Christmastuti Nur1, Arida Susyetina2
ABSTRACT
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Menurut data dari Bappeda DIY (2017), jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial khususnya anak jalanan di Kota Yogyakarta pada tahun 2017 mengalami peningkatan dari 327 orang pada tahun sebelumnya menjadi 348 orang. Namun, tidak semua anak jalanan ini berasal dari Kota Yogyakarta, justru berasal dari luar Kota Yogyakarta. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, wilayah
Yogyakarta dikenal sebagai kota tujuan wisata dan pusat aktivitas masyarakat (Suwarno dalam Rusqiyati, 2018). Kedua, adanya asumsi bahwa masyarakat Yogyakarta memiliki sifat ‘tidak tegaan’ atau murah hati (Purnandaru, 2017) sehingga jumlah anak jalanan yang menjadi pengamen atau pengemis di Yogyakarta semakin meningkat. Sejauh ini, Pemerintah Kota Yogyakarta masih mengandalkan Perda DIY Tahun 2014 tentang Penanganan
Gelandangan dan Pengemis untuk
TANTANGAN DAN PELUANG PENGEMBANGAN DESAIN DALAM
PENJANGKAUAN ANAK JALANAN DI YOGYAKARTA
1Program Studi Desain Produk UKDW Yogyakarta; 2 Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris UKDW Yogyakarta
Email: christmas@staff.ukdw.ac.id
This community service activity aims to identify and map challenges encountered by the volunteers of Rumah Impian Indonesia Foundation (The Dream House Indonesia) when conducting an outreach to street children called street contact. The method used in this community service activity was participatory method through a Focus Group Discussion (FGD) with brainstorming technique. The participant consisted of 17 field assistants divided into 3 small discussions. there were fifty-one challenges, seventy-three opportunities for solutions, and seven design ideas. This means that all participants were active in conveying the challenges, as well as solutions to overcome these challenges. The prominent challenges when conducting street contact activities are human resources, street children, unavailability of supporting facilities, and unexpected conditions at the location. As a suggestion, the opportunity for external-private sector to help resolve the challenges is to develop the design of supporting facilities for street contact activities with various features required by volunteers.
Keywords: brainstorming, focus group discussion, FGD, participatory, street children
Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan tantangan yang dihadapi oleh relawan Yayasan Rumah Impian Indonesia (The Dream House Indonesia) ketika melakukan penjangkauan anak-anak jalanan yang disebut dengan istilah street contact. Metode yang digunakan dalam kegiatan PkM ini adalah metode partisipatoris melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan teknik brainstorming. Peserta terdiri dari17 orang pendamping lapangan yang terbagi dalam 3 kelompok kecil. Melalui FGD ini diperoleh lima puluh satu tantangan, tujuh puluh tiga peluang solusi, serta tujuh gagasan desain. Itu berarti semua peserta aktif dalam menyampaikan tantangan yang dihadapi, serta solusi untuk mengatasi tantangan tersebut. Tantangan utama yang dihadapi ketika melakukan kegiatan street contact selanjutnya dikategorikan menjadi empat yaitu tantangan mengenai SDM, anak-anak jalanan, ketidaktersediaan sarana pendukung, dan kondisi tak terduga di lokasi. Peluang bagi pihak eksternal-swasta untuk membantu memecahkan masalah ini adalah mengembangkan desain sarana pendukung kegiatan street contact dengan berbagai fitur yang dibutuhkan oleh para relawan.
melaksanakan Penertiban, serta membentuk tim Penjangkauan Anak Jalanan yang bekerja sama dengan Pekerja Sosial Masyarakat di wilayah D.I. Yogyakarta (Maryatun dalam Rusqiyati, 2018).
Menurut Nurhidayati dalam Widiyarti (2019), menjalani kehidupan di jalanan dapat menyebabkan anak tumbuh dewasa sebelum usia semestinya. Kemungkinan besar anak-anak yang hidup di jalanan rentan tumbuh menjadi pribadi yang abusif dan terseret kriminalitas karena sering terpapar kekerasan sebab yang mereka lihat sehari-hari kekerasan adalah hal yang normal dan lumrah. Bahkan, anak-anak ini juga terpapar dengan perilaku negatif lainnya dari lingkungan sehari-hari seperti kehidupan seks bebas, serta penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.
Kondisi ini menjadikan anak-anak jalanan masuk dalam kategori anak berisiko tinggi. Kategori Anak Berisiko Tinggi yaitu (1) Anak
yang tidak dapat menggapai
impiannya/dijauhkan dari mimpinya; (2) Hidup di jalanan (on or of the street: 0-15 tahun); (3) Marginal: Low Income (pendapatan keluarga selama satu bulan berada di bawah rata-rata upah minimum di masing-masing daerah di DIY; termasuk dalam data Badan Pusat Statistik sebagai keluarga miskin. Dalam hal ini, garis kemiskinan secara nasional adalah Rp 302.735 per bulan. Garis kemiskinan ini merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan), mengalami kekerasan (abuse) atau berisiko mengalami kekerasan, terlantar atau ditelantarkan; (4) Umurnya sesuai dengan umur yang ditentukan Konvensi Anak PBB yaitu 0-17 tahun; (5) Komunitas dan keluarganya berhadapan dengan hukum. Kepedulian terhadap masa depan anak-anak jalanan ini mendorong didirikannya Yayasan Rumah Impian Indonesia (Dream House) di Yogyakarta pada tahun 2006, agar dapat mendampingi dan melayani anak jalanan layaknya keluarga. Yayasan Rumah Impian
Indonesia berkeyakinan bahwa anak jalanan memiliki hak yang sama dengan anak-anak lainnya untuk belajar dan bermain. Untuk mencapai tujuan tersebut, Yayasan Rumah Impian secara rutin melakukan aksi penjangkauan ke berbagai titik yang menjadi basis anak-anak jalanan di Yogyakarta. Salah satu cara penjangkauannya adalah dengan mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Kegiatan penjangkauan ini disebut sebagai street contact. Tidak dapat dipungkiri bahwa rendahnya tingkat literasi negara Indonesia karena masih banyak warga negaranya yang belum bisa membaca. Dalam riset CIA World Factbook tahun 2014, Indonesia berada di urutan ke-121 untuk negara dengan tingkat melek huruf sebesar 92,8%. Satu tingkat saja di bawah Afrika Selatan dengan tingkat melek huruf sebesar 93% persen dan setingkat di atas Myanmar dengan tingkat melek huruf sebesar 92,7%. Ini berarti masih ada 7,3% persen masyarakat di Indonesia yang masih perlu bantuan orang lain saat harus membaca. Bahkan, menurut data UNESCO, tingkat melek literasi buku di Indonesia hanya mencapai indeks 0,0001. Ini artinya dari setiap 1.000 orang di Indonesia, hanya satu orang yang gemar membaca (Hasan, 2017).
Gambar 1. Penjangkauan Anak Jalanan oleh Yayasan Rumah Impian Indonesia Tujuan dari penulisan artikel ilmiah ini adalah mengidentifikasi dan memetakan tantangan tantangan yang dihadapi oleh relawan dari Yayasan Rumah Impian Indonesia sebagai mitra Pengabdian kepada Masyarakat ketika melakukan penjangkauan anak-anak jalanan
(street contact), serta menemukan peluang pengembangan desain menurut analisis tantangan tersebut.
METODE
Pendekatan kepada relawan kegiatan street contact dilakukan dengan menggunakan metode partisipatoris melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan cara brainstorming. Metode partisipatoris dalam kegiatan ini bertujuan untuk melibatkan mitra, termasuk para relawan yang bertugas sebagai mentor atau pendamping lapangan dalam kegiatan street contact.
Tujuan dari FGD ini adalah mengidentifikasi dan memetakan tantangan yang dihadapi serta bersama-sama mengupayakan solusi untuk menyelesaikan tantangan tersebut. Manfaat metode ini adalah mitra merasa dihargai pendapatnya sehingga ikut berpartisipasi dalam FGD secara aktif.
Gambar 2. FGD dengan Cara Brainstorming Brainstorming merupakan teknik yang biasa digunakan oleh tim desain untuk menghasilkan lebih banyak gagasan secara cepat dan efektif dengan tingkat keberhasilan lebih tinggi jika dikerjakan secara berkelompok (Rodgers dan Milton, 2011:79). Teknik brainstorming dinilai efektif sebab setiap peserta dapat terlibat dalam membagikan gagasannya tanpa dipengaruhi orang lain (www.mindtools.com). Dalam brainstorming hal-hal yang harus diperhatikan
(Alesina dan Lupton, 2010:22; Rodgers dan Milton, 2011:79) antara lain:
1. Tentukan tantangan atau scenario yang akan didiskusikan secara jelas dan ringkas.
2. Fokus pada kuantitas gagasan bukan kualitas. Semakin banyak jumlah gagasan yang dihasilkan, maka semakin besar pula kesempatan untuk menghasilkan solusi yang baru dan efektif.
3. Setiap peserta sedapat mungkin menghindari dan menahan diri untuk mengkritik gagasan orang lain. Setiap gagasan itu valid. Peserta didorong untuk lebih fokus dalam menambah atau memperluas gagasannya daripada menemukan kesalahan atau kekurangan dari gagasan orang lain.
4. Gagasan yang tidak lazim sangat diterima. Peserta diharapkan melihat tantangan dari sudut pandang yang berbeda.
5. Beberapa gagasan dapat
dikombinasikan untuk meningkatkan gagasan atau menambah gagasan baru. 6. Waktu dalam brainstorming perlu
dibatasi karena peserta akan jauh lebih kreatif serta terhindar dari kelelahan jika ada batasan waktu.
7. Setiap gagasan harus
didokumentasikan, dapat berupa kata-kata, maupun secara visual melalui sketsa, model, maupun mock-up sederhana.
HASIL DAN PEMBAHASAN
FGD ini diikuti oleh 17 orang peserta berusia antara 24 sampai 38 tahun. Peserta FGD terdiri dari mentor dan pendamping lapangan yang telah menjadi relawan aktif minimal selama 1 (satu) tahun. FGD dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah menggali tantangan yang dihadapi ketika melakukan kegiatan street contact. Tahap berikutnya adalah menyampaikan usulan solusi untuk mengatasi
masalah tersebut. Tahap yang terakhir adalah menuangkan gagasan solusi tersebut ke dalam gambar atau sketsa.
Pada tahap yang pertama, dalam durasi waktu 10 (sepuluh) menit, peserta menyampaikan sebanyak 51 (lima puluh satu) tantangan yang dihadapi oleh para relawan ketika melakukan kegiatan street contact. Berdasarkan diskusi dari tiap kelompok, dapat diringkas bahwa tantangan yang dihadapi oleh relawan saat melakukan kegiatan street contact dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu tantangan mengenai SDM, Anak-anak Jalanan, Sarana Penjangkauan, dan Lokasi (Tabel 1). Tantangan mengenai SDM dapat diselesaikan secara internal (antar pengurus dan relawan melalui kesepakatan atau kebijakan). Tantangan
mengenai anak-anak jalanan tidak dapat diselesaikan secara internal saja, namun harus melibatkan pihak eksternal khususnya pemerintah, misalnya Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja. Kategori tantangan mengenai sarana pendukung kegiatan street contact juga tidak dapat diselesaikan secara internal karena keterbatasan biaya, sehingga perlu melibatkan pihak eksternal misalnya donatur atau lembaga pendukung. Akan tetapi ada pula kategori tantangan lain yang belum bisa dipecahkan secara langsung, misalnya keamanan mentor atau relawan dari preman, cuaca hujan, dan pandemi CoViD-19. Maka, peluang yang terbuka untuk pengembangan lanjutan adalah menyediakan sarana pendukung kegiatan street contact.
Tabel 1 Kategori Tantangan Kegiatan Street Contact
Internal Eksternal: Pemerintah
In
te
rn
al
SDM Pendamping/Mentor/Relawan ▪ Keterbatasan jumlah SDM, baik
sebagai mentor maupun pendamping ▪ Perlunya kesabaran dalam
menghadapi anak-anak jalanan ▪ Perlunya peningkatan kualifikasi dan
konsistensi SDM
▪ Tekanan sosial untuk mentor perempuan
Anak-anak Jalanan
▪ Kabur dari mentor/pendamping ▪ Orang tua tidak mengizinkan ▪ Waktu kerja yang tidak pasti ▪ Berpindah-pindah lokasi setiap hari ▪ Sebagian besar belum bisa membaca,
menulis, dan berhitung ▪ Minat membaca rendah
▪ Sulit untuk fokus atau berkonsentrasi
E k st er n al : S w as ta Sarana ▪ Keterbatasan dana
▪ Tidak adanya alat untuk membawa perlengkapan ke titik penjangkauan ▪ Perlengkapan sering tertinggal
karena banyaknya barang yang harus dibawa
▪ Keterbatasan ruang untuk membawa tikar, lampu darurat, dan jas hujan ▪ Kurangnya buku dan alat peraga
yang sesuai kondisi di lapangan ▪ Kurangnya variasi aktivitas karena
keterbatasan alat yang bisa dibawa
Kondisi Tak Terduga di Lokasi ▪ Keamanan dari preman ▪ Hujan
▪ Pandemi CoViD-19
Berdasarkan kategori tantangan pada Tabel 1, maka selanjutnya peserta diminta memberikan gagasan sebanyak mungkin untuk mengatasi tantangan khususnya yang berkaitan dengan sarana pendukung kegiatan street contact.
Sejumlah 73 (tujuh puluh tiga) gagasan dihasilkan dalam waktu 10 (sepuluh) menit. Gagasan dari peserta yang sangat beragam dan muncul berulang kali di dalam kelompok lain menunjukkan bahwa gagasan tersebut sangat
dibutuhkan karena peserta mengalami masalah yang sama, misalnya gagasan untuk menyediakan penerangan, tenda untuk berteduh, kotak P3K, tempat sampah dan alat kebersihan, serta ruang penyimpanan buku dan peralatan
pendukung aktivitas, seperti alat peraga dan permainan edukatif lainnya. Gagasan-gagasan yang serupa perlu diringkas untuk memudahkan dalam menyusun prioritas kebutuhan mitra yang terpenting dan mendesak (Tabel 2).
Tabel 2. Kategori Gagasan Solusi
Bentuk Produk Fitur Perpustakaan Kebutuhan
Perpustakaan Sepeda Mobil Motor Gerobak Box Rak Dorong Penerangan Ruang penyimpanan Tenda/Payung Besar Meja Lipat P3K Tempat Sampah Alat Kebersihan
Mudah dioperasikan laki-laki/perempuan
Menarik minat anak-anak
Keamanan penyimpanan barang
Daftar checklist barang bawaan
Kartu peminjaman buku/permainan
Mengetahui lokasi anak-anak jalanan
Identitas (brand identity)
Selain menuangkan gagasan secara tertulis melalui kata-kata kunci, peserta juga diminta untuk berani mencurahkan gagasan melalui sketsa atau dengan benda-benda representatif yang ada di sekitarnya. Sketsa ini sangat membantu dalam mendeskripsikan gagasan yang dimaksud sebelumnya. Dalam waktu 10 (sepuluh) menit, secara berkelompok peserta menghasilkan 7 (tujuh) sketsa yang kemudian dipresentasikan untuk mengkomunikasikan gagasannya.
Gambar 3. Peserta Mempresentasikan Gagasan Sketsa gagasan peserta memberikan deskripsi mengenai bentuk dan fitur yang dibutuhkan oleh relawan dalam melakukan kegiatan street contact. Gagasan tersebut antara lain mendeskripsikan kebutuhan akan penyimpanan buku dan alat peraga, penyediaan tempat
sampah, tikar, payung atau tenda, serta sistem operasional buka-lipat.
SIMPULAN
Dengan analisis dari pemaparan di atas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Melalui FGD ini diperoleh temuan berupa lima puluh satu tantangan, tujuh puluh tiga peluang solusi, serta tujuh gagasan desain. Itu berarti semua peserta berpartisipasi secara aktif dalam menyampaikan tantangan yang dihadapi, serta solusi untuk mengatasi tantangan tersebut. Dengan demikian Focus Group Discussion (FGD) melalui cara brainstorming bersama relawan Yayasan Rumah Impian dianggap efektif dalam menggali tantangan yang dihadapi ketika melakukan kegiatan street contact, serta dalam menuangkan gagasan untuk mengatasi tantangan tersebut. Hal ini dapat dipahami mengingat para mentor sangat mengenal kondisi di lapangan dan telah mengenal satu sama lain sehingga tidak ragu untuk berkomunikasi di dalam kelompok. 2. Tantangan utama yang dihadapi oleh
relawan dapat dikategorikan menjadi empat yaitu mengenai SDM, Anak Jalanan, Sarana Pendukung, dan Kondisi Tak Terduga di Lokasi.
3. Peluang yang terbuka bagi pihak eskternal swasta dalam mengatasi tantangan tersebut
adalah dengan menyediakan dan
mengembangkan desain sarana pendukung kegiatan street contact misalnya perpustakaan keliling.
4. Saran yang dapat dilakukan dari hasil FGD ini adalah merancang perpustakaan keliling dengan berbagai fitur seperti penerangan, tenda untuk berteduh, kotak P3K, tempat sampah dan alat kebersihan, serta ruang penyimpanan buku dan peralatan pendukung aktivitas, seperti alat peraga dan permainan edukatif lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini terlaksana atas kerjasama dengan Yayasan Rumah Impian Indonesia (The Dream House) dan dukungan finansial dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.
DAFTAR RUJUKAN
Alesina, Inna dan Lupton, Ellen. (2010). Exploring Materials: Creative Design for Everyday Objects. New York: Princeton Architectural Press.
Badan Perencanaan Pengembangan Daerah Kota Yogyakarta. (2017). Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Sarana
Kesejahteraan Sosial. Diunduh dari http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/data _dasar/index/105-penyandang-masalah- kesejahteraan-sosial-dan-sarana-kesejahteraan-sosial?id_skpd=5
Hasan, Akhmad Muawal. (2019). Potret Anak Indonesia: Lemah Nalar karena Kurang
Membaca. Diunduh dari
https://tirto.id/potret-anak-indonesia- lemah-nalar-karena-kurang-membaca-ckZ6
Purnandaru, Arfiansyah Panji. (2017). Masih Ada 170 Anak Jalanan dan Gepeng di
Sleman. Diunduh dari
https://jogja.tribunnews.com/2017/12/22/m asih-ada-170-anak-jalanan-dan-gepeng-di-sleman
Rusqiyati, Eka Arifa. (2018). Yogyakarta Terus Tekan Keberadaan Anak Jalanan. Diunduh dari
https://www.antaranews.com/berita/77306 0/yogyakarta-terus-tekan-keberadaan-anak-jalanan
Rodgers, Paul dan Milton Alex. (2011). Product Design. London: Laurence King Publishing.
Widiyarti, Yayuk. (2019). Anak Jalanan Rentan Terjerumus Kriminalitas. Diunduh dari https://gaya.tempo.co/read/1274776/anak- jalanan-rentan-terjerumus-kriminalitas-ini-kata-psikolog
https://www.mindtools.com/pages/article/roun d-robin-brainstorming.htm