• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Ajar Rekayasa Lalu Lintas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bahan Ajar Rekayasa Lalu Lintas"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

Mata Kuliah Dasar-dasar Transportasi merupakan pengenalan dari

beberapa mata kuliah bidang transportasi lainnya di Teknik Sipil

Rumus Dasar dalam perhitungan lalu lintas :

Konsep Buku Bahan Ajar MK : Rekayasa Lalu Lintas, Oleh : Theo K. Sendow 1 Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi (2 SKS) Semester 2 Perencanaan Bandar Udara Rekayasa Lalu lintas (2 SKS) Semester 3 Perencanaan Geometrik Jalan (2 SKS) Semester 3 Perencanaan Transportasi (2 SKS) Semester 6 Perencanaan Pelabuhan (2 SKS) Semester 7 Rekayasa Jembatan (2 SKS) Semester 7 Rekayasa Lalu Lintas Lanjutan (2

SKS) Semester 7 Transportasi (2 Manajemen

SKS) Semester 7

PTM / ALAT BERAT (2 SKS) Ekonomi

Transportasi (2

SKS) Semester 8. Angkutan Umum (2 SKS) Semester 8 Perbaikan Tanah (2

SKS) Semester 8

(2)

1. Volume lalu lintas (Arus/Flow) yaitu jumlah kendaraan yang melewati suatu bagian jalan selama waktu tertentu :VolumeDensity xSpeed atau V D.S

atau kendJamKendKm .JamKm

Berdasarkan gambar di atas maka dapat diketahui setiap pengamat (surveyor) akan mengetahui berapa jumlah kendaraan yang melewati titik posisi dimana pengamat berada selama waktu tertentu, misalnya selama 15 menit sampai 12 Jam pengamatan. Hasil pengamatan juga akan memberikan jumlah kendaraan yang berbeda-beda yaitu ada kendaraan tidak bermotor (UM), sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV) = kendaraan penumpang (smp atau Pcu) dan kendaraan berat (HV). Hasil pengamatan dari beberapa jenis kendaraan ini kemudian di seragamkan dalam satuan kendaraan yang sama yaitu smp = satuan mobil penumpang (smp). Konversi (perubahan satuan) dari berbagai jenis kendaraan ke smp maka dikalikan dengan nilai ekivalen mobil penumpang (emp). Nilai emp ini akan berbeda untuk setiap jenis kendaraan dan berbeda-beda juga untuk setiap negara yang memiliki standar perencanaan kapasitas jalan seperti di Indonesia mempunyai standar MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) dan USA yaitu HCM (Highway Capacity Manual). Contoh pemakaian emp di Indonesia (MKJI) :

Tipe/Jenis Kendaraan Emp

MC 0,5

LV 1

HV 1,8

Bila kita mempunyai jumlah kendaraan hasil survey dan komposisi jenis kendaraan seperti di bawah ini :

Tipe/Jenis Kendaraan Kend/Jam

MC 100

LV 150

HV 25

Hitung berapa smp-nya :

(3)

Tipe/Jenis Kendaraan Emp Kend/Jam Smp/Jam

MC 0,5 100 50

LV 1 150 150

HV 1,8 25 45

Jumlah Tidak Bisa dijumlah 245

2. Selain volume, dikenal juga kapasitas (Capacity) yaitu daya tampung volume maksimum dari suatu jalan. Untuk itu kapasitas ini dapat dapat berupa kapasitas untuk satu jalan atau hanya untuk satu lajur saja. Nilai kapasitas juga berbeda-beda untuk setiap negara dan acuannya mengacu pada standar di negara yang bersangkutan, untuk Indonesia memnggunakan MKJI.

Pada contoh jalan di atas adalah 2/2 B yaitu jalan 2 lajur 2 arah terbagi (dengan median) jalan seperti ini dapat juga 2/1 B yaitu jalan 2 lajur 1 arah terbagi (dengan median). Kapasitas dapat menentukan apakah hanya satu lajur atau untuk kedua lajur, seperti contohnya untuk jalan dengan lebar lajur 3,5 m maka C = 1650 smp per lajur. Atau ada juga kapasitas yang menyatakan untuk total kedua arah C = 2900 smp total dua arah. Dalam satuan HCM misalnya C = 1650 pcupl (pasenger car unit per lane).

3. Setelah adanya kapasitas (daya tampung) maka kita dapat menentukan indikator (ukuran) dari macetnya suatu jalan berdasarkan nilai VCR (Volume Capacity Ratio) yaitu perbandingan antara Volume dan Kapasitas suatu jalan. Bila volume yang terukur di suatu segmen jalan selama 1 jam pengamatan misalnya sebesar 1500 smp per lajur, maka VCRCapasitasVolume =0,909091 (tanpa

satuan. Angka ini sangat riskan (beresiko) karena hampir mendekati satu

artinya per lajur hampir memiliki volume lalin yang mendekati maksimum.

Tingkat pelayanan jalan juga ditentukan berdasarkan angka VCR ini.

(4)

4. Density (kerapatan) adalah jumlah kendaraan yang berada pada suatu segmen jalan dengan panjang jalan (jarak) tertentu DVS atau

Km Jam Jam kend Jam Km Jam kend Km Kend .

5. Speed (Kecepatan) adalah jarak persatuan waktu atau volume lalu lintas di bagi kerapatan yang terjadi, SDV atau

Kend Km Jam kend Km KendJam kend Jam Km .

(5)

6. Time Headway (Ht) individual adalah jarak antar kendaraan dalam satuan waktu.

Time Headway Ht nilainya dapat berbeda pada setiap tinjauan (misalnya ditinjau pada jarak sejauh jarak tertentu dari titik start) dan dapat juga bernilai sama. Untuk contoh gambar diatas, terlihat nilai Ht pada jarak sejauh 80 m dari titik start (titik nol meter) memberikan nilai Ht pada masing-masing kendaraan berbeda-beda, karena waktu start berbeda-beda (tidak dilepas dengan beda waktu yang sama) dan kecepatan masing-masing kendaraan juga berbeda-beda maka nilai Ht menjadi berbeda-beda untuk setiap kendaraan.

Pada kasus ini apabila dihitung nilai Time Headway rata-rata (Ht) maka tentunya tidak akan sama nilainya dengan nilai Time Headway Ht masing-masing kendaraan.

7. Sedangkan Time Headway rata-rata adalah jarak rata-rata antar kendaraan dalam satuan waktu, time headway rata-rata ini hubungannya dengan volume

adalah : Kend Jam Jam Kend V t H  1  1 

, rumus ini hanya berlaku untuk time headway rata-rata, untuk Ht individual tidak berlaku.

Hubungan antara Time Headway (Ht) dan Time Headway rata-rata (Ht) yaitu untuk Ht nilainya akan sama dengan nilai Ht apabila kendaraan

(6)

dilepaskan (distartkan) dengan perbedaan waktu yang sama dan bergerak dengan kecepatan yang sama (konstan) dari awal sampai akhir perjalanannya. 8. Distance Headway (Hd) individual adalah jarak antar kendaraan dalam

satuan panjang.

Distance Headway Hd nilainya dapat berbeda pada setiap tinjauan (misalnya ditinjau pada detik tertentu dari saat dilakukannya start) dan dapat juga bernilai sama. Untuk contoh gambar diatas, terlihat nilai Hd pada detik ke 45 dari sejak dilakuknnya start (yaitu detik ke nol) memberikan nilai Hd pada masing-masing kendaraan berbeda-beda, karena waktu start berbeda-beda (tidak dilepas dengan beda waktu yang sama) dan kecepatan masing-masing kendaraan juga berbeda-beda maka nilai Hd menjadi berbeda-beda untuk setiap kendaraan.

Pada kasus ini apabila dihitung nilai Distance Headway rata-rata (Hd) maka tentunya tidak akan sama nilainya dengan nilai Distance Headway Hd masing-masing kendaraan.

9. Sedangkan Distance Headway rata-rata adalah jarak rata-rata antar kendaraan dalam satuan panjang, distance headway rata-rata ini hubungannya dengan

kerapatan adalah : Kend

Km Km Kend D d H  1  1 

, rumus ini hanya berlaku untuk Distance time headway rata-rata, untuk Hd individual tidak berlaku.

Hubungan antara Distance Headway (Hd) dan Distance Headway rata-rata (

d

H ) yaitu untuk Hd nilainya akan sama dengan nilai Hd apabila kendaraan dilepaskan (distartkan) dengan perbedaan waktu yang sama dan bergerak dengan kecepatan yang sama (konstan) dari awal sampai akhir perjalanannya.

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem Transportasi

Sistem transportasi terdiri dari fasilitas tetap, besaran arus, dan sistem pengatur yang memungkinkan orang dan barang untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain secara efisien dalam hal tepat waktu untuk aktifitas yang diinginkan.

(8)

ITE (Institute of Transportation Engineer, Amerika) mendefinisikan Rekayasa Transportasi sebagai penerapan prinsip teknologi dan ilmu mumi pada

perencanaan, perancangan, operasional, dan pengelolaan fasilitas untuk setiap moda transportasi, sehingga dapat memberikan keselamatan, kecepatan, kenyamanan, ketepatan, ekonomis, dan bersababat dengan lingkungan bagi pergerakan orang dan barang.

ITE juga mendefinisikan Rekayasa Lalu Lintas seperti definisi Rekayasa Transportasi yang berhubungan dengan perencanaan, perancangan geometri dan operasional Lalu lintas dari jalan, jalan bebas hambatan, jaringan jalan, tenninal, dan hubungannya dengan moda transportasi lain.

Sistem Lalu lintas dapat dikatakan terdiri dari tiga komponen: jalan,

manusia, dan kendaraan. Seperti ahli struktur tidak dapat merancang suatu

struktur tanpa mengetahui letak beban dan perilaku elemen struktur di

bawah beban tersebut, maka ahli lalu lintas juga memerlukan pengetahuan

tentang beban (arus lalu lintas) dan elemen (manusia dan kendaraan).

Untuk keberhasilan pengoperasian, ketiga komponen - jalan, manusia dan kendaraan harus kompatibel. Dalam kenyataan sehari-hari hal ini tidak pemah terjadi, akibatnya sistem Lalu lintas jalan seringkali gagal. Kecelakaan jalan, kemacetan dan gangguan lalu lintas merupakan contoh kegagalan sistem dan hampir semua kasus diakibatkan oleh ketidak sesuaian antar ketiga komponen, atau antar satu komponen dan lingkungan dimana sistem beroperasi.

Jalan mempunyai empat fungsi:

 Melayani kendaraan yang bergerak

 Melayani kendaraan parkir

 Melayani pejalan kaki dan kendaraan tak bermotor

 Pengembangan wilayah dan akses ke daerah pemilikan

Suatu jalan mungkin hanya melayani satu fungsi (mis. jalan bebas hambatan hanya melayani kendaraan bergerak), hampir semua jalan melayani dua atau tiga fungsi di atas. Seringkali fungsi-fungsi ini tidak konsisten, mis. jalan yang melayani arus Lalu lintas tinggi tidak sesuai bagi pejalan kaki, atau tidak nyaman untuk menyediakan akses.

Walaupun demikian masih ada kemungkinan untuk menetapkan fungsi utama suatu jalan, dengan melarang atau tidak menyarankan untuk menggunakan jalan tersebut, atalA -mernbuat pengaturan khusus untuk melayani semua fungsi. Sebagai contoh, jalan yang padat Lalu lintasnya perlu ada larangan parkir dan

(9)

perlu sinyal untuk pejalan kaki atau jembatan penyeberangan. Hal serupa pada jalan lokal, dimana akses dan kegiatan pejalan kaki mendominasi, harus diatur sedemikian rupa sehingga Lalu lintas menerus tidak menggunakannya.

Klasifikasi jalan menurut fungsi

Jalan mempunyai dua fungsi yang sangat berbeda, yaitu pergerakan menerus, atau mobilitas dan akses ke tata guna lahan. Kedua fungsi tersebut adalah

penting dan tidak ada perjalanan dibuat tanpa keduanya. Gambar 2.5 menggambarkan hubungan antara sistem klasifikasi jalan menurut fungsi dan akses lahan.

Sekali masuk ke dalam sistem jalan, pengemudi akan secara cepat mencari fasilitas yang menyenangkan selama perjalanan. Ini adalah fasilitas yang dalam perancangan atau peraturan, adalah tidak terpengaruh oleh pergerakan akses ke tata, guna lahan. Perancangan memungkinkan untuk arus menerus pada, jarak yang cukup jauh dengan kecepatan yang relatif tinggi. Pengemudi akan menggunakan suatu fasilitas untuk bagian terbesar dari perjalanan dalam hal meminimumkan waktu perjalanan total.

Gambar 2.5. Hubungan antara Sistem Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi dan Akses Lahan

Fungsi distribusi dan pengumpulan adalah serupa yaitu membawa pembuat perjalanan lebih dekat ke tujuan akhir di dalam daerah tujuan umum. Dalam beberapa kasus, kedua fungsi dilayani dengan fasilitas tunggal, yang umumnya jalan permukaan yang disediakan untuk efisiensi pergerakan menerus pada kecepatan rendah, tetapi juga menyediakan pelayanan akses ke tata guna lahan. Gambar 2.6 menunjukkan ilustrasi secara skematik sistem jalan antar kota dengan

(10)

persentase relatif fasilitas yang umumnya ditemukan dalam setiap kelas jalan. Gambar 2.7 merupakan ilustrasi serupa untukjaringan jalan perkotaan.

Tabel Sistem Klasifikasi Jalan dan Persentase Jumlah dari Total Panjang Jalan

Fasilitas jalan di klasifikasikan menurut jumlah relatif pelayanan menerus dan akses ke tata guna lahan yang disediakan. Pembagian Kelas Jalan diatur oleh PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UULLAJ No. 14/1992. Pembagian kelas tersebut adalah :

1) Jalan kelas I

(11)

Jalan arteri yang dapat diLalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton.

2) Jalan kelas II

Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat diijinkan 10 ton.

3) Jalan kelas IIIA

Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton.

4) Jalan kelasIIIB

Jalan kolektor yang dapat diLalui kendaman bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebilli 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm dan muatan sumbu terberat yang dijinkan 8 ton.

5) Jalan kelas IIIC

Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton.

(12)

BAB II

KARAKTERIST1K ARUS LALU LINTAS

Karakteristik dasar arus lalu lintas adalah arus, kecepatan, dan kerapatan. Karakteristik ini dapat diamati dengan cara makroskopik atau mikroskopik. Tabel 3.1 menggambarkan kerangka dasar dari karakteristlk arus lalu lintas.

Tabel 3. 1. Kerangka Dasar Karakteristik Arus Lalu Lintas

Pada tingkat mikroskopik analisis dilakukan secara individu sedangkan pada tingkat makroskopik analisis dilakukan secara kelompok. Dalam kuliah ini

hanya akan dibahas mengenai analisis makroskopik. Karakteristik arus makroskopik dinyatakan dengan tingkat arus dan pembahasan akan ditekankan pada pola variasi dalam waktu, ruang, dan jenis kendaraan.

Karakteristik kecepatan makroskopik menganalisis kecepatan dari kelompok kendaraan yang melintas suatu titik pengamat atau suatu potongan jalan pendek selarna periode waktu tertentu. Penekanan diberikan pada variasi waktu, ruang, dan jenis kendaraan dan juga pada analisis statistik dari pengamatan kecepatan kelompok. Juga termasuk waktu perjalanan dan tundaan.

Karakteristik kerapatan makroskopik dinyatakan sebagai sejumlah kendaraan yang menempati suatu potongan jalan. Akan dijelaskan teknik pengukuran kerapatan dan penekanan diberikan pada peta kontur kerapatan. Selain itu akan dijelaskan juga teknik analitis dengan menggunakan peta kontur kerapatan.

Jenis Fasilitas

Fasilitas Lalu lintas terbagi dalam dua kategori utama, yaitu fasilitas arus tak terganggu dan faselitas arus terganggu. Kategori ini didasarkan pada interaksi antar elemen arus Lalu lintas yang mengatur perilaku umum dari arus di sepanjang fasilitas tersebut.

a) Fasilitas arus tak terganggu

Pada fasilitas arus tak terganggu tidak ada faktor luar yang menyebabkan

gangguan secara periodik terhadap arus Lalu lintas. Arus yang demikian terdapat di jalan bebas hambatan dan fasilitas lain yang aksesnya dibatasi, dimana

tidak ada

sinyal Lalu lintas, rambu STOP, YIELD, atau persimpangan sebidang yang mengganggu arus.

Pada fasilitas arus tak terganggu, arus Lalu lintas merupakan hasil interaksi antar kendaraan secara individu dan dengan geometrik dan lingkungan jalan. Pola arus

(13)

sepanjang fasilitas hanya diatur oleh karakteristik tata guna lahan yang membangkitkan perjalanan kendaraan di fasilitas tersebut. Meskipun tejadi kemacetan, hal ini merupakan interaksi antar kendaraan dalam arus dan tidak ada penyebab dari luar. Jadi meskipun pengemudi mengalami kemacetan, fasilitas tetap dikategorikan sebagai arus tak terganggu.

b) Fasilitas arus terganggu

Fasilitas arus terganggu, merupakan fasilitas yang mempunyai pengatur luar dimana secara periodik mengganggu arus. Pengatur utama yang secara periodik menghentikan arus adalah sinyal Lalu lintas. Pengatur lain, seperti rambu STOP dan rambu YIELD dan juga persimpangan tanpa pengatur, juga mengganggu arus. Pada fasilitas arus terganggu, arus tidak saja tergantung pada interaksi antar kendaraan dan lingkungan jalan tetapi juga pengaturan waktu sinyal.

Sebagai contoh, sinyal lalu lintas memungkinkan pergerakan tertentu bergerak hanya sebagian waktu. Karena gangguan penodik terhadap arus pada suatu fasilitas, arus yang terjadi berbentuk “peleton”. Peleton adalah sekelompok kendaraan bergerak di sepanjang fasilitas secara bersama, dengan jarak antara (gap) yang cukup dengan kelompok berikutnya. Pada fasilitas sinyal Lalu lintas, peleton ini terbentuk oleh pola dari fase hijau di persimpangan yang berurutan. Dengan menjauhnya peleton dari persimpangan bersinyal, antar kendaraan cenderung unruk saling menjauh (dispersi). Jika jarak antar persimpangan cukup jauh, pengembangan dispersi memungkinkan terjadinya arus tak terganggu di beberapa bagian dari jalan diantara dua persimpangan tersebut. Tidak ada kriteria pasti untuk menentukan jarak antar persimpangan dimana hal ini terjadi. Banyak variabel yang mempengaruhi dispersi peleton, termasuk kualitas progresi sinyal dan jumlah dan pola kendaraan yang masuk ke arus Lalu lintas dari persimpangan tak bersinyal atau jalan diantara dua persimpangan.

Karakteristik Arus

Variasi arus dalam, waktu

Tingkat arus lalu lintas bervariasi dalam waktu, yaitu bulanan, harian, jam, dan variasi dalam jam. Sangat penting untuk mengetahui variasi arus dalam waktu untuk memperkirakan tingkat arus pada periode yang ditentukan berdasarkan pada, tingkat arus yang telah diketahui dari periode waktu yang lain.

Variasi arus lalu lintas bulanan.

Di negara lain variasi bulanan ini tergantung dari musim dan iklim setempat. Di Indonesia perubahan iklim tidak begitu besar seperti di negara-negara yang mempunyai empat musim, dan grafik untuk Indonesia juga lebih datar. Jenis fasilitas jalan yang berbeda mempunyai variasi bulanan yang berbeda. Variasi arus bulanan berbeda antara jalan perkotaan dan jalan antar kota, jalan ke daerah

(14)

rekreasi dan bukan, kondisi iklim yang sedang dan yang buruk. Gambar 3.1. menunjukkan variasi arus bulanan tipikal untuk berbagal jenis fasilitas jalan yang berbeda. April-Mei dan Oktober-Nopember umumnya mempunyai kondisi rata arus Lalu lintas, dan umumnya survey Lalu lintas dilakukan sepanjang bulan-bulan ini. Jalan bebas hambatan perkotaan yang terletak di daerah beriklim sedang mempunyai arus Lalu lintas paling seragam, selama satu tahun sedangkan jalan antar kota yang melayani daerah rekreasi musiman mempunyai variasi bulanan yang paling besar.

Di jalan antar kota dalam, Gambar 3.1. mempunyai volume bulan-puncak pada musim panas lebih dua kali volume bulan-minimum. Fasilitas harus dirancang untuk mengatasi vanasi musiman ini untuk menjamin kelangsungan ekonomi di daerah yang dilayani. Variasi di jalan perkown kurang menonjol, dengan Lalu lintas bulan-puncak sekitar 20% lebih tinggi dari Lalu lintas bulan-minimum.

(15)

Gambar 3.2. juga menunjukkan variasi bulanan beberapa jenis fasilitas jalan. Terlihat bahwa jalan bebas hambatan dalam kota mempunyai variasi yang kecil antara bulan-puncak dan bulan-minimum, dibandingkan dengan jalan bebas hambatan antar kota. Jalan menuju tempat rekreasi mempunyai bulan-puncak pada bulan Agustus, tetapi bulan minimum teijadi pada beberapa bulan (Desember s.d. Maret).

Variasi arus Ialu lintas harian

Tingkat atus Ialu lintas juga bervariasi terhadap hari dalam. satu minggu. Variasi harian dalarn seminggu sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang umumnya mempunyai suatu jadwal yang tetap dalam seminggu, variasi harian ini mempunyai kecenderungan untuk konstan. Variasi harian jalan perkotaan berbeda dengan jalan antar kota, dan jalan rekreasi berbeda dengan jalan bukan di daerah rekreasi. Gambar 3.3. menunjukkan variasi harian tipikal untuk berbagai jenis fasilitas jalan. Dapat dilihat bahwa variasi terbesar adalah jalan menuju tempat rekreasi, yang mencapai puncaknya pada hari Jurnat, Sabtu, dan Minggu. Jalan antar kota yang melayani perjalanan ke ternpat rekreasi dan juga perjalanan lain, juga mempunyai puncak pada akhir minggu tetapi variasi harian pada tengah minggu kurang dibandingkan dengan jalan menuju tempat rekreasi. Variasi volume Ialu lintas di jalan perkotaan adalah kurang dibandingkan dengan jalan menuju tempat rekreasi dan jalan antar kota. Sebagian besar peralanan dalam kota adalah merupakan perjalanan berulang, mulai dari perjalanan komuter dua-kali pada hari kerja sampai perjalanan berbelanja dua-kali dalarn satu minggu. Pola perjalanan yang berulang ini memudahkan dalarn mengamati dan menganalisa. Rencana penyediaan fasilitas yang cukup untuk mengatasi

(16)

terjadinya permintaan. puncak adalah lebih kepada masalah ekonomi, lingkungan, dan kemudahan dan bukan pada efisiensi pemakaian sumber daya. Interval waktu, yang umum untuk volume adalah hari. Volume harian seringkall digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan pengamatan umum dari kecenderungan. Proyeksi volume lalu lintas seringkali didasarkan pada pengukuran volume harian. Ada empat parameter volume harian yang banyak digunakan:

Lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) atau average annual daily traffic (AADT) adalah volume Ialu lintas 24-jam rata-rata di suatu lokasi tertentu selama

365 hari penuh, yaitu jumlah total kendaraan yang melintas lokasi dalam satu tahun dibagi 365. Contohnya LHRT = 24000 smp/hari (untuk kedua arah

perjalanan).

Lalu lintas hari kerja rata-rata tahunan (LHKRT) atau average annual weekday traffic (AAWT) adalah volume Ialu lintas 24-jam. rata-rata terjadi pada hari kerja

selama satu tahun penuh. Volume ini cukup menarik dimana lalu lintas akhir minggu adalah sedikit, sehingga merata-ratakan volume hari kerja yang tinggi selama 365 hari akan menutupi pengaruh lalu lintas hari kerja. Contohnya

LHKRT = 24000 smp/hari (untuk kedua arah perjalanan).

Lalu lintas harian rata-rata (LHR) atau average daily traffic (ADT) adalah

volume lalu lintas 24-jam rata-rata di suatu lokasi untuk periode waktu kurang dari satu tahun. Sementara AADT dihitung selama satu tahun, ADT mungkin hanya dihitung selama enam bulan, satu musim, satu bulan, satu minggu, atau bahkan selama dua hari. ADT hanya berlaku untuk periode dimana nilai tersebut diukur. Contohnya LHR = 24000 smp/hari (untuk kedua arah perjalanan).

Lalu lintas hari kerja rata-rata (LHKR) atau average weekday traffic (AWT)

adalah volume lalu lintas 24-Jam rata-rata terjadi pada hari kerja selama periode kurang dari satu tahun, seperti misainya selama satu bulan atau satu periode.

Contohnya LHR = 24000 smp/hari (untuk kedua arah perjalanan).

(17)

Variasi arus lalu lintas Jam-jaman

Tingkat arus Ialu lintas juga bervadasi terhadap waktu dalam satu hari dan ini erat hubungannya dengan jadwal kegiatan manusia. Pola jam puncak bervariasi terhadap hari dalam satu minggu, arah arus, dan jenis jalan (perkotaan atau antar kota). Gambar 3.4. menunjukkan pola arus jam-jaman di San Fransisco-Oackland Bay Bridge berdasarkan arah arus. Dapat dilihat adanya puncak tunggal ketika anis dipisahkan menurut arah dan dua puncak ketika arus digabungkan. Puncak yang datar mengidentifikasikan bahwa permintaan melebihi kapasitas dan periode arus puncak menjadi lebih panjang. Pola arus harian di jalan antar kota umumnya cukup berbeda, seperti pada Gambar 3.5. Arus jam jaman digabung untuk kedua arah, dan periode arus puncak tunggal dapat diamati pada sore hari. Gambar 3.5. juga mengidentifikasikan bahwa pola arus jam-jaman mungkin berbeda untuk hari yang berbeda.

(18)

Variasi arus lalu lintas kurang dari satu jam

Tingkat arus lalu lintas juga bervariasi di dalam periode satu jam. Di dalam periode satu jam dapat ditemui tiga pola arus lalu lintas, yaitu acak, konstan, dan diantara keduanya. Pola arus lalu lintas acak dapat dilihat ketika perminman lalu lintas adalah kecil dibandingkan dengan kapasitas fasilitas, dan tidak ada permintaan tambahan didekatnya yang tergantung pada jadwal, seperti misalnya lokasi dekat pabrik selama periode awal dan akhir waktu kerja. Pola acak ini seringkali terjadi di jalan antar kota dengan volume rendah. Gambar 3.6 menunjukkan contoh variasi arus lalu lintas 15-menit.

Tingkat arus konstan dapat dilihat keffia pennintaan melebihi kapasitas dan tingkat arus mengggambarkan kapasitas dan bukan permintaw. Tingkat arus lalu

(19)

lintas mendekati konstan dapat diamati di bagian hilir dari leher botol dimana output diatur atau di bagian hulu leher botol dalam, proses antrian. Tingkat keseragaman dari arus, tergantung pada periode waktu dimana perrnintaan melebihi kapasitas.

Pola arus lalu lintas ketiga dapat dikatakan kasus diantara pola acak dan konstan dimana, perminman tidak melebihi kapasitas tetapi arus tidak acak disebabkan karena perjalanan yang terjadwal. HCM Amerika mengatasi hal ini dengan memperkenalkan faktor jam puncak (PHF = peak hour factor). Variasi dalam satu jam dapat diperoleh dengan mencatat pengamatan volume untuk interval 5 menit, 10 menit atau 15 menit. Makin singkat interval waktu makin tepat atau makin halus hasil pengamatannya. Meskipun volume jam digunakan dalarn perancangan dan analisis lalu lintas, variasi di dalam jam tersebut juga perlu diperhatikan. Kualitas dari arus Ialu lintas seringkali berhubungan dengan fluktuasi perminman lalu lintas pada periode singkat. Suatu fasilitas, mungkin cukup untuk melayani permintaan jam puncak, tetapi arus puncak pada penode yang singkat dalam jam puncak mungkin melebihi kapasitas, sehingga menyebabkan kemacetan.

Jadi untuk memperkirakan tingkat arus 15-menit, diamati (diperkirakan) arus satu jam dan dipilih faktor jam puncak. Secara teoritis PHF dapat bervariasi dari 0,25 (yang berarti bahwa lalu lintas yang melintas selama satu periode 15 menit

sangat bervariasi) sampai 1,00 (yang berarti bahwa setiap periode 15 menit melintas sejumlah lalu lintas yang sama/seragam). PHF umumnya tidak kurang

dari 0,80 untuk arus acak dan tidak lebih dari 0,98 untuk arus seragam.

Menit Volume Menit Volume

15 400 15 0 30 350 30 1600 45 450 45 0 60 400 60 0 Total 1600 Total 1600 PHF 0,88888889 PHF 0,25

Menit Volume Menit Volume

(20)

15 400 15 300 30 400 30 800 45 400 45 200 60 400 60 300 Total 1600 Total 1600 PHF 1 PHF 0,5

Volume Jam Rancangan

LHR dan LHRT adalah volume lalu lintas dalam satu hari yaitu volume lalu lintas harian, sehingga nilai LHR dan LHRT tidak memberikan gambaran tentang fluktuasi arus lalu lintas yang lebih pendek dari 24 jam (1 hari). Pada perencanaan geometrik yang digunakan adalah lalu lintas dalam jam yang nilainya bervariasi antara 0 % sampai 100 % LHR.

Untuk itu dalam perencanaan geometrik jalan dikenal dengan nama Volume Jam Rancangan (Volume Jam Perencanaan), dimana VJP ini :

 Volume ini ini tidak boleh terlalu sering terdapat dalam distribusi arus lalu lintas setiap jam untuk periode satu tahun.

 Apa bila terdapat volume lalu lintas per jam yang melebihiVJP, maka tidak boleh terlalu besar.

(21)

 VJP tidak boleh terlalu besar sehingga jalan menjadi lengang dan biayanya pun mahal.

Gambar 3.7. menunjukkan Hubungan antara volume jam tertinggi dan LHR di jalan antar kota. Gambar ini dihasilkan dari analisis data perhitungan lalu lintas yang meliputi rentang besar dari volume dan kondisi geografis. Kurva ini meliputi volume jam selama satu tahun, yang dinyatakan dalam persen LHR.

Dalam hal ini AASTHO menetapkan volume jam rancangan pada jam ke-30, yaitu 15 persen LHR. 15 % LHR artinya adalah terdapat 30 jam (dari 24 jam x 365 hari) dalam setahun yang volume lalu lintasnya jauh lebih tinggi dari 15 % LHR. Apakah nilai ini terlalu rendah untuk perencanaan dapat dijelaskan bahwa 29 jam dalam satu tahun akan melebihi volume jam perencanaan. Volume jam maksimum adalah mendekati 25 persen LHR, bila jalan

direncanakan dengan volume sebesar 25 % LHR maka artinya dalam setahun melebihi jam ke-30 sebesar 67 persen (yaitu pada jam ke 30 sebesar 15 % LHR sedangkan pada jam ke 0 sebesar 25 % LHR, memiliki selisih lebih sebesar 10 % LHR atau sebesar kelebihan 10% / 15 % = 66,67 %).

Menurut AASHTO, volume sebesar 25 % LHR maka artinya dalam setahun akan terdapat 0 jam (tidak ada) yang volume lalu lintasnya lebih besar dari 25 % LHR.

Apakah jam ke-30 terlalu tinggi ditinjau secara ekonomi dapat dijelaskan dengan kecenderungan dalam volume jam lebih kecil dari jam ke-30. Kurva

tengah dari Gambar 3.7 menunjukkan bahwa selama 170 jam dalam satu tahun volume lalu lintas melebihi 11,5 persen LHR. Volume jam terrendah dalam rentang ini adalah sekitar 23 persen kurang dari jam ke-30 (yaitu pada jam ke 30 sebesar 15 % LHR sedangkan pada jam ke 170 sebesar 11,5 % LHR, memiliki selisih kurang sebesar 4,5 % LHR atau sebesar kelebihan 3,5 % / 15 % = 23,33 %). Menurut AASHTO, volume sebesar 11,5 % LHR maka artinya dalam setahun akan terdapat 170 jam yang volume lalu lintasnya lebih besar dari 11,5 % LHR.

(22)

Untuk menentukan jumlah lajur jalan dalam perencanaan geometrik menggunakan rumus : C VJR nSF SP W FC FC FC C C  0. . . Dimana : C = Kapasitas

C0 = Kapasitas Dasar (smp/jam)

FCW = Faktor Penyesuaian akibat lebar lalu lintas

(23)

FCSP = Faktor Penyesuaian akibat pemisah arah

FCSF = Faktor Penyesuaian akibat hambatan samping

Kalau untuk jalan baru faktor penyesuaiannya diasumsikan atau diperkirakan dengan kondisi jalan akan dibangun.

Kapasitas dasar Lihat MKJI 1997, sebagai contoh :

Tabel Kapasitas Dasar pada jalan luar kota 4 lajur 2 arah (4/2)

Tipe Jalan Kapasitas Dasar

Smp/jam/lajur

4 lajur Terbagi (4/2 - B)

Datar 1900

Bukit 1850

Gunung 1800

4 lajur Tak Terbagi (4/2 - TB)

Datar 1700

Bukit 1650

Gunung 1600

Tabel Kapasitas Dasar pada jalan luar kota 2 lajur 2 arah (2/2)

Tipe Jalan Kapasitas Dasar (Total

kedua arah) Smp/jam

2 lajur Tak Terbagi (2/2 - B)

Datar 3100

Bukit 3000

Gunung 2900

Misalkan :

Rencanakan lebar jalan (jumlah lajur) dengan data LHRT = 24000 smp / hari (untuk kedua arah perjalanan), dengan lebar lajur = 3,5 m. Pada jalan baru LHRT ini merupakan LHRT yang diperkirakan akan terjadi di tahun rencana (misalnya 2014, sepuluh tahun kedepan) yang dihitung dari pemodelan transportasi atau bila tidak dilakukan pemodelan, data LHRT ini diambil dari data jalan sekitar dan kemudian diforecasting ke tahun rencana.

Data lainnya :

C0 = 1900 smp/jam/lajur

FCW = 1, untuk lebar lajur = 3,5 m

FCSP = 1 untuk Penyesuaian akibat pemisah arah sebesar 50 % - 50 %

FCW = 1, untuk Penyesuaian akibat hambatan samping (sangat rendah dan

lebar bahu = 1 m). Jawab :

(24)

C = 1900 . 1 . 1. 1 = 1900 smp/jam/lajur.

Bila pengambilan VJR sebesar 15 % artinya selama 30 jam dalam setahun akan terdapat Volume > 15 % LHRT yang artinya volume jalan akan mencapai kapasitas selama 30 jam.

VJR = 24000 . 15 % = 3600 smp/jam (untuk kedua arah perjalanan) n = 3600 smp/jam

1900 smp/jam/lajur. n = 1,89 = 2 lajur

Bila pengambilan VJR sebesar 25 % artinya selama 0 jam dalam setahun akan terdapat Volume > 25 % LHRT yang artinya jalan tidak akan mencapai kapasitas. VJR = 24000 . 25 % = 3600 smp/jam (untuk kedua arah perjalanan)

n = 6000 smp/jam 1900 smp/jam/lajur. n = 3,15 = 4 lajur

Kesimpulan :

 Bila direncanakan dengan VJR sebesar 15 % maka volume jalan akan mencapai kapasitas selama 30 jam.

 Bila direncanakan dengan VJR sebesar 25 % maka volume jalan tidak akan mencapai kapasitas selama 10 tahun masa pengoperasian jalan, sehingga jalan menjadi lengang.

Catatan penting :

Pada perencanaan geometrik LHR digunakan dengan acuan yang sama yaitu emp, sedangkan pada perencanan perkerasan digunakan SA (Standart Axle / Sumbu standar) sebesar 8160 kg.

(25)

BAB III

TEORI ALIRAN

(26)
(27)
(28)

Model Diagram Jejak Yang Lain :

(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)

SURVAI-SURVAI LALU LINTAS

Metode ini disebut The Moving Vehicle Method juga dikenal dengan The Moving Car Observer. Cara ini dilaksanakan oleh pengamat dengan melakukan perjalanan pada suatu ruas jalan yang disurvai. Ruas jalan didefinisikan sebagi bagian dari jalan yang dibatasi oleh adanya dua titik persimpangan. Pada gambar berikut ini ruas jalan yang disurvai adalah yang berwarna kuning.

Proses survai dilakukan dari salah satu arah dan dilakukan 6 perjalanan pergi – pulang (perjalanan berputar). Data yang disurvai adalah :

TB-T = Waktu untuk menempuh perjalanan dari Barat ke Timur (dalam menit).

TT-B = Waktu untuk menempuh perjalanan dari Timur ke Barat (dalam menit).

MB-T= Jumlah kendaraan yang berlawanan (bertemu) ketika kendaraan survai

menempuh perjalanan dari Barat ke Timur (dalam menit).

MT-B= Jumlah kendaraan yang berlawanan (bertemu) ketika kendaraan survai

menempuh perjalanan dari Timur ke Barat (dalam menit).

OB-T = Jumlah kendaraan yang menyiap kendaraan survai ketika kendaraan

survai menempuh perjalanan dari Barat ke Timur (dalam menit).

OT-B = Jumlah kendaraan yang menyiap kendaraan survai ketika kendaraan

survai menempuh perjalanan dari Timur ke Barat (dalam menit).

PB-T = Jumlah kendaraan yang disiap kendaraan survai ketika kendaraan survai

menempuh perjalanan dari Barat ke Timur (dalam menit).

(37)

PT-B = Jumlah kendaraan yang disiap kendaraan survai ketika kendaraan survai

menempuh perjalanan dari Timur ke Barat (dalam menit). d = Panjang ruas jalan yang diukur (mil) atau (km).

Jumlah kendaraan yang bergerak dari Barat ke Timur (Kendaraan / menit) :

B T T B T B T B B T T B T T P O M V          ) (

Jumlah kendaraan yang bergerak dari Timur ke Barat (Kendaraan / menit) :

B T T B B T B T T B B T T T P O M V          ) (

Waktu rata-rata kendaraan ketika begerak dari Barat ke Timur (menit):

60 . ) ( T B T B T B T B T B V P O T T    

    ...Bila VB-T memakai satuan (kend / jam)

T B T B T B T B T B V P O T T    

  (  )...Bila VB-T memakai satuan (kend / menit)

Waktu rata-rata kendaraan ketika begerak dari Timur ke Barat (menit):

60 . ) ( B T B T B T B T B T V P O T T    

    ...Bila VB-T memakai satuan (kend / jam)

B T B T B T B T B T V P O T T    

  (  )...Bila VT-B memakai satuan (kend / menit)

Space Mean Speed untuk arah Barat ke Timur (mil/hour) atau (mph) :

60 . T B T B S T d U   

Space Mean Speed untuk arah Timur ke Barat (mil/hour) atau (mph) :

60 . B T B T S T d U   

(38)

GAMBAR VOULUME (KENDARAAN/MENIT) YANG DI SURVAI

UNTUK METODE KENDARAAN BERGERAK (MCO)

(39)

BAB IV

HUBUNGAN MATEMATIS ANTARA VOLUME,

KERAPATAN DAN KECEPATAN.

(40)
(41)
(42)
(43)

Contoh Soal Penerpan Model Greenshield :

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)

Contoh Soal Penerapan :

(50)
(51)

Jawaban :

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)

BAB V

ANALISIS KAPASITAS RUAS JALAN

(75)

BAB VI

ANALISIS KAPASITAS PERSIMPANGAN

Persimpangan adalah lokasi dimana 2 atau lebih jalan bergabung atau berpotongan atau bersilangan. Persimpangan khususnya simpang sebidang, merupakan salah satu komponen jaringan jalan yang memberikan pengaruh terbesar pada efisiensi dari sistem transportasi jalan khususnya dalam ukuran kapasitas dan keselamatan.

Berdasarkan JENISnya , maka Simpang Terdiri dari : 1) Simpang sebidang (Intersection atau At grade).

2) Simpang tidak sebidang (Interchange atau Grade separated), simpang ini terdiri dari :

– Simpang susun dengan ramp (untuk mengakomodir gerakan belok kiri dan kanan contohnya simpang semanggi).

– Simpang susun tanpa ram (tidak mengakomodir gerakan belok kiri dan kanan contohnya Fly over untuk melintas diatas rel kereta Api).

1. SIMPANG SEBIDANG

Sesuai dengan kondisi lalu lintasnya, dimana terdapat pertemuan jalan arah pergerakan yang berbeda, maka simpang merupakan lokasi yang potensial untuk terjadi :

– Titik pusat konflik lalu lintas yang bertemu.

– Penyebab kemacetan / congestion akibat perubahan kapasitas. – Tempat sering terjadi kcelakaan

– Konsentrasi para penyeberang jalan / Pedestrian.

Simpang sebidang berdasarkan banyaknya lengan dapat dibedakan menjadi : a) Simpang tiga lengan (simpang T atau Y)

b) Simpang empat lengan

c) Simpang banyak lengan atau simpang kombinasi.

(76)

Gambar a. Jenis-jenis Simpang Sebidang Berdasarkan Jumlah Lengan.

Gambar b. Jenis-jenis Simpang Sebidang Berdasarkan Jumlah Lengan.

Berdasarkan tipe pengaturannya, maka Simpang sebidang terdiri dari : 1) Simpang tidak bersinyal dan tidak berpengatur, dengan ciri-ciri :

– Tidak ada rambu (Stop dan Yield).

– Tidak ada marka jalan.

– Tidak ada pengaturan prioritas yaitu tidak ada yang mayor dan minor. – Untuk simpang dengan arus lalu lintas yang sangat rendah.

2) Simpang tidak bersinyal dan berpengatur, dengan ciri-ciri : – Ada rambu (Stop dan Yield).

– Ada marka jalan.

– Ada pengaturan prioritas yaitu adanya jalan yang ditetapkan sebagai jalan mayor dan jalan minor.

– Untuk simpang dengan arus lalu lintas yang rendah. 3) Bundaran, dengan ciri-ciri :

– Adanya bundaran di daerah simpang.

– Bundaran ini dimaksudkan untuk mengubah konflik yang terjadi didaerah simpang menjadi konlik minor (diverging dan merging)Ada marka jalan.

(77)

– Ada pengaturan prioritas yaitu adanya jalan yang ditetapkan sebagai jalan mayor dan jalan minor.

– Untuk simpang dengan arus lalu lintas yang rendah. 4) Simpang Bersinyal, dengan ciri-ciri :

– Adanya sinyal lalu lintas yang berfungsi untuk mengurangi delay, mengurangi konflik, improve distribusi delay dan mengurangi kecelakaan. – Untuk mengakomodir traffic (volume lalin) yang besar.

– Simpang bersinyal ini terdiri dari :

 Simpang bersinyal tetap (Fixed Time) walaupun jumlah lalu lintas berubah waktu cylcle tetap.

 Simpang bersinyal tidak tetap (Waktu berfluktuasi), waktu cycle berubah sesuai dengan banyak volume lalu lintas yang lewat.

Gambar Jumlah dan Jenis Konflik Yang Terjadi di Simpang Sebidang 4 Lengan.

(78)

Konflik Ialu lintas yang terjadi dipersimpangan dibedakan menjadi empat macam yaitu: 1) Memencar (diverging) 2) Merapat (merging) 3) Menyilang (crossing) 4) Menjalin (weaving)

Gambar Jumlah dan Jenis Konflik Yang Terjadi di Simpang Sebidang 3 Lengan.

(79)

Jenis dan jumlah titik konflik yang potensial terjadi tergantung kepada jumlah kaki simpang/pergerakan yang ada.

Gambar Jenis Konflik Lalu Lintas. 1.1. PRINSIP PERANCANGAN SIMPANG SEBIDANG

Tujuan utama perancangan simpang adalah sebagai berikut: 1) Mengurangi jumlah titik konflik

Jumlah titik konflik dapat dikurangi dengan menggunakan kanalisasi (channelizing), yaitu pembuatan pulau-pulau (baik dengan kerb maupun marka), melarang pergerakan terntentu dan mengurangi beberapa jalan (kaki simpang).

2) Mengurangi daerah konflik

Untuk daerah persimpangan yang luas, dapat juga dilakukan kanalisasi, sehingga pergerakan kendaraan diarahkan oleh adanya pulau-pulau tersebut. Luas daerah simpang dapat terjadi pada simpang yang sangat bersudut (high skewed), atau simpang yang berdekatan (staggered intesection). Untuk persimpangan seperti itu, pengurangan daerah titik konfilk dapat dilakukan dengan perbaikan alinyemen kaki-kaki simpang, sehingga simpang menjadi tegak lurus.

3) Memprioritaskan bergerakan pada jalan utama/mayor (Jalan yang memiliki fungsi/kelas leblh tinggi).

Seringkali persimpangan terjadi antara jalan-jalan yang berbeda fungsi/kelasnya. Pada kondisi ini, pergerakan pada jalan yang lebih tinggi fungsi/kelasnya (Jalan mayor/major road) seharusnya lebih diprioritaskan. Prioritas tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan alinemen yang memungkinkan terjadinya arus bebas langsung (direct free flowing) yang standar dan berkesesuaian dengan jalan masuk simpang.

4) Mengontrol Kecepatan

Umumnya, ketika memasuki simpang (sebidang), diharapkan kecepatan lalu lintas akan berkurang, untuk mengantisipasi Ialu lintas lain yang memiliki potensi untuk terjadi konflik. Apalagi bagi lalu lintas yang berasal dari kaki simpang pada jalan minor (minor road). Untuk mengatur/mengurangi

(80)

kecepatan lalu lintas tersebut, maka antara lain dapat dilakukan dengan : Pengecilan laJur (Funneling), Pembelokan/peIekukan (Bending), Menyediakan lajur untuk perubahan kecepatan.

5) Menyediakan daerah perlindungan (refuge area)

Kanalisasi di dalam areal simpang harus menerapkan belokan bayangan (shadow turning) atau lajur khusus untuk berbelok dan daerah yang terlindung untuk pejalan kaki (penyeberang jalan), terutama pada simpang dengan volume lalu lintas yang tinggi.

6) Menyediakan tempat untuk peralatan kontrol lalu lintas

Pertimbangan yang ditujukan pada keperluan penempatan alat kontrol lalu lintas yang mungkin dibutuhkan pada masa yang akan datang, seperti lampu lalu lintas, termasuk peralatan lainnya (road furniture).

7) Menyediakan dimensi/kapasitas yang sesuai

Perencanaan simpang harus menyediakan kapasitas lalu litnas yang sesuai sampai masa layan simpang tersebut. Hal ini memungkinkan perancang memiliki satu atau lebih tahapan konstruksi menuju pembangunan bentuk simpang yang terakhir.

1.2. FAKTOR PERANCANGAN SIMPANG SEBIDANG

Faktor yang menjadi pertimbangan dalarn perencanuan simpang adalah sebagai berikut:

a) Lokasi serta Topografi : di perkotaan atau luar kota, tipe jalan.

b) Lalu Lintas : Volume, Kornposisi, Jenis Kendaraan, arus-arus belok, kapasitas, kecepatan, keamanan Garak pandangan, kebiasaan pengemudi, efek kejutan dan jejak natural kendarazin).

c) Ekonomi : Biaya pembebasan tanah/luas area yang dibutuhkan, Biaya pemasangan alat alat pengontrol.

1.3. ELEMEN PERANCANGAN GEOMETRIK SIMPANG SEBIDANG

Elemen perencanaan untuk persimpangan sebidang adalah termasuk: a) Jari-jari minimum (R min) belokan (termasuk pulau-pulau)

b) Lebar-lebar dibelokan

c) Jarak-jarak pandang dan kebasan samping d) Penyediaan Lajur-lajur tambahan

e) Superelevasi

f) Penyediaan pulau. dan kanal, tempat masuk dan keluar g) Bentuk - bentuk median.

h) Drainase, perambuan, marka, dan perlengkapan jalan lainnya Untuk itu, diperlukan data dasar sebagai berikut:

1) Data Lalu Lintas, termasuk didalamnya:

(81)

a) Volume Ialu lintas, termasuk volume membelok untuk diagram arus tertentu. Secara umum arus lalu lintas untuk perioda waktu 6.00 pagi sampai 18.00 sore harus dipenuhi. Pada jalan antar kota, volume 12 jam atau 24 jam total sering dianggap mencukupi, dan ditambah dengan faktor lain untuk memperkirakan LHR dan VJP.

b) Karakteristik kendaraan, arus diklasifikasikan berdasarkan jenis kendaraannya.

c) Kecepatan operasional kendaraan, untuk mengevaluasi kebutuhan jarak pandang dan merancang jalur perubahan kecepatan (speed change line) dan jalan membelok

d) Kondisi operasional kendaraan umum, untuk menentukan lokasi pemberhentian, terutama untuk bus umum

e) Dimensi kendaraan dan beratnya, juga termasuk kebutuhan untuk manuvemya (turning movement) terutama untuk penentuan jari-jari simpang dan pembangunan pulau-pulau.

f) Catatan kecelakaan, jenis dan lokasi kecelakaan pada persimpangan bersangkulan.

g) Parkir pada badan jalan (On Street Parking) 2) Kondisi Lingkungan

a) Topografi

b) Bangunan fisik atau situs sejarah yang penting c) Alineyemen jalan(kaki simpang)

d) Kemungkinan pemindahan dan penambahan fasilitas jalan eksisting pada masa yang akan datang

e) Kebutuhan jarak pandang di simpang

f) Kelengkapan utilitas di permukaan maupun di bawah tanah

g) Lokasi dan kondisi eksisting sistem drainase (alamiah maupun buatan) h) Ketersedlaan jalan akses di sekitar persimpangan

i) Kondisi perkerasan eksisting

j) Kegiatan masyarakat di sekitar simpang/tata guna lahan k) Kebutuhan khusus bagi instansi/pihak yang terkait.

(82)

Gambar Jenis Simpang Bersinyal Empat Lengan

Arti Kode 423

4 artinya simpang 4 lengan

2 artinya untuk arah Utara dan Selatan terdiri dari 2 lajur di setiap jalur pendekat (Setiap pendekat ada 4 lajur).

3 artinya untuk arah Barat dan Timur terdiri dari 3 lajur di setiap jalur pendekat (Setiap pendekat ada 6 lajur).

L artinya ada gerakan belok kiri langsung. Arti Kode 455L

4 artinya simpang 4 lengan

5 artinya untuk arah Utara dan Selatan terdiri dari 5 lajur di setiap jalur pendekat. 5 artinya untuk arah Barat dan Timur terdiri dari 5 lajur di setiap jalur pendekat. L artinya ada gerakan belok kiri langsung.

(83)

Apa itu jalur dan lajur?, menurut Standar Geometrik Jalan 1997 Bina Marga :

Gambar Jalan 2 Jalur - 4 Lajur - 2 Arah (4/2 TB).

Gambar Jenis Simpang Tidak Bersinyal Empat Lengan

Arti Kode 424M

4 artinya simpang 4 lengan

2 artinya untuk arah Utara dan Selatan terdiri dari 2 lajur di setiap pendekat. 4 artinya untuk arah Barat dan Timur terdiri dari 4 lajur di setiap pendekat. M artinya di pendekat Barat dan Timur menggunakan Median.

(84)

Gambar Jenis Simpang Bersinyal Tiga Lengan

Arti Kode 323

3 artinya simpang 3 lengan

2 artinya untuk arah Selatan terdiri dari 2 lajur di setiap jalur pendekat.

3 artinya untuk arah Barat dan Timur terdiri dari 3 lajur di setiap jalur pendekat (Setiap pendekat ada 6 lajur).

L artinya ada gerakan belok kiri langsung.

Gambar Jenis Simpang Tidak Bersinyal Tiga Lengan

Arti Kode 344M

3 artinya simpang 3 lengan

4 artinya untuk arah Selatan terdiri dari 4 lajur di setiap pendekat.

4 artinya untuk arah Barat dan Timur terdiri dari 4 lajur di setiap pendekat. M artinya di pendekat Barat dan Timur menggunakan Median.

(85)

Gambar Pengaturan Fase Sinyal. 1.4. ANALISIS KAPASITAS SIMPANG SEBIDANG.

Analisis kapasitas ini terdiri dari :

– Analisis kapasitas simpang bersinyal – Analisis kapasitas simpang tidak bersinyal – Analisis kapasitas simpang bundaran

1.4.1. ANALISIS KAPASITAS SIMPANG SEBIDANG BERSINYAL (METODA MKJI).

Metode-metode dalam analisis kapasitas simpang bersinyal : – Akcelik dari Austarlia.

– Metode MKJI Indonesia. – Metode Webster

– Metode SIDRA

Pengertian waktu pada simpang bersinyal :

(86)

– Waktu siklus yaitu waktu dari suatu warna ke warna tersebut berikutnya, misalnya waktu dari hijau ke hijau atau waktu dari merah ke merah.

– Waktu sinyal yaitu Hijau, Kuning, Merah Semua dan Merah.

– Intergreen yaitu Waktu antar hijau yaitu waktu akhir hijau dari suatu fase ke awal hijau di fase berikutnya, waktu antar hijau ini terdiri dari waktu kuning dan waktu merah semua.

– Waktu merah semua yaitu merupakan fungsi dari jarak di daerah simpang dan kecepatan kendaraan di daerah simpang (10 m / detik).

Gambar Model dasar untuk arus Jenuh (Akce1ik 1989)

Gambar contoh waktu siklus untuk 2 Fase

(87)

Prosedur perhitungan analisis kapasitas simpang yaitu :

Gambar Prosedur Perhitungan Kapasitas Simpang Bersinyal

Waktu yang disarankan oleh MKJI dalam penentuan waktu cycle adalah seperti pada Tabel berikut :

Tabel Waktu Siklus minimum dan maksimum

Tipe Pengaturan Waktu Siklus yang

layak

Dua Fase 40 – 80 Detik

Tiga Fase 50 – 100 Detik Empat Fase 80 – 130 Detik

(88)

Waktu yang disarankan oleh MKJI dalam penentuan waktu antar hijau (Kuning + merah semua) adalah seperti pada Tabel berikut :

Ukuran Simpang

Lebar rata-rata Pendekat waktu antar hijau yang layak

Kecil 6 m – 9 m 4 Detik / Fase

Sedang 10 m – 14 m 5 Detik / Fase

Besar >= 15 m >= 6 Detik / Fase

Apabila waktu siklus yang dibutuhkan (hasil perhitungan yang didapat dalam perhitungan kapasitas) lebih besar dari waktu siklus maksimum pada Tabel

Waktu Siklus minimum dan maksimum di atas dan DS > 0,85 maka simpang tersebut mendekati lewat jenuh akan menyebabkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak. Untuk itu ulangi perhitungan dengan melihat Gambar Prosedur Perhitungan Kapasitas Simpang Bersinyal diatas.

Indikator APABILA perhitungan analisis kapasitas simpang sudah benar BENAR adalah :

1) Derajat Kejenuhan dari semua pendekat akan bernilai hampir sama dalam semua pendekat-pendekat kritis (FR terbesar).

2) Nilai waktu siklus pra penyesuaian (hasil hitungan dari rumus 29) dan waktu siklus penyesuaian (hasil hitungan dari rumus 31) akan hampir sama.

CONTOH SOAL 1 :

Berikut ini adalah hasil perhitungan yang dilakukan untuk simpang 4 Lengan.

(89)

Jawaban :

Kondisi Eksisting :

Pengaturan 4 Fase dengan waktu siklus sebagai berikut :

Pendekat Fase Hijau dibulatkanHijau Kuning MerahSemua Merah WaktuSiklus S 1 28,00 28,00 3,00 2,00 54,00 87,00 U 2 17,00 17,00 3,00 2,00 65,00 87,00 B 3 6,00 6,00 0 0,00 81,00 87,00 T 4 21,00 21,00 3,00 2,00 61,00 87,00

Kondisi hasil Hitungan Alternatif 1 :

Pengaturan 4 Fase dengan waktu siklus sebagai berikut :

Pendekat Fase Hijau dibulatkanHijau Kuning MerahSemua Merah WaktuSiklus

S 1 29,08141 29 3 1 84,00 117

U 2 23,99644 24 3 1 89,00 117

B 3 9,409307 10 0 0 107,00 117

T 4 40,61351 40 3 3 71,00 117

Kondisi hasil Hitungan Alternatif 2 :

Pengaturan 3 Fase dengan waktu siklus sebagai berikut :

Pendekat Fase Hijau dibulatkanHijau Kuning MerahSemua Merah WaktuSiklus

S 1 23 23 3 1 60,00 87

U 2 19 19 3 1 64,00 87

B 3 32 32 0 0 55,00 87

T 3 32 32 3 3 49,00 87

(90)

Perbandingan hasil alternatif 1 dan 2 :

Parameter yang ditinjau Alternatif 1 Alternatif 2

IFR (Rasio arus simpang) 0,777 0,706

Waktu siklus sebesar (Detik) 177,00 88,00

Waktu Hijau (Detik) Fase 1 29 23

Waktu Hijau (Detik) Fase 2 24 19

Waktu Hijau (Detik) Fase 3 10+40 = 50 32

Waktu Hijau (Detik) Fase 4 40

-Panjang Antrian maksimum (m) 127 93

Tundaan simpang (Detik) 45,3 34,2

Kesimpulan :

1) Perubahan dari 4 Fase menjadi 3 Fase (Pengurangan jumlah fase) ternyata meningkatkan kapasitas (memperkecil Nilai DS) dan yang pasti tundaan berkurang karena semakin kecil jumlah fase akan mengecilkan juga tundaan yang terjadi.

2) Pada kasus yang lain (jumlah volume lalin yang berbeda) penambahan jumlah fase mungkin bisa meningkatkan kapasitas simpang (memperkecil Nilai DS), misalnya apabila arus berangkat terlawan dan rasio gerakan belok kanan (PRT) sangat besar (FR > 0,8) maka gerakan belok kanan ini perlu di antisipasi sebagai satu fase tersendiri dan hal ini akan dapat meningkatkan kapasitas simpang. Tetapi penambahan jumlah fase artinya penambahan juga terhadap total waktu siklus, dimana peningkatan waktu siklus akan meningkatkan tundaan yang terjadi.

3) Alternatif 1 dengan total waktu siklus sebesar 117 detik menyebabkan tundaan 45,3 detik dan di alternatif 2 waktu siklus berkurang seiring dengan berkurangnya jumlah fase menyebabkan tundaan juga berkurang menjadi sebesar 34,2 detik.

4) Untuk itu dalam merencanakan pilihlah jumlah fase yang sesuai dan tundaan yang tidak teralu lama.

CONTOH SOAL 1 :

Berikut ini adalah hasil perhitungan yang dilakukan untuk simpang 4 Lengan

dengan pengaturan 2 Fase dengan GERAKAN LTOR DI SEMUA PENDEKAT.

(91)

Akhirnya di dapatkan :

Pengaturan 2 Fase dengan GERAKAN LTOR DI SEMUA PENDEKAT. dengan perincian waktu :

Pendekat Fase Hijau dibulatkanHijau Kuning SemuaMerah Merah WaktuSiklus

Jl. Toar 1 13,86 14,00 3,00 1,00 15,00 33,00

Jl Lumimuut 1 11,82 14,00 3,00 1,00 15,00 33,00

Jl. Diponegoro 2 10,31 11,00 3,00 1,00 18,00 33,00

Jl. 14 Februari 2 12,64 11,00 3,00 1,00 18,00 33,00

Rasio Arus Simpang (IFR) = 0,5692356 Derajat Kenejuhan Simpang (DS) = 0,7088497

Panjang Antrian Maksimum = 53,333333 m

Tundaan yang terjadi di simpang = 15,533538 Detik/Smp Jumlah Kendaraan Terhenti (Smp/Jam) = 1379,9283 Smp/Jam

1.4.2. ANALISIS KAPASITAS SIMPANG SEBIDANG TIDAK BERSINYAL. Contoh Soal Simpang Tak Bersinyal :

(92)

Perbandingan hasil alternatif 1 sampai 5 :

Parameter yang ditinjau Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 Alternatif 5

Kapasitas (smp/Jam) 2558,407051 2618,322907 3017,38047 3088,045118 3363,120186 Derajat Kejenuhan (DS) 1,1138181 1,0883302 0,9443953 0,9227844 0,8473084 Tundaan Total (Rata-rata) (Dtk) 21,12 19,14 12,32 11,68 9,8 Tundaan Rata-rata Jalan Utama (Dtk) 13,97 12,89 8,83 8,42 7,17 Tundaan Rata-rata Jalan Minor (Dtk) 59,32 52,53 30,96 29,1 23,85

Tundaan Geometrik Simpang (Dtk) 4 4 3,97 3,96 3,93

Tundaan Simpang (Detik) 25,12 23,14 16,29 15,64 13,73

Peluang Antrian (%) 49-97 46-92 35-68 33-65 28-56

1.4.3. ANALISIS KAPASITAS SIMPANG DENGAN BUNDARAN.

(93)

Gambar Prosedur Perhitungan Kapasitas Simpang Bundaran

(94)

Definisi :

LT = Belok Kiri = Indeks lalin untuk belok kiri. ST = Lurus = Indeks lalin untuk lurus.

RT = Belok Kanan = Indeks lalin untuk belok kanan. UT = Belok U = Indeks lalin untuk belok U.

W = Jalinan = Indeks lalin yang menjalin.

NW = Bukan Jalinan = Indeks lalin yang bukan jalinan.

QTOT = Arus total kendaraan bermotor pada bagian jalinan (jalinan + bukan jalinan) dinyatakan dalam kendaraan/jam atau smp/jam atau LHRT.

QW = Arus Total Jalinan = Arus kendaraan bermotor yang menjalin.

QDH = Arus lalin jam rencana = arus lalu lintas puncak yang digunakan untuk tujuan perencanaan

Pw = RasioJalinan = Rasio antara arus jalinan total dan arus total. QUM = Arus kendaraan tak bermotor.

Arus yang masuk bagian jalinan tidak semuanya menjalin, untuk itu perhatikan gambar arah arus di atas.

(95)

PERINCIAN ARUS MASUK BUNDARAN DAN JALINAN DAN ARUS MENJALIN

Bagian

Jalinan MasukArus Bundaran (Q Masuk)

Arus Masuk Bagian Jalinan (Q Total) Arus Menjalin (Q W) MenjalinRasio (Pw) 1 2 3 4 5 = 4 / 3 AB A A+BUT+ CRT+CUT+ DST+DRT+DUT AST+ART+AU T+ BUT+ CRT+ DST Q W AB/ Q Total AB BC B B+CUT+ DRT+DUT+

AST+ART+AUT AST++BUTBST+BRT+CUT+

DRT Q W BC/ Q Total BC CD C C+DUT+ART+AUT+BS T+BRT+BT CST+CRT+CUT + DUT+ART+ BST Q W CD/ Q Total CD DA D D+AUT+ BRT+BUT+ CST+CRT+CUT DST+DRT+DU T+ AUT+ BRT+ CST Q W DA/ Q Total DA

(96)

2. SIMPANG TAK SEBIDANG

Fungsi dari pembangunan simpang tak sebidang adalah: – Memperbesar kapasitas, keamanan dan kenyamanan

– Tuntutan topography / lokasi dan volume lalu lintas dan sudut - sudut pertemuan

– Pengontrolan jalan -jalan masuk (untuk jalan tol dan Freeway)

Namun di lain sisi, hambatan pembangunan simpang tak sebidang diantaranya adalah:

– Biaya mahal karena memerlukan struktur yang cukup rumit – Pola operasi bisa membingungkan pengendara baru

– Standar perencanaan yang tinggi (tapi bisa dikurangi karena keadaan topografi)

2.1. JENIS-JENIS SIMPANG TAK SEBIDANG

Jenis-jenis / tipe simpang tak sebidang diantaranya adalah: a) T (atau Trumpet) atau Y, untuk simpang susun 3 kaki/lengan

b) Diamond untuk simpang susun 4 kaki/lengan dan arus major dan minor. c) Clover Leaf atau semanggi.

d) Directional atau langsung

e) Kombinasi, merupakan penggabungan dari bentuk-bentuk dasar diatas

Setiap tipe simpang susun mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, misaInya ditinjau dari segi pengoperasian kendaraan yang melaluinya, luas daerah penguasaan jalan (ROW) yang dibutuhkannya, dan sebagainya.

Berhubung dengan itu, dalam merencanakan bentuk suatu simpang susun, pengetahuan tentang sifat-sifat setiap tipe simpang susun ini dapat dijadikan dasar dalam pemilihan suatu bentuk simpang susun yang palting cocok dan sesuai denjean vang diinginkan.

(97)

a. Tipe T (Trumpet) dan Y

Gambar Simpang Susun Tipe T (Trumpet)

Pada dasarnya, kedua tipe ini hampir sama dan dapat digunakan pada hampir semua simpang susun yang mempunyai cabang/kaki tiga, hanya tergantung pada sudut pertemuan antar cabang-cabangnya.

Gambar Simpang Susun Tipe Y

Untuk menyesuaikan antara besamya, volume lalu lintas dengan pelayanan yang akan diberikan, kedua ramp dapat dipindah-pindah tergantung pada prioritas arah mana yang diutamakan. Tipe ini dapat dikembangkan dan digunakan pada simpang susun bercabang empat dalam bentuk double trumpet.

b. Tipe Diamond

Tipe ini merupakan tipe simpang susun paling sederhana dan cocok dipergunakan pada persimpangan antara suatu jalan utama dan jalan arteri. Keuntungan tipe ini ialah sernua lalu lintas dapat masuk dan keluar simpang susun dalam kecepatan tinggi melalui ramp langsung sederhana, disamping itu

kebutuhan ROW nya relatif kecil. Untuk memberikan pelayanan yang optimal

(98)

pada pengoperasiannya, tipe ini harus diperlengkapi dengan rambu pada persimpangan keluar masuk ramp dengan arteri.

Gambar Simpang Susun Tipe Dimaond c. Tipe Clover Leaf

Gambar Simpang Susun Tipe Clover Leaf

Tipe ini dapat berupa tipe clover leaf lengkap (full clover leaf) atau clover leaf sebagian (partial clover leaf). Tipe clover leaf lengkap merupakan tipe clover leaf paling sederhana dan lengkap yang biasa digunakan untuk suatu pertemuan antara dua jalan raya utama.

Kerugian prinsipal tipe ini ialah diperlukan jarak-jarak tempuh tambahan untuk lalu lintas belok kanan melalui loop ramp, yang juga membatasi percepatan, juga luas kebutuhan ROW tipe ini cukup besar. Tipe clover leaf

sebagian biasanya dipergunakan pada pertemuan jalan utama dengan lokal, yang loop rampnya terutama digunakan untuk melayani arus lalu lintas yang utama yang hendak berbelok dan untuk itu loop ramp tersebut dapat diletakkan dikwadrant yang paling sesuai. Seperti pada tipe diamond, tipe clover leaf sebagian ini harus dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas yang cukup lengkap, agar dapat berfungsi secara maksimal.

(99)

d. Tipe Directional

Tipe ini biasa digunakan apabila setiap arus lalu lintas untuk setiap jurusan yang volumenya besar dan memerlukan ramp direct atau semi direct. Salah satu sifat tipe ini ialah simpang susun yang bertipe directional tak dapat digunakan sebagai tempat pemutaran bagi kendaraan yang hendak berbalik arah. Banyaknya struktur persilangan yang dibutuhkan tipe ini menyebabkan harganya menjadi mahal sekall.

Gambar Simpang Susun Tipe Directional e. Tipe Kombinasi

Gambar Simpang Susun Tipe Kombinasi

(100)

Kombinasi disini berarti gabungan atau campuran dari berbagai tipe sebelumnya, sedemikian rupa sehingga dlharapkan cocok dengan keadaan dan kebutuhan yang ada. Tipe yang dikombinasikan atau bentuk kombinasi yang dihasilkan tergantung sepenuhnya kepada perencana yang akan menyesuaikan dengan persyaratan yang diberikan. Biasanya tipe ini dapat menjadi pemecahan yang baik dalam menghadapi persoalan pada perancanaan bentuk suatu simpang susun.

f. Kombinasi dengan Jenis Simpang Sebidang

Salah satu. contoh lcombinasi simpang susun dengan salah satu jenis simpang sebidang adalah Tipe Rotary, yaitu gabungan antara fly over dan bundaran. Dalam tipe ini, hampir semua gerakan arus lalu lintas, kecuali arus lalu lintas langsung di jalan utama, ditampung dulu dalam bundaran untuk kemudian di distribusikan kearah tujuan masing-masing. Akibatnya volume lalu lintas dibundaran dapat menjadi padat dan untuk mengatasi diperlukan bundaran yang sangat besar, yang akan menyebabkan kebutuhan ROW tipe ini menjadi cukup besar. Tipe ini sangat berguna apabila diterapkan pada simpang susun yang mempunyai banyak cabang atau kaki. Tipe ini dapat dimodifikasi dengan merubah bentuk bundaran ditengah menjadi bentuk persegi atau malah tidak beraturan, tergantung pada sudut antara cabang-cabangnya.

Gambar Simpang Susun Tipe Kombinasi dengan Jenis Simpang Sebidang 2.2. BAGIAN-BAGIAN SIMPANG SUSUN

Yang dimaksud dengan bagian-bagian simpang susun di sini ialah khusus mengenai jalur jalur lalu lintas yang terdapat pada suatu simpang susun. Dalam suatu simpang susun yang lengkap, terdapat jalur-jalur lalu lintas sebagai berikut :

(101)

a) Jalur Utama (Main Lane): Yaitu jalur untuk arus lalu lintas utama, yang biasanya menerus ataupun kadang-kadang juga membelok, tergantung arah arus utama.

b) Jalur Kolektor/Distributor: Yaitu jalur yang terpisah dari jalur utama, tetapi searah dengannya dan berfungsi untuk menampung arus lalu lintas yang memasuki atau meninggalkan jalur utama. Jalur ini bersatu dengan jalur utama pada ujung-ujungnya melalui jalur perlambatan/percepatan.

c) Jalur Penghubung (Ramp): Yaitu jalur yang menghubungkan dua jalur utama. d) Jalur Perlambatan/Percepatan (Decelaration/Accelaration Lane atau Speed

Change Lane) : Yaitu suatu jalur yang terbatas panjangnya dan terletak di sebelah jalur cepat (sebagai pelebaran jalur cepat) dan berfungsi sebagai tempat kendaraan menyesuaikan kecepatan dari situasi dibelakang ke situasi didepannya.

e) Jalur Penampung (Frontage Road): Yaitu jalur lokal yang terletak di samping jalur utama dan berfungsi untuk melayani kebutuhan setempat.

Untuk memberikan gambaran lebih jelas jalur diatas dapat dilihat pada Gambar di bawah ini yang menyajikan sebuah simpang susun clover leaf yang lengkap.

Gambar sebuah simpang susun clover leaf yang lengkap.

Gambar

Gambar 2.5. Hubungan antara Sistem Klasifikasi Jalan  Menurut Fungsi dan Akses Lahan
Gambar 2.7 merupakan ilustrasi serupa untukjaringan jalan perkotaan.
Gambar  3.2.  juga  menunjukkan   variasi  bulanan  beberapa   jenis  fasilitas  jalan.
Tabel Kapasitas Dasar pada jalan luar kota 4 lajur 2 arah (4/2)
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Pemerintah Kota Surabaya membuat kebijakan rekayasa lalu lintas dengan kebijakan lajur khusus sepeda motor untuk mengatasi kemacetan dan kecelakaan lalu lintas di

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan bahan ajar BIPA berbasis lintas budaya dengan berfokus pada budaya lokal Malang melalui pendekatan

Penelitian mengenai sistem rekayasa lalu lintas ini dibangun dengan menggunakan logika Fuzzy untuk menentukan jalan mana saja yang mengalami

Definisi Kapasitas Jalan Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau 4 volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam

Kapasitas rencana adalah jumlah kendaraan atau orang maksimum yang dapat melintas suatu penampang jalan tertentu selama satu jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang sedang

Kapasitas rencana adalah jumlah kendaraan atau orang maksimum yang dapat melintas suatu penampang jalan tertentu selama satu jam pada kondisi jalan dan lalu lintas yang sedang

Ada beragam bahan bacaan diantaranya bentuk buku, baik yang digunakan untuk sekolah maupun perguruan tinggi, contohnya buku referensi, modul ajar, buku praktikum, bahan

Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam jumlah kendaraan yang