya waktu pendifusian dari Tabel 4.2.a, tabel 4.2.b, table 4.2.c, dan tabel 4.2.d ditunjukkan pada Gambar 4.2.

2.0x102 4.0x102 6.0x102 8.0x102 1.0x103 0.0 4.0x10-4 8.0x10-4 1.2x10-3 1.6x10-3 2.0x10-3 2.4x10-3 2.8x10-3 3.2x10-3 300 0 ,30% AgNO3 3150,30% AgNO3 3000,20% AgNO3 3150,20% AgNO3 D n waktu(menit)

Gambar 4.2. Grafik hubungan antara perubahan indeks bias dengan waktu pendifusian

Dari gambar 4.2 dapat dilihat grafik hubungan antara waktu pendifusian terhadap perubahan indeks bias yang menunjukkan bahwa indeks bias kaca sodalime cenderung mengalami kenaikan, baik semakin lama waktu pendifusian, semakin tinggi suhu pendifusian maupun konsentrasi AgNO3. Hal ini menunjukkan bahwa indeks bias kaca sodalime setelah pertukaran ion lebih besar dari indeks bias sebelum pertukaran ion. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh beberapa peneliti lain (Rogozinski dan P. Karasinski, 2005).

Hubungan antara perubahan indeks bias dengan konsentrasi ion pendifusi dapat dilihat dalam persamaan berikut (Najafi, 1992):

(4.1) ú û ù ê ë éD - D = D o o o Ag o V V R R V C n

(50)

dimana CAg adalah konsentrasi ion Ag+, Vo dan Ro berturut-turut adalah volume glass per gram dari atom-atom oksigen dan refraksi per gram dari atom-atom oksigen dalam komposisi asli, ΔV dan ΔR adalah perubahan kuantitas hasil dari total pergantian ion asli oleh ion dopan dan Δno adalah perubahan indeks bias.

Menurut Hukum Fick Kedua hubungan konsentrasi (C) dengan waktu pendifusian (t) adalah (Najafi, 1992),

(4.2)

dimana

dengan x adalah kedalaman difusi dan D adalah koefesien difusi. Karena indeks bias sebanding dengan konsentrasi ( persamaan 4.1) maka besarnya indeks bias (n(x)) adalah (Najafi, 1992)

(4.3)

dengan ns adalah indeks bias subtract ( indeks bias sebelum pendifusian). Indeks bias yang terukur pada penelitian ini adalah indeks bias pada permukaan kaca (x=0) sehingga berapapun waktu pendifusian.

Penggantian ion Na+ dengan ion Ag+, dimana ion Ag+ memiliki massa, kerapatan elektron, serta polarisabilitas yang lebih besar menyebabkan susunan atom yang baru didalam kaca akan semakin rapat dan mengakibatkan naiknya indeks bias dari permukaan kaca yang mengalami pendifusian. Semakin lama waktunya maka ion Ag+ yang terdifusi kedalam kaca menggantikan ion Na+ semakin banyak sehingga menaikkan indeks bias kaca. Dan semakin besar

ú û ù ê ë é = Dt x erfc C t x C o 2 ) , ( 0 ) 0 , ( 0 ) , 0 ( 0 = Þ = = Þ = x C t C t C x o s n Dt x erfc n x n ú+ û ù ê ë é D = 2 ) (

Gambar

Gambar 2.2. Contoh perbedaan antara struktur kristal dengan kaca. (a)  Struktur kristal SiO
Gambar 4.2. Grafik hubungan antara perubahan indeks bias dengan waktu  pendifusian
Gambar 4.5. Grafik transmitansi hasil pendifusian pada konsentrasi AgNO 3  20% ,   suhu 300 o  dan  panjang gelombang 400 nm – 1000 nm
Gambar 4.7. Pola bright spot pada suhu 300 0  , konsentrasi 30% dan  waktu pendifusian 900 menit (a) Pola terbelah (b) Pola bulat penuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

AINUL YAKIN BAHRONI JL MT HARIYONO GG I 004 001 MANGKUJAYAN 388 KEVIN SURYA PUTRA CIPTA JAYA TANIAGO JL... SUITUBUN

Berdasarkan permasalahan tersebut maka diprioritaskan mengadakan kegiatan pembelajaran multimedia berdasarkan Standart Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)

Melihat wilayah Brunei yang semakin kecil dan juga masalah Limbang yang tidak selesai serta cadangan Peter Leys kepada Pejabat Hal Ehwal Luar British untuk membahagi-bahagikan

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran keluarga untuk pencegahan penyakit tidak menular pada remaja sebagian besar berada pada kategori cukup optimal (61,1%) dan

Pendapatan responden di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto menjadi tolak ukur dalam kajian kondisi sosial ekonomi pekerja yang diakibatkan dari keberadaan industri

Pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja tersebut berguna untuk kesehatan remaja tersebut, khususnya untuk mencegah dilakukannya perilaku seks pranikah, penularan

Menstruasi terjadi kira-kira umur 9 tahun (paling lambat kira-kira 16 tahun). Variasi ini terjadi karena proses pertumbuhan setiap orang berbeda-beda. Menstruasi biasanya