• Tidak ada hasil yang ditemukan

BARONG KET SEBAGAI SENI PERTUNJUKAN DI DESA BATUBULAN, SUKAWATI, GIANYAR, BALI (LATAR BELAKANG DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER SEJARAH DI SMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BARONG KET SEBAGAI SENI PERTUNJUKAN DI DESA BATUBULAN, SUKAWATI, GIANYAR, BALI (LATAR BELAKANG DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER SEJARAH DI SMA)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BARONG KET SEBAGAI SENI PERTUNJUKAN DI DESA

BATUBULAN, SUKAWATI, GIANYAR, BALI (LATAR BELAKANG

DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER SEJARAH DI SMA)

Made Pradnyana Putra

1

, Ketut Sedana Arta S.Pd,M.Pd

2,

Dra.Desak

Made Oka Purnawati,M.Hum

3

Jurusan Pendidikan Sejarah

Universitas Pendidikan Ganesha,

e-mail:pradnyanaputra01@gmail.com

sedana.arta@undiksha.ac.id,okapurna@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan unutuk (1)Bagaimana latar belakang munculnya Seni

Barong Ket sebagai seni pertunjukan, (2)Bagaimana sistem pementasan Barong Ket sebagai seni pertunjukan di Desa Batubulan, Sukawati, Gianyar, Bali, (3) Nilai

-nilai apa saja yang terdapat dalam Barong Ket sebagai seni pertunjukan di Desa Batubulan, Sukawati, Gianyar, Bali yang dapat dipergunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Dalam penelitian ini,menggunakan metode penelitian sejarah dengan tahap- tahap (1)Heuristik (Teknik Penentuan Informan, Teknik Observ asi, Teknik Wawancara, Teknik Studi Dokumen) (2)Kritik Sumber,( Kritik Internal, Kritik Eksternal), (3)Interpretasi, (4)Historiografi. Penelitian ini menghasilkan temuan, yakni: (1)latar belakang munculnya Seni Barong Ket sebagai seni pertunjukan adalah perubahan tari Barong Ket yang awalnya disakralkan berubah menjadi tari profan yang khusus disuguhkan untuk wisatawan, (2)sistem pementasan Barong

Ket sebagai seni pertunjukan di Desa Batubulan diawali dengan menghaturkan

sesajen/canang di areal Stage, penari dan penabuh berias sebelum pementasan dimulai, pementasan Barong Ket terdiri dari lima babak, (3)Nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam Barong Ket sebagai seni pertunjukan di Desa Batubulan, Sukawati, Gianyar, Bali yang dapat dipergunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah adalah Nilai Hiburan, Nilai Religius, Nilai Mempertebal Rasa Solidaritas So sial, Nilai Komunikasi, Nilai Estetika, Nilai Ekonomi.

Kata kunci :Barong Ket, seni pertujukan, potensi, sumber belajar, ABSRACT

This study aims to (1) How the background of the emergence of Barong Ket Art as the performing arts, (2)W hat about Barong Ket performance system as performing arts in Batubulan Village, Sukawati, Gianyar, Bali, (3)W hat values are contained in Barong Ket as performing arts in Batubulan Village, Sukawati, Gianyar, Bali that can be used as a source of historical learning. In this study, using historical research methods with stages (1)Heuristics (Determination Techniques Informants, Observ ation Techniques, Interview Techniques, Engineering Document Studies)(2) Source Criticism, (Internal Criticism, External Criticism), (3) Interpretation, (4) Historiography. This research produces the findings, namely: (1) the background of the emergence of Art Barong Ket as the performing arts is a change of Barong Ket dance that was originally sacred turned into a profane dance that is specially serv ed for tourists, (2)Barong Ket staging system as performance art in Batubulan Village begins with the offering of the offerings in the Stage area, dancers and singers berias before the staging begins, Barong Ket stagi ng consists of fiv e rounds, (3)(3) W hat values are contained in Barong Ket as performing arts in Batubulan Village, Sukawati, Gianyar, Bali that can be used as a source of history learning is Value of Entertainment, Religious Value, Value of Social Solidarity, Communication Value, Aesthetic Value , Economic Value.

(2)

PENDAHULUAN

Pulau Bali sangat populer dikalangan wisatawan manca negara, karena masyarakat Bali terkenal sebagai masyarakat yang

sangat kreatif dalam

mengembangkan berbagai karya seni. Kreativitas seni budaya masyarakat Bali berkembang dalam berbagai bentuk, seperti seni lukis, seni patung, seni tabuh dan seni tari.Perkembangan karya seni tersebut diyakini mampu memberikan sumbangan baik terhadap kehidupan pariwisata, ekonomi dan budaya masyarakat Bali.

Masyarakat Bali

menggolongkan kesenian menjadi tiga golongan yakni seni wali, seni bebali, dan seni balih-balihan. Seni wali adalah tarian sakral dan hanya dipentaskan pada saat upacara Dewa Yadnya (upacara persembahan untuk Ida Shang Hyang Widi) di pura, seperti tari Sanghyang, Baris gede, Rejang. Seni bebali adalah tarian sakral dan dipentaskan dalam kaitan dengan upacara keagamaan tertentu, misalnya upacara metatah. Tarian yang dipentaskan seperti Tari Topeng. Seni balih-balihan atau pertunjukan adalah seni hiburan yang bisa dipentaskan tanpa ada keterkaitan dengan upacara, contoh jenis ini adalah tari janger, arja, sendratari.

Hampir di setiap banjar di Desa Batubulan mempunyai sekeheBarong, namun ada yang bersifat profan dan ada yang bersifat sakral.Hal ini terkait erat dengan keberadaan dari Barong Ket yang pada umumnya menjadi benda sakral yang sangat disucikan oleh warga masyarakat

pemiliknya (penyungsung). Sedangkan keberadaan Tari Barong Ket yang bersifat profan dipentaskan untuk atraksi wisata seperti yang ada di Stage Banjar Tegaltamu, Stage Sila Budaya, Stage Banjar Denjalan, dan Stage Jambe Budaya.

Fenomena ini menarik dan berpotensi dijadikan sumber belajar sejarah.Seni Barong Ket dapat digunakan sebagai pengembangan sumber belajar sejarah di SMA khususnya di kelas X. Adapun materi yang bisa dihubungkan dengan keberadaan Seni Barong Ket terletak pada silabus SMA, kelas X kurikulum 2013 dengan pengamatan sumber-sumber sejarah yang ada didekat lingkungan siswa yang nantinya dapat dikaitkan dengan sejarah peminatan atau sejarah lokal dengan Kompetensi Dasar (KD) 4.7 Melakukan penelitian sejarah secara sederhana dan menyajikannya dalam bentuk laporan penelitian.

METODE PENELITIAN

Peneliti menggunakan langkah-langkah dalam metode penelitian sejarah. Langkah-langkah penelitian yang akan dilaksanakan sebagai berikut :(1) HeuristikDalam kegiatan penelitian, peneliti nantinya tidak hanya mencari data di Desa Batubulan saja, akan tetapi peneliti juga mencari data ke berbagai instansi-instansi yang mengetahui data tentang Desa Batubulan. Langkah-langkah yang akan peneliti tempuh seperti: Teknik Penentuan Informan, Teknik Observasi, Teknik Wawancara, Teknik Studi Dokumen(2) Kritik

(3)

Sumber,Kritik Internal dan Kritik Eksternal, (3) Interpretasi, (4) Historiografi

PEMBAHASAN

1. Latar Belakang Munculnya Seni Barong Ket Sebagai Seni Pertunjukan

1.1. Zaman Kerajaan

Tari Barong Bali merupakan satu dari begitu banyak bentuk seni yang ada di Bali. Tarian Barong ialah sebuah tari tradisional yang biasa ditandai dengan adanya topeng hewan berkaki empat yang besar dan kostumnya dikenakan oleh satu hingga dua orang. Hadirnya pertunjukan menggunakan topeng, atapukan atau pertapukan (dalam prasasti Bebetin dari tahun 896 masehi) manarik untuk disimak. Alasannya, antara lain, bahwa pertunjukan topeng ini menandakan adanya keberlanjutan terhadap budaya pertunjukan yang melibatkan benda-benda seperti topeng yang sejak zaman Pra Sejarah dianggap sebagai yang memiliki kekuatan magis (keajaiban). Kemudian, pertunjukan ini juga menandakan bahwa tari menggunakan topeng sudah dikenal di Bali lebih dari seribu tahun yang lalu (Bandem, 1995. Dalam buku Dibia, 2013:17) Salah satu jenis tarian yang menggunakan topeng adalah Barong Ket.

Menurut Bandem (2017) Banyak para sarjana memastikan bahwa asal mula Barong adalah tari singa Cina yang muncul selama dinasti

Tang (abad ke 7-10) dan menyebar ke barbagai negara di Asia Timur. Nampaknya pertunjukan tari singa ini pada awalnya merupakan suatu bentuk pengganti dari pertunjukan singa asli oleh para penghibur keliling professional (sirkus) yang tampil di setiap pasar malam atau festival musiman. Bila dihubungkan dengan sang Budha, tari singa Cina memiliki konotasi sebagai pengusir bala yang hidup sampai masa sekarang. Dilihat dari fungsinya Barong-barong di Bali juga melakukan perjalanan ke luar desanya, berkeliling mengunjungi desa lain, mengadakan pementasan di jalan raya atau dirumah orang secara profesional, memungut uang untuk kepentingan kesejahteraan kelompoknya yang disebut ngalawang.

1.2. Zaman Pemerintahan Belanda Masa kerajaan dikatakan bahwa fungsi Barong Ket adalah kepentingan upacara saja, namun dibalik itu khususnya di Banjar Denjalan Desa Batubulan perkembangan dari tarian Barong Ket tersebut mengalami perkembangan, karena bukan hanya untuk difungsikan sebagai tari bebali tapi juga balih-balihan artinya pementasan tari Barong Ket untuk kepentingan pariwisata. Hal ini juga didukung sumber seniman Kerawitan Lelambatan, I Wayan Djebeg menceritakan sekilas pertunjukan Barong Ket di Batubulan khususnya di Banjar

(4)

SekeheBarong sudah pentas atau dikenal dengan istilah “Mecobak”,dimana

pementasan Barong Ket ini diawali dari keinginan seorang warga Jerman yang bernama Walter Spies atau lebih terkenal dengan sebutan Tuan Tevis.Pementasannyadilakuka n setiap minggu atau dua minggu sekali, demikian

seterusnya yang

menyebabkan istilah “mecobak” tidak asing lagi didengar sampai sekarang oleh masyarakat Banjar

Denjalan, Desa

Batubulan.Pertunjukan Barong Ketyang dipentaskan di Banjar Tegaltamu dengan cerita “Kala Ekek” pada tahun 1940.

Salah satu tokoh penggagas dalam pertunjukan tari Barong dari yang bernilai sakral menjadi profan adalah Walter Spies. Belaiu menetap di wilayah Ubud dengan aktivitas seni lukisnya. Disela-sela waktu senggangya, beliau sering mengajak temannya yang menginap di Bali Hotel Denpasar untuk melihat pelaksanaan upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh masyarakat Bali. Dari tradisi upacara keagamaan yang dilihat oleh Walter Spies dan temannya tersebut, seiring berkembangnya pariwisata di Bali, dengan ilmu tentang budaya yang dimilikinya, Spies menemukan ide untuk mengembangkan tradisi tarian

Barong sakral yang sering

dilihat saat upacara keagamaan, kemudian agar tak menunggu saat upacara saja maka dipentaskan dalam pertunjukan untuk hiburan

semata dan waktu pementasannya disesuaikan dengan kebutuhan pariwisata. 1.3. Zaman Pemerintahan Jepang

Kesenian khususnya Seni Barong Ket pada zaman kedudukan Jepang mengalami kemerosotan akibat adanya perang antara Belanda dengan Jepang I Wayan Djebeg mengatakan bahwa sebagai akibat terjadinya perang antara Belanda dengan Jepang, dimana kekalahan terjadi di pihak Belanda, dan berakhir kekuasaan Belanda digantikan

oleh Jepang.Pada

pemerintahan zaman Belanda kesenian Tari Barong Ket mengalami perkembangan yang sangat pesat, namun dengan mulai berkuasanya Jepang keadaan berbalik seratus persen. Pada masa perang antara Belanda dengan Jepang semua tempat-tempat berkumpul dibakar habis oleh Jepang, karena itu pula pementasan Barong Ket sebagian besar hanya bisa dilakukan di Pura, lambat laun karena di Pura ada pementasan seni pertunjukan Barong Ket maka beberapa pura pun ikut dibakar.

1.4. Zaman Setelah Kemerdekaan Mengingat pengalaman yang terjadi pada masa pendudukan Jepang, bukan berarti nilai kesenian yang sudah ada sudah punah sampai keakar-akarnya, sebab tokoh-tokoh kesenian pada waktu itu masih hidup, I Wayan Djebeg mengatakan pada zaman kemerdekaan, perkembangan Seni Barong Ket khususnya di Banjar

(5)

Denjalan, Desa Batubulan sudah membaik seperti pada zaman pendudukan Belanda. Begitu pula aspek-aspek estetisnya sudah semakin tertata sesuai dengan perkembangan zaman. Barong Ket yang dulunya semua terbakar, dibuatkan lagi, baik untuk keperluan upacara maupun untuk kepentingan pariwisata. Untuk menghidari persaingan juga agar tamu yang menonton tidak memilih tempat karena alasan lakon yang berbeda, kehidupan kesenian Barong Ket pada masa setelah kemerdekaan semakin membaik dan adanya persamaan lakon yang dipentaskan yaitu Kunti Sraya.

Walaupun ikhwal kesenian ini menjadi seni turistik sudah dimulai pada tahun 1930-an. Atas campur tangan seorang pelukis Jerman, Walter Spies, yang tinggal di Ubud yang sering mengajak teman-teman Baratnya menonton drama tari Calonarang di Desa Batubulan seperti di BanjarTegaltamu, Pagutan dan Banjar Denjalan Gianyar, bila ada odalan atau ritual agama di pura setempat. Untuk dapat menyaksikan seni pertunjukan seni Calonarang tanpa perlu menunggu odalan, atas saran Spies, seni pentas yang sakral itu, dibuatkan bentuk profannya dengan tetap mempertahankan penampilan Barong Ket dan Rangda. Kontruksi inilah, dengan

pengembangan dan

pemadatannya, yang kini lazim dinikmati oleh para wisatawan. (Geriya, 2007, 41)

2. Sistem Pementasan Tari Barong Ket

2.1. Sebelum Pementasan Tari Barong Ket

Hampir semua

pementasan seni di Bali diawali dengan hal sakral. Tanpa terkecuali tari Barong Ket. Meskipun dipentaskan hanya untuk menghibur toris ataupun wisatawan, pementasan Barong Ket tetap melaksanakan ritual sebelum pementasan dilaksanakan. Ritual yang dimaksudkan memohon izin agar diberikan kelancaran dalam kegiatan yang dilakukan oleh para Sekehe Barong Ket dengan menghaturkan sesajen berupa canang yang diletakkan ditempat khusus,yang di haturkan oleh salah seorang pemangku dan memanjatkan doa.

Disisi lain anggota sekehe Barong sangat percaya bahwa kualitas serta daya pikat sajian seni pertunjukkan Bali akan sangat dipengaruhi oleh adanya kekuatan spiritual (kekuatan Tuhan), atau karisma penampilan, yang lebih dikenal dengan taksu. Untuk menghadirkan dan menghidupkan taksu dalam pertunjuukan, para seniman pada umumnya melakukannya dengan melaksanakan ritual terutama menjelang pementasan dengan menggunakan sesaji. Oleh sebab itu setiap sajian seni pertunjukan Bali selalu membutuhkan sesaji. (Dibia, 2012 : 6)

(6)

2.2. Berias Sebelum Pementasan Barong Ket

Salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam pementasan yaitu aksesoris dari pakaian sampai make up. 2.3. Pembukaan Pementasan Tari

Barong Ket

Pembukaan diiringi dengan gending atau nyanyian, diceritakan Barong dan kera adalah dua sahabat tatkala itu berada dalam sebuah hutan lebat. Kemudian muncul tiga orang bertopeng, tiga orang tersebut digambarkan sedang membuat tuak di tengah hutan belantara, dan terlihat marah dan membuat keributan dan gaduh di hutan karena anaknya meninggal dimakan harimau, dan akhirnya mereka bertemu dengan Barong dan kera, melihat Barong yang berwujud seperti harimau langsung menyerang Barong, dalam perkelahian tersebut, kera berhasil melukai salah satu hidung dari tiga orang bertopeng tersebut, dan akhirnya merekalari

2.4. Babak Pertama Pementasan Tari Barong Ket

Babak I dalam babak pertama dalam sinopsis Tari Barong Ket ini diceritakan, munculnya pengikut-pengikut rangda yang dibawakan oleh 2 orang penari, pengikut rangda ini mencari pengikut Dewi Kunti (ibu dari para Pandawa) yang sedang dalam perjalanan untuk bertemu dengan maha patihnya.

2.5. Babak Kedua Pementasan Tari Barong Ket

Babak II Muncul pengikut-pengikut Dewi Kunti, salah satu pengikut Rangda berubah wujud menjadi makhluk menyeramkan seperti Rangda, dengan kekuatan mistisnya kekuatan setan dari Rangda tersebut mampu

mempengaruhi dan

memasukkan kekuatan jahat kepada pengikut Dewi Kunti, sehingga mereka menjadi pemarah dibawah pengaruh kekuatan Rangda.

2.6. Babak Ke Tiga Pementasan Tari Barong Ket

Babak III Diantara 5 bersaudara panca Pandawa, diceritakan Sahadewa yang sedang bersama Dewi Kunti. Dewi Kunti sendiri telah terikat janji dengan Rangda untuk menyerahkan Sahadewa kepada Rangda.

2.7. Babak Keempat Pementasan Tari Barong Ket

Babak IV Dalam situasi seperti ini Sahadewa tidak bisa berbuat apa, apalagi Patih dan pengikutnya semua dalam pengaruh Rangda. Dan saat itulah turun Dewa Siwa memberikan keabadian dan kekuatan kepada Sahadewa tanpa diketahui oleh Rangda ataupun pengikutnya.

2.8. Babak Kelima Pementasan Tari Barong Ket

Babak V Merupakan babak terakhir yang menjadi pertarungan sengit anatar Barong dan Rangda.Kekuatan mereka berimbang, sama-sama saktinya sehingga menjadi pertarungan abadi

(7)

tanpa ada yang kalah maupun menang

2.9. Alat Musik Yang Dipergunakan Untuk Mengiringi Seni Barong Ket

Peralatan yang dipergunakan adalah Gong Kebyar. terdiri dari : gong yang dimainkan oleh seorang diri, klentong satu orang, klenang juga satu orang, calung dua orang, penyacah dua orang, jublag dua orang, kantil empat orang, gangsa empat orang, ugal satu orang, kempluk satu orang, cengceng satu orang, gender rambat dua orang, dan kendang juga satu orang. Jadi jumlah penabuh yang diperlukan dalam setiap pementasan Barong Ket sekitar 23 orang penabuh. 3. Nilai-nilai Yang Terdapat Dalam

Seni Barong Ket 3.1. Nilai Hiburan

Pada dasarnya seni sangat potensial sebagai sarana hiburan dan semua seni mengandung hiburan, misalnya tari Barong Ket. Dalam Tari Barong Ket terdapat nilai hiburan yang begitu menarik penonton. Hiburan merupakan perwujudan dari hasrat untuk memenuhi suatu pengalaman kejiwaan yang paling didambakan oleh batin manusia. Hiburan yang prima adalah rasa kebahagiaan yang pada dasarnya merupakan hasil komunikasi antara maksud (hasrat) dengan kejiwaan manusia (Najib, 1992:17)

3.2. Nilai religius

Terdapat pada topeng yang dipergunakan penari dimana pada saat penari Barong Ket memakai topeng, maka para penari Barong Ketakan kelihatan metaksu. Sejalan dengan hal itu, Dibia (2017) mengatakan dalam seni pertujukan Bali, topeng dipergunakan dalam berbagai kesenian. Tiga genre seni pertunjukan Bali yang banyak menggunakan topeng adalah barong, legong, dan wayang wong. Barong adalah perwujudan mahluk mitologis, yang diyakini memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi warga masyarakat setempat dari berbagai marabahaya.Dengan

keyakinan seperti ini Barong sangat disucikan oleh masyarakat Hindu Bali.Ada kepercayaan dikalangan masyarakat setempat bahwa kekuatan magis Barong ada pada topeng yang dipergunakan.

3.3. Nilai Mempertebal Rasa Solidaritas Sosial

Pesan yang

tersimpan didalam Dunia seni tersebut menunjukkan betapa tingginya peranan seni bagi pemupukan rasa solidaritas sosial.Hal tersebut tercermin dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para sekeheBarong Ket baik didalam pentas maupun diluar pementasan.Salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh para sekeheBarong Ket yaitu menjelang hari raya besar agama Hindu, sebut saja

(8)

hari raya Galungan dan Kuningan. Mereka para

anggota Sekehe

Barongakan melakukan dalam istilah balinya mepatung atau yang lebih lazim dikenal dengan membagi daging babi untuk digunakan bahan sesajen untuk upacara Galungan. Kegiatan mepatung ini biasanya dilaksanakan sehari sebelum hari raya Galungan, yang di Bali dikenal dengan hari Penampahan Galungan. Dari kegiatan tersebut tercermin bahwa adanya rasa kekeluargaan diantara setiap anggota keluarga. Dimana mereka membagi rata daging babi yang mereka peroleh dari menyisihkan sebagian dari honor menarikan Barong Ket mereka. Dalam kegiatan mepatung tersebut, tidak ada memandang tinggi rendahnya derajat atau kasta seorang. Semua anggota sekehe dianggap sama.

3.4. Nilai komunikasi

Yaitu saling kontak antara penari dan penabuh, supaya tidak terjadi miskomunikasi antara penari dan penabuh.Seni sebagai sarana komunikasi barangkali bukanlah merupakan suatu hal yang baru bagi kehidupan manusia, lebih jelas lagi hal ini akan terlihat pada hakekat sastra sebagai suatu bentuk komunikasi yang pada dasarnya merupakan eksplorasi dan perenungan yang terus

menerus mengenai makna dan penafsiran pengalaman manusia, maka studi

tentang sastra

membutuhkan metode tertentu yang mengasilkan penafsiran kreatif sebagai eksplorasi langsung antara pencipta dan penikmat karya sastra sedangkan wujud yang mewakili emosi dan perasaan terdalam seniman maupun dikenal olehnya muncul sebagai jembatan komunikasi

dengan penonton

(Yudiaryani, 1991:201). 3.5. Nilai estetika

Perubahan dan pembaharuan estetik seni pertunjukan Bali dapat diklasivikasikan menjadi tiga, yaitu :Facial (perwajahan/penampilan), formal (bentuk dan struktur pertunjukan), dan total (keseluruhan bagian). Perubahan facial ditandai dengan adanya inovasi-inovasi yang masih sebatas permukaan, perwajahan, atau penampilan.Perubahan pada tingkat ini tidak sampai mengabaikan bingkai-bingkai formal, prinsip-prinsip estetik, elemen-elemen esensial, serta kebiasaan-kebiasaan lainnya yang berlaku bagi masing-masing genre seni pertunjukan.Dalam

melakukan inovasi seperti ini para seniman pada

umumnya hanya

menambahkan, antara lain, elemen naratif (lakon atau tema) yang baru, teknik permainan, pemadatan

(9)

waktu pentas, dan variasi-variasi lainnya yang tidak bersifat prinsip. Oleh kreativitas seni seperti ini telah menghasilkan seni-seni pertujukan tradisi dengan wajah atau penampilan baru (Dibia, 2012:7)

Merupakan nilai-nilai keindahan yang menjadi dasar suatu ekspresi kesenian yang dianut oleh

seniman maupun

masyarakat umum.Nilai-nilai

keindahan sangat

diperhatikan oleh para pemain, sehingga bila nilai-nilai itu sudah didapat maka

penghargaan yang

diperoleh bukan lagi diukur oleh upah yang didapat melainkan kepuasan batin yang diperoleh.

3.6. Nilai Ekonomi

Dalam pembagian upah penari dan penabuh mendapatkan upah yang berbeda-beda sesuai dengan peranannya masing-masing.Dalam pertunjukan tari Barong Ket, para anggota atau sekehe selalu mendapatkan upah.Seiring berjalannya waktu, perubahan hasil atau upah dari setiap anggotapun berubah. Upah dari setiap sekehe Barong yang satu dengan sekehe barong lainnya berbeda-beda. Anggota sekehe barong rata-rata mendapatkan upah 30 ribu untuk penarinya dan 20 ribu untuk penabuh setiap harinya. Namun, sistem pembayaran untuk upah sekehe tersebut dibayaran setiap bulan

sekali dengan perhitungan perhadirnya anggota kepertunjukan Barong Ket.

PENUTUP

A. Simpulan

Tari Barong Bali merupakan satu dari begitu banyak bentuk seni yang ada di Bali. Tarian Barong ialah sebuah tari tradisional yang biasa ditandai dengan adanya topeng hewan berkaki empat yang besar dan kostumnya dikenakan oleh satu hingga dua orang.Hadirnya pertunjukan menggunakan topeng, atapukan atau pertapukan (dalam prasasti Bebetin dari tahun 896 masehi) manarik untuk disimak.Salah satu tari Barong yang terkenal di daerah Bali ialah tari Barong Ket.Kemunculan tari Barong Ket tidak dapat dipisahkan dari letak geografis Desa Batubulan yang sangat strategis dan sumber daya manusia yang memiliki kreatifitas seni yang sangat tinggi bahkan sudah terkenal dari sejak dulu.Desa Batubulan terletak diantara Denpasar dan Ubud. Sehingga ketika Bali sekitar awal abad ke-20 dimana Belanda telah berhasil menaklukan penguasa Bali, Bali pun diubah menjadi tempat wisata eksotis. Ketika Walter Spies berkunjung dari Bali Hotel Denpasar menuju ke Ubud, Walter Spies melewati daerah Batubulan dan secara langsung beliau menyaksikan sebuah tarian Barong sakral.Dari situ kemudian Walter Spies menggagas agar tari Barong sakral berubah menjadi seni tari Barong yang bersifat profan.Yang kemudian bisa dipertontonkan

(10)

sewaktu-waktu kepada wisatawan dan inilah yang kemudian berkembang sehingga melahirkan Stage-stage pementasan Barong Ket yang dikomersilkan oleh Desa Adat dan perorangan.

Awalnya pementasan tari Barong Ket yang dipertunjukan kepada wisatawan bisa dibilang sederhana namun ketika permintaan pertunjukan tari Barong Ket meningkat secara derastis dari para wisatawan maka Desa Adat melakukan modifikasi agar pementasan tari Barong Ket bisa lebih propesional. Sebab dalam hal ini dengan naiknya permintaan wisatawan akan mengundang keuntungan yang lebih besar tidak saja untuk pelaku tari Barong Ket (sekehe gong dan pemain/penari) dan untuk Desa Adat.

Tarian Barong Ket mengandung beberapa nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah di SMA kelas X Kurikulum 2013, nilai-nilai tersebut yaitu : Nilai Hiburan, Nilai Religius, Nilai Mempertebal Rasa Solidaritas Sosial, Nilai Komunikasi, Nilai Estetika, Nilai Ekonomi.

B. Saran 1. Peneliti

Agar tetap berperan aktif untuk menjaga dan melestarikan tariBarong Ket dengan cara memasukkan tari Barong Ket ke dalam materi pembelajaran sejarah di SMA/SMK

2. Bagi Guru

Kajian seni Barong Ketsangat sarat dengan nilai- nilai atau makna sehingga dapat dijadikan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran sejarah di SMA/SMK.

3. Bagi Masyarakat

Mengingat seni Barong Ket, memiliki kebermaknan bagi masyarakat maka diharapkan masyrakat dapat melestarikannya.

4. Bagi Pemerintah

Dalam pelestarian seni Barong Ket ini pemerintah diharapkan ikut berperan serta didalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bandem, I Made dkk. 2017. Singapadu The Power Behind the Mask. Bentara Budaya Bali

Dibia, I Wayan. 2012. Geliat Seni Pertujukan Bali. Denpasar: Buku Arti

Dibia, I Wayan. 2013. Puspasari Seni Tari Bali. Denpasar: UPT Penerbitan ISI

Geriya, I Wayan. 2007. Dalam Dinamika Pulau Dewata. Gianyar

Najib, Emha Ainun. 1992. Indonesia Bagian Dari Desa Saya. Yogyakarta Si Press Yudi, Prof Dr, MA. 1991. Seni

Pertunjukan Teater. Pustaka Pelajar

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Biaya produksi usahatani tanaman pangan per ha sesuai kelembagaan tenaga kerja pada usahatani diketahui bahwa biaya tersebut bagi petani yang menggunakan tenaga kerja upahan

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti dan keterangan dua orang saksi tersebut telah nyata bahwa Tergugat telah dapat membuktikan dalil bantahannya, sedangkan Penggugat

Dengan membaca komik halaman 1–3, siswa tahu isi komik yang akan dibahas adalah cara menggunakan kompas dan peta, serta akan menjawab mengapa magnet bebas selalu menunjuk

(1) Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 adalah pelayanan jasa penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum,

Target pada penelitian berikutnya adalah penggabungan analisis dari kedua hasil penelitian sebelumnya dan saat ini, yaitu klasifikasi warna objek dengan metode

Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk menentukan formula terbaik dengan memberikan pilihan kombinasi perbandingan antara tempe dan formula bahan pendukung dalam

Terinfeksinya sapi pada Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung disebabkan karena sanitasi kandang kurang bagus, dimana tinja

Tabel 5.3 Gambaran Perilaku Berisiko Terinfeksi Toxoplasma gondii Terkait Praktik Higiene dan Sanitasi pada Pedagang Daging di Pasar Tradisional Kabupaten