SKRINING FITOKIMIA
Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder (Harborne, 1987). Berbagai metode yang dapat digunakan untuk identifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada suatu ekstrak antara lain:
a. Identifikasi senyawa fenolik
Identifikasi adanya senyawa fenolik dalam suatu cuplikan dapat dilakukan dengan pereaksi besi (III) klorida (FeCl3) 1% dalam etanol. Adanya senyawa fenolik ditunjukkan oleh timbulnya warna
hijau, merah ungu, biru atau hitam yang kuat (Harborne, 1987). b. Identifikasi senyawa golongan saponin (steroid dan terpenoid)
Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai
karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok, serta mempunyai kemampuan menghemolisis sel darah merah. Saponin mempunyai toksisitas yang tinggi. Berdasarkan strukturnya saponin dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu saponin yang mempunyai rangka steroid dan saponin yang mempunyai rangka triterpenoid. Berdasarkan pada strukturnya saponin akan memberikan
reaksi warna yang karakteristik dengan pereaksi Liebermann-Buchard (LB) (Harborne, 1987). c. Identifikasi senyawa golongan alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa nitrogen yang sering terdapat dalam tumbuhan. Atom nitrogen yang terdapat pada molekul alkaloid umumnya
merupakan atom nitrogen sekunder ataupun tersier dan kadang terdapat sebagai atom nitrogen kuarterner (Harborne, 1987). Salah satu pereaksi untuk mengidentifikasi adanya alkaloid menggunakan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer.
b. Identifikasi golongan antraquinon
Antrakuinon merupakan suatu glikosida yang di dalam tumbuhan biasanya terdapat sebagai
turunan antrakuinon terhidloksilasi, termitilasi, atau
terkarboksilasi. Antrakuinon berikatan dengan gula sebagai o-glikosida atau sebagai C-glikosida. Turunan antrakuinon umumnya larut dalam air panas atau dalam alkohol encer. Senyawa antrakuinon dapat bereaksi dengan basa memberikan warna ungu atau hijau (Harborne, 1987).
Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis metabolit sekunder yang terdapat
dalam tumbuh-tumbuhan karena sifatnya yang dapat bereaksi secara khas dengan pereaksi tertentu.
Skrining fitokimia dilakukan melalui serangkaian pengujian dengan menggunakan pereaksi tertentu.
Beberapa jenis pereaksi yang dapat digunakan untuk skrining fitokimia antara lain:
a.
Uji Senyawa Fenol dan Flavonoid
Fenol dan flavonoid dapat dideteksi menggunakan larutan FeCl
31% dalam etanol. Hasil uji
dianggap positif apabila dihasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam. Uji shinoda (Mg dan HCl
pekat) dapat juga digunakan untuk mendeteksi flavonoid. Flavonoid akan menunjukkan warna merah ceri
yang sangat kuat jika disemprot dengan pereaksi ini (Harborne, 1987).
b.
Uji Kumarin dan Antrakuinon
Kumarin dan antrakuinon dapat dideteksi menggunakan pereaksi semprot NaOH dan KOH 5%
dalam alkohol. Setelah penyemprotan, kumarin akan berfluorosensi hijau-kuning yang terlihat bila plat
KLT yang sudah kering disinari dengan sinar UV. Antrakuinon dapat dideteksi bila senyawa pada plat
KLT yang semula kuning dan coklat kuning berubah menjadi merah, ungu, hijau, atau lembayung setelah
disemprot (Harborne, 1987).
c.
Terpenoid
Pereaksi Lieberman-Burchard adalah pereaksi yang sering digunakan untuk uji senyawa terpenoida.
Pereaksi ini dibuat dari campuran anhidrid asetat dan H
2SO
4pekat. Kebanyakan triterpena dan sterol
memberikan warna hijau biru dengan pereaksi ini. Cara lain untuk mendeteksi terpena adalah menyemprot
plat KLT dengan larutan KMnO
40,2% dalam air, antimon dalam kloroform, H
2SO
4pekat atau
vanillin-H
2SO
4. Setelah penyemprotan, senyawa yang positif mengandung terpenoid akan menunjukkan perubahan
warna (Harborne, 1987).
d.
Uji Alkaloid
Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendapan. Pereaksi Mayer mengandung
kalium iodida dan merkuri klorida, dengan pereaksi ini alkaloid akan memberikan endapan berwarna
putih. Peraksi Dragendorf mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrit berair.
Senyawa positif mengandung alkaloid jika setelah penyemprotan dengan pereaksi Dragendrof membentuk
warna jingga (Sastrohamidjojo, 1996).
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang normal untuk defisiensi tersebut.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam dengan beberapa jenis spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber obat-obatan dan insektisida. Sumber daya alam hayati dapat berasal dari flora, fauna dan mikroorganisme. Salah satu sumbangan penting dari kekayaan alam flora Indonesia adalah tersedianya senyawa-senyawa bioaktif. Metode yang dapat dipergunakan untuk mencari dan menemukan senyawa bioaktif adalah pendekatan fitofarkologi (Phytopharmacologic approaches) dan pendekatan skrining fitokimia (Phytopharmacologic screening approaches)(Linskens, 1963 dalam Abraham 2007:13).
Pada percobaan ini, uji-uji yang dilakukan yaitu uji alkaloid, uji steroid, triterpenoid, saponin, uji flavanoid dan uji tannin/polifenol. Untuk Uji Tanin dan polifenol, yang digunakan sebagai bahan uji adalah Daun pepaya, Kunyit, dan Daun pecah beling. Sedangkan untuk uji Flavonoid dan uji alkaloid hanya digunakan daun pecah beling. Uji ini dilakukan untuk mencari tahu isi kandungan dari suatu bagian-bagian tubuh tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk sebagai obat alternatif.
Pada uji yang pertama yakni uji tannin dan polifenol. Sudah dikatakan sebelumnya, uji tanin dan polifenol dilakukan pada sample Daun pepaya, Kunyit, dan daun pecah beling. Untuk menguji keberadaan suatu tannin dan polifenol maka terlebih dahulu sampel dihaluskan. Hal ini bertujuan untuk mnghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolic sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil. Kemudian sample diekstraksi dengan aquadest dengan bantuan pemanasan untuk melarutkan tannin/polifenol agar terpisah dari bagian tubuh tumbuhan sampel, kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh dibagi dalam dua tabung. Tabung reaksi pertama ditambahkan larutan FeCl3 menghasilkan warna hitam yang menandakan (+) tannin/polifenol. Untuk daun pepaya yang telah digerus kemudian ditambahkan dengan larutan FeCl3 2-3 tetes. Setelah penambahan larutan tersebut, warna sampel daun pepaya berubah warna menjadi warna hitam. Hal ini menandakan bahwa dalam dau pepaya terdapat atau + terhadap tanin dan polifenol. Sama halnya dengan sampel Kunyit, Setelah sampel dihaluskan dan di tambahkan dengan larutan FeCl3 maka larutan berubah menjadi warna hitam. Hal ini menandakan bahwa dalam kunyit mengandung tanin dan polifenol. Lain halnya dengan Daun pecah beling, Setelah sampel dihaluskan dan ditambahkan dengan larutan FeCl3 maka larutan berubah warna menjadi warna coklat. Ini membuktikan bahwa dalam Daun pecah beling tidak terdapat senyawa tanin dan polifenol.
Pada uji flavanoid, sampleyang digunakan hanya daun pecah beling. Daun pecah beling dihaluskan dengan tujuan untuk menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa targetnya (metabolic sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil. Sampel diekstraksi dengan methanol kemudian larutan disaring untuk memisahkan filtrate dan residunya. Filtratnya diuapkan sehingga filtratnya menjadi pekat. Setelah diuapkan, filtrate diekstraksi lagi dengan n-heksan agar senyawa-senyawa non polar dibawa ke n-heksan, kemudian disaring untuk memisahkan filtrate dan residunya. Residu diekstraksi dengan etanol 80% dan ditambahkan Logam Mg dan dibagi kedalam dua tabung, tabung pertama ditambahkan 0,5 ml HCl untuk mendeteksi adanya senyawa flavanoid akan bereaksi dengan Mg,setelah penambahan HCl,
maka daun pecah beling berubah warna menjadi warna merah muda. Hal ini menandakan bahwa dalam daun pecah beling terdapat senyawa flavonoid.
Pada uji alkaloid ini sample digerus atau dihaluskan tujuannya untuk menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil. Kemudian sample diekstraksi dengan penambahan kloroform dan diaduk perlahan-lahan. Ekstraksi dengan penambahan kloroform bertujuan untuk memutuskan ikatan antara asam tannin dan alkaloid yang terikat secara ionic dimana atom N dari alkaloid berikatan saling stabil dengan gugus hidroksil genolik dari asam tannin. Dengan terputusnya ikatan ini alkaloid akan bebas, sedangkan asam tannin akan terikat oleh kloroform. Sedangkan pengadukan bertujuan untuk memperbanyak kontak yang terjadi antara kloroform dengan bubur target semakin banyak. Hal ini memungkinkan ikatan antara asam tannin dan alkaloid semakin banyak sehingga alkaloid bebas semakin banyak yang terekstraksi. Setelah diekstraksi, larutan ini disaring dan larutannya ditambahkan asam sulfat 2N dan dikocok kuat-kuat. Penambahan asam sulfat 2N ini berfungsi untuk mengikat kembali alkaloid menjadi garam alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi logam berat yaitu spesifik untuk alkaloid yang menghasilkan kompleks garam anorganik yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolic sekundernya. Penambahan asam sulfat 2N menyakibatkan larutan terbentuk menjadi dua fase karena adanya perbedaan tingkat kepolaran antara fase aqueous yang polar dan kloroform yang relative kurang polar. Garam alkaloid akan larut pada lapisan atas, sedangkan lapisan kloroform berada pada lapisan paling bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar. Sedangkan pengocokan dengan kuat bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa pada tiap-tiap lapisan secara tepat dan sempurna. Lapisan atas (lapisan atas sulfat) diuji dengan pereaksi meyer dan pereaksi dragendorf. Pada uji dengan peeaksi meyer larutan menghasilkan endapan putih yang menandakan (+) alkaloid. Pereaksi meyer bertujuan untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang nonpolar mengendap berwarna putih. Reaksi pada uji alkaloid ini dengan pereaksi meyer adalah :
N + KHgI4 Hg-N Putih
Atom N menyumbangkan pasangan electron bebas dan atom Hg sehingga membentuk senyawa kompleks yang mengandung atom N sebagai ligannya.Setelah pengujian dilakukan, pengujian alkaloid ini tidak berhasil. Mungkin dikarenakan oleh larutan asam sulfat yang digunakan merupakan larutan asam sulfat tehnik dan larutan yang seharusnya digunakan adalah larutan kloroform amoniakal akan tetapi pada percobaan ini hanya digunakan larutan kloroform.
V. Simpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, bahwa pada uji Tanin dan Polifenol untuk bahan uji Daun pepaya, Kunyit, dan daun pecah beling, yang positif terhadap senyawa tanin dan polifenol adalah Daun pepaya dan Kunyit sedangkan Daun pecah beling negatif. Untuk Uji flavonoid, Daun pecah beling Positif mengandung senyawa flavonoid. Dan untuk uji senyawa alkaloid, Daun pecah beling negatif terhadap senyawa alkaloid.
Daftar Pustaka
Abraham. 2010.Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Universitas Haluoleo. Kendari
Bogoriani, N.W.2008.Isolasi dan Identifikasi Glikosida Steroid Dari Daun Andong (Cordyline terminalis Kunth). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
Harborne, J.B.1967. Metode Fitokimia. ITB. Bandung
Rusnato.2007. isolasi dan Karakterisasi Senyawa Bioaktif Tanaman Ceraken (Croton tiglium L)Sebagai Larvasida Pencegah Demam Berdarah Dengue. Fakultas Teknik Untirta
Sastrohamdjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. UGM. Yogyakarta.
Istilah kromatografi digunakan pada beberapa teknik pemisahan berdasarkan pada “migration medium” yang berbeda, yaitu distribusinya terhadap fase diam dan fase gerak. terdapat 3 hal yang wajib ada pada teknik ini. yang pertama yaitu harus terdapat medium perpindahan tempat, yaitu tempat terjadinya pemisahan. Kedua harus terdapat gaya dorong agar spesies dapat berpisah sepanjang “migration medium“. Yang ketiga harus terdapat gaya tolakan selektif. Gaya yang terakhir ini dapat menyebabkan pemisahan dari bahan kimia yang dipertimbangkan (sienko,et.al, 1984).
Kromatografi Lapis Tipis merupakan teknik pemisahan cara lama yang digunakan secara luas, terutama dalam analisis campuran yang rumit dari sumber alam. Tetapi dalam kuantisasi belakangan ini kromatografi lapis tipis digantikan oleh “HPLC” (High Performance Thin-layer Chromatography) atau Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (Munson, 1991).
Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan Kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa. Aluminum iksida mempunyai kemampuan koordinasi dan oleh karena itu sesuai untuk pemisahan senyawa yang mengandung gugs fungsi yang berbeda. Alu,inium okida mengandung ion alkali dan dengan demikianbereaksi sebagai basa dalam suspensi air. Disamping kedua adsorben yang sangat aktif ini dalam hal tertentu dapat digunakan “kieselgur” yang kurang aktif sebagai lapis sorpsi.
Untuk pemisahan tertentu selanjutnya, kini juga digunakan poliamida, selulosa, kalsium dan magnesium silikat serta adsorben yang diimpregnasi. tabel dibawah ini memberikan keterangan mengenai efek pemisahan pada lapis sorpsi tertentu:
Aktifitas adsorben pada hakekatnya dipengaruhi oleh kadar air, teknik penotolan dan konsentrasi larutan yang dianalisis. cara pengembangan kromatografi lapis tipis adalah menaik, disamping cara lain seperti teknik ganda, kromatografi fungsional, teknik PRP dan teknik gradien.
Deteksi. untuk kromatografi lapis tipis, kemungkinan digunakan pereaksi agresif seperti asam sulfat pekat yang disemprotkan jika tidak ada pereaksi lain misalnya reaksi warna. Pada proses selanjutnya, pemanasan dalam oven pengering akan menyebabkan terbentuknya noda gelap senyawa yang dipisahkan karena terjadinya pengarangan.
Penyelesaian kualitatif dan kuantitatif. Untuk identifikasi zat yang terpisah dapat digunakan penyelesaian kuantitatif langsung dalam bentuk satuan miligram atau mikrogram. Lapis adsorben yang mengandung zat dikerok dengan spatula dan diekstraksi dengan pelarut yang sesuai. Selanjutnya dapat dilakukan penentuan mikrogravimetri, mikrotitrimetri, pengukuran dalam daerah UV/VIS, pengukuran indeks refraksi, polarografi, dan lainnya.
Bidang penggunaan. Prosedur ini dapat digunakan untuk pemeriksaan identitas dan kemurnian senyawa obatserta untuk penentuan kuantitatif masing-masing senyawa aktif campuran senyawa obat. prosedur ini juga paling penting untuk kontrol tahap reaksi kimia pada sintesis, untuk analisis toksikologi, pemeriksaan cairan tubuh, kosmetika dan bahan pangan (Roth and blaschike, 1988)
meski banyak terdapat metode seperti yang telah disebutkan di atas, terdapat metode lain yang pembiayaannya paling murah dan memakai peralatan paling dasar yaitu Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP). adsorben yang paling banyak digunakan yaitu silika gel yang dipakai untuk pemisahan campuran lipofil maupun senyawa hidrofil. ketebalan adsorben yang paling sering
digunakan ialah 0,5 – 2 mm. pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Ukuran partikel dan porinya kurang lebih sama dengan ukuran tingkat mutu KLT (Hostettmann and Maston, 1986).
Hostetmann and Manson,1986, CARA KROMATOGRAFI PREPARATIF, ITB, Bandung Munson, James,W., 1991, ANALISIS FARMASI, Airlangga University Press, Surabaya
Roth, Herman, J., Blaschike, G., 1988, ANALISIS FARMASI, Gadjah Mada University Press, Yogya Sienko, Plane and Marcus, 1984, EXPERIMENTAL CHEMISTRY 6TH EDITION, Mc Graw Hill Book Co, Singapore