• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM DAN LAPORAN KEUANGAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM DAN LAPORAN KEUANGAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TAHUN 2014"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

RINGKASAN EKSEKUTIF

LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM DAN

LAPORAN KEUANGAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

TAHUN 2014

Kehadiran program Jaminan Kesehatan Nasional menjadi harapan baru bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menangani permasalahan kesehatannya. BPJS Kesehatan, sesuai UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), mendapat amanat untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Tujuan utama program ini adalah untuk memperbaiki akses penduduk terhadap layanan kesehatan sehingga peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Sebagai badan hukum publik, BPJS Kesehatan bertanggung jawab kepada Presiden. BPJS Kesehatan menjalankan program Jaminan Kesehatan berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.

Dalam memberikan pelayanan, BPJS Kesehatan tidak memandang status kependudukan seseorang. Seluruh penduduk Indonesia, secara bertahap wajib menjadi peserta Jaminan Kesehatan, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. Bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu iurannya dibayar oleh Pemerintah. Setiap peserta mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif mencakup promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Secara bertahap dan berkelanjutan, BPJS Kesehatan berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada seluruh peserta sejalan dengan visi BPJS Kesehatan, yaitu mencapai “Cakupan Semesta 2019”.

Seiring proses transformasi yang sedang berlangsung, BPJS Kesehatan terus berupaya mengoptimalkan

BPJS Kesehatan yang menyelenggarakan

Jaminan Kesehatan-melalui inisiasi dan

implementasi Kartu Indonesia Sehat (KIS)-

hadir sebagai terobosan dalam menangani

masalah kesehatan di Indonesia. Kami

berkomitmen untuk terus memberikan

pelayanan jaminan kesehatan yang berkualitas

kepada seluruh masyarakat.

dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan. Pengelolaan manfaat jaminan kesehatan dilakukan dengan menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan. Pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mendukung kesinambungan program. Penerapan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik dan peningkatan kompetensi pegawai dijalankan untuk mencapai kinerja unggul. Implementasi sistem perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko melalui teknologi informasi dilaksanakan untuk mendukung keseluruhan operasionalisasi BPJS Kesehatan.

Pencapaian Kinerja 2014

Dewan Pengawas beserta Direksi dan seluruh Duta BPJS Kesehatan telah memberikan tenaga, pikiran dan berbagai inovasi program untuk mendukung pencapaian kinerja tahun 2014 secara optimal. Pada tahun 2014, BPJS Kesehatan mampu memenuhi target kinerja yang ditetapkan dalam Annual Management Contract (AMC) dengan nilai hasil sebesar 106,14 dari target 100. Pokok-pokok indikator keberhasilan yang berhasil dicapai adalah: • Cakupan kepesertaan sebanyak 133.423.653 jiwa dari

target 131.378.187 jiwa.

• Skor tingkat kepuasan peserta tercapai 81 dari target 75.

(3)

• Indeks kualitas layanan fasilitas kesehatan tercapai 78 dari target 70.

• Pendapatan iuran peserta mencapai Rp40,72 triliun dari target Rp39,95 triliun.

Prestasi Membangun Sistem

Kelembagaan

Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional yang efisien, efektif, bersih dan bertanggung jawab, BPJS Kesehatan telah menerapkan Tata Kelola Organisasi Yang Baik (Good Governace). Implementasi Good Governance tersebut dilakukan dengan menyusun kebijakan dan pedoman berupa: (1) Board

Manual, yang mengatur tentang tugas, fungsi, wewenang,

tanggung jawab serta hubungan antara Dewas dan Direksi; (2) Pedoman Umum, berisikan tentang prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan kebijakan umum dari fungsi-fungsi yang dijalankan BPJS Kesehatan, dan (3) Kode Etik, yang mencakup pengelolaan benturan kepentingan, pengelolaan gratifikasi dan whistle blower system.

Terhadap implementasi Good Governance tahun 2014, BPJS Kesehatan telah melakukan self assessment dengan pendampingan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mencakup 4 aspek tata kelola organisasi yang baik, yaitu: Dewan Pengawas, Direksi, Pengungkapan Informasi dan Transparansi. Asesmen menggunakan pedoman asesmen yang mengacu kepada praktik-praktik tata kelola yang baik (best practices) dari BPKP. Hasil asesmen mencapai skor 88,94 (dari skor maksimal 100) dan masuk dalam kategori Sangat Baik. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Berkelanjutan dan Sumber Daya Sarana (SDS) yang Memadai

Untuk memastikan operasional BPJS Kesehatan berjalan baik maka diperlukan organisasi dan SDM yang mendukung kebutuhan operasional organisasi. Perkembangan organisasi dan SDM selama kurun waktu 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:

Pengelolaan SDM di BPJS Kesehatan dijalankan melalui pendekatan Competency Based Human Resources

Management dengan menggunakan aplikasi online Human Capital Information System (HCIS). Persiapan SDM yang

memiliki produktivitas dan kompetensi tinggi dilaksanakan dengan Implementasi Knowledge Management (KM), Diklat Peningkatan Kompetensi, Diklat Penjenjangan leadership, Diklat Profesi, Sertifikasi dan Perguruan Tinggi, serta Diklat Luar Negeri.

Diklat peningkatan kompetensi yang dilaksanakan pada tahun 2014 diprioritaskan pada operasional inti program BPJS Kesehatan yaitu pemasaran, kepesertaan, pengumpulan iuran dan implementasi tarif INA-CBG's. Pelatihan pemasaran difokuskan untuk pengembangan jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan. Sedangkan diklat

premium collection dimaksudkan untuk memperkuat

strategi penagihan dan pengumpulan iuran dari peserta. Pelatihan Kepesertaan difokuskan untuk mengelola data kepesertaan BPJS Kesehatan dalam jumlah yang besar. Selanjutnya pelatihan INA-CBG's ditujukan untuk memperlancar proses administrasi klaim dan mencegah terjadinya kecurangan (fraud) dari berbagai pihak.

Untuk memastikan kelancaran operasional di seluruh

level organisasi, BPJS Kesehatan telah mempercepat

pemenuhan kebutuhan infrastruktur dengan prioritas pada fungsi-fungsi inti guna menunjang pelayanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Untuk menunjang kegiatan pengadaan dan inventarisasi aset yang lebih transparan dan akuntabel, pada tahun 2013 dibangun aplikasi IMAP’s (Integrated Management Asset and Procurement System). Di dalamnya terdapat modul Manajemen Aset, Vendor

Registration, Contract Management e-procurement yang

memudahkan proses bisnis pengelolaan barang/jasa di BPJS Kesehatan.

Kantor Divisi Regional

Kantor Cabang (termasuk KC Prima) Kantor Layanan Operasional Kabupaten/ Kota (KLOK)

Kantor Liaison Officer di Kawasan Industri Kantor SPI Wilayah

Jumlah SDM

Peningkatan Unit Kerja dan SDM

2013 2014 Tahun 12 104 358 0 0 4.230 13 119 389 34 4 5.602

(4)

Memperkuat Sistem Teknologi Informasi (STI) yang Efektif

Kegiatan STI ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja melalui otomasi berbagai proses pengelolaan informasi guna mempercepat manajemen dalam proses pengambilan keputusan. BPJS Kesehatan telah menyusun perencanaan dan standarisasi Teknologi Informasi (TI) mencakup aspek pengembangan, implementasi dan review IT master plan, IT governance, sosialisasi implementasi IT master plan serta pengembangan dan implementasi aplikasi. Dalam aspek pemeliharaan aplikasi, telah dilaksanakan program pengembangan otomasi proses bisnis. Sedangkan pada bidang manajemen data dan informasi diterapkan pengelolaan data warehouse, pengembangan dan pemeliharaan database terpusat, dan pembangunan

master file kepesertaan semesta melalui Electronic Data Interchange (EDI).

Dalam hal pengelolaan jaringan dan infrastruktur teknologi informasi telah dilakukan pengembangan dan pemeliharaan

Data Center (DC) dan Disaster Recover Center (DRC), downtime (jaringan, server, storage, Data Center, DRC),

lisensi, antivirus dan security incident (pengamanan IT). Untuk optimalisasi teknologi komunikasi layanan interaktif dilakukan melalui pengelolaan e-mail, website dan video

conference.

Untuk memperlancar proses pelayanan di rumah sakit, telah dilakukan integrasi sistem yang ada di rumah sakit melalui pengembangan integrasi sistem/bridging system berbasis web-service sehingga pertukaran data antar aplikasi berjalan secara elektronik. Dengan adanya bridging

system tersebut rumah sakit cukup menjalankan single entry di aplikasi rumah sakit. Sedangkan untuk kebutuhan

eligibilitas data peserta, aplikasi rumah sakit telah terhubung dengan Master File Kepesertaan melalui web-service. Integrasi yang menyeluruh antara aplikasi Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan SIMRS dan INA-CBG’s di 105 Rumah Sakit dapat mengurangi keluhan antrian panjang peserta. Sampai akhir 2014, integrasi antara SEP dengan INA-CBG’s sudah diimplementasikan di 1.552 rumah sakit.

Membangun Budaya Sadar Risiko

BPJS Kesehatan menggunakan standar ISO 31000 sebagai acuan dalam mengelola risiko organisasi secara terintegrasi, terstruktur, sistematis, efektif dan efisien. Untuk itu telah disusun Pedoman Pengelolaan Risiko BPJS Kesehatan sebagai panduan bagi seluruh unit kerja dalam mengelola risikonya demi menjaga pencapaian tujuan organisasi.

Untuk tahun 2014, profil risiko BPJS Kesehatan mencakup 10 kejadian yang harus dimitigasi atas risiko yang akan terjadi. Risiko tersebut meliputi (1) peningkatan rekrutmen peserta baru untuk kategori Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya; (2) upaya pencairan investasi untuk kebutuhan likuiditas; (3) kecukupan jumlah dan kapasitas fasilitas kesehatan; (4) peningkatan pelayanan fasilitas kesehatan; (5) optimalisasi pengendalian biaya pelayanan kesehatan; (6) peningkatan otomasi pelayanan TIK; (7) peningkatan sistem keamanan TI; (8) penambahan jumlah SDM sesuai kebutuhan; (9) peningkatan kompetensi dan kualitas SDM; serta (10) peningkatan iklim kerja yang kondusif. Kejadian risiko tersebut diantisipasi secara menyeluruh pada setiap level manajemen sehingga merupakan budaya sadar risiko.

Implementasi Sistem Pengawasan yang Akurat

Fungsi Audit Internal di BPJS Kesehatan dilaksanakan oleh Satuan Pengawas Internal (SPI) yang bertanggungjawab langsung kepada Direktur Utama dan memiliki akses komunikasi langsung kepada Komite Audit (Organ Dewan Pengawas) untuk berkordinasi dan menyampaikan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan dan hasil audit.

SPI juga menjalankan fungsi sangat strategis dalam membantu organisasi BPJS Kesehatan mencapai tujuannya dengan pendekatan yang sistematis, teratur dan terstruktur melalui evaluasi pengelolaan risiko yang efektif serta tata kelola organisasi yang baik (Good Governance). Dalam rangka memperkuat fungsi pengawasan, pada tahun 2014 telah dilakukan penguatan organisasi melalui pembentukan 4 koordinator wilayah SPI, dari yang sebelumnya hanya terorganisir di Kantor Pusat.

(5)

perbaikan yang perlu dilakukan. Hasil survey menunjukan kepuasan peserta terhadap BPJS Kesehatan mencapai angka 81%, angka ini lebih besar dari target Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional yang ditetapkan Dewan Jaminan Sosial Nasional, yaitu sebesar 75%.

Di samping itu, BPJS Kesehatan telah menerapkan sistem manajemen keluhan yang berhasil merespon 100% keluhan yang masuk. Keluhan yang diterima masuk melalui Pusat Layanan Informasi 24 Jam BPJS Kesehatan dan media lainnya, berjumlah 104.427 keluhan selama tahun 2014. Selama tahun 2014 juga telah dilakukan pemberian informasi melalui Pusat Pelayanan informasi sebanyak 435.619 kali.

Implementasi Kartu Indonesia Sehat 2014

Sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat Untuk Membangun Keluarga Produktif, sejak tanggal 3 November 2014 BPJS Kesehatan telah mendistribusikan Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebanyak 4.426.010 kartu kepada peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Distribusi KIS akan dilanjutkan tahun 2015, kepada 81.973.990 peserta PBI.

Kartu Indonesia Sehat (KIS) adalah tanda kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang komprehensif pada fasilitas kesehatan melalui mekanisme sistem rujukan berjenjang dan atas indikasi medis. Kartu lainnya, seperti Kartu Eks

Prestasi dalam Melayani

Masyarakat

Tahun 2014 menjadi milestone penting eksistensi BPJS Kesehatan sekaligus tantangan dalam mengelola program jaminan kesehatan di masa depan. Secara umum, penyelenggaraan program BPJS Kesehatan selama tahun 2014 telah berjalan dengan baik dan telah berhasil meletakkan dasar yang kuat untuk suksesnya operasional di tahun-tahun mendatang. Hal tersebut ditunjukkan dengan pencapaian sejumlah indikator kinerja utama sebagaimana yang ditetapkan dalam RKAT 2014.

Perkembangan Kepesertaan

Sampai dengan posisi 31 Desember 2014, realisasi jumlah peserta yang dicapai BPJS Kesehatan tahun 2014 sebesar 133.423.653 jiwa atau 101,56% dari target sebesar 131.378.187 jiwa. Jumlah ini berhasil menorehkan rapor hijau dari Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Terdapat penambahan peserta baru sebanyak 20.840.231 jiwa atau mencapai 114,32% dari target 2014 sejumlah 18.225.717 jiwa.

Penambahan peserta tersebut berasal dari Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) sejumlah 9.052.859 jiwa (dari target 5.909.167 jiwa) dan Peserta PBI APBD/Jamkesda sebanyak 8.767.229 jiwa (dari target 7.064.262 jiwa) antara lain peserta Jamkesda dari Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA) dan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Sebanyak 179 Pemda yang pengelolaan kesehatan masyarakatnya telah terintegrasi dengan BPJS Kesehatan pada tahun 2014. Selain itu, diperoleh kepesertaan dari segmen Peserta Penerima Upah badan usaha (PPU-BU) yang meliputi Eks JPK Jamsostek, pegawai BUMN, badan usaha swasta dan badan hukum lainnya. Sampai dengan 31 Desember 2014, sebanyak 122.438 Badan Usaha yang telah mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Untuk mengetahui respon atas pelayanan yang diberikan, pada periode September sampai dengan Oktober 2014, BPJS Kesehatan melakukan survei tingkat kepuasan peserta. Survey ini dilakukan oleh pihak ketiga, bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta dalam semua aspek pelayanan sekaligus untuk mengidentifikasi prioritas

(6)

Askes, Eks Jamkesmas, KJS, Kartu JKN BPJS Kesehatan, masih tetap berlaku sesuai ketentuan sepanjang belum diganti dengan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

KIS diterbitkan oleh BPJS Kesehatan untuk seluruh peserta jaminan kesehatan termasuk penerima bantuan iuran (PBI). Kepesertaan KIS ada 2 kelompok, yaitu kelompok masyarakat yang wajib mendaftar dan membayar iuran, baik membayar sendiri, ataupun berkontribusi bersama pemberi kerjanya; dan kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu yang didaftarkan oleh Pemerintah dan iurannya dibayari oleh Pemerintah.

Pendapatan Iuran

Sejalan dengan bertambahnya peserta BPJS Kesehatan sepanjang tahun 2014, maka pendapatan iuran pun semakin besar, yang diperoleh dari berbagai segmen peserta. Total pendapatan iuran selama tahun 2014 mencapai Rp40,72 triliun atau 101,94% melampaui target RKAT sebesar Rp39,95 triliun. Tingkat kolektabilitas iuran sebesar 97,33% dengan jumlah iuran yang diterima sebesar Rp39,63 triliun. Pencapaian penerimaan iuran tersebut didukung oleh pemanfaatan jaringan Kantor Cabang dan

electronic channel (ATM, Internet Banking, SMS Banking, Electronic Data Capture/EDC, fasilitas transfer LLG/RTGS)

BNI, Bank Mandiri dan BRI, yang merupakan bank mitra dalam pendaftaran peserta dan penerimaan iuran. Selain itu secara proaktif dan berkelanjutan BPJS Kesehatan melakukan awareness campaign kepada peserta agar membayar iuran secara tepat waktu.

Pembayaran Manfaat Program

Pelayanan Kesehatan kepada peserta dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan (Faskes). Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terdiri dari Puskesmas, Dokter Praktik Perorangan, Klinik TNI/Polri dan Klinik Pratama yang jumlahnya meningkat 39,6% atau sejumlah 5.151 dibanding tahun sebelumnya. Termasuk didalamnya ada 945 FKTP Dokter Gigi Praktik Perorangan.

Des 2013 Total FKTP

Mar 2014 Jun 2014 Sep 2014 Des 2014

12,993 3,606 5,343 5,748 6,577 7,317 16,430 16,831 17,681 18, 437

FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Des 2013 Mar 2014 Jun 2014 Sep 2014 Des 2014

1.109

346 557

586 617 652 1.441 1.551

1.592 1.681

FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUTAN

Dokter/Dokter Gigi Praktek Perorangan dan Klinik Pratama

Total RS RS Swasta

Des 2013 Total FKTP

Mar 2014 Jun 2014 Sep 2014 Des 2014

12,993 3,606 5,343 5,748 6,577 7,317 16,430 16,831 17,681 18, 437

FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Des 2013 Mar 2014 Jun 2014 Sep 2014 Des 2014

1.109

346 557

586 617 652 1.441 1.551

1.592 1.681

FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUTAN

Dokter/Dokter Gigi Praktek Perorangan dan Klinik Pratama

Total RS RS Swasta

Sedangkan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) terdiri dari Rumah Sakit dan Klinik Utama yang jumlahnya meningkat 51,5% atau sejumlah 572 dibandingkan tahun sebelumnya. Termasuk di dalamnya ada 68 Klinik Utama. Khusus untuk Rumah Sakit swasta telah meningkat dari 346 menjadi 652 (88,4%).

(7)

Untuk memperluas cakupan manfaat bagi masyarakat, BPJS Kesehatan juga bekerjasama dengan 49 perusahaan asuransi swasta melalui skema koordinasi manfaat atau Coordination of Benefit (CoB) dalam memberikan tambahan benefit non-medis kepada masyarakat mampu yang menginginkan manfaat lebih.

Komitmen dalam Membangun Kedekatan, Mendengar Keluhan dan Memberi Solusi

Sebagai komitmen dalam memberikan pelayanan berkualitas kepada peserta, BPJS Kesehatan diwajibkan untuk membentuk Unit Pengendali Mutu Pelayanan dan Penanganan Pengaduan Peserta (UPMP4). Di tahun 2014 telah dibentuk UPMP4 di seluruh unit kerja BPJS Kesehatan, baik di Kantor Pusat, Kantor Divisi Regional dan Kantor Cabang.

BPJS Kesehatan juga membangun kemitraan dan kedekatan dengan berbagai pihak untuk meningkatkan

awareness masyarakat terhadap Jaminan Kesehatan

Nasional, sehingga timbul kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi di dalam program jaminan kesehatan. Sampai dengan 31 Desember 2014, beragam kegiatan promosi dilakukan oleh BPJS Kesehatan, baik melalui media cetak maupun media elektronik.

Membangun kedekatan kepada berbagai pihak juga dilakukan melalui pusat Layanan Informasi 24 Jam BPJS Kesehatan 500400, Pemberian Informasi Langsung,

talkshow, hotline service, pemberian informasi melalui

Kantor Cabang/BPJS Kesehatan Center, website BPJS Kesehatan, media sosial (twitter), dan SMS gateway. Selain itu, juga disampaikan melalui surat, surat elektronik (email) dan media massa. Pada tahun 2014, BPJS Kesehatan telah mengunggah 130 berita di website, 3.282 berita di twitter BPJS Kesehatan, 109 berita di Kompasiana, 2.212 berita/thread di kaskus, dan 33 berita di youtube BPJS Kesehatan.

Sepanjang tahun 2014, BPJS Kesehatan telah memberikan informasi sebanyak 959.927 secara lisan dan 99.177 secara tulisan. Sedangkan jumlah keluhan yang diterima sampai dengan 31 Desember 2014 tercatat 104.427 keluhan yang terdiri dari 18.904 keluhan diterima melalui Pusat Layanan Informasi 24 Jam BPJS Kesehatan 500400 dan 85.523 keluhan yang tercatat dari media lainnya. Seluruh keluhan yang masuk sampai Desember 2014, Sampai dengan 31 Desember 2014, realisasi biaya manfaat

berupa biaya pelayanan kesehatan perorangan meliputi biaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, mencapai Rp42,65 triliun. BPJS Kesehatan telah melakukan pembayaran kapitasi sebesar Rp8,34 triliun kepada 18.437 FKTP secara tepat waktu tanggal 15 setiap bulan dan sebesar Rp34,31 triliun untuk membayar 1.681 FKRTL/ Rumah Sakit dengan waktu pembayaran klaim rata-rata 13 hari (lebih cepat dari ketentuan Undang-Undang maksimal 15 hari).

Biaya manfaat diatas adalah untuk membayar sebanyak 61,7 juta kunjungan pasien Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) di FKTP dan 511.475 kasus Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) di FKTP, serta 21,3 juta kunjungan pasien Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan sebanyak 4,2 juta kasus di Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL).

Peningkatan Kualitas Pelayanan

BPJS Kesehatan mengelola manfaat pelayanan kesehatan melalui manajemen manfaat pelayanan primer dan rujukan. Pengelolaan manfaat pelayanan primer dilakukan melalui penguatan sistem gate keeper, penetapan indikator mutu manfaat pelayanan kesehatan primer, serta pelayanan promotif preventif di FKTP.

Sedangkan pengelolaan manajemen manfaat pelayanan rujukan dilakukan melalui penguatan sistem rujukan berjenjang, peningkatan mutu manfaat pelayanan kesehatan rujukan dan manajemen utilisasi/pemanfaatan, serta pengendalian penyalahgunaan (anti fraud). Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada peserta, termasuk membangun komunikasi dengan rumah sakit dan melaksanakan pelayanan administrasi terpadu, BPJS Kesehatan menempatkan petugas di Rumah Sakit dengan membentuk unit BPJS Kesehatan Center. Sampai dengan 31 Desember 2014 jumlah rumah sakit yang telah memiliki BPJS Kesehatan Center sebanyak 1.237 rumah sakit (73,59% dari total rumah sakit yang bekerjasama) dan 505 rumah sakit diantaranya sudah terpasang jaringan VPN. Sebagai feedback atas mutu layanan yang telah diberikan, BPJS Kesehatan melakukan pengukuran atas Indeks Kualitas Layanan oleh Fasilitas Kesehatan. Hasil pengukuran, diperoleh indeks sebesar 78% atau 111,43% dari target sebesar 70%.

(8)

rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 1,5 hari (lebih cepat dari ketentuan Undang-Undang maksimal 5 hari). Pokok masalah keluhan terbanyak yang disampaikan peserta adalah pelayanan administrasi.

Pengelolaan Dana/Keuangan

Dana Jaminan Sosial

Pengelolaan investasi Dana Jaminan Sosial tahun 2014 telah dikelola secara prudent dengan hasil kinerja yang baik sehingga mencapai yield on investment (YOI) netto sebesar 13,03%.

Tahun 2014, aset neto DJS membukukan kondisi negatif (mismatch) sebesar Rp3,31 triliun, lebih tinggi dari asumsi pada RKAT 2014. Hal ini antara lain disebabkan karena realisasi biaya manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan alokasi pada RKAT 2014. Upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan untuk mengatasi aset neto negatif tersebut, yaitu dengan menerbitkan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pembayaran Peserta Perorangan BPJS Kesehatan. Salah satu isi peraturan tersebut mengatur pemanfaatan layanan kesehatan setelah 7 hari mendaftar untuk peserta BPJS Kesehatan segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Tujuannya adalah untuk membiasakan masyarakat mampu dan sehat agar mendaftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan sebelum sakit.

Upaya lain adalah melakukan secara ketat kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan yang dilakukan di FKTP dan FKRTL serta melakukan kajian atas kecukupan iuran untuk Tahun 2016 dengan pendekatan aktuaria yang berbasis data realisasi pelayanan kesehatan peserta selama 1 tahun perjalanan program Jaminan Kesehatan Nasional.

Kajian tersebut berbeda dengan nilai iuran tahun 2014 dan 2015, yang belum sepenuhnya dengan pendekatan aktuaria, namun menggunakan pendekatan studi, yang disesuaikan dengan ketersediaan ruang fiskal Pemerintah. Aset Dana Jaminan Sosial mencapai Rp4,32 triliun atau 122,83% dari RKAT 2014. Sedangkan Liabilitas Dana Jaminan Sosial sebesar Rp7,63 triliun atau 134,19% dari RKAT. Hal ini yang disebabkan oleh tingginya utang jaminan kesehatan sebagai konsekuensi dari tingginya pemanfaatan

sebesar 44,05% lebih rendah dari RKAT antara lain karena terjadinya peningkatan jumlah liabilitas lancar, yaitu utang jaminan kesehatan.

Dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Sebagai pengelola Dana Jaminan Sosial, pendapatan operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) per 31 Desember 2014 tercatat Rp2,48 triliun, didapat dari dana operasional sebesar 6,25% yang dipotong dari iuran peserta sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 211/ PMK.02/2013.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga memperoleh pendapatan investasi bruto sebesar Rp1,33 triliun atau 128,47% dari RKAT, yang diperoleh dari pengembangan dana investasi BPJS sebesar Rp9,95 triliun atau 123,60% dari RKAT. Biaya Investasi sebesar Rp151,11 miliar atau 157% dari RKAT. Berdasarkan Dana, Pendapatan dan Beban Investasi tersebut, maka Yield on Investment (YOI) neto dana BPJS sebesar 13,87%.

Pada akhir tahun 2014 jumlah aset BPJS mencapai Rp11,98 triliun atau 109,16% dari RKAT. Pencapaian aset tersebut terutama dipengaruhi oleh pencapaian penghasilan neto yang sampai dengan 31 Desember 2014 mencapai Rp1,07 triliun. Sedangkan Liabilitas BPJS sebesar Rp838 miliar atau 133,32% dari RKAT. Adapun Rasio likuiditas dana BPJS sebesar 1.494,02%.

Sebagai sebuah badan hukum publik, BPJS Kesehatan juga mengeluarkan beban operasional untuk menjalankan program kerjanya. Beban operasional sampai dengan 31 Desember 2014 sebesar Rp2,47 triliun atau 84,74% dari RKAT. Dengan perolehan pendapatan operasional yang mencapai 102,71% dari RKAT dan beban operasional yang hanya terealisasi 84,74%, serta pendapatan investasi bruto yang mencapai 128,47% dari RKAT, maka BPJS Kesehatan mencatat penghasilan komprehensif (surplus) sebesar Rp1,11 triliun atau 391,54% dari RKAT.

(9)

Pengawasan yang Menghasilkan

Opini WTP, Skor GG Sangat Baik dan

UKP4 Warna Hijau

Satu tahun implementasi program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan, Kantor Akuntan Publik (KAP) Kanaka Puradireja Suhartono telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) dan BPJS Kesehatan untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2014. Dengan demikian Laporan Keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan dan BPJS Kesehatan dinyatakan: ”telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan serta kinerja keuangan dan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia”. Audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik, merupakan wujud implementasi dari prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu keterbukaan, kehati-hatian dan akuntabilitas. Hasil pengukuran Good Governance BPJS Kesehatan telah memperoleh penilaian Sangat Baik (yang merupakan predikat tertinggi), dengan capaian skor aktual 88,94 dari skor maksimal 100.

BPJS Kesehatan juga memperoleh penilaian yang baik (warna hijau) dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

(10)

Hal Yang Perlu Mendapat Perhatian

Pemerintah

Satu tahun implementasi program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan, telah memberi manfaat yang nyata bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang membutuhkan jaminan kesehatan. Sejalan dengan program Pemerintah melalui implementasi Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang merupakan salah satu agenda Nawacita, selanjutnya program jaminan kesehatan ini membutuhkan dukungan penuh dari Pemerintah.

BERDAULAT

BERKEPRIBADIAN

TRISAKTI

BERDIKARI

VISI PRESIDEN

Lembaga yang Bertanggung Jawab Langsung kepada Presiden untuk Menjalankan

Jaminan Kesehatan

GOTONG ROYONG Mensukseskan KIS dengan mendorong masyarakat sehat dan mampu untuk menjadi peserta

jaminan kesehatan KIS

Nawacita ke lima (5), “… akan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui … layanan kesehatan masyarakat dengan menginisiasi kartu “Indonesia Sehat”…” “…harapan akan berdikarinya/penguatan

sendi-sendi ekonomi bangsa menjadi semakin jauh ketika negara tidak kuasa memberikan jaminan kesehatan dan kualitas hidup yang

(11)

1. Untuk menjamin sustainabilitas program jaminan kesehatan nasional jangka panjang, BPJS Kesehatan membutuhkan dukungan Pemerintah, melalui: a. Revisi Iuran Untuk Mencukupi Biaya Pelayanan

Kesehatan

Penyesuaian besaran iuran JKN akan menjadi penyelamat utama keuangan BPJS Kesehatan. Revisi besaran iuran JKN dengan memperhitungkan semua kebutuhan biaya. Besaran iuran dihitung dengan memenuhi prinsip: kecukupan, rasional, kompetitif, ekuitas dan bersifat futuristik. Untuk maksud ini maka iuran dihitung secara cermat dengan menerapkan kaidah-kaidah perhitungan aktuaria.

Penyesuaian besaran iuran tahun 2016 untuk menanggulangi mismatch antara iuran yang diterima dengan biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan tahun 2014 dan 2015 serta sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu pelayanan di FKTP dan FKRTL sekaligus untuk mendorong partisipasi swasta, mengantisipasi laju inflasi dan tuntutan kenaikan tarif. Penyesuaian iuran akan mengurangi/menghapus nilai negaitf/defisit Aset Neto yang akan terjadi pada tahun 2016 serta menghindari prediksi defisit pada tahun-tahun yang akan datang.

b. Rekrutmen Peserta yang Sehat

BPJS Kesehatan memiliki tugas atau peran untuk mengupayakan agar masyarakat mendaftarkan dirinya sebagai peserta BPJS Kesehatan saat kondisi dirinya sehat, bukan pada saat kondisi sakit baru mendaftar. Oleh karena itu BPJS Kesehatan memerlukan dukungan Pemerintah, terutama untuk mendorong prinsip kegotong royongan dan mengoptimalkan partisipasi langsung dari peserta BUMN, Pekerja Penerima Upah Swasta dan masyarakat sehat dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Khusus untuk PBPU, masa tunggu administrasi menjadi peserta merupakan keniscayaan yang seyogyanya didukung penuh Pemerintah.

c. Standar Tarif Pelayanan Kesehatan

Standar tarif yang diatur Permenkes 59/2014 berimplikasi terhadap penyerapan dana. Besarnya biaya pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh (i) utilisasi dan (ii) tarif. Angka utilisasi bersifat random, tergantung penyakit, sehingga intervensinya relatif sulit. Intervensi tarif lebih memungkinkan dengan menetapkan tarif agar penyerapan biaya maksimal 90%, dengan cara mereviu struktur tarif INA-CBG's di rumah sakit.

d. Penegakan Pengendalian Biaya (Cost

Containment)

Penerapan kapitasi dan INA-CBG's tidak luput dari masalah. Berbagai isu antara lain up-coding,

re-admission, bloody-discharge, dumping dan skimping, merupakan implikasi yang tidak

diharapkan dalam penerapan INA-CBG's sebagai sistem pembayaran di rumah sakit. Kondisi ini jika dibiarkan akan berujung pada penyerapan dana di luar batas normal, sehingga eskalasi biaya sulit dikendalikan. Untuk itu dibutuhkan program kendali biaya dan mutu layanan yang konsisten yang dikoordinir oleh Kementerian Kesehatan. 2. Untuk Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan,

BPJS Kesehatan membutuhkan dukungan Pemerintah, melalui:

a. Supply side (jumlah, distribusi dan kompetensi) Agar masyarakat mudah dalam mengakses

fasilitas kesehatan, diperlukan dukungan Pemerintah untuk meningkatkan jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun Fasilitas kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), baik milik Pemerintah maupun swasta. Distribusi fasilitas kesehatan yang merata dan didukung oleh tenaga medis yang kompeten, harus menjadi perhatian, khususnya di daerah yang kurang diminati.

Pada masa mendatang, terdapat kekhawatiran tingkat pertumbuhan peserta tidak seimbang dengan tingkat pertumbuhan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan.

(12)

b. Obat

Ketersediaan obat merupakan isu penting dalam pelayanan kesehatan pada awal tahun berjalannya program Jaminan Kesehatan Nasional. Hal ini perlu langkah serius dari seluruh stakeholder terkait untuk memperbaikinya, termasuk dari industri obat. Pemerintah perlu mereviu kebijakan ketersediaan obat sehingga tercipta sistem yang kuat dan mampu mendorong komitmen berbagai pihak untuk memperbaiki pelayanan kepada peserta.

c. Sistem Rujukan Berjenjang

Mekanisme sistem rujukan berjenjang antar fasilitas kesehatan membutuhkan pengaturan kebijakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Pada Tahun 2014, berdasarkan Peraturan Gubernur, SK Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, MOU antara BPJS Kesehatan dengan Pemerintah Propinsi maupun dalam bentuk peraturan daerah, telah memberi dampak yang menguntungkan dalam pelaksanaan program sistem rujukan berjenjang.

Selanjutnya BPJS Kesehatan membutuhkan dukungan implementasi yang kuat dari Kepala Daerah dan Dinas Kesehatan untuk bersama-sama dengan BPJS Kesehatan melakukan pengawasan yang ketat, mengedukasi fasilitas kesehatan dan peserta agar sistem ini dapat berjalan dengan baik.

Dukungan Pemerintah kepada BPJS Kesehatan sebagaimana usulan di atas sangat menentukan bagi sustainabilitas pengimplementasian Kartu Indonesia Sehat (KIS)–Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), mengingat program ini sangat strategis dan dibutuhkan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Dukungan ini harus segera diwujudkan untuk menjaga agar tidak terjadi kegagalan pembayaran (default) kepada fasilitas kesehatan sehingga Pemerintah tidak perlu secara terus menerus menutupi beban defisit yang akan terjadi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sesuai dengan amanat UU SJSN dan UU BPJS, Pemerintah berkewajiban menjamin BPJS Kesehatan berjalan sebagaimana mestinya untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, Mei 2015

Fachmi Idris

(13)

KANTOR PUSAT

Jl. Letjen Suprapto Kav. 20 No. 14

Cempaka Putih, Jakarta Pusat

10510

Telp. 021 421 2938 (Hunting)

Referensi

Dokumen terkait

2013 Peringkat Kesejahteraan Rumah Tangga Nelayan Yang Dikepalai Perempuan (Studi Kasus Desa Malangrapat Kabupaten Bintan Kepulauan Riau). Terbit

Demi kelancaran dan tercapainya output untuk mahasiswa Ekonomi Syari’ah yang berintegritas, berakhlak mulia dan skill yang dapat bersaing serta dapat memenuhi

Disamping itu, dengan didirikannya pabrik industri SDBS akan mendorong berdirinya pabrik- pabrik lain yang menggunakan bahan dasar SDBS untuk bisa dikembangkan kembali

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan sistem penjualan padi yang berlaku di daerah penelitian, (2) Menganalisis tingkat pendapatan

Ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan ticetak pada wadah untuk kemudian dihitung nilai rendemennya dan diuji sifat fisiko-ki2mia (RSNI3 2010), yaitu warna

1) Bagi laki-laki akan menikah disyaratkan harus berumur sekurang- kurangnya 18 tahun, sedangkan bagi perempuan 15 tahun. 2) Seorang perempuan yang umurnya urang dari 15

untuk nutrisi yang lebih baik dan pemimpin masyarakat setempat; dan Alimin dari Soppeng, Sulawesi Selatan, yang telah berhasil memperluas perkebunan kakao miliknya dari satu