• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN KONSENTRAS (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN KONSENTRAS (1)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN KONSENTRASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

DI SMA NEGERI 9 MANADO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam

Oleh:

JOKO MANTU NIM: 08 2.3 113

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana. Sedangkan menurut Marimba, pendidikan yang berlangsung di sekolah bersifat sistematis, berjenjang, dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu, yang berlangsung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.1 Dalam proses kegiatan belajar di sekolah, guru adalah manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan.2 Dalam mengarahkan proses pembelajaran dan pengajaran di dalam kelas, guru tidak hanya menguasai metode dan teknik mengajar, akan tetapi penting juga kemampuan guru dalam meningkatkan atau menumbuhkan konsentrasi belajar siswa terutama dalam pembelajaran agama Islam.

Secara umum dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu upaya yang dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan.3 Dalam menguasai sejumlah pengetahuan tersebut sangat diperlukan konsentrasi. Tanpa konsentrasi siswa akan kesulitan menerima materi yang diberikan oleh guru. Sehingga tak dapat dipungkiri bahwa konsentrasi adalah faktor penting dalam belajar dan mendapatkan ilmu

1Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 152.

2Syaiful B Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif; Suatu Pendekatan

Teoritis P sikologis, (Cet.2; jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h. 1.

3

(3)

pengetahuan. Dan tentulah tanggung jawab seorang guru dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa di sekolah merupakan hal yang penting apalagi dalam mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam yang sudah terangkap dalam mata pelajaran Pendidikan agama Islam.

Sebagaimana Allah telah memerintahkan manusia untuk berkonsentrasi dan juga diam di saat sedang mendengarkan pembacaan ayat suci Al-Qur‟an, agar dapat memahaminya dengan baik.4 Hal ini tampak dalam surat Al-A‟raaf ayat 204:



























Terjemahnya :

Dan apabila dibacakan Al-Qur‟an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.(Q.S Al-A‟raaf:204)5 Dari ayat di atas sesungguhnya dapat dipahami jika dikaitkan dalam ranah pendidikan maka apapun yang sedang dilakukan dalam proses pembelajaran agar selalu terkonsentrasi pada apa yang sedang dipelajari. Kemudian, untuk mempermudah konsentrasi dan proses belajar, maka hendaknya dipaparkan terlebih dahulu makna-makna yang ada dalam setiap kalimatnya dengan cara yang sederhana. Selain itu, dapat dibandingkan dengan peristiwa nyata hingga dapat lebih dirasakan dan dipahami maksud dari ayat tersebut.6

4Musfir bin Said Az-Zahrani, Konseling Terapi, Penerjemah Sari Narulita & Miftahul Jannah

(Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 328.

5Kementerian Agama RI, Alquran dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia,

2012), h. 387.

6

(4)

Ini mengingat, khususnya dalam sudut pandang Islam, keberadaan anak dan proses pendidikannya merupakan amanat Ilahi.7 Tapi, tidak selamanya anak didik (siswa) fokus di kelas, memperhatikan pelajaran dengan seksama. Adakalanya mereka kehilangan konsentrasi dalam mengikuti pelajaran.8 Disinilah peran seorang guru dalam memahami ketidakkonsentrasian siswa pada mata pelajaran. Mulai dari memahami setiap gejala baik faktor internal yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan dan mental siswa juga faktor eksternal yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, ruangan kelas dll. Dengan demikian apa yang menjadi capaian dalam pembelajaran agama Islam akan bermanfaat bagi siswa dan bekalnya untuk kemudian hari. Peran penting seorang guru dalam meningkatkan konsentrasi siswa jika dapat diwujudkan oleh guru, maka kemungkinan besar akan memberikan hasil yang diharapkan. Apalagi dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI), yang merupakan upaya mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Tuhan kepada manusia.

Pendidikan agama Islam berkenaan dengan tanggung jawab bersama. Oleh sebab itu, usaha sadar dilakukan oleh guru mempengaruhi peserta didik dalam rangka pembentukan manusia beragama dan sebagai salah satu sarana pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan yang maha esa.9

Jadi tujuan pendidikan agama Islam yaitu membina manusia beragama yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik, sehingga tercermin

7Ibnu Hasan Najafi & Mohammed A. khalfan, Pendidikan dan Psikologi Anak, Penerjemah,

M. Anis Maulachena, (Jakarta: Cahaya 2006), h. 5.

8Ahmad Zuhdi Firdaus, Menja di Guru Idola , (Yogyakarta: Gen-K Publisher, 2010), h. 72. 9Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),

(5)

pada sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya yang dibina melalui pengajaran agama yang intensif dan efektif.

Pada setiap kegiatan belajar di sekolah, situasi belajar-mengajar yang efektif dan efisien terkadang belum terlaksana dengan baik. Hal ini terjadi, karena mungkin kurangnya peran guru dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa.

Dengan alasan yang telah disebutkan di atas, penulis mengajukan judul

tentang “Peran Guru Dalam Meningkatkan Konsentrasi Belajar Siswa Pada

Mata Pelajaran PAI Di SMA Negeri 9 Manado.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi dalam memperkaya pengetahuan mengenai dunia pendidikan terutama mengenai pentingnya meningkatkan konsentrasi belajar pada siswa di SMA Negeri 9 Manado khususnya pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peran guru dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMA Negeri 9 Manado?

2. Apa hambatan guru dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMA Negeri 9 Manado?

(6)

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Setiap aktifitas yang dilaksanakan memiliki target atau tujuan yang ingin dicapai begitu pula dalam penelitian ini.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui peran guru dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMA Negeri 9 Manado.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan guru dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMA 9 Manado.

3. Untuk mengetahui solusi apa saja yang diaplikasikan oleh guru dalam usaha meningkatkan konsentrasi belajar siswa.

Selain tujuan penelitian ini pun disadari oleh suatu kegunaan. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Mengharapkan penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran yang sangat berarti bagi peran guru dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran PAI.

2. Sebagai sumbangsih peneliti dalam memperkaya khasanah kepustakaan PAI pada khususnya dan pendidikan pada umumnya.

D.Definisi Operasional

Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu “Peran Guru Dalam Meningkatkan

Konsentrasi belajar siswa Pada mata Pelajaran PAI di SMA Negeri 9 Manado”

(7)

Guru ialah orang yang mata pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.10 Dalam hal ini yang dimaksud penulis adalah tenaga pengajar PAI yang ada di SMA Negeri 9 Manado.

Konsentrasi ialah pemusatan perhatian atau suatu tingkat perhatian yang tinggi.11 Sedangkan dalam kamus KBBI edisi baru konsentrasi merupakan pemusatan pemikiran/perhatian pada suatu hal.12 Yang dimaksudkan penulis yaitu kemampuan guru dalam meningkatkan konsentrasi pada materi pelajaran terutama mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.13

Pendidikan Agama Islam ialah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik (siswa) agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung dalam islam secara keseluruhan.

Bekenaan dengan definisi operasional di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana peran guru dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa dalam proses peembelajaran pendidikan agama Islam.

10Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , edisi IV (Jakarta: PT.

Gramedia Puataka Utama, 2008), h. 469.

11Sudarsono, Kamus Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), h. 124. 12

Daniel Heryono, Kamus Besar Bahasa Indonesia , edisi baru. (Jakarta: Tim Pustaka Pheonix, 2013 ), h. 476.

13Abdul Rahman Saleh & Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar; Dalam

(8)

mengangkat judul tentang “Peran Guru dalam Meningkatkan Konsentrasi

Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 9

Manado”

E. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian yang sejenis dan dapat dirujuk untuk merelevansikan penelitian penulis. Penelitian tentang meningkatkan konsentrasi belajar siswa yang penulis temukan, antara lain :

Istianah, dalam skripsinya meneliti tentang, P engaruh Sarapan Terhadap Konsentrasi Belajar Siswa di Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 20

Bekasi. Skripsi ini menjelaskan tentang penelitian yang bertujuan untuk menganalisis dan menelaah pengaruh sarapan terhadap konsentrasi belajar siswa di kelas, serta menjelaskan pentingnya sarapan sebelum melakukan aktivitas di pagi hari, dan untuk meningkatkan konsentrasi belajar siswa di kelas.14

Dewi Puspitorini, Pengaruh Perlakuan Orang Tua di Rumah Terhadap Konsentrasi Belajar di Sekolah pada Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Salatiga. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui perlakuan orang tua di rumah dan konsentrasi belajar di sekolah pada siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Salatiga tahun 2011. Dari penelitian ini dihasilkan rekomendasi bagi orang tua di rumah agar lebih memberikan perlakuan yang baik sehingga siswa dapat mengoptimalkan konsentrasi siswa dalam belajarnya di sekolah karena terbukti terdapat pengaruh yang

14Lihat Skripsi Istianah, Pengaruh Sarapan Terhadap Konsentrasi Belajar Siswa di Kelas

(9)

signifikan antara perlakuan orang tua di rumah terhadap konsentrasi belajar di sekolah.15

Nia Nurul Qomariyah, Meningkatkan Konsentrasi Belajar Siswa Kelas X-5 (Atlet) Dalam Memahami Mata Pelajaran Melalui Layanan Bimbingan Kelompok

Pada Siswa SMA NU Al Ma’ruf Tahun 2012/2013. Tujuan penelitian ini adalah

mendiskripsikan kondisi siswa sebelum dan sesudah diberikan treatment layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X-5 (atlet) SMA NU Al Ma‟ruf Kudus Tahun 2012/2013, dan memperoleh peningkatan konsentrasi belajar melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas X-5 (atlet) SMA NU Al Ma‟ruf Kudus Tahun 2012/2013.16

Kemudian penelitian skripsi yang dilakukan oleh Amalia Cahya Setiani,

Meningkatkan Konsentrasi Belajar Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada

Siswa Kelas VI SD Negeri 2 Karangcegak, Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran

2013/2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya dan keberhasilan dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa melalui layanan bimbingan kelompok. Manfaat penelitian ini memperkaya kajian tentang peningkatan konsentrasi belajar siswa melalui layanan bimbingan kelompok. Peningkatan konsentrasi belajar siswa berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi belajar siswa sebelum diberi layanan pada kriteria rendah (47,33%), dan setelah diberi layanan

15Dewi Puspitorini, Pengaruh Perlakuan Orang Tua di Rumah Terhadap Konsentrasi Belajar

di Sekolah pada Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Salatiga Tahun 2011, (Salatiga: STAIN Salatiga, 2011).

16Nia Nurul Qomariyah, Meningkatkan Konsentrasi Belajar Siswa Kelas X-5 (Atlet) dalam

Memahami Mata Pelajaran Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Siswa SMA NU Al Ma’ruf

(10)

bimbingan kelompok termasuk dalam kategori sedang (70,41%). Hasil Observasi meunjukkan adanya peningkatan sebesar 27,19%. Artinya konsentrasi belajar siswa dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok.17

Berdasarkan beberapa hasil penelitian skripsi di atas yang sudah dilakukan sebelumnya yaitu, menelaah pengaruh sarapan terhadap konsentrasi belajar siswa dikelas, dan pengaruh perlakuan orang tua di rumah terhadap konsentrasi belajar, dan kemudian dua penelitian yang sama tapi beda objek penelitian mengenai meningkatkan konsentrasi belajar siswa melalui layanan bimbingan kelompok. Maka pada kesempatan kali ini penulis menganggap penting mengangkat judul yang berkaitan dengan konsentrasi belajar dengan fokus penelitian tentang “Peran Guru dalam Meningkatkan Konsentrasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan

Agama Islam (PAI) di SMA Negeri 9 Manado”. Penelitian kali ini berupa upaya

untuk melihat bagaimana guru mampu berperan dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan lokasi penelitian dilakukan di SMA Negeri 9 Manado.

17Amalia Cahya Setiani, Meningkatkan Konsentrasi Belajar Melalui Layanan Bimbingan

(11)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Konsentrasi Belajar

1. Pengertian Konsentrasi Belajar

Konsentrasi berarti pemusatan sepenuhnya perhatian dan kesadaran terhadap bahan yang sedang dipelajari dengan mengesampingkan semua hal yang sama sekali tidak berhubungan.18 Sementara konsentrasi dalam bahasa Inggris disebut

Concentrate berarti memusatkan atau mengarahkan.19 Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konsentrasi merupakan pemusatan pemikiran/perhatian pada suatu hal.20

Kemampuan berkonsentrasi dalam belajar mutlak diperlukan21 karena dalam belajar, konsentrasi memiliki peran yang sangat penting, bila siswa tidak berkonsentrasi dalam belajar maka siswa akan mengalami kesulitan menyerap setiap meteri atau informasi yang disampaikan guru. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Fadilah Suralaga dkk., bahwa konsentrasi merupakan syarat mutlak dalam

18Lobby Loekmono, Belajar Bagaimana Belajar, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1994), h.

66.

19Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Media Eka Pustaka,

2005), h. 440.

20

Daniel Heryono, Kamus Besar Bahasa Indonesia , edisi baru. (Jakarta: Tim Pustaka Pheonix, 2013 ), h. 476.

21Hasbullah Thabrani, Rahasia Sukses Belajar, (Cet. 2; Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997), h.

(12)

proses belajar. Manusia tidak akan mampu mempelajari sesuatu kalau ia tidak berkonsentrasi untuk mendapatkannya.22

Secara Psikologis, jika memusatkan perhatiannya pada sesuatu, maka segala stimulus lainnya tidak diperlukan tidak masuk dalam alam sadarnya. Stimulus yang menjadi perhatiannya kemudian menjadi mudah masuk kedalam ingatan, juga akan menimbulkan tanggapan yang terang, kokoh dan tidak mudah hilang begitu saja bahkan dengan mudah untuk direproduksikan.23

Usaha pemahaman mengenai makna belajar ini akan diawali dengan mengemukakan beberpa definisi tentang belajar. Ada beberapa definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Cronbach memberikan definisi: Learning is shown by a change in behavior as a result of experience.

b. Harold spears memberikan batasan: Learning is observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction.

c. Geoch, mengatakan: Learning is change in performance as a result of practice. Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau si subjek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik.24

22Fadilah Suralaga, dkk., Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2005), h. 101.

23Ahmad Rohani & Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajar (cet. 2; Jakarta: PT. Rineka Cipta,

(13)

Di samping definisi-definisi tersebut, ada beberapa pengertian lain dan cukup banyak. Seperti dikemukakan oleh Slameto bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.25 Selain itu belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.26

Di samping itu belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Dalam kaitan ini, proses belajar dan perubahan merupakan bukti hasil yang diproses. Belajar tidak hanya mempelajari mata pelajaran, tetapi juga penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan lain, dan cita-cita.27

Dari beberapa pengertian terpisah tersebut The Liang Gie mendefinisikan konsentrasi belajar dalam bukunya yang berjudul Cara Belajar Yang Efisien, bahwa konsentrasi dalam belajar berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran.28 Kemudian menurut Dimyati dan Mudjiono Konsentrasi belajar

24A. M. Sardiman, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Cet. 12; Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2005), h. 20.

25Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. 6; Jakarta: Rineka Cipta,

2013), h. 2.

(14)

merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya.29

Kemudian dari keseluruhan pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa konsentrasi belajar merupakan kegiatan pemusatan (fokus) perhatian atau kesadaran pada apa yang sedang dilakukan secara mendalam yang berkaitan dengan pelajaran kemudian menghasilkan perubahan pada tingkat kemampuan menyerap pengetahuan seseorang.

2. F aktor-faktor Gangguan Konsentrasi Belajar

Berdasarkan penelaahan para ahli pendidikan, penyebab rendahnya kualitas dan prestasi belajar seseorang, sebagian besar disebabkan oleh lemahnya kemampuan orang tersebut untuk dapat melakukan konsentrasi belajar. Padahal, bermutu atau tidaknya suatu kegiatan belajar atau optimalnya hasil belajar seseorang sangat bergantung pada intensitas kemampuan konsentrasi belajar dirinya.30

Faktor-faktor penyebab terjadinya gangguan konsentrasi belajar dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu berkaitan dengan ganguan eksternal (ganguan dari luar) dan internal (ganguan akibat dari kondisi dalam, diri dan jiwa).

28

Skripsi Istianah, Pengaruh Sarapan Terhadap Konsentrasi Belajar Siswa di Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 20 Bekasi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008), th.

29 Amalia Cahya Setiani, Meningkatkan Konsentrasi Belajar Melalui Layanan Bimbingan

Kelompok pada Siswa Kelas VI SD Negeri 2 Karangcegak, Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 2013/2014, (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2014), h. 17.

30Hendra Surya, Cara Belajar Orang Genius, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2013),

(15)

a. Gangguan Eksternal

Gangguan belajar dari luar ini yang berkaitan dengan gangguan indra, seperti penglihatan, pendengaran dan penciuman. Faktor penyebab gangguan dari luar ini berkaitan dengan kondisi suasana lingkungan tempat belajar. Seperti suasana hiruk-pikuk kendaraan, suara musik yang keras, suara TV, suara orang yang sedang bertengkar, hilir mudiknya orang disekitar tempat belajar, dan lain-lain dapat mempengaruhi perhatian dan kemampuan seseorang untuk konsentrasi belajar. Hal lainnya, kondisi tempat belajar yang berantakan, tata ruang yang sumpek, kurang penerangan, aksesoris ruang yang menyolok dapat mempengaruhi perhatian dan menimbulkan rasa tak nyaman untuk belajar. Begitu juga, adanya bau yang menyengat dan mendatangkan cita rasa yang tak mengenakkan juga dapat menyebabkan gangguan konsentrasi belajar.31

Hasbullah Thabrany dalam bukunya mengatakan, teman dan orang-orang disekitar kita bisa jadi sumber gangguan konsentrasi. Kalau kita sedang asik menekuni sesuatu kemudian kerap kali ada orang bertanya atau mengajak berbicara kepada kita; tentu saja konsentrasi kita akan terganggu. Atau misalnya kita belajar menghadap jendela atau di jalan dimana kita bisa melihat orang berlalu-lalang. Setiap gerak orang akan mengganggu konsentrasi kita. Tidak tersedianya alat-alat yang diperlukan di meja belajar, juga dapat mengganggu konsentrasi.32

31Ibid, h. 72. 32

(16)

b. Gangguan Internal

Gangguan belajar yang datang dari dalam diri sendiri ini bisa berasal dari gangguan fisik dan psikis. Ganguan tersebut, antara lain:

1) Gangguan kesehatan jasmani. Seperti sakit, kurang tidur, keletihan sehabis bekerja dan begitu juga orang yang sedang dalam kondisi lapar dan kurang gizi sangat berpengaruh sekali pada kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi.

2) Timbulnya perasaan negatif, seperti gelisah, tertekan, marah, khawatir, takut, benci dan dendam. Perasaan tidak enak yang ditimbulkan oleh adanya konflik dengan pihak lain atau rasa khawatir karena suatu hal, sehingga menyita sebagian besar perhatian. Dengan kata lain, kamu mudah sekali kehilangan konsentrasi belajar.

3) Lemahnya minat dan motivasi pada pelajaran. Kurangnya minat dan motifasi untuk belajar, maka mudah terpengaruh pada hal-hal lain yang lebih menarik perhatian ketika proses belajar berlangsung. Hal lain tersebut, tentunya masalah yang tidak ada hubungannya dengan apa yang dipelajari, pada akhirnya tidak mengerti isi pelajaran yang seharusnya diperhatikan secara intensif.

(17)

5) Tidak memiliki kecakapan dalam cara -cara belajar yang baik. Untuk melakukan proses belajar, tentunya membutuhkan strategi pengaktifan pikiran agar tetap fokus pada pelajaran. Baik itu belajar dalam situasi mengikuti pelajaran dari guru maupun situasi belajar sendiri. Tanpa memiliki strategi cara belajar yang baik akan menimbulkan kejemuan dalam berpikir terutama menghadapi bagian-bagian yang sulit dari pokok pelajaran.33

Kemudian gangguan-ganguan internal juga merupakan gangguan yang datang dari diri kita sendiri, misalnya tekad kita yang kurang kuat untuk belajar. Hal lain yang merupakan gangguan dari dalam adalah sifat emosi dan reaksi terhadap lingkungan dapat mengganggu konsentrasi.34

c. Faktor ADD dan ADHD

Selain kedua faktor di atas, ada juga gangguan yang dapat berpengaruh pada tingkat konsentrasi siswa pada saat proses pembelajaran yaitu ADD (Attention Deficit Disorder). Menurut Seifert, Attention Deficit Disorder (ADD) adalah masalah sukar memberi tumpuan dan mengawal desakan diri. Menurutnya lagi, Attention Deficit Disorder (ADD) merangkumi hyperactivity yaitu keaktifan melampau. Keaktifan melampau ini dikenali sebagai Attention Deficit Hyperactivity Disorder

(ADHD). Menurut Kasmini Kassim, sindrom hiperkinesis yaitu Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) digunakan untuk menerangkan tingkah laku kanak-kanak yang tidak boleh duduk diam, kurang tumpuan perhatian, terlalu lasak, impulsif, resah, suka merosakkan harta benda, dan mudah mengalihkan perhatian

33Hendra Surya, op. cit., h. 73-75. 34

(18)

terhadap sesuatu perkara. Berdasarkan definisi yang diberikan, maka dapat merumuskan Attention Deficit Disorder (ADD) ialah satu tingkah laku kanak-kanak yang menunjukkan kurang daya tumpuan terhadap sesuatu perkara.35

Gangguan yang dapat berpengaruh pada tingkat konsentrasi siswa pada saat proses pembelajaran juga dijelaskan dalam jurnal Iqra‟ yang menunjukkan laporan beberapa pendidik mengeluh akan perilaku anak didiknya yang tidak dapat mengikuti pelajaran dengan tenang di kelas. Anak didiknya kurang perhatian disebabkan lebih banyak lari kesana-kemari, berbicara dan kadang disertai teriakan yang mengganggu anak didik lainnya. Hasil diagnosa psikolog dan psikiater menunjukkan anak tersebut mengalami Attention Deficit Hyperactivity disorder (ADHD).36

ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity disorder) dianggap sebagai kelainan sistem saraf pusat, ditandai oleh problem dalam wilayah perhatian, impulsitivitas dan terkadang hiperaktif. Berikut adalah tanda-tanda seorang anak atau dewasa didiagnosa sebagai ADHD: 37

1) Kurang mampu memperhatikan

a) Sering mendapat kesulitan untuk tetap memperhatikan dalam kegiatan tugas atau permainan.

35

http://notapendidikankhasku.blogspot.co.id/2013/01/1.html diakses pada tanggal 01 september 2015 pukul 20:15

36Musdalifah Dachrud, Studi Kasus Program Modifikasi Perilaku Kognitif Terhadap Anak

dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), dalam Jurnal Iqra‟ (Vol. 11, No. 2; Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Manado, 2012), h. 92.

37

(19)

b) Sering seakan tidak mendengarkan kalau diajak bicara secara langsung.

c) Sering tidak memahami semua instruksi dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas kantor (bukan disebabkan perilaku menentang atau gagal memahai instruksi).

d) Sering mendapat kesulitan mengatur tugas atau kegiatan.

e) Sering menghindari, tidak suka atau enggan terlalu tekun dalam tugas yang menuntut upaya mental terus-menerus (misalnya pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah).

f) Sering kehilangan benda-benda yang perlu untuk tugas atau kegiatan (misalnya, mainan, karangan, pensil, buku atau peralatan).

g) Sering gampang terganggu oleh rangsangan yang berlebihan. h) Sering alpa dalam kegiatan sehari-hari.

2) Hiperaktivitas

a) Tangan dan kaki sering tidak bisa diam atau duduk dengan resah. b) Sering meninggalkan kursi di kelas atau dalam situasi lainnya ketika

diharapkan tetap duduk manis.

c) Sering lari kesana kemari atau banyak memanjat-manjat dalam situasi ketika diharapkan tetap duduk manis.

d) Sering tidak bisa diam ketika bermain atau melakukan kegiatan waktu luang

e) Sering “bergerak terus” atau sering bertindak seakan “didorong sebuah

motor”.

(20)

3) Impulsivitas

a) Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan. b) Sering tidak sabar menunggu giliran.

c) Sering menyela orang lain (misalnya menyela pembicaraan atau permainan).

Dari penjelasan di atas yang dalam hal ini faktor penghambat konsentrasi belajar dapat menimbulkan masalah yang serius; seperti pasif dalam belajar sehingga berakibat kurangnya pemahaman (pengetahuan) seseorang terhadap sesuatu.

3. Cara Meningkatkan Konsentrasi Belajar

Cara membangun atau meningkatkan kemampuan dalam konsentrasi belajar, antara lain:

a. Lingkungan belajar harus kondusif

Belajar membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk memperoleh hasil belajar secara optimal. Kemudian harus dapat memilih tempat belajar yang tenang. Juga, harus mengupayakan tempat dan ruangan belajar yang apik, teratur, bersih dan bebas dari bau yang menyengat. Suasana pun harus nyaman untuk belajar, bila perlu dapat mempergunakan iringan musik instrumental yang lembut.

b. Kesiapan belajar

(21)

kecawa, dan lain-lain. Pikiran harus benar-benar jernih, jika hendak melakukan kegiatan belajar.

c. Menanamkan minat dan motivasi belajar dengan cara mengembangkan “Imajinasi

Berpikir” dan “Aktif Bertanya”

Untuk membangkitkan minat dan motivasi belajar, maka perlu diketahui: 1) Apa yang dipelajari

2) Untuk apa mempelajari materi pelajaran yang hendak dipelajari 3) Apa hubungan materi pelajaran tersebut dengan kehidupan sehari-hari 4) Bagaimana cara mempelajarinya

Dengan mengetahui keempat hal tersebut, belajar akan terarah atau lebih terfokus pada materi pelajaran. Selanjutnya, untuk membangkitkan faktor intelektual-emosional belajar, maka perlu mengembangkan dan membiasakan berimajinasi dalam berpikir. Maksudnya, membiasakan untuk berpikir menjelajah dengan berusaha mambayangkan gambaran bentuk yang dipelajari. Dengan kata lain, harus berusaha untuk menyusun atau membuat jalan pikiran pemahaman tentang apa yang dipelajari, sehingga terbentuk kerangka berpikir cara memahami yang membentuk pengetahuan. Kemudian kembangkan hasrat ingin tahu lebih lanjut secara terfokus dan mendalam atau mendetail setiap apa yang dipelajari tersebut dengan aktif bertanya. Pertanyaan itu antara lain: Mengapa, apa, bagaimana, siapa, kapan dan dimana.

d. Cara belajar yang baik

(22)

mengembangkan rasa ingin tahu hingga tuntas terhadap apa yang dipelajari. Dengan demikian, diharapkan dapat merekonstruksi pengetahuan yang diperoleh secara utuh, mampu mengoperasionalkan pengetahuan tersebut dan mampu mengembangkan konsep baru.

e. Belajar aktif

Intensitas konsentrasi belajar akan semakin menjadi optimal karena belajar aktif akan membuat seseorang menjadi subjek belajar. Sebagai subjek belajar mampu menyusun kerangka berpikir, sikap maupun perbuatan secara taktis, metodis dan sistematis dalam belajar.

f. Perlu disediakan waktu untuk menyegarkan pikiran (refreshing) saat menghadapi kejemuan belajar

Kesulitan (jalan buntu) mempelajari materi pelajaran, kadangkala menimbulkan rasa jemu dan bosan. Jika hal ini terjadi, jangan paksakan untuk terus melanjutkan belajar. Jika dipaksakan akan menimbulkan kepenatan dan kelelahan, sehingga akan menimbulkan antipati untuk belajar. Jalan keluarnya harus menyediakan waktu 5-10 menit untuk beristirahat sejenak dengan mengalihkan perhatian pada hal lain yang bersifat menyenagkan atau melakukan relaksasi. Jika kepenatan dan kelelahan daya pikir atau daya kerja otak hilang dan pikiran kembali fresh, maka dapat melanjutkan pelajaran yang tertunda tersebut.38

38

(23)

B.Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Penggunaan istilah pendidikan dalam Islam sering diungkapkan dalam bentuk

al-tarbiyah, al-ta’lim, al-ta’dib dan al-riyadlah. Setiap term tersebut memiliki arti yang berbeda, karena disebabkan perbedaan konteks kalimatnya (al-syiaq al-kalam), walaupun dalam hal-hal tertentu term-term tersebut memiliki makna yang sama. a. Al-Tarbiyah

Walaupun dalam Al-Qur‟an tidak ditemukan secara khusus istilah al-tarbiyah, akan tetapi, terdapat kata yang senada dengan term tersebut, seperti kata al-rab,

rabayani, nurrabbi, ribbiyun, dan rabbani. Dari bentuk ini kemudian membentuk satu kata, bentuk masdar (Infinitife), yakni al-tabiyah. Kata al-tarbiyah memiliki tiga akar kata dasar yang semuanya memiliki arti yang hampir sama, yaitu39:

1) Rabba-yarbu-tarbiyatan yang memiliki arti tambah dan berkembang.

2) Rabbi-yurabbi-tarbiyatan yang memiliki arti tumbuh dan menjadi besar, dan; 3) Rabba-yurabbi-tarbiyatan yang memiliki arti memperbaiki, memelihara,

merawat, menunaikan, memperindah, mengasuh, memiliki, mengatur dan menjaga.

Mushtafa al-Maraghiy dalam Ramayulis, membagi kegiatan al-tarbiyah dengan dua macam. Pertama, tarbiyah khalqiyah, yaitu penciptaan, pembinaan dan pengembangan jasmani peserta didik agar dapat dijadikan sebagai sarana bagi pengembangan jiwanya. Kedua, tarbiyah diniyah tahzibiyah, yaitu pembinaan jiwa manusia dan kesempurnaannya melalui petunjuk wahyu Ilahi. Berdasarkan

39Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung:

(24)

pembagian tersebut, maka ruang lingkup al-tarbiyah mencakup berbagai kebutuhan manusia, baik jasmani dan rohani, kebutuhan dunia dan akhirat, serta kebutuhan terhadap kelestarian diri sendiri, sesamanya, alam lingkungan dan relasinya dengan tuhan.

Al-Abrasyi, juga memberikan pengertian bahwa tarbiyah adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan.40

b. Al-Ta‟lim

Istilah baru yang digunakan untuk menunjuk konsep pendidikan dalam Islam adalah ta’lim yang berarti suatu pengajaran.

Konsep-konsep pendidikan yang terkandung didalamnya adalah sebagai berikut:

1) Ta’lim adalah proses pembelajaran secara terus menerus sejak lahir melalui pengembangan fungsi pendengaran, penglihatan, dan hati.41 Fungsi-fungsi tersebut merupakan tanggungjawab keluarga ketika anak masih kecil, setelah dewasa hendaknya belajar secara mandiri sampai ia tidak mampu lagi meneruskan belajarnya. Baik karena usia tua renta atau karena meninggal dunia.

40Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (cet. 9; Jakarta: Kalam Mulia. 2011), h. 16. 41

(25)

2) Proses ta’lim tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam wilayah kognisi semata, tetapi terus menjangkau wilayah psikomotor dan afektif. Pengetahuan yang berada pada batas-batas wilayah kognitif tidak akan mendorong untuk mengamalkannya, dan pengetahuan semacam itu biasanya diperoleh atas dasar prasangka atau taklid.42

c. Al-Ta‟dib

Menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukkan pendidikan Islam adalah al-ta’dib. Istilah ini merupakan bentuk yang paling cocok untuk dipergunakan sebagai istilah dalam pendidikan Islam, hal ini karena konsep inilah yang diajarkan Nabi kepada umatnya waktu terdahulu. Ia mengatakan, bahwa orang yang terpelajar adalah orang baik, dan baik yang dimaksud disini adalah addab dalam artinya menyeluruh, yang meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang yang berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya. Oleh karena itu menurutnya, orang yang benar-benar terpelajar menurut perspektif Islam di definisikan al-Attas dengan ber-adab.

Perkataan al-ta’dib sebagaimana dijumpai dalam hadits Nabi memiliki pengertian pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Allah di dalam tatanan wujud dan keberadaannya. Pengertian tersebut berdasar pada sebuah hadits Nabi, Addabani

42

(26)

Rabbi Faahsana ta’dibi, Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadi baik

pendidikanku.43

Berdasarkan batasan tersebut maka al-ta’dib berarti ditanamkan kedalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.44

d. Al- Riadhah

Al-Ghazali yang menawarka istilah al-riyadhah. Baginya, al-riyadhah adalah proses pelatihan individu pada masa kanak-kanak. Berdasarkan pengertian tersebut, al-Ghazali hanya mengkhususkan pengguanan al-riyadhah untuk fase kanak-kanak, sedang fase yang lain tidak tercakup didalamnya.45

Keempat istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan (agama) Islam; formal, informal dan nonformal.46

Al-Qardhawi dalam Azyunardi Azra memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan

43

Heri Gunawan, op. cit., h. 200.

44Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,

(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 30.

45Ramayulis, op. cit., h. 17.

46Lihat Uhar Suharsaputra, Menjadi Guru Berkarakter, (Bandung: PT. Refika Aditama,

(27)

jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Sementara itu, Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan

dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat”47

. Selain itu Haidar Putra Daulay,48 mengatakan Pendidikan Islam pada dasarnya adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani.

Dalam rangka yang lebih rinci pengertian pendidikan agama Islam Secara terminologis oleh Ahmad Tafsir diartikan dengan pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam.49 Menurut H. Jalaluddin, Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar yang dilakukan oleh mereka yang memiliki rasa tanggungjawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan, serta pengarahan potensi yang dimiliki agar mereka dapat berfungsi sebagaimana hakikat kejadiannya.50

Muhammad Athiyah al-Abrasy dalam bukunya al-Tarbiyatul Islamiyah yang dikutip oleh Abdul Munir Mulkan Pendidikan Agama Islam adalah pengembangan berfikir bebas dan mandiri secara demokratis dengan memperhatikan kecenderungan peserta didik secara individual yang menyangkut aspek kecerdasan akal dan bakat

47

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Cet 4. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), h. 5.

48Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam; Dalam Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:

Kencana, 2004), h. 31.

49Heri Gunawan, op. cit., h. 201. 50

(28)

yang dititikberatkan pada pengembangan akhlak pendidikan Islam merupakan proses

ikhtiarah yang secara pedagogis mampu mengembangkan hidup peserta didik ke arah kedewasaan atau kematangan yang menguntungkan dirinya.51

Zakiyah Daradjat mendefinisikan Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha sadar untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh (kaffah). Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.52

Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidikan agama Islam sebagai bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam.53 Dari beberapa pengertian tersebut maka sangat jelas bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu usaha sadar dalam membutuk akhlak atau kepribadian baik.

Syahminan Zaini, menyatakan definisi pendidikan Islam ialah “usaha

mengembangkan fitrah manusia yang makmur dan bahagia”.54

M. Arifin

mengemukakan bahwa “hakikat pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim

yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.”55

51Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Pustaka Setia, 1997), h. 15. 52

Heri Gunawan, op. cit., h. 201.

53Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1989), h. 23. 54

Syahminan Zaini, P rinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1986), h. 4.

55Soekarno & Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa,

(29)

Definisi pendidikan agama Islam secara lebih rinci dan jelas, tertera dalam kurikulum,56 pendidikan agama Islam ialah sebagai upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur‟an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman. Dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.57

Dari pengertian tersebut, dapat ditemukan bahwa hal yang perlu diperhatikan, dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam yaitu sebagai berikut:58

a. Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar, yakni kegiatan bimbingan, pengajarah dan atau latihan yang dilakukan secara terencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.

b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk, dalam arti ada yang dibimbing, diajari atau dilatih dalam meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman terhadap ajaran Islam.

c. Pendidik atau guru Pendidikan Agama Islam yang melakukan bimbingan, pengajaran dan latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan Agama Islam.

56Lihat, kurikulum 2004 dalam Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Cet. 4;

Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 21.

57Heri Gunawan, op. cit., h. 201.

58Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam

(30)

d. Kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman ajaran agama Islam dari peserta didik, disamping untuk membentuk kesalehan dan kualitas pribadi juga untuk membentuk kesalehan sosial.

Dari beberapa penjelasan yang telah dikemukakn para cendikiawan muslim di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam adalah mutlak bagi setiap insan yang beragama (terutama para siswa karena pendidikan agama jika ditanamkan sejak dini maka etika pergaulannya akan terbentuk dengan baik), melalui pengajaran yang bernuansa keagamaan dapat membentuk pribadi yang sehat secara fisik dan mental. Selain itu, pendidikan agama akan membentuk setiap manusia untuk saling mengasihi sesama dan terutama membentuk pribadi yang taat terhadap perintah Tuhan. Kemudian dengan pemahaman agama yang baik seseorang akan bersikap kritis dalam artian bahwa semata-mata tidak menerima dengan begitu saja tetapi melalui nalar yang kritis demi nilai-nilai Islam yang telah terkandung dalam Al-Quran.

2. Landasan Teoritis Pendidikan Agama Islam

Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah berdasarkan pada beberapa landasan. Majid mengatakan, paling tidak ada tiga landasan yang mendasari pelaksanaan pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan dasar dan menengah. Ketiga landasan tersebut adalah:

a. Landasan yuridis formal

(31)

terdiri dari tiga macam: (a) Dasar ideal, yaitu dasar falsafah Negara Pancasila, sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. (b) Dasar struktural atau konstitusional, yaitu

UU Dasar 45, dalam bab XI pasal 29 ayat 1 yang berbunyi, “Negara berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan pasal 2 yang berbunyi, “Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan

beribadah menurut agama dan kepercayaan itu”. (c) Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pasal 12 ayat 1 point a, yang mengatakan,

“setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama

yang dianutnya oleh pendidik yang seagama”.59 b. Landasan Psikologis

Landasan psikologis maksudnya ialah, landasan yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa manusia dalam hidupnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram, sehingga memerlukan suatu pegangan hidup. Pegangan hidup itu yang dinamakan dengan agama.

c. Landasan Religius

Landasan religius itu maksudnya ialah landasan yang bersumber dari ajaran agama Islam. Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Allah swt., dan merupakan perwujudan beribadah kepada-Nya. Landasan ini bersumber pada

Al-Qur‟an dan Hadits. Dalam Al-Qur‟an terdapat banyak ayat yang menunjukkan

perintah tersebut, diantaranya adalah firman Allah QS. An-Nahl ayat 125:

59Lihat, Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Cet. 3; Jakarta:

(32)



























































Terjemahnya :

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.(QS. An-Nahl:125)60

Ayat ini terkait dengan metode atau cara-cara yang digunakan dalam pendidikan Islam. Sementara itu, Islam mengajarkan secara umum bahwa materi pendidikan agama Islam mencakup tiga hal utama, pertama, berkaitan dengan keimanan (al-‘aqaid), kedua, berkaitan dengan aspek syari’ah yaitu suatu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan lingkungannya. Ketiga mencakup aspek akhlak, yang mencakup aspek akhlak manusia terhadap khaliknya dan manusia dengan makhluk lainnya.61

Melalui ketiga landasan teoritis di atas, pendidikan agama Islam dapat dilihat fleksibel disetiap lini, maksudnya secara yuridis sudah dilegalkan, secara psikologis pendidikan agama Islam dapat membentuk jiwa yang sehat dan kemudian dalam

60 Kementerian Agama RI, Alquran dan Terjemahan, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia,

2012), h 383.

61

(33)

ranah religius ia mampu memberikan penjelasan-penjelasan keagamaan sesuai prinsip agama Islam.

3. F ungsi Dan Tujuan Pendidikan Agama Islam

Dasar atau fundamen dari suatu bangunan adalah bagian dari bangunan yang menjadi sumber kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya bangunan itu. Pada suatu pohon dasar itu adalah akarnya. Fungsinya sama dengan fundamen tadi, mengeratkan berdirinya pohon itu. Demikian fungsi dari bangunan itu. Fungsinya ialah menjamin sehingga "bangunan" pendidikan itu teguh berdirinya. Agar usaha-usaha yang terlingkup di dalam kegiatan pendidikan mempunyai sumber keteguhan, suatu sumber keyakinan: agar jalan menuju tujuan dapat tegas dan terlihat, tidak mudah disampingkan oleh pengaruh-pengaruh luar. Singkat dan tegas dasar pendidikan Islam ialah Firman Tuhan dan sunah Rasulullah saw.62

Tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan dan saripati dari seluruh renungan pedagogis. Oleh karena itu, suatu rumusan tujuan pendidikan akan tepat bila sesuai dangan fungsinya. Pendidikan sebagai suatu usaha pasti mengalami permulaan dan mengalami kesudahannya. Ada pula usaha terhenti karena sesuatu kendala sebelum mencapai tujuan, tetapi usaha itu belum dapat berakhir. Pada umumnya, suatu usaha baru barakhir kalau tujuan akhir telah tercapai. Sehubungan dengan ini Ahmad D. Marimba menyatakan, fungsi tujuan adalah pertama, sebagai standar mengakhiri usaha, kedua mengarahkan usaha, ketiga merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, keempat membatasi ruang gerak usaha agar

62

(34)

kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, kelima mempengaruhi dinamika dari usaha itu, keenam memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.

Pendidikan, adalah usaha yang bertujuan banyak dalam urutan satu garis (linier). Sebelum mencapai tujuan akhir, pendidikan Islam lebih dahulu mencapai beberapa tujuan sementara. Marimba menyatakan bahwa fungsi tujuan akhir ialah memelihara arah usaha itu dan mengakhirinya setelah tujuan itu tercapai. Sedangkan fungsi tujuan sementara ialah membantu memelihara arah usaha dan menjadi titik berpijak untuk mencapai tujuan-tujuan lebih lanjut dan tujuan akhir.

Menurut H.M Arifin, dengan adanya tujuan yang jelas, maka suatu pekerjaan akan jelas pula arahnya. Lebih-lebih pekerjaan mendidik yang bersasaran pada hidup psikologis manusia didik yang masih berada pada taraf perkembangan, maka tujuan merupakan faktor yang paling penting dalam proses pendidikan itu, oleh karena dengan adanya tujuan yang jelas, materi pelajaran dan metode-metode yang digunakan, mendapat corak dan isi serta potensialitas yang sejalan dengan cita-cita yang terkandung dalam tujuan pendidikan. Senada dengan ini, Nasution mempertegas pula bahwa tujuan yang jelas akan dapat memberi pegangan dan petunjuk tentang metode mengajar yang serasi, serta memungkinkan penilaian proses dan hasil belajar yang lebih teliti.63

Kurikulum pendidikan agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai berikut64:

63Lihat, Abu Ahmadi dalam Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., h. 148.

64Abdul majid & Dian andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Konsep dan

(35)

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah swt yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.

b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-keasalah, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pencegahan, yaitu menagkal hal-hal yang negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.

(36)

Kemudian dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu65:

a. Tujuan dan tugas manusia di muka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal b. Sifat-sifat dasar manusia

c. Tuntunan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan

d. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam aspek ini, setidaknya ada 3 macam ideal Islam, yaitu; 1) mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di muka bumi. 2) mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan yang baik. 3) mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat (fi al-dunya hasah wa fi al-akhirat al-hasanah).

Selain itu, Tim penyusun buku Ilmu Pendidikan Islam mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam ada 4 macam, yaitu:

a. Tujuan Umum

Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini meliputi aspek kemanusiaan seperti: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa kepada Allah harus tergambar dalam pribadi sesorang yang sudah terdidik, walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkah-tingkah tersebut.

65

(37)

b. Tujuan Akhir

Pendidikan Islam ini berlangsung selama hidup, maka tujuan akhir akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat menglami naik turun, bertambah dn berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan memperthankan tujuan pendidikan yang telah dicapai.

c. Tujuan Sementara

Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Tujuan operasional dalam bentuk tujuan instruksional yang dikembangkan menjadi Tujuan Instruksional umum dan Tujuan Instruksioanl Khusus (TIU dan TIK).

d. Tujuan Operasional

Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. Dalam pendidikan formal, tujuan ini disebut juga tujuan instruksional yang selanjutnya dikembangkan menjadi Tujuan Instruksional umum dan Tujuan Instruksional Khusus (TIU dan TIK). Tujuan instruksioanal ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit kegiatan pengajaran.66

66

(38)

Berdasarkan batasan di atas, para ahli pendidikan (cendikiawan muslim) mencoba merumuskan tujuan pendidikan Islam. Diantaranya al-Syaibani, mengemukakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan (agama) Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, pisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai kahlifah fi al-ardhi. Pendekatan tujuan ini memiliki makna, bahwa upaya pendidikan (agama) Islam adalah pembinaan pribadi

muslim sejati yang mengabdi dan merealisasikan “kehendak” Tuhan sesuai dengan

syariat Islam, serta mengisi tugas kehidupannya di dunia dan menjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan utama pendidikannya.67

Tujuan pendidikan agama Islam adalah sesuatu yang ingin dicapai setelah melakukan serangkaian proses pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah. Terdapat beberapa pendapat mengenai tujuan pendidikan agama Islam ini. Diantaranya al-Attas, ia menghendaki tujuan pendidikan agama Islam itu adalah manusia yang baik. Sementara itu, Marimba mengatakan, tujuan pendidikan agama Islam itu adalah terciptanya orang yang berkeperibadian muslim. Berbeda dengan al-Abrasy, menghendaki tujuan akhir pendidikan agama Islam itu adalah terbentuknya manusia yang berakhlak mulia (akhlak al-karimah). Munir Musyi mengatakan tujuan akhir pendidikan islam adalah manusia yang sempurna.

Berbeda dengan pendapat di atas, Abdul Fatah Jalal mengatakan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah yang

67

(39)

bertaqwa („abdullah). Jalal mengatakan, tujuan pendidikan ini akan melahirkan

tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat At-Takwir ayat 2768 ia mengatakan, bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi menurut agama Islam tujuan pendidikan adalah haruslah menjadikan seluruh manusia, menjadi manusia yang menghambakan diri kepada allah. Maksudnya adalah, beribadah kepada-Nya, dengan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.

Departemen Pendidikan Nasional, Secara lebih operasional tujuan pendidikan agama Islam khususnya dalam konteks keIndonesiaan sebagaimana tertera dalam kurikulum pendidikan agama Islam, ialah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah swt. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi.69

Sebagai mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, atau bahan kajian, pendidikan agama Islam memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan mata pelajaran lain. Adapun karakteristik mata pelajarn pendidikan agama Islam itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pendidikan agama Islam merupakan rumpun mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Ditinjau dari

68Lihat surat At-Takwir ayat 27. 69

(40)

segi isinya, pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi salah satu komponen, dan tidak dapat dipisahkan dari rumpun mata pelajaran yang bertujuan mengembangkan moral dan kepribadian peserta didik. b. Tujuan pendidikan agama Islam adalah terbentuknya peserta didik yang beriman

dan bertaqwa kepada Allah swt, berbudi pekerti yang luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan tentang ajaran pokok agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta memiiki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam sehinga memadai baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

c. Pendidikan agama Islam sebagai sebuah program pembelajaran, diarahkan pada: 1) Menjaga aqidah dan ketaqwaan peserta didik

2) Menjadi landasan untuk lebih rajin mempelajari ilmu-ilmu lain yang diajarkan di Madrasah

3) Mendorong peserta didik untuk kritis, kretif dan inovatif, dan 4) Menjadi landasan prilaku dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat d. Pembelajaran pendidikan agam Islam tidak hanya menekankan penguasaan

kompetensi kognitif saja tetapi afektif dan psikomotoriknya

e. Isi mata pelajaran pendidikan agama Islam didasarkan dan dikembangkan dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam dua sumber pokok Islam, yaitu Al-Qur‟an dan Sunah Nabi Muhammad saw. Di samping itu, materi pendidikan agama Islam juga diperkaya dengan hasil-hasil istimbath atau ijtihad para ulama sehingga ajaran-ajaran pokok yang bersifat umum lebih rinci dan mendetail

f. Materi pendidikan agama Islam dikembangkan dari tiga kerangka dasar ajaran

(41)

konsep iman, syari‟ah merupakan penjabaran dari konsep Islam dan akhlak

merupakan penjabaran konsep ikhsan. Dari ketiga konsep dasar itulah berkembang berbagai kajian keislaman, termasuk kajian-kajian yang terkait dengan ilmu, teknologi, seni dan budaya

g. Out put program pembelajaran pendidikan agama Islam adalah terbentuknya peserta didik ang memiliki akhlak mulia (budi pekerti yang luhur) yang merupakan misi utama dari diutusnya Nabi Muhammad saw di dunia ini.70

Berdasarkan penjelasan dari para tokoh cendikiawan muslim dan juga amandemen yang tertera dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Maka tujuan dan fungsi pendidikan agama Islam yang merupakan dasar bagi pengajaran yang bersifat keagamaan dapat terarah dengan baik. Dalam hal ini, diciptakan karena kebutuhan dari mayarakat akan pendidikan yang berlandaskan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan dan penghayatan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam dan terutama menigkatkan keimanan kepada Allah swt. Yang keseluruhan prinsip ini telah di legalkan oleh sistem pendidikan negara.

C.Peran Guru

1. Pengertian Guru

Guru merupakan salah satu term (konsep) yang banyak dipakai untuk menyebut seorang yang dijadikan panutan. Penggunaan konsep ini tidak hanya dipakai dalam dunia pendidikan, tetapi hampir semua aktivitas yang memerlukan

70Departemen Agama RI, Pedoman Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Dalam

(42)

seorang pelatih, pembimbing atau sejenisnya. Dari sosok guru meyiratkan pengaruh yang luar biasa terhadap murid-muridnya (siswa). Sehingga baik tidaknya siswa ditentukan oleh guru. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui apa sebenarnya pengertian dari guru itu sendiri. Dalam kaitan ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa keberadaan guru bagi keberlangsungan pendidikan dan negara sangatlah penting. Terlebih bagi suatu bangsa yang sedang berkembang, di mana pendidikan manjadi titik pijak bagi berkembangnya ilmu yang berguna terhadap kemajuan masyarakat.71

Secara etimologi guru adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini memberi kesan bahwa guru adalah orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan.72

Sementara itu, Nuni Yusvavera S. Dalam bukunya mengatakan bahwa guru adalah anggota masyarakat yang berkompeten (cakap, mampu, dan mempunyai wewenang) dan memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan atau pemerintah untuk melaksanakan tugas, fungsi dan peran, serta tanggung jawabnya, baik dalam lembaga pendidikan jalur sekolah maupun lembaga luar sekolah.73

Selain itu, Guru juga adalah sosok yang digugu dan ditiru. Digugu artinya diindahkan atau dipercayai. Sedangkan ditiru adalah dicontoh atau diikuti. Bisa

diartikan bahwa guru adalah sosok yang “berjuang” terus-menerus untuk melepaskan

manusia dari kegelapan, menyingkirkan manusia dari kejumudan (kebekuan) pikiran,

71Nuni Yusvavera Syatra, Desain Relasi Efektif Guru dan Murid, (Jogjakarta: Bukubiru,

2013), h. 55.

72Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, op. cit, h. 49. 73

(43)

berusaha membebaskan dari kebodohan yang membuat hidup mereka jauh dari ajaran Tuhan, dan berikhtiar melepaskan manusia dari kekelaman yang mengungkung, yang membuat perilaku mereka memburuk.74

Legalitas seorang guru juga tertuang dalam Undang-undang RI Nomor 74 tahun 2008 tentang guru dan dosen, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevalusai peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.75

Dari beberapa pengertian di atas menyimpulakan guru merupakan sosok yang dengan kecakapannya mampu memberikan panutan, tuntunan dan bimbingan kepada setiap orang. Sosok guru bukan saja berdasarkan pekerjaan formal tapi merupakan panggilan kejiwaan yang selalu memberikan pengetahuan.

2. Peran dan tugas guru

Dalam proses belajar mengajar, guru berusaha untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi anak didik untuk mencapai tujuan. Guru seyogyangnya dapat melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu anak didik melalui tahap perkembangannya. Melalui perannya sebagai pengajar, guru juga diharapkan mampu mendorong anak didik agar senantiasa belajar, pada berbagai kesempatan melalui berbagai sumber dan media. Untuk mengetahui lebih jauh tentang peran guru, dalam buku pengelolaan pengajaran,

74Hamka Abdul Aziz, Karakter Guru Profesional, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2012), h. 19. 75Abd. Muin dalam, Jurnal Edukasi, (Vol 7, No. 2; Pulsitbang Pendidikan Agama dan

(44)

secara singkat Abdurrahman, menekankan bahwa untuk mengetahui tugas-tugas keguruan itu, seorang guru harus berperan sebagai:76

a. Motivator, artinya seorang guru hendaknya memberi dorongan dan anjuran kepada anak didiknya agar secara aktif, kreatif, dan positif berinteraksi dengan lingkungan atau pengalaman baru, berupa pelajaran yang ditawarkan kepadanya b. Fasilitator, artinya guru berupaya menciptakan suasan dan menyediakan fasilitas

yang memungkinkan anak didik dapat berinteraksi secara positif, aktif, dan kreatif.

c. Organisator, artinya guru berupaya mengatur, merencanakan, memprogramkan dan mengorganisasikan seluruh kegiatan dalam proses belajr mengajar.

d. Informator, artinya guru mampu memberikan informasi yang diperlukan oleh anak didik, baik untuk kepentingan dan kelancaran kegiatan proses belajar mengajar maupun untuk kepentingan masa depan anak didik.

e. Konselor, artinya guru hendaknya memberikan bimbingan dan penyuluhan atau pelayanan khusus kepada anak didik yang mempunyai permasalahan, baik yang bersifat educational maupun emosional, sosial serta yang bersifat mental spritual. Terkait tugas yang diemban oleh seorang guru, Uzer Usman mengatakan bahwa jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terkait oleh dinas maupun diluar dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila dikelompokkan, terdapat tiga jenis guru, yakni tugas dalm bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan. Ketiga jenis tersebut tentunya tidak dapat diabaikan agar terwujud

76

(45)

kelancaran pendidikan yang mempunyai tujuan kearah pembangunan manusia seutuhnya.

Berikut uraian ketiga jenis tugas guru sebaimana urutan yang dipaparkan sebelumya.

a. Tugas dalam bidang profesi, artinya suatu jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Contoh: mendidik, melatih dan mengajar dalam untuk mentransfer ilmu pengetahuan, mengembangkan nilai-nilai hidup, serta mengembangkan keterampilan anak didik.

b. Tugas dalam bidang kemanusiaan, artinya guru mencerminkan dirinya kepada anak didik sebagai orang tua kedua. Dengan demikian, anak didik tergugah mendapatkan perhatian yang terarah dan bergairah untuk belajr secara tekun. c. Tugas dalam bidang kemasyarakatan, artinya guru hendaknya mampu menjadikan

masyarakat yang berilmu pengetahuan, menuju pembentukan manusia seutuhnya. Bertolak dari tiga unsur yang menjadi tugas guru di atas, dapat diketahui bahwa pada hakikatnya seorang guru mengemban tugas sesuai dengan profesinya untuk mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) kepada setiap masyarakat yang membutuhkan. Jika kita telusuri, kegagalan seorang guru dalam mencapai tujuan pendidikan, salah satunya juga disebabkan kurang adanya keterpaduan tugas guru antara profesi, kemanusiaan, serta kemasyarakatan. Dengan demikian, seorang guru hendaknya mampu mengarahkan anak didik ke arah perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun dalam sikapnya terhadap kemanusiaan dan kemasyarakatan.77

77

(46)

3. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

Selain pengertian guru yang sudah dikemukakan di atas, di dalam literatur kependidikan Islam, guru (agama) biasa disebut sebagai berikut

Gambar

Tabel 2 Observasi Gangguan Internal
Tabel 3  Gangguan Eksternal Siswa
Tabel 4 Gangguan Internal Siswa

Referensi

Dokumen terkait

sebuah paham psikologis yang hadir pada tahun 1950 an semacam kegiatan behavorisme dan psikoanalis. Golongan tersebut secara ekplisit memberikan perhatian khusus psikologi

Meskipun calon induk jantan dan betina ikan lele Mutiara telah mulai matang gonad pada umur lima bulan, umur awal produktif yang dapat menghasilkan keragaan reproduksi

(3,155>1,674) sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kurikulum mampu mempengaruhi kompetensi pedagogik guru. Dengan demikian hipotesis yang Ha yang menyatakan

Terbukti dari hasil perhitungan di atas apabila seluruh warga yang ada di pinggiran Kota Batam mau bekerja sama mengolah kotoran sapi mereka menjadi biogas, dengan

Konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi air galon aqua palsu yang telah dijelaskan di atas dapat melakukan upaya hukum melalui jalur diluar pengadilan

Efektifitas Bakteri Pelarut Fosfat dalam Kompos Terhadap Peninkatan Serapan P dan Efisiensi Pemupukan P pada Tanaman Jagung.. Program

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Fortunekka Fatiya (2013) Pengaruh CAR, LDR, BOPO terhadap ROA perusahaan perbankan yang ada di Bursa

WHO (1989) menetapkan bahwa individu yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi adalah individu yang tidak dapat melakukan aktivitas yang biasanya dapat dilakukan oleh