• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kejadian Bakteriuria Asimtomatik dengan Kontrol Glikemik pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUP H Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Kejadian Bakteriuria Asimtomatik dengan Kontrol Glikemik pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUP H Adam Malik Medan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MAJALAH KEDOKTERAN

NUSANTARA

The Journal of Medical School

Hubungan Kejadian Bakteriuria Asimtomatik dengan

Kontrol Glikemik pada Pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2 Di RSUP H Adam Malik Medan

Reni Marlina1, Ricke Loesnihari1*, Santi Syafril2

1Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan 2Departemen Interna, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Abstract. The incidence of infection often occurs in patients with diabetes due to hyperglycemic that causes dysfunction chemotaxis, phagocytic activity, the malfunction of neutrophils and glycosuria. It is followed by other complications that lead to malfunction of the bladder. Highly urinary glucose level is a good medium for pathogenic microorganisms growth. Asymptomatic bacteriuria (ASB) is a risk factor for symptomatic urinary tract infection spontaneously or due to urinary catheters. The aim of research to analyze the association between the incidence of type 2 diabetes mellitus ASB and glycemic control. The study was conducted during June-August 2016 with cross sectional method. Subjects were Type 2 diabetes patients with age ≤60 years, who were treated on poly Endocrinology of RSUP HAM. HbA1c was measured by automatic analyzer Indiko. Its association with urine culture results was analyzed. A total 50 samples were enrolled, consist of 25 women and 25 men, which 19 with good glycemic control (HbA1c <7%) and 31 with poor glycemic control (HbA1c ≥7%). Thirteen positive ASB were found, 5 with good glycemic control and 8 with poor glycemic control. Statistical analysis revealed a not significant association between glycemic control and culture results (p = 1.000). But it is significant differences in culture results between gender, where the ASB were found in samples of four women and two men (p = 0.004). Most of the bacteria found were gram-negative. There is no significant association between glycemic control with incidence of ASB. But gender has significantly differences on the incidence of ASB, which occurs more frequently in DM women than men. Screening urinalysis should be performed in patients with type 2 diabetes with ASB. However, further research is needed to analyze the relationship between glycemic control with incidence of ASB and other factors that may affect the incidence of ASB.

Keyword: Asymptomatic bacteriuria, type 2 diabetes, HbA1c

Abstrak. Kejadian infeksi sering terjadi pada pasien dengan diabetes akibat hiperglikemik yang menyebabkan disfungsi kemotaksis, aktifitas fagositik, kerusakan fungsi neutrophil dan glikosuria. Kondisi ini diikuti komplikasi lainnya yang memicu malfungsi kandung kemih. Kadar glukosa urin yang tinggi merupakan medium pertumbuhan yang baik untuk mikroorganisme patogen. Bakteriuria asimtomatik (BAS) merupakan faktor risiko terjadinya simtomatik infeksi saluran kemih, baik secara spontan maupun karena pemasangan kateter urin. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan kejadian BAS pada DM tipe 2 dengan kontrol glikemik. Penelitian dilakukan selama Juni-Agustus 2016 dengan metode cross sectional. Subyek penelitian adalah pasien DM Tipe 2 berumur ≤60 tahun, yang berobat di poli Endokrinologi di RSUP HAM. HbA1c diukur dengan analyzer automatic Indiko dan dikorelasikan dengan hasil kultur urin. Sampel 50 pasien terdiri dari 25 wanita dan 25 laki-laki dengan HbA1c yang terkontrol (<7%) 19 orang dan tidak terkontrol (≥7%) 31 orang. Hasil kultur urin positif BAS 13 orang, 5 dengan HbA1c terkontrol dan 8 dengan HbA1c tidak terkontrol. Tidak ditemukan perbedaan kontrol glikemik yang signifikan terhadap hasil kultur (p=1.000). Namun terdapat perbedaan yang signifikan dari jenis kelamin terhadap hasil kultur (p=0.004) dimana BAS dialami 11 wanita dan 2 laki-laki. Sebahagian besar kuman yang ditemukan adalah kuman gram negatif (76,9%). Tidak dijumpai hubungan antara kontrol glikemik dengan kejadian BAS. Jenis kelamin berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian BAS, dimana lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki DM. Skrining urinalisa perlu dilakukan pada pasien DM tipe 2 dengan BAS. Penelitian

(2)

lanjutan dibutuhkan untuk menganalisis hubungan kontrol glikemik dengan kejadian BAS dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian BAS.

Kata Kunci: Bakteriuria asimtomatik, DM tipe 2, HbA1c

1.

Pendahuluan

Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya1. Epidemi DM

mengancam kesehatan banyak orang baik di negara maju dan juga berkembang2. International

Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 dengan angka tersebut Indonesia menempati peringkat ke-7 di dunia3.

Pasien DM dengan kadar glukosa darah yang tinggi lebih rentan mengalami resiko berbagai infeksi sistemik 4,4 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak menderita diabetes4. Infeksi pada

DM adalah komplikasi yang paling serius yang menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia5. Kejadian

infeksi lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes akibat munculnya lingkungan hiperglikemik yang meningkatkan virulensi patogen, menurunkan produksi interleukin, menyebabkan terjadinya disfungsi kemotaksis dan aktifitas fagositik, serta kerusakan fungsi neutrophil, glikosuria, dan dismotilitas gastrointestinal dan saluran kemih. Kondisi ini dapat diikuti oleh komplikasi lainnya yang berhubungan dengan neuropathy yang memicu malfungsi kandung kemih sehingga dapat meningkatkan resiko terjadi infeksi lebih tinggi termasuk infeksi saluran kemih (ISK)3,6,7.

Kontrol glikemik berdasarkan pemeriksaan HbA1c (glycated hemoglobin). HbA1c adalah gold standard untuk menentukan kontrol gula darah pada penderita DM. DM dikatakan terkontrol baik bila kadar HbA1c <7 %, sedangkan DM tidak terkontrol bila HbA1c ≥7 %. HbA1c sekarang digunakan sebagai indikator dan marker yang signifikan dari kontrol glukosa yang menggambarkan rata-rata glukosa plasma dari 6-8 minggu sebelumnya1,8. Bonadio et al menemukan korelasi kadar HbA1c dan

BAS pada wanita DM tipe 29. kontrol glikemik buruk dapat menyebabkan penyakit ginjal dan

merupakan predisposisi terjadinya ISK10.

Adanya bakteriuria asimtomatik merupakan faktor risiko terjadinya simtomatik ISK dan selanjutnya bisa menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sehingga memerlukan penanganan yang serius11. BAS adalah kolonisasi bakterial yang persisten pada traktus urinarius tanpa gejala klinis12,

menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada

biakan urin dalam setiap mililiter urin segar yang diambil dengan cara pancar tengah13.

Kadar glukosa tinggi di dalam urin merupakan medium pertumbuhan yang baik untuk mikroorganisme patogen14,15. Infeksi pada pasien DM sangat berpengaruh terhadap pengendalian

glukosa darah dan kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan kerentanan atau memperburuk infeksi3.

2.

Metode

Penelitian dilakukan selama rentang waktu Juni-Agustus 2016 dengan metode observasional analitik secara cross sectional, di RSUP HAM. HbA1c diukur dengan analyzer automatic Thermo Fisher Scientific Indiko berdasarkan prinsip turbidimetric inhibition immunoassay dan dikorelasikan dengan hasil kultur urin. Urin yang diambil adalah urin porsi tengah dengan media yang digunakan adalah CLED Agar (Cystine Lactose Electrolyte Deficient). Kriteria inklusi adalah pasien DM tipe 2 yang berobat ke poli Endokrinologi RSUP. H. Adam Malik Medan, tidak ada gejala ISK (demam, urgensi, frekwensi, dysuria), berusia ≤ 60 tahun. Sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien DM dengan pemasangan kateter urin, pasien DM dengan ISK yang sudah mendapat terapi antibiotik, anemia, pasien hamil, hemoglobinopati dan penyakit ginjal kronik.

Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer Statistical package for sosial science (SPSS). Untuk mendiskripsikan variabel-variabel penelitian disajikan secara tunggal dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. Untuk melihat perbedaan kejadian bakteriuria asimtomatik dengan HbA1c terkontrol dan tidak terkontrol digunakan uji X2 (Chi-square), kecuali jika ditemukan expected count <5 maka uji yang digunakan adalah uji Exact Fisher. Untuk melihat hubungan bakteriuria asimtomatik dengan kontrol glikemik digunakan korelasi Somers’d.

(3)

3.

Hasil

Penelitian dilakukan dengan metode observasional analitik dengan cara cross sectional (potong lintang). Selama rentang waktu penelitian Juni-Agustus 2016, diperoleh sampel sejumlah 50 pasien DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel yang diperoleh, sebagaimana ditampilkan di tabel 1, terdiri dari 25 pasien wanita dan 25 laki-laki dengan rata-rata usia 54.16 ± 3.919 tahun dengan nilai median HbA1c 7.2% dengan rentang 5.3-15.1%.

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik

Total

n (orang)

50

Umur (tahun)

Rata-rata

(SD)

54.16

(3.919)

HbA1C

Median

(Min-Maks

7.2

(5.3-15.1)

Jenis Kelamin

Wanita

Laki-laki

25

25

Sebagaimana ditampilkan di tabel 2, BAS terdapat pada 11 pasien wanita (44% dari total sampel pasien wanita) dan 2 pasien laki-laki (8% dari total sampel pasien laki-laki). Hasil uji X2 menunjukkan perbedaan yang signifikan dari variabel jenis kelamin terhadap kejadian BAS (p=0.004). Korelasi Somers’d antara jenis kelamin dan hasil kultur sangat signifikan namun lemah dan negatif (p=0.001, d=-0.360).

Tabel 2. Tabulasi silang jenis kelamin dan kejadian BAS

Total

Kejadian BAS

Negati(-)

Positif (+)

Nilai p

n (Orang)

50

37

13

Jenis Kelamin

Wanita

Laki-laki

25

25

14

23

11

2

0.004*

0.001^

Keterangan: * = Uji X2 (chi-square)

^ = Uji korelasi Somers’d Hasil uji bermakna bila p < 0,05.

Dalam tabel 3 Pasien dengan nilai HbA1c yang terkontrol (<7%) sebanyak 19 orang (38%) dan tidak terkontrol (≥7%) sebanyak 31 orang (62%). Hasil kultur urin menunjukkan kejadian BAS pada 5 pasien dengan HbA1c terkontrol dan 8 pasien dengan HbA1c tidak terkontrol. Berdasarkan hasil uji

Exact Fisher, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan kejadian BAS antara DM tipe 2 terkontrol dan DM tipe 2 tidak terkontrol (p=1.000).

Tabel 3. Perbedaan kejadian BAS antara DM tipe 2 terkontrol dengan DM tipe 2 tidak terkontrol

Kejadian BAS

Nilai p

Negatif (-)

Positif (+)

Kontrol glikemik (HbA1C)

<7%

≥7%

14

23

5

8

1.000*

Total

37

13

Keterangan:
(4)

Sebagaimana ditampilkan di tabel 4 hasil penghitungan korelasi Somers’d juga tidak menunjukkan hubungan atau korelasi yang signifikan antara kontrol glikemik dengan kejadian BAS (p=0.968, d=-0.005).

Tabel 4. Korelasi antara kontrol glikemik dengan kejadian BAS

Kejadian BAS

Nilai p

Koefisien korelasi Somers’d (d)

Kontrol glikemik

0.968*

-0.005

*Uji korelasi

Somers’d

Khusus untuk pasien wanita DM tipe 2, pasien dengan nilai HbA1c yang terkontrol (<7%) sebanyak 13 orang (52%) dan tidak terkontrol (≥7%) sebanyak 12 orang (48%). Sebagaimana ditampilkan di tabel 5, hasil kultur urin menunjukkan kejadian BAS pada 4 pasien wanita DM tipe 2 dengan HbA1c terkontrol dan 7 pasien wanita DM tipe 2 dengan HbA1c tidak terkontrol.

Hasil uji X2 menunjukkan tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dari kejadian BAS pada pasien wanita antara DM tipe 2 terkontrol dan DM tipe 2 tidak terkontrol (p=0.165). Hasil penghitungan korelasi Somers’d juga tidak menunjukkan hubungan atau korelasi yang signifikan antara kontrol glikemik pada pasien wanita DM tipe 2 dengan kejadian BAS (p=0.150, d=0.276).

Tabel 5. Perbedaan kejadian BAS pada Pasien Wanita antara DM tipe 2 terkontrol dengan DM tipe 2 tidak terkontrol

Keterangan:

* = Uji X2 (chi-square)

^ = Uji korelasi Somers’d Hasil uji bermakna bila p < 0,05.

Hasil kultur urin sebagaimana ditampilkan di tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar kuman yang ditemukan adalah kuman gram negatif (76,9% dari total kuman yang ditemukan). E.coli

ditemukan sebesar 30.8%, sedangkan Enterococus cloacae, Klebsiella Pneumonia dan Acinetobacter Baumannii, Enterococus Faecalis dijumpai pada masing-masing 15.4%, Sisanya adalah Streptococus Pyogenes ditemukan 7.7%.

Tabel 6.

Jenis Kuman Hasil Kultur Urin

Jenis Kuman Jumlah %

Kuman gram negatif 10 76.9

Escherichia coli 4 30.8

Enterobacter cloacae 2 15.4

Klebsiella pneumonia 2 15.4

Acinetobacter baumannii 2 15.4

Kuman gram positif 3 23.1

Enterococcus faecalis 2 15.4

Streptococcus pyogenes 1 7.7

Kejadian BAS

Nilai p

Negatif (-) Positif (+) Kontrol glikemik (HbA1C)

 <7%  ≥7% 9 5 4 7 0.165* 0.276^ Total 14 11

(5)

4.

Diskusi

Penelitian dilakukan dengan metode observasional analitik dengan cara cross sectional (potong lintang) untuk melihat adanya hubungan BAS dengan kontrol glikemik pada pasien DM tipe 2. Sampel yang diperoleh terdiri dari 25 pasien wanita dan 25 laki-laki dengan rata-rata usia 54.16 ± 3.919 tahun. Nilai median HbA1c 7.2% dengan rentang 5.3-15.1%.

Dari hasil kultur urin dijumpai sampel dengan BAS sebanyak 13 orang (26% dari total sampel) terdiri-dari 11 pasien wanita (44% dari total sampel pasien wanita) dan 2 pasien laki-laki (8% dari total sampel pasien laki-laki). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di berbagai negara dimana prevalensi BAS pada pasien DM bervariasi 5.8-53%16,20.

Hasil uji X2 menunjukkan perbedaan yang signifikan dari variabel jenis kelamin terhadap kejadian BAS (p=0.004). Korelasi Somers’d antara jenis kelamin dan hasil kultur sangat signifikan namun lemah dan negatif (p=0,001, d=-0,360). Hasil ini menjelaskan bahwa wanita DM cenderung mengalami BAS dibandingkan laki-laki atau angka kejadian BAS pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana prevalensi BAS pada pasien DM perempuan 9-29% dan lebih tinggi daripada pasien DM laki-laki (0.7-11%)21.

Hal ini karena secara anatomi jarak antara kolon dengan uretra wanita lebih dekat daripada laki-laki dan uretra wanita lebih pendek. Di samping itu orifisium uretra dengan vagina merupakan daerah yang mudah sekali terjadinya kolonisasi bakteri6. Infeksi yang terjadi berasal dari bakteri patogen

yang terdapat pada flora usus, menyebar melalui daerah perineal, vaginal, dan periuretra ke saluran kemih bagian bawah membentuk koloni23.

Pasien dengan nilai HbA1c yang terkontrol (<7%) sebanyak 19 orang (38%) dan tidak terkontrol (≥7%) sebanyak 31 orang (62%). Didapatkan wanita DM tipe 2 dengan HbA1c <7% sebanyak 13 orang dan ≥7% sebanyak 12 orang, dan laki-laki DM tipe 2 dengan HbA1c <7% sebanyak 6 orang dan ≥7% sebanyak 19 orang.

Hasil kultur urin menunjukkan kejadian BAS pada 5 pasien dengan HbA1c terkontrol dan 8 pasien dengan HbA1c tidak terkontrol. Berdasarkan hasil uji Exact Fisher, tidak ditemukan perbedaan kejadian BAS antara DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol (p=1.000). Hasil penghitungan korelasi

Somers’d juga tidak menunjukkan hubungan atau korelasi yang signifikan antara kontrol glikemik dengan kejadian BAS (p=0.968, d=-0.005)

Hasil penelitian ini sama seperti penelitian sebelumnya oleh Geerlings et al., Boroumand et al. dan Ishay et al7,17,18. Penelitian Boroumand et al. tidak menunjukkan hubungan atau korelasi yang

signifikan antara HbA1c dengan kejadian BAS (p=0.75) 7.

Berbeda halnya dengan hasil oleh Bonadio et al.dan Kelestimur et al9,19. Penelitian Bonadio et

al. menemukan hubungan atau korelasi yang signifikan antara HbA1c dengan kejadian BAS (p<0.05), serta menyimpulkan bahwa tingginya nilai HbA1c menjadi faktor resiko kejadian BAS7,9,20.

E.coli adalah organisme yang paling sering ditemukan pada pasien dengan BAS. Berbagai organisme yang menginfeksi beragam termasuk enterobacteriaceae (termasuk Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Citrobacter species), Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus species, Gardnerella vaginalis, streptococci, staphylococci, Candida albicans dan jamur lainnya12.

Pada penelitian ini E.coli ditemukan 30.8 % dari total kuman yang ditemukan, sedangkan

Enterococcus cloacae, Klebsiella Pneumoniae dan Acinetobacter Baumannii, yang merupakan kuman gram negatif dan Enterococcus Faecalis merupakan gram positif dijumpai pada masing-masing 15.4%. Sisanya adalah Streptococcus Pyogenes sebesar 7.7%.

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Turan et al., Vishwanath S et al., dan Boroumand et al7,20,21. Dalam penelitian tersebut ditemukan kuman yang paling sering menjadi

penyebab BAS adalah koloni enterik seperti E.coli dan Enterobacter sp. Dalam beberapa penelitian lain melaporkan bahwa klebsiella merupakan kuman yang paling sering sebagai penyebab BAS20.

Dalam penelitian ini kuman yang paling banyak ditemukan sebagai penyebab BAS adalah kuman gram negatif, dengan persentase terbanyak adalah E.Coli yang merupakan flora normal usus.

Kemampuan E.Coli menginfeksi saluran kemih berhubungan dengan adanya pili atau fimbriae yang secara spesifik menjadi perantara (adhesi) dengan sel-sel epitel saluran kemih. Bakteri uropatogen ini dapat mencapai jaringan saluran kemih, yang selanjutnya mengadakan perlekatan pada epitel saluran kemih, kemudian terjadi kolonisasi dari bakteri, dengan mengeluarkan bermacam-macam toksin yang akhirnya menimbulkan reaksi inflamasi di daerah tersebut hingga seluruh tubuh22.

(6)

5.

Simpulan

Tidak dijumpai hubungan yang bermakna secara statistik antara kontrol glikemik dengan kejadian BAS pada pasien DM tipe 2. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik kejadian BAS antara DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol. Jenis kelamin berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian BAS, dimana BAS lebih banyak ditemukan pada wanita DM tipe 2 dibandingkan laki-laki DM tipe 2. Pola kuman yang didapatkan pada penelitian ini terdiri-dari kuman gram negatif 76.9% dan kuman gram positif 23.1%.

Skrining urinalisa perlu dilakukan pada pasien DM tipe 2 dengan BAS. Penelitian lanjutan dibutuhkan untuk menganalisis hubungan kontrol glikemik dengan kejadian BAS dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian BAS, sehingga bisa dicegah terjadinya BAS pada penderita DM tipe 2

6.

Daftar Pustaka

1. American Diabetes Association. Position statement: Standards of medical care in diabetes.

Diabetes Care. 2015;38(Suppl.1).Cyclofem ,BKKBN Pusat, Jakarta12-14 Februari 1990 2. Saptiningsih M. Determinan Infeksi Saluran kemih pasien DM perempuan di RSB Bandung.

FKUI; 2012.

3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI; 2015.

4. Burekovic A, Amela DB, Amina G. Poorly Regulated Blood Glucose in Diabetic Patients-Predictor of Acute Infection. Med Arh. 2014;68(3):163-6.

5. Douri FE. Prevalence of silent Bacteriuria in patients with Diabetes Mellitus.Departement of medical Microbiology Baghdad. The Iraq postgraduate medical journal. 2008;7(1).

6. Sunnesh AR, Kale D, Venkat K, Rameswar RM, Kandati J, Pasupuleti SR. Prevalence of asymptomatic bacteriuria and its antibiotic sensitivity in type-2 diabetic women along the sea coast. Int J Res Med Sci. 2013 Nov;1(4):487-95.

7. Boroumand MA, Sam L, Abbasi S. Asymtomatic bacteriuria in type 2 Iranian diabetic women: a cross sectional study. BMC Women`s Health. 2006;6(4).

8. Singhal S, Dandu H, Arvid KV. A Study of Asymptomatic Bacteriuria in North Indian Type 2 Diabetic Patients. J Diabetes Metab. 2015;6(11).

9. Bonadio M, Elisabetta B, Giovanna F, Elena M.. Asymptomatic Bacteriuria in Women with Diabetes: Influence of Metabolic Control. CID. 2004;38:e41-5.

10. Abdul IO, Osazuwa F, Osilume D.. Association between elevated HbA1c levels and Urinary Tract Infection among Diabetic Women. Zahedan University of Medical Sciences. Zahedan J Res Med Sci. 2015 Jun;17(6):e994.

11. Chourasia MK. Asymptomatic Pyuria is a Growing yet an Ignored Concern: An Exploratory Study from Rural India. J Community Med Health Educ. 2014;4(5)

12. Boekitwetan P. Komplikasi bakteriuria pada kehamilan. Bagian Mikrobiologi FK Universitas Trisakti. J Kedokter Trisakti. 2000 Sep-Des;19(3).

13. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Setiawati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF(eds.) Interna Publishing. Jakarta: 2014.

14. Sharma BD, Bansal R, Gupta B. Asimptomatic bacteriuria in diabetes. JIACM. 2011;13(1):55-9. 15. Samuel OO, Akinleye OM, Deji AAM, Olaniyan JAT, Akintunde BG, Buhari OA. Asymtomatic

Urinary Tract Infection In Diabetic Patients In Ago-Iwoye. Journal of American Science. 2014;10(4s):72-7.

16. Deraje A, Shenoy S, Dhanshree B, Prabha A. Asymtomatic Bacteriuria with Escherichia coli in Type 2 Diabetic patients: An Unresolved Riddle. British Journal of medicine & Medical Research. 2016;11(3): 1-9.

17. Geerling, SE, Stolk RP, Camps MJ. Asymtomatic Bacteriuria may be considered a complication in women with diabetes. Diabet.Care. 2000;23:744-9.

18. Ishay A, Lavi I, Luboshitzky R. Prevalence and risk factors for asymtomatic bacteriuria in women with type 2 diabetes mellitus. Diabet.Med. 2006;23:185-8.

19. Kelestimur F, Unal A, Pasaoglu H. Asymtomatic Bacteriuria in patients with Diabetes Mellitus.

(7)

20. Turan H, Serefhanoglu K, Torun AN. Frequency, Risk Factors, and Responsible Pathogenic Microorganism of Asymtomatic Bacteriuria in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Jpn. J. Infect. Dis. 2008;61:236-8.

21. Vishwanath S, Radhika S, Annet OD, Chiranjay M. Asymtomatic Bacteriuria among patients with diabetes mellitus at a Tertiary care center. National journal of laboratory medicine. 2013 Sep;2(3):16-19.

22. Ariwijaya M, Suwitra K. Prevalensi, karakteristik dan faktor-faktor yang terkait dengan infeksi saluran kemih pada penderita diabetes melitus yang rawat inap. Jurnal Penyakit Dalam. 2007;8(2):112–27.

23. Sudhana, I.W. Pathogenesis Infeksi Saluran Kemih. Dalam The 11th Jakarta Nephrology and Hypertension Course. Editor Dharmeizar, G. Nainggolan, A. Lydia. Edisi 1. PERNEFRI. Jakarta. 2011.

Gambar

Tabel 3. Perbedaan kejadian BAS antara DM tipe 2 terkontrol  dengan DM tipe 2 tidak terkontrol
Tabel 5. Perbedaan kejadian BAS pada Pasien Wanita antara DM tipe 2 terkontrol  dengan DM tipe 2 tidak terkontrol

Referensi

Dokumen terkait

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

Pada bagian ini akan ditentukan bilangan reproduksi dasar, titik setimbang bebas penyakit, titik setimbang endemik, dan ditentukan kestabilan lokal dari titik setimbang

[r]

This paper proposes the implementation of a three-phase active power filter together with a decoupling reactor in series with the load operated to directly control the AC grid

[r]

Berdasarkan Gambar 4.3 didapatkan bahwa pemberian stimulasi arus listrik selama 15 menit dengan variasi tegangan pulsa 50, 60, 70, dan 80 volt memberikan pengaruh terhadap

Perlu untuk dipahami juga bahwa kawasan dasar laut internasional ini merupakan kawasan dasar laut/samudera dalam yang terletak di luar landas kontinen dan berada

Sebelum melaksanakan praktek mengajar, praktikan membuat RPP sesuai dengan kompetensi yang akan diajarkan. Praktikan mendapat kesempatan untuk mengajar menggunakan