• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rinitis alergi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rinitis alergi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernapasan Atas Anatomi Makroskopik

Hidung

Organ hidung merupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran nafas  2 buah nares anterior = apertura nasalis anterior (lubang hidung)

 Vestibulum nasi adalah bagian depan rongga hidnunh, tempat muara nares anterior. Pada mucosa hidung terdapat cilia yang kasar yang berfungsi sebagai saringan udara.  Rangka hidung = bagian luar dibentuk oleh tulang – tulang sebagai berikut: os nasal,

processus frontalis ox maxillaris.

Bagian dalam rongga hidnung yang berbentuk terowongan disebut cavum nasi, mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior ynag dikenal dengan choanae.

Cavum Nasi (rongga hidung) mempunyai : dasar , atap, dinding lateral dan medial.

Dasar : Dibentuk oleh proccessus palatinys os maxilla dan lamina hoizontalkos palatinus. Atap : Bagian bawah atap dibentuk os frontal dan os nasal, bagian tengah oleh lamina cribosa os ethmoidalis

Dinding : Bagian lateral oleh tonjolan tulang conchae nasalis 3 buah superior, media, dan inferior. Diantaranya ada saluran yang dinamakan meatus nasalis.

Sekat antara kedua rongga hidung dibatasi oleh dinding yang berasal dari tulang dan mucusa disebut septum nasi yang dibentuk oleh tulang – tulang sebagai berikut:

1. Kartilago septi nasi 2. Os vomer

3. Lamina perpendicularis os ethmoidalis.

Dalam cavum nasi terdapat concha nasalis, yaitu tonjolan yg terbentuk dari tulang tipis dan ditutupi mucusa yang dapat mengeluarkan lendir. Dalam cavum nasi, terdapat 3 buaha concha nasalis, yaiutu :

1. Concha nasalis superior 2. Concha nasalis media 3. Concha nasalis inferior

(2)

Ada 3 buah saluran keluar cairan melalui hidung, yaitu : 1. Meatus nasalis superior

2. Meatus nasalis media 3. Meatus nasalis inferior

Pada sudut mata medial terdapat hubungan hidung dan mata melalui “ductus nasolacrimalis” tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior. Pada nasopharyng terdapat hubungan antara hidung dengan rongga telinga, melalui O.P.T.A (Osteum Pharyngeum Tuba Auditiva) yg dikenal dengan Eustachii.

Sinus Paranasalis

Pada tulang cranium juga terdapat rongga – rongga yang disebut dengan sinus. Sinus – sinus yang berhubungan dengan cavum nasi dekanl dengan sinus paranasalis. Dan namanya sesuai dengan nama tulang rongga tersebut, antara lain :

1. Sinus sphenoidalis ada 2 buah. Mengeluarkan sekresinya melalui resesus sphenoethmoidalis keluar pada meatus superior di atas concha nasalis superior.

2. Sinus frontalis => ke meatu media

3. Sinus Ethmoidalis => ke meatus superior dan meatus media

4. Sinus maxilallirs => ke meatus media. Sinus maxillaris berbentuk piramid terdapta dalam corpus maxillare di belakang pipi (os zygomaticum), dasart sinus berhubungan dengan akar gigi premolar dan molar.

Larynx

Dimulai dari aditus laryngis sampai batas bawah cartilago cricoid. Rangka laryng terbentuk oleh tulang dan tulang rawan.

- Berbentuk tulang adalah os.hyoid (1 buah), dapat diraba di daerah batas atas leher dengan batas bawah dagu.

- Berbentuk tulang rawan adalah thyroid (1 buah), arytenoid (2 buah), epiglotis (1 buah)  pada arytenoid bagian ujung (apex) terdapat tulang rawan kecil cartilago cornuculata dan cuneiforme (sepasang).

(3)

Larynx merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas, menyerupai limas yg disebut “cavum laryngis”  bagian atas adl “aditus laryngis” (pintu) lebih besar dari bagian bawah, yaitu cartilago cricoid yang berbentuk lingkaran.

Os Hyoid (1 buah)

- Terbentuk dr jaringan tulang, seperti besi telapak kuda - Mempunyai 2 buah cornu, cornu majus dan minus

- Dapat diraba pada batas antara batas atas leher dengan pertengahan dagu - Berfungsi sebagai tempat perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid

Cartilago Thyroid (1 buah)

- Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan, yang dikenal dengan “prominen’s laryngis” atau “Adam’s Apple” atau jakun pada laki-laki.

- Melekat ke atas dengan os hyoid dan ke bawah dengan cartilago cricoid, ke belakang dengan arytenoid.

- Jaringan ikat ny adalah “membrana thyrohyoid”. - Memiliki cornu superior dan cornu inferior. - Pendarahan dari a.thyroidea superior dan inferior. Cartilago Arytenoid (2 buah)

- Terletak posterior dari lamina cartilago thyroid dan di atas dari cartilago cricoid. - Berbentuk seperti burung pinguin, ada cartilago cornuculata dan cuneiforme. - Kedua arytenoid dihubungkan oleh m.arytenoideus tranversus.

Epiglotis (1 buah)

- Tulang rawan berbentuk sendok.

- Melekat diantara kedua cartilago arytenoid. - Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis.

- Berhubungan dgn cartilago arytenoid melalui m.aryepiglotica.

- Pada waktu biasa epiglotis terbuka, tetapi pada waktu menelan epiglotis menutup aditus laryngis  supaya makanan jgn masuk ke larynx.

(4)

- Batas bawah cartilago thyroid (daerah larynx).

- Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial lateral.

- Batas bawah adalah cincin pertama trachea.

- Berhubungan dengan cartilago arytenoid dengan otot m.cricoarytenoideus posterior dan lateralis.

Pada bagian belakang (posterior) akan terlihat : cartilago arytenoideus, cartilago cornuculata dan lig.vocalis di posisi atas cartilago cricoid. Pada posisi lateral regio larynx akan terlihat : linea obliq cartilago thyroid, lig.cricothyroid medial dan lateralis.

Mikroskopis Epiglotis

Kerangka epiglotis terbentuk dari tulang rawan elastis. Kerangka ini dilapisi oleh epitel yang berbeda. Permukaan laryngeal, dilapisi oleh epitel bertingkat torak dengan silia dan sel

(5)

goblet, sama seperti epitel saluran pernafasan lainnya. Sedangkan permukaan lingual dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, yang merupakan kelanjutan dari epitel rongga mulut. Di bawah epitel terdapat lamina propria yang terisi oleh kelenjar campur. Pada daerah ujung epiglotis dapat dilhat peralihan kedua jenis epitel ini.

Trakea

Kerangka trakea dibentuk dari tulang rawan hialin (disebut pars cartilaginea trakea) berbentuk cincin seperti huruf C. Kedua ujung tulang rawan tersebut dihubungkan oleh jaringan ikat yang disebut pars membranasea trakea. Pada pars membranasea terdapat muskular polos. Mucosa trakea juga dilapisi oleh epitel bertingkat torak dengan silia dan sel goblet. Dibagian luar, trakea dibungkus oleh jaringan ikat jarang, yaitu tunika adventitia. LI. 2 memahami dan menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Atas

Fungsi

Mulut, hidung dan lubang hidung mempunyai fungsi sebagai jalur pertama masuknya udara saat bernafas dan menghangatkan, memfilter, dan melembabkan udara yang masuk.

Faring. Disini tenggorokan dibagi atas trakea (saluran udara) dan esophagus (saluran pencernaan). Disini juga ada kartilago menjulur yang disebut epiglotis yang berfungsi untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran nafas.

Laring

Tempat ini juga dikenal sebagai kotak suara (voice box) karena disinilah tempat dimana suara dihasilkan. Laring juga melindungi trakea dengan cara menimbulkan relfek batuk apabila ada objek padat yang melewati epiglotis.

Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel

tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Respirasi internal atau seluler megacu

kepada proses metabolisme intrasel yang berlangsung di dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selama penyerapan energi dari molekul nutrient.

Respirasi eksternal mengacu kepada keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat dalam pertukaran O2 dan CO2 antara linkungan eksternal dan sel tubuh. Pernapasan eksternal

(6)

1. Udara secara bergantian bergerak masuk keluar paru, sehingga dapat terjadi pertukaran antara atmosfer (lingkungan eksternal) dan kantung udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh kerja mekanis pernapasan atau ventilasi.

2. Oksigen dan karbon dioksida dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah di dalam kapiler pulmonalis melalui proses difusi.

3. Oksigen dan karbon dioksida diangkut oleh darah antara paru dan jaringan.

4. Pertukaran O2 dan CO 2 terjadi antara jaringan dan darah melalui proses difusi melintasi kapiler sistemik (jaringan).8

Mekanisme

O2 dipindahkan dari udara ke jaringan-jaringan,dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat

dibagai menjadi tiga stadium, yaitu ventilasi,transportasi, dan repirasi sel. Ventilasi

Merupakan gerak udara masuk paru yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dan alveoli akibat gerakan paru dalam rongga dada yang diperkuat oleh otot-otot pernapasan. Tekanan intrapleura menjadi lebih negatif selama inspirasi dan kurang negatif selama ekspirasi. Udara bergerak ke dalam paru selama inspirasi bila tekanan alveolus lebih rendah daripada tekanan atmosfir, dan udara keluar dari paru selama ekspirasi bila tekanan atmosfir.

Transportasi

a. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan. Penggerak kekuatan difusi gas melewati membran alveolokapiler terdiri dari perbedaan tekanan parsial antara darah dan rongga alveolar. Perbedaan tekanan parsial untuk difusi O2 relatif besar : O2 alveolar kira-kira 100

mmHg dan sekitar 40 mmHg dalam darah kapilar paru venosa campuran. Difusi CO2

dari darah ke alveolus membutuhkan perbedaan tekanan parsial yang lebih kecil daripada O2 karena CO2 lebih dapat larut dalam lipid.

b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus. Hal ini berkaitan dengan hubungan antara ventilasi(dalam paru)-perfusi(aliran darah dalam kapiler). Idealnya, efisiensi pertukaran gas yang optimal akan diberikan melalui distribusi dan perfusi sehingga

(7)

ventilasi-perfusi hampir seimbang (pada orang normal). Keseluruhan V/Q normal adalah 0,8(4L/menit : 5L/menit). Karena gaya gravitasi aliran darah pulmonal, V/Q pada apex paru lebih tinggi dari 0,8 (V lebih tinggi dari Q), sedangkan V/Q pada basis paru lebih rendah dari 0,8(V lebih rendah dari Q). Ketidaksamaan V/Q yang menyebabakan hipoksemi terjadi pada kebanyakan penyakit pernapasan.

i. Unit untung rugi (V/Q > 0,8), ventilasi normal tanpa perfusi (pada embolisme paru) ii. Unit pirau (V/Q <0,8), tanpa ventilasi perfusi normal (pada edema paru, pneumonia) iii. Unit diam , tanpa ventilasi dan perfusi

Menjelaskan Mekanisme Batuk

Inspirasi dalam, diikuti ekspirasi kuat melawan glotis yang tertutup. Peningkatan tekanan intrapleura 100mmHg atau lebih. Glotis tiba-tiba terbuka mengakibatkan redakan aliran udara ke luar dengan kecepatan 965km atau (600mil)/jam.

Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase:

Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus dan pita suara menutup, sehingga udara terjerat dalam paru2

Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, so diafragma naik dan mnekan paru2, diikuti pula dengan kontraksi intercosta internus. yang pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada paru2 meningkat hingga 100mm/hg.

Fase 3 (Ekspirasi), Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak keluar dari paru

Batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh yang berguna untuk membersihkan saluran trakeobronkial. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan berbagai efek yang tidak mengun-tungkan berupa penumpukan sekret yang berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain. Batuk yang tidak efektif mungkin terjadi karena gangguan di saraf aferen, pusat batuk atau di saraf eferen yang ada. Batuk yang berlebihan akan terasa mengganggu. Penyebab batuk juga amat beragam, mulai dari kebiasaan merokok sampai pada berbagai penyakit baik di paru maupun di luar paru. Keluhan batuk juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi mulai dari yang ringan sampai yang berat

(8)

Reflek bersin mirip dengan reflek batuk kecuali bahwa refleks ini berlangsung pada saluran hidung, bukan pada saluran pernapasan bagian bawah. Rangsangan awal menimbulkan refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls saraf aferen berjalan dalam nervus ke lima menuju medulla tempat refleks ini dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan refleks batuk tetapi uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing. Mekanisme respirasi normal/istirahat :

Proses inspirasi

Rangsangan otomatis datang dari pusat pernafasan dorsal medula oblongata. Sinyal dibawa n. splenknikus ke diafragma. Diafragma berkontraksi perluasan volume thorak & paru + penurunan tekanan intra thorak udara atmosfer mengalir masuk ke paru

Proses ekspirasi

Rangsang dari pusat pernafasan dorsal di medula oblongata dihentikan oleh pusat pneumotaksik di medula oblongata sinyal terhenti diafragma relaksasi rongga thorak menyempit tekanan naik udara keluar. Otot-otot tersebut relaksasi dan recoil elastis paru-paru dan thorak yang menyebabkan penurunan volume thorax
Kekuatan inspirasi dan ekspirasi dibantu oleh kontraksi otot pernafasan asesoris.

Pengaturan pernafasan pada orang yang berolah raga/latihan :

1. Kontraksi otot membutuhkan ATP meningkatkan metabolisme pembentukkan ATP oksigendarah menurun, karbondioksida darah meningkat.

2. Penurunan oksigen darah merangsang kemoreseptor di bulbus aorta & bulbus karotis n. vagus pusat pernafasan dorsal MO & pusat pernafasan ventral MO peningkatan sinyal ke diafragma & otot-otot inspirasi & ekspirasi pernafasan cepat dan kuat.

3. Peningkatan karbondioksida darah berdifusi melalui sawar darah otak ke cairan serebrospinal & terjadi reaksi CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3- (kadar ion H+ akan

merangsang kemosensitif MO) rangsangan ke pusat pernafasan ventral & dorsal peningkatan frekuensi & kekuatan inspirasi dan ekspirasi.

Rinitis Alergi Definisi

(9)

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

Klasifikasi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu: 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. 2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (Bousquet et al, 2001).

Etiologi

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat.

Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994).

(10)

 Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

 Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang

 Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.

 Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003)..

Patogenesis

Pajanan terhadap alergen pada orang atipik menyebabkan produksi IgE dan infiltrasi mukosa hidung oleh sel-sel inflamasi. Reaksi klinis pada paparan ulang dengan alergen disebut sebagai fase respon awal dan fase respon alergi akhir. Pelekatan IgE pada permukaan sel mast oleh alergen menginisiasi respon awal, yang dikarakterisasikan dengan terjadinya degranulasi sel mast dan pengeluaran mediator inflamasi, seperti histamin, prostaglandin E2,

dan leukotrien sisteinil.

Target di mukosa hidung adalah kelenjar mukus, saraf, pembuluh darah dan sinus vena. Respon akhir terjadi setelah 4-8 jam terpapar oleh alergen dan disertai dengan infiltrasi sel T yang mensekresi sitokin dan eosinofil dengan sekresi protein, protein dengan sifat kation dan leukotrien yang dapat menyebabkan kerusakan epitel. Hal ini akan menimbulkan gejala klinis dan histologi yang nyata pada alergi yang kronik.

1. Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

(11)

3. Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klini rinitis alergi adalah sebagai berikut:

 Bersin patologis. Bersin yang berulang lebih 5 kali setiap serangan bersin.  Rinore. Ingus yang keluar.

 Gangguan hidung. Hidung gatal dan rasa tersumbat. Hidung rasa tersumbat merupakan gejala rinitis alergi yang paling sering kita temukan pada pasien anak-anak.

 Gangguan mata. Mata gatal dan mengeluarkan air mata (lakrimasi).

 Allergic shiner. Perasaan anak bahwa ada bayangan gelap di daerah bawah mata akibat stasis vena sekunder. Stasis vena ini disebabkan obstruksi hidung.

 Allergic salute. Perilaku anak yang suka menggosok-gosok hidungnya akibat rasa gatal  Allergic crease. Tanda garis melintang di dorsum nasi pada 1/3 bagian bawah akibat

kebiasaan menggosok hidung. Diagnosis

Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan: Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).

(12)

Pemeriksaan Fisik

Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002). Diagnosis Banding

Tatalaksana

Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Antihistamin

Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian antihistamin dengan atau tanpa vasokonstriktor atau kortikosteroid peroral atau lokal. Terdapat lima kelas antihistamin, dan mungkin perlu dilakukan uji coba sebelum menentukan mana yang paling efektif dengan efek samping terkecil. Antihistamin kelas H1 adalah obat terpilih dalam penanganan rhinitis alergi.

Obat ini mengganggu kerja histamin dengan menghambat tempat histamin H1. Pseudoefedrin

dan fenilpropanolamin oral juga dapat digunakan bila gejala utama rhinitis alergi berupa kongesti. Obat ini efektif digunakan bersama antihistamin karena memiliki efek samping berupa rangsangan berlebihan dan insomnia.

Natrium kromolin intranasal dapat digunakan sebagai profilaksis, karena obat ini dapat menghambat pelepasan histamin dari sel mast paru-paru dan tempat-tempat tertentu.

(13)

Operatif

Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage, Sciinneider, 2001).

Imunoterapi

Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan (Mulyarjo, 2006).

Komplikasi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah: Polip hidung

Memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. Sinusitis paranasal

Merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).

Prognosis

Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada anak-anak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen. Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.

Pencegahan

Yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi sebisa mungkin penyebabnya.

(14)

LI. 4 Hubungan Fungsi Pernafasan dan hokum islam

Islam melarang kita bernafas dalam gelas sewaktu minum, dan meniupnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah, Rasulullah SAW bersabda: “Jika kalian minum maka janganlah bernafas dalam wadah air minumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: “Sesungguhnya Nabi SAW melarang untuk bernafas atau meniup wadah air minum.” (HR. Al-Tirmidzi dan Abu Dawud). Dan dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi SAW bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian minum maka janganlah ia bernafas di dalam gelas, akan tetapi hendaklah ia menjauhkan tempat minumnya dari mulutnya.” (HR. Ibnu Majah).

Rasulullah juga memberikan contoh ketika minum beliau bernafas sebanyak 3 kali seperti hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA, ia berkata: Adalah Rasulullah SAW bernafas ketika minum sebanyak tiga kali dan beliau bersabda: “Sesungguhnya yang demikian lebih memuaskan, lezat, dan mudah ditelan, serta lebih selamat.”(HR. Muslim, Ahmad, Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah). Islam melarang kita bernafas dalam gelas sewaktu kita minum, ini menunjukkan bahwa ada suatu hikmah dan manfaat yang dapat kita peroleh karena Islam adalah rahmat untuk semesta alam. Sebagaimana diketahui dalam ilmu kimia, air memiliki nama ilmiah H20, dan apabila kita menghembuskan napas pada minuman, kita akan mengeluarkan karbon dioksida (CO2). Apabila karbon dioksida (CO2) bercampur dengan air (H20), akan menjadi senyawa asam karbonat (H2CO3). Zat asam inilah yang berbahaya bila masuk kedalam tubuh kita.

Disamping itu air juga mengandung zat kapur (CaO), apabila ditiup oleh nafas manusia (CO2) akan bereaksi menjadi batu kapur (CaCO3). Masalahnya, batu kapur ini adalah salah satu dari batu ginjal yang paling sering ditemui. Dapat kita bayangkan jika kedua zat berbahaya ini selalu masuk kedalam perut kita, tentu dapat menimbulkan penyakit. Namun demikian, kebenaran Islam tidak membutuhkan dalil pembenar ilmiah melalui penelitian iptek, karena kebenaran iptek hanyalah kebenaran temporer yang dapat berubah mengikuti perkembangan ilmu. Kebenaran Islam adalah kebenaran hakiki dan abadi, sehingga dengan ataupun tanpa dibuktikan kebenarannya melalui iptek, ajaran Islam akan selalu benar, yang bisa kita katakan hanyalah sami’naa wa atho’naa (kami telah mendengar dan kami akan mamatuhinya).

(15)

Daftar Pustaka

Adams, Boies, Higler.1997. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC: Jakarta Dr.H.Inmar Raden. Anatomi Kedokteran.

Dykewicz MS, Hamilos DL (February 2010). "Rhinitis and sinusitis". J. Allergy Clin.

Immunol. 125 (2 Suppl 2): S103–15

Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC: Jakarta

May, J.R.; Smith, P.H. (2008). Allergic Rhinitis. In Dipiro, J.T.; Talbert, R.L.; Yee, G.C. et al.. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach (7th ed.). New York: McGraw-Hill. pp. 1565–75.

(16)

BLOK RESPIRASI

Paparan Kajian Ilmiah

Rhinitis Alergi

Oleh : Nuraga Wishnu Putra 1102011199

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi Jakarta Tahun Ajaran 2012/2013

Referensi

Dokumen terkait

Peta Lokasi Pumping Test Sumur Dalam Kota Denpasar (10 titik data primer dan 5 titik data sekunder) Sumber : Hasil pemetaan.. Peta Kontur Air Tanah Tertekan Kota Denpasar

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkanoleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang

selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberi kesempatan untuk

Tapi sebelum itu untuk mengetahui nomor ekstensi dari masing-masing  pesawat telepon yang terhubung ke PABX, praktikan cukup menekan tombol #*9 maka secara otomatis

Klien : ( menarik nafas) Yang paling utama ialah sikap saya : ( menarik nafas) Yang paling utama ialah sikap saya sendiri iaitu masalah kewangan sebab saya ni memang sendiri

Sementara deaerators mekanis yang paling efisien menurunkan oksigen hingga ke tingkat yang sangat rendah (0,005 mg/liter), namun jumlah oksigen yang sangat kecil

Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan para pakar hukum Islam atau dapat digunakan oleh praktisi hukum Islam dan pihak berwenang

Jika terdapat bukti objektif bahwa kerugian penurunan nilai telah terjadi atas pinjaman yang diberikan dan piutang atau investasi dimiliki hingga jatuh tempo yang