• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Pendekatan Saintifik dan Normatif dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Pendekatan Saintifik dan Normatif dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

193

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DAN NORMATIF

DALAM PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK

DI MADRASAH IBTIDAIYAH

Mundir

Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Jember mundzirrosyadi@gmail.com

Learning paradigm shift mandates the learning process that truly empower, explore the creativity of students during fun and innovative learning. 2013 Curriculum (K-13) recommending scientific approach as an approach in any learning is realized in the form of active learning, including Aqidah Akhlak learning. This study focus on how planning of scientific and normative approach in Aqidah Akhlak learning in elementary school, how to apply and how to evaluate learning? With a naturalistic approach and case study, the results showed the following results: 1) Planning of learning that are intra-curricular carried out in the form of lesson plan (RPP) K-13 version and school-based curriculum (KTSP) conditionally, while planning extra-curricular learning to do since the beginning of the first semester. 2) Practice learning to use a scientific approach, the normative approach, and the approach to practice. 3) Learning evaluation conducted on the readiness of students in the learning process, the learning process and learning outcomes, with authentic and holistic approach to assessmen.

Kata Kunci: pendekatan saintifk dan normatif, pembelajaran aqidah akhlak

……….………... Pendahuluan

Aqidah-Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran rumpun Pendidikan Agama Islam (selanjutnya disingkat PAI) yang mempelajari tentang keyakinan atau rukun iman. Objek kajian ini dikaitkan dengan pengenalan dan penghayatan terhadap nama-nama Allah SWT, serta penciptaan suasana keteladanan dan pembiasaan dalam mengamalkan akhlak mulia atau akhlak yang baik, dan adab Islami melalui pemberian contoh-contoh perilaku yang baik dan cara mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara substansial mata pelajaran Aqidah-Akhlak memiliki kontribusi dalam

memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan al-akhlakul karimah dan adab Islami dalam kehidupan sehari-hari sebagai manifestasi dari keimanannya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta Qada dan Qadar. Al-akhlak al-karimah ini sangat penting untuk dipraktikkan dan dibiasakan sejak dini oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam rangka mengantisipasi dampak negatif era globalisasi dan krisis multidimensi yang melanda bangsa dan negara Indonesia.

Dalam Peraturan Menteri Agama RI No. 912 tahun 2013 tentang Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab (Kemenag,

▸ Baca selengkapnya: soal aqidah akhlak kelas 1 madrasah diniyah

(2)

194

2013: 38) dijelaskan bahwa mata pelajaran Akidah-Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk membekali peserta didik dalam hal-hal berikut: a) Menumbuh-kembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang aqidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. b) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam.

Mata Pelajaran Akidah-Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah merupakan gabungan dari materi aqidah dan materi akhlak. Materi aqidah lebih menekankan pada aspek keyakinan dan ketuhanan. Aspek ini sering disebut dengan sikap spiritual (kecerdasan spiritual), atau disebut kompetensi inti-1, KI). Sedangkan materi akhlak lebih menekankan pada aspek perilaku sebagai bentuk manifestasi dari keyakinan dan ketuhanan, yang mengkondisikan lahirnya sikap sosial (kecerdasan sosial), atau sering disebut kompetensi inti-2, KI-2).

Apabila pendidik berhasil menanamkan aqidah yang kokoh kepada peserta didik sejak dini (sekolah tingkat dasar, madrasah ibtidaiyah) melalui pembelajarannya, maka akhlak (perilaku) peserta didik akan menjadi mulia (baik) karena baik dan buruknya akhlak (perilaku) peserta didik sangat dipengaruhi oleh kualitas aqidahnya. Aqidah merupakan urusan hati yang bersifat abstrak dan tidak dapat diobservasi, namun indikasinya dapat dilihat dari akhlak (perilaku). Oleh karena itu, akhlak memiliki korelasi yang kuat dengan aqidah. Apabila aqidah (dalam hati) kokoh atau kuat, maka akhlak (perilaku) menjadi mulia atau baik, begitu pula sebaliknya. Inilah yang pernah disampaikan

oleh Rasulullah Muhammad saw. melalui Haditsnya (Nawawi, 2010: 23).

Akidah, keyakinan atau keimanan ada di dalam hati dan merupakan dasar atau pondasi dalam beragama. Pengamalan terhadap syariah atau fikih dalam bentuk ibadah/muamalah dan akhlak/perilaku senantiasa berangkat dari akidah, karena pengamalan tersebut merupakan manifestasi dan konsekuensi dari keyakinan dan keimanan. Akhlak merupakan sikap hidup dan kepribadian hidup manusia, yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (ibadah mahdloh) dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (ibadah

ghoiru mahdloh). Sikap hidup dan

kepribadian hidup mansia akan terijawantahkan dalam sistem kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan/ seni, ilmu

pegetahuan dan teknologi,

olahraga/kesehatan, dan lain-lain) yang dilandasi oleh akidah yang dimiliki. Apabila akidah kokoh, maka pengamalan ibadahpun menjadi kuat dan istiqomah, baik ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah maupun yang berhubungan dengan sesame manusia.

Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Dengan memprogram mata pelajaran Akidah Akhlak di MI, pemerintah bermaksud membangun keimanan yang kokoh bagi peserta didik sebagai dasar untuk berperilaku kepada Allah SWT dan kepada sesama manusia. Pertanyaan sekarang adalah, bagaimana cara membangun keimanan yang kokoh tersebut bagi para peserta didik? Apakah keimanan itu dibangun melalui pembelajaran dengan pendekatan saintifik (ilmiah, pendekatan berbasis proses keilmuan), dengan cara mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan sebagaimana amanah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103

(3)

195 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada

Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Pasal 2 Ayat 8. Ataukah keimanan itu dibangun dengan pendekatan normatif (agama) dengan cara menjelaskan sebuah fenomena alam melalui dalil nash al-Qur’an atau Hadits. Ataukah dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut secara komplemnenter? Begitu juga halnya dengan upaya membiasakan akhlak yang mulia, haruskah pembiasaan itu dilakukan melalui pendekatan saintifik, melalui pendekatan normatif, atau dengan kedua pendekatan tersebut secara komplemnenter?

Pada tataran praktis, kadangkala masih ditemukan hambatan ketika pendekatan saintifik diterapkan secara bedampingan dengan pendekatan normatif dalam menjelaskan sebuah pengetahuan (termasuk persoalan akidah atau keyakinan/keimanan, dan akhlak atau perilaku). Sebab kedua pendekatan tersebut memiliki metode berfikir yang berbeda. Pendekatan saintifik, dengan basis filsafat mengedepankan logika empirisme, sehingga sesuatu yang dikatakan benar adalah sesuatu yang dapat diukur berdasarkan rasio dan dapat dibuktikan secara empiris. Sebaliknya, pendekatan normatif yang berbasis kepada ajaran agama menyatakan bahwa yang benar adalah sesuatu yang secara normatif memang dikatakan benar oleh ajaran agama (Karwadi, 2008: 517).

Perbedaan pendekatan ini memunculkan perdebatan panjang antara pendukung keduanya. Bahkan masing-masing kelompok terjebak pada kesempitan subyektivitasnya, saling mengklaim kebenaran dan saling menyerang. Kaum saintifik memandang bahwa kebenaran normatif (agama) adalah kebenaran imajiner dan tidak lebih dari mimpi, sementara kaum normatif (agama) memandang bahwa kebenaran saintifik adalah kebenaran materi yang tidak dapat mengantarkan pada kebahagiaan hakiki. Namun akhir-akhir ini,

muncul pandangan perlunya

menyandingkan pendekatan saintifik dengan pendekatan normatif dalam pembelajaran demi pemantapan aqidah dan pembiasaan akhlak. Persoalan aqidah (keyakinan, keimanan) ternyata tidak saja dapat didekati dengan pendekatan normatif, namun juga dapat didekati dengan pendekatan saintifik. Begitu pula persoalan pembiasaan terhadap akhlak mulia, juga dapat didekati dengan kedua pendekatan tersebut. Menghadirkan pendekatan saintifik di sisi pendekatan normatif dalam pembelajaran Aqidah Akhlak merupakan sebuah upaya untuk memantapkan keyakinan/keimanan yang tidak saja dapat diterima dan diyakini oleh hati nurani, namun juga dapat diterima oleh logika atau rasio.

Lebih jauh apabila dilakukan penelusuran kepustakaan terhadap hasil penelitian yang terkait dengan pembelajaran Aqidah Akhlak, ternyata banyak pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran Aqidah dan Akhlak, di antaranya adalah pendekatan moral reasoning (pertimbangan moral), pendekatan sains, integrasipendekatan sains danagama, pendekatan qalbu, rasio, dan keteladanan, pendekatan pembiasaan, keteladanan, dan pemberian pahala atau sanksi

(rewardorpunishment).Sejumlah pendekatan

ini merupakan hasil penelusuran terhadap penelitian terdahulu yang terungkap dalam sub bab Telaah Pustaka.

Madrasah Ibtidaiyah Nurul Athhar dusun Kebonsari desa Benculuk dan Madrasah Ibtidaiyah Al Fatah desa Sraten kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu Madrasah Ibtidaiyah yang berada di daerah pedesaan yang telah menggunakan kurikulum 2013 (K-13) untuk kelas I dan kelas IV semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015, namun pada semester genap kembali menggunakan kurikulum KTSP.Hal ini dilakukan dalam rangka mematuhi Permendikbud RI No. 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum

(4)

196

Tahun 2006 Dan Kurikulum 2013, Pasal 1, yaitu satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang melaksanakan Kurikulum 2013 sejak semester pertama tahun pelajaran 2014/2015 kembali melaksanakan Kurikulum Tahun 2006 mulai semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada ketetapan dari Kementerian untuk melaksanakan Kurikulum 2013.

Menurut penuturan guru kelas I dan IV, pembelajaran Aqidah Akhlak sejak masih menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) diupayakan senantiasa menggunakan strategi pembelajaran aktif, bahkan sejatinya sudah menggunakan pendekatan saintifik di samping pendekatan normatif. Hanya saja pendekatan saintifik dimaksud langkah-langkahnya tidak serinci seperti yang terdeskripsikan pada K-13 yang menggunakan langkah 5 M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba, menalar/ mengasosiasi, dan mengomunikasi-kan). Langkah 5 M ini dapat ditelusuri dalam Permendikbud RI No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Hasil wawancara awal dengan En Hasanah Idris, S.Pd.I (guru Aqidah Akhlak kelas I ) dan Aslihah, S.Pd.I (guru Aqidah Akhlak kelas IV), Senin, 20 Juli 2015 menginformasikan kondisi pembelajaran Aqidah Akhlak sebagai berikut. Guru Aqidah Akhlak mencoba menjelaskan rukun iman (untuk kelas I) dan indahnya nama-nama Allah al-Asmau al-Husna (kelas IV) berdasarkan teks ayat al-Qur’an dan Hadits disertai dengan contoh realitas keimanan

dan al-Asmau al-Husna dalam kehidupan

sehari-hari yang rasional dan dapat dipahami oleh peserta didik.

Setelah K-13 digunakan dalam pembelajaran Aqidah Akhlak, maka pendekatan saintifik menjadi lebih terarah, terrinci, jelas, dan melengkapi pendekatan normatif yang selama ini sudah dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut,

penelitian kali ini mengambil judul penerapan pendekatan saintifik dan normatif dalam pembelajaran aqidah akhlak di Madrasah Ibtidaiyah.

Metode Penelitian Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian studi fenomenologi. Pendekatan kualitatif jenis fenomenologi digunakan dengan pertimbangan bahwa penelitian ini dilakukan pada latar alamiah, untuk mengungkap pengalaman guru Aqidah Akhlak yang sangat pribadi dan laten yang sangat mungkin berbeda dari satu guru ke guru yang lain, menggunakan manusia sebagai instrumen utama, dan lebih mementingkan proses dari pada hasil (Bogdan, R. &Biklen, S.K. 1992). Studi fenomenoogi dipilih dengan pertimbangan penelitian dapat dilakukan secara fleksibel (lentur) sesuai temuan di lapangan, dan memungkinkan adanya upaya menetapkan karakteristik yang holistik.

Subyek Penelitian

Subjek penelitian kali ini adalah guru mata pelajaran Aqidah Akhlak di MI Nurul Athhar dusun Kebonsari desa Benculuk dan MI Al Fatah desa Sraten kecamatan Cluring kabupaten Banyuwangi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa di kedua lembaga pendidikan ini, guru Aqidah Akhlak telah mencoba menerapkan K-13 (kurikulum 2013) dan (KTSP) kurikulum 2016) dalam proses pembelajaran. Di samping guru, yang menjadi subjek penelitian adalah kepala sekolan kedua madrasah tersebut.

Khusus K-13 tetap dilaksanakan sampai sekarang oleh guru Aqidah Akhlak

(5)

197 di MI Al Fatah, sementara itu guru Aqidah

Akhlak di MI Nurul Athhar pernah melaksanakan K-13 pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015 dan kembali menggunakan KTSP pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini merupakan keunikan dan keistimewaan yang dimiliki kedua madrasah tersebut. Berikut ini adalah nama-nama informan yang manjadi sumber data sekaligus subyek penelitian.

Kehadiran Peneliti

Peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan instrumen utama di samping instrumen yang lain. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di sini sengaja diinformasikan kepada pihak-pihak terteliti (subyek penelitian) dalam rangka membangun komunikasi intensif dengan mereka. Sehingga data yang diperlukan terkait dengan fokus penelitian dapat terkumpul secara maksimal. Kehadiran

Peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti

bertindak sebagai instrumen utama yaitu sebagai pelaksana, pengamat, dan sekaligus sebagai pengumpul data tanpa bantuan orang lain.

Kehadiran peneliti disamping sebagai instrumen juga menjadi faktor penting dalam seluruh kegiatan penelitian. Karena kedalaman serta ketajaman analisis data tergantung pada peneliti. Peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan instrumen utama di samping instrumen yang lain. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di sini sengaja diinformasikan kepada pihak-pihak terteliti (subyek penelitian) dalam rangka membangun komunikasi intensif dengan mereka. Sehingga data yang diperlukan terkait dengan fokus penelitian dapat terkumpul secara maksimal.

Sumber Data

Data yang dikumpulkan berasal dari sejumlah informan yang ditentukan dengan teknik purposive sampling. Mereka adalah kepala madrasah dan guru Aqidah Akhlak kelas I dan IV di MI Nurul Athhar Kebonsari Benculuk Cluring Banyuwangi dan MI Al Fatah Sraten Cluring Banyuwangi.

Data yang dikumpulkan meliputi data tentang: bagaimana perencanaan pendekatan saintifik dan normatif dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di MI Nurul Athhar dan MI Al Fatah? bagaimana penerapan pendekatan saintifik dan normatif dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di MI Nurul Athhar dan MI Al Fatah? dan bagaimana evaluasi pembelajaran aqidah akhlak yang menggnakan pendekatan saintifik dan normatif di MI Nurul Athhar dan MI Al Fatah?

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi non-partisipan, wawancara, dan metode dokumenter. Semua metode tersebut digunakan untuk mengumpulkan data terkait dengan perencanaan pendekatan saintifik dan normatif dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah, penerapan pendekatan saintifik dan normatif dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah, dan evaluasi pembelajaran Aqidah Akhlak yang menggunakan pendekatan saintifik dan normatif di Madrasah Ibtidaiyah.

Analisis Data dan Uji Keabsahan Data Teknik analisis data penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif interaktif model Miles dan Huberman.

(6)

198

Teknik ini terdiri atas pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles, M.B. &Huberman, A.M. 1992: 18).

Uji keabsahan data dilakukan dalam rangka meyakinkan pembaca bahwa temuan penelitian ini adalah berkenaan dengan perencanaan pendekatan saintifik dan normatif dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Athhar dan MI Al Fatah, penerapan pendekatan saintifik dan normatif dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah, dan evaluasi pembelajaran aqidah akhlak yang menggnakan pendekatan saintifik dan normatif di Madrasah Ibtidaiyah.

Dengan demikian, jika penelitian ini diulang kembali, akan menghasilkan temuan dan kesimpulan yang sama atau mendekati sama. Bahkan lebih dari itu, temuan penelitian ini benar-benar berdasarkan apa yang ditemukan di lapangan, bukan karena bias, motivasi, kepentingan, dan perspektif peneliti.

Hasil Penelitian

Berdasarkan paparan data di atas, dapat dapat dipaparkan hasil penelitian sebagai berikut:

Aspek Perencanaan

1. Memperhatikan materi pelajaran Aqidah Akhlak yang ada dalam buku paket (yang disusun berdasarkan kurikulum 2013 atau K-13 maupun kurikulum KTSP). Selanjutnya materi tersebut dikaji dan dicermati untuk menentukan kemungkinan pendekatan pembelajaran yang tepat antara pendekatan santifik atau normatif.

2. Memperhatikan RPP yang sudah ada di dalam buku paket K-13 atau RPP

bendelan untuk dipelajari dan dicermati, dan selanjutnya dijadikan dasar untuk melakukan pembelajaran dan dituangkan dalam bentuk RPP yang tercetak (dalam bentuk print out).

3. Pada suatu ketika apabila guru tidak sempat melakukan penyusunan RPP dalam bentuk RPP yang tercetak (dalam bentuk print out), maka guru cukup membaca dan mencermati RPP yang ada di dalam buku paket K-13 atau RPP yang terbedel, untuk dijadikan dasar untuk mengajar. Sementara itu RPP baru disusun setelah pelaksanaan pembelajaran berlalu.

4. Merencanakan praktik materi Aqidah Akhlak sejak awal semester ganjil. Praktik tersebut dalam bentuk datang pagi tepat waktu, s}olat d}uha berjamaah, mengaji TPQ, membaca

al-Asmau al-Husna, berjabat tangan dengan

dewan guru, dan sholat dhuhur berjamaah

Aspek Pelaksanaan

1. Pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik dipilih untuk pembelajaran Aqidah Akhlak dengan materi yang cenderung bisa atau mudah dijelaskan secara rasional dengan menggunakan tahapan 5 M, yaitu tahap mengamati,

menanya, mengumpulkan

informasi/mencoba, menalar/mengaso-siasi, dan tahap mengkomunikasikan. Guru Aqidah Akhlaklah yang mengetahui materi mana yang cenderung bisa atau mudah dijelaskan secara rasional atau tidak.

2. Pendekatan normatif. Pendekatan normatif dapat dipandang sebagai kebalikan pendekatan saintifik yang dapat dipandang sebagai pendekatan yang saling melengkapi. Pendekatan normatif diterapkan pada pembelajaran Aqidah Akhlak yang materinya

(7)

199 menuntut untuk dijelaskan secara

normatif, dogmatis, apa adanya, atau secara tekstual.

3. Pendekatan Praktik. Pendekatan praktik merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek pengamalan materi Aqidah Akhlak dalam kehidupan sehari-hari yang dimulai dari lingkungan sekolah. Dengan harapan, kebiasaan pengamalan ini akan berlanjut dalam kehidupan di dalam keluarga dan di tengah-tengah masyarakat

Aspek Evaluasi

1. Evaluasi pembelajaran Aqidah Akhlak dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik dan normatif di Madrasah Ibtidaiyah dilakukan dalam bentuk test dan nontest. Test dilakukan untuk mengukur kemampuan kognitif sementara nontest digunakan untuk mengukur kemampuan afektif dan psikomotorik.

2. Penerapan evaluasi dengan instrument test dan nontest terhadap siswa, sejak dari kesiapan mereka dalam mengikuti pembelajaran, selama proses pembelajaran hingga hasil akhir pembelajaran, baik dalam bentuk kogntif, afektif, maupun psikomotorik. Inilah sejatinya yang disebut penilaian dengan pendekatan otentik atau otentic

assessment.

Pembahasan

Perencanaan Pendekatan Saintifik dan Normatif Sebuah Pendekatan pembelajaran tentu ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan, yang salah satunya adalah karakteristik mata pelajaran dan siswa, serta kompetensi dasar. Mata pelajaran Aqidah

Akhlak diketahui sebagai mata pelajaran yang sangat membutuhkan praktik di dalam kehidupan nyata, di samping tentang penjelasan yang rasional (saintifik) ataupun normatif. Dengan demikian, perencanaan pembelajaranpun juga harus mempertimbangkan kompetensi dasar yang telah ditentukan, yang salah satunya adalah menunjukkan prilaku beriman kepada enam rukun Iman (Kementerian Agama RI, 2014: 5).

Perencanaan pembelajaran juga mempertimbangkan materi Aqidah Akhlak dari aspek kemungkinan akan penerapan pendekatan saintifik, normatif, atau praktik. Perencanaan pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik diterapkan pada materi-materi yang memang membutuhkan penjelasan secara rsional dan contoh-contoh riil dalam kehidupan sehari-hari. Perencanaan ini sejalan dengan hasil penelitian Syahril Umamit dengan judul Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN)

Yogyakarta II (2009). MIN Yogyakarta II ini

menggunakan pendekatan pendekatan pendekatan qalbu, rasio, dan keteladanan dalam pembelajarannya (Umamit, S. 2009: v).

Perencanaan pembelajaran adalah rambu-rambu yang harus dipatuhi atau dijadikan dasar bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran. Apabila perencanaan pembelajaran telah ditetapkan menggunakan pendekatan saintifik, normatif, dan praktik, maka pelaksanaan pembelajaran pun juga harus menggunakan ketiga pendekatan tersebut secara fleksibel dan kondisional.

Perlu dicermati pula bahwa pembelajaran Aqidah Akhlak merupakan salah satu pembelajaran yang diprediksi dapat memfasilitasi terwujudnya manusia ahli di bidang agama Islam dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan

(8)

200

keagamaan Islam, yang tercantum dalam Peraturan Menteri Agama No. 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, pasal 1, ayat 1, dan pasal 2 (a, b, c) sebagai berikut, yaitu menanamkan kepada peserta didik untuk memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.; mengembangkan kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan/atau menjadi muslim yang dapat mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari; dan mengembangkan pribadi akhlakul karimah bagi peserta didik yang memiliki kesalehan individual dan sosial dengan menjunjung tinggi keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, persaudaraan sesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah), rendah hati (tawadlu), toleran (tasamuh), keseimbangan (tawazun), moderat (tawasuth), keteladanan (uswah), pola hidup sehat, dan cinta tanah air.

Perencanaan pada dasarnya merupakan antisipasi, memprediksi, dan mempersiapkan berbagai hal yang akan dilakukan. Dalam ayat al-Qur’an, Surat al Hasyr ayat 18. Dalam hadis Nabi Saw. terdapat beberapa hadits terkait dengan perencanaan dan atau persiapan. Di atantaranya adalah hadis tentang perlunya melakukan persiapan saat sehat untuk kepentingan saat sakit, dan persiapan saat di dunia untuk kepentingan nanti diakhirat.

Perencanaan adalah proses menetapkan sasaran atau tujuan yang ingin dicapai dan menetapkan strategi dan sumber yang akan digunakan untuk mencapai sasaran atau tujuan tersebut. Perencanaan merupakan tindakan menetapkan segala sesuatu yang akan dikerjakan, strategi untuk mengerjakannya, dan siapa yang harus mengerjakannya. Perencanaan yang dilakukan oleh MI Nurul Athhar dan Al Fatah kiranya sudah memenuhi elemen-elemen yang harus ada dalam sebuah perencanaan, yaitu: mengidentifikasikan kebutuhan,

mendokumentasikan kebutuhan, menentukan kebutuhan yang perlu diperoleh, spesifikasi rinci hasil yang dicapai tiap kebutuhan yang diprioritaskan, identifikasi strategi alternatif yang mungkin dan alat untuk melengkapi setiap persyaratan dalam mencapai tiap kebutuhan, termasuk di dalamnya berinci keuntungan dan kerugian tiap strategi dan alat yang dipakai (Haryanto,2003: 2).

Hasil penelitian terkait dengan perencanaan ini terdapat dua jenis perencanaan, perencanaan terkait dengan kegiatan pembelajaran yang bersifat ekstra keagamaan (pembelajaran di luar ruang kelas) dan perencanaan terkait dengan kegiatan pembelajaran yang bersifat intra keagamaan (pembelajaran di dalam ruang kelas). Jenis perencanaan jenis yang pertama (kegiatan ekstra keagamaan) di susun bersama antara kepala Madrasah dengan dewan guru. Sedangkan perencanaan jenis yang kedua (kegiatan intra keagamaan) disusun oleh guru (dalam hal ini adalah guru Aqidah Akhlak). Khusus perencanaan kegiatan intra keagamaan disusun dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tersebut disusun dengan mempertimbangkan langkah-langkah penyusunan yang direkomendasikan oleh Permendikbud nomor 103 Tahun 2014 (Mendikbud, 2014: 9) sebagai berikut: 1) Pengkajian silabus meliputi: (a) KI dan KD; (b) materi pembelajaran; (c) proses pembelajaran; (d) penilaian pembelajaran; (e) alokasi waktu; dan (f) sumber belajar; 2) Perumusan indikator pencapaian KD pada KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4; 3) Materi Pembelajaran dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks pembelajaran dari lingkungan sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial; 4) Penjabaran kegiatan pembelajaran yang ada pada

(9)

201 silabus dalam bentuk yang lebih operasional

berupa pendekatan saintifik disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan satuan pendidikan termasuk penggunaan media, alat, bahan, dan sumber belajar; 5) Penentuan alokasi waktu untuk setiap pertemuan berdasarkan alokasi waktu pada silabus, selanjutnya dibagi ke dalam kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup; 6) Pengembangan penilaian pembelajaran dengan cara menentukan lingkup, teknik, dan instrumen penilaian, serta membuat pedoman penskoran; 7) Menentukan strategi pembelajaran remedial segera setelah dilakukan penilaian; dan 8) Menentukan Media, Alat, Bahan dan Sumber Belajar disesuaikan dengan yang telah ditetapkan dalam langkah penjabaran proses pembelajaran.

Penerapan Pendekatan Saintifik dan Normatif Proses pembelajaran merupakan emplementasi dari perencanaan yang telah disusun sebelumnya dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hanya saja RPP ini lazimnya dipersiapkan untuk pembelajaran di dalam kelas, sekalipun pada realitasnya bisa juga pembelajaran dilakukan di luar kelas. Namun secara lebih luas, pembelajaran dapat dikembangkan dan dapatdirancang secara fleksibel dengan mengakomodasi berbagai tujuan pembelajaran yang ada pada mata pelajaran serumpun atau yang memiliki kesamaan dalam mengedepankan praktik amaliyah atau pengmalan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, praktik pembelajaran Aqidah Akhlak dapat dikolaborasikan dengan pelajaran yang lain semisal al-Qur’an H\adis, Fiqh, dan Sejarah Kebudayaan Islam.

Khusus pembelajaran di dalam kelas, pendekatan yang digunakan dapat berupa pendekatan saintifik dan atau pendekatan normatif, dan dapat pula pendekatan

praktik. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga pendekatan tersebut sudah pernah diterapkan di sebuah sekolah tepatnya adalah pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Yogyakarta II(2009). Hanya saja pendekatan yang digunakan berdasarkan hasil penelitian menggunakan istilah pendekatan pendekatan qalbu, rasio, dan keteladanan (Umamit, S. 2009: v).

Begitu pula terkait dengan pembelajaran yang dikemas dan dilaksanakan di luar kelas, dan bahkan sudah direncanakan dan dilaksanakan sejak awal semester ganjil dalam bentuk pembiasaan dan keteladanan, juga sudah pernah dilakukan penelitian. Bahkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran Aqidah Akhlak lebih luas tidak hanya diterapkan melalui pembiasaan dan keteladanan, namun juga melalui pemberian pahala atau rewarddan sanksi atau punishment(Sylviyanah, S. 2012).

Dua hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, normatif, dan praktik, secara subtantif sudah pernah dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam yang lain selain Madrasah Ibtidaiyah Nurul Athhar dan Al-Fatah. Hal ini juga berarati bahwa pendekatan pembelajaran yang dipilih dan diterapkan oleh kedua Madrasah Ibtidaiyah tersebut telah diterapkan oleh lembaga lain dan sejalan dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan kelembagaan Islam yang tercantum dalam Peraturan Menteri Agama No. 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam pasal 1, ayat 1, dan pasal 2 ayat a, b, dan c.

Penerapan Pendekatan Saintifik dan Normatif dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah sebagaimana dipaparkan di atas, telah memperhatikan rambu-rambu yang direkomendasikan oleh Permendikbud nomor 103 tahun 2014 tentang pelaksanaan pembelajaran.

(10)

202

Evaluasi Pembelajaran

Penggunaan test dan nontest dalam evaluasi proses dan hasil pembelajaran tersebut menggambarkan tentang bagaimana penerapan penilaian dengan menggunakan pendekatan otentik (authentic

assesment). Penilaian dengan pendekatan

otentik berupaya melakukan penilaian terhadap siswa dari aspek kesiapan, proses, dan hasil belajarnya secara menyeluruh dan utuh (holistic). Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar siswa atau bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Hasil penilaian otentik selanjutnya dapat digunakan untuk merencanakan program perbaikan (remedial), pengayaan

(enrichment), atau pelayanan konseling.

Selain itu, hasil penilaian otentik dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan menggunakan angket, observasi, catatan anekdot, dan refleksi. Hal ini dapat diperhatikan dari Permendikbud tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013: 11).

Kesimpulan Aspek Perencanaan

1. Memperhatikan materi pelajaran Aqidah Akhlak yang ada dalam buku paket (yang disusun berdasarkan K-13 maupun KTSP) untuk selanjutnya dikaji

kemungkinan pendekatan pembelajaran yang tepat antara pendekatan santifik atau normatif.

2. Memperhatikan RPP yang sudah ada di dalam buku paket K-13 atau RPP bendelan untuk dipelajari dan dicermati, dan selanjutnya dijadikan dasar untuk melakukan pembelajaran dan dituangkan dalam bentuk RPP yang tercetak (dalam bentuk print out).

3. Pada suatu ketika apabila guru tidak sempat melakukan penyusunan RPP dalam bentuk RPP yang tercetak (dalam bentuk print out), maka guru cukup membaca dan mencermati RPP yang ada di dalam buku paket K-13 atau RPP yang terbedel, untuk dijadikan dasar untuk mengajar. Sementara itu RPP baru disusun setelah pelaksanaan pembelajaran berlalu.

4. Merencanakan praktik materi Aqidah Akhlak sejak awal semester ganjil. Praktik tersebut dalam bentuk datang pagi tepat waktu, s}olat d}uha berjamaah, mengaji TPQ, membaca

al-Asmau al-Husna, berjabat tangan dengan

dewan guru, dan sholat dhuhur berjamaah.

Aspek Penerapan

1. Pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik

dipilih untuk pembelajaran Aqidah Akhlak dengan materi yang cenderung bisa atau mudah dijelaskan secara rasional dengan menggunakan tahapan 5 M, yaitu tahap mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan tahap mengkomunikasikan. Guru Aqidah Akhlaklah yang mengetahui materi mana yang cenderung bisa atau mudah dijelaskan secara rasional atau tidak.

2. Pendekatan normatif. Pendekatan normatif

dapat dipandang sebagai kebalikan pendekatan saintifik yang dapat

(11)

203 dipandang sebagai pendekatan yang

saling melengkapi. Pendekatan normatif diterapkan pada pembelajaran Aqidah Akhlak yang materinya menuntut untuk dijelaskan secara normatif, dogmatis, apa adanya, atau secara tekstual.

3. Pendekatan Praktik. Pendekatan praktik

merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek pengamalan materi Aqidah Akhlak dalam kehidupan sehari-hari yang dimulai dari lingkungan sekolah. Dengan harapan, kebiasaan pengamalan ini akan berlanjut dalam kehidupan di dalam keluarga dan di tengah-tengah masyarakat.

Aspek Evaluasi

1. Evaluasi pembelajaran Aqidah Akhlak yang menggunakan pendekatan saintifik dan normatif di Madrasah Ibtidaiyah dilakukan dalam bentuk test dan nontest.

2. Test dilakukan untuk mengukur kemampuan kognitif sementara nontest digunakan untuk mengukur kemampuan afektif dan psikomotorik. Test dilakukan pada waktu test formatif, sumatif, UTS dan UAS.

3. Sementara itu nontest banyak dilakukan dalam bentuk wawancara dan observasi terhadap praktik atau pengamalan materi Aqidah Akhlak dalam bentuk kehadiran di Madrasah, kedisiplinan dalam berbaris di halaman madrasah sebelum masuk kelas, membaca

al-Asmau al-Husna, sholat dluha berjamaah

dan sholat dhuhur berjamaah.

4. Penggunaan test dan nontest dalam evaluasi proses dan hasil pembelajaran tersebut menggambarkan tentang bagaimana penerapan penilaian dengan menggunakan pendekatan otentik

(authentic assesment).

5. Penilaian dengan pendekatan otentik berupaya melakukan penilaian terhadap siswa dari aspek kesiapan, proses, dan hasil belajarnya secara menyeluruh dan utuh (holistic).

Daftar Pustaka

Arifuddin, A. (2008). Pendidikan aqidah melalui pendekatan sains (telaah materi buku mengenal allah lewat akal karya

harun yahya). Yogyakarta: Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Assegaf, A. R. (2014). Integrasi sain-sosial dalam pembejaran pendidikan agama

Islam. Artikel pada Seminar Nasional

tanggal 15-16 Oktober 2014 oleh PPs UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prodi PI.

Azhar, M. (2009). Metode islamic studies: studi komparatif antara islamization of knowledge dan scientification of Islam. Artikel dalam Jurnal

Mukaddimah, Vol. XV, No. 26 Januari –

Juni. Yogyakarta: Kopertais Wilayah III.

Bogdan, R., & Biklen, S. K. (1992). Qualitataive research for education: an instroduction to theory and methods. Boston: Allyn and Bacon

Haryanto. (2003). Perencanaan pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hidayat, M. (2014). Pendekatan integratif-interkonektif: tinjauan paradigmatik dan implementatif dalam pembelajaran pendidikan agama islam. Artikel dalam jurnal TA’DIB, Vol. XIX, No. 02, Edisi November 2014. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Karwadi. (2008). Integrasi paradigma sains dan agama dalam pembelajaran aqidah (ketuhanan): telaah tcoritis dari perspektif kurikulum integratif. Artikel dalam Jurnal Penelitian

(12)

204

Kalijaga VOL XVII, NO. 3 September-Desember 2008, hal 516-536.

Kemenag RI. (2014). Peraturan menteri agama no. 13 tahun 2014 tentang pendidikan

keagamaan Islam. Jakarta: Kementerian

Agama RI.

Kemenag RI. (2014). Silabus mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab kurikulum 2013 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelas I dan IV. Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah Dirjen Pendis Kementerian Agama RI.

Lincoln, Y. S. & Guba, E. G. (1985).

Naturalistic inquiry. (Beverly Hills,

California: Sage.

Miles, M. B. dan Huberman, A. M. (1992).

Analisis data kualitatif. Buku Edisi

Terjemah Bahasa Indonesia oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UIP. Muti’ah, S. (2013). Implementasi pendekatan

moral reasoning (pertimbangan

moral)dalam pembelajaran aqidah akhlak di SMPIT Al Mukminun Ngrambe

Kabupaten Ngawi. Surakarta: Unmuh

Surakarta.

Nauli, P., & Sinambela, J. M. (2013).

kurikulum 2013 dan

implementasinya dalam

pembelajaran. Artikel dalam

Majalah/Jurnal Generasi Kampus

(Campus Generation). Volume 6,

Nomor 2, September 2013 April. Medan: Universitas Negeri Medan, 2013.

Nawawi, M. Y. (2010). Hadits arba’in

nawawiyah (Indonesia). Riyadh: Islam-

house.com.

Permenag Republik Indonesia Nomor 912. (2013). Kurikulum madrasah 2013 mata pelajaran pendidikan agama islam dan

Bahasa Arab. Jakarta: Kemenag RI.

Permendikbud Republik Indonesia Nomor 103. (2014). Pembelajaran pada

pendidikan dasar dan pendidikan

menengah. Jakarata: Kemendikbud RI.

Permendikbud Republik Indonesia Nomor 81A. (2013). Implementasi kurikulum. Jakarta: Kemendikbud.

Permendikbud RI Nomor 160. (2014). Pemberlakuan kurikulum tahun 2006

dan kurikulum 2013. Jakarta:

Kemendikbud RI.

Permendikbud RI Nomor 65. (2013). Standar

proses pendidikan dasar dan menengah.

Jakarta: Permendikbud.

Pujiani, T. (2014). Pendekatan saintifik dan

penilaian otentik. Yogyakarta: Spirit for

Education and Development

Rianto, M. (2006). Pendekatan, strategi, dan

metode pembelajaran. bahan ajar diklat

mata pelajaran PKn SMA jenjang dasar. Malang: Depdiknas Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan Penataran Guru IPS dan PMP.

Sagala, S. (2005). Konsep dan makna

pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

Sylviyanah, S. (2012). Pembinaan akhlak mulia pada sekolah dasar (studi deskriptif pada Sekolah Dasar Islam Terpadu Nur Al-Rahman). Artikel dalam Jurnal Tarbawi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Vol. 1 No. 3 September 2012

Umamit, S. (2009). Pembelajaran aqidah akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN)

Yogyakarta II. Tesis. Yogyakarta:

Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No 20. (2003). Sistem pendidikan nasional. Jakarta: Sekretaris Negara RI.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang serupa didapatkan pada studi pada remaja putri di India dimana tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan besi dengan kadar ferritin

45 Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk (i) mengetahui proses dalam merancang dan mengembangkan modul remedial biologi materi keanekaragaman hayati, (ii)

The activities were designed to include the selected content (tasks) the solution of which emphasized some of the operationalized skills of critical thinking (problem

Hasil uji iritasi pada kulit kelinci albino galur New Zealand menunjukkan bahwa sediaan gel antijerawat dengan kombinasi gelling agent Hidroksi Propil Metil Selulosa

Diharapkan aplikasi yang dibuat oleh penulis berupa simulasi identifikasi penyakit ternak sapi dapat membantu masyarakat secara umum maupun peternak secara khusus dalam

Menurut Kansil (2005), pemerintahan adalah cara/perbuatan memerintah yang dilakukan pemerintah tersebut akan menghasilkan tujuan pemerintahannya. Pemerintahan desa

yang digunakan untuk mengasah kepandaian anak melaui kegiatan menulis kreatif dan bereksperimen dengan kekuatan kata-kata Ini merupakan metode yang dipakai untuk

[r]