• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepatuhan berobat penderita hipertensi dewasa madya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kepatuhan berobat penderita hipertensi dewasa madya."

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Sri Wahyuni B77213098

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

xi INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepatuhan berobat penderita hipertensi dewasa madya dan untuk mengetahui faktor-faktor kepatuhan berobat penderita hipertensi dewasa madya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara yang dilakukan kepada subjek dan significant other dan didukung oleh dokumentasi. Subjek penelitian yaitu 3 orang penderita hipertensi usia dewasa madya yaitu usia antara 40-60 tahun. Kepatuhan dalam berobat oleh ketiga subjek dalam penelitian ini cukup beragam. Pilihan dan tujuan pengaturan, perencanaan pengobatan atau perawatan dan pelaksanaan aturan hidup. Hasil penelitian menunjukkan gambaran kepatuhan pada ketiga subjek adalah dengan mematuhi dengan penuh suka rela atas perintah dokter yaitu pengobatan secara farmakologi maupun non farmakologi. Pengobatan scara farmakologi adalah mengkonsumsi obat anti hipetensi dan cek up rutin sesuai dengan anjuran dokter. Sedangkan pengobatan secara non farmakologi adalah pengobatan yang dilakukan dengan cara menghentikan merokok, mengurangi berat badan, menghindari alkohol, serta melakukan aktifitas fisik dan membatasi asupan garam. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat penderita hipertensi dewasa madya adalah karakteristik individu, ciri kesakitan dan ciri pengobatan, variabel-variabel sosial, persepsi dan pengharapan pasien dan komunikasi antara pasien dan dokter.

(7)

xii

ABSTRACT

The study aims to determine the description of adherence treatment for adult patients’ hypertension and to know the factors of adherence treatment medication for adult patients’ hypertension. The research is conducted using qualitative method by phenomenology approach. The steps of data collection are observation and interview the subject and significant other and also supported by the documentation. The research subjects are 3 people with adult patients’ hypertension i.e. age between 40-60 years. In this study, adherence of treatment by three subjects is multiple diverse. Those are the selection and purpose of systematization, treatment planning or care and implementation of life rules. The results show the description of adherence on three subjects is to comply voluntarily on the doctor’s orders, either pharmacology or non pharmacology treatment. Pharmacological and non-pharmacological treatment. Pharmacologic treatment is to take anti-hypetensive drugs and routine check up as recommended bydoctor. Non-pharmacological treatment is a treatment done by stopping smoking, losing weight, avoiding alcohol, and doing physical activity and limiting salt intake. factors of adherence treatment medication for adult patients’ hypertension are individual characteristics, morbidity and treatment characteristics, social variables, perceptions and expectations of patients and also communication between patients and doctors.

(8)

vii DAFTAR ISI

COVER

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Kepatuhan 1. Definisi Kepatuhan... 17

2. Aspek-aspek kepatuhan berobat ... 18

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan ... 19

4. Pengukuran Kepatuhan ... 24

5. Cara-Cara Meningkatkan Kepatuhan ... 26

B. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi ... 29

2. Tanda Dan Gejala Hipertensi ... 33

3. Jenis Hipertensi ... 34

4. Klasifikasi Hipertensi ... 35

5. Faktor Hipertensi ... 36

6. Komplikasi Hipertensi ... 39

7. Pengobatan ... 40

C. Dewasa Madya 1. Pengertian Dewasa Madya ... 44

2. Karakteristik Usia Dewasa Madya ... 46

3. Tugas Perkembangan Dewasa Madya ... 49

D. Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi Dewasa Madya ... 50

E. Perspektif Teoritis ... 55

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 57

B. Lokasi Penelitian ... 60

C. Sumber Data ... 60

D. Cara Pengumpulan Data ... 67

(9)

F. Keabsahan Data ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Partisipan ... 77

B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Temuan Penelitian ... 87

2. Analisis Temuan Penelitian... 112

C. Pembahasan ... 124

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 130

B. Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 133

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk hidup, makhluk Tuhan, dan manusia sebagai makhluk sosial akan mengalami beberapa fase dalam kehidupannya. Manusia tumbuh dan berkembang sepanjang usianya. Makin berkembang seseorang, makin bertambah usianya, seiring dengan bertambahnya usia, manusia akan mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan tersebut, terutama karena adanya perubahan pada aspek biologis yang kemudian membawa perubahan secara psikologis dan sosial.

(11)

Zaman sekarang berbagai macam penyakit telah banyak di derita orang, baik mereka yang usia muda ataupun yang lanjut usia, baik itu penyakit yang menular ataupun tidak menular. Penyakit yang tidak menular salah satunya adalah penyakit tekanan darah tinggi yang mulai banyak diderita orang. (Kompas, 2011:1). Hipertensi atau darah tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka diastotic (bagian bawah) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang serupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya. (Pudiastuti, 2013:13). Penyakit darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah dan jantung yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai kejaringan tubuh yang membutuhkannya. Tekanan darah tinggi atau hipertensi berarti tekanan tinggi di dalam arteri-arteri. Arteri-arteri adalah pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah dari jantung yang memompa ke seluruh jaringan dan orga-organ tubuh. (Pudiastuti, 2013:15).

(12)

bermacam-macam penyakit tidak menular yang telah di sebutkan di atas, penyakit hipertensi menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini. Penyakit hipertensi sangat erat kaitanya dengan penyebab utama dari gagal jantung, stroke dan gagal ginjal, (Kompas, 2011:1).

Penyakit hipertensi merupakan penyakit kronis yang semakin meningkat, baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut Khancit, pada tahun 2011 WHO mencatat ada satu miliar orang yang terkena hipertensi. Di Indonesia, angka penderita hipertensi mencapai 32% pada tahun 2008 dengan kisaran usia di atas 25 tahun. Jumlah penderita pria mencapai 42,7%, sedangkan 39,2% adalah wanita. (Candra, 2013:1). 1 miliar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit hipertensi. Adib, 2009 (dalam Sartika, 2014:1).

(13)

warga dunia setiap tahunnya. Melalui Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar, dengan prediksi tahun 2025 mendatang sekitar 29 % warga dunia terkena hipertensi. Tekanan darah atau hipertensi tidaklah menimbulkan gejala, sehingga banyak orang yang mengabaikan penyakit ini. (Kompas, 2013:1). Penyakit hipertensi menjadi salah satu penyakit berbahaya yang diam-diam bisa mematikan karena tidak ada gejala atau tanda khas untuk peringatan dini. Bahkan banyak orang yang merasa sehat dan energik bisa menyimpan gejala hipertensi. (Ilmu kesehatan, 2012:1).

Dari hasil observasi ketiga Subjek bertempat tinggal di kabupaten Sampang lebih tepatnya di Desa Ketapang timur Kecamatan Ketapang, yang mana masyarakat desa Ketapang timur mayoritas berprofesi sebagai petani dan peternak sapi, mulai bekerja dari pagi sampai sore, sehingga banyak menghabiskan waktunya di ladang untuk kegiatan bertani dan mengambil rumput sebagai pakan sapi hal ini sudah dilakukan secara turun temurun karena bertani sudah merupakan pekerjaan sehari-hari.

(14)

bahkan terkadang mereka kaum laki-laki membersihkan kandang sapi sembari menunggu sarapan matang. Setelah sarapan, langsung pergi ke ladang atau sawah untuk memulai kegiatan bertani ataupun untuk mengambil rumput sebagai pakan sapi, pada masyarakat desa ketapang timur mayoritas penduduknya mempunyai ternak sapi disetiap rumah masing-masing begitu pula dengan ketiga subyek penelitian ini ketiga subyek berprofesi sebagai petani dan juga sebagai peternak sapi dan merupakan pekerja keras.

Penduduk desa ketapang timur tidak terkecuali ketiga subjek sangat menggemari makanan asin, pedas dan mayoritas untuk kaum laki-laki adalah perokok serta minum kopi dipagi hari. Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti ketiga subjek yaitu ketiga nya sudah berkeluarga, berusia madya yaitu usia (40-60 tahun) dan masih aktif dalam segala kegiatan, yaitu bekerja serta mengurus keluarga meskipun ketiganya sudah mengalami penyakit hipertensi dengan waktu yang sudah cukup lama bahkan diantaranya ada yang sudah mengidap penyakit hipertensi selama kurang lebih 5 tahun lamanya. (Hasil observasi tanggal 28 April 2017).

Jika melihat beberapa faktor yang mempengaruhi penyakit hipertensi yaitu faktor usia yang merupakan bagian dari penyebab peningkatan tekanan darah. Selain itu, faktor lainnya seperti jenis kelamin, latihan fisik, makanan, stres emosioanal, obesitas, serta kondisi pembuluh darah juga tidak luput dari faktor yang mempengaruhi peningkatan tekanan darah (Prasetyorini, 2012:62).

(15)

tekanan darah pasien yang telah diukur menggunakan tensimeter dan diperoleh hasil tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi tidak dapat disembuhkan namun hanya dapat dikendalikan melalui kontrol kesehatan secara rutin, melakukan diet rendah garam dan mengonsumsi obat secara teratur untuk mengurangi risiko komplikasi pada kardiovaskular dan organ lain yang ada pada diri pasien (Ratnaningtyas & Djatmiko, 2011:1). Hipertensi sering dikatakan sebagai Sillent Killer, karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala–gejala terlebih dahulu sebagai

peringatan bagi korbannya. Hipertensi merupakan penyakit yang kerap dijumpai di masyarakat dengan jumlah penderita yang terus meningkat setiap tahunnya. Baik disertai gejala atau tidak, ancaman terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh hipertensi terus berlangsung. (Vitahealth, 2005:12). Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya. Adib, 2009 (dalam Santika, 2014:1).

(16)

Pudiastuti (2013:15) hipertensi tidak secara langsung membunuh penderitanya, akan tetapi hipertensi memicu munculnya penyakit lain yang mematikan. Dalimarta (2008:10) penyakit hipertensi yang tidak terkontrol akan dapat menyebabkan organ tubuh menjadi rusak. Kerusakan tersebut dapat menyerang fungsi-fungsi otak, ginjal, mata, dan bahkan dapat mengakibatkan kelumpuhan organ-organ gerak. Namun, kerusakan yang paling sering terjadi akibat penyakit ini adalah gagal ginjal dan stroke.

Pengobatan untuk penderita hipertensi dapat dilakukan secara farmakologis maupun non-farmakologis. Pengobatan secara non-farmakologis dapat berupa melakukan pola hidup sehat seperti pengendalian berat badan, pengendalian stres, pengurangan asupan garam, rendah kolesterol, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Pengobatan secara farmakologis yaitu dengan rutin mengkonsumsi obat anti hipertensi secara teratur setiap hari dan melakukan pengontrolan tekanan darah sesuai dengan yang dianjurkan dokter. (Utami, 2016:1).

(17)

Chaplin (1989:99) kepatuhan didefinisikan sebagai pemenuhan, mengalah tunduk dengan kerelaan; rela memberi, menyerah, mengalah, membuat suatu keinginan konformitas sesuai dengan harapan atau kemauan orang lain. Menurut Taylor (2015:266) kepatuhan adalah memenuhi permintaan orang lain, didefinisikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan berdasarkan keinginan orang lain atau melakukan apa-apa yang diminta oleh orang lain, kepatuhan mengacu pada perilaku yang terjadi sebagai respons terhadap permintaan langsung dan berasal dari pihak lain. Dalam ranah psikologi kesehatan Sarafino (dalam Ardani, 2007:238) mendefinisikan kepatuhan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Sacket (dalam Niven, 1994:253) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Perilaku kepatuhan sering diartikan sebagai usaha pasien untuk mengendalikan perilakunya. Bahkan jika tidak dilakukan hal tersebut bisa menimbulkan resiko mengenai kesehatannya.

(18)
(19)

B.Fokus penelitian

Fokus dari penelitian yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran sikap patuh dalam berobat penderita hipertensi dewasa

madya?

2. Apa saja faktor-faktor kepatuhan berobat penderita hipertensi dewasa madya?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

1. Gambaran kepatuhan dalam berobat penderita hipertensi dewasa madya. 2. Faktor faktor kepatuhan berobat penderita hipertensi dewasa madya.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan ini, maka hasil penelitian akan bermanfaat sebagai:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan bagi upaya pengembangan wawasan keilmuan bidang Psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Klinis.

b. Menambah wacana serta sumber refrensi bagi penderita hipertensi dalam ranah kesehatan.

(20)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan bahan masukan bagi tenaga kesehatan, orang-orang sekitar penderita hipertensi dan juga bagi penderita itu sendiri dalam meningkatkan kepatuhan berobat. Urgensi dalam penelitian ini dimaksudkan agar hasil dari penelitian mampu memberikan motivasi, mengajak para penderita hipertensi untuk patuh dalam berobat sehingga kualitas hidup tetap bisa dirasakan. Sedangkan untuk kalangan akademisi dan khalayak umum semoga penelitian ini bisa memberikan gambaran tentang pentingnya menjaga kesehatan dan pola hidup sehat dan kepatuhan berobat.

E.Keaslian Penelitian

(21)

Penelitian terkait kepatuhan berobat penderita hipertensi pernah dilakukan oleh Utami Rahayu Sri & Salamah Raudatus (2016) dengan judul Hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan berobat penderita hipertensi di

puskesmas tualang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan berobat pada penderita hipertensi di Puskesmas Tualang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan berobat penderita hipertensi di

Puskesmas Tualang. Artinya, semakin tinggi dukungan yang diberikan keluarga terhadap

pend-erita hipertensi maka semakin tinggi pula kepatuhan berobat pendpend-erita hipertensi di Puskesmas

Tualang. Hal yang membedakan dengan peneliti adalah terletak pada tujuan penelitian dan metode penelitian yang mana penelitian tersebut menggunakan metode kuantitaif sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Evadewi & Sukmayanti (2013). Kepatuhan mengonsumsi obat pasien hipertensi di denpasar ditinjau dari

(22)

Penelitian terkait kepatuhan lainnya dilakukan oleh Nurina Dewi Pratita (2012) dengan judul Hubungan dukungan pasangan dan health locus of control dengan kepatuhan dalam menjalani proses pengobatan pada penderita diabetes

mellitus tipe-2. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan pasangan dan HLOC dengan kepatuhan dalam menjalani proses pengobatan pada penderita DM tipe-2. Penelitian ini bersifat kuantitatif korelasional. Penelitian ini menunjukkan hasil ada hubungan yang sangat signifikan antara HLOC, dan dukungan pasangan dengan kepatuhan dalam menjalani proses pengobatan pada penderita DM. HLOC memiliki sumbangan efektif yang lebih besar dibandingkan dengan dukungan pasangan. Bila dukungan pasangan dikorelasikan dengan kepatuhan dalam menjalani proses pengobatan pada DM tanpa mengontrol HLOC maka hasilnya tidak signifikan. Hal yang membedakan dengan peneliti ini adalah terletak pada tujuan, metode, dan subyek penelitian. Dalam penelitian ini memilih penderita diabetes mellitus tipe-2 sebagai subyek sedangkan peneliti menggunakan penderita penyakit hipertensi dewasa madya sebagai subyek penelitian.

(23)

control eksternal Chance (X3= 13,87). Hal yang membedakan dengan peneliti adalah terletak pada metode penelitian dan subyek penelitian.

Kusumawati Idha (2015) Kepatuhan menjalani diet ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui; 1) perbedaan kepatuhan menjalani diet ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan, 2) perbedaan kepatuhan menjalani diet ditinjau dari jenis kelamin, dan 3) perbedaan kepatuhan menjalani diet ditinjau dari tingkat pendidikan pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada tingkat kepatuhan menjalani, dimana penderita dengan pendidikan tinggi lebih patuh daripada penderita dengan tingkat pendidikan menengah. Hasil kategorisasi data menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat kepatuhan sedang dengan nilai rata-rata empirik 40,04. Perbedaan dengan peneliti terletak pada subjek dan metode penelitian

Penelitian terkait hipertensi dilakukan oleh Kurnia Anggakara Ade (2013) Pengungkapan kemarahan pada penderita hipertensi. Dari hasil penelitian ini di nyatakan bahwa penderita hipertensi dalam pengungkapan kemarahannya adalah dengan menggunakan anger in. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel penelitian. Yaitu variabel pengungkapan kemarahan.

(24)

hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik studi cross sectional, dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistic Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara keyakinan terhadap efektivitas terapi (p=0.005; OR=3,48), self-efficacy (p=0.003; OR=3,67), dukungan sosial (p=0.015; OR=2,87) dan komunikasi antar petugas pelayanan kesehatan dengan pasien (p=0.002; OR=3,27) dengan SMB. Komunikasi antar petugas kesehatan dengan pasien merupakan faktor paling dominan memengaruhi kesuksesan SMB sehingga kemampuan komunikasi sangat diperlukan dalam implementasi asuhan keperawatan. Hal yang berbeda dengan penelitian ini adalah metode penelitian dan variabel penelitian yaitu Self Management Behaviour.

Indahria Sulistyarini (2013). Terapi relaksasi untuk menurunkan tekanan darah dan meningkatkan kualitas hidup penderita hipertensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan relaksasi terhadap tekanan darah dan kualitas hidup penderita hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup di antara kelompok eksperimen telah meningkat dibandingkan kelompok kontrol. Hal yang membedakan dengan penelitian ini terletak pada metode penelitian, dan variabel penelitian yaitu relaksasi untuk menurunkan tekanan darah dan variabel kualitas hidup.

(25)
(26)

17 BAB II KAJIAN TEORI A. Kepatuhan

1. Definisi Kepatuhan

Smet (1994:250) kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan perilaku yang disarankan. Definisi lain dikemukakan oleh Chaplin (1989:99) kepatuhan sebagai pemenuhan, mengalah tunduk dengan kerelaan; rela memberi, menyerah, mengalah; membuat suatu keinginan konformitas sesuai dengan harapan atau kemauan orang lain. Sacket (dalam Niven 2000:192) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Blass (1999:957) mengungkapkan bahwa kepatuhan adalah menerima perintah-perintah dari orang lain. Kepatuhan dapat terjadi dalam bentuk apapun, selama individu tersebut menunjukkan perilaku taat terhadap sesuatu atau seseorang.

(27)

2007:238) mendefinisikan kepatuhan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Di dalam ranah kesehatan, Smet (1994:253) menjelaskan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan didasarkan pada hasil riset tentang kepatuhan pasien yang dilandasi atas pandangan tradisional mengenai pasien sebagai penerima nasehat dokter yang pasif dan patuh. Pasien yang patuh adalah pasien yang tanggap terhadap saran tenaga medis dan kontrol terhadap menu makanan yang dikonsumsi, sedangkan pasien yang tidak patuh adalah pasien yang lalai serta tidak mematuhi saran yang dianjurkan tenaga medis. Perilaku kepatuhan sering diartikan sebagai usaha pasien untuk mengendalikan perilakunya. Bahkan jika tidak dilakukan hal tersebut bisa menimbulkan resiko mengenai kesehatannya, faktor penting ini sering dilupakan banyak pasien.

Jadi kepatuhan adalah sikap tunduk dan patuh terhadap perintah seseorang atau professional kesehatan dengan penuh kerelaan dan ketaaatan. Pasien melakukan cara pengobatan dan perilaku yang sesuai dengan saran orang lain sehubungan dengan kesembuhan pasien.

2. Aspek-aspek Kepatuhan berobat

(28)

1. Pilihan dan tujuan pengaturan.

Upaya individu untuk memilih sesuai dengan yang diyakininya untuk mencapai kesembuhan.

2. Perencanaan pengobatan dan perawatan.

Upaya perencanaan yang dilakukan oleh individu dalam pengobatannya untuk mencapai suatu kesembuhan. Antara lain: jadwal minum obat dan jadwal cek up.

3. Pelaksanaan aturan hidup.

Kemmapuan individu untuk mengubah gaya hidup sebagai upaya untuk menunjang kesembuhannya.

Terdapat tiga aspek kepatuhan adalah: pilihan dan tujuan pengaturan yaitu pasien memilih pengobatan yang sesuai dengan keyakinannya yang dipercaya akan membawa kesembuhan bagi dirinya, perencanaan pengobatan dan perawatan yaitu menyangkut jadwal minum obat dan juga jadwal cek up sesuai dengan anjuran dokter, pelaksanaan aturan hidup yaitu keterampilan individu dalam mengubah gaya hidupnya guna untuk menunjang kesembuhan.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor-faktor berkaitan dengan ketaatan disebutkan Smet (1994:254-257).

1) Karakteristik Individu

(29)

contoh di Amerika serikat, para wanita, kaum kulit putih, dan orang-orang tua cendrung mengikuti anjuran dokter. Umur dan atau status perkembangan merupkan faktor penting. La Graca,1988. (dalam Smet, 1994:259)

2) Ciri Kesakitan dan Ciri Pengobatan

Perilaku ketaatan umumnya lebih rendah untuk penyakit kronis, karena penderita tidak dapat langsung merasakan akibat dari penyakit yang diderita. Selain itu kebiasaan pola hidup lama, pengobatan yang kompleks juga mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien. Dunbar dan Wazack (dalam Smet, 1994:225) menjelaskan bahwa tingkat ketaatan rata-rata minum obat untuk menyembuhkan kesakitan akut dengan pengobatan jangka pendek adalah sekitar 78%, sedangkan untuk kesakitan kronis dengan cara pengobatan jangka panjang seperti penyakit hipertensi menurun sampai 54%. Hal ini dikarenakan adanya perubahan gaya hidup yang disarankan seperti berhenti merokok dan mengubah diet seseorang, secara umum hal ini sangat bervariasi dan terkadang sangat rendah untuk dilakukan oleh penderita.

3) Variabel-Variabel Sosial

(30)

mudah mengikuti nasehat medis, daripada pasien yang kurang mendapat dukungan sosial. Safarino, 1990 (dalam Smet, 1994:225). Hanya sedikit studi yang dilakukan yang memfokuskan pada dukungan sosial dan ketaatan pada anak, tetapi studi inilah juga menunjukkan bahwa dukungan sosial merupakan variable yang penting.

Sarafino (dalam Smet, 1994:256) menyatakan bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam kepatuhan seseorang. Becker (dalam Smet, 1994:257) menyarankan bahwa interaksi keluarga harus diintegrasikan pada proses pengaturan diri pasien tersebut dalam menjalani pengobatan.

4) Persepsi dan Pengharapan Pasien

(31)

Theory of Reasoned Action (TRA), menjelaskan bahwa sikap dan norma subjektif terhadap suatu penyakit mempengaruhi perilaku kepatuhan dan perilaku tersebut. Decision theory menurut Janis (dalam Smet, 1994:256) menganggap pasien sebagai seorang pengambil keputusan, pasien sendirilah yang memutuskan apa yang akan dilakukanya dalam usaha pengobatan. Hal ini berkaitan dengan komunikasi yang terjalin antara pasien dengan profesional kesehatan. Oleh karena itu, pasien seharusnya diberitahu sebaik-baiknya mengenai prosedurnya, resiko dan efektivitas pengobatan agar mereka dapat mengambil keputusan yang tepat.

Teori pengaturan diri, Leventhal (dalam Smet, 1994:256) menyatakan bahwa orang akan menciptakan representasi ancaman kesehatan mereka sendiri dan merencanakan dalam hubunganya dengan representasi. Model tentang kesakitan pasien ini dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap saran dari dokter karena pasien yang merasa perilakunya tidak patuh maka akan berpengaruh pada ancaman rasa sakit yang akan dirasakan waktu yang akan datang, sehingga pasien akan cenderung mematuhi nasehat dokter. Jadi perilaku ketaatan meliputi proses sibernetis yang diarahkan oleh pasien, dengan modifikasi periodik yang dibuat oleh pasien tersebut. 5) Komunikasi antara Pasien dengan Dokter

(32)

dengan pengawasan, ketidakpuasan terhadap pengobatan yang diberikan, frekuensi pengawasan yang minim. Hubungan antara kepuasan dengan kepatuhan telah banyak diteliti, berkaitan dengan komunikasi yang terjalin dengan profesional kesehatan. Ley et al dalam Smet (1994:255) telah merumuskan sebuah bagan model kognitif yang menjelaskan hubungan antara pengertian, ingatan, kepuasan, dengan perilaku kepatuhan pasien.

Dokter beranggapan bahwa pasien akan mengikuti apa yang mereka nasehatkan, tanpa menyadari bahwa para pasien tersebut pertama-tama harus memutuskan terlebih dahulu apakah mereka akan benar-benar melakukan saran dari tenaga kesehatan tersebut atau tidak sama sekali. Taylor 1991 (dalam Smet, 1994: 254). Variabel-variabel yang juga sangat penting antara lain sikap sosial terhadap sistem perawatan kesehatan khususnya untuk mematuhi serta mengkomunikasikannya terhadap para tenaga kesehatan.

(33)

cenderung patuh jika ancaman yang dirasakan begitu serius, sedangkan seseorang akan cenderung mengabaikan kesehatannya jika keyakinan akan pentingnya kesehatan yang harus dijaga rendah. Kelima, komunikasi antara pasien dan dokter.

4. Pengukuran Kepatuhan

Setidaknya terdapat lima cara yang dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan pada pasien. (Feist, 2014:191-192).

a. Menanyakan pada Petugas Klinis

Metode ini adalah metode yang hampir selalu menjadi pilihan terakhir untuk digunakan karena keakuratan atas estimasi yang diberikan oleh dokter pada umumnya salah.

b. Menanyakan pada Individu yang Menjadi Pasien

(34)

c. Menanyakan Pada Individu Lain yang Selalu Memonitor Keadaan Pasien.

Metode ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, observasi tidak mungkin dapat selalu dilakukan secara konstan, terutama pada hal-hal tertentu seperti diet makanan dan konsumsi alkohol. Kedua, pengamatan yang terus menerus menciptakan situasi buatan dan seringkali menjadikan tingkat kepatuhan yang lebih besar dari pengukuran kepatuhan yang lainnya. Tingkat kepatuhan yang lebih besar ini memang sesuatu yang diinginkan, tetapi hal ini tidak sesuai dengan tujuan pengukuran kepatuhan itu sendiri dan menyebabkan observasi yang dilakukan menjadi tidak akurat.

d. Menghitung Berapa Banyak Pil Atau Obat Yang Seharusnya Dikonsumsi Pasien Sesuai Saran Medis Yang Diberikan Oleh Dokter.

(35)

e. Memeriksa bukti-bukti biokimia

Metode ini mungkin dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada metode-metode sebelumnya. Metode ini berusaha untuk menemukan bukti-bukti biokimia, seperti analisis sampel darah dan urin. Hal ini memang lebih reliabel dibandingkan dengan metode penghitungan pil atau obat diatas, tetapi metode ini lebih mahal dan terkadang tidak terlalu ‘berharga’ dibandingkan dengan jumlah biaya

yang dikeluarkan.

Lima cara untuk melakukan pengukuran pada kepatuhan pasien yaitu menanyakan langsung kepada pasien, menanyakan pada petugas medis, menanyakan pada orang terdekat pasien, menghitung jumlah obat dan memeriksa bukti-bukti biokimia. Pada kelima cara pengukuran ini terdapat beberapa kekurangan dan kekunggulan masing-masing dalam setiap cara pengukuran yang akan diterapkan. 5. Cara–Cara Meningkatkan Kepatuhan

Smet (1994:259) menyebutkan beberapa strategi yang dapat dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain:

1. Segi Penderita (Internal) a. Meningkatkan Kontrol Diri.

(36)

diri dapat dilakukan meliputi kontrol berat badan, kontrol makan dan emosi.

b. Meningkatkan Efikasi Diri.

Efikasi diri dipercaya muncul sebagai prediktor yang penting dari kepatuhan. Seseorang yang mempercayai diri mereka sendiri untuk dapat mematuhi pengobatan yang kompleks akan lebih mudah melakukannya.

c. Mencari Informasi Tentang Pengobatan.

Kurangnya pengetahuan atau informasi berkaitan dengan kepatuhan serta kemauan dari penderita untuk mencari informasi mengenai penyakitnya dan terapi medisnya, informasi tersebut biasanya didapat dari berbagai sumber seperti media cetak, elektronik atau melalui program pendidikan di rumah sakit. Penderita hendaknya benar-benar memahami tentang penyakitnya dengan cara mencari informasi penyembuhan penyakitnya tersebut.

d. Meningkatkan Monitoring Diri.

Penderita harus melakukan monitoring diri, karena dengan monitoring diri penderita dapat lebih mengetahui tentang keadaan dirinya.

e. Pengelolahan Diri.

(37)

dipelajari untuk mencatatt waktu berkumur sehari-hari pada kalender yang menggunakan stiker yang berwarna warni.

2. Segi Tenaga Medis (External)

Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar penderita untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan antara lain:

a. Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Para Dokter.

Salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah memperbaiki komunikasi antara dokter dengan pasien. Ada banyak cara dari dokter untuk menanamkan kepatuhan dengan dasar komunikasi yang efektif dengan pasien.

b. Memberikan Informasi yang Jelas kepada Pasien Tentang Penyakitnya dan Cara Pengobatannya.

Tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah orang yang berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien dan apa yang ia katakan secara umum diterima sebagai sesuatu yang sah atau benar.

c. Memberikan Dukungan Sosial.

(38)

d. Pendekatan Perilaku.

Pengelolaan diri yaitu bagaimana pasien diarahkan agar dapat mengelola dirinya dalam usaha meningkatkan perilaku kepatuhan. Dokter dapat bekerja sama dengan keluarga pasien untuk mendiskusikan masalah dalam menjalani kepatuhan serta pentingnya pengobatan

Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kepatuhan yaitu dari segi penderita maupun dari segi tenaga medis. Dari segi penderita adalah meningkatkan kontrol diri, meningkatkan efikasi diri, mencari informasi tentang pengobatan, meningkatkan monitoring diri, pengelolahan diri. Sedangkan dari segi tenaga medis meliputi meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter, memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan cara pengobatannya, memberikan dukungan sosial dan pendekatan perilaku.

B.Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

(39)

Hal itu merupakan peristiwa yang normal. Jika tekanan darah seseorang meningkat dengan tajam dan kemudian tetap tinggi dalam waktu yang lama, orang tersebut dapat dikatakan mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi

Utami (2009:2) tekanan darah dibagi menjadi dua, yaitu sistolik dan distolik. Sistolik adalah tekanan darah dalam arteri yang terjadi ketika darah dipompa dari jantung keselurh tubuh, yaitu ketika otot jantung berkontraksi sempurna. Diastolik adalah sisa tekanan dalam arteri saat jantung beristirahat, yaitu ketika otot jantung berelaksasi sempurna. Tekanan ini dinyatakan dalam bentuk angka pecahan. Tekanan sistolik ditulis di atas, sedangkan diastolic di bawah. Jika hasil pengukuran tensi 120/80 mmHg, artinya sistolik sebesar 120 dan diastolik sebesar 80.

Bangun (2002:1) istilah hipertensi diambil dari bahsa ingris ‘’hypertension’’ kata hypertension itu sendiri berasal dari bahasa latin, yakni ‘’hyper’’ dan’’ tension’’. Hyper berarti super atau luar biasa dan

tension berarti tekanan atau tegangan. Hypertension akhirnya menjadi istilah kedokteran yang popular untuk menyebut penyakit tekanan darah tinggi. Disamping itu, dalam bahasa inggris digunakan istilah ‘’high blood pressure’’ yang berarti tekanan darah tinggi.

(40)

tekanan darah baik yang serupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.

Penyakit darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah dan jantung yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai kejaringan tubuh yang membutuhkannya. Tubuh akan bereaksi lapar, yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, timbullah gejala yang disebut sebagai penyakit darah tinggi. (Vitahealth, 2005:12).

Tekanan darah tinggi atau hipertensi berarti tekanan tinggi didalam arteri-arteri. Arteri-arteri adalah pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah dari jantung yang memompa ke seluruh jaringan dan orga-organ tubuh. (Pudiastuti, 2013:15). Jadi darah tinggi bukanlah tekanan emosi yang berlebihan meskipun kondisi ini bisa memicu kenaikan tekanan darah. Dengan menggunakan alat yang bernama tensimeter, bisa diketahui seberapa tinggi atau rendahnya tekanan darah. Jika tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg sudah bisa dikatakan hipertensi (Sutono, 2009:22).

(41)

teratur untuk mengurangi risiko komplikasi pada kardiovaskular dan organ lain yang ada pada diri pasien (Ratnaningtyas & Djatmiko, 2011:1).

Hipertensi sering dikatakan sebagi Sillent Killer, karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala–gejala terlebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul gejalah tersebut seringkali dianggap gangguan biasa sehingga korbannya terlambat menyadari akan datangnya penyakit. Hipertensi merupakan penyakit yang kerap dijumpai di masyarakat dengan jumlah penderita yang terus meningkat setiap tahunnya. Baik disertai gejala atau tidak, ancaman terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh hipertensi terus berlangsung, (Vitahealth, 2005:12). Pada penderita hipertensi tidak terdapat tanda-tanda yang dapat dilihat dari luar. Perkembangan hipertensi berjalan secara perlahan, tetapi secara potensial sangat berbahaya (Dalimartha, 2008:5).

(42)

2. Tanda dan Gejala Hipertensi

1) Gejala Umum Hipertensi antara lain (Dalimartha, 2008:12) a. Pusing

b. Mudah marah c. Telinga berdenging d. Mimisan (jarang) e. Sukar tidur f. Sesak napas

g. Rasa berat di tengkuk h. Mudah lelah

i. Mata berkunang-kunang 2) Gejala Klinis

Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing, atau migren sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa adanya gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. (Dalimartha, 2008:13).

(43)

3. Jenis Hipertensi

Menurut Julianti (2009:3) menyatakan bahwa hipertensi digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Hipertensi primer atau esensial

Merupakan hipertensi yang belum diketahui penyebabnya.Dari sejumlah penderita hipertensi secara umum, 90% termasuk di dalam golongan ini. Faktor pemicu terjadinya hipertensi primer adalah karena faktor bertambahnya usia, stres psikologis yang berkepanjangan, keturunan (hereditas), gangguan pada fungsi jantung dan pembuluh darah sehingga dapat memicu peningkatan tekanan darah. Umumnya penderita hipertensi jenis ini tidak merasakan gejala apapun.

b. Hipertensi sekunder

Merupakan hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya. Dari total jumlah penderita hipertensi, 10% dari golongan hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder yaitu gangguan pada endokrin (adrenal, tiroid, hipofisis, dan paratiroid), penyakit ginjal, kelainan hormonal, obat oral kontrasepsi.

(44)

4. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 (The Sevent Raport Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation, And

[image:44.595.146.513.265.554.2]

Treatment Of Higt Blood Pressure) menyatakan bahwa klasifikasi hipertensi dibagi menjadi beberapa macam yaitu (Pudiastuti, 2013:18). Tabel 1

Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Stadium 1 140-159 90-99

Hipertensi Stadium 2 >160 >100

Menurut WHO (World Health Organization), klasifikasi tekanan darah tinggi sebagai berikut. (Bangun, 2002:6).

a. Tekanan darah normal, yakni sistolik ≤ 140 mmHg dan diastolik ≤ 90 mmHg.

b. Tekanan darah perbatasan, yakni sistolik 141–149 mmHg dan dastolik 91–94 mmHg.

c. Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 95 mmHg.

Menurut JNC 7 (The Sevent Raport Of The Joint National Committee On Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of Higt Blood

(45)

5. Faktor Hipertensi

Ada 2 (dua) macam faktor risiko terjadinya hipertensi yaitu faktor risiko yang bisa dikendalikan dan faktor risiko yang tidak bisa diubah. Beberapa macam faktor risiko yang tidak bisa diubah yaitu (Sutono, 2008:20).

1) Faktor yang Tidak Bisa Dirubah antara lain: a. Ras

Suku yang berkulit hitam beresiko lebih tinggi terkena hipertensi. Di Amerika, penderita hipertensi berkulit hitam 40% lebih banyak dibandingkan penderita berkulit putih.

b. Usia

Hipertensi bisa terjadi pada semua usia. Tetapi semakin bertambah usia seseorang, resiko terserang hipertensi semakin meningkat. Hal ini terjadi akibat perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.

c. Riwayat Keluarga

Hipertensi merupakan penyakit keturunan.Anak yang salahsatu orang tuanya menderita hipertensi, memiliki resiko 25% menderita hipertensi juga.Jika kedua orang tuanya menderita hipertensi, 60% keturunannya menderita hipertensi.

d. Jenis Kelamin

(46)

besar wanita setelah berusia 55 tahun atau setelah mengalami menopause.

2) Faktor Risiko yang Bisa Dikendalikan antara lain. (Sutono, 2008:21-22).

a. Kegemukan

Ada beberapa sebab mengapa kelebihan berat badan bisa memicu hipertensi. Masa tubuh yang besar membutuhkan lebih banyak darah untuk menyediakan oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Artinya, darah yang mengalir dalam pembuluh darah semakin banyak sehingga dinding arteri mendapatkan tekanan lebih besar. Tidak hanya itu, kelebihan berat badan membuat frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah meningkat. Kondisi ini menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.

b. Kurangnya Aktivitas Fisik

Jika seseorang kurang gerak, frekuensi denyut jantung menjadi lebih tinggi sehingga memaksa jantung bekerja lebih keras setiap kontraksi.

c. Merokok

(47)

d. Sensitivitas Natrium

Beberapa orang lebih sensitif terhadap natrium. Tubuh mereka akan menahan natrium di dalam tubuh sehingga terjadi retensi air dan peningkatan tekanan darah. Usia pun mempengaruhi kemampuan tubuh menahan natrium. Semakin tua umur seseorang, tubuhnya semakin sensitif terhadap natrium.

e. Kalium Rendah

Kalium membantu tubuh menjaga keseimbangan jumlah natrium di dalam cairan sel. Apabila tubuh kekurangan kalium, natrium yang berlebihan di dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan sehingga resiko hipertensi meningkat.

f. Konsumsi Minuman Beralkohol Berlebihan

Sekitar 5–20% kasus hipertensi disebabkan oleh alkohol.Hubungan alkohol dan hipertensi memang belum jelas.Tetapi penelitian menyebutkan, resiko hipertensi meningkat dua kali lipat jika mengonsumsi alkohol tiga gelas atau lebih. g. Stres

Tekanan darah bisa sangat tinggi ketika stress datang, tetapi sifatnya hanya sementara. Stress juga bisa memicu seseorangberperilaku buruk yang bisa meningkatkan resiko hipertensi.

(48)

kelamin) faktor yang tidak bisa dikendalikan adalah lebih kepada gaya hidup seseorang).

6. Komplikasi Hipertensi

Tekanan darah yang menetap pada kisaran angka tinggi membawa resiko berbahaya. Biasanya, muncul berbagai komplikasi. Berikut ini komplikasi hipertensi yang dapat terjadi (Julianti, 2009:6-7).

a. Kerusakan dan Gangguan pada Otak

Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan pembuluh darah sulit meregang sehingga aliran darah ke otak berkurang dan menyebabkan otak kekurangan oksigen. Pembuluh darah di otak sangat sensitif sehingga apabila terjadi kerusakan atau gangguan di otak akan 27 menimbulkan perdarahan yang dikarenakan oleh pecahnya pembuluh darah.

b. Gangguan dan Kerusakan Mata

Tekanan darah tinggi melemahkan bahkan merusak pembuluh darah di belakang mata. Gejalanya yaitu pandangan kabur dan berbayang.

c. Gangguan dan Kerusakan Jantung

(49)

d. Gangguan dan Kerusakan Ginjal

Ginjal berfungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air dan zat sisa yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu tinggi, pembuluh darah di ginjal akan rusak dan ginjal tidak mampu lagi untuk menyaring darah dan mengeluarkan zat sisa. Umumnya, gejala kerusakan ginjal tidak tampak. Namun, jika dibiarkan terus menerus akan menimbulkan komplikasi yang lebih serius.

Penyakit lain yang seringkali menjadi penyakit penyerta (komplikasi) dari penyakit hipertensi antara sebagai berikut kerusakan dan gangguan pada otak, gangguan dan kerusakan pada mata, gangguan dan kerusakan jantung, gangguan dan kerusakan pada ginjal. Dan apabila diberiarka terus menerus akan menimbulkan kematian.

7. Pengobatan

Pengobatan pada penderita hipertensi bertujuan mengurangi morbilitas dan mortalitas dan mengontrol tekanan darah. Dalam pengobatan hipertensi ada 2 cara yaitu pengobatan non farmakologik (perubahan gaya hidup) dan pengobatan farmakologik (Pudiastuti, 2013:23-27).

1) Pengobatan Nonfarmakologik

Pengobatan ini dilakukan dengan cara: a. Pengurangan Berat Badan

(50)

b. Menghentikan Merokok

Merokok tidak berhubungan langsung dengan hipertensi tetapi merupakan faktor utama penyakit kardiovaskuler. Penderita hipertensi sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.

c. Menghindari Alkohol

Alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan resistensi terhadap obat anti hipertensi. Penderita yang minum alkohol sebaiknya membatasi asupan etanol sekitar satu ons sehari.

d. Melakukan Aktifitas Fisik

Penderita hipertensi tanpa komplikasi dapat meningkatkan aktvitas fisik secara aman. Penderita dengan penyakit jantung atau masalah kesehatan lain yang serius memerluakan pemeriksaan yang lebih lengkap misalnya dengan exercise test dan bila perlu mengikuti program rehabilitasi yang diawasi oleh dokter.

e. Membatasi Asupan Garam

Kurangi asupan garam sampai kurang dari 100 mmol perhari atau kurang dari 2,3 gram natrium atau kurang dari 6 gram NaCl. Penderita hipertensi dianjurkan juga untuk menjaga asupan kalsium dan magnesium.

(51)

variabel seperti merokok, umur dan berat badan sudah terikat. Menemukan bahwa orang yang rajin menjalankan ibadah keagamaan dan religiusitasnya tinggi, ternyata tekanan darahnya jauh lebih rendah. Dari berbagai penelitian yang dilakukan, secara umum memang menunjukkan bahwa komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya dibidang klinik. (Hawari, 1999:17).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Larson, el al (1989) juga menunjukan adanya hubungan antara komitmen agama dengan penyakit kardiovaskular. Dalam studinya disebutkan bahwa kelompok yang menjankan ibadah keagamaan secara rutin memiliki resiko lebih rendah untuk terkena kardiovaskuler. (Hawari, 1999:17).

Dari berbagai penelitian telah dilakukan tentang hubungan antara komitmen agama dan kesehatan, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kelompok yang menjalankan ibadah keagamaan dengan kesehatan. Secara umum dapat dikemukakan bahwa dalam studi yang komprehensif dari 200 penelitian epidemiologik diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif antara agama dan kesehatan. Dalam hal kemampuan mengatasi pederitaan dan penyembuhan, ternayta mereka yang religius lebih mampu mengatasi dan proses penyembuhan penyakit lebih cepat. (Hawari, 1999:18).

(52)

Muhammad SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh muslim dan ahmad (dari jabir bin Abdullah r.a.) sabdanya:

ّلجو ّزع ه نذإب أرب ،ءاّدلا ءاوّدلا صأ اذإف ،ءاود ءاد لكل

Artinya: setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasasarannya, maka dengan izizn Allah penyakit itu akan sembuh.

Sebagai kesimpulan, melihat hasil dari banyak penelitian klinis yang mencari hubungan antara komitmen agama dengan kesehatan (fisik maupun keehatan jiwa), ditemukan indikasi yang kuat bahwa komitmen agama mampu mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, atau mempertinggi kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan dan mempercepat proses kesembuhan.

2) Pengobatan Farmakologik

Pengobatan farmakologik pada setiap penderita hipertensi memerlukan pertimbangan berbagai faktor seperti beratnya hipertensi, kelainan organ dan faktor resiko lain. Hipertensi dapat diatasi dengan memodifikasi gaya hidup. Pengobatan dengan anti hipertensi diberikan jika modifikasi gaya hidup tidak berhasil. Dokterpun memiliki alasan dalam memberikan obat mana yang sesuai dengan kondisi pasien saat menderita hipertensi.

(53)

faktor resiko kardiovaskular. Berdasarkan cara kerjanya, obat hipertensi terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu diuretic yang dapat mengurangi curah jantung, beta bloker, penghambat ACE, antagonis kalsium yang dapat mencegah vasokonstriksi. Mayoritas pasien dengan tekanan darah tinggi aan memerlukan obat-obatan selama hidupnya untuk mengontrol tekanan darah mereka. Pada beberapa kasus dua atau tiga obat hipertensi dapat diberikan.

Adapun pengobatan untuk hipertensi adalah pengobatan secara farmakologi dan non farmakologi. Pengobatan farmakologi adalah dengan mengkonsumsi obat anti hipertensi sedangkan pengobatan non farmakologi adalah pasien dianjurkan untuk memperhatikan bahkan mengubah gaya hidup sesuai dengan anjuran medis. Adapun tujuan pengobatan pada penderita hipertensi adalah untuk mencegah morbilitas dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi.

C.Dewasa Madya

1. Definisi Dewasa Madya

(54)

tradisionalnya masih nampak. Meningkatnya kecenderungan untuk pensiun pada usia enam puluhan sengaja atau pun tidak sengaja usia enam puluhan tahun dianggap sebagai garis batas antara usia madya dengan usia lanjut, jadi batasnya bukan 65 tahun. (Hurlock, 1980:320).

0leh karena itu usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut dibagi-bagi kedalam dua sub bagian, yaitu: usia madya dini, yang membentang dari usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang berbentang antara usia 50 hingga 60 tahun. Selama usia madya lanjut, perubahan fisik dan psikologis yang pertama kali mulai selama 40-an awal menjadi lebih kelihatan. Seperti halnya periode lain dalam rentang kehidupan berbeda menurut tahap dimana perubahan fisik yang membedakan usia madya dari masa dewasa dini pada satu batas, dan usia lanjut di batas lainnya. (Hurlock, 1980:320).

Menurut Jahja 2011 (dalam Yetty, 2013:22) dewasa madya adalah masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmaniah dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru.

(55)

2. Karakteristik Usia Dewasa Madya

Karakteristik usia dewasa madya menurut Jahja 2011 (dalam Yetty, 2013:23) usia dewasa madya memiliki sepuluh karakteristik, yaitu sebagai berikut:

a. Usia Madya Merupakan Periode yang Sangat Ditakuti

Semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Beberapa diantaranya ialah kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik.

b. Usia Madya Merupakan Masa Transisi

Pada masa ini pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku dewasanya dan memasuki masa suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru.

c. Usia Madya Merupakan Masa Stress

Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologi seseorang dan membawa ke masa stres.

d. Usia Madya Merupakan Usia yang Berbahaya

(56)

akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurang memperhatikan kehidupan.

e. Usia Madya Merupakan Usia Canggung

Orang yang berusia madya seolah-olah berdiri diatas generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi warga senior. Mereka secara terus-menerus menjadi sorotan dan menderita karena hal-hal yang tidak menyenangkan dan memalukan yang disebabkan oleh kedua generasi tersebut.

f. Usia Madya Merupakan Masa Berprestasi

Menurut Erikson (dalam Jahja, 2011) usia madya merupakan masa krisis dimana baik generasivitas kecenderungan untuk menghasilkan maupun stagnasi kecenderunggan untuk tetap berhenti akan dominan. Menurut Erikson, selama usia madya orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka akan berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Pada masa usia madya orang mempunyai kemauan yang kuat untuk berhasil dan menunggu dari masa-masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan sebelumnya.

g. Usia Madya Merupakan Masa Evaluasi

(57)

perasaan yang lebih nyata dan berbeda dari orang lain. Dalam perkembangan, setiap orang memiliki fantasi atau ilusi mengenai apa dan bagaimana dirinya. Tanggung jawab lain pada usia madya menyangkut hal fantasi dan ilusi tersebut.

h. Usia Madya Dievaluasi dengan Standar Ganda

Standar ganda ini banyak mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan pria dan wanita usia madya, tetapi ada dua aspek khusus yang perlu diperhatikan, yaitu: Pertama, aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani, seperti terdapat kerut-kerut pada wajah dan mengendornya otot di sekitar pinggang. Kedua, standar ganda dapat terlihat nyata pada cara mereka menyatakan sikap pada usia tua.

i. Usia Madya Merupakan Masa Sepi

Umumnya orang dewasa madya menemukan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan rumah yang berpusat pada pasangan suami istri. Keadaan ini terjadi karena selama masa-masa mengasuh anak, suami dan istri selalu berkembang terpisah dan mengembangkan minat masing-masing. Periode sepi pada usia madya lebih bersifat traumatis bagi wanita dari pada pria.

j. Usia Madya Merupakan Masa Jenuh

(58)

usia setelah 20 atau 30 tahun kemudian. Dari keterangan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pada usia dewasa madya ini memiliki beberapa karakteristik yaitu: usia yang sangat ditakuti, massa transisi, masa stres, usia yang berbahaya, usia canggung, masa berprestasi, masa evaluasi, dievaluasi dengan standar ganda, masa sepi dan masa jenuh. Sepuluh karakteristik yang menjadi ciri khas dewasa madya adalah usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti, usia madya merupakan masa transisi, usia madya merupakan masa setres, usia madya merupakan usia yang berbahaya, usia madya merupakan usia canggung, usia madya merupakan masa berprestasi, usia madya merupakan masa evaluasi, usia madya di evaluasi dengan standar ganda, usia madya merupakan masa sepi, dan usia madya merupakan masa jenuh.

3. Tugas Perkembangan Usia Madya

Masalah-masalah tertentu yang timbul dalam penyesuaian diri merupakan ciri dari usia madya pada kebudayaan masa kini. (Hurlock, 1980:325).

a. Tugas yang Berkiatan dengan Perubahan Fisik

Tugas ini meliputi untuk mau melakukan penerimaan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik yang normal terjadi pada usia madya.

b. Tugas-Tugas yang Berkaitan dengan Perubahan Minat

(59)

luang yang berorientasi pada kedewasaan pada tempat kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada keluarga yang biasa dilakukan pada masa dewasa dini.

c. Tugas-Tugas yang Berkaitan dengan Penyesuaian Kejujuran

Tugas ini berkisar pada pemantapan dan pemeliharaan standar hidup yang relative mapan.

d. Tugas-Tugas yang Berkaitan dengan Kehidupan Keluarga

Tugas yang penting dalam kategori ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seseorang sebagai pasangan, menyesuaikan diri dengan orangtua yang lanjut usia, dan membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.

Terdapat beberapa tugas perkembangan usia dewasa madya yang meliputi perubahan fisik yang normal terjadi pada usia madya, perubahan minat pada usia dewasa madya yaitu seringkali mengasumsikan tanggung yang berorientasi pada keluarga yang biasa dilakukan pada masa dewasa madya dini, tugas berkaitan dengan penyesuaian kejujuran, tugas kehidupan keluarga.

D.Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi Dewasa Madya

(60)

mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan tersebut, terutama karena adanya perubahan pada aspek biologis yang kemudian membawa perubahan secara psikologis dan sosial.

Menurut Jaya 2009 (dalam Yetty, 2013:22) pada usia dewasa madya merupakan usia awal individu mengalami penyakit kronis. Pada umunya usia madya atau usia setengah baya dipandang sebagai masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Masa tersebut ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia ini juga terjadi perubahan pada keberfungsian fisiologis serta perubahan pada kesehatan sehingga banyak di usia ini yang mulai mengalami penyakit kronis salah satunya adalah penyakit kronis tidak menular seperti hipertensi.

(61)

upaya-upaya untuk menurunkan angka kesakitan hipertensi, kepatuhan berobat adalah salah satu cara untuk mengurangi terjadinya penyakit komplikasi yang berujung pada kematian. Dikatakan oleh (Utami, 2016:1) bahwa kepatuhan berobat merupakan aspek utama dalam proses kesembuhan.

Pudiastuti (2013:23-27) menyebutkan bahwa pengobatan hipertensi ada 2 cara yaitu pengobatan non farmakologik (perubahan gaya hidup) dan pengobatan farmakologik. Pengobatan non farmakologik dilakukan dengan cara: Pengurangan berat badan, menghentikan merokok, menghindari alkohol, melakukan aktifitas fisik, membatasi asupan garam, memodifikasi gaya hidup. Sedangkan pengobatan farmakologik yaitu diuretic yang dapat mengurangi curah jantung, beta bloker, penghambat ACE, antagonis kalsium yang dapat mencegah vasokonstriksi.

(62)

Dari hasil wawancara dengan ke tiga subjek, faktor resiko peningkatan tekanan darah pada dewasa setengah baya (Madya) yang menderita hipertensi. Antara lain adalah kelelahan dalam bekerja, cuaca panas, faktor makanan, dan stress. Dari berbagai faktor peningkatan darah ini kepatuhan berobat mempunyai peranan penting agar tidak terjadinya komplikasi penyakit-penyakit yang berbahaya.

Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja ekstra keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Laporan komite nasional pencegahan, deteksi, evaluasi, dan penanganan hipertensi menyatakan bahwa tekanan darah yang tinggi dapat meningkatkan risiko serangan jantung, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. (Pudiastuti, 2013:15).

(63)

Dalam ranah psikologi kesehatan Sarafino (dalam Smet, 1994:192) mendefinisikan kepatuhan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Sacket (dalam Niven, 1994:253) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.

Jadi hipertensi adalah tekanan darah diatas normal yaitu tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Sedangkan kepatuhan adalah cara pasien melakukan cara pengobatan yang diperintahkan oleh dokter atau orang lain. Kepatuhan dilakukan dengan taat terhadap orang lain atau saran medis guna untuk mendukung kesembuhan. Maka agar penderita hipertensi dewasa madya dapat menjalani hari-harinya dengan tetap aktif dan tidak mengalami penyakit komplikasi, penderita hipertensi dewasa madya diperlukan untuk selalu patuh dalam berobat baik dari segi farmakologis maupun nonfarmakologis.

(64)

E.Perspektif Teoritis

Smet (1994:250) kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan perilaku yang disarankan. Di dalam ranah kesehatan, Smet (1994:253) menjelaskan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan didasarkan pada hasil riset tentang kepatuhan pasien yang dilandasi atas pandangan tradisional mengenai pasien sebagai penerima nasehat dokter yang pasif dan patuh. Pasien yang tidak patuh dianggap sebagai orang yang lalai, dan masalahnya dianggap sebagai masalah kontrol, riset terdahulu berusaha untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok pasien yang tidak patuh dan patuh berdasarkan berbagai faktor seperti kelas sosio-ekonomis, pendidikan, umur dan jenis kelamin. Usaha-usaha tersebut sedikit berhasil dan menunjukan bukti bahwa setiap orang dapat menjadi patuh dan tidak patuh kalau situasi dan berbagai kondisi memungkinkan. Pasien yang patuh adalah pasien yang tanggap terhadap saran tenaga medis dan kontrol terhadap menu makanan yang dikonsumsi, sedangkan pasien yang tidak patuh adalah pasien yang tidak mematuhi saran yang dianjurkan tenaga medis.

(65)

benar-benar melakukan saran dari tenaga kesehatan tersebut atau tidak sama sekali. Taylor 1991 (dalam Smet, 1994: 254).

Menurut Smet (1994:254-257) ada lima faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu: 1). Karakteristik individu. 2). Ciri kesakitan dan ciri pengobatan. 3). Variabel-variabel sosial. 4). Persepsi dan pengharapan pasien. 5). Komunikasi antara pasien dengan dokter.

(66)

57 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu Penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan serbagai metode yang ada. Lincon dan Danzin, 1987 (dalam Moleong, 2009:5) menurut Creswell (2014:4) penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Pendapat lain dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor 1975 (dalam Moleong 2009:4) menyatakan bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan mengamati perilaku dari manusia dan melakukan interaksi langsung dengan cara komunikasi dapat lebih memahami perilaku manusia yang sebenarnya.

(67)

hipertensi dewasa madya. Oleh karena itu peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

Sesuai dengan pendapat Moleong (2009:6) yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Alasan peneliti menggunakan metode kualitatif adalah agar bisa berhadapan langsung dengan informan sehingga informasi yang diberikanpun jelas. Peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi setting penelitian, data yang diperoleh dari informan berasal dari latar yang di alami. Tentunya permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini juga tidak berkenaan dengan angka-angka seperti pada penelitian non kualitatif, karena penelitian ini dilakukan secara mendalam terhadap suatu fenomena yang ada dengan cara mendeskripsikan masalah tersebut secara jelas dan terperinci.

(68)

penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang (Moleong, 2009:14-15). Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subyektif manusia dan interpretasi dunia. Dalam hal ini, para fenomenologis ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada orang lain (Moleong, 2009:15). Definisi lain oleh Creswell (2014:20) fenomenologi merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu.

Dalam penelitian ini, jenis penelitian fenomenologi dipilih karena gambaran kepatuhan berobat para penderita hipertensi selalu berbeda. Hal yang membuat perbedaan tentunya bukan dari peristiwa kepatuhan itu sendiri melainkan lebih kepada bagaimana seorang penderita hipertensi dewasa madya menjalankan kepatuhan berobat. Oleh karena kepatuhan berobat dipengaruhi banyak faktor, sehingga menyebabkan kepatuhan pada penderita hipertensi dewasa madya berbeda dari satu subyek ke subyek yang lain.

(69)

B.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di daerah kabupaten Sampang Madura. Penelitian ini dilakukan di rumah masing-masing subyek. Demikian juga dengan significant other. Rumah ketiga subyek penelitian terdapat di sebuah desa yang ada di kabupaten Sampang yakni di desa ketapang timur lebih tepatnya di dusun gilin. Tidak ada alasan khusus atas pemilihan dusun ini sebagai lokasi penelitian. Secara umum lokasi penelitian ini tidak jauh berbeda dengan lingkungan pedesaan lainnya. Secara geografis desa ini mudah dijangkau karena letaknya dekat dengan jalan raya. Melihat kondisi rumah-rumah penduduk maupun fasilitas umum seperti masjid, musholla, sekolah, dan juga puskesmas yang ada di desa ini tampak bahwa desa ketapang timur ini bukanlah termasuk kategori desa tertinggal.

C.Sumber Data

(70)

Pada usia ini biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, masa setres dan juga sebagai masa usia yang berbahaya dimana seseorang mengalami kerusakan fisik sebagai akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan atau kurang memperhatikan kehidupan dengan adanya peningkatan penderita hipertensi pada dewsa setengah baya (usia madya) yaitu sebanyak 1 miliar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit hipertensi hal ini mengakibatkan perlunya upaya-upaya untuk menurunkan angka kesakitan hipertensi.

Disamping peneliti mendapatkan sumber data primer dari subjek utama, Subyek nantinya menjadi informan utama untuk mengupas kepatuhan berobat. Sedangkan sumber sekunder adalah data yang dipeoleh dari sumber kedua. Dalam hal ini informasi diperoleh dari keluarga dan orang terdekat subyek yaitu disebut dengan significant others.

Menurut (Sugiyono, 2010:52) hasil penelitian dengan metode kualitatif hanya berlaku untuk kasus situasi sosial tersebut. Hasil penelitian dapat ditransferkan atau diterapkan ke situasi sosial (tempat lain) apabila situasi sosial lain tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan dengan situasi sosial yang diteliti.

Adapun kriteria dari subjek penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berusia antara 40-60

(71)

2. Menderita hipertensi minimal 1 tahun

Peneliti menentukan subjek dengan kriteria subjek menderita hipertensi minimal satu tahun karena sudah diasumsikan bahwa subjek tersebut sudah menjalani pengobatan dengan patuh dalam waktu yang relative lama.

3. Tidak mengalami komplikasi (Tidak mempunyai penyakit penyerta) Kriteria subyek yang tidak memiliki penyakit penyerta hipertensi. 4.Produktif (Bekerja)

Kriteria subyek dengan produktif bekerja karena dengan begitu kepatuhan berobat dapat diketahui bahwa seorang pasien hipertensi tetap aktif dalam bekerja dan menjalankan kegiatan sehari-hari dengan normal.

5. Bersedia menjadi subjek:

Dibuktikan dengan adanya informed Consent yang telah di tanda tangani oleh subyek dengan bermaterai 6000.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang berupa tindakan atau perilaku subjek utama. (Bungin, 2001:128).

Subjek 1

Nama : Romati (R)

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 59 Tahun

(72)

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Petani, Tukang urut Subyek 2

Nama : Subeh (S)

Jenis kelamin : perempuan

Usia : 40 Tahun

Alamat : Dsn. Gilin barat. Ds. Ketapang timur. Kec.ketapang. Kab. Sampang Madura

Agama : Islam

Status : menikah

Pekerjaaan : petani Subyek 3

Nama : Salimin (SL)

Jenis kelamin : laki-laki

Usia : 55 Tahun

Alamat : Dsn. Gilin timur. Ds. Ketapang timur. Kec.ketapang. Kab. Sampang Madura

Agama : Islam

Status : Menikah

(73)

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang berasal dari informan sebagai penguat data primer atau yang disebut sebagai subjek partisipan. Subjek partisipan yaitu orang yang hidup disekitar subjek dan teori-teori yang terkait dengan fokus penelitian yang digunakan. Berikut ini adalah data beberapa daftar sumber data significant others:

Profil Informan 1 dari subyek 1

Nama : Hadnadeh (H)

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 61 Tahun

Alamat : Dsn. Gilin timur. Ds. Ketapang timur. Kec.ketapang. Kab. Sampang Madura

Status : Menikah

Agama : Islam

Hubungan dengan subyek : Suami subjek 1 Profil Informan 2 dari subyek 1

Nama : Hirul (HR)

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 19 Tahun

Alamat : Dsn. Gilin timur. Ds. Ketapang timur. Kec.ketapang. Kab. Sampang Madura

Agama : Islam

(74)

Hubungan dengan subyek : Keponakan subjek 1 Profil Informan 1 dari subyek 2

Nama : Sunar (SN)

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 41 Tahun

Gambar

Tabel 1 Klasifikasi Tekanan Darah

Referensi

Dokumen terkait

Intensitas penyakit busuk lunak yang rendah pada tanaman yang dikendalikan dengan Penicillium sp., diduga selain karena pertumbuhan tanaman yang menjadi lebih baik akibat

Setelah diperoleh konsentrasi kemudian dicari nilai- nilai validasi metode sesuai dengan rumus yang te- lah ditentukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa persamaan

Satuan Kerja Kegiatan Swakelola Lokasi Pekerjaan Pelaksanaan Pengadaan Pelaksanaan Kegiatan Keterangan... Nilai

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa transfeksi memperlihatkan metode yang paling sesuai pada udang vaname berdasarkan alasan ukuran telur yang relatif kecil, daya tetas

Responden diminta untuk menyumbangkan sebagian dari uang tersebut untuk disumbangkan kepada Lembaga Amil Zakat (LAZ) berdasarkan informasi yang disediakan dalam kuesioner,

a. Melakukan Litbang terapan desain produk, material, proses dan kepastian mutu di bidang kerajinan dan batik. Memberikan pelayanan teknis : konsultansi &amp; supervisi,

an lulusan doktor atau doktor terapan yang relevan dengan program studi, dan dapat menggunakan dosen bersertifikat profesi yang relevan dengan program studi dan berkualifikasi

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui tentang aktivtas peserta didik dalam kegiatan belajar dengan menggunakan model kooperatif tipe jigsaw berbantuan alat