• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lp Sinusitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lp Sinusitis"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KLIEN DENGAN SINUSITIS

KLIEN DENGAN SINUSITIS DI POLI THTDI POLI THT RSD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO RSD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

Disusun guna memenuhi tugas pada Program

Disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan NersPendidikan Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah

Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh: Oleh:

Irwina Angelia Silvanasari, S.Kep Irwina Angelia Silvanasari, S.Kep

NIM 082311101052 NIM 082311101052

PROGRAM PENDIDIKAN NERS PROGRAM PENDIDIKAN NERS PROGRAM STUDI ILMU

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANKEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 

UNIVERSITAS JEMBER  2013

(2)

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA KLIEN DENGAN

PADA KLIEN DENGAN SINUSITISSINUSITIS Oleh: Irwina Angelia Silvanasari, S.Kep Oleh: Irwina Angelia Silvanasari, S.Kep

1.

1. TETEORORI TI TENENTATANG NG PEPENYNYAKAKITIT 1.

1.11 PEPENGNGERERTITIANAN Si

Sinunus s adadalalah ah rorongngga ga ududara ara yayang ng teterdrdapapat at di di ararea ea wawajajah h yayangng te

terhrhububunung g dedengngan an hihidudungng. . FuFungngsi si dadari ri rorongngga ga sisinunus s adadalaalah h ununtutuk k  menjaga kelembapan hidung dan menjaga pertukaran udara di daerah menjaga kelembapan hidung dan menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus terdiri dari 4 jenis, yaitu:

hidung. Rongga sinus terdiri dari 4 jenis, yaitu: 1

1.. SSiinnuuss  Frontal, Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis.

masing alis. 2

2.. SSiinnuuss  Maxillary Maxillary, , teterlrletaetak k didianantatara ra tutulanlang g pipipipi, , tetepapat t didisamsampipingng hidung.

hidung. 3.

3. SiSinunus s EtEthmhmoioid, d, teterlrletetak ak didianantatara ra mamatata, , tetepapat t di di bebelalakakang ng tutulalangng hidung.

hidung. 4

4.. SSiinnuuss Sphenoid Sphenoid , , terterletletak ak dibdibelakelakang ang sinsinus us ethethmoimoid d & & dibdibelaelakankangg mata.

mata. Sin

Sinusiusitis tis adaadalah lah radradang ang sinsinus us parparanaanasal. sal. SinSinusiusitis tis adaadalah lah suasuatutu  peradangan

 peradangan pada pada sinus sinus yang yang terjadi terjadi karena karena alergi alergi atau atau infeksi infeksi virus,virus,  bakteri,

 bakteri, maupun maupun jamur. jamur. Biasanya Biasanya yang yang paling paling sering sering terkena terkena yaitu yaitu padapada sinus maxila kemudian ethmoid, frontal, dan spenoid. Sinusitis adalah sinus maxila kemudian ethmoid, frontal, dan spenoid. Sinusitis adalah  penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh in

 penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh infeksi virus atau kuman.feksi virus atau kuman. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umu

Umumnymnya a disdisertertai ai ataatau u dipdipicu icu oleoleh h rinrinitiitis s sehsehingingga ga serisering ng disdisebuebutt rin

rinosinosinusiusitis tis (Ku(Kumar mar dan dan ClaClark, rk, 2002005). 5). LapLapisan isan mukmukosa osa dardari i sinsinusus  paranasal

 paranasal merupakan merupakan lanjutan lanjutan dari dari mukosa mukosa hidung. hidung. Hidung Hidung dan dan sinussinus  paranasal

(3)

menyerang bronkus dan paru-paru juga dapat menyerang hidung dan sinus paranasal. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan proses infeksi, seluruh saluran nafas dengan perluasan-perluasan anatomik harus dianggap sebagai satu kesatuan (Hueston, 2002).

1.2 FAKTOR PREDISPOSISI

Sinusitis lebih sering disebabkan adanya faktor predisposisi, yaitu:

a. Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik.

 b. Gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok, polusi udara, atau karena panas dan kering.

c. Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti : 1) Atresia atau stenosis koana

2) Deviasi septum

3) Hipertroti konka media

4) Polip yang dapat terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik 

5) Tumor atau neoplasma 6) Hipertrofi adenoid

7) Udem mukosa karena infeksi atau alergi 8) Benda asing

d. Berenang dan menyelam pada waktu sedang pilek 

(4)

f. Kelainan imunologi didapat seperti imunodefisiensi karena leukemia dan imunosupresi oleh obat (Tadjudin, 1992, dalam Susanto, Edi, 2009).

1.3 ETIOLOGI

Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat  berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun) (Susanto, Edi,

2009).

Penyebab sinusitis akut, yaitu antara lain: a. Infeksi virus

Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran  pernafasan bagian atas (misalnya pilek).

 b. Bakteri

Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem  pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat  pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak   berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus,

sehingga terjadi infeksi sinus akut. c. Infeksi jamur 

Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita

(5)

gangguan sistem kekebalan. Pada orang-orang tertentu, sinusitis  jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.

d. Peradangan menahun pada saluran hidung

Pada penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian  pula halnya pada penderita rinitis vasomotor.

e. Penyakit tertentu.

Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan dan penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik).

f. Septum nasi yang bengkok  g. Tonsilitis yg kronik 

Penyebab sinusitis kronis, yaitu antara lain: a. Asma

 b. Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika)

c. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh. d. Karies dentis (gigi geraham atas)

e. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mukosa. f. Benda asing di hidung dan sinus paranasal

g. Tumor di hidung dan sinus paranasal.

h. Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun  pembuangan lendir (Susanto, Edi, 2009).

(6)

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sinusitis terbagi atas: a. Sinusitis akut

Bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.  b. Sinusitis subakut

Bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan. c. Sinusitis kronik 

Bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun. Jika berdasarkan gejalanya, sinusitis terbagi atas:

a. Sinusitis akut

Bila terdapat tanda-tanda radang akut  b. Sinusitis subakut

Bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversibel.

c. Sinusitis kronik 

Bila perubahan histologik mukosa sinus ireversibel, misalnya menjadi jaringan granulasi atau polipoid.

1.5 PATOFISIOLOGI

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh

(7)

sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zatzat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya  berlebihan.

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus.

Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput  periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila. Dengan ini dapat disimpulkan  bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga faktor, yaitu  patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis

(8)

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari. Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik, yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.

1. Gejala Subyektif  

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari. Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (post  nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.

a. Sinusitis Maksilaris

Sinus maksila disebut juga  Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi oleh karena:

1) Merupakan sinus paranasal yang terbesar 

2) Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia

3) Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila

(9)

4) Ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar  hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.

Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri  biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri, terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak,  penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif  non produktif seringkali ada.

 b. Sinusitis Ethmoidalis

Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita. Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap sebagai  penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan. Gejala  berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal  drip dan sumbatan hidung.

c. Sinusitis Frontalis

Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis anterior. Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata,

(10)

 biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.

d. Sinusitis Sfenoidalis

Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun  penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.

2. Gejala Obyektif  

Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid anterior) terkena secara akut dapat terjadi  pembengkakan dan edema kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan atau seperti meraba beludru.

Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul  pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak 

(11)

ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai.

Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring ( post nasal drip). Pada posisional test yakni pasien mengambil  posisi sujud selama kurang lebih 5 menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung  pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut

dengan rapat, jika positif sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung.

1.7 KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL a. Komplikasi orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita. Terdapat lima tahapan :

1) Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah  pada kelompok umur ini.

2) Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.

(12)

3) Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.

4) Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur  dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.

5) Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran  bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus,

kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari : a) Oftalmoplegia.

 b) Kemosis konjungtiva.

c) Gangguan penglihatan yang berat. d) Kelemahan pasien.

e) Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta  berdekatan juga dengan otak.

 b. Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus

(13)

maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur  sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan  pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.

Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.

c. Komplikasi Intra Kranial

1) Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang  berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau

melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

2) Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.

3) Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

(14)

4) Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.

Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan  pencegahan penyebaran infeksi.

d. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.

1.8 PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG 1. Rinoskopi anterior 

Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.

2. Rinoskopi posterior 

Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). 3. Dentogen

Caries gigi (PM1, PM2, M1) 4. Transiluminasi (diaphanoscopia)

(15)

Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.

5. X Foto sinus paranasalis

Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan Lateral. Akan tampak perselubungan atau  penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus

yang sakit.

Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk  menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid

6. Pemeriksaan CT –Scan

Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk  memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen  pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :

a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi,  bila kista ini makin lama makin besar dapat menyebabkan

(16)

 b. Polip yang mengisi ruang sinus c. Polip antrokoanal

d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus

e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.

7. Pemeriksaan di setiap sinus a. Sinusitis maksila akut

Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk  diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua  belah (bilateral).

 b. Sinusitis etmoid akut

Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat  perselubungan di sinus etmoid.

(17)

Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada  pemeriksaan di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap  pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak   pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.

d. Sinusitis sfenoid akut

Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.

1.9 TERAPI YANG DILAKUKAN a. Penatalaksanaan Medis

1. Drainage

a) Dengan pemberian obat, yaitu

Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak). Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.

 b) Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.

2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) a) Ampisilin 4 X 500 mg

 b) Amoksilin 3 x 500 mg

c) Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet d) Diksisiklin 100 mg/hari.

(18)

Contohnya : parasetamol , metampiron 3 x 500 mg. 4. Untuk sinusitis kronis bisa dengan

a) Cabut geraham atas bila penyebab dentogen  b) Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)

c) Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).

 b. Penatalaksanaan Pembedahan 1. Pencucian sinus paranasal

a) Pada sinus maksila

Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di  bawah konka inferior, ujung trokar diarahkan ke batas luar 

mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu. Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.

Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka untuk memasukkan pipa dipakai trokar  yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan

(19)

lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena setelah menyemprot dengan air  disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.

 b) Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid

Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak dibawah ( yaitu sinus  paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari  badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari  jempol. Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.

(20)

Infeksi virus, jamur, bakteri, peradangan menahun, septum nasal yang  bengkok, tonsillitis kronik, asma, alergi, karies dentis, tumor hidung.

Sinusitis

Peradangan

Respon inflamasi

 Nyeri akut Hipertermi

 Nafsu makan menurun Ketidakseimb angan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Abnormalitas sekresi mukus Sekret mengental Ketidakefektifan  bersihan jalan napas Gangguan  pernapasan Sering terbangun malam hari Gangguan pola tidur 

(21)

3. PROSES KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian keperawatan pada klien dengan sinusitis meliputi:

1) Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,  pekerjaan

2) Riwayat Penyakit sekarang

3) Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.

4) Riwayat penyakit dahulu :

- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma

- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT - Pernah menderita sakit gigi geraham

5) Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan  penyakit klien sekarang.

6) Riwayat spikososial

a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0  b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

7) Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat

Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping

 b. Pola nutrisi dan metabolisme

Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan  pada hidung

c. Pola istirahat dan tidur 

Biasanya klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering  pilek 

(22)

d. Pola Persepsi dan konsep diri

Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun

e. Pola sensorik 

Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat  pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).

8) Pemeriksaan fisik 

a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.

 b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung

 b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas jalan nafas berhubungan dengan adanya sekret yang mengental

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun sekunder akibat peradangan pada sinus

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder akibat gangguan pernafasan

3.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN

a. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien tidak  merasakan nyeri atau nyeri berkurang.

(23)

Kriteria hasil: 1) Skala nyeri 0-2

2) Jalan nafas menjadi efektif setelah sekret dikeluarkan 3) Klien tidak mengeluhkan penurunan nyeri

INTERVENSI RASIONAL

1. Observasi tanda-tanda vital.

2. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-10

3. Berikan kesempatan waktu

istirahat bila terasa nyeri dan  berikan posisi yang nyaman Serta ajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi.

4. Kolaborasi analgesik 

1. Perubahan frekuensi jantung atau TD

menunjukkan bahwa pasien

mengalami nyeri.

2. Membantu dalam mengevaluasi gejala nyeri.

3. Meningkatkan relaksasi dan

 pengalihan perhatian. Menghilangkan ketidaknyamanan dan meningkatkan efek terapiutik analgesik.

4. Mempertahankan kadar obat lebih konstan menghindari puncak periode nyeri.

 b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya sekret yang mengental.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, bersihan jalan napas klien efektif.

Kriteria hasil:

a. Jalan napas paten  b. Bunyi napas vesikuler 

c. Tidak ada sekret pada jalan napas

INTERVENSI RASIONAL

(24)

2. Ajarkan batuk efektif.

3. Tingkatkan masukan cairan sesuai toleransi jantung.

4. Beri O2 tambahan sesuai indikasi.

5. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret.

terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat / tak dimanifestasikan adanya bunyi nafas.

2. Membantu untuk meminimalkan kolaps jalan nafas kecil.

3. Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret.

4. Dapat memperbaiki / mencegah hipoksia.

5. Kelembapan dapat menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.

c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun sekunder akibat peradangan pada sinus.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi klien sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Kriteria hasil:

1) Intake nutrisi klien cukup 2) Klien tidak mual atau muntah 3) Berat badan klien ideal

INTERVENSI RASIONAL

1. Catat intake dan output makanan klien.

2. Menganjurkan untuk makan sedikit- sedikit tapi sering. 3. Hindari makanan penghasil gas

dan minuman karbonat.

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama sakit.

1. Mengetahui perkembangan  pemenuhan nutrisi klien

2. Memberikan kesempatan untuk  meningkatkan masukan kalori total.

3. Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan diafragma. 4. Metode makan dan kebutuhan

kalori didasarkan pada kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

(25)

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder akibat gangguan pernafasan

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola tidur klien baik  Kriteria hasil:

1) Pola tidur klien teratur 

2) Klien tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman setelah bangun tidur 

3) Tidur malam klien 6-8 jam

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji kebutuhan tidur klien.

2. Menciptakan suasana yang nyaman.

3. Kolaborasi dengan tim medis  pemberian obat

1. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat atau tidur.

2. Suasana yang nyaman merupakan indikator untuk klien agar dapat tidur dengan nyaman dan tenang. 3. Pernafasan dapat efektif kembali

lewat hidung

4. DAFTAR PUSTAKA

Damayanti dan Endang. 2002.  Buku Ajar  Ilmu Kedokteran THT Kepala dan  Leher, edisi. 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Ghorayeb B. Sinusitis. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html [16 September 2013].

(26)

Hueston, W.J., 2002. Sinusitis. In: Hueston’s. Respiratory disorder. 3rd ed. USA: McGraw-Hill. 83-102

Kumar, P. and Clark, M., 2005. The Special Senses. Clinical Medicine. 6th ed. Philadelphia : Saunders Elsevier. 1153-1155

Mangunkusumo E, Soetjipto. 2007.  Buku  Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,  Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher . Jakarta: FKUI

Mangunkusumo, Endang, dkk. 2002.  Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga  Hidung Tenggorok Kepala dan Leher . Jakarta: Balai Penerbit FK UI Mansjoer, Arif, dkk. 2001.  Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta:

Penerbit Media Ausculapius FK UI

Perhati. 2006. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia

Susanto, Edi. 2009. Sinusitis Frontalis.

http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/09/sinusitis_frontalis_file s_of_drsmed.pdf [diakses tanggal 16 September 2013].

Wikipedia. Sinusitis. Diakses dari www.wikipedia.org/wiki/sinusitis [16 September 2013].

Referensi

Dokumen terkait

Namun yang membedakan antara keduanya adalah pada ukuran Hilal Tracker Tripod yang lebih kecil dari Gawang Lokasi, selain itu, jika bidang gawang pada gawang

Bab ini merupakan bagian yang paling penting dari isi Disertasi, Tesis dan Skripsi secara keseluruhan, karena disini dapat dilihat jawaban atas permasalahan dan hipotesis

Pada DPPKAD Kota Gorontalo masih terdapat beberapa sumber daya manusia yang kurang memahami cara menggunakan teknologi informasi, hal ini merupakan sebuah masalah

Teknik Sepeda Motor/ Lemdiklat SMK KRISTEN 5 KLATEN Guru Sekolah/ Lemdiklat SMK KRISTEN 5 KLATEN Penanggung Jawab Ketua Penyelenggara kegiatan Pengelolaan Manajemen

The first problem to be discussed in the paper is that of identifying the predictor model (S), (9) by processing the real seismic data. This requires the determination of the

Sedikit demi sedikit saya mencoba menjauhkan pemikirannya tentang keinginannya untuk merdeka, karena ketika pemikiran ini saya biarkan merasuk dalam pikirannya maka hancurlah

untuk pertemuan kedua siklus pertama, guru akan menjelaskan lebih rinci mengenai materi pelajaran. Tujuannya agar siswa memiliki pemahaman dasar dan dapat memahami

Pewarisan akan terbuka jika terjadi kematian antara salah satu dari kedua orang tua (Berdasarkan KUHPerdata Pasal 830). Didalam pembahasan tentang kewarisan, maka ada 3