• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapsus Fraktur Radius Edit Fix

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapsus Fraktur Radius Edit Fix"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN RADIOLOGI

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

JUNI 2017

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FRAKTUR COLLES

Oleh : KELOMPOK 2

1. St. Aisyah Wahyuni Parawansa C 111 12 903

2. Tri Kartini Putri C 111 12 518

3. Musdalifah C 111 13 545

4. Marina Ariesta Chuwiarco C 111 13 580 5. Zulaikha Nur Binti Ahmad Azhar C 111 13 810

6. Sitti Fatimah C 111 13 050

Pembimbing : dr. Tatok Rudiharto

Konsulen :

dr. Dario Nelwan, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(2)

2

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

St. Aisyah Wahyuni Parawansa C 111 12 903

Tri Kartini Putri C 111 12 518

Musdalifah C 111 13 545

Marina Ariesta Chuwiarco C 111 13 580 Zulaikha Nur Binti Ahmad Azhar C 111 13 810

Sitti Fatimah C 111 13 050

Judul Laporan Kasus: Fraktur Colles

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juni 2017 Konsulen Pembimbing

dr. Dario Nelwan, Sp.Rad dr. Tatok Rudiharto

Mengetahui, Kepala Bagian Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

(3)

3 DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB 1 PRESENTASI KASUS ... 4

1.1. Identitas Pasien ... 4 1.2. Anamnesis ... 4 1.3. Pemeriksaan Fisis ... 5 1.4. Pemeriksaan Laboratorium ... 6 1.5. Radiologi ... 8 1.6. Diagnosis ... 9 1.7. Penatalaksanaan ... 9 1.8. Resume Medis ... 9 BAB 2 DISKUSI 2.1. Anatomi dan Kinesiologi ... 12

2.2. Definisi ... 15 2.3. Epidemiologi ... 16 2.4. Patofisiologi ... 16 2.5. Diagnosa Klinis ... 18 2.6. Klasifikasi ... 19 2.7. Paemeriksaan Radiologi ... 20 2.8. Diagnosa Banding ... 25 2.9. Penatalaksanaan ... 28 DAFTAR PUSTAKA………... 31

(4)

4 BAB I

PRESENTASI KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. S Tanggal Lahir : 31-12-1972 No. Rekam Medik : 80276

Pendidikan : SMA sederajat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Jl. Sungai Asahan Bone Ruang Perawatan : L2BB Kamar 4 Bed 1 Tanggal MRS : 29 Mei 2017

1.2. ANAMNESIS

A. Keluhan utama: Nyeri pada pergelangan tangan kanan B. Anamnesis terpimpin :

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan kanan, 1 hari setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pada saat kecelakaan pasien dibonceng dengan menghadap ke pengendara motor yang memboncengnya. Saat pasien ditabrak oleh mobil, pasien terjatuh ke arah kanan dan ia berusaha menahan tubuhnya agar tidak membentur aspal dengan menggunakan tangan kanan dalam posisi terbuka. Tidak ditemukan riwayat pingsan, mual muntah, dan BAB serta BAK normal. C. Riwayat penyakit sebelumnya:

 Riwayat hipertensi tidak ada  Riwayat diabetes mellitus tidak ada

 Riwayat sesak dan nyeri dada sebelumnya tidak ada  Riwayat mengonsumsi OAT tidak ada

(5)

5 D. Riwayat penyakit dalam keluarga

 Riwayat hipertensi tidak ada  Diabetes mellitus tidak ada

 Riwayat penyakit jantung tidak ada 1.3. PEMERIKSAAN FISIS

1. Status Generalis

Keadaan Umum: Sakit sedang / Gizi lebih /Compos Mentis (E4M6V5) Tanda Vital : T : 120/70 mmHg N : 88 x/menit P : 20 x/menit S : 36.50C, axilla 2. Status Lokalis a. Kepala :

- Mata : Sklera ikterus tidak ada, konjungtiva anemis ada, pupil isokor (3/3) mm, udem palpebral tidak ada - Telinga : Otorrhea tidak ada, simetris kiri dan kanan - Hidung : Epistaksis dan rinorrhea tidak ada

- Mulut : Stomatitis tidak ada, sianosis tidak ada, tonsil tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

- Leher : DVS= R+2 cmH2O, Pembesaran kelenjar limfe

tidak ada, deviasi trakea tidak ada b. Thorax

Paru

- Inspeksi :

Statis : Normochest, dada simetris kiri dan kanan. Dinamis : Pergerakan dada simetris kiri dan kanan

- Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus normal

- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Batas paru hepar di ICS VI kanan depan

(6)

6 Batas paru belakang kiri vertebra thorakal XI - Auskultasi : Bunyi nafas bronchovesikuler, ronkhi tidak ada,

wheezing tidak ada

Jantung :

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak - Palpasi : Thrill tidak teraba

- Perkusi : Pekak, Batas jantung normal

- Auskultasi : Bunyi Jantung I/II murni regular, bising tidak ada c. Abdomen

- Inspeksi : Datar, ikut gerak napas

- Auskultasi : Bunyi peristaltik ada kesan normal

- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa

- Perkusi : Timpani, tidak ada asites d. Extremitas

Right Forearm Regio

Look : Deformitas ada, hematom tidak ada, edema tidak ada, luka

tidak ada.

Feel : Nyeri tekan ada

Move : Gerak aktif dan pasif dari elbow joint kanan tidak dapat dievaluasi karena nyeri, gerak aktif dan pasif dari wrist

joint dalam batas normal.

NVD : Sensibilitas baik, pulsasi arteri radialis dan ulnaris teraba, dan capillary refill time <2 second.

1.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (29 Mei 2017)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI

RUJUKAN UNIT

HEMATOLOGI

(7)

7 RBC 5.14 4.00 – 6.00 10^6/uL HGB 11.1 12.0 – 16.0 gr/dl HCT 35 37.0 – 48.0 % MCV 68 80.0 – 97.0 fL MCH 21.7 26.5 – 33.5 Pg MCHC 31.8 31.5 – 35.0 gr/dl PLT 339 150 – 400 10^3/uL NEUT 78.6 52.0 – 75.0 [10^3/uL] 47.4 * [%] LYMPH 13.0 20.0 – 40.0 [10^3/uL] 30.4 * [%] MONO 4.7 2.00 – 8.00 [10^3/uL] 18.1 * [%] EOS 3.1 1.00 – 3.00 [10^3/uL] 3.7 + [%] BASO 0.6 0.00 – 0.10 [10^3/uL] 0.4 + [%]

Waktu bekuan 7’00 4-10 Menit

Waktu perdarahan 3’00 1-7 Menit

KIMIA DARAH Ureum 9 10-50 mg/dl Kreatinin 0.6 L(<1.3);P(<1.1) mg/dl GDS 104 <140 mg/dl SGOT 34 <38 U/L SGPT 29 <41 U/L Natrium 142 136-145 mmol/l Kalium 4.4 3.5-5.1 mmol/l Clorida 107 97-111 mmol/l IMUNOSEROLOGI HBS Ag (ICT) Non

(8)

8 1.5. PEMERIKSAAN RADIOLOGI (29/05/2017)

Foto Antebrachii Dextra AP/Lateral

Hasil Pemeriksaan :

- Alignment pembentuk antebrachii dextra berubah - Tampak fraktur pada 1/3 distal os radius dextra - Mineralisasi tulang baik

- Celah sendi yang tervisualisasi baik - Jaringan lunak sekitar kesan swelling Kesan : Fraktur 1/3 distal os radius dextra

(9)

9 1.6. Diagnosis

Fraktur tertutup 1/3 distal radius dextra (Fraktur Colles tipe I, klasifikasi Frykman)

1.7. Penatalaksanaan

- Infus ringer laktat 20 tetes/menit/intravena - Injeksi ketorolac 30 mg/8jam/intravena - Reduksi tertutup dan imobilisasi

1.8. Resume Medis

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan kanan, 1 hari setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pada saat kecelakaan pasien dibonceng dengan menghadap ke pengendara motor yang memboncengnya. Saat pasien ditabrak oleh mobil, pasien terjatuh ke arah kanan dan ia berusaha menahan tubuhnya agar tidak membentur aspal dengan menggunakan tangan kanan dalam posisi terbuka. Tidak ditemukan riwayat pingsan, mual muntah, dan BAB serta BAK normal. Setelah dilakukan pemeriksaan fisis pada right forearm region didapatkan deformitas ada, nyeri tekan ada. Pada pemeriksaan radiologi foto antebrachii dextra AP/lateral didapatkan fraktur 1/3 distal os radius dextra. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah Infus ringer laktat 20 tetes/menit/intravena, injeksi ketorolac 30 mg/8jam/intravena dan reduksi tertutup dan imobilisasi.

(10)

10 BAB II

DISKUSI PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. Penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk menahan beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen, selain itu komplikasi awal yang berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu saat radiologi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur.1

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari delapan juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki angka kejadian yang cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma.1

Dampak dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena cedera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang dirasakannya, risiko terjadinya infeksi, risiko perdarahan, gangguan integritas kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian yaitu dengan

(11)

11 latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada klien post operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi klien seoptimal mungkin atau melatih klien dan menggunakan fungsi yang masih tertinggal seoptimal mungkin.2

Fraktur bisa mengenai berbagai bagian tubuh, salah satunya dapat terjadi fraktur di daerah lengan bawah seperti fraktur Galeazzi, fraktur distal radius yang terbagi lagi menjadi fraktur Colles, fraktur Smith, dan fraktur Barton. Khusus untuk fraktur Colles, fraktur jenis ini termasuk fraktur yang juga cukup sering terjadi terutama mengenai dewasa dengan 8-15% kasus dari seluruh fraktur. Dan seperti telah apa yang dituturkan sebelumnya, untuk menegakkan suatu diagnosis diperlukan juga suatu tahap pemeriksaan radiologis. Maka dari itu, pada referat ini akan dibahas mengenai fraktur Colles yang disertai pemeriksaan radiologis.3

(12)

12 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Kinesiologi Antebrakhii Distal

Bagian antebrakhii distal sering disebut pergelangan tangan, batas atasnya kira-kira 1,5-2 inchi distal radius. Pada tempat ini ditemukan bagian distal tulang radius yang relatif lemah karena tempat persambungan antara tulang kortikal dan tulang spongiosa dekat sendi. Dorsal radius bentuknya cembung dengan permukaan beralur-alur untuk tempat lewatnya tendon ekstensor. Bagian volarnya cekung dan ditutupi oleh otot pronator quadratus. Sisi lateral radius distal memanjang ke bawah membentuk prosessus styloideus radius dengan posisi yang lebih rendah dari prossesus styloideus ulna. Bagian ini merupakan tempat insersi otot brakhioradialis.4

Pada antebrakhii distal ini ditemui 2 sendi yaitu sendi radioulna distal dan sendi radiocarpalia. Kapsul sendi radioulna dan radiocarpalia melekat pada batas permukaan sendi. Kapsul ini tipis dan lemah tapi diperkuat oleh beberapa ligamen antara lain:4

1. Ligamentum carpal volar (yang paling kuat) 2. Ligamentum carpal dorsal

3. Ligamentum carpal dorsal dan volar 4. Ligamentum collateral

Sendi radioulnar distal adalah sendi antara cavum sigmoid radius (yang terletak pada bagian radius) dengan ulna. Pada permukaan sendi ini terdapat

fibrocartilage triangular dengan basis melekat pada permukaan inferior radius

dan puncaknya pada prosesus styloideus ulna. Sendi ini membantu gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah, dimana dalam keadaan normal gerakan ini membutuhkan kedudukan sumbun radioulnar proksimal dan distal dalam keadaan coaxial.4

Adapun nilai maksimal rata-rata lingkup sendi dari pronasi dan supinasi sebagai berikut :

a. Pronasi = 80-90o b. Supinasi = 80-90o

(13)

13

Gambar 1 Gerakan supinasi pronasi pergelangan tangan4

Rata-rata gerakan maksimal pada pergelangan tangan adalah sebagai berikut : a. Fleksi = 60-85o

b. Ekstensi = 50-80o c. Deviasi radial = 15-29o d. Deviasi ulnar = 30-46o

Gambar 2 Gerakan-gerakan pada pergelangan tangan : A.Fleksi, B. Ekstensi, C.Deviasi Ulnar,

(14)

14 Sendi radiokarpal normalnya memiliki sudut 1 - 23 derajat pada bagian palmar (ventral) seperti diperlihatkan pada gambar 1a. Fraktur yang melibatkan angulasi ventral umumnya berhasil baik dalam fungsi, tidak seperti fraktur yang melibatkan angulasi dorsal sendi radiokarpal yang pemulihan fungsinya tidak begitu baik bila reduksinya tidak sempurna. Gambar 1b memperlihatkan sudut normal yang dibentuk tulang ulna terhadap sendi radiokarpal, yaitu 15 - 30 derajat. Evaluasi terhadap angulasi penting dalam perawatan fraktur lengan bawah bagian distal, karena kegagalan atau reduksi inkomplit yang tidak memperhitungkan angulasi akan menyebabkan hambatan pada gerakan tangan oleh ulna.4

Gambar 3a.Sudut normal sendi radiokarpal

di bagian ventral (tampak lateral)4

Gambar 3b. Sudut normal yang dibentuk

(15)

15

Gambar 4. Sendi radioulnar dextra posisi supinasi, T:Triquetrum; H:Hamatum; L:Lunatum;

S:Scaphoid; U:Ulna; UCL : Ulnocapitate ligament 5

Gambar 5. Palmar carpus of the left hand 5

2.2 Definisi

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Bila trauma terjadi pada atau dekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah keadaan tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.6

Fraktur colles adalah fraktur metafisis distal radius, biasanya terjadi 3 sampai 4 cm dari permukaan sendi dengan angulasi volar apeks fraktur

(16)

16 [deformitas garpu perak (silver fork deformity)], dislokasi fragmen distal ke arah dorsal, dan disertai pemendekan radius. Fraktur colles dapat dengan atau tanpa disertai fraktur styloideus ulna.6

Abraham Colles adalah orang yang pertama kali mendeskripsikan fraktur radius distalis pada tahun 1814 dan sekarang dikenal dengan nama fraktur Colles. Cedera yang digambarkan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah fraktur melintang pada radius tepat di atas pergelangan tangan, dengan pergeseran dorsal fragmen distal. Sejak saat itu fraktur jenis ini diberi nama sebagai fraktur Colles sesuai dengan nama Abraham Colles. Biasanya penderita jatuh terpeleset sedang tangan berusaha menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal yang akan menyebabkan patah radius 1/3 distal dimana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan.6

2.3 Epidemiologi

Fraktur distal radius terutama fraktur Colles lebih sering ditemukan pada wanita, danjarang ditemui sebelum umur 50 tahun. Secara umum insidennyakira-kira 8 – 15% dari seluruh fraktur dan diterapi di ruang gawat darurat. Dari suatu surveyepidemiologi yang dilakukan di Swedia, didapatkan angka 74,5% dari seluruh fraktur padalengan bawah merupakan fraktur distal radius. Umur di atas 50 tahun pria dan wanita 1 berbanding 5. 3

Sebelum umur 50 tahun, insiden pada pria dan wanita lebih kurang sama dimana fraktur Colles lebih kurang 60% dari seluruh fraktur radius. Sisi kananlebih sering dari sisi kiri. Angka kejadian rata-rata pertahun 0,98%. Usia terbanyak dikenaiadalah antara umur 50 – 59 tahun.3

2.4 Patofisiologi

Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur sebelah distal ke arah dorsal. Dislokasi ini

(17)

17 menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu, seperti yang terjadi pada fraktur Colles.7

Gambar 6. Dinner fork deformity pada Fraktur Colles 7

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles dapat timbul setelah penderita terjatuh dengan tangan posisi menyangga badan. Pada saat terjatuh sebagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa.7

Pada saat jatuh terpeleset, posisi tangan berusaha untuk menahan badan dalam posisi terbuka dan pronasi. Lalu dengan terjadinya benturan yang kuat, gaya akan diteruskan ke daerah metafisis radius distal dan mungkin akan menyebabkan patah radius 1/3 distaldimana garis patah berjarak 2 cm dari permukaan persendian pergelangan tangan sehingga tulang yang kemungkinan mengalami fraktur pada posisi tersebut adalah radius distal.7

(18)

18

Gambar 7. Posisi tangan saat jatuh pada fraktur radius distal8

Dengan posisi tangan pada saat jatuh seperti gambar di atas, maka gaya yang kuat akan berlawanan arah ke daerah pergelangan tangan. Dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa yang mungkin mengalami fraktur adalah distal radius sebab dilihat dari struktur jaringannya saja tulang daerah tersebut memang rawan patah.8

Gambar 8. Fraktur Colles7

2.5 Diagnosis Klinis

Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa “dinner fork deformity atau silver fork deformity, yaitu bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial, bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi

(19)

19 pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan. Selain itu juga didapatkan kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan pembengkakan di daerah yang terkena, nyeri bila pergelangan tangan digerakkan.7

2.6 Klasifikasi Fraktur Colles 9

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi:9

Tabel 1. Fraktur Colles Berdasarkan Klasifikasi Frykman

Type Fracture

I Extra-articular radial fracture

II Extra-articular radial fracture with an ulnar fracture

III Intra-articular fracture of the radiocarpal joint without an ulnar fracture

IV Intra-articular fracture of the radius with an ulnar fracture V Fracture of the radioulnar joint

VI Fracture into the radioulnar joint with an ulnar fracture

VII Intra-articular fracture involving radiocarpal and radioulnar joints

VIII Intra-articular fracture involving radiocarpal and radioulnar joints with an ulnar fracture

(20)

20

Gambar 9. Klasifikasi dari Fraktur Colles9

2.7 Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis fraktur dengan fragmen terdislokasi tidak menimbulkan kesulitan. Secara klinis dengan mudah dapat dibuat diagnosis patah tulang Colles. Bila fraktur terjadi tanpa dislokasi fragmen patahannya, diagnosis klinis dibuat berdasarkan tanda klinis patah tulang.10

Pemeriksaan radiologik juga diperlukan untuk mengetahui derajat remuknya fraktur kominutif dan mengetahui letak persis patahannya. Pada gambaran radiologis dapat diklasifikasikan stabil dan instabil. Dikatakan stabil apabila hanya terjadi satu garis patahan, dan instabil bila patahannya kominutif dan “crushing” dari tulang cancellous.10

Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Proyeksi tambahan oblik biasanya juga dibutuhkan untuk menilai trauma pada persendian. Pada fraktur ekstremitas, daerah yang difoto harus cukup luas dengan mencakup setidaknya satu persendian. Namun, pemeriksaan radiologis tulang yang berada di antara dua sendi sebaiknya

(21)

21 mencakup keseluruhan panjang tulang mulai dari persendian proksimal hingga persendian distal tulang tersebut. Untuk melihat fraktur pada tulang radius bagian distal, khususnya fraktur Colles, dibuat foto proyeksi AP dan lateral.10

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto Roentgen:  Adakah fraktur, dimana lokasinya?

 Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen  Bagaimana struktur tulang: biasa?patologik?

 Bila dekat/pada persendian: adakah dislokasi?fraktur epifisis? Pemeriksaan foto Roentgen pada kasus curiga fraktur digunakan untuk:

a. Mendiagnosis adanya fraktur dengan memperhatikan lokasinya, tipe (jenis fraktur), dan kedudukan fragmen. Bila dekat atau pada persendian, maka dapat diperhatikan adanya dislokasi, fraktur epifisis, dan pelebaran sela sendi karena efusi ke dalam rongga sendi.

b. Menentukan struktur tulang apakah tulang dasarnya normal atau patologis.

c. Memperlihatkan posisi ujung tulang sebelum dan sesudah terapi fraktur. Foto roentgen dilakukan segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen intramedular(kadang-kadang pen menembus tulang) ataupun plate and screw(kadang-kadang screw lepas).

d. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur - Pembentukan callus

- Konsolidasi

- Remodeling: terutama pada anak-anak - Adanya komplikasi

 Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto rontgen:

(22)

22 2. Jenis tulang (anak/ dewasa)

3. Alignment: Simetris/tidak 4. Bone : Ada fraktur/ tidak

Jika ada:

o Jenisnya o lokasi fraktur o kedudukan fraktur o ada callus atau tidak o ada komplikasi atau tidak o ada reaksi periosteal atau tidak

o keadaan struktur tulang (korteks dan medulla)

5. Cartilago:

o Apakah ada dislokasi/tidak o Destruksi

o Bagaimana celah sendinya

6. Soft Tissue: apakah ada swelling atau tidak

(23)

23

Gambar 11. Pemeriksaan radiologi standar pada wrist joint, posteroanterior, lateral dan oblique10

Gambar 12. Gambaran radiologi “Dinner Fork Deformity”10

Pemeriksaan CT Scan

CT scan bersifat lebih sensitif daripada radiografi konvensional untuk mendeteksi kerusakan tulang karena dapat menampilkan potongan aksial, koronal dan sagital dari objek. Selain itu CT scan digunakan jika ingin memperlihatkan gambaran yang cukup pada sendi radiokarpal dan jaringan lunak, yang tidak dapat dilihat jelas pada radiografi konvensional.11

(24)

24

Gambar 13. Computed tomography images of a wrist joint 11

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI digunakan jika ingin melihat lebih jelas jaringan lunak khusunya adanya cedera ligamen dan triangular fibrocartilage complex ( TFCC) atau dapat juga digunakan jika curiga terdapat fraktur yang tidak dapat diperlihatkan pada radiografi konvensional. 11

MRI tidak rutin digunakan pada evaluasi awal fraktur radius distal akut pada trauma tangan. Namun bagaimanapun, pencitraan ini berguna untuk

(25)

25 melilai kelainan tulang, ligamen, dan jaringan lunak yang berkaitan dengan fraktur radius distal. MRI rutin digunakan untuk menilai integritas ligamentum intercarpal, kompleks rawan fibroid triangularis, dan nervus medianus pada carpal tunnel.11

2.8 Diagnosis Banding

1) Fraktur Smith

Fraktur Smith adalah fraktur radius bagian distal dengan angulasi atau dislokasi fragmen distal ke voler. Fraktur Smith dikenal sebagai kebalikan dari fraktur Colles. Jika fraktur Colles terjadi karena jatuh pada permukaan tangan pada bagian volar, maka fraktur Smith terjadi karena seseorang jatuh pada permukaan tangan bagian dorsal, sehingga terjadi dislokasi fragmen distal ke arah volar. Gambaran klinisnya dikenal sebagai garden spade deformity.8

Gambar 14. Posisi jatuh pada Fraktur Smith11

(26)

26 2) Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi adalah fraktur sepertiga distal radius dengan dislokasi ulna bagian distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma langsung sisi lateral ketika jatuh.12

Gambar 16. Gambaran radiologi Fraktur Galeazzi posisi AP dan lateral12

3) Fraktur Barton

Fraktur Barton adalah fraktur oblik dari tulang radius distal intraartikuler, dengan patahan distal radius terdislokasi ke arah volar (fraktur Barton volar) atau ke arah dorsal (fraktur Barton dorsal). Fraktur Barton merupakan dislokasi sendi radiocarpal.8

(27)

27

Jenis Fraktur Definisi Manifestasi Klinis

Fraktur Colles

Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).

 Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan sendi distal radius

 Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal  Subluksasi sendi radioulnar distal  Avulsi prosesus stiloideus ulna. Fraktur Smith

Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse

Colles fracture. Fraktur ini biasa

terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.

Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi ke radial (garden

spade deformity).

Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah

Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

(28)

28 dalam posisi pronasi waktu

menahan berat badan yang memberi gaya supinasi.

Fraktur Barton

Fraktur oblik dari tulang radius distal intraartikuler, dengan patahan distal terdislokasi ke arah volar atau ke arah dorsal. Fraktur Barton merupakan dislokasi sendi radiocarpal

Tangan ini akibat terjatuh dengan tangan terlentang

2.9 Penatalaksanaan13

Fraktur tak bergeser (atau hanya sedikit sekali bergeser), fraktur dibebat dalam slab gips yang dibalutkan sekitar dorsum lengan bawah dan pergelangan tangan dan dibalut kuat dalam posisinya.

Fraktur yang bergeser harus direduksi di bawah anestesi. Tangan dipegang dengan erat dan traksi diterapkan di sepanjang tulang itu (kadang-kadang dengan ekstensi pergelangan tangan untuk melepaskan fragmen; fragmen distal kemudian didorong ke tempatnya dengan menekan kuat-kuat pada dorsum sambil memanipulasi pergelangan tangan ke dalam fleksi, deviasi ulnar dan pronasi. Posisi kemudian diperiksa dengan sinar X. Kalau posisi memuaskan, dipasang slab gips dorsal, membentang dari tepat di bawah siku sampai leher metakarpal dan 2/3 keliling dari pergelangan tangan itu. Slab ini dipertahankan pada posisinya dengan pembalut kain krep. Posisi deviasi ulnar yang ekstrim harus dihindari; cukup 20 derajat saja pada tiap arah. Lengan tetap ditinggikan selama satu atau dua hari lagi; latihan bahu dan jari segera dimulai setelah pasien sadar. Kalau jari-jari membengkak, mengalami sianosis atau nyeri, harus tidak ada keragu-raguan untuk membuka pembalut.

Setelah 7-10 hari dilakukan pengambilan sinar X yang baru; pergeseran ulang sering terjadi dan biasanya diterapi dengan reduksi ulang; sayangnya, sekalipun manipulasi berhasil, pergeseran ulang sering terjadi lagi. Fraktur

(29)

29 menyatu dalam 6 minggu dan sekalipun tak ada bukti penyatuan secara radiologi, slab dapat dilepas dengan aman dan diganti dengan pembalut kain krep sementara.

Fraktur kominutif berat dan tak stabil tidak mungkin dipertahankan dengan gips; untuk keadaan ini sebaiknya dilakukan fiksasi luar, dengan pen proksimal yang mentransfiksi radius dan pen distal, sebaiknya mentransfiksi dasar-dasar metakarpal kedua dan sepertiga.

Fraktur Colles, meskipun telah dirawat dengan baik, seringnya tetap menyebabkan komplikasi jangka panjang. Karena itulah hanya fraktur Colles tipe IA atau IB dan tipe IIA yang boleh ditangani oleh dokter IGD. Selebihnya harus dirujuk sebagai kasus darurat dan diserahkan pada ahli orthopedik. Dalam perawatannya, ada 3 hal prinsip yang perlu diketahui, sebagai berikut :

a. Tangan bagian ekstensor memiliki tendensi untuk menyebabkan tarikan dorsal sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran fragmen

b. Angulasi normal sendi radiokarpal bervariasi mulai dari 1 sampai 23 derajat di sebelah palmar, sedangkan angulasi dorsal tidak

c. Angulasi normal sendi radioulnar adalah 15 sampai 30 derajat. Sudut ini dapat dengan mudah dicapai, tapi sulit dipertahankan untuk waktu yang lama sampai terjadi proses penyembuhan kecuali difiksasi.

Bila kondisi ini tidak dapat segera dihadapkan pada ahli orthopedik, maka beberapa hal berikut dapat dilakukan :

1. Lakukan tindakan di bawah anestesi regional

2. Reduksi dengan traksi manipulasi. Jari-jari ditempatkan pada Chinese finger traps dan siku dielevasi sebanyak 90 derajat dalam keadaan fleksi. Beban seberat 8-10 pon digantungkan pada siku selama 5-10 menit atau sampai fragmen disimpaksi.

3. Kemudian lakukan penekanan fragmen distal pada sisi volar dengan menggunakan ibu jari, dan sisi dorsal tekanan pada segmen proksimal

(30)

30 menggunakan jari-jari lainnya. Bila posisi yang benar telah didapatkan, maka beban dapat diturunkan.

4. Lengan bawah sebaiknya diimobilisasi dalam posisi supinasi atau midposisi terhadap pergelangan tangan sebanyak 15 derajat fleksi dan 20 derajat deviasi ulna.

5. Lengan bawah sebaiknya dibalut dengan selapis Webril diikuti dengan pemasangan anteroposterior long arms splint

6. Lakukan pemeriksaan radiologik pasca reduksi untuk memastikan bahwa telah tercapai posisi yang benar, dan juga pemeriksaan pada saraf medianusnya

7. Setelah reduksi, tangan harus tetap dalam keadaan terangkat selama 72 jam untuk mengurangi bengkak. Latihan gerak pada jari-jari dan bahu sebaiknya dilakukan sedini mungkin dan pemeriksaan radiologik pada hari ketiga dan dua minggu pasca trauma. Immobilisasi fraktur yang tak bergeser selama 4-6 minggu, sedangkan untuk fraktur yang bergeser membutuhkan waktu 6-12 minggu.

(31)

31 DAFTAR PUSTAKA

1. Triono,P., Murinto. Aplikasi Pengolahan Citra untuk Mendeteksi Fraktur Tulang dengan Metode Deteksi Tepi Canny. Program Studi Teknik Informatika : Universitas Ahmad Dahlan; 2015:9(2):p1-2.

2. Munawaroh,Z. Pengelolaan Hambatan Mobilitas Fisik dengan Post Fraktur

Tibia Sinistra Pada Keluarga Tn. K Khususnya Ny.M Di Dusun Bawang, Desa

Truko, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang : Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran;2016:p1-3.

3. Hutagalung,SM. Perbandingan Hasil Penanganan Fraktur Colles Tertutup dengan Metoda Modifikasi Bohler, Sdfdu dan Fspfdu. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Bedah : Universitas Sumatera Utara; 2003:p1-5.

4. Fraktur Radius Distal. Fakultas Kedokteran : Universitas Negeri Sebelas Maret; 2013:p1-6

5. Applied Anatomy of The Wrist, Thumb and Hand. Elsevier; 2013:p1-2.

6. Rahma,FN. Penatalaksanaan Infra Red dan Terapi Latihan Pada Kasus Post Operasi Fracture Colles Disertai Dislokasi Ulna Dextra Di Rst Dr. Soedjono Magelang. Program Studi Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan : Universitas Muhammadiyah Surakarta;2013:p1-7

7. Iyer,D. The Dinner Fork Deformity. Journal of Orthopedic Surgery : Dept of Orthopaedics, Royal Free Hospital;2006:5(1):p1-3.

8. Kevin C. Chung et al. Treatment of Unstable Distal Radial Fractures with the Volar Locking Plating System. The Journal of Bone and Joint Surgery: American;2006.

9. Jones,R., Hunt,A. Adult distal radius fractures classification systems: essential clinical knowledge or abstract memory testing?. Department of Trauma and Orthopaedic Surgery, Royal Shrewsbury Hospital: United Kingdom; 2016:88:p525-9.

10. Rebecca, et al. Radiographic Evaluation of the Wrist: A Vanishing Art. Elsevier;2005:250-60.

11. Paulo, et al. Classifying Radius Fractures With X-Ray And Tomography Imaging. Department of Orthopaedics and Traumatology, University of São

(32)

32 Paulo Medical School, Hospital das Clínicas, and Musculoskeletal Investigation Laboratory;2009:p12

12. Kivanc, et al. Galeazzi Fracture. American Academy of Orthopedic Surgeon; 2011:19:p623-33.

13. Anderson, LD, Sish TD, Tooms RE, Park WI. Fractures of The Radius and Ulna. J Bone Joint Surg 57-A;2010:p137-8.

Gambar

Foto Antebrachii Dextra AP/Lateral
Gambar 2 Gerakan-gerakan pada pergelangan tangan : A.Fleksi, B. Ekstensi, C.Deviasi Ulnar,  D.Deviasi Radial 4
Gambar  1b  memperlihatkan  sudut  normal  yang  dibentuk  tulang  ulna  terhadap sendi radiokarpal, yaitu 15 - 30 derajat
Gambar 5. Palmar carpus of the left hand  5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini memberikan gambaran karakteristik penderita radius distal fraktur yang ada di RSUP Haji Adam Malik Medan, mengidentifikasi faktor-faktor resiko, dan

sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah tentang “PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA POST PINNING FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL DEXTRA DI RSUD

Pada kondisi fraktur 1/3 distal radius dextra akan menimbulkan problematika yaitu oedem, nyeri, keterbatasan gerak dan gangguan aktifitas sehari-hari sepe rti makan, memakai

Fraktur kompoun pada mandibula merupakan bagian dari pengldasifikasian fraktur mandibula berdasarkan tipe fraktur dimana fraktur tipe ini melibatkanjaringan lunak dan fragmen

Setelah mendapatkan terapi sebanyak 6 kali yaitu pada tanggal 2, 3, 4, 5, 6, dan 8 Februari 2016 dengan diagnosa fraktur 1/3 distal radius sinistra menyebabkan

Untuk mengetahui manfaat terapi latihan dan infrared dalam meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot pada pasien fraktur 1/3 distal

Untuk mengetahui manfaat terapi latihan untuk kekuatan otot tangan kiri. pada kondisi fraktur os radius 1/3

Dengan pemberian infra red dan terapi latihan berupa active exercise, dan hold relax pada kasus Fraktur radius 1/3 distal sinistra didapatkan adanya perubahan