JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016
HUBUNGAN KEPERDATAAN ANAK LUAR NIKAH $.,%$7 3(5&(5$,$1 /,¶$1
MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
Oleh: Endah Mayangsari
Pembimbing I :Hj. Mardalena Hanifah, S.H., M.Hum Pembimbing II :Rahmad Hendra, SH. M.Kn
Alamat: Jl. Melati Perum Athaya II, C-01, Simpang Baru, Tampan, Pekanbaru, Riau Email: endahmayang@gmail.com
Telepon: 081266732688 ABSTRACK
Compilation of Islamic Law explains that children from the extramarital relationships have only civil relationship with her mother. Such conditions that, in contradiction with the Act No. 35 of 2014 regarding Child Protection which regulates the rights of children on welfare by her parents not the mother alone. The concept of Islamic law (Fiqh), a child outside marriage (zina) is the responsibility of the mother to just have a civil relationship to her mother alone, so that legally fall his obligation to provide a living, heritage and be the guardian of the child. In practice proceedings, the authors see their case Jinhuang and denial of children on the register No. 163 K / AG / 2011 in the Supreme Court is able to answer the question of the protection of children out of wedlock, while maintaining the mandate of the Act No. 35 of 2014 on Protection of Children and Islamic Law Compilation.
The method used is Library Research with normative juridical approach, while the nature of this thesis research is exploratory (exploratory or browsing). How research is to conduct a literature study by visiting and looking for reference books related to several libraries. Results of the study found was the order for the achievement of the rights of a child out of wedlock as a result of divorce Jinhuang called the child of adultery, the wife who has been in the Jinhuang can attest to the Religious Court that the man is the biological father of her child and the wife was able to submit a new application to the Religious Court in terms of ratification of the child. Advice writer, is expected to the wife / woman must not approach fornication. Zina in view are forbidden in Islamic law and national law because there are parties who do not now in view of the public eye because of deeds done.
PENDAHULUAN
Pada umumnya perceraian dianggap tidak terpuji akan tetapi bila keadaan mereka
menemui jalan buntu untuk dapat
memperbaiki hubungan yang retak antara suami dan istri, maka pemutusan perkawinan atau perceraian menjadi hal yang wajib.
Dalam Hadits Rasullullah, Rasullullah
mengatakan kepada seseorang yang mengeluh
kepadanya karena perlakuan yang
PHQ\DNLWNDQ GDUL LVWULQ\D ³FHUDLNDQODK LD ´ +5 $EX 'DZXG 1 Ketentuan tentang perceraian termuat dalam Pasal 116 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam untuk selanjutnya disebut dengan Kompilasi Hukum Islam,
1Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Op.cit, hlm. 455
perceraian dapat terjadi karena beberapa alasan adalah salah satu pihak berbuat zina. Seorang anak dari hasil hubungan zina disini mempunyai hak-haknya tersendiri yang telah diatur dalam Undang-Undang dan harus diakui akan haknya sebagai pelaksanaan dan perlindungan hukum terhadapnya.
Menurut Pasal 162 Kompilasi Hukum Islam bilamana perceraian itu terjadi akibat OL¶DQ PDND SHUNDZLQDQ LWX SXWXV XQWXN
selamanya dan anak yang dikandung
dinasabkan kepada ibunya, sedang suaminya terbebas dari kewajiban memberi nafkah.
/L¶DQ PHUXSDNDQ VXPSDK VXDPL \DQJ
JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016 tidak mampu mendatangkan empat orang saksi.2
Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya, sedangkan pada Undang-Undang Perlindungan Anak tidak mengatur tentang anak yang lahir di luar perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum ,VODP GLVHEXWNDQ GHQJDQ QDPD ³DQDN GL OXDU SHUNDZLQDQ´ EXNDQ ³DQDN OXDU QLNDK´ +DO
ini dimaksudkan mungkin karena kata nikah
diartikan sama dengan istilah kawin, sehingga
penamaan anak itupun selalu diikuti dengan LVWLODK ³OXDU QLNDK´ DWDX ³OXDU NDZLQ´
Hak asasi anak yang paling mendasar adalah hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, hal ini tercantum pada amandemen II Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: ´6HWLDS DQDN EHUKDN DWDV NHODQJVXQJDQhidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan
GLVNULPLQDVL´ VHUWD GDODP KXNXP SRVLWLI GL Indonesia pada Pasal 26 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak mengatakan bahwa orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
mengasuh, memelihara, mendidik, dan
melindungi anak; menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak menjelaskan Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik sewaktu dalam kandungan ibu maupun setelah lahir. Anak
yang ada dalam kandungan seorang
perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan,
bilamana juga kepentingan anak
menghendakinya.
Hal tersebut menimbulkan paradoks antara pasal-pasal mengenai hak anak dalam
2Amir Syarifuddin, 2009, Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia, Kencana, Jakarta, hlm. 288
Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 dengan Kompilasi Hukum Islam disatu sisi adanya perlindungan terhadap hak-hak anak, namun di sisi lain justru anak kehilangan haknya karena perbedaan status yang dianggap anak tidak sah disebabkan hubungan luar nikah ia menjadi kehilangan nasab dengan ayah kandungnya dalam arti tidak mempunyai bapak meskipun si laki-laki yang telah
berzina dan menaburkan benihnya.3
Dan pada putusan Mahkamah Agung Nomor 163 K/AG/2011 merupakan sebagai pendukung data pada penelitian penulis,
dimana Pemohon (suami) menggugat
Termohon (istri) dengan alasan Termohon melakukan perzinaan dengan laki-laki lain pada saat Pemohon sedang pergi ke Paris,
Perancis pada tanggal 6 ± 18 Juni 2004, dan
pada tanggal 25 Maret 2005 Termohon melahirkan seorang anak laki-laki, dan dalam sidang Pengadilan Agama Pemohon telah PHQJXFDSNDQ VXPSDK OL¶DQ VHVXDL GHQJDQ
aturan hukum yang berlaku kepada
Termohon. Berdasarkan uraian diatas, penulis
tertarik untuk meneliti dengan judul:
³+XEXQJDQ .HSHUGDWDDQ $QDN /XDU 1LNDK $NLEDW 3HUFHUDLDQ /L¶DQ 0HQXUXW
Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
3HUOLQGXQJDQ $QDN´. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah hubungan keperdataan DQDN OXDU QLNDK DNLEDW SHUFHUDLDQ OL¶DQ menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak?
2. Bagaimanakah upaya agar terjaminnya perlindungan hak-hak anak luar nikah DNLEDW SHUFHUDLDQ OL¶DQ PHQXUXW Kompilasi Hukum Islam dan
3:DUDVWUD .DUHEHW $PUXOODK ³3DQGDQJDQ +XNXP ,VODP Terhadap Anak Hasil Zina yang Dilahirkan Di Dalam
3HUNDZLQDQ´ Jurnal Hukum, Vol. 17, Nomor 1, Januari 2010, hlm.153
JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016 Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak?
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui hubungan keperdataan DQDN OXDU QLNDK DNLEDW SHUFHUDLDQ OL¶DQ menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
b. Untuk mengetahui upaya agar terjaminnya perlindungan hak-hak anak luar nikah akibat
perceraiDQ OL¶DQ NHSDGD LEX ELRORJLVQ\D
menurut Kompilasi Hukum Islam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara Teoretis
1. Sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program studi strata satu pada Fakultas Hukum Universitas Riau.
2. Untuk menambah pengetahuan dan
mengembangkan ilmu yang telah penulis peroleh selama studi di Fakultas Hukum Universitas Riau, khususnya dalam ruang lingkup Hukum Perkawinan.
3. Sebagai bahan tambahan karya ilmiah
dan referensi di perpustakaan Universitas Riau.
b. Secara Praktis
1. .HSDGD SHODNX \DQJ WHODK EHUEXDW OL¶DQ sebagai sumber pengetahuan mengenai akibat hukum yang ditimbulkan dari SHUFHUDLDQ OL¶DQ
2. Kepada anak sebagai korban dari
SHUEXDWDQ OL¶DQ VHEDJDL VXPEHU
pengetahuan mengenai pentingnya
hubungannya dengan orang tua
biologisnya.
3. Memberikan pengetahuan kepada
khalayak umum tentang hubungan
hukum antara anak dan orang tua yang FHUDL NDUHQD OL¶DQ EHUGDVDUNDQ .RPSLODVL
Hukum Islam.
Kerangka Teori
1. Teori Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah suatu
perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik
yang bersifat preventif maupun yang bersifat
represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan
suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian.
Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan
hukum adalah memberikan pengayoman
terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di
berikan kepada masyarakat agar dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum, sedangkan menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra berpendapat bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan
fleksibel, melainkan juga prediktif dan
antisipatif.4 Pendapat Sunaryati Hartono
mengatakan bahwa hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh
keadilan sosial.5
Di samping itu hukum berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban, tidak terkecuali untuk anak-anak baik yang masih dikandungan maupun yang sudah lahir.
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan masyarakat sebagai bagian dari pihak terkait
juga harus bersama-sama meningkatkan
komitmennya dalam mengimplementasikan materi muatan Undang-undang Perubahan Undang-undang Perlindungan Anak secara konsekuen dan konsisten agar terwujud upaya
perlindun gan anak yang optimal.6
4Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra. Hukum Sebagai Suatu
Sistem. Bandung: Remaja Rusdakarya. 1993. hlm. 118
5Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem
Hukum Nasional. Bandung: Alumni, 1991. hlm. 55
6 $ULVWD 7ULPD\D ³3HQJDWXUDQ 3HUOLQGXQJDQ .KXVXV bagi Anak Korban Kekerasan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
$QDN´ Jurnal Legislasi Indonesia, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementrian Hukum dan HAM RI, Vol. 12, No. 3, September 2015, hlm. 254
JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016
2. Konsep Penyangkalan Anak
Hukum Islam mempunyai lembaga
penyangkalan yang disebut dengan istilah ³/L¶DQ´ \DQJ EHUDUWL VXDPL PHQXGXK LVWULQ\D berbuat zina dengan laki-laki lain, dengan tujuan untuk menyangkal kehamilan yang dikandung oleh istri sebagai kehamilan yang bukan hasil benih yang ditanamkan oleh si suDPL SDGD UDKLP LVWUL /L¶DQ MXJD EHUWXMXDQ untuk menyangkal dan menyebabkan putusnya perkawinan antara suami istri untuk
selama-lamanya.7
/L¶DQ GLDPELO GDUL NDWD OD¶Q PHODNQDW), karna pada sumpah kelima, suami mengatakan bahwa ia menerima laknat Allah bila ia termasuk orang orang yang berdusta. Perkara LQL GLVHEXW OL¶DQ LOWL¶DQ ODNQDW GLUL VHQGLUL GDQ PXOD¶DQDK VDOLQJ PHODNQDW /L¶DQ GLDPELO GDUL ILUPDQ $OODK ³GDQ VXPSDK \DQJ NHOLPD bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk
orang-orang yang EHUGXVWD´ /L¶DQ PHUXSDNDQ
acara khusus di Pengadilan Agama yang diatur dalam Pasal-Pasal 43, 70, 101, 126, 127, 128, 155, 162, dan 163 Kompilasi Hukum Islam, Pasal 87 dan 88 Undang-undang Peradilan
Agama.8 Dan menurut Kamus Besar Bahasa
,QGRQHVLD OL¶DQ Ddalah sumpah seorang suami dengan tuduhan bahwa istrinya berzina, sebaliknya istrinya juga bersumpah dengan tuduhan bahwa suaminya bohong (masing-masing mengucapkan empat kali, sedangkan
yang kelima mereka berikrar bersedia
mendapat laknat Allah jika bedusta) sehingga suami istri itu mendapat laknat Allah jika berdusta) sehingga suami istri itu bercerai dan
haram menikah kembali seumur hidup.9
Menurut penjelasan Ahmad Azhar Basyir, DUWL NDWD OL¶DQ LDODK VXPSDK ODNQDW \DLWX sumpah yang didalamnya terdapat pernyataan bersedia menerima laknat Tuhan. Hal ini terjadi apabila suami menuduh istri berbuat zina, padahal tidak mempunyai saksi, kecuali dirinya sendiri, seharusnya ia dikenai hukuman
7
http://dianbelalankampret.blogspot.com.id/2012/10/perb andingan-menurut-hk-adat-Undang-undangp-Kompilasi Hukum Islam.html, diakses tanggal 12 Desember 2015 8Mardalena Hanifah, Sejarah Lahirnya Peradilan
Agama, Pekanbaru, Pusat Pengembangan Pendidikan, 2014,
hlm. 73.
9Kbbi.web.id/lian, diakses tanggal, 9 November 2015.
menuduh zina tanpa saksi yang cukup, yaitu dera 80 (delapan puluh) kali. Alquran An-Nur ayat 4 mengatur: Dalam hal yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik itu berzina dan mereka tidak mempunyai 4 (empat) orang saksi, maka deralah mereka yang menuduh itu 80 (delapan puluh) kali dera (cambukan) dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk
selama-lamanya.10
Kerangka Konseptual
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Anak luar nikah adalah anak yang dilahirkan
dari hubungan antara pria dengan wanita tanpa
ada ikatan perkawinan.11
2. Perceraian adalah putusnya perkawinan. Jadi
perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga)
antara suami dan istri tersebut.12
3. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia
yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara,
pemerintah, dan pemerintah daerah.13
4. /L¶DQ DGDODK ODID] GDODP EDKDVD $UDE \DQJ
berasal dari akar kata laa ± µD-na, yang secara
KDUILDK EHUDUWL ³VDOLQJ PHODNQDW´14 Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan penelitian normatif. Yang mana penulis membahas tentang sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan
perbandingan hukum.15 Penulis disini
membahas tentang perbandingan hukum antara 10Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia, 1980, hlm. 79 11 'HVV\ $UWLQD ³'DPSDN 3XWXVDQ 0DKNDPDK Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
WHUKDGDS +DN :DULV GDUL $QDN \DQJ /DKLU GL /XDU 1LNDK´
Jurnal Konstitusi, BKK-FH Universitas Riau, Vol. II,
Nomor 1, September 2013, hlm. 48
12 Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
13Pasal 1 Angka 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
14Amir Syarifuddin, Op.cit, hlm. 288
15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Cetakan Keenam, Kencana Pranda Media Group, Surabaya, 2010, hlm.15
JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016 Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Anak mengenai hubungan anak OXDU QLNDK DNLEDW SHUFHUDLDQ OL¶DQ Penelitian ini pun dinamakan penelitian pustaka yaitu penelitian dengan meneliti data yang ada di
perpustakaan yang berkenaan dengan
pembahasan ini, data tersebut diambil dari bahan primer dan bahan sekunder. Bahan primer tersebut, antara lain: buku-buku tentang hubungan keperdataan anak dan Kompilasi Hukum Islam, makalah tentang hubungan keperdataan anak luar nikah akibat perceraian OL¶DQ PHQurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, dan penelitian mengenai anak luar nikah akibat perceraian OL¶DQ 6HGDQJ \DQJ WHUPDVXN EDKDQ VHNXQGHU adalah: putusan Mahkamah Agung, kamus dan bibliografi.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini yaitu bersifat
eksploratif (penjajakan atau penjelajahan). Penelitian ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu, atau untuk mendapatkan ide-ide baru mengenai
suatu gejala itu.16
3. Sumber Data
Sumber-sumber yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini terdiri dari penelitian hukum normatif sumber datanya adalah data sekunder, terdiri dari:
1. Bahan Hukum Primer
a. Alqur-an dan Hadist
b. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
Tentang Kompilasi Hukum Islam
c. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak
d. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama
e. Putusan Mahkamah Agung Nomor 163
K/AG/2011, Purwokerto, Semarang. 2. Bahan Hukum Sekunder
Sebagai bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai hukum-hukum primer seperti buku-buku,
16 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode
Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm.25.
Undang, tesis, hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan-bahan penelitian yang memberikan
petunjuk, dukungan maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), kamus ilmiah populer kontemporer, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ensiklopedia. 4. Teknik Pengumpulan Data
Mengumpulkan data sekunder yang
dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan dengan mengunjungi dan mencari referensi buku yang terkait kebeberapa perpustakaan, diantaranya:
a. Perpustakaan Universitas Riau
b. Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Riau
c. Perpustakaan Universitas Islam Riau
d. Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas islam Riau
e. Perpustakaan Wilayah Riau
Dalam pengumpulan data untuk penelitian hukum normatif penulis juga menggunakan metode kepustakaan atau studi dokumenter melalui situs web Mahkamah Agung dan
literatur pada buku dengan mengambil
keputusan dari hakim yang mendukung penelitian, dan penulis mengambil kutipan-kutipan dari buku bacaan, literatur, dan buku-buku pendukung yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
5. Analisis Data
Analisa bahan hukum yang dilakukan dalam penelitian ini dikelola secara kualitatif yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyataan dari data yang telah diproses sehubungan dengan unsur-unsur dari perkara sehingga diperoleh hasil penelitian tentang hubungan keperdataan anak luar nikah akibat peUFHUDLDQ OL¶DQ PHQXUXW .RPSLODVL +XNXP Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Kemudian tata cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan
responden secara tertulis atau lisan dan
perilaku nyata.17
17 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Pres, Jakarta, 1998, hlm. 32.
JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016
Selanjutnya setelah data sekunder
terkumpul melalui penelitian kepustakaan, kemudian dilakukan pembahasan dan menarik kesimpulan dengan menggunakan teori-teori hukum yang dibutuhkan. Pengelolaan, analisis dan kontruksi data hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap asas-asas hukum, kontruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perceraian Istilah perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagai aturan hukum positif
tentang perceraian menunjukkan adanya: 18
a. Tindakan hukum yang dapat dilakukan
oleh suami atau istri untuk memutuskan hubungan perkawinan di antara mereka;
b. Peristiwa hukum yang memutuskan
hubungan suami dan istri, yang kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan ketentuan yang pasti dan langsung ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa;
c. Putusnya hukum yang dinyatakan oleh
pengadilan yang berakibat hukum
putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri.
Perceraian menurut Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang 3HUNDZLQDQ DGDODK ³SXWXVQ\D SHUNDZLQDQ´ Adapun yang dimaksud dengan perkawinan adalah menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan DGDODK ³,NDWDQ ODKLU EDWLQ DQWDUD VHRUDQJ ODNL -laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal EHUGDVDUNDQ .HWXKDQDQ <DQJ 0DKD (VD´ Jadi, perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri mengakibatkan
berakhirnya hubungan keluarga (rumah
tangga) antara suami dan istri tersebut.
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memuat
18Syaifuddin, Muhammad, dkk, Op.cit, hlm. 16.
ketentuan imperatif bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha
mendamaikan kedua belah pihak.
Sehubungan dengan pasal ini, Wahyu Erningsih dan Putu Samawati menjelaskan bahwa walaupun perceraian adalah urusan pribadi, baik itu atas kehendak satu di antara dua pihak yang seharusnya tidak perlu campur tangan pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah, tetapi demi menghindari tindakan sewenang-wenang, terutama dari pihak suami (karena pada umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami) dan juga untuk kepastian hukum maka perceraian harus
melalui saluran lembaga peradilan.19
B. Tinjauan Umum Tentang Anak Luar Nikah
Anak luar nikah adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan laki-laki yang telah membenihkan anak di rahimnya, anak tersebut tidak mempunyai kedudukan yang sempurna dimata hukum seperti anak sah pada umumnya. Dengan kata lain anak tidak sah adalah anak yang tidak dilahirkan di dalam atau sebagai akibat suatu
perkawinan yang sah.20
Pembagian Anak Luar Nikah
a. Anak Sah
Menurut Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. Hasil perbuatan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut. Dan menurut Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan menyebutkan anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan sah.
b. Anak Zina
Anak zina merupakan anak dalam kelompok atau golongan yang paling rendah
kedudukannya dibandingkan dengan
kelompok atau golongan anak yang lain. 19 Wahyu Erningsih dan Putu Samawati, Hukum
Perkawinan Indonesia, PT. Rambang Palembang,
Palembang, 2006, hlm. 110-111.
20J. Satrio, Hukum Keluarga tentang Kedudukan Anak
dalam Undang-Undang, Citra Adiya Bakti, Bandung, 2000,
JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016
c. Anak Sumbang
Anak sumbang atau yang sering juga disebut anak hasil dari penodaan darah yaitu anak yang lahir dari hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dimana
diantara keduanya dilaranng untuk
melangsungkan perkawinan yang terjadi seorang anak yang sama-sama telah disusui oleh seorang perempuan atau seorang anak dengan perempuan yang menyusuinya
C. Tinjauan Umum Tentang Anak Luar Nikah Menurut Kompilasi Hukum Islam
Menurut Kompilasi Hukum Islam, anak adalah yang belum mencapai usia 21 tahun yang belum bisa berdiri sendiri, dimana anak tersebut belum bisa dikatakan dewasa, seperti yang tertulis dalam Pasal 98 (1) Kompilasi Hukum Islam, yakni:
1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
2. Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.
3. Pengadilan Agama dapat menunjuk salah
seorang kerabat terdekat yang mampu
menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu
Menurut Jumni Nelly, bahwa anak luar nikah dalam konsepsi Islam dibagi menjadi
dua kategori antara lain: 21
a. Anak yang dibuahi tidak dalam
pernikahan yang sah namun dilahirkan dalam pernikahan yang sah.
Menurut Imam Malik dan Imam 6\DIL¶L DQDN \DQJ ODKLU VHWHODK HQDP bulan dari perkawinan ibu dan bapaknya, anak itu dinasabkan kepada bapaknya. Jika anak itu dilahirkan sebelum enam bulan, maka anak itu dinasabkan kepada
ibunya.22
b. Anak yang dibuahi dan dilahirkan diluar
pernikahan yang sah.
21D.Y. Witanto, Op.cit, hlm, 80
22 Jumni Nelly, Nasab Anak Luar Nikah Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Perkawinan Nasional, Fakultas
6\DUL¶DK GDQ ,OPX +XNXP 8,1 6XVND 3HNDQEDUX 5LDX KOP
5
D. Tinjauan Umum Tentang Anak Luar Nikah Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, tidak menjelaskan mengenai anak yang dilahirkan diluar dari perkawinan yang sah atau anak luar nikah, namun dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak mengatakan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Pasal 9 Undang-undang Perlindungan Anak:
(1) Setiap Anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.
(1a) Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan
dari kejahatan seksual dan
Kekerasan yang dilakukan oleh
pendidik, tenaga kependidikan,
sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
(2) Selain mendapatkan Hak Anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a), Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan Anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Hubungan Keperdataan Anak Luar Nikah
$NLEDW 3HUFHUDLDQ /L¶DQ 0enurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Pada putusan Mahkamah Agung Nomor 163 K/AG/2011, dalam duduk perkara Dr. R. Busono Boenyamin bin Prof. DR. Dr. H.R Boenyamin sebagai Penggugat, menggugat
JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016 istrinya Oktaviana Teny Trisnadewi binti Miftah sebagai Tergugat. Bahwa pada sekitar bulan Mei dan Juni 2004 Tergugat melakukan perzinaan dengan laki-laki lain yang bernama Sophan Aris Setyawan, pada saat itu
Penggugat pergi ke Paris tanggal 6 ± 18 Juni
2004. Pada saat Penggugat pergi Termohon selalu bersama laki-laki tersebut di Hotel Puri Hijau, dan pada tanggal 25 Maret 2005 Termohon melahirkan seorang anak laki-laki
mengingat bahwa Tergugat mengalami
keguguran pada pertengahan Desember 2002 dikarenakan sperma Penggugat jumlahnya
dibawah normal artinya tidak dapat
membuahi setelah melihat hasil tes.
Hakim kasasi menimbang putusan
Pengadilan Agama Purwokerto dalam putusan
Nomor 1537/Pdt.G/2009/PA.Pwt bahwa
pembuktian dalam gugatan penyangkalan
anak dengan VXPSDK OL¶DQ VXGDK EHQDU GDQ
sesuai ketentuan Pasal 127 Kompilasi Hukum
Islam PHQJHQDL WDWD FDUD OL¶DQ GDQ Sada
putusan Pengadilan Tinggi Agama Semarang
dengan putusan Nomor
185/Pdt.G/2010/PTA.Smg dibatalkan oleh hakim kasasi dengan alasan:
1. Bahwa dasar hukum tentang
penyangkalan anak Pasal 102 Kompilasi Hukum Islam oleh Pengadilan Tinggi Agama Semarang sangat tekstual zakelijk karena Pemohon Kasasi baru tahu tahap curiga ketika ada keterangan saksi-saksi bahwa Termohon berzina dengan laki-laki lain;
2. Bahwa GDVDU KXNXP VXPSDK OL¶DQ GL
Pengadilan Agama Purwokerto adalah telah sesuai dengan ketentuan Pasal 127 Kompilasi Hukum Islam.
Dan dalam putusan akhir dari putusan Mahkamah Agung Nomor 163 K/AG/2011 yakni:
1. Menyatakan hukum bahwa anak yang
bernama Buswiryaman Raditya
Boenyamin bukan anak sah Penggugat dan tidak mempunyai hubungan nasab dengan Penggugat;
2. Menyatakan bahwa akta kelahiran Nomor
1255/2005 tertanggal 10 Mei 2005 atas nama Buswiryawan Raditya Boenyamin yang dikeluarkan oleh kantor Catatan
Sipil Purwokerto tidak mempunyai
kekuatan hukum.
Dengan dikeluarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 163 K/AG/2011, hilangnya kewajiban Penggugat terhadap semua biaya NHKLGXSDQ GDUL DQDN \DQJ WHODK GL OL¶DQQ\D Hubungan keperdataan anak dalam Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang hak dan kewajiban suami istri pada BAB XII Hak dan Kewajiban Suami Istri Pasal 77 dan 80 Kompilasi Hukum Islam dan BAB XIV Pemeliharaan Anak Pasal 98, 104 ayat (1), 105 dan 106 Kompilasi Hukum Islam, pengaturan pada anak luar nikah diatur hanya dalam Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam \DQJ PHQJDWDNDQ EDKZD ³$QDN \DQJ ODKLU GL luar perkawinan hanya mempunyai hubungan QDVDE GHQJDQ LEXQ\D GDQ NHOXDUJD LEXQ\D´.
Sejak keluarnya putusan dari Mahkamah Agung No. 46/PUU-VIII/2010 terhadap persoalan anak luar nikah, maka pada Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dibaca dengan ³$QDN \DQJ GLODKLUNDQ GL OXDU SHUNDZLQDQ hanya mempunyai hubungan perdata dengan LEXQ\D GDQ NHOXDUJD LEXQ\D´ GLEDFD GHQJDQ ³$QDN \DQJ GLODKLUNDQ GL OXDU perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki
sebagai ayah yang dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk
hubungan SHUGDWD GHQJDQ NHOXDUJD D\DKQ\D´
Hubungan keperdataan anak pada
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak menjelaskan tentang hak dan kewajiban anak begitu pula dengan hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya.
Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Anak:
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang Tua atau Wali
Pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 Tentang Perlindungan Anak
menjelaskan secara umum mengenai anak dan kewajiban serta hak-haknya, namun di dalam Kompilasi Hukum Islam sesuai dengan
pasal-JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016 pasal yang telah dijelaskan diatas maka Kompilasi Hukum Islam mengatakan adanya anak sah dan anak yang tidak sah, adanya perbedaan hak dan status anak yang sah dan anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah atau anak luar nikah. Sesuai dengan Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Terdapat pula pada putusan Mahkamah Agung Nomor 163 K/AG/2011 hakim mengadili bahwa anak yang dilahirkan oleh Tergugat bukanlah anak kandung dari Penggugat dan anak yang dilahirkan tersebut otomatis akan dinasabkan
oleh Tergugat.
B. Upaya Terjaminnya Perlindungan Hak-hak
$QDN /XDU 1LNDK $NLEDW 3HUFHUDLDQ /L¶DQ
Menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Agar tercapainya hak-hak seorang anak OXDU QLNDK DNLEDW SHUFHUDLDQ OL¶DQ \DQJ GLVHEXW dengan anak hasil perzinaan maka seorang LVWUL \DQJ WHODK GL OL¶DQ WHUVHEXW ELVD
membuktikan ke Pengadilan Agama
bahwasanya lelaki tersebut adalah ayah kandung dari anaknya dan si istri tadi dapat mengajukan permohonan baru ke Pengadilan
Agama dalam hal pengesahan anak.23
Penerapan dalam hukum Islam jika seorang anak luar nikah yang belum lahir setelah terjadinya pernikahan yang sah antara ibu dan laki-laki yang mengakui anak tersebut adalah anak dia atau laki-laki yang memang dia adalah ayah kandung dari anak tersebut maka hak keperdataan anak luar nikah tersebut dapat berganti menjadi anak sah dan sama kedudukan waris anak yang sah dan jika anak luar nikah itu dilahirkan setelah perkawinan yang sah maka anak tersebut tidak ada hubungan keperdataan dengan lelaki yang menikahi ibunya walaupun lelaki
tersebut adalah ayah biologis dari anak itu.24
Menjelaskan pada Pasal 99 Kompilasi Hukum
Islam \DLWX ³$QDN \DQJ VDK DGDODK anak yang
23Wawancara dengan Bapak Dr. H. Barmawi, SH.,MH, Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru, Hari Kamis 14 Januari 2016, Bertempat di Pengadilan Agama Pekanbaru. 24Wawancara dengan Bapak Dr. H. Barmawi, SH.,MH
dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah´ MLND DQDN \DQJ ODKLU GLOXDU SHUNDZLQDQ maka anak itu anak yang tidak sah.
Perlindungan anak terhadap anak luar nikah ditentukan dengan hukum, maksudnya istri atau ibu dari anak luar nikah tersebut memasukkan gugatan baru ke Pengadilan dimana untuk menuntut hak anak dan membuktikan bahwasanya laki-laki yang digugatnya adalah ayah kandung dari anak tersebut, dasar gugatan dari ibu tersebut dapat menggunakan yurisprudensi dari putusan Mahkamah Agung No. 46/PUU-VIII/2010 dan hasil akhirnya akan diputus oleh hakim untuk diterima atau tidaknya gugatan, yang tentunya melihat dari dasar-dasar masalahnya
terlebih dahulu.25
Dalam konsep hukum Islam anak lahir dalam perkawinan yang sah adalah anak sah (Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam) dan sebaliknya anak yang tidak sah adalah anak
yang lahir diluar dari perkawinan yang sah.26
Artinya, jika hakim sudah memutuskan perkara bahwa laki-laki yang digugat oleh ibu tadi adalah ayah biologis dari si anak maka anak itu tidak ada hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya namun pihak
Pengadilan akan menghukum tergugat
membiayai kebutuhan hidup dari si anak, berlaku untuk anak yang lahir di luar perkawinan yang sah.
PENUTUP A. Kesimpulan
1. Hubungan keperdataan anak luar nikah
DNLEDW SHUFHUDLDQ OL¶DQ PHQXUXW .RPSLODVL Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak adalah:
a. Hubungan keperdataan anak dalam
Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang hak dan kewajiban suami istri pada BAB XII Hak dan Kewajiban Suami Istri Pasal 77 dan 80 Kompilasi
25 Wawancara dengan Bapak Drs. H. Alizar Jas. SH. MH, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru, Hari Senin, Tanggal 14 Februari, 2016, Bertempatan di Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru
26 Wawancara dengan Bapak Drs. H. Alizar Jas. SH. MH
JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016
Hukum Islam dan BAB XIV
Pemeliharaan Anak Pasal 98, 104 ayat (1), 105 dan 106 Kompilasi Hukum Islam, pengaturan pada anak luar nikah diatur hanya dalam Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam yang mengatakan bahwa ³$QDN \DQJ ODKLU GL OXDU SHUNDZLQDQ hanya mempunyai hubungan nasab GHQJDQ LEXQ\D GDQ NHOXDUJD LEXQ\D´.
b. Hubungan keperdataan anak pada
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Perlindungan Anak
menjelaskan tentang hak dan kewajiban anak begitu pula dengan hak dan kewajiban orang tua terhadap anaknya, tidak adanya menjelaskan mengenai anak luar nikah.
2. Agar tercapainya hak-hak seorang anak
OXDU QLNDK DNLEDW SHUFHUDLDQ OL¶DQ yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak,
maka seorang istri yDQJ WHODK GL OL¶DQ
tersebut dapat membuktikan ke Pengadilan Agama bahwasanya lelaki tersebut adalah ayah kandung dari anaknya dengan
mengajukan permohonan baru ke
Pengadilan Agama dalam hal pengesahan anak.
B. Saran
1. Kepada setiap anak yang lahir dari
perbuatan zina hendaklah mendapatkan hak-haknya sebagai anak juga maka dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan
Agama.
2. Kepada pihak Istri/perempuan janganlah
dekati perbuatan zina. Zina di pandang sangat dilarang dalam hukum Islam maupun hukum nasional karena ada pihak-pihak yang tidak tau apa-apa di pandang sebelah mata oleh masyarakat karena perbuatan yang telah dilakukan.
3. Kepada pihak laki-laki hendaklah selalu
bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya dalam hal bertanggung jawab atas anak yang telah dibuahinya.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2012,
Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.
Ayyub, Syaikh Hasan, 2002, Panduan
Keluarga Muslim. Terjemahan oleh
Misbah dari Judul Asli: Fiqh Al Usrah Al
Muslimah, Cendikia Sentra Muslim, Jakarta
Basyir, Ahmad Azhar, 1980, Hukum
Perkawinan Islam, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
D.Y. Witanto, 2012, Hukum Keluarga Hak
dan Kedudukan Anak Luar Kawin. Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. Erningsih, Wahyu dan Putu Samawati, 2006,
Hukum Perkawinan Indonesia, PT. Rambang Palembang, Palembang
Ghofur Anshori, Abdul. Hukum Perkawinan
Islam (Perspektif Fikih dan Hukum Positif). UII Press, Yogyakarta.
Hadjon, Phillipus M, 1987, Perlindungan
Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya.
Hanifah, Mardalena, 2014, Sejarah Lahirnya
Peradilan Agama, Pusat Pengembangan Pendidikan, Pekanbaru
Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian
Hukum, Edisi Cetakan Keenam, Kencana Pranda Media Group, Surabaya.
Ramulyo, Mohd. Idris. Hukum Perkawinan
Islam: Suatu Analisis Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. PT. Bumi Aksara, Jakarta.
Rasyid, Roihan A, 2006, Hukum Acara
Peradilan Agama, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Soekanto, Soerjono, 1998, Pengantar
JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016
Subekti, 2001, Pokok-pokok Hukum Perdata,
Intermasa, Jakarta.
Syaifuddin, Muhammad, dkk, 2014, Hukum
Perceraian, Sinar Grafika, Jakarta.
Syarifuddin, Amir, 2009, Hukum Perkawinan
Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta. Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad, 2008,
Fiqih Wanita. Pustaksa Al-Kautsar, Jakarta.
B. Jurnal/Kamus/Skripsi
Warastra Karebet Amrullah, 2010,
³3DQGDQJDQ +XNXP ,VODP 7HUKDGDS Anak Hasil Zina yang Dilahirkan Di 'DODP 3HUNDZLQDQ´ Jurnal Hukum, Vol. 17, No. 1, Januari.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
Tentang Kompilasi Hukum Islam,
Keputusan Mentri Agama Republik Indonesia No. 154 Tahun 1991, dan Surat Edaran Pembinaan Badan Peradilan Agam Islam atas Nama Direktur Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam No. 3694/EV/HK.003/AZ/91.
D. Websites
http://www.medicalera.com/qna_answer.php?thre ad=2169, diakses tanggal 18 Januari 2016