MAKALAH
disusun guna memenuhi tugas pemicu mata kuliah Keperawatan Klinik VIII Dosen Pembimbing: Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep, Sp.Kep.J
oleh:
Kelompok IX
Ria Aridya Liarucha NIM 112310101011 Haidar Dwi Pratiwi NIM 112310101012 Ely Rahmatika Nugrahani NIM 112310101038 Andi Susanto NIM 112310101051 Eka Desi Pratiwi NIM 112310101053
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Proses Pikir: Waham”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pemicu mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIII pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIII, Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep, Sp.Kep.J yang telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terima kasih pula kepada teman-teman yang secara ikhlas mengerjakan tugas ini dengan semangat dan kerja sama yang baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka kami menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Jember, Februari 2014 Penulis
PRAKATA...ii
DAFTAR ISI ...iii
BAB I. PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Tujuan...1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...2
A. Definisi ...2 B. Etiologi ...2 C. Psikopatologi ...4 D. Penatalaksanaan keperawatan ...4 E. Penatalaksanaan Medis ...5 F. Asuhan Keperawatan ...5
BAB III. PENUTUP...16
A. Simpulan...16
B. Saran...16
DAFTAR PUSTAKA ...17
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta mampu menangani tantangan hidup (Wahyuni, 2012). Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk Indonesia.
World Health Organization (WHO) memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan di dunia. Berdasarkan data studi World Bank di beberapa negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan global masyarakat (Global Burden Disease) disebabkan oleh masalah gangguan kesehatan jiwa (Mardiyantoro, 2012). Ada dua jenis gangguan jiwa yang dapat ditemui di masyarakat, yaitu gangguan jiwa ringan dan gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa ringan contohnya adalah gangguan mental emosional, sedangkan gangguan jiwa berat salah satunya adalah skizofrenia.
Pada pasien dengan gangguan jiwa berat sering ditemui dengan waham. Beberapa bentuk waham yang spesifik seringkali ditemukan pada pasien dengan skizofrenia. Arif (2006) mengungkapkan bahwa 99% pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa adalah pasien dengan diagnosis medis skizofrenia. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai asuhan keperawatan klien dengan gangguan proses pikir: waham.
B. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini berdasarkan latar belakang tersebut yaitu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan proses pikir: waham sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam menangani klien dengan gangguan proses pikir: waham.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi
Menurut beberapa ahli, definisi waham adalah sebagai berikut:
1. waham adalah kepercayaan yang salah, tidak mudah digoyahkan, di luar sistem kepercayaan sosial dan budaya normal seorang individu (Hibbert, Allison, 2008);
2. delusion (waham) keyakinan atau penilaian yang salah dan tidak dapat dikoreksi, tidak sesuai dengan kenyataan dan dengan kepercayaan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat serta budaya tempat tinggal individu tersebut (Anonim);
3. delusi (waham) adalah pendapat yang salah, tidak sesuai dengan realitas dan tidak dapat dikoreksi. Misalnya, klien berpendapat dia pusing karena ada dua tikus saling kejar dalam otaknya (Simanjuntak, 2008);
4. delusi atau waham merupakan ide atau kepercayaan palsu yang dipertahankan seseorang dan tidak dapat dikoreksi dengan akal sehat (weller, barbara, 2005).
B. Etiologi
Adapun etiologi waham adalah sebagai berikut. 1. Teori biologis
Penelitian-penelitian telah mengindikasikan bahwa faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu kelainan kejiwaan (Heston , 1997 ; Gottesman , 1978; didalam Townsend, 1998). Tampak bahwa individu-individu yang berada dalam resiko tinggi terhadap kalainan ini adalah mereka yang mempunyai anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung , sanak saudara yang lain). Secara relatif ada penelitian baru yang mengatakan bahwa kelainan skizofreina mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kenyataan sejak lahir, terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan adanya suatu “kekacauan“ dari sel-sel pyramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizofrenia, tetapi sel-sel tersebut pada otak orang-orang yang
tidak mengalami skizofrenia tampak tersusun rapi (Scheibel,1991; di dalam Townsend 1998). Teori biokimia mengatakan adanya peningkatan dari dopamine neurotransmitter yang di perkirakan gejala-gejala peningkatan aktifitas yang berlebihan dan pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya di observasi pada psikosis (Hollandsworth,1990;di dalam Townsend 1998). 2. Teori psikososial
Teori sistem keluarga
Digambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga (Bowen, 1978; di dalam townsend,1998). Konflik diantara suami-istri mempengaruhi anak , dan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansietas. Di masa anak harus meninggalkan ketergantungan pada orang tua dan masuk ke masa dewasa , anak tidak mampu akan memenuhi tugas perkembangan masa dewasanya
3. Teori interpersonal
Orang yang mengalami psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh ansietas tinggi (Sillivan,1953; di dalam Townsend, 1998). Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa percaya kepada orang lain . Bila tingkat ansietas yang tinggi di pertahankan maka konsep diri anak akan mengalami ambivalen. Suatu kemunduran psikosis memberikan tanda-tanda ansietas dan rasa tidak aman dalam suatu hubungan yang intim/akrab.
4. Teori psikodinamik
Hartman (1964), di dalam Townsend,(1998) menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego ysng lemah , perkembangan yang di hambat oleh suatu hubungan saling mempengaruhi antara orang tua-anak. Karena ego menjadi lemah ,penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu ansietas yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptive dan perilakunya sering kali merupakan penampilan dari segmen ‘id’ dalam kepribadian.
C. Psikopatologi Waham
Proses terjadinya waham dapat diuraikan sebagai berikut ;
a. seseorang merasa terancam oleh orang lain atau oleh dirinya sendiri, mempunyai pengalaman kecemasan dan timbul perasaan bahwa sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi
b. Seseorang kemudian berusaha terhadap persepsi diri dan obyek realita melalui manifestasi, lisan terhadap suatu kejadian ayau suatu keadaan. c. Dilanjutkan dengan memperoykesikan pikiran dan perasaaan
lingkungannya, sehingga pikiran, perasaan, dan keinginan yang negatif, dan tidak dapat diterima akan terlihat datangnya dari dirinya
d. Akhirnya orang tersebut berusahan untuk memberikan alasan atau rasional tentang interpretasi personal ( diri sendiri ) terhadap realita kepada diri sendiri dan orang lain
D. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan waham melalui obat biasanya dengan Anti Psikotik. Jenis-jenis obat antipsikotik menurut Kaplan dan Sadock (1998 Azizah, 2011) antara lain:
a. Chlorpromazine, Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
b. Trifluoperazine, Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.
c. Haloperidol, Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. DOSIS awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg. Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.
E. Penatalaksanaan Keperawatan
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengkaji pasien dengan waham:
a. Apakah pasien memiliki pikiran/ isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan menetap?
b. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya ?
c. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya aneh dan tidak nyata?
d. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya ? e. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakn oleh orang lain ? f. Apakah pasien berpikir bahwa berpikir atau tindakannya dikontrol oleh
orang lain atau kekuatan dari luar?
g. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?
F. Asuhan Keperawatan
Adapun asuhan keperawatan Wahan adalah sebagai berikut.
Pengkajian
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi pengkajiannya meliputi:
1. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: a. Nama Klien b. Panggilan Klien c. Nama Perawat d. Tujuan e. Waktu Pertemuan f. Topik Pembicaraan
2. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal
4. Beberapa faktor yang perlu dikaji: a. Faktor predisposisi
1) Genetik : diturunkan
2) Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan konteks limbik
3) Neurotransmiter : abnormalitas pada dopamin ,serotonin ,dan glutamat.
4) Virus : paparan virus influinsa pada trimester III
5) Psikologi : ibu pencemas ,terlalu melindungi ,ayah tidak peduli. b. Faktor presipitasi
1) Proses pengolahan informasi yang berlebihan 2) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal 3) Adanya gejala pemicu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan:
a. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien.
b. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak. c. Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk. 6. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.
7. Aspek psikososial
Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
a. Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak disukai.
b. Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan.
c. Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
d. Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan penyakitnya.
e. Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
f. Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
g. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah. II. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
III. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah. 5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan
setelah minum obat.
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
V. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
8. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan.
Diagnosa Keperwatan
Setelah pengkajian dilakukan dan data subjektif maupun objektif ditemukan pada pasien, diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan adalah gangguan proses pikir: Waham (Keliat, 1996). Kemungkinan diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan waham yaitu:
a. Resiko Perilaku Kekerasan b. Gangguan Proses Pikir: Waham c. Isolasi sosial
d. Gangguan konsep diri : Kehilangan, harga diri rendah
Diagnosa Medis
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA KLIEN DENGAN PERUBAHAN PROSES PIKIR: WAHAM (CURIGA)
Nama : No. CM :
Jenis Kelamin : Dx. Medis : Waham
(Curiga)
Ruang : Unit Keswa :
Tgl Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Rencana Tindakan
Keperawatan Rasional Tujuan Kriteria Evaluasi
Risiko mencederai diri/ orang lain/ lingkungan dengan waham curiga TUM: Klien dapat berkomunikasi dengan baik dan terarah TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Kriteria Evaluasi
a. Ekspresi wajah bersahabat b. Ada kontak mata
c. Mau berjabat tangan d. Mau menjawab salam e. Klien mau duduk
berdampingan
f. Klien mau mengutarakan perasaannya
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi yang terapeutik:
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal. b. Perkenalkan diri dengan sopan. Hubungan saling percaya menjadi dasar interaksi selanjutnya sehingga dapat terbina hubungan saling percaya dan klien lebih terbuka merasa aman dan
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien. d. Jelaskan tujuan
pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian dan perhatikan
kebutuhan dasar klien.
mau berinteraksi.
1.2 Jangan membantah dan mendukung waham klien
a. Katakan perawat menerima keadaan keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” b. Katakan perawat tidak mendukung “sukar bagi saya untuk dapat
Meningkatkan orientasi klien pada realita dan
meningkatkan rasa percaya klien pada perawat
Suasana lingkungan persahabatan yang mendukung dalam
mempercayainya” 1.3 Yakinkan klien dalam keadaan aman dan
terlindung
a. “Anda berada di tempat yang aman dan terlindung” b. Gunakan keterbukaan dan kejujuran, jangan tinggalkan klien sendirian 1.4 Observasi apakah waham klien mengganggu aktivitas sehari-hari dan perawatan diri komunikasi terapeutik Dengan orientasi ditentukan intervensi selanjutnya Reinforcement adalah penting untuk meningkatkan kesabaran diri klien Mengetahui
penyebab curiga dan intervensi selanjutnya TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki. Kriteria Evaluasi a. Klien mampu mempertahankan aktivitas sehari-hari b. Klien dapat mengontrol
wahamnya
2.1 Beri pujian yang realistis dan hindarkan memberi penilaian negatif. 2.2 Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realitis. (hati-hati terlibat diskusi dengan waham
2.3 Tanyakan apa yang bisa dilakukan (kaitkan dengan
Klien terdorong untuk memilih aktivitas seperti sebelumnya
aktivitas sehari-hari dan perawatan diri) kemudian anjurkan untuk melakukan saat ini.
2.4 jika klien selalu bicara tentang wahamnya
dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perawat perlu
memperhatikan bahwa klien penting
Dengan
mendengarkan klien akan merasa lebih diperhatikan
sehingga klien akan mengungkapkan perasaannya TUK 3: Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi Kriteria Evaluasi a. Kebutuhan klien terpenuhi
b. Klien dapat melakukan aktivitas secara terarah c. Klien tidak menggunakan/membicar akan wahamnya 3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari 3.2 Diskusikan kebutuhan
klien yang tidak terpenuhi selama di rumah maupun di rumah sakit
3.3 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham
3.4 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi
Dengan observasi dapat mengetahui kebutuhan klien Dengan mengetahui kebutuhan yang tidak terpenuhi maka dapat diketahui kebutuhan yang kebutuhan yang diperlukan Mengetahui keterkaitan antara yang tidak terpenuhi dengan wahamnya Dengan
meningkatkan aktivitas tidak akan
kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga
3.5 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya mempunyai waktu untuk mengikuti wahamnya Dengan situasi tertentu akan dapat mengontrol wahamnya TUK 4: Klien dapat berhubungan dengan realitas Kriteria Evaluasi
a. Klien mampu berbicara secara realitas
b. Klien mengikuti terapi aktivitas kelompok
4.1 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (realitas diri, realitas orang lain, waktu dan tempat)
4.2 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas
4.3 Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
Reinforcement adalah penting untuk meningkatkan kesadaran klien akan realitas Pujian dapat memotivasi klien untuk meningkatkan kegiatan positifnya TUK 5: Klien dapat dukungan keluarga Kriteria Evaluasi
a. Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Keluarga dapat
menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk merawat klien dengan
5.1 Diskusikan dengan keluarga tentang gejala waham, cara
merawatnya,
lingkungan keluarga, dan follow up dan obat klien
5.2 Anjurkan keluarga
Perhatian keluarga dan pengertian keluarga akan dapat membantu klien dalam
mengendalikan wahamnya
waham melaksanakan dengan bantuan perawat TUK 6:
Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Kriteria Evaluasi
a. Klien menyebutkan manfaat, dosis, efek samping obat
b. Klien dapat
mendemonstrasikan penggunakan obat dengan benar
c. Klien dapat memahami akibat berhentinya obat tanpa konsultasi
d. Klien menyebutkan prinsip lima besar dalam penggunaan obat
6.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi, efek samping obat dan akibat
pengehentian obat 6.2 Diskusikan perasaan
klien setelah makan obat
6.3 Berikan obat dengan prinsip 5 benar dan observasi setelah makan obat
Obat dapat
mengontrol waham yang dialami klien.
BAB III. PENUTUP A. Simpulan
Delusi (waham) adalah pendapat yang salah, tidak sesuai dengan realitas dan tidak dapat dikoreksi (Simanjuntak, 2008). Penatalaksanaan waham melalui obat biasanya dengan anti-psikotik yaitu Chlorpromazine, Trifluoperazine, dan Haloperidol (Azizah, 2011). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan waham yaitu resiko perilaku kekerasan, gangguan proses pikir: waham, isolasi sosial,gangguan konsep diri: kehilangan, dan harga diri rendah (Keliat, 1996).
B. Saran
1. Bagi Dosen
Pembahasan lebih lanjut mengenai konsep gangguan proses pikir: waham diperlukan untuk menambah pengetahuan mahasiswa sehingga dosen diharapkan dapat selalu memfasilitasi mahasiswa dalam setiap perkuliahan. Dosen juga diharapkan dapat menyampaikan informasi kepada mahasiswa apabila terdapat konsep-konsep baru yang ditemukan pada asuhan keperawatan klien dengan gangguan proses pikir:waham.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan hendaknya membaca literatur lain yang membahas tentang konsep gangguan proses pikir: waham untuk menambah khasanah pengetahuan tentang konsep gangguan proses pikir: waham. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan untuk selalu mencari informasi terkini terkait asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan proses pikir: waham.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Leksikon Istilah Kesehatan Jiwa & Psikiatrik.
Arif, I.S. 2006. Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung: Refika Aditama.
Azizah, lilik ma’rifatul. 2011. Keperawatan Jiwa (Aplikasi Praktik Klinik). Yogyakarta: graha ilmu.
Hibbert, Allison, 2008. Rujukan Cepat Psikiatri. Jakarta: EGC.
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. Mardiyantoro, Angga. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Pada Sdr. D Di Ruang Kresno ( X ) Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondhohutomo Semarang. Laporan Ilmiah. Dipublikasikan. http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php? mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-anggamardi-6375 [17 Februari 2014]
Simanjuntak, 2008. Konseling Gang Jiwa & Okultisme. Jakarta: pt granmedia pustaka utama.
Townsend M.C. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC. 1998.
Wahyuni, Sri. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Sdr A Dengan Perilaku Kekerasan Di Ruang VII (Graha Hudowo) RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Laporan Ilmiah. Dipublikasikan.
http://digilib.unimus.ac.id/ gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jtptunimus-gdl-sriwahyuni-5153 [17 Februari 2014].