• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN EPISTEMOLOGIS MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL-QUR AN DAN HADITS Oleh: Ali Mufron

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LANDASAN EPISTEMOLOGIS MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL-QUR AN DAN HADITS Oleh: Ali Mufron"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

74

LANDASAN EPISTEMOLOGIS MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL-QUR’AN DAN HADITS

Oleh: Ali Mufron

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan mengetahui Landasan Epistemologis Manajamen Pendidikan Islam dalam al-Qur‟an dan Hadits. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu kepustakaan, dengan melalui data primer pembacaan buku-buku mutakhir. Kajian ini dengan melibatkan teman sejawat yaitu dosen-dosen manajemen pendidikan Islam dari berbagai kampus, dengan langkah-langkah: pengujian naskah melalui diskusi, kritik, saran, perbaikan, dan finalisasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: Landasan Epistemologis Manajamen Pendidikan Islam dalam al-Qur‟an dan Hadits dibagi menjadi dua, yakni landasan pokok dan landasan operasional: (1) Landasan pokok, yaitu al-Qur‟an, Sunnah, dan Ijtihad; (2) Landasa opersional manajemen pendidikan Islam, yaitu historis, hukum atau yuridis, sosial, ekonomi, psikologis, dan filosofis.

Kata kunci: Epistemologi, Manajemen, Pendidikan Islam, al-Qur‟an

PENDAHULUAN

Al-Qur‟an sebagai sumber utama Islam mengandung segudang hikmah yang berfungsi memberi bimbingan jalan kehidupan manusia. Pada masa Nabi Muhammad Saw. hidup, subtansi dari al-Qur‟an beliau amalkan sendiri dan beliau ajarkan kepada para sahabatnya.1 Selain al-Qur‟an, perbuatan, ucapan dan sikap dari Nabi Muhammad Saw., juga menjadi rujukan dalam kehidupan muslim baik menyangkut hubungan dengan Tuhan, sesama manusia maupun alam. Inilah yang dinamakan dengan hadits.2

1

Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yaitu Islam. Al-Qur‟an pernah mencetak sebuah generasi, generasi yang dahulunya adalah generasi Jahiliyah menjadi generasi terbaik sepanjang masa. Sebuah generasi yang dibina langsung oleh manusia terbaik (Rasulullah). Kehidupan di bawah naungan al-Qur‟an, merupakan kehidupan yang penuh pesona dan berkah. Konsep kehidupan yang ditawarkan al-Qur‟an begitu lengkap dan universal. Beberapa generasi yang hidup dibawah naungan al-al-Qur‟an, kehidupan mereka penuh dengan keberkahan dan kedamain. Lihat: Muhammad Syahrur, Al-Kitab wa al-Qur‟an: Qira‟ah Mu‟asirah (Damaskus; Ahali li al-Nasyr wa al-Tauzi‟, 1992), 32.

2

Sunah secara etimologi adalah berarti jalan yang biasa dilalui atau cara yang senantiasa dilakukan, atau kebiasaan yang selalu dilaksanakan, apakah kebiasaan atau cara itu sesuatu kebiasaan yang baik atau buruk. Lihat: Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan (Jakarta: Sa‟adiyah Putra, tt). 140.Atau terkadang dengan perbuatan, beliau menerangkan maksudnya, seperti pelajaran salat yang beliau ajarkan kepada mereka (para sahabat) secara praktek dan juga cara-cara ibadah haji. Dan kadang para sahabatnya berbuat sesuatu di hadiratnya atau sampai berita-berita berupa ucapan atau tindakan mereka kepada beliau, tetapi hal ini tidak di ingkarinya, bahkan didiamkannya saja, padahal beliau sanggup untuk menolaknya (kalau tidak dibenarkan) atau nampak padanya setuju

(2)

75

Al-Qur‟an dan hadis diyakini mengandung prinsip dasar menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Penafsiran atas al-Qur‟an dan Hadis perlu senantiasa dilakukan. Hal ini penting dilakukan, sebab pada satu sisi wahyu dan kenabian telah berakhir sedangkan pada sisi yang lain kondisi zaman selalu berubah seiring dengan perkembangan pemikiran manusia dan tetap mutlak diperlukannya petunjuk yang benar bagi manusia.3

Untuk menghadapi perkembangan dalam dunia pendidikan yang penuh dengan sebuah inovasi sebagaimana dalam UU No. 20 Tahun 2003; tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”4

Dalam menjawab tantangan yang demikian, muncul upaya merekonstruksi masyarakat dengan pendidikan sebagai wahananya. Karena secara kodrati manusia sejak lahir mempunyai potensi dasar, baik potensi fisik, psikis, moral, sosial maupun potensi keagamaan yang harus ditumbuh kembangkan agar berfungsi bagi kehidupan manusia di kemudian hari. Untuk aktualisasi terhadap potensi-potensi tersebut dapat dilakukan usaha-usaha yang disengaja dan secara sadar, agar mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal melalui pendidikan Islam.5

dan senang, sebagai mana diriwayatkan bahwa beliau tidak mengingkari orang yang makan daging biawak di tempat makan beliau. Lihat: Muhammad Thalib, Ilmu ushul Fiqh (Jakarta: Bina ilmu, 1977), 67.

3

Jurnal Didaktika Religia Volume 3, No. 2 Tahun 2015, 21. Studi terhadap al-Qur‟an dan metodologi tafsir sebenarnya selalu mengalami perkembangan yang cukup sinifikan, seiring dengan akselerasi perkembangan kondisi sosial budaya dan peradaban manusia, sejak turunnya al-Qur‟an hingga sekarang. Fenomena tersebut merupakan konsekuensi logis dari adanya keinginan umat Islam untuk selalu mendialogkan antara al-Qur‟an sebagai teks (nas) yang terbatas, dengan perkembangan problem sosial kemanusiaan yang dihadapi manusia sebagai konteks (waqa‟i) yang tak terbatas. Hal itu juga merupakan salah satu implikasi dari pandangan teologis umat Islam bahwa al-Qur‟an itu salih li kulli zaman wa makan, (al-Qur‟an itu selalu cocok untuk setiap waktu dan tempat). Karenanya, sebagaimana dikatakan Muhammad Syahrur, al-Qur‟an harus selalu ditafsirkan sesuai dengan tuntutan era kontemporer yang dihadapi umat manusia. Lihat: Syahrur, Al-Kitab wa al-Qur‟an: Qira‟ah Mu‟asirah…., 32.

4

Sekretariat Negara RI. UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokus Media, 2003), 2.

5

A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum (Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1996), 1. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, baik pendidikan yang

(3)

76

Lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam harus berperan aktif untuk mengembangkan potensi itu. Namun sistem pendidikan Islam di Indonesia sekarang ini masih dipertanyakan kedudukan dan kompetensi lulusannya, yang kurang mampu bersaing dengan mutu lulusan lembaga-lembaga lain yang benar-benar sudah memperhatikan masalah pendidikan. Maka dari itu lembaga pendidikan Islam harus berbenah. Salah satu usaha pembenahan yang baik untuk dilakukan adalah pada manajemen pendidikan Islam.

Penggunaan manajemen yang baik dalam lingkup lembaga pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas pengelolaan madrasah dengan memberikan kekuasaan dan meningkatkan partisipasi madrasah dalam upaya perbaikan kerja di madrasah. Sistem pendidikan di Indonesia yang berkaitan dengan manajemen kelembagaan telah diatur dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan seperti UUSPN No. 20 tahun 2003 dan PP No. 19 tahun 2005 serta Peraturan Pemerintah yang menyertainya.6

berlangsung secara alami melalui pendidikan dari orang tua (informal) atau dari anggota masyarakat (nonformal) maupun pendidikan yang tersistem atau formal yang diselenggarakan oleh sekolah, madrasah dan pesantren. Baik pendidikan formal, informal, maupun pendidikan nonformal tiada lain adalah untuk menumbuh kembangkan berbagai potensi yang ada pada diri manusia, yaitu potensi kognitif, afektif, psikomotirik dan spritual untuk dibimbing dan diarahkan ke tingkat kualitas hidup yang baik seiring dengan tujuan manusia diciptakan yakni sebagai hamba dan sebagai khalifah. Pendidikan yang terarah merupakan pendidikan yang berbasis pada fi trah manusia dalam pendidikan. Artinya, pendidikan terarah adalah pendidikan yang bisa membentuk manusia secara utuh, baik dari dimensi jasmani (materi) maupun dari sisi dimensi mental/ immateri (ruhani, akal, rasa dan hati). Lihat: Maragustam Siregar dalam Ali Mufron, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2013), vii.

6

Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta,2009), 109. Pada dasarnya manajemen sudah ada sejak manusia itu ada, manajemen sebetulnya sama usianya dengan kehidupan manusia, mengapa demikian, karena pada dasarnya manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip manajemen, baik langsung maupun tidak langsung, baik disadari ataupun tidak disadari.

Firman Allah SWT:                             

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (Q.S. Al-Sajdah: 5)

Juga Firman Allah SWT:

                                              

“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" (Q.S. Yunus: 31)

(4)

77

Dalam pandangan Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan mulai dari urusan terkecil seperti mengatur urusan rumah tangga sampai dengan urusan terbesar seperti mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik, tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif.

Dalam konteks pemaknaan tentang pendidikan Islam di Indonesia, ada persoalan serius yang perlu dicermati. Hal ini terkait dengan makna pendidikan Islam yang banyak mengalami reduksi. Paling tidak reduksi ini dapat dilihat dari beberapa sudut. Pertama, secara kelembagaan, selama ini pendidikan Islam cenderung dipahami sebagai pendidikan yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan yang berlabel Islam atau lembaga yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam pengertian al-'ulum al-naqliyyah. Karena itu, yang termasuk kategori ini adalah pondok pesantren, madrasah, sekolah dengan label Islam, atau IAIN.

Kedua, pendidikan Islam lebih diartikan sebagai pendidikan tentang ilmu agama, sementara yang dimaksud dengan ilmu agama adalah ilmu-ilmu yang selama ini termasuk kategori ilmu naqliyyah seperti fiqih, tafsir, hadis, akhlak, aqidah, dan bahasa Arab, untuk tidak menyebut semuanya secara rinci. Lebih reduksi lagi, pendidikan Islam (agama) dimaknai sebagai mata pelajaran di sekolah umum yang hanya berbobot 2 atau 3 sks. Dengan pemahaman ini mata pelajaran non-agama bukan bagian dari pendidikan Islam. Dalam perspektif Rahman, ini merupakan implikasi dari dikotomi ilmu dalam Islam yang sudah berjalan sekian lama.7

Pada dasarnya ajaran Islam yang tertuang dalam al-Qur‟an dan al- Sunnah mengajarkan tentang kehidupan yang serba terarah dan teratur merupakan contoh konkrit adanya manajemen yang mengarah kepada keteraturan. Puasa, haji

Kedua ayat diatas terdapat kata yudabbiru al-amra yang berarti mengatur urusan. Ahmad al-Syawi menafsirkan sebagai berikut: “Bahwa Allah adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya merupakan bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah SWT mengatur alam raya.” Lihat: Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia 2011). 260.

7

Fazlur Rahman, "The Qur'anic Solution of Pakistan's Educational Problems," dalam Islamic Studies 6, No. 4 (December 1967) ,317.

(5)

78

dan amaliyah lainnya merupakan pelaksanaan manajemen. Teori dan konsep manajemen yang digunakan saat ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam perspektif islam. Manajemen itu telah ada paling tidak ketika Allah menciptakan alam semesta beserta isinya. Unsur-unsur manajemen dalam pembuatan alam serta makhluk-makhluknya lainnya tidak terlepas dengan manajemen langit. Ketika Nabi Adam sebagai khalifah memimpin alam raya ini telah melaksanakan unsur-unsur manajemen tersebut.

Al-Quran dan Hadits diyakini mengandung prinsip dasar menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Penafsiran atas al-Qur‟an dan Hadits perlu senantiasa dilakukan. Hal ini penting dilakukan, sebab pada satu sisi wahyu dan kenabian telah berakhir sedangkan pada sisi yang lain kondisi zaman selalu berubah seiring dengan perkembangan pemikiran manusia dan tetap mutlak diperlukannya petunjuk yang benar bagi manusia.8 Manusia dikenal sebagai makhluk sosial, sehingga eksistensinya dipengaruhi oleh interaksi dengan manusia lain. Di dalam berinteraksi antar individu hingga yang lebih luas mustahil tanpa adanya kiat-kiat atau manajemen. Sudah menjadi kepastian, bahwa al-Qur‟an dan Hadits menjadi referensi dan pandangan hidup dalam aspek kehidupan umat Islam seperti manajemen.

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengkaji tentang epistemology manajemen menurut al-Qur‟an agar manajemen pendidikan Islam pada khususnya mempunyai pijakan yang kuat dan jelas baik dalam pandangan agama maupun negara, sehingga di dalam mengelola lembaga pendidikan para pimpinan, kepala

8

Mengkaji al-Qur‟an membutuhkan seperangkat ilmu pengetahuan dan metodologi yang benar demi menghindari berbagai kemungkinan terjadinya kesalahan dalam menafsirkan al-Qur‟an. Seperangkat ilmu tersebut telah dikaji para ulama sejak permulaan Islam. Buku yang ada di tangan pembaca ini adalah sebuah buku sebagai pengantar mempelajari tafsir dan Qur‟an, karena peranan ilmu tafsir terhadap agama Islam memang sangat besar. Sebagai pemeluk agama yang baik, sudah semestinya seseorang tidak hanya menjalankan ajaran agamanya, namun juga mengerti kitab suci agar mampu menerapkannya dalam kehidupan. Kitab suci umat Islam adalah al-Qur‟an yang diturunkan Allah melalui malikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Bahasa yang digunakan dalam al-Qur‟an adalah bahasa Arab. Keindahan bahasanya memang tidak dapat diragukan lagi, ada banyak perumpamaan dan kalimat tersirat, sehingga ilmu tafsir dalam al-Qur‟an diperlukan untuk membuat umat Islam semakin paham akan kandungan di dalamanya. Untuk itu sudah sepantasnya orang muslim mengetahui bagaimana cara penafsiran yang baik, dan benar. Semoga rangkaian tulisan tentang pengantar ilmu tafsir dan Qur‟an ini menjadi salah satu langkah pertama kita mengambalikan umat ini pada kejayaannya seperti yang pernah diraih pendahulu kita.

(6)

79

madrasah, guru, tenaga kependidikan dan karyawan mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik dan benar.

METODE

Pendekatan atau metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Kajian ini dilakukan mulai tanggal 15 September 2017 sampai dengan 5 Januari 2018 dengan melibatkan teman sejawat dosen manajemen pendidikan Islam dari berbagai kampus di Jawa Timur. Pertama penulis menelaah materi-materi tentang Landasan Epistemologis Manajemen Pendidikan Islam dalam al-Qur‟an dan Hadits dari berbagai literatur, kemudian ditulis dalam sebuah naskah teks yang telah siap untuk dikaji. Berdasarkan hasil diskusi interaktif dan berbagai masukan, kemudian konten teks direvisi untuk dikaji pada diskusi ke dua. Final dari diskusi ke dua naskah teks siap untuk dipublikasikan ke ruang terbuka yang lebih luas.

PEMBAHASAN

Surat al-Taubah ayat 122



















“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”9

Pertama, Asbab al-Nuzul

Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan sebuah Hadits melalui Ikrimah yang telah menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu: “Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan

9

(7)

80

kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”10

Tersebutlah pada saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di daerah Badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang munafik memberikan komentarnya:

“Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu.” Kemudian turunlah firman-Nya yang mengatakan : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke

medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan pula Hadits lainnya melalui Abdullah Ibnu Ubaid Ibnu Umair yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa: bila Rasulullah mengirimkan Sariyyah-nya, maka mereka semuanya berangkat, dan mereka meninggalkan Rasul di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman Allah Swt, yaitu Q.S. al-Taubah : 122.11

Kedua, Tafsir ayat

Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan yakni hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti. Perjuangan yang menggunakan pedang itu tidak disyari‟atkan kecuali untuk menjadi benteng dan pagar agar dakwah tersebut tidak dipermainkan oleh orang-orang kafir dan munafik.

Perlu diketahui jihaddapat dilakukan dalam tiga aspek, yaitu jihad dengan fisik yang berarti perang, jihad dengan pikiran yang berarti melakukan ijtihad, dan jihad melawan hawa nafsu (mujahadah).

Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa ketika Rasul Saw tiba di Madinah, beliau mengutus pasukan yang tediri dari beberapa orang ke beberapa

10

Ibid., 39. 11

Imam Jalaluddin Al-Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul, (Bandung: CV. Sinar Baru Algesindo, 2000), 846.

(8)

81

daerah. Banyak sekali yang ingin ikut dalam pasukan itu sehingga apabila di ikuti, maka tidak ada yang tinggal bersama Rasul kecuali beberapa orang saja.12 Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardu kifayah, bukan fardu „ain. Perang baru menjadi wajib, apabila Rasul sendiri keluar dan mengarahkan kaum mukmin menuju medan perang (ghazwah).13

Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa tidak semua orang mukmin harus berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat di lakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi harus menuntut ilmu dan mendalami agama Islam, supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat sehingga kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.14

12

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur‟an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 706.

13

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang: CV Toha Putra, 1992), 85. Dalam al-Qur‟an, istilah tafaqquh fi al-din disebut hanya sekali. Kata al-din dalam rangkaian istilah tersebut berarti “agama” dalam arti yang luas, bukan “agama” arti sempit, seperti mempelajari seluk-beluk wudhu dan masalah shalat, atau hanya menyangkut masalah fiqih. Agama yang oleh ungkapkan tersebut di dorong untuk di dalami oleh dari Nabi Saw, pada saat beliau berada di tempat/ Madinah karena tidak berangkat memimpin perang, meliputi berbagai informasi yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur‟an yang telah diterima Rasulullah Saw pada periode Mekah selama 13 tahun, dan juga masalah-masalah agama yang mungkin dapat disampaikan Nabi pada saat para sahabat yang berminat melakukan tafaqqauh fi al-din. Jadi, seolah-olah dikatakan bahwa jika Rasulullah Saw sedang berada di Madinah, tidak berangkat memimpin perang, sepatutnya sebagian sahabat memanfaatkan kesempatan itu untuk mendalami berbagai persoalan agama.

Sumber ilmu pengetahuan bisa diperoleh dari ayat-ayat qauliyah dan kauniyah. Manusia memperoleh ilmu pengetahuan dari dua sumber utama; sumber Ilahi berupa wahyu, ilham maupun mimpi yang benar dan sumber manusiawi; jenis ilmu pengetahuan dipelajari manusia dari berbagai pengalaman pribadinya dalam kehidupan, upaya mengamati, menelaah, dan memecahkan berbagai problem yang dihadapi melalui ”trial and error” atau lewat pendidikan dan pengajaran dari kedua orang tuanya, lembaga-lembaga pendidikan maupun penelitian ilmiah. Lihat: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, Membangun Intelektual Muslim yang Tangguh (Purwokerto: UMP, 2009) 96

14

Perang bertujuan untuk mengalahkan musuh-musuh Islam serta mengamankan jalan dakwah Islamiyah. Sedang menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam, agar dapat disebarluaskan dan dipahami oleh semua macam lapisan masyarakat. Dengan demikian, ayat ini mempunyai hubungan yang erat dengan ayat-ayat yang lalu, karena sama-sama menerangkan hukum berjihad, akan tetapi dalam bidang dan cara yang berlainan. Lihat: Dapartemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an Dan Tafsirnya (Jakarta: Depag. 2009), 233.

(9)

82

Tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di pabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama, agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah islamiyah dengan cara dan metode yang baik sehingga mencapai hasil yang baik pula.

Apabila umat Islam telah memahami ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dan dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan akhirat.

Tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, di samping agar seluruh kaum mukminin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan dakwahnya dan membelanya, serta menerangkan rahasia-rahasianya kepada seluruh umat manusia. Jadi, bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan kedudukan yang tinggi serta mengungguli kebanyakan orang-orang lain, atau bertujuan memperoleh harta dan meniru orang dzalim dan para penindas dalam berpakaian, berkendaraan maupun dalam persaingan di antara sesama mereka.

Orang-orang yang mempelajari agama dengan tujuan seperti itu lah orang yang beruntung. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah, dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan agama menjadi wajib „ain bagi setiap orang.15

(10)

83

Ibnu Abbas ra. memberikan penakwilannya, bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk sariyyah-sariyyah, yakni apabila pasukan itu dalam bentuk

sariyyah, sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang jika itu adalah ghazwah.16 Ibnu Jarir al-Thabari berpendapat bahwa yang memperdalam pengetahuan adalah aggota pasukan yang ditugaskan Nabi Saw. dengan perjuangan dan kemenangan menghadapi musuh, mereka memperoleh pengetahuan tentang kebenaran Islam serta pembelaan Allah Swt. terhadap agama-Nya dan memperingatkan orang yang tinggal di Madinah agar berhati-hati dalam bersikap dan kelakuan mereka agar tidak terhindar dari bencana yang dialami orang-orang yang membangkang perintah-Nya. Pendapat ini di dukung oleh Sayyid Qutb.

Pendapat ini agaknya dipaksakan, apalagi tidaklah pada tempatnya menamai pengalaman mereka yang terlibat dalam dalam perang atau kemenangan yang mereka raih sebagai upaya tafaqqah fi al-din (memperdalam ilmu agama). Ayat ini menggarisbawahi terlebih dahulu motivasi memperdalam pengetahuan bagi mereka yang di anjurkan keluar, sedang motivasi utama mereka yang berperang bukanlah tafaqquh. ayat ini tidak berkata bahwa hendaklah jika mereka pulang mereka ber-tafaqquh, tetapi berkata “untuk memberi peringatan kepada

kaum mereka apabila mereka telah kembali kepada mereka, supaya mereka berhati-hati.” Peringatan itu hasil tafaqquh. Itu tidak mereka peroleh pada saat terlibat dalam perang, karena yang terlibat ketika itu pastilah sedemikian sibuk menyusun strategi dan menangkal serangan, mempertahankan diri sehingga tidak

16

Jalaluddin Al-Mahalli, dan Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzuul Ayat (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000), 819 . Pendapat lain mengatakan: semua golongan dari penduduk Arab yang muslim wajib berangkat berperang, kemudian dari sekian golongan itu harus ada orang-orang yang menyertai Rasulullah Saw. guna memahami agama lewat wahyu yang diturunkan kepadanya, kemudian mereka dapat memperingatkan kaumnya apabila telah kembali, yaitu ihwal persoalan musuh. Jadi, dalam pasukan itu ada dua kelompok: kelompok yang berjihad dan kelompok memperdalam agama melalui Rasul.

Sehubungan dengan ayat ini, al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: Dari setiap penduduk Arab ada sekelompok orang menemui Rasulullah Saw, mereka menanyakan kepada beliau berbagai persoalan agama yang mereka kehendaki dan mendalaminya. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang diperintahkan kepada kami bila kami kembali? Ibnu Abbas berkata: maka Nabi menyuruh mereka menaati Allah, menaati Rasulullah, menyampaikan berita kepada kaumnya ihwal kewajiban mendirikan shalat dan zakat. Jika golongan ini telah sampai kepada kaumnya, mereka berkata: “Barangsiapa masuk Islam, maka dia termasuk kelompok kami.” Mereka memberi peringatan kepada setiap delegasi agar memperingatkan kaumnya jika mereka telah kembali ke kampung halamannya: memperingatkan neraka dan menggembirakan dengan surga. Lihat: Ar-Rifa‟I, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (Bandung: Gema Insani Press. 1999), 34.

(11)

84

mungkin dapat ber-tafaqquh memperdalam pengetahuan. Memang harus diakui, bahwa yang bermaksud memperdalam pengetahuan agama harus memahami arena, serta memperhatikan kenyataan yang ada, tetapi itu tidak berarti tidak dapat dilakukan oleh mereka yang tidak terlibat dalam perang. Bahkan tidak keliru jika dikatakan yang tidak terlibat dalam perang itulah yang mampu menarik pelajaran, mengembangkan ilmu daripada mereka yang terlibat langsung dalam perang.17 Surat Yunus Ayat 3-4



















































“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran? hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka. Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu

(12)

85

melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”18

Pertama, Asbab al-Nuzul

Surat Yunus ayat 5 ini tidak mempunyai asbab al-nuzul ayat secara terperinci, dalam surat Yunus yang berjumlah 109 ayat hanya ada beberapa ayat yang memiliki asbab al-nuzul yang dijelaskan secara terperinci, namun ayat 3 memiliki keterkaitan asbab al-nuzul dengan ayat 5, yaitu pada saat ayat ke 3 turun Said bin Ishaq bertemu dengan sekelompok makhluk berkendaraan, yang jelas mereka bukan dari golongan bangsa Arab. Ia bertanya, siapa kamu? Jawab mereka: kami kelompok jin dari madinah. Jadi Allah SWT menurunkan ayat ini sebagai ketegasan bahwa dia yang menciptakan seluruh makhluk dan yang mengaturnya. Dan lebih khusus lagi memberi tahu bahwa Dia menciptakan langit dan bumi dalam jangka waktu 6 hari, bila Dia menghendaki jadilah maka jadilah makhluk yang dikehendaki.19

Kedua, Tafsir Ayat

Ayat 3: Allah mengurus semua urusan makhluknya. Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa Dialah yang mengatur perjalanan tiap-tiap planet, sehingga satu sama lain tidak berbenturan, dan Dia pula yang menciptakan bumi dan segala isi yang terkandung di dalamnya, sejak dari yang kecil sampai kepada yang besar, semuanya diciptakan dalam enam masa yang hanya Allah sendiri yang mengetahui lama waktu enam masa yang dimaksud itu. Setelah menciptakan langit dan bumi.

Ayat 4: Bukti-bukti adanya hari berbangkit dan pembalasan atas perbuatan manusia. Allah telah menciptakan langit dan bumi, tidak ada sesuatupun yang membantu-Nya, dan Allah Esa dalam ibadat, yaitu hanya Dia sajalah yang berhak disembah, tidak bersekutu dengan yang lain. Keesaan Allah ini merupakan salah satu dari prinsip yang lain, yaitu adanya hari berbangkit disertai dengan bukti-buktinya, dan hikmah Allah mengadakan hari berbangkit itu.

Allah menerangkan bahwa hanya kepada-Nya sajalah semua manusia dikembalikan setelah ia mati dan sesudah lenyap alam yang fana ini bukan kepada

18

Al-Qur‟an., 10., 3-5 19

HR. Ibnu Abi Hatim dari Said bin Ishaq, imam Darawardi juga meriwayatkan hadits ini dari Said bin Ishaq.

(13)

86

sesuatu yang lain, termasuk sembahan-sembahan berhala, dan penolong-penolong orang kafir itu. Yang demikian itu adalah janji Allah Swt kepada makhluk-Nya. Dia tidak akan menyalahi janji-Nya sedikitpun.

Sebagai bukti bahwa Allah Swt pasti menepati janji-Nya, ialah Allah telah menciptakan makhluk pertama kalinya. Penciptaan manusia oleh Allah pada pertama kalinya itu dapt dijadikan dalil bahwa Allah berkuasa pula untuk menciptakan makhluk-Nya pada kali kedua atau membangkitkannya kembali. Mengulangi kembali menciptakan sesuatu itu adalah lebih mudah dari menciptakan pertama kalinya.

Dalam Hadits Nabi dijelaskan:

“Sesungguhnya, salah seorang diantara kalian dihimpun penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari berupa nuthfah (mani dan telur) kemudian menjadi „alaqah (gumpalan darah-yang menempel pada rahim-) selama itu pula kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) selama itu pula. Lalu, diutuslah seorang malaikat yang kemudian meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan untuk menulis (menetapkan) empat hal: Menetapkan rezekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah dia sengsara atau bahagia...20

Penjelasan mengenai perkembangan manusia di dalam perut ibunya bahwa dia mengalami empat fase perkembangan: Pertama, fase nuthfah selama empat puluh hari. Kedua, fase alaqah selama empat puluh hari. Ketiga, fase mudhghah

selama empat puluh hari. Keempat, fase terakhir setelah ditiupkan ruh kepadanya. Janin mengalami perkembangan di dalam perut ibunya sebanyak empat fase perkembangan di atas.

Ayat 5: Alam semesta merupakan bukti kekuasaan Allah. Ayat ini menerangkan bahwa Allah Swt yang menciptakan langit dan bumi dan bersemayam di atas Aras-Nya, Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Matahari dengan sinarnya adalah sebagai dasar hidup dan kehidupan, sumber panas dan tenaga yang dapat menggerakkan makhluk-makhluk

20

(14)

87

Allah yang diciptakan-Nya. Dengan cahaya bulan dapatlah manusia berjalan dalam kegelapan malam dan bersenang-senang melepaskan lelah di malam hari.

Korelasi Ayat dengan Manajemen Pendidikan Islam

Pertama, Surat al-Taubah ayat 122:

Menurut penulis dalam surat ini dapat dikorelasikan dengan manajemen pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut:

Manajemen strategik. Islam mengajarkan untuk mengatur dan membagi umatnya ke dalam dua kelompok, yang pertama berperang untuk mempertahankan keutuhan dan keberlangsungan umat Islam dan yang ke dua untuk memperdalam ilmu pengetahuan sebagai sebuah perencanaan (planing) mempersiapkan cendekiawan, ilmuan, dan ahli agama di masa yang akan datang, karena eksistensi pendidikan Islam berpandangan jauh ke masa depan. Berperilaku proaktif dan antisipatif terhadap kondisi masa depan yang diprediksi akan dihadapi. Antisipasi masa depan dirumuskan dan ditetapkan sebagai visi lembaga pendidikan Islam yang akan diwujudkan 10 tahun atau lebih di masa depan.

Manajemen Strategi adalah proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan dimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organiasasi, untuk mencapai tujuannya.21

Manajemen Islami yang membedakannya dengan manajemen ala Barat adalah seorang pimpinan dalam manajemen Islami harus bersikap lemah lembut terhadap bawahan. Contoh kecil seorang manajer yang menerapkan kelembutan dalam hubungan kerja adalah selalu memberikan senyum ketika berpapasan dengan karyawan karena senyum salah satu bentuk ibadah dalam Islam dan mengucapkan terima kasih ketika pekerjaannya sudah selesai. Namun kelembutan

21

Hadari Nawawi, Manajemen Strategik (Yogyakarta: Gadjah Mada Pers, 2005), 148. Manajemen strategik terdiri atas tiga macam proses manajemen. Pertama, strategi formulasi (strategi formulation) yaitu langkah dalam merumuskan strategi. Prosedur ini sering juga disebut dengan istilah perencanaan strategik (strategic planning). Kedua, strategi implementasi (strategic implementation) yaitu tahap pelaksanaan atau penerapan strategi-strategi yang telah dirumuskan. Ketiga, Pengawasan strategik (control strategic) yaitu usaha-usaha untuk memonitor seluruh hasil dan pembuatan strategi. Lihat: Karhi Nisjar, Winardi, Manajemen Strategik, cet. I (Bandung: Mandar Maju, 1997), 86.

(15)

88

tersebut tidak lantas menghilangkan ketegasan dan disiplin. Jika karyawan tersebut melakukan kesalahan, tegakkan aturan. Penegakan aturan harus konsisten dan tidak pilih kasih.22

Manajemen sumber daya manusia. Perintah mendalami ilmu pengetahuan, berarti mempersiapkan manusia-manusia unggul yang mempunyai kualitas kelimuan yang mapan dan komprehenshif, sehingga umat Islam tidak menjadi umat yang bodoh, terbelakang, mengalami kemunduran, dan jauh dari peradaban.23

Manajemen sumberdaya manusia sangat penting peranannya dalam suatu organisasi termasuk dalam lembaga pendidikan seperti madrasah yang juga memerlukan pengelolaan sumberdaya manusia yang efektif dalam meningkatkan kinerja organisasi. Tuntutan akan upaya peningkatan kualitas pendidikan pada dasarnya berimplikasi pada perlunya madrasah mempunyai sumber daya manusia pendidikan baik pendidik maupun sumber daya manusia lainnya untuk berkinerja secara optimal, dan hal ini jelas berakibat pada perlunya melakukan pengembangan sumber daya manusia yang sesuai dengan tuntutan legal formal seperti kualifikasi dan kompetensi, maupun tuntutan lingkungan eksternal yang makin kompetitif di era globalisasi dewasa ini, yang menuntut kualitas sumber daya manusia yang makin meningkat yang mempunyai sikap kreatif dan inovatif serta siap dalam menghadapi ketatnya persaingan.

Integrasi-interkoneksi keilmuan. Dalam ayat tersebut perintah menuntut ilmu disebutkan seacara universal, maksudnya bahwa tidak adanya perintah menuntut ilmu agama secara khusus atau ilmu umum secara khusus pula, karena al-Qur‟an memang tidak membedakan ilmu agama dan ilmu umum.

22

Jurnal Iqra‟ Volume 08 No.01 Mei, 2014 23

Sebagaimana disepakati oleh para praktisi pendidikan bahwa pendidikan bisa berjalan karena dibangun oleh beberapa komponen dasar seperti: guru, siswa, kurikulum, bangunan, fisik, media pembelajaran dan sebagainya. Namun dari kesemua yang dianggap mendasar itu, faktor komponen manusia yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan faktor yang paling menentukan. Abdul Munir, Seni Mengelola Lembaga Pendidikan Islam, (Ciputat: PT. Arta Karya Indonesia, 2010), 6. Jadi manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi/organisasi. Selanjutnya, MSDM berarti mengatur, mengurus SDM berdasarkan visi perusahaan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara optimum. Karenanya, MSDM juga menjadi bagian dari Ilmu Manajemen (Management Science) yang mengacu kepada fungsi manajemen dalam pelaksanaan proses-proses perencanaan, pengorganisasian, staffing, memimpin dan mengendalikan.

(16)

89

Quraish Shihab berpendapat bahwa pengaitan tafaqquh (pendalaman pengetahuan itu) dengan agama, adalah untuk menggarisbawahi tujuan pendalaman pengetahuan itu, bukan dalam arti pengetahuan tentang ilmu agama. Pembagian disiplin ilmu-ilmu agama dan ilmu umum belum dikenal pada masa turunnya al-Qur‟an bahkan tidak diperkenalkan oleh Allah Swt. Al-Qur‟an tidak membedakan ilmu. Ia tidak mengenal istilah ilmu agama dan ilmu umum, kareana semua ilmu bersumber dari Allah Swt yang diperkenalkannya adalah ilmu yang diperoleh dengan usaha manusia (acquired knowledge) dan ilmu yang merupakan anugerah Allah tanpa usaha manusia (ladunny/ perennial).24

Kedua, Surat Yunus ayat 3-5

Adapun korelasinya ayat ini dengan manajemen pendidikan Islam adalah: Manajer





“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan.”25

24

Shihab, Misbah…, 707. Berangkat dari fakta bahwa dunia Islam dewasa ini cenderung membuat dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu umum, maka Amin Abdullah, merasa perlu merekonstruksi fakta ini dan membuat sebuah restorasi paradigma keilmuan. Pemahaman dikotomi yang rigid ini membuat polarisasi yang dikotomis antara ilmu shari„ah dan ilmu ghayr al-shari„ah. Pemahaman ilmu ghayr al-shari„ah—yang jumlahnya jauh lebih banyak—tidak penting untuk dipelajari, yang penting adalah ilmu shari„ah, ilmu yang menuntun orang untuk memasuki surga dan menghindari neraka, merupakan hal yang bisa menghambat kemajuan kajian keislaman. Lihat: M. Amin Abdullah, “Visi Keindonesiaan Pembaharuan Pemikiran Islam Hermeneutik”, Epistema, No. 02 (1999), 3. Gagasan paradigma integrasi-interkoneksi yang dipelopori Amin Abdullah tampil memukau dan mencoba untuk memecahkan kebuntuan dari problematika kekinian. Sehingga dari berbagai disiplin keilmuan itu tidak hanya sampai pada sikap single entity (arogansi keilmuan: merasa satu-satunya yang paling benar), isolated entities (dari berbagai disiplin keilmuan terjadi “isolasi”, tiada saling tegur sapa), melainkan sampai pada interconnected entities (menyadari akan keterbatasan dari masing-masing disiplin keilmuan, sehingga terjadi saling kerjasama dan bersedia menggunakan metode-metode walaupun itu berasal dari rumpun ilmu yang lain). Lihat juga: M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif, Adib Abdushomad (ed.) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 404-405. Lihat juga M. Amin Abdullah, “Desain Pengembangan Akademik IAIN Menuju UIN Sunan Kalijaga: Dari Pendekatan Dikotomis-Atomistis Kearah Integratif-Interkonektif” dalam Fahrudin Faiz, (ed.), Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi (Yogyakarta: SUKA Press, 2007), 37-38.

25

(17)

90

Dari ayat di atas diketahui bahwa Allah SWT merupakan pengatur alam. Akan tetapi, sebagai khalifah di bumi ini, manusia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah SWT mengatur alam raya ini.26

Dalam manajemen pendidikan Islam, manajer adalah pimpinan atau pemimpin suatu lembaga pendidikan, karena manajer berhubungan langsung dengan pengambilan keputusan, paling tidak seorang manajer harus memiliki keterampilan konseptual yang merupakan keterampilan memahami dan mengelola lembaga pendidikan; keterampilan manusiawi yaitu keterampilan melakukan kerjasama, memotivasi, dan membangkitkan etos kerja guru dan pegawai; dan keterampilan teknis, yaitu keterampilan mengoperasikan alat-alat, metode, dan fasilitas lainnya yang tradisional maupun modern.

Prinsip keadilan dalam manajemen pendidikan Islam





“Hanya kepada-Nyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil.”27

Islam sangat menekankan pentingnya menegakkan keadilan, termasuk dalam urusan kemasyarakatan dan berorganisasi.28 Salah satu prinsip dasar yang penting dalam manajemen pendidikan Islam adalah adil. Menurut Abuddin Nata

26

Saifullah, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 2. Masalah kepemimpinan adalah suatu hal yang urgen dalam suatu organisasi, tidak terkecuali dalam lembaga pendidikan, kerena kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, semangat dan kekuatan moral yang mampu mempengaruhi anggota untuk mengubah sikap, tingkah laku kelompok atau organisasi menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin oleh interpersonal pemimpin terhadap anak buahnya. Lihat: Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: Raja Gravindo Per-sada, 1998),IX. Paradigm baru di dalam masalah teori kepemimpinan adalah kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan Transformasional merupakan jenis kepemimpinan baru (new leader paradigm) yang dipandang efektif untuk mendinamisasikan perubahan, terutama pada siatuasi atau lingkungan yang bersifat transisional. Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya yang dimaksudkan meliputi SDM, fasilitas, dana, dan faktor-faktor eksternal keorganisasian. Lihat: Ara Hidayat, Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan Konsep, Prinsip dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah , 101.

27

Al-Qur‟an., 10., 4. 28 Saifullah, Islam…, 131.

(18)

91

keadilan adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal yang dikonsultasikan dengan agama. Adil sering diartikan sebagai sikap moderat, obyektif terhadap orang dalam memberikan hukuman, sering diartikan pula dengan persamaan dan keseimbangan dalam memberikan hak orang lain tanpa ada yang dilebihkan atau dikurangi.29

Dalam konteks persekolahan, keadilan sering kali menjadi hal yang sangat sensitif dan sangat rentan menimbulkan konflik manakala ketidakadilan itu tidak terwujud. Pemberian gaji/tunjangan sampai pemberian tugas/wewenang dan tanggung jawab adalah diantara bagian manajemen persekolahan yang memiliki peluang melahirkan ketidakadilan. Oleh karena itu, dalam manajemen pendidikan Islam, keadilan harus menjadi prinsip dasar yang dimiliki oleh seorang pemimpin di dalamnya. Sebuah sekolah yang memiliki pemimpin yang adil di dalamnya, akan memiliki kultur sekolah yang kondusif bagi pengembangan kualitas didalamnya.30

Reward (ganjaran atau hadiah)





“…Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil…”

Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Reward

sebagai alat pendidikan diberikan ketika seorang anak melakukan sesuatu yang baik, atau telah berhasil mencapai sebuah tahap perkembangan tertentu, atau

29

Abuddinnata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), 125. Islam sebagai agama juga tidak bisa terlepas dari syari‟at yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan harapan syari‟at yang dibawa oleh Beliau dapat membawa kemaslahatan dan ketentraman bagi umat manusia. Hal ini dikatakan oleh Imam Ibn al-Qayyim sebagaimana dikutip oleh Khadijah al-Nabrawi bahwa syari‟at yang dibangun diatas landasan hukum dan demi kemaslahatan manusia, adalah seluruhnya demi menegakkan keadilan, menebar kasih sayang, dan kemaslahatan, serta mengandung hikmah. Karena itu, jika ada ajaran yang dikaitkan dengan masalah keagamaan namun tidak mengandung seruan keadilan, kasing sayang, serta tidak mengandung hikmah, maka itu tidak masuk dalam kategori syari‟at. Dengan demikian, syari‟at pada hakikatnya merupakan bentuk keadilan Allah kepada seluruh hamba-Nya, rahmat bagi setiap makhluk-hamba-Nya, perwujudan kebijaksanaan-hamba-Nya, serta menunjukkan kebenaran Rasulullah SAW. Lihat: Khadijah al-Nabrawi, Mausu„ah Huquq al-Insan fi al-Islam (Mesir: Dar al-Salam, 2006), 289.

30

(19)

92

tercapainya sebuah target. Dalam konsep pendidikan, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para peserta didik. Metode ini bisa mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.31Disamping itu reward juga bisa diberikan kepada kepada kepala madrasah, guru, karyawan yang mempunyai reputasi dan prestasi baik sehingga mampu menumbuhkan etos kerja dan pelajaran yang baik bagi anggota yang lainnya.

Evaluasi manajemen pendidikan Islam





“…Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”

Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan keapada umat Islam untuk senantiasa berinstropeksi diri atau muhasabah. Tujuannya adalah untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi, untuk mengetahui sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah Saw kepada umatnya, untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau keimanan seseorang.

Evaluasi sebagai fungsi manajemen merupakan aktivitas untuk meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilakukan di dalam proses keseluruhan organisasi untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan.32

31

Muhammad Kosim, Antara Reward dan Punishment, Rubrik Artikel, Padang Ekspres, Senin, 09 Juni 2008. 1 Menurut Suharsimi Arikunto, hadiah adalah sesuatu yang diberikan kepada orang lain karena sudah bertingkah laku sesuai dengan yang dikehendaki yakni peraturan sekolah dan tata tertib yang telah ditentukan. Lihat: Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara

Manusiawi (Yogyakarta: Rieneka Cipta 1993), 182. Reward dan punishment tidak dilakukan

sembarangan. Perlu diketahui bahwa Reward dan punishment memiliki tujuan yang ingin dicapai dengan digunakanya metode ini. Reward adalah pemberian hadiah ataupun ganjaran yang diberikan kepada anak atau siswa karena telah melakukansesuatu yang baik. Pada dasarnya, tujuan pemberian hadiah hanyalah untuk pembiasaan semata, ketika pembiasaan telah dicapai maka pemberian hadiah pun harus dikurangi. Lihat: Irawati Istadi, Agar Hadiah dan Hukuman Efektif (Jakarta : Pustaka, 2005), 34.

32

Saifullah, Islam…, 40. Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa inggris). Kata tersebut diserap ke dalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”. Istilah “penilaian”

(20)

93

Landasan Manajemen menurut Qur’an dan Hadits

Pertama, Landasan Pokok Al-Qur’an

Penetapan al-Qur‟an sebagai landasan dan sumber pokok manajemen pendidikan Islam dapat dilihat dan dipahami dari ayat-ayat al-Qur‟an itu sendiri, seperti firman Allah:











Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur‟an) ini melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”33

Selanjutnya firman Allah SWT:







“ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.”34

Para Ulama dalam menetapkan al-Qur‟an sebagai landasan pemikiran dalam membina sistem manajemen pendidikan Islam, memberikan tekanan-tekanan tersendiri untuk memperkokoh landasannya. Moh. Fadil misalnya, menandaskan bahwa pada hakikatnya al-Qur‟an itu merupakan perbendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang kerohanian. Ia pada umumnya adalah kitab pendidikan masyarakat, moril dan spiritual.35

Selanjutnya firman Allah surat yunus ayat 3:

merupakan kata benda dari “nilai”. Pengertian “pengukuran” mengacu pada kegiatan membandingkan pada sesuatu hal dengan satuan ukuran tertentu, sehingga sifatnya menjadi kuantitatif. Lihat: Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoretis Praktik Bagi Praktisi Pendidikan, (jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), hlm.1. Jika kata evaluasi dihubungkan dengan kata pendidikan, maka dapat diartikan sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, untuk itu evaluasi pendidikan sebenarnya tidak hanya menilai tentang hasil belajar siswa tersebut, seperti evaluasi terhadap guru, kurikulum, metode, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya. Lihat: Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 131.

33

Al-Qur‟an., 16., 64. 34

Al-Qur‟an., 38., 29. 35

Abu al-Hasan al-Nadwi, Nahwa al-Tarbiyah al-Islamiyah al-Hurrah (Kairo: al-Mukhtar al-Islami, 1974), 3.

Referensi

Dokumen terkait

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyebab lebih rendahnya riap pohon di hutan rawa dibandingkan di darat adalah bukan karena masalah air, tetapi adalah

Mulai dari proses penerimaan zakat, infak/sedekah yang diakui sesuai dengan nominal yang disetorkan kepada BAZNAS dari muzzaki, penyaluran zakat, infak/sedekah yang diakui ketika

Splet različnih oblik komuniciranja s turisti je zajet v promocijskem spletu, ki ga sestavlja pet temeljnih oblik tržnega komuniciranja: oglaševanje, neposredno trženje, osebna

Fiksasi juga bertujuan untuk mengawetkan morfologi dan komposisi jaringan sehingga jaringan tetap, seperti keadaan semula sewaktu hidup, serta memudahkan pemulasan

Penelitian mengenai pelabelan total sisi ajaib dan pelabelan super sisi ajaib telah banyak dilakukan pada beberapa jenis graf seperti graf sikel, graf lintasan, adalah

Memperoleh pengetahuan mengenai hambatan yang dialami masyarakat sebagai penerima kredit dan UPK sebagai pelaksana kegiatan atau pemberi kredit dalam proses pemberian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : untuk mengetahui pengaruh yang di timbulkan oleh program

Hal ini disebabkan oleh unsur hara yang terkandung pada kompos jerami padi dan pupuk NPK sudah tercukupi sehingga dapat meningkatkan jumlah biji yang akan