1
ANALISA PERBANDINGAN FORMULA RUNUP DAN OVERTOPPING UNTUKGELOMBANG IRREGULAR PADA STRUKTUR DASAR KASAR (Sholihin Alfansuri1), Suntoyo2), Haryo Dwito Armono3))
Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Institute Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo – Surabaya 60111
E-mail: sholihin.alfansuri@gmail.com Abstrak
Runup gelombang terjadi ketika gelombang datang dan menghantam suatu struktur, air yang terbawa oleh
momentumnya terdorong naik merayap ke atas permukaan struktur. Ketinggian vertikal dari SWL yang berhasil dicapai oleh gelombang datang inilah yang disebut dengan runup gelombang, sedangkan
overtopping adalah limpasan air yang terjadi dibelakang struktur yang dapat mengakibatkan
runtuh/tererosinya struktur akibat perbedaan elevasi muka air di belakang dan di depan struktur cukup besar. Hal ini dapat menimbulkan kecepatan aliran cukup besar yang dapat menarik butiran tanah di belakang dan pada pondasi struktur. Runup gelombang merupakan fungsi dari parameter gelombang pecah (Irribaren
number) sedangkan overtopping merupakan fungsi dari crest height (Rc). Nilai runup gelombang dan overtopping menjadi penting dalam desain struktur pelindung pantai, nilai runup dan overtopping
berpengaruh terhadap desain puncak struktur. Dari analisa dan pembahasan perbandingan formula runup pada gelombang irregular dan struktur dasar kasar diperoleh formula yang lebih reliable/handal yaitu formula dari Van Der Meer dan Stam tahun 1992 dengan nilai RMSE sebesar 0.416 sedangkan untuk formula overtopping untuk gelombang irregular dan struktur dasar kasar diperoleh formula yang lebih
reliable/handal yaitu formula dari Tom Bruce 2006 dengan nilai RMSE sebesar 0.007478
Kata Kunci: Runup, Overtopping, Gelombang Irregular, Struktur Kasar, RMSE 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Struktur perlindungan pantai merupakan struktur yang memisahkan antara daratan dan perairan, terutama berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan gelombang (overtopping) ke darat. Daerah yang dilindungi adalah daratan tepat di belakang bangunan. Air yang melimpas di belakang struktur/bangunan akan terinfiltrasi melalui permukaan tanah dan mengalir kembali ke laut. Apabila perbedaan elevasi muka air di belakang dan di depan bangunan cukup besar dan dapat menimbulkan kecepatan aliran cukup besar yang dapat menarik butiran tanah di belakang dan pada fondasi bangunan (piping). Keadaan ini dapat mengakibatkan rusak/runtuhnya bangunan (CERC, 1984).
Overtopping gelombang bisa diijinkan atau
dikehendaki terjadi pada struktur dan juga tidak diperkenankan terjadi tergantung pada tipe struktur pelindung pantai yang dikenai. Pada beberapa kasus dimana levees (tanggul) biasanya berfungsi sebagai pelindung suatu daerah, overtopping kemungkinan bisa menyebabkan limpahan air yang berlebihan atau overtopping akan menyebabkan erosi pada sistem bangunan yang mengakibatkan kerusakan atau kegagalan struktur.
Berbagai penelitian skala laboratorium telah dilakukan untuk mendapatkan persamaan wave
runup antara lain oleh Battjes (1974), Van der meer
and Stam (1992), Ahrens (1988) dan lain sebagainya. Fenomena lain yang terkait dengan
runup gelombang yaitu overtopping. Overtopping
merupakan fenomena yang sangat penting dalam sebuah konstruksi struktur pelindung pantai terutama dalam desain puncak elevasi suatu struktur pelindung pantai. Banyak penelitian terkait dengan overtopping. Masing-masing melakukan studi experimental dan memberikan formulasi empirik yang berbeda-beda terkait dengan masalah
overtopping.
Penelitian terkait dengan wave runup dan
overtopping telah menghasilkan formulasi empirik
yang berbeda-beda, hal ini menjadi menarik jika dilakukan analisa terhadap formula-formula wave
runup dan overtopping untuk diketahui
perbandingan serta sensitivitas dari masing-masing formula tersebut. Dapat juga mengetahui formula mana yang lebih mudah, handal, akurat serta bersifat universal dalam perhitungan wave runup dan overtopping.
1.2. Permasalahan
Dari analisa latar belakang di atas maka timbul beberapa perumusan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini, yaitu:
2
1. Bagaimana hubungan antar formula runup danovertopping untuk gelombang irregular,
struktur dasar kasar?
2. Bagaimana perbandingan antar formula runup dan overtopping untuk gelombang irregular, struktur dasar kasar?
3. Formula runup dan overtopping mana yang palinga reliable/handal?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari tugas akhir ini adalah:
1. Mengetahui hubungan antar formula runup dan
overtopping untuk gelombang irregular, struktur
dasar kasar.
2. Mengetahui perbandingan antar formula runup dan overtopping untuk gelombang irregular, struktur dasar kasar.
3. Mengetahui formula runup dan overtopping yang paling reliable/handal.
1.4. Manfaat
Dari kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian Tugas Akhir ini, akan diketahui hubungan dan perbandingan dari tiap-tiap formula runup dan
overtopping untuk gelombang irregular serta dapat
mengetahui formula mana yang paling
reliable/handal. Data ini dapat digunakan sebagai
referensi terutama dalam desain elevasi puncak struktur pelindung pantai serta pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang coastal engineering.
1.5. Batasan Masalah
Untuk mempersempit masalah dan memudahkan perhitungan, maka masalah akan dibatasi dengan beberapa hal sebagai berikut:
1. Penelitian ini dikhususkan pada kondisi gelombang irregular.
2. Dilakukan pada kondisi struktur dasar yang kasar (Rough).
3. Data gelombang runup menggunakan data dari hasil eksperimen para peneliti yang terkait dengan runup gelombang untuk kondisi struktur dasar yang kasar (rough).
4. Data gelombang overtopping menggunakan data dari hasil eksperimen para peneliti yang terkait dengan overtopping untuk kondisi struktur dasar kasar (rough).
5. Formula runup yang akan di analisa yaitu: a) Ahrens dan Himbaugh (1988) b) Van Der Meer dan Stam (1992) c) N.J. Shankar (2002)
d) Janaka J. Wijetunge (2008)
6. Formula overtopping yang akan di analisa yaitu:
a) Klabbers (2003) b) Tom Bruce (2006)
c) Janaka J. Wijetunge (2008)
7. Pengambilan data dari grafik hanya pada titik-titik yang tampak dan kasat mata dan untuk titik-titik yang saling tumpang-tindih diabaikan.
8. Analisa perbandingan menggunakan metode regresi dan korelasi statistik.
2. DASAR TEORI 2.1. Runup Gelombang
Ketika gelombang datang menghantam suatu struktur, air yang terbawa oleh momentumnya terdorong naik merayap ke atas permukaan struktur. Ketinggian vertikal dari SWL yang berhasil dicapai oleh gelombang yang datang tersebut disebut wave run-up (Battjes, 1974).
Gambar 2.1 Sket gelombang runup (Sumber: Van Der Meer, 2002) 2.2. Gelombang Pecah (Breaking Wave)
Perbedaan gelombang pecah dapat di identifikasi dengen nilai irribarren number (ξ) yang merupakan fungsi dari slopes (tan α), tinggi gelombang laut dalam (H0) dan panjang gelombang laut dalam (L0). Dari nilai irribarren number tersebut, tipe
gelombang pecah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu spilling, plunging, collapsing dan surging dengan nilai irribarren yang berbeda-beda.
2.1
Dengan:α :Kemiringan slope
:Wave Steepness laut dalam (= ⁄ ) :Tinggi gelombang laut dalam (m) :Panjang gelombang laut dalam (m), (= ⁄2 )
g :Kecepatan gravitasi ( ⁄ )
2.3. Spektrum Gelombang (Wave Spectrum) Spektrum gelombang adalah penyaluran energi gelombang sesuai dengan fungsi waktu. Ini menjelaskan bahwa energi total disebarkan oleh gelombang pada waktu-waktu tertentu. Dominasi dan komponen gelombang sinusoidal yang membentuk suatu gelombang irregular, pada umumnya dinyatakan dalam bentuk spektrum
3
kepadatan amplitudo energi gelombang (atau biasadisingkat dengan ‘Spektrum Energi Gelombang’). 2.4. Formula Runup Gelombang
Beberapa ilmuan telah melakukan penelitian terhadap runup gelombang, mereka melakukan pengujian di laboratorium dengan skala model. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa formula terkait
runup gelombang.
1. Ahrens dan Heimbaugh, 1988
Pada tahun 1988, Ahrens & Heimbaugh telah melakukan penelitian terhadap gelombang runup untuk gelombang irregular. Mereka menjelaskan bahwa nilai runup gelombang merupakan fungsi dari breaker parameter atau irribaren number (ξ). Percobaan dilakukannya di laboratorium wave
flume A&M University, Texas. Dengan dimensi flume (32m x 0.9m x 1.2m). Tabel dibawah ini
menjelaskan kondisi pada waktu pengujian di laboratorium. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Gambar 2.2 Runup gelombang vs irribaren number dari Ahrens dan Heimbaugh, 1988 (Sumber:
Hughes, 2003)
Dengan parameter pengujiannya seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Parameter pengujian (Sumber: Ahrens & Heimbaugh, 1988)
Parameter Test range Cot θ 2, 3, 4 h (m) 11.9-38.5 (m) 4.9-17.5 (s) 1.02-1.74 (cm) 162-472 So 0.030-0.037
Formulasi empirik dari Ahrens dan Heimbaugh untuk runup gelombang pada gelombang irregular, struktur dasar kasar (rough) dengan koreksi
kekasara γf=0.55, permeable (Ahrens dan Heimbaugh, 1988) adalah sebagai berikut:
%
=
1 + 2.2
Dengan a dan b adalah koefisien yang nilainya adalah 1.154 dan 0.202, sedangkan adalah
irribaren number dan adalah tinggi gelombang
signifikan pada lokasi tersebut. 2. Van Der Meer dan Stam, 1992
Van Der Meer dan Stam pada tahun 1992 telah mengembangkan formula runup gelombang untuk kondisi gelombang irregular dan struktur dasar kasar berupa rock. Studi ini dilakukan pada laboratorium Delft Hydraulics dengan dimensi
flume (50m x 1.0m x 1.20m). Van Der Meer dan
Stam melakukan pengujian terhadap struktur rock yang bersifat permable dan impermeable dengan faktor reduksi akibat kekasaran γf antara 0.5-0.6 (Van Der Meer dan Stam, 1992). Hasil pengujian tersebut dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Gambar 2.3 Runup gelombang vs irribaren number (Sumber: Van Der Meer & Stam, 1992) Dengan parameter pengujiannya seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2 Parameter pengujian, (Sumber: Van Der Meer, 1992)
Parameter Test range Cot θ 1.5, 2, 3 h (cm) 80.0
So 0.008-0.060
Formulasi empirik dari Van Der Meer & Stam untuk runup gelombang pada gelombang irregular, struktur dasar kasar (rough) adalah sebagai berikut:
%
= ; 1.0 < 1.5 2.3
%
4
%
= ; ( ⁄ ) ≤ < 7.5 2.5 Koefisien A, B, C dan D untuk persamaan diatas adalah seperti pada table 2.5 dibawah ini:
Table 2.3 Koefisien untuk persamaan (2.6-2.8)
Level (%) A B C D 0.13 0.12 1.34 0.55 2.58 1 1.01 1.24 0.48 2.15 2 0.96 1.17 0.46 1.97 5 0.86 1.05 0.44 1.68 10 0.77 0.94 0.42 1.45 Significant 0.72 0.88 0.41 1.35 mean 0.47 0.60 0.34 0.82 3. N.J. Shankar, 2002
Dalam jurnal ocean engineering 30 (2003) 221– 238, Shankar melakukan experiment runup gelombang yang dilakukan di laboratorium wave
flume Hydraulic Engineering Laboratory of the National, University of Singapore dengan dimensi flume (39m x 0.9m x 0.9m) dan water deep 0.4
meter dengan menggunakan model breakwater
(armor) sebagai strukturnya dengan nilai koefisien
kekasaran γf adalah 0.45 (Shankar, 2002). Kondisi tes dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.4 Parameter pengujian (Sumber: Shankar, 2002)
Parameter Test range
Wave Period (T) 0.8–1.2 s
Wave Height (H) 5.0–12.0 cm
′ / 0.006–0.011
Lo 90.0-225
So 0.050-0.053
Surf Similarity Parameter (ξ) 1.90–2.65
Gambar 2.4 Runup gelombang vs irribaren number (Sumber: Shankar, 2002)
Dari hasil experiment tersebut, Shankar memberikan persamaan untuk runup gelombang berupa persamaan non linear sebagai berikut:
=
1 + 2.6 Dengan nilai koefisien a dan b adalah 0.956 dan 0.398, ξ adalah irribarren number.
4. Janaka J. Wijetunge, 2008
Pada Journal of the National Science Foundation of Sri Lanka 36 (2), Janaka melakukan experiment
runup gelombang pada skala laboratorium untuk
kondisi rock slope. Janaka melakukan experiment tersebut di wave flume Fluids Laboratory of the
University of Peradeniya dengan dimensi flume
(40m x 2m x 2.13m), rang berat batu (stone) adalah 1.80 kg – 2.0 kg dan nilai porositasnya 0.1^1.2 slope 23.3˚. Koefisien kekasarannya, γ_f=0.55 (Janaka, 2008). Kondisi pada saat experiment dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 2.5 Parameter pengujian (Sumber: Janaka, 2008)
Parameter Test Range H 6.0 – 24.7 cm T 0.83 – 1.43 s
110 cm
ξ 1.05 – 3.05
tan α 0.5
Hasil pengujian tersebut oleh Janakan dibandingkan dengan data runup milik Van Der Meer (1996). Gambar dibawah ini menunjukkan perbandingan data runup milik Janaka dan Van Der Meer yang mengkorelasikan dimensional runup R/H dan irribarren number (ξ) dengan rentang (1 < ζ < 3). Dalam hal ini Janaka tidak memberikan persamaan regresi untuk runup gelombang tersebut.
Gambar 2.5 Runup gelombang vs irribaren number (Sumber: Janaka, 2008)
Dari hasil experiment dan perbandingan formula, Janaka memberikan suatu hubungan regrasi untuk menghitung runup gelombang yaitu:
5
= ; 1.0 < < 2.0 2.7= ; 2.0 < < 3.0 2.8 Dengan nilai koefisien a, b dan c adalah 0.72, 0.88 dan 0.41 sedangkan ξ adalah irribarren number. 2.5. Overtopping Gelombang
Wave overtopping merupakan fenomena yang sangat penting dalam desain konstruksi dan stabilitas sebuah struktur pelindung pantai seperti breakwater, seawall dan sebagainya. Telah banyak penelitian yang terkait masalah overtopping dan banyak pula formulasi-formulasi untuk memprediksi tingkat overtopping pada kondisi-kondisi tertentu. Dalam bahasan ini hanya dikhususkan pada kondisi gelombang irregular dan struktur dasar kasar.
2.6. Formula Overtopping
Beberapa ilmuan telah melakukan penelitian terhadap overtopping, mereka melakukan pengujian di laboratorium dengan skala model. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa formula terkait gelombang overtopping serta karakteristik pengujiannya.
1. Klabbers, 2003
Klabbers melakukan pengujian untuk mendapatkan nilai dari overtopping dengan skala model. Model yang digunakan yaitu berupa tetrapod dan xbloc dengan nilai kekasaran untuk xbloc adalah 0.45 (Klabbers, 2003) dan dia menyatakan bahwa nilai dari overtopping merupakan fungsi dari freeboard. Dia mengembangkan formulasi untuk overtopping dengan memasukkan nilai dari ursell parameter. Tabel 2.6 Parameter percobaan overtopping. Klabbers, 2003
Parameter Test Range
Cot θ 1.5 Water depth (cm) 60 Crest height (cm) 82.4 So 0.02, 0.04, 0.06 Hs (cm) 14 Tp (s) (1.59-3.15) s Rc (cm) 25, 22.5, 20, 15 Rc/Hs 1.78, 1.60, 1.42, 1.07
Dari penelitiannya,Klabbers memberikan bentuk formulasi secara umum dalam bentuk eksponensial (lihat gambar 2.15) untuk overtopping gelombang adalah sebagai berikut:
Q = 0.531 * exp (-3.58 * R) 2.9 Dengan:
= = Parameter overtopping (-)
= = Parameter freeboard (-)
Klabbers telah merepresentasikan dimensionless parameter alternatif yang merupakan fungsi dari tinggi dan panjang gelombang dengan nama Ursell Parameter (Ur).
= ∗ 2.10 Formula overtopping dengan menggunakan Urshell parameter adalah sebagai berikut:
Q = (1/100) Ur exp ( -3.58 R) 2.11
Gambar 2.6 Overtopping sebagai fungsi eksponensial (Sumber: Klabbers, 2003) 2. Tom Bruce, 2006
Dalam penelitiannya, Tom Bruse menggunakan model rubble mound breakwater berupa rock dengan koreksi kekasaran, γf=0.55 (Tom Bruce,
2006) sebagai model struktur dengan dimensi flume (20m x 0.4m x 0.7m) pada laboratorium School of Engineering and Electronics at University of Edinburgh, UK. Percobaannya dilakukan dengan kondisi seperti pada table dibawah ini:
Tabel 2.9 Range percobaan overtopping, Tom Bruce, 2006
Parameter Range
Wave steepness 0.02, 0.035, 0.05
Rc/Ho 1.3, 0.8
Water deep (cm) 2.5Ho
Cot θ 1.5
Hs (cm) 11
T (s) 2.0
Hasil percobaat tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
6
Gambar 2.7 Sebaran data hasil pengujianovertopping, (Sumber: Tom Bruce, 2006) Pada tahun 2006, Tom Bruce memberikan persamaan overtopping gelombang dengan persamaannya:
= 0.2 ∗ −2.6 1 2.12
Dengan:
Rc = freeboard (m)
Hmo = Tinggi gelombang signifikan (m) γf = koefisien kekasaran
3. Janaka J. Wijetunge, 2008
Pada Journal of the National Science Foundation of Sri Lanka 36 (2), Janaka melakukan experiment gelombang overtopping pada skala laboratorium untuk kondisi rock slope dengan γf=0.55 (Janaka, 2008). Janaka melakukan experiment tersebut di wave flume Fluids Laboratory of the University of Peradeniya dengan dimensi flume (40m x 2m x 2.13m).
Tabel 2.10 Kondisi pengujian (Sumber: Janaka, 208)
Parameter Test Range Hs (cm) 10.3 – 29.6 T (s) 0.93 – 1.63 (cm) 92.0 - 104.5 Rc/Hs 0.74, 0.94
Cot θ 2
Persamaan overtopping dari Janaka 2008 adalah sebagai berikut:
= 0.00005
2
.
2.13
Data hasil pengujian yang dilakukan oleh Janaka tahun 2008 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.8 Data overtopping dari Janaka (Sumber: Janaka, 2008)
2.7. Analisa Korelasi
Hubungan korelasi dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis yang dalam statistika dikenal dengan nama garis regresi. Jika X merupakan variabel bebas dan Y variabel tak bebas, regresi Y atas X dapat digunakan untuk meramalkan nilai Y apabila nilai X diketahui.
Persamaan/Model Regresi Linier Dinyatakan sebagai
Yi = o + jXji + ……. + kXki + i 2.14
Dengan :
Yi = Variabel dependen (tak bebas) / respon
observasi ke-i
Xji = Variabel independen (bebas) / predictor ke-j
observasi ke-I
k = Jumlah variabel independen
= error / residual dari estimasi/prediksi Observasi ke-i
j = parameter model regresi, j = 0,1,2,3,…..k
p = k+1 = jumlah parameter dalam model regresi Uji Parameter
Pengujian parameter model dapat dilakukan secara serentak maupun secara individu. Pengujian secara serentak dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho : β1 = β2 = ... = βk = 0
H1 : paling sedikit ada satu βi yang tidak sama dengan nol ( i = 1,2, ... ,k)
Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi Residual Residual adalah selisih antara nilai pengamatan dengan nilai taksiran setelah didapatkan model yang signifikan. Residual dapat dirumuskan sebagai berikut:
ei=Yi-Y ̂i untuk i = 1, 2, ... , k
dimana:
ei = residual ke i
Yi = nilai pengamatan ke i Yi = nilai taksiran ke i
7
Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi IdentikHipotesis yang digunakan adalah : Ho : residual identik H1 : residual tidak identik Statistik uji : P_value
Daerah penolakan : Maka tolak Ho jika masing-masing parameter memiliki P_value<α, dengan kata lain, asumsi identik ini terpenuhi bila semua parameter regresi antara nilai absolut terhadap seluruh variabel bebas tidak ada yang signifikan.
Pemeriksaan dan Pengujian Asumsi Distribusi Normal
Untuk menguji asumsi kenormalan adalah dengan melalui uji Kolmogorov Smirnov, (Walpole, 1997). Hipotesis yang digunakan adalah :
Ho : residual berdistribusi normal H1 : residual tidak berdistribusi normal
Statistik uji yang digunakan: D = Sup | S(x)-Fo(x)| Dengan:
Fo (x) = F(Zi) = fungsi distribusi kumulatif S(x) = k / n
k = bilangan dari data yang sama atau kurang dari x.
Daerah penolakan : tolak Ho jika Dhit > D (α,n) yang berarti residual tidak berdistribusi normal. 2.8. Root Mean square Error (RMSE)
Root Mean square Error (RMSE) merupakan suatu
metode untuk untuk menentukan performa dari suatu persamaan yaitu antara nilai hasil dengan experiment dengan nilai dari formulasi, dengan persamaan: = 1 − 2.15 Dengan: N = Jumlah deta = Nilai Y experiment = Nilai Y persamaan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Analisa Runup Gelombang
3.1.1.Karakteristik Data Runup Gelombang Gambar 3.1 dibawah ini menunjukkan karakteristik sebaran data gabungan dari tipa-tiap formula runup gelombang. Hubungan ini menyatakan bahwa runup gelombang merupakan fungsi dari irribarren
number.
Gambar 3.2 dibawah ini merupakan hasil dari gabungan seluruh data percobaan dari tiap-tiap formula. Dari gabungan data tersebut memungkinkan sekali untuk mendapatkan suatu persamaan regresi baru yang mencakup seluruh data.
Gambar 3.1 Karakteristik perbandingan sebaran data runup gelombang
Gambar 3.2 Sebaran keseluruhan data gabungan
runup
3.1.2. Perbandingan Formula Runup
Gambar dibawah ini merupakan perbandingan tiap-tiap formula runup gelombang.
Gambar 3.3 Perbandingan formula runup Keterangan:
Form.1 :Formula dari Ahrens dan Heimbaugh (1988)
Form.2a :Formula dari Van Der Meer dan Stam (1992) untuk 1.0< ξp<1.5
Form.2b :Formula dari Van Der Meer dan Stam (1992) untuk 1.5 < ξp <3.0
Form.2c :Formula dari Van Der Meer dan Stam (1992) untuk 3.0 < ξp <7.5
Form.3 :Formula dari N.J. Shankar (2002) Form.4a :Formula dari Janaka J. Wijetunge (2008) untuk 1.0 <ξ <2.0
Form.4b :Formula dari Janaka J. Wijetunge (2008) untuk 2.0 <ξ <3.0
8
Analisa perbandingan tiap-tiap formula runupuntuk menentukan formula mana yang lebih
reliable/handal yaitu menggunakan perhitungan error dengan metode Root Mean Square Error
(RMSE). Dimana formula dengan RMSE terkecil (mendekati nol) berarti merupakan formula yang paling handal dibandingkan dengan formula yang lain. Dibawah ini disajikan ringkasan hasil perhitungan RMSE untuk tiap-tiap formula runup gelombang. Perhitungan RMSE menggunakan persamaan 2. 15
Tabel 3.1 Perbandingan RMSE tiap-tiap formula
3.1.3. Analisa Regresi Runup Gelombang
Gambar dibawah ini memperlihatkan suatu regresi baru runup gelombang hasil dari gabungan seluruh data dari keempat formula yaitu formula milik Ahrens & Heimbaugh, Van Der Meer & Stam, Shankar serta formula milik Janaka. Dari hasil analisa regresi didapatkan nilai dari koefisien determinasi r² adalah 0.759 dan nilai RMSE untuk formula baru ini adalah 0.263
Gambar 3.4 Persamaan regresi baru runup gelombang
Melihat dari sebaran data tersebut seperti pada gambar 3.1 maka dapat diduga bahwa persamaan regresinya bukanlah regresi linear. Akan tertapi hal ini dapat dilinearkan dengan cara transformasi model.
= 3.1 Persamaan diatas dapat ditransformasikan dalam bentuk linear yaitu:
= + log 3.2
Dengan bantuan software MINITAB persamaan regresinya adalah sebagai berikut:
= 0.875 . 3.3
Dan persamaan asalnya yaitu:
%
= 0.875( ) . 3.4
3.1.3.1. Pengujian Parameter Model Regresi Runup
A. Uji Serentak Persamaan 3.3
Untuk mengetahui apakah parameter model yang diperoleh sudah signifikan atau belum, maka dilakukan pengujian parameter. Untuk pengujian parameter secara serentak digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : β0 = 0 (model tidak signifikan) H1 : β0 ≠ 0 (model signifikan) α : 0.05
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai Fhitung untuk regresi sebesar (572.71) dengan Ftabel = F(0.05;1,182) sebesar (3.892). Karena Fhitung > Ftabel maka variabel bebas dalam model tersebut memberikan sumbangan yang cukup berarti dan dapat diregresikan.
B. Uji Individu Persamaan 3.3
Pengujian parameter secara serentak dilanjutkan pada pengujian parameter secara individu dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho : βi = 0 ( parameter tidak signifikan ) Η1 : βi ≠ 0 ( parameter signifikan )
Dari analisa menggunakan MINITAB menunjukkan bahwa semua parameter adalah signifikan karena Pvalue < 0,05
3.1.3.2. Pengujian Asumsi Residual
Plot residual dengan menggunakan variabel dependen (Y) dan variabel independent (X). Dari gambar probability plot residual mempunyai nilai P-value = 0.547 yang berarti bahwa P-Value > 0.05 maka data tersebut berdistribusi normal. Dengan uji sebagai berikut :
Hipotesis:
H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Taraf signifikan : 0,05
Keputusan : Terima H0 jika P-value > α ; α = 0,05
Dari gambar probability plot residual menunjukkan terima H0 karena mempunyai P-value > α sehingga dapat disimpulkan bahwa probability plot residual berdistribusi normal. Dengan demikian model tersebut dengan menggunkan variable bebas X dapat dikatakan memenuhi asumsi tersebut.
Formula RMSE
1. Ahrens dan Heimbaugh, 1988 0.571 2. Van Der Meer dan Stam, 1992 0.416
3. Shankar, 2002 1.407
9
Gambar 3.5 probability plot residual3.1.4. Pengaruh kemiringan terhadap runup
Gambar 3.6 Pengaruh kemiringan struktur terhadap
runup gelombang
Gambar di atas diperoleh dengan cara menggabungkan seluruh data kemiringan struktur (cot θ) yaitu (1.5; 2.0; 3.0; dan 4.0). Sedangkan nilai dari Ho dan Lo sebagai contoh menggunakan nilai 0.049 m dan 0.99 m. Dengan menggunakan parameter tersebut diperoleh nilai dari runup gelombang menggunakan persamaan 3.4 (formula hasil regresi baru).
3.1.5. Pengaruh Wave Steepness Terhadap Runup
Gambar 3.7 Pengaruh wave steepness terhadap runup gelombang
Gambar 3.7 di atas menunjukkan pengaruh wave
steepness terhadap nilai runup gelombang. Terlihat
bahwa semakin basar nilai dari So maka nilai runup gelombang semakin kecil. Gambar tersebut di atas diperoleh dengan memasukkan nilai dari So atau
wave steepness (0.008-0.077) dan nilai dari
kemiringan (cot θ) adalah 2. Nilai runup dihitung dengan menggunakan persamaan (3.4)
3.2. Analisa Overtopping
3.2.1 Karakteristik Data Overtopping
Gambar dibawah ini menunjukkan karakteristik sebaran data gabungan dari tipa-tiap formula
overtopping. Hubungan ini menyatakan bahwa
dimensional overtopping merupakan fungsi dari dimensional crest height (Rc).
Gambar 3.8 Perbandingan sebaran data overtopping
Gambar 3.9 Sebaran keseluruhan data overtopping 3.2.2. Perbandingan Formula Overtopping Gambar dibawah ini merupakan perbandingan tiap-tiap formula overtopping.
Gambar 3.10 Perbandingan formula overtopping Analisa perbandingan tiap-tiap formula overtopping untuk menentukan formula mana yang lebih reliable/handal yaitu menggunakan perhitungan
10
error dengan metode Root Mean Square Error(RMSE). Dimana formula dengan RMSE terkecil (mendekati nol) berarti merupakan formula yang paling handal dibandingkan dengan formula yang lain. Dibawah ini disajikan ringkasan hasil perhitungan RMSE untuk tiap-tiap formula overtopping.
Tabel 3.2 Perbandingan koefisien korelasi tiap-tiap formula
Formula RMSE
1. Klabbers, 2003 0.009887 2. Tom Bruce, 2006 0.007478 3. Janaka J. Wijetunge, 2008 0.009886
Tabel di atas merupakan ringkasan perhitungan nilai RMSE untuk tiap-tiap formula overtopping. 3.2.3. Analisa Regresi Overtopping
Gambar dibawah ini menunjukkan suatu formula baru overtopping hasil dari gabungan seluruh data dari ketiga formula diatas sebagai pembanding. Di dapatkan nilai dari koefisien determinasi r² adalah 0.803. Analisa perhitungan RMSE untuk formula ini adalah 0.0054
Gambar 3.11 Persamaan regresi baru overtopping Dari data overtopping yang ada dengan sumbu (x) adalah nilai dari dimensi Crest Height (Rc) dan sumbu (y) adalah nilai dari dimensional overtopping. Melihat dari sebaran data tersebut seperti pada gambar 3.9 maka dapat diduga bahwa persamaan regresinya bukanlah regresi linear tetapi condong kepada bentuk semi log. Akan tertapi hal ini dapat dilinearkan dengan cara transformasi model.
= 3.5 Dengan demikian, untuk fungsi semilog, diregresikan antara Ln Y dengan X bukan regresi antara X dan Y. Dengan bantuan excel digabungkan dengan MINITAB, maka diperoleh suatu regresi dalam bentuk:
= 0.091 . ( )
3.6 Dan persamaan asalnya yaitu:
= 0.091 exp (−2.33 ) 3.7
3.2.3.1. Pengujian Parameter Model Regresi Overtopping
A. Uji Serentak Persamaan 3.6
Untuk mengetahui apakah parameter model yang diperoleh sudah signifikan atau belum, maka dilakukan pengujian parameter. Untuk pengujian parameter secara serentak digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : β0 = 0 (model tidak signifikan) H1 : β0 ≠ 0 (model signifikan) α : 0.05
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai Fhitung untuk regresi sebesar (57.94) dengan Ftabel = F(0.05;1,79) sebesar (3.961). Karena Fhitung > Ftabel maka variabel bebas dalam model tersebut memberikan sumbangan yang cukup berarti dan dapat diregresikan.
B. Uji Individu Persamaan 3.6
Pengujian parameter secara serentak dilanjutkan pada pengujian parameter secara individu dengan hipotesis sebagai berikut :
Ho : βi = 0 ( parameter tidak signifikan ) Η1 : βi ≠ 0 ( parameter signifikan )
Dari analisa menunjukkan bahwa semua parameter adalah signifikan karena Pvalue < 0,05
3.2.3.2. Pengujian Asumsi Residual
Plot residual dengan menggunakan variabel dependen (Y) dan variabel independent (X). Dengan uji sebagai berikut :
Hipotesis:
H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Taraf signifikan : 0,05
Keputusan : Terima H0 jika P-value > α ; α = 0,05
Gambar 3.12 probability plot residual Dapat dilihat dari gambar diatas, bahwa plot residual kurang mengikuti distribusi normal secara teoritik, maka dapat dikatakan error tidak berdistribusi normal. Dengan nilai P-value < 0.010,
11
menunjukkan bahwa nilai tersebut masih kurangdari taraf signifikan sebesar 0.05. Wilayah kritis :
Tolak H0 jika P value α (0,05 ) Kesimpulan:
Berdasarkan nilai Pvalue sebesar 0,010 < α (0,05 ), maka keputusannya ditolak yang berarti bahwa data residual tidak berdistribusi normal.
3.3.6. Pengaruh Crest Height (Rc) Terhadap Overtopping
Gambar dibawah ini merupakan pengaruh dari crest
height (Rc) terhadap nilai dari overtopping. Terlihat
bahwa semakin tinggi nilai dari Rc maka nilai dari dimensi overtopping semakin kecil.
Gambar 3.13 Pengaruh crest height (Rc) terhadap
overtopping
Nilai dimensi overtopping tersebut diperoleh dengan menggunakan persamaan (4.7) dan range dari nilai Rc (crest height) adalah (0.097-0.25) meter. sedangkan Hs (tinggi gelombang signifikan) adalah 0.14 meter.
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan
Kesimpula yang dapat diambil dari penelitian Tugas Akhir ini adalah:
1. Hubungan tiap-tiap formula runup yaitu bahwa parameter Runup gelombang ( %⁄ )
merupakan fungsi dari parameter gelombang percah/irribarren number (ξ), sedangkan
irribarren number itu sendiri merupakan
fungsi dari kemiringan struktur dan wave
steepness ( ). Sedangkan untuk overtopping,
tiap-tiap formula menyatakan hubungan antara dimensi overtopping ( ) merupakan fungsi dari Crest Height ( ⁄ ).
2. Perbandingan untuk tiap-tiap formula runup dapat dilihat dari nilai RMSE-nya, hal ini sekaligus dapat menjelaskan performa dari formula tersebut dimana nilai RMSE yang mendekati nol adalah formula yang paling
reliable/handal dibandingkan dengan formula
lainnya.
a) Untuk formula runup pada gelombang irregular dan struktur dasar kasar diperoleh formula yang lebih reliable/handal yaitu formula dari Van Der Meer dan Stam tahun 1992 dengan nilai RMSE sebesar 0.416 disusul kemudian formula dari Ahrens dan Heimbaugh, Janaka, Shankar dengan nilai RMSE masing-masing 0.571, 1.232, dan 1.407 b) Untuk formula overtopping pada
gelombang irregular dan struktur dasar kasar diperoleh formula yang lebih reliable/handal yaitu formula dari Tom Bruce 2006 dengan nilai RMSE sebesar 0.007478 disusul kemudian formula dari Janaka J. Wijetunge 2008 dengan nilai RMSE 0.009886 dan formula dari Klabbers 2003 dengan nilai RMSE sebesar 0.009887
3. Dari hasil analisa regresi dan RMSE formula empirik baru runup dan overtopping diperoleh: a) Untuk formula empirik baru runup,
didapatkan nilai koefisien determinasi r² adalah 0.759 dan nilai RMSE adalah 0.263 b) Sedangkan formula empirik baru overtopping, didapatkan nilai koefisien determinasi r² adalah 0.803 dan nilai RMSE adalah 0.0054
4.2. Saran
Beberapa hal yang dapat disarankan pada akhir dari penelitian ini adalah:
1. Perlunya data mentah pengujian runup dan overtopping guna mengurangi tingkat error pengumpulan data dan perhitungan.
2. Metode perbandingan untuk mendapatkan formula yang reliable/handal dapat dilakukan dengan menggunakan metode lain selain metode RMSE.
5. Daftar Pustaka
Ahrens, J. P., Heimbaugh, M. S. 1988. Approximate upper limit of irregular wave runup on riprap, Technical Report CERC-88-5, U.S. Army Engineer Waterways Experiment Station, Coastal Engineering Research Center, Vicksburg, MS
Ahrens J.P., Heimbaugh M.S., Irregular wave runup on riprap revetments, Journal of Waterway, Port, Coastal, and Ocean Engineering, Vol. 114, No. 4, July, 1988
12
Algifari, (2000)., Analisis Regresi, BPFEYogyakarta
Battjes J.A. (1974). Computation of set-up, longshore currents, run-up and overtopping due to wind-generated waves, Report 74-2, Committee on Hydraulics, Department of Civil Engineering, Delft University of Technology, Delft, the Netherlands Bruce, T.,2006, A comparison of overtopping
performance of different rubble mound breakwater armour, Abstract number 1705, School of Engineering & Electronics, University of Edinburgh, King’s Buildings, Edinburgh, EH9 3JL, UK
Coastal Engineering Research Centre, U.S. Army (2002). Coastal Engineering Manual, The U.S. Government Printing Office, Washington D.C.
Cui, J., 2004, Experimental Research of Wave Overtopping on a Breakwater With Concrete Armour Units, Delf Marine Consultans, Netherlands
Djatmiko, E.B., 2003, Prilaku Bangunan Apung di Atas Gelombang, Jurusan Teknik Kelautan ITS, Surabaya
Headquarters, U.S. Army Corp of Engineers, 2001, Coastal Engineering Manual, EM 1110-2-1100, Washington, DC
Herbich, B.J., 1999, Handbook of Coastal Engineering, Mc Graw-Hill, United State Hughes, S.A., 2005, Estimating Irregular Wave
Runup on Rough, Impermeable Slope, ERDC/CHL CHETN-111-70, U.S. Army Engineer
Janaka J. W, 2008, Wave run-up and overtopping over smooth and rock slopes of coastal structures without crown walls, J.Natn.Sci.Foundation, Srilanka
Reeve, D., Chadwick, A., and Fleming, C., 2004, Coastal Engineering: Processes, Theory and Design Practice, Spon Press, New York
Shankar, N.J., and Jayaratne, M.P.R., 2002, Wave Runup and Overtopping on Smooth and Rough Slopes of Coastal Structure,
Coastal Engineering, Elsevier, 30 (2003), 221-238
Suharyadi, Purwanto, 2004, Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Moderen, Salemba Empat, Jakarta
Van Der Meer, J.W., Wave Run-up and Overtopping, (Chapter-8), A.R. Ensechede
Van Der Meer, J. W., and Stam, C. M. (1992). Wave runup on smooth and rough slopes of coastal structures, Journal of Waterway, Port, Coastal, and Ocean Engineering, American Society of Civil Engineers, 118(5), 534-550.