• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI DAN PERANAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA FIRJAT ANGGRAINI SULWAN PUSADAN ROSNANI LAKUNNA Abstrak - FUNGSI DAN PERANAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FUNGSI DAN PERANAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA FIRJAT ANGGRAINI SULWAN PUSADAN ROSNANI LAKUNNA Abstrak - FUNGSI DAN PERANAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

220 FUNGSI DAN PERANAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN

YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA

FIRJAT ANGGRAINI

SULWAN PUSADAN ROSNANI LAKUNNA

Abstrak

Perlindungan konsumen merupakan kepentingan Manusia oleh karena menjadi harapan semua orang begitu pentingya perlindungan konsumen di Indonesia maka dikeluarkan Undang-undang perlindungan konsumen dikenal dengan UUPK perlindungan konsumen dalam bidang kesehatan merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh konsumen dalam memperoleh produlk makanan yang dapat terjamin untuk kesehatan, dimana produk makanan yang beredar diawasi oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan, untuk melakukan pengawasan makanan, sehingga pelaku usaha yang beritikat baik dapat mengedarkan makanan dan mendaptarkan produk makanan ke BPOM.

Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana pengawasan BPOM terhadap kelayakan dan keamanan produk makanan dan berperan untuk melindungi konsumen terhadap makanan yang mengandung zat berbahaya serta upaya hukum apa yang dapat dilakukan konsumen akibat zat berbahaya dalam makanan.

Penulis memperoleh data dengan melakukan penelitian kepustakaan ( Library Research ) dan data sekunder penulis peroleh melalui penelitian yang bersifat empiris yaitu memperoleh data secara langsung dengan melakukan studi berdasarkan fakta lapangan.

Akhirnya diperoleh kesimpulan antara lain kedudukan konsumen yang lemah dibandingkan produsen maka konsumen membutuhkan adanya instansi Badan POM sebagai pengawas terhadap kelayakan dan keamanan obat dan makanan untuk menghidari kerugian yang dialami konsumen mengingat masih terdapatnya makanan yang mengandung zat berbahaya di pasar dan masih minimnya pemahaman masyarakat terhadap zat berbahaya, peranan pemerintah perlu dimaksimalkan dalam penmgendalian, pengawasan dan pembinaan serta penyuluhan terhadap konsumen dan pelaku usaha, upaya hukum yang dilakukan konsumen yaitu dengan ligitasi dan non Ligitasi

Kata kunci : Fungsi dan Peran BPOM, Dalam Perlindungan Konsumen I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang RI tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah “Segala upaya

(2)

221 adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen” sedangkan Konsumen adalah Setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga,1 orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdangangkan”.

Ada empat hal yang harus diperhatikan oleh konsumen apabila membeli suatu barang yaitu

1. Aspek ekonomi mikro, seperti harga suatu produk, apakah harga itu wajar, apakah ada barang pengganti sejenis yang lebih murah, lebih sehat dan dapat diperoleh ditempat yang sama. 2. Aspek lingkungan, apakah kemasan

baik berupa botol atau kaleng produk tercemar secara kimia dan biologis atau tidak, apakah kemasan produk tersebut menggunakan dengan cara boros bahan baku yang langkah dan merusak lingkungan hidup.

3. Aspek hukum yaitu legalitas produk bila konsumen tidak puas dapat dikembalikan kepada produsen jika

1

Sidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia PT Grafindo Jakarta Tahun 2000. Hlm 16

isi kurang dari yang seharusnya, konsumen bisa mengajukan ganti rugi, label dan iklan produk tersebut sudah sesuai.

4. Aspek kesehatan dan keamanan seperti apakah produk tersebut mengandung bahan berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan konsumen.2

Fungsi BPOM sebagai unit pelaksana Tehnis berdasarkan pasal 3 peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014, unit pelaksana Tehnis di lingkungan BPOM mempunyai fungsi :

1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan. 2. Pemeriksaan secara laboratorium,

pengujian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

3. Uji laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi.

2

Undang-undang Nomor 8 Tentang

(3)

222 4. pemeriksaan setempat, contoh dan

pemeriksaan sarana produksi dan distribusi

5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

6. Sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

7. Kegiatan layanan informasi konsumen.

8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.

9. Urusan tata usaha dan kerumahtanggaan

10.Tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obatdan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.3.

Konsep konsumen telah diperkenalkan beberapa puluh tahun yang lalu di berbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki undang-undang atau peraturan khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk menyediakan sarana

3

. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Tentang Perlindungan Konsumen.

peradilan. Sejalan dengan itu berbagai negara telah menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan perlindungan kepada konsumen, menurut Sudarta secara umum di kenal empat hak dasar konsumen, yaitu : Hak mendapatkan keamanan, informasi, memilih dan di dengar.4

Data menunjukkan bahwa pada tahun 2010 terdapat sekitar 48 % Zat berbahaya ada pada makanan jajanan anak sekolah SD, dan akibat dari pada kebiasaan anak-anak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat berbahaya akan menganggu kesehatan dan tumbuh kembang anak.5

Berdasarkan hasil obervasi di Balai Pengawasan Obat dan Makanan diperoleh informasi adanya minuman yang mengandung Rhodamin B yang ditemukan pada saat pemeriksaan rutin di beberapa pasar tradisional di kota Palu.6. dan maraknya makanan jajanan yang dijual di sekolah dan pasar

4

Sidarta, Op.Cit.hlm 2

5

Antara Sulteng.com Feb. 2017

6

(4)

223 tradisional yang mengandung zat

berbahaya.

Hasil uji laboratorium yang dilakukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan di beberapa pasar tradisional di Propinsi Sulawesi Tengah masih dijumpai adanya makanan yang mengandung zat berbahaya seperti Rhodamin B, Nitrit dan Boraks data ini menunjukkan adanya peningkatan temuan zat berbahaya dalam makanan dari tahun ke tahun.

Sementara itu hasil Observasi di pasar Masomba ditemukan adanya kasus keracunan dan temuan zat berbahaya dalam makanan namun tidak mendapatkan tindaklanjut yang maksimal dan beberapa konsumen menyatakan tidak memahami perlindungan hukum apa saja yang dapat dilakukan bila mengalami kerugian akibat makanan yang mendandung zat berbahaya dan juga tidak memahami zat-zat apa yang dapat membahayakan kesehatan bila terdapat dalam makanan, hal ini menunjukkan bahwa kurang efektifnya pengawasa obat dan Makanan, berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik

untuk meneliti “Fungsi dan Peran Badan Pengawasan Obat dan

Makanan dalam Perlindungan

Konsumen terhadap makanan yang

mengandung zat berbahaya serta

upaya hukum apa yang dapat

dilakukan konsumen akibat

penggunaan makanan yang

mengandung zat Berbahaya”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peranan Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM) dalam memberi perlindungan bagi konsumen terhadap makakan yang mengandung zat berbahaya.

2. Upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan konsumen bila mengkonsumsi makanan yang mengandung zat berbahaya.

II. PEMBAHASAN

A. Peranan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Terhadap Kelayakan dan keamanan produk makanan.

(5)

224 a. Pengaturan regulasi dan

standarisasi

b. Lisensi dan sertifikasi industri dibidang Farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik. c. Evaluasi produk sebelum

diisimkan beredar

d. Pos marketing vigilance termasuk sampling dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi, menyediakan dan menegakkan hukum.

e. Pra audit dan pasca audit iklan dan produksi

f. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan.

g. Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan mempunyai unit pelaksana yang berkedudukan di daerah dengan nama Balai besar POM kekdudukan tugas atau fungsi Balai besar POM diatur berdasarkan Surat keputusan kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI no. 05018/SK/KBPOM

tanggal 17 Mei 2001 adalah sebagai berikut

Unit pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk kompelemen, keamanan pangan dan badan berbahaya. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 Unit pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan , menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan. b. Pelaksanaan pemeriksaan secara

laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkoba, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya. c. Pelaksanaan pemeriksaan

(6)

225 d. Pelaksanaan pemeriksaan

setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi.

e. Pelaksana penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

f. Pelaksanaan sertifikat produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh kepala badan.

g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.

h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. i. Pelaksanaan urutan tata usaha

dan kerumahtanggahan7

Badan Pengawasan Obat dan Makanan mempunyai unit pelaksana teknis yang berkedudukan di daerah dengan nama Balai Besar POM kedudukan tugas dan fungsi Balai Besar POM diatur berdasarkan Surat keputusan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI no.

7

Peraturan kepala BPOM RI no. 14 tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata kerja Unit pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

05018/SK/KB POM tanggal 17 Mei 2001 adalah sebagai berikut

Untuk pelaksana teknis dilingkungan Badan Pengawasan Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanaan kebijakan dibidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain. Obat tradisional, kosmetik produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimakksud dalam pasal 2, unit pelaksana teknis dilingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Hasil wawancara terhadap stap BPOM Palu, menyatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan di beberapa pasar nasional ditemukan adanya berbagai makanan yang mengandung zat berbahaya diataranya makanan yang mengandung zat Rhodamin B. Boras dan Nitrat.

(7)

226 negara diberikan tugas dan fungsi

untuk mengawasi seluruh peredaran obat dan makanan mencakup pengawasan ke pasar. Artinya pengawasan yang dilakukan oleh BPOM dari dulu sampai kehilir jadi sangat luas oleh karena itu perlu ada kerjasama yang baik antara penegak hukum dengan instansi terkait yang bertanggungjawab pada standar dan penentuan yang dilakukan, terutama menyangkut produk yang canggih dan beresiko tinggi seperti obat-obatan dimana konsumen tidak mungkin menentukan sendiri mutu produk, ketika masyarakat sebagai konsumen mempunyai hak untuk memilih suatu produk, karena pada akhirnya masyarakatlah yang menetapkan pilihannya tentang penggunaan produk.8

Hasil uji laboratorium yang di laksanakan di pasar tradisional menunjukkan adanya peningkatan jumlah sampel makanan yang mengandung zat berbahaya hal ini

8

Wawancara dengan ibu Dra Santi Tentang Fungsi dan Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan Maret Tahun 2017

menunjukkan peningkatan dari ke tahun.9

Selaku stap Serlik BPOM menyampaikan bahwa bila ditemukan dipasaran adanya makanan yang mengandung zat berbahaya maka langkah-langkah yang dilakukan oleh BPOM adalah melakukan pembinaan melalui penyuluhan dan sosialisasi terkait dengan dampak dari makanan yang mengandung zat berbahaya. Bila dikaitkan dengan informasi yang diperoleh dari stap bagian penyidik di BPOM dengan tugas dan fungsi BPOM yang tertuang dalam peraturan BPOM RI no. 14 tahun 2014 mada dapat disimpulkan bahwa BPOM telah melaksanakan tugas da fungsinya dengan benar, karena fungsi-fungsi BPOM telah dijalankan sesuai dengan petunjuk teknis yang ada.

Namun berdasarkan hasil wawancara dengan produsen dan konsumen di pasar Masomba audiens menyatakan bahwa mereka telah di ambil sampel makanan yang dijual tetapi masil lebih banyak yang

9

(8)

227 menyatakan bahwa makanan yang

dijual tidak pernah diperiksa. Selain itu juga produsen dan konsumen yang dijumpai dipasar tidak memahami zat-zat yang berbahaya apabila ditemukan dimakanan dapat membahayakan kesehatan. Dan wawancara terhadap kepala pasar Masomba terungkap bahwa telah terjadi kasus keracunan dan telah dilaporkan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan namun tidak ditindaklanjuti oleh pihak yang berwewenang.

Apabila di korelasikan antara hasil wawancara antara BPOM dengan konsumen dan produsen maka dapat dinyatakan bahwa masih terdapat kekeurangan yang dijumpai terkait dengan Fungsi dan Peran BPOM dalam perlindungan Konsumen terhadap makanan yang mengandung zat berbahaya sehingga hasil uji laboratorium masih terdapat makanan yang mengandung zat berbahaya.

Fakta lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan terkait dengan perlindungan konsumen terhadap makanan yang mengandung zat berbahaya maka upaya

pengambilan sampel makanan untuk diperiksa di Laboratorium, sosialisasi dan penyuluhan terkait dengan zat-zat berbahaya perlu ditingkatkann dan dilakukan secara berkala.

B. Upaya Hukum Yang Dapat

dilakukan Konsumen Akibat

Penggunaan Zat Berbahaya

dalam Makanan

Sengketa konsumen adalah berkenaan dengan pelanggaran hak konsumen dalam hal penyelesaian sengketam konsumen, dibeberapa negara pada umumnya dibentuk satu badan atau lembaga khusus, seperti di Inggris, Hongkong dan Swedia dikenal lembaga yang disebut “Small Claim Carf “ ( Peradialan konsumen kecil ) di Belanda dikenal dengan nama “Chillen

Commissie” ( komisi penyelesaian

(9)

228 konsumen, bisa melalui pengadilan

atau diluar pengadilan, sehubungan dengan penyelesaian sengketa konsumen pasal 45 ayat (2) undang-undang nomor 8 tahun 1999 menyatakan :

Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan para pihak untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa ( pelaku usaha dan konsumen ) tanpa melalui pengadilan atau Badan dan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan undang-undang.

Dengan demikian berdasarkan ketentuan pasal 45 ayat (2) undang-undang nomor 8 tahun 1999 dihubungkan dengan penjelasannya, sehingga upaya melindungi konsumen sebagai pemakai akhir dari produk suatu barang atau jasa membutuhkan berbagai aspek hukum agar

benar-banar dapat terlindungi dan adil maka dapat disimpulkan penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut :

1. Penyelesaian sengketa melalui

pengadilan

Pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha melalui pengadilan menurut pasal 46 undang-undang nomor 8 tahun 1999 melalui :

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan.

b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama

(10)

229 d. Pemerintah datau instansi terkait

apabila barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit.

Menurut Mas Ahmad Santoso, pakar hukum lingkungan, berpendapat bahwa :

Class Action adalah gugatan perdata

yang dilajukan oleh sejumlah orang sebagai perwakilan kelas mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga korban”10

Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa Class Action adalah beberapa orang yang mengajukan gugatan dimana merasa dirugikan oleh suatu produk sehingga menuntut ganti rugi di pengadilan bukan untuk diri sendiri akan tetapi juga untuk semua orang yang telah mengalami kerugian yang sama, namun kesulitan cara ini adalah : Sulit menentukan orang yang dirugikan, Kalau gugatan diterima, pengadilan harus membuka daftar

10

Mas Ahmad Santosa, Konsep dan Penerapan gugatan perwakilan (Class action) lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan, Jakarta 1997, hlm 20.

tempat orang yang merasa dirugikan oleh hal yang sama mendaftarkan diri, Memakan waktu lama dan biaya mahal. Dalam perkara Class Action semua obyek atau individu yang mempunyai tuntutan hak tidak perlu berlaku sebagai pihak cukup diwakili oleh kelompok. Hambatan untuk melakukan hal seperti itu dalam pengadilan di Indonesia adalah adanya ketentuan bahwa individu yang mewakili kepada pihak lain harus disertai dengan istilah Class Action..

2. Penyelesaian Sengketa di Luar

Pengadilan

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat dilaukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang dibentuk dan diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen, dimana tugas utamanya adalah menyelesaikan sengketa atau perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha.

(11)

230 untuk membentuk majelis11, dengan

jumlah anggota yang harus berjumlah ganjil terdiri dari sedikit-sedikitnya 3 ( tiga ) orang yang mewakili semua unsur dan dibantu oleh seorang panitera. Menurut ketentuan dalam pasal 54 ayat ( 4 ) UUPK, ketentuan teknis dan pelaksanaan tugas majelis BPSK yang akan menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen diatur Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang jelas BPSK diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang diserahkan kepadanya jangka waktu 21 hari, terhitung sejak gugatan diterima oleh BPSK. Lembaga penyelesaian diluar pengadilan yang dilaksanakan BPSK dikhususkan bagi konsumen perorangan memiliki perselisihan dengan pelaku usaha. Sifat penyelesaian sengketa yang cepat dan murah yang memang dibutuhkan oleh konsumen terutama konsumen perorangan tanpaknya sudah cukup

11

Sudaryanto, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, Tahun 1999,hlm 1

terakomodasi dalam undang-undang perlindungan konsumen.

Sangsi administrative merupakan suatu hak khusus yang diberikan oleh UUPK, yaitu pasal 60 kepada BPSK atau tugas dan kewenangan yang diberikan oleh UUPK ini kepada BPSK untuk menyelesaikan persengketaan konsumen diluar pengadilan. Menurut ketentuan pasal 60 ayat 2 dan pasal 60 ayat 1 UUPK, sangsi administratif yang dapat dijatuhkan oleh BPSK adalah berupa penetapan ganti rugi sampai setingi-tingginya Rp. 200.000.000,- ( dua ratus juta rupiah ) terhadap para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap :

(12)

231 pemberian jaminan atau garansi yang

telah ditetapkan sebelumnya baik berlaku terhadap pelaku usaha yang memperdagangkan barang atau jasa. Dari beberapa kasus pengaduan yang tercatat, menunjukkan bahwa hak konsumen di Indonesia belum mencukupi hak yang harus diterima oleh konsumen yang terkandung dalam Per Undang-Undangan perlindungan konsumen. Adanya temuan dan pengaduan yang tercatat di BPOM dab BPSK serta hasil diskusi dengan kepala pasar Masomba menyatakan bahwa ada konsumen yang memberi pengaduan atas ketidak puasannya terhadap bahan makanan yang mengandung zat berbahaya yang digunakan pihak pelaku usaha namun konsumen harus mengikuti prosedur yang panjang untuk mendapatkan keputusan pelayanan bagi konsumen dan ada yang tidak diproses dengan baik. Padahal menurut pasal 5 undang-undang perlindungan konsumen ayat 7 hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, pada kenyataannya

konsumen belum mendapatkan haknya dan seringkali tidak diabaikan.

Sering keracunan makanan, korban merasa takut untuk melaporkan kejadian yang menimpanya kepada pihak pemerintah, karena konsumen berfikir jika kasus dilaporkan akan banyak biaya yang dikkeluarkan sehingga konsumen mengabaikan kasus tersebut misalnya ada masyarakat yang keracunan makanan yang mengandung zat berbahaya.12

Masyaralkat di pasar Masomba, menyatakan bahwa pernah melapor ke BPOM terkait dengan adanya makanan yang dicurigai mengandung zar berbahaya namun tidak ditindaklanjuti dengan semestinya dan sebagian masyarakat tidak memahami hak-haknya dalam perlindungan konsumen13

A. Kesimpulan

1. Peranan Badan Pengawasan Obat dan Makanan sangat diperilukan untuk memberi perlindungan kepada

12

Medium Sirait, Tiga Dimensi Farmasi Jakarta Instansi Darma Mahardika Tahun 2001, hlm 22

13

(13)

232 konsumen terhadap makanan yang

beredar di pasar, fungsi BPOM dalam adalah Peraturan, dan regulasi, standarisasi, evaluasi produk sebelum beredar, pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produk distributor penyidikan dan penegakkan hukum juga melakukan pengawasan, komunikasi, informasi dan edukasi melalui badan yang terkait mengingat masih adanya kasus kerancunan dan hasil laboratorium menunjukkan makanan mengandung zat berbahaya sebagai indikasi masih lemahnya implementasi fungsi dan peran BPOM dalm perlindungan Konsumen. Dan kedudukan

konsumen sangat lemah dibandingkan produsen .

2. Upaya hukum yang dapat dilakukan Konsumen yaitu ligitasi ( pengadilan ) maupun diluar pengadilan.

B. Saran-Saran

1. Diharapkan agar Badan Pengawasan Obat dan makanan lebih proaktif dalam menjalankan Fungsi dan perannya dalam melakukan perlindungan konsumen.

(14)

233 DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Mas Ahmad Santosa, Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan, Jakarta 1997.

Sidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grafindo, Jakarta tahun 2000 Sudaryanto, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti Bandung Tahun 1999 Az nasution konsumen dan Hukum pustaka sinar harapan, Jakarta Tahun 1995.

Medium Sirait, Tiga Dimensi Farmasi Jakarta, Instansi Darma Mahardika 2001. B. Peraturan Per Undang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tentang Perlindungan Konsumen Tahun 1999

Peraturan Kepala Badan POM RI No 14 “Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Linngkungan Badan Pengawasan Obat dan Makanan tahun 2014.

C. Bahan Lain

1. Wawancara dengan ibu Dra Santi tentang Fungsi dan Peran Badan Pengawasan Obat dan Makanan 11 Maret 2017

2. Wawancara dengan Warga pasar masomba Tentang Zat Berbahaya April Tahun 2017 BPOM Palu, Hasil Pengujian Laboratorium Pasar Tradisional Prop. Sulteng Tahun 2017 Antara, Sulteng Com, Tentang Zat Berbahaya Dalam Makanan Jajanan Anak SD

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur pencatatan waktu Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan. Dalam prosedur pencatatan waktu, pekerjaan mencatat waktu pada dasarnya dapat dipisahkan menjadi

Namun, Peraturan Perundang-Undangan lain mengenai informasi yang dicantumkan pada label obat ini telah banyak diterbitkan oleh pemerintah dan Badan Pengawas Obat dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Balai Besar POM Yogyakarta dalam pengawasan produk obat dan makanan yang mengandung zat berbahaya sudah baik namun belum

Di lingkungan UPT Badan POM, melaksanakan pembentukan Panitia Penilai Arsip dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan atau pejabat berwenang

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia. Keputusan

Berdasarkan pemaparan yang dikemukakan sebelumnya pada pembahasan dari permasalahan yang diajukan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1) Kedudukan dan Fungsi BPOM

(1) Pada saat Peraturan Kepala ini berlaku permohonan SKI yang telah diterima dan belum mendapat persetujuan tetap diproses berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas

Bentuk pengawasan yang dilakukan BPOM Kepri yaitu dibagi menjadi pengawasan atau disebut sabagai 3 pilar utama pengawasan yaitu, pemerintah, produsen, masyarakat,bentuk pengawasan yang