• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

27 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Ethical Clearance

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana ketoksikan ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) pada embrio ikan zebra (Dani rerio) ini telah lolos kaji etik yang dilakukan oleh Komite Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dengan nomor 24/Ka.Kom.Et/70/KE/V/2019. Surat persetujuan tersebut dapat dilihat pada lampiran I.

4.2. Ekstrasi Daun Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.)

Sebelum dilakukan proses ekstraksi, daun turi kering yang didapatkan dari penelitian sebelumnya dikeringkan kembali kemudian diserbukkan menggunakan

cabinet dryer. Hal ini dilakukan untuk mengeringkan kembali daun yang tersimpan, sehingga dapat menurunkan kadar air yang terkandung dalam simplisia.Daun turi kering diserbukkan untuk mendapatkan ukuran partikel yang lebih kecil. Hal ini dilakukan karena serbuk simplisia yang semakin halus akan membuat proses ekstraksi semakin efektif dan efisien (Anonim, 2000b). Ekstraksi simplisia daun turi dilakukan dengan metode infundasi menggunakan pelarut air (akuades). Pemilihan metode ekstraksi dengan infundasi ini dipilih karena proses ekstraksinya menggunakan peralatan yang sederhana dan prosesnya relatif lebih cepat dibandingkan dengan metode lainnya akibat adanya peningkatan suhu sampai 90ºC untuk mempercepat ekstraksi. Tujuan digunakannya waktu yang singkat ialah untuk mencegah kerusakan yang mungkin terjadi akibat lamanya pemanasan. Kemudian, penggunaan air sebagai pelarut ialah karena pertimbangan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan pelarut lainnya, mudah didapatkan, tidak menyebabkan keracunan, tidak mudah menguap, dan juga tidak mudah terbakar (Wijaya et al., 2018).

(2)

Gambar 4.1 Ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L) Pers) setelah dikentalkan

Perhitungan rendemen ekstrak didasarkan pada perbandingan berat akhir ekstrak dengan berat awal dikali 100%. Lima puluh gram serbuk daun turi yang selanjutnya dikentalkan menjadi 9 gram, kemudian didapatkan persen rendemen ekstraknya sebesar 18%. Rendemen ekstrak yang diperoleh ini memberikan informasi bahwa 50 gram serbuk daun turi yang diekstraksi menggunakan metode infundasi dengan pelarut air dapat menghasilkan ekstrak kental sebanyak 9 gram.

4.3. Karakterisasi Ekstrak Air Daun Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) Dilakukan pemeriksaan karakterisasi mutu ekstrak yang meliputi uji kandungan alkaloid dan terpenoid, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tak larut asam dan uji cemaran logam berat Pb dan Cd.

Tabel 4.1 Data hasil karakterisasi ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L)

Pers)

No Parameter Hasil Acuan Keterangan

1 Kandungan alkaloid Positif Positif Sesuai 2 Kandungan terpenoid Positif Positif Sesuai

3 Kadar air 10% - -

4 Kadar abu total 11,77% - -

5 Kadar abu tak larut asam 0,415% - - 6 Cemaran Pb 0,467 mg/L ≤ 10 mg/L Sesuai 7 Cemaran Cd <0,0006 mg/L ≤ 0,3

(3)

4.3.1.Uji kandungan alkaloid

(a) (b)

Gambar 4.2 Hasil uji kandungan alkaloid dengan menggunakan pereaksi dragendorff (a), dan pereaksi mayer (b)

Ekstrak daun turi pada gambar 4.2 (a) yang direaksikan menggunakan pereaksi dragendorff menunjukkan adanya endapan berwarna jingga dan pada gambar 4.2 (b) yang direaksikan menggunakan pereaksi mayer menunjukkan adanya pembentukan endapan berwarna putih kekuningan. Dari hasil reaksi yang diperoleh telah sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa ekstrak yang dilarutkan kembali dengan pelarutnya pada suatu tabung dan diberikan reagen dragendorff akan membentuk endapan berwana jingga dan dengan pereaksi mayer akan membentuk endapan putih kekuningan yang menunjukkan keberadaan senyawa alkaloid dalam suatu ekstrak (Endarini, 2016). Hal ini menunjukkan positifnya kandungan senyawa alkaloid dalam ekstrak air daun turi.

Tabel 4.2 Hasil identifikasi kandungan alkaloid ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L) Pers)

Bahan Uji Uji Fitokimia Pereaksi Acuan Hasil Ekstrak Air

daun turi

Alkaloid total Dragendorf Terbentuk endapan* (+) Mayer Terbentuk endapan* (+) *(Saifudin et al., 2011)

(4)

4.3.2. Uji kandungan terpenoid

Gambar 4.3 Hasil uji kandungan terpenoid

Ekstrak air daun turi pada gambar 4.3 menunjukkan munculnya warna coklat kemerahan setelah ditambahkan kloroform dan asam sulfat pekat. Menurut literatur, warna coklat kemerahan yang muncul setelah penambahan kloroform dan asam sulfat pekat pada ekstrak air daun turi menunjukkan adanya terpenoid (Reji & Alphonse, 2013). Hal ini berarti ekstrak air daun turi pada penelitian ini positif mengandung senyawa terpenoid.

4.3.3. Penetapan kadar air ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.)

Kadar air ditetapkan untuk mengetahui residu air setelah proses pengeringan atau pengentalan. Selain itu, penetapan kadar air dilakukan untuk menentukan stabilitas suatu ekstrak (Saifudin et al., 2011). Kadar air yang terkandung dalam suatu ekstrak diharapkan dalam jumlah yang rendah agar ekstrak yang diperoleh tidak mudah ditumbuhi bakteri dan kapang. Selain itu, untuk menghilangkan aktivitas enzim yang mungkin akan menguraikan kandungan zat aktif dan untuk memudahkan pengelolaan bahan selanjutnya. Kadar air yang terkandung dalam suatu bahan dapat mempengaruhi mutu bahan tersebut.

Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini yakni sebesar 10%. Standar kadar air yang memenuhi syarat sebagai obat telah ditetapkan dalam Farmakope Herbal Indonesia (FHI). Setiap tanaman memiliki kadar air tertentu yang telah

(5)

distandarkan. Namun, dalam FHI, belum ada standarisasi yang dilakukan pada daun turi sehingga hasil penetapan kadar air pada penelitian ini sekedar memberikan informasi. Sebagai pembanding, dalam FHI ada tanaman yang memiliki taksonomi yang sama dengan tanaman turi hanya berbeda genusnya yakni tanaman asam (Tamarindus indica L.), yang mana standar kadar air ekstrak kental daunnya menurut FHI tidak lebih dari 18,7% (Anonim, 2017b).

4.3.4. Penetapan kadar abu total dan kadar abu tak larut asam ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.)

Kadar abu ditetapkan dengan tujuan untuk menentukan sisa kadar abu non-organik secara spesifik setelah dilakukan pengabuan. Hal ini karena masing-masing jenis tanaman obat memiliki karakteristik tersendiri sehingga memiliki kadar abu yang spesifik (Saifudin et al., 2011). Lebih lanjut lagi bahwa penetapan kadar abu dilakukan untuk mengetahui besar kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari awal proses diperolehnya tanaman hingga terbentuknya ekstrak. Jenis-jenis mineral yang terkandung dalam suatu bahan diantaranya yakni garam-garam anorganik seperti logam alkali, fosfat, karbonat, klorida dan sulfat nitrat. Adapun kandungannya berupa garam-garam organik diantaranya seperti garam dari oksalat, asetat, pektat, dll. Selain kadar abu total, ditetapkan pula kadar abu tak larut asam dengan tujuan untuk mengetahui kebersihan yang berhubungan dengan pengotor atau kontaminasi dan kemurnian suatu bahan. Hal ini dikarenakan abu yang larut dalam asam adalah yang mengandung mineral, sehingga sisa abu yang tidak larut asam yang ditimbang merupakan pengotor atau kontaminasi.

Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar abu total yakni sebesar 11,77%. Jumlah kadar abu total harus dikurangi dengan jumlah kadar abu tak larut asam karena abu yang larut asam itu yang mengindikasikan jumlah mineral yang terkandung dalam ekstrak. Kadar abu tak larut asam yang diperoleh yakni sebesar 0,415%. Hal ini menunjukkan, persen kontaminasi dalam ekstrak sebesar 0,415%. Sama halnya seperti kadar air bahwa dalam FHI belum ada standarisasi yang dilakukan sehingga belum bisa diketahui pasti besar kadar abu total dan abu tidak larut asam yang spesifik untuk ekstrak daun turi. Tanaman asam

(6)

(Tamarindus indicaL.) yang memiliki taksonomi yang sama dengan turi, standar kadar abu total ekstrak kental daunnya menurut FHI tidak lebih dari 4,1% dan abu tak larut asam tidak lebih dari 1,2% (Anonim, 2017b).

4.3.5. Uji cemaran logam berat plumbum (Pb) dan cadmium ( Cd) ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.)

Uji cemaran logam berat plumbum (Pb) dan cadmium (Cd) pada penelitian ini menggunakan metode AAS yang dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Hasil pengujian dapat dilihat pada lampiran 4.

Hasil pengujian kandungan cemaran logam berat plumbum (Pb) ekstrak air daun turi menunjukkan kandungan dengan rata-rata sebesar 0,467 mg/L. Persyaratan mutu bahan obat tradisional yang ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam peraturannya tahun 2014 menetapkan bahwa cemaran logam berat yang diperbolehkan pada obat tradisional yakni sebesar ≤10 mg/L, sehingga hasil yang diperoleh pada penelitian ini masih termasuk dalam batasan cemaran logam berat yang diperbolehkan oleh BPOM karena 0,467 mg/L < 10 mg/L. Selain Pb, diuji juga kandungan cemaran logam berat cadmium (Cd) dengan hasil sebesar 0,0006 mg/L. Dalam peraturan BPOM, untuk memenuhi persyaratan mutu bahan obat, batasan cemaran logam berat Cd yang diperbolehkan yakni sebesar ≤0,3 mg/L, sehingga hasil yang diperoleh pada penelitian ini masih termasuk dalam batasan yang diperbolehkan. Jadi, dari kedua hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak air daun turi masih termasuk dalam keadaan aman.

4.4. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Air Daun Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) pada Embrio Ikan Zebra (Danio rerio)

Uji toksisitas akut pada embrio ikan zebra bertujuan untuk melakukan skrining awal kemungkinan toksisitas suatu bahan. Uji toksisitas ini mengacu pada pedoman OECD 236 tahun 2013. Prinsip uji toksisitas akut pada embrio ikan zebra yakni dengan memaparkan senyawa uji selama 96 jam pada telur ikan zebra yang terfertilisasi. Pengamatan di bawah mikroskop dilakukan setiap 24 jam

(7)

dengan melihat adakah 4 indikator kematian embrio ikan zebra. Empat indikator tersebut adalah : (1) Koagulasi; (2) Tidak terjadi pembentukan somit; (3) Tidak terjadi pelepasan tail-bud dari yolk; dan (4) Tidak berdetaknya jantung embrio.

Embrio yang digunakan untuk pengujian adalah embrio fertil dengan kondisi yang baik, memiliki keseragaman tahap perkembangan embrio serta embrio yang berumur kurang dari 6 jam pasca fertilisasi. Embrio yang fertil dapat ditentukan ketika embrio telah melewati masa pembelahan 32 sel, atau idealnya sekitar umur >1,75 jam. Alasan penggunaan embrio yang fertil dengan kondisi yang baik, memiliki keseragaman tahap perkembangan embrio adalah untuk memudahkan pengamatan dan menghindari hasil yang bias. Sedangkan, penggunaan embrio yang kurang dari 6 jam ini dikarenakan senyawa uji akan mengalami kesulitan ketika akan menembus membran embrionya (korion) jika dipaparkan lebih dari 6 jam setelah fertilisasi (OECD 236, 2013).

Gambar 4.4 Embrio ikan zebra yang sudah berumur sekitar 2-3 jam setelah fertilisasi

Senyawa uji apabila bersifat toksik akan memperlihatkan adanya abnormalitas perkembangan embrio ikan zebra. Berikut hasil pengamatan uji toksisitas akut ekstrak air daun turi pada embrio ikan zebra dengan mengamati 4 indikator kematian embrio yang telah disebutkan sebelumnya. Pertama, embrio yang mengalami koagulasi.

Pada tabel 4.3 menunjukkan koagulasi yang dialami embrio ikan zebra pada semua kelompok uji. Koagulasi embrio terjadi pada konsentrasi ekstrak air daun turi ≥ 200 ppm (300 ppm, 250 ppm dan 200 ppm) ketika pengamatan jam ke-24, sedangkan pada konsentrasi ≤ 200 ppm (150 ppm dan 100 ppm) persentase koagulasi embrio 0%, sehingga dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin

(8)

tinggi konsentrasi ekstrak air daun turi yang dipaparkan akan meningkatkan angka koagulasi embrio yang berarti ekstrak semakin toksik dan menjadikan daya hidup embrio menurun.

Tabel 4.3 Jumlah embrio yang mengalami koagulasi setelah pemaparan ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) selama 96 jam

Kelompok

% embrio yang mengalami koagulasi

24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

300 ppm 100 - - -250 ppm 45 0 0 0 200 ppm 20 0 0 0 150 ppm 0 0 0 0 100 ppm 0 0 0 0 Kontrol negatif 10 0 0 0 Kontrol positif 25 30 35 45 Kontrol pelarut 0 0 0 0

Hasil persentase koagulasi embrio pada kontrol negatif sebesar 10%, hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti adanya kontaminasi dari luar dan kemungkinan embrio yang diseleksi kurang baik. Namun 10% angka koagulasi pada kontrol negatif tidak mempengaruhi validitas pengujian dikarenakan maksimal koagulasi yang dialami kontrol negatif adalah 10% (harus menetas 90%-96 jam).

Koagulasi yang terjadi pada kontrol positif semakin meningkat dengan lamanya pengujian yakni dari 25% pada jam ke-24 menjadi 45% pada jam ke-96. Koagulasi embrio merupakan salah satu indikator kematian, sehingga hasil yang diperoleh pada kontrol positif sudah sesuai dengan validitas uji yang tercantum dalam OECD 236 tahun 2013 bahwa pengujian dikatakan valid jika kematian embrio pada kontrol positif minimal 30% sampai 96 jam pemaparan dikarenakan sifat DCA yang toksik.

(9)

Gambar 4.5 Contoh gambaran koagulasi embrio ikan zebra pada pemaparan ekstrak air daun turi konsentrasi 200 ppm

Kedua, indikator yang diamati adalah tidak terjadi pembentukan somit embrio ikan zebra. Somit merupakan perkembangan massa mesoderm menjadi dermis, otot rangka dan vertebrata, apabila somit tidak terbentuk berarti terjadi abnormalitas perkembangan embrio (Anonim, 2013).

Tabel 4.4 Jumlah embrio yang mengalami pembentukan somit setelah pemaparan ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) selama 96 jam

Kelompok

% embrio yang mengalami pembentukan somit

24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

300 ppm 0 0 0 0 250 ppm 55 100 100 100 200 ppm 80 100 100 100 150 ppm 100 100 100 100 100 ppm 100 100 100 100 Kontrol negatif 90 100 100 100 Kontrol positif 75 70 65 55 Kontrol pelarut 100 100 100 100

Berdasarkan data hasil pada tabel 4.4, pembentukan somit terjadi pada embrio di semua kelompok konsentrasi maupun kelompok kontrol yang tidak mengalami koagulasi sebagaimana data pada tabel 4.3. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penghambatan pembentukan somit pada embrio ikan zebra

(10)

terjadi pada konsentrasi ekstrak air daun turi ≥ 200 ppm, sehingga dapat dikatakan semakin tinggi konsentrasi ekstrak air daun turi yang dipaparkan akan semakin terhambat pembentukan somit pada embrio ikan zebra.

Pada kontrol positif, persentase pembentukan somit mengalami penurunan selama 96 jam. Hal ini dikarenakan kematian embrio yang disebabkan oleh koagulasinya meningkat dari 25% pada jam ke-24 menjadi 45% pada jam ke-96 yang menunjukkan bahwa semakin lama paparan DCA maka akan semakin meningkat penghambatan perkembangan somit embrio ikan zebra.

Gambar 4.6 Contoh gambaran pembentukan somit dari embrio yang berumur sekitar 24 jam pada pemaparan ekstrak air daun turi konsentrasi 100 ppm

Ketiga, indikator yang diamati adalah tidak terjadi pelepasan tail-bud dari

yolk. Tail-bud ialah bagian belakang atau ujung ekor embrio. Sedangkan, yolk

ialah kuning telur atau bagian yang berbentuk bulat dan berukuran besar dari embrio. Yolk merupakan makanan bagi embrio hingga berumur 96 jam (4 hari). Lepasnya tail-bud dari yolk dimulai dari umur 18 jam.

Berdasarkan data pada tabel 4.5, tidak semua embrio yang bertahan mengalami pelepasan tail-bud dari yolk. Pada konsentrasi 250 ppm, embrio mengalami pelepasan tail-bud dari yolk pada jam ke-24 yakni 45% dan meningkat hingga jam ke-96 menjadi 100% karena seluruh embrio yang bertahan mengalami hal tersebut, begitu pula pada konsentrasi 200 ppm dan kontrol negatif. Pada konsentrasi 150 ppm, 100 ppm, dan kontrol pelarut, seluruh embrio mengalami pelepasan tail-bud dari yolk kecuali embrio yang mengalami koagulasi pada tabel 4.3. Berdasarkan data hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ekstrak air daun turi konsentrasi >200 ppm dapat menghambat perkembangan embrio pada tahap pelepasan tail-bud dari yolk..

(11)

Tabel 4.5 Jumlah embrio yang mengalami lepasnya tail-bud dari yolk setelah pemaparan ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L) Pers) selama 96 jam

Kelompok

% embrio yang mengalami lepasnya tail-bud dari yolk

24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

300 ppm - - - -250 ppm 45 100 100 100 200 ppm 80 100 100 100 150 ppm 100 100 100 100 100 ppm 100 100 100 100 Kontrol negatif 90 100 100 100 Kontrol positif 30 30 30 40 Kontrol pelarut 100 100 100 100

Pada kontrol positif, embrio yang mengalami pelepasan tail-bud dari yolk

sebesar 30% sampai jam ke-72 dan meningkat menjadi 40% pada jam ke-96 yang membuktikan bahwa DCA dapat menghambat pelepasan tail-bud dari yolk.

Gambar 4.7 Contoh gambaran pelepasan tail-bud (a) dari yolk (b) embrio ikan zebra pada paparan ekstrak air daun turi konsentrasi 100 ppm

Keempat, indikator yang diamati di bawah mikroskop adalah tidak adanya detak jantung. Detak jantung embrio ikan zebra dapat diamati secara visibel mulai dari pengamatan 48 jam.

a

(12)

Tabel 4.6 Jumlah embrio yang berdetak jantungnya setelah pemaparan ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L) Pers) selama 96 jam

Kelompok

% embrio yang berdetak jantungnya

24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

300 ppm - - - - 250 ppm 0 100 100 100 200 ppm 0 100 100 100 150 ppm 0 100 100 100 100 ppm 0 100 100 100 Kontrol negatif 0 100 100 100 Kontrol positif 0 50 20 0 Kontrol pelarut 0 100 100 100

Data hasil di atas memperlihatkan bahwa semua embrio yang masih hidup pada 5 konsentrasi maupun kontrol (kecuali kontrol positif) mulai dari pengamatan pada jam ke-48 sampai jam ke-96 jantungnya berdetak. Sedangkan pada kontrol positif, embrio yang berdetak jantungnya pada jam ke-48 hanya 50% dari embrio yang bertahan hidup dan menurun pada jam ke-72 menjadi 20%, selanjutnya tidak ada yang mengalami detak jantung pada jam ke-96 karena embrio telah mati seluruhnya. Jadi, dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ekstrak air daun turi tidak mempengaruhi detak jantung pada embrio ikan zebra, sedangkan DCA pada kontrol positif menghambat berdetaknya jantung embrio ikan zebra karena sifatnya yang toksik.

Gambar 4.8 Contoh gambaran jantung embrio ikan zebra secara visibel pada pengamatan jam ke-48

(13)

Selain 4 indikator tersebut di atas, dilakukan juga perhitungan abnormalitas perkembangan embrio ikan zebra berdasarkan data hasil dari 4 indikator tersebut, perhitungan persen abnormalitas perkembangan embrio dilakukan mulai dari jam ke-24 sampai jam ke-96 pada semua kelompok.

Tabel 4.7 Jumlah embrio yang mengalami abnormalitas setelah pemaparan ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L) Pers) selama 96 jam

Kelompok

% embrio yang mengalami abnormalitas perkembangan

24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

300 ppm - - - - 250 ppm 15 15 15 15 200 ppm 0 0 0 0 150 ppm 0 0 10 10 100 ppm 0 0 20 20 Kontrol negatif 0 0 0 0 Kontrol positif 50 75 75 75 Kontrol pelarut 0 0 10 10

Berdasarkan data di atas, kelompok konsentrasi 250 ppm menunjukkan abnormalitas perkembangan sebanyak 15% sampai pengamatan jam ke-96, yang mana abnormalitas yang terjadi yakni edema perikardium dan perlemahan detak jantung. Pada konsentrasi 150 ppm dan 100 ppm, terjadi abnormalitas perkembangan embrio berupa pertumbuhan somit yang tidak lurus. Pada kontrol pelarut, terjadi abnormalitas embrio sebanyak 10% yang ditandai dengan edema perikardium dan pertumbuhan somit yang tidak lurus. Pada kontrol positif, abnormalitas meningkat setelah jam ke-48 dari 50% menjadi 75% dikarena sifat DCA yang semakin toksik dengan semakin lamanya paparan. Abnormalitas yang terjadi pada kontrol positif diantaranya yakni embrio tidak mengalami pembentukan somit dan pelepasan tail-bud dari yolk, terjadi keterlambatan

(14)

pembentukan somit dan pelepasan tail-bud dari yolk, pertumbuhan somit yang tidak lurus, melemahnya detak jantungdan edema perikardium.

Gambar 4.9 Contoh gambaran abnormalitas perkembangan embrio setelah pemaparan esktrak air daun turi serta perbandingannya dengan embrio normal :

(a) Embrio abnormal dengan somityang bengkok; (b) embrio normal dengan somityang lurus; (c) embrio abnormal yang mengalami edema perikardium; (d)

embrio dengan jantung yang nomal

Data yang telah dipaparkan di atas kemudian dihitung persentase kematiannya. Persentase kematian embrio ini didapatkan dari jumlah embrio yang mati karena mengalami koagulasi dan embrio yang mati karena jantungnya tidak berdetak. Kemudian, didapatkan grafik % kematian embrio dari semua kelompok perlakuan selama 96 jam yang dapat dilihat pada gambar 4.10.

Grafik % kematian pada gambar 4.10 memperlihatkan bahwa % kematian terbanyak terjadi pada pengamatan jam ke-24, dimana kematian tersebut karena koagulasi embrio yang mungkin disebabkan dari pemaparan larutan uji maupun dari rendahnya kualitas embrio. Persentase kematian embrio ikan zebra yang dipaparkan ekstrak air daun turi meningkat seiring meningkatnya konsentrasi. Selain itu, persen kematian embrio pada kontrol positif semakin meningkat beriringan dengan lamanya waktu paparan DCA.

a b

(15)

Gambar 4.10 Grafik % kematian embrio ikan zebra pada kelompok konsentrasi ekstrak air daun turi (300 ppm, 250 ppm, 200 ppm, 150 ppm dan 100 ppm), kontrol negatif, kontrol positif dan kontrol pelarut dengan lama waktu pemaparan

96 jam

Selanjutnya, dari data % kematian dilakukan perhitungan LC50 ekstrak air

daun turi menggunakan analisis probit dalam Microsoft Office Excel. LC50 (Lethal

concentration50) merupakan konsentrasi suatu senyawa uji yang menyebabkan minimal 50% kematian pada hewan uji.

Tabel 4.8 Nilai probit dari % kematian embrio ikan zebra (Danio rerio) Konsentrasi

(ppm) Log10(konsentrasi) % kematian Probit

100 2 0 0

150 2,176091259 0 0

200 2,301029996 20 3,36

250 2,397940009 45 4,87

300 2,477121255 100 8,09

Berdasarkan tabel 4.8 kemudian dihitung LC50 menggunakan regresi

dalam Microsoft Office Excel dan didapatkan persamaan garis lurus Y= ax+b. Sumbu x adalah log konsentrasi ekstrak air daun turi dalam ppm dan sumbu y adalah nilai probit.

0 20 40 60 80 100 120 300 ppm 250 ppm 200 ppm 150 ppm 100 ppm Kontrol negatif Kontrol positif Kontrol pelarut % K em a tia n em brio Kelompok perlakuan

(16)

Gambar 4.11 Grafik regresi linier log konsentrasi ekstrak air daun turi terhadap nilai probit

Hasil dari perhitungan menggunakan Microsoft Office Excel adalah

sebagai berikut : Intercept (b) = -35,05 X Variable 1 (a) = 16,87 R2 = 0,857 Y = ax+b Y = 16,87x+(-35,05) 5 = 16,87x+(-35,05) X = (5+35,05)/16,87 X = 2,3740 LC50 = antilog x = antilog 2,3740 = 236,59 ppm

Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan LC50 sebesar 236,59 ppm.

Penelitian lain melaporkan bahwa ekstrak temu lawak dapat menyebabkan malformasi mayor pada jantung sehingga bersifat toksik dengan nilai LC50 sebesar

80 ppm (Nurfadilawati, 2015). Penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian ini dalam penggunaan larutan uji berupa ekstrak dan penggunaan metode yang sama yakni uji toksisitas terhadap embrio ikan zebra, sehingga hal ini menunjukkan bahwa ekstrak air daun turi kurang toksik dibandingan dengan ekstrak temu lawak. Selain dari nilai LC50 yang telah didapatkan, kemungkinan

y = 16,878x - 35,057 R² = 0,857 -2 0 2 4 6 8 10 0 1 2 3 N ilai p ro b it Log konsentrasi

Probit

Probit Linear (Probit)

(17)

sifat toksik ekstrak air daun turi dapat muncul dari hasil karakterisasi ekstrak air daun turi yang telah dilakukan dengan beberapa parameter. Ekstrak air daun turi terbukti mengandung alkaloid dan terpenoid, yang mana beberapa senyawa turunannya bersifat toksik (Hoffman, 2003). Namun, pada penelitian ini belum diketahui jenis senyawa alkaloid dan terpenoid yang terkandung dalam ekstrak air daun turi. Empat parameter lainnya yakni kadar air, kadar abu total, kadar abu tak larut asam, dan kadar logam Pb dan Cd ekstrak air daun turi tidak mengindikasikan adanya ketoksikan dari hasil yang diperoleh.

Gambar

Gambar 4.1 Ekstrak air daun turi (Sesbania grandiflora (L) Pers) setelah  dikentalkan
Tabel 4.2 Hasil identifikasi kandungan alkaloid ekstrak air daun turi (Sesbania  grandiflora (L) Pers)
Gambar 4.3 Hasil uji kandungan terpenoid
Gambar 4.4 Embrio ikan zebra yang sudah berumur sekitar 2-3 jam setelah  fertilisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu pasien melakukan pemeriksaan analisis Hb, dan didapatkan hasil (+) thalasemia ß, namun pasien mengakui bahwa sebelumnya belum pernah melakukan

Berdasarkan pada rumus regresi korelasi untuk memprediksi tinggi badan perempuan dari populasi Jawa oleh Bergmann dan Hoo (1955), maka diperkirakan bahwa individu Leran 5

Hingga saat ini di dunia terdapat lebih dari 2300 spesies rayap yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok ekologi yang berbeda: kayu lembab, kayu kering, tanah

Meskipun perilaku adalah keseluruhan kegiatan atau aktivitas seseorang, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar, tetapi dalam

Sebagai indikator penyembuhan ikan lele dari penyakit kuning adalah konsentarsi bilirubin dalam serum darah, enzim transaminase dalam darah yaitu SGPT dan SGOT,

Mengetahui besar nilai kebisingan yang terjadi akibat lalu lintas di kawasan pertokoan Coyudan Surakarta, usaha penanganan yang sesuai dengan permasalahan dan

20 Maret 2019 Pada hari kedua puluh dua, seperti biasa penulis melakukan tugas rutinitas mengganti kaset sama seperti pada hari sebelumnya hanya saja kaset yang

Variabel Curahan waktu kerja ( x6 ) memiliki koefisien sebesar 2499 dengan tingkat signifikan 0,000 Y 0,05, lamanya jam kerja berpengaruh nyata terhadap