Oleh
Dian Marjayanti NIM. F12915287
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
ABSTRACT
Funds are one of important element to Mosque development efforts. Meanwhile, during this time mosque board only rely on ZIS funds, which are limited and sufficient to operational costs only. Thus, mosques need to promote the mosque independence program to find other sources of income. Cheng Hoo Mosque Surabaya as one example of a mosque that is realizing the independence of the mosque.
This study discusses the concept of the independence of Cheng Hoo mosque, a strategy is being executed or to be executed and its implications for stakeholders. Its purpose are understand the concept of Cheng Hoo mosque independence, strategies and its implications.
This research using a concept of independence, mosque development and formulation of strategy as a data analysis. The approach of this research is descriptive qualitative. For data collection techniques using semistruktural interviews, documents and observations.
At the end of the study can be concluded that: (1) the concept of independence of the Cheng Hoo mosque is to be a synergy between donors with the society, its form economic and social valued business. (2) The Cheng Hoo mosque board has several strategies: Build committee commitments, create business plans, build partnerships with donors, UKMs and pesantren, build human resources and monitor business development. (3) The implications of the strategy have a positive impact for donors, pesantren, UKMs and Cheng Hoo mosque board. Hoped this research will be useful for other research. And for the Cheng Hoo Mosque board can learn the experience of other mosque which applied successfully.
ABSTRAK
Upaya pengembangan masjid salah satunya dipengaruhi aspek ketersediaan dana. Sementara, selama ini mayoritas pengurus Masjid hanya mengandalkan dana ZIS donatur yang jumlahnya terbatas dan cukup untuk memenuhi biaya operasional saja. Maka, Masjid perlu menggalakan progam kemandirian masjid untuk mencari sumber pendapatan lain. Masjid Cheng Hoo Surabaya sebagai salah satu contoh masjid yang sedang mewujudkan kemandirian Masjid.
Penelitian ini membahas tentang konsep kemandirian masjid Cheng Hoo, Strategi baik yang sedang dijalankan atau yang akan dijalankan dan implikasi strategi tersebut bagistakeholder. Tujuannya untuk memahami konsep kemandirian Masjid Cheng Hoo, strategi dan implikasi strategi tersebut bagistakeholder.
Tinjauan konsep kemandirian dan pengembangan masjid serta perumusan strategi sebagai pisau analisis data dalam penelitian ini. Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Untuk teknik pengumpulan data menggunakan wawancara semistruktural, dokumen dan observasi.
Pada akhir penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) konsep kemandirian masjid Cheng Hoo adalah menjadi pesinergi antara donatur dengan masyarakat melalui usaha yang bernilai ekonomi dan sosial. (2) Pengurus Masjid Cheng Hoo memiliki beberapa strategi yakni: membangun komitmen pengurus, membuat rencana usaha bisnis, membangun kerja sama dengan donatur, UKM dan pesantren, menyiapkan sumber daya manusia dan memantau perkembangan Usaha. (3) Implikasi startegi tersebut memiliki dampak positif baik bagi donatur, pesantren, UKM dan pengurus Masjid Cheng Hoo sendiri. Diharapkan penelitian ini berguna bagi pengembangan penelitian selanjutnya. Dan bagi para pengurus Masjid Cheng Hoo, dapat melakukan kunjungan ke Masjid lain yang telah menerapkan konsep kemandirian masjid sehingga dapat mengambil pelajaran dari pengalaman mereka.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………...i
PERNYATAAN KEASLIAN………......ii
PERSETUJUAN……….………...…..….iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI……….………...iv
PEDOMAN TRANSLERASI……….……..….v
MOTTO……….......viii
ABSTRACT………...ix
UCAPAN TERIMA KASIH………...xi
DAFTAR ISI………...xii
BAB I PENDAHULUAN……..………...1
A. Latar belakang masalah..………...1
B. Identifikasi masalah dan batasan masalah………...………….……....10
C. Rumusanmasalah………...………..……….12
D. Tujuanpenelitian………..……….12
E. Penelitian terdahulu……….………..13
F. Manfaatpenelitian…..………..……….15
BAB II PENGEMBANGAN MASJID DAN KEMANDIRIAN………...17
A. Manajemen Pengembangan Masjid....………17
B. Kemandirian………..…26
D. Perumusan strategi ………..………..45
E. Langkah dalam perumusan strategi………..48
F. Kerangka Teoretik………...……….60
BAB III METODE PENELITIAN……….61
A. Jenis penelitian……….……....….61
B. Sumber DataPenelitian………...……….61
C. Lokasi penelitian………...………..63
D. Metode Pengumpulan data………...…65
E. Metode Analisa data………...………...68
F. Teknik keabsahan data………...………...70
BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN MASJID CHENG HOO BERBASIS KEMANDIRIAN………...……..…71
A. Profil Masjid Cheng Hoo.……….………...71
1. Sejarah berdirinya Masjid Cheng Hoo……….….71
2. Visi dan Misi Masjid Cheng Hoo………..74
3. FungsiMasjid Cheng Hoo……….77
4. Progam Masjid Cheng Hoo………...79
5. Fasilitas Masjid Cheng Hoo………...84
B. Dasar Kemandirian Masjid Cheng Hoo………..……..85
C. Strategi pengembangan Masjid Cheng Hoo…….……….………89
1. Membangun komitmen anggota dalam membangun kemandirian Masjid………89
3. Membangun dan mempertahankan dukungan dari pihak donatur….93
4. Membangun dan menjaga hubungan silaturahmi dengan pondok
pesantren………...……..98
5. Membangun kesiapansumberdaya manusia………...103
6. Memantau perkembangan jalannya kemandirian Masjid di pesantren……….108
D. Wujud kemandirian Masjid……….………109
E. Implikasi Strategi Kemandirian Masjid bagi pihak Stakeholder.…...116
BAB V PEMBAHASAN………...……….126
A. Analisis ditinjau dari konsep kemandirian Masjid…….….…………126
B. Analisis ditinjau darikonsep pengembangan Masjid……..………...136
C. Analisis ditinjaudari perumusan strategi……….…….………..146
BAB VI PENUTUP……….……...…………....168
A. Kesimpulan………...………..…………..168
B. Implikasi Teoritik………...………..………….170
C. Keterbatasan Study………...170
D.Saran………..………...…...…….171
DAFTAR PUSTAKA………....……….172
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Masjid merupakan tempat ibadah, dilain pihak Masjid merupakan salah
satu lembaga dakwah yang berfungsi menyiarkan nilai-nilai ajaran Islam.
Sebagaimana pendapat Quraish Shihab, dalam pengertian sehari-hari, Masjid
merupakan bangunan tempat sholat kaum Muslim. Tetapi, karena akar katanya
mengandung makna tunduk dan patuh. Hakekat Masjid adalah tempat
melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah.2
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Jinn : 183
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya selain
(menyembah) Allah 4
Sebagai salah satu lembaga dakwah, jumlah Masjid di Indonesia
senantiasa mengalami peningkatan. Menurut data dari Direktorat jendral
Bimbingan Masyarakat (Ditjen Bimas) Islam Kementrian Agama (Kemenag),
Jumlah Masjid pertahun 2013 sebanyak 731.096 bangunan. Dari tahun ketahun,
jumlah pertumbuhannya diperkirakan 20%. Jika dikalkulasikan, jumlah Masjid
di Indonesia hingga 2016 ini mencapai 1.169.753 Masjid5. Sebagaimana
2Eman Suherman,Manajemen masjid,(ALFABETA: Bandung,2012), 61 3Al-Qur an Surat Al-Jinn : 18
4Terjemahan Departermen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya , Bandung:
Diponegoro,2014),573
pernyataan Jusuf Kalla bahwa jika dibandingkan dengan jumlah populasi,
setidaknya ada satu tempat ibadah untuk setiap 300 Warga Negara Indonesia
(WNI)6. Hal menunjukkan bahwa pembangunan Masjid adalah manifestasi
keadaan Islam dan masyarakat Muslim dalam tiap ruang dan waktu. Apabila
banyak yang dibangunkan, bermakna banyak Muslim berada di sekitas
Masjid-Masjid yang dibangun itu, atau banyak muslim yang memakai Masjid-Masjid dalam
kehidupannya7.
Sementara itu, umat Islam saat ini dihadapkan oleh era globalisasi atau
yang juga dikenal dengan era pasar bebas. Era pasar bebas (free trade) yang
tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat geografi, budaya, dan ideologi politik sebuah
negara, seolah sudah menjadi suatu kepastian yang harus terjadi.8
Negara-negara yang ada di dunia bukan saja semakin terbuka antara satu dengan yang
lainnya, tetapi juga saling ketergantungan satu sama lain. Karena saling
ketergantungan dan saling keterbukaan ini, semua negara semakin terbuka
terhadap pengaruh globalisasi9. DimanaSexbebas, pornografi, konsumerisme,
materialism dan hedonism menjadi budaya baru yang dianggap wajar
dimasyarakat. Tanpa sadar nilai tersebut semakin lama menggerus
nilai-nilai agama yang dimiliki oleh seseorang. Terutama bagi pemeluk agama Islam.
6Nurmulia Rekso Purnomo, “Keberadaan Masjid Harus Bisa Memakmurkan Umat”, dalam http://www.tribunnews.com/regional/2015/03/29/keberadaan-masjid-harus-bisa-memakmurkan-umat. 29 maret 2015. Asp. 21 Desember 2016
7Sidi Gazalba,Mesjd Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam.(Pustaka Al-Husna : Jakarta, 1989), 267 8 Khusnul Khotimah, Islam dan Globalisasi: Sebuah Pandangan tentang Universalitas Islam ,
Komunika, Vol.3,No.1 (Januari-Juni, 2009), 114
9Abdul Khobir, Pendidikan AgamaIslamdi Era Globalisasi , Forum TarbiyahVol.7, No.1, (Juni
2009), 2 yang dikutip dari Shindunata, menggagas paradigm baru Pendidikan Demokratisasi,
Ditengah tantangan dakwah di era globalisasi yang semakin lama semakin
kompleks dan seiring dengan bertambahnya jumlah Masjid, diharapkan Masjid
juga mampu untuk mengembangkan fungsinya bukan hanya sebagai tempat
ibadah, melainkan pusat kajian Islam, pendidikan, budaya, pemersatu bangsa
dan bahkan pusat ekonomi yang mampu mengembangkan kesejahteraan bagi
jamaah dan masyarakat disekitar Masjid. Disamping sebagai tempat beribadah
bagi umat Islam, Masjid juga berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan
kebudayaan dalam arti yang luas. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW Masjid
Nabawi yang menjadi jantung kota Madinah yang digunakan untuk kegiatan
politik, perencanaan kota, menentukan strategi militer dan untuk mengadakan
perjanjian. Bahkan, di area sekitar Masjid digunakan sebagai tempat tinggal
sementara oleh orang-orang fakir miskin.10
Upaya untuk membangun fungsi Masjid senantiasa dilakukan baik
Masjid-Masjid di desa maupun diperkotaan dan tentu saja ini menjadi
kewajiban bagi umat Muslim. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW
10 Dalmeri, Revitalisasi fungsi masjid sebagai pusat ekonomi dan dakwah multi kultural ,
Barang siapa membangun Masjid karena Allah, Allah Ta ala akan membangunkan Istana di Surga. (Al Hadis riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa iy, Ibnu Majah, Ad-Darimy, Ahmad dari Usman bin Affan11)
Namun, upaya tersebut tidak terlepas dari berbagai problematika yakni :
pengurus yang tertutup, jamaah yang pasif hanya menggantungkan pada
pengurus, berpihak pada satu golongan atau paham, kegiatan yang kurang,
fasilitas ibadah yang kotor. 12Maka perlu upaya pengelolaan Masjid secara
termanajemen mulai dari menetapkan visi dan misi Masjid, rencana progam
kegiatan Masjid yang sesuai kebutuhan pasar, menempatkan dan
mengembangkan pengurus Masjid yang memiliki kapabilitas dan demokratis,
mengelola asset Masjid serta melakukan control dan pengendalian dalam
menjalankan progam Masjid. Sebagaimana fiman Allah S.W.T yang
menggambarkan bagaimana seharusnya karakter seorang pengurus Masjid di
dalam Q.S At-Taubah : 18
13
Sesungguhnya yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah hanyala orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apapun) selain kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk
orang-orang yang mendapat petunjuk 14
11Ahmad Sutarmadi,Manajemen Masjid Kontemporer,(Media Bangsa : Jakarta Timur, 2012), 26 12Moh. E. Ayub,Manajemen Masjid, (Gema Insani : Jakarta,1996), 21-23
13Al-Qur an Surat At-Taubah : 18 14
Kesuksesan dalam menjalankan proses manajemen sangat dipengaruhi
beberapa unsur meliputi : sumber daya manusia(man), cara yang
dibutuhkan(method),bahan yang diperlukan(materials),peralatan yang
dibutuhkan (machines), pasar (market), kerja sama (mechanism) dan salah
satunya adalah dana.15Dalam pengelolaan Masjid yang professional mulai dari
pengkayaan progam di Masjid, mengembangkan kualitas dan kompensasi bagi
pengurus Masjid, memperbaiki sarana dan infrastruktur Masjid serta
membayar pengisi kajian tentu saja membutuhkan biaya. Kekurangan dana
akan menyebabkan terhambatnya salah satu progam. Terutama yang
menyangkut progam pengembangan fungsi Masjid bukan hanya sebagai
sarana untuk pelaksanaan ibadah sholat dan kajian saja melainkan fungsi
pendidikan, budaya dan mensejahterahkan masyarakat sekitar Masjid. Dan
pada akhirnya kegiatan dakwah melalui Masjid akan kalah bersaing dengan
berbagai tempat hiburan seperti mall, bioskop atau tempat karaoke, yang
banyak menawarkan nilai-nilai hedonism, materialism dan konsumerism.
Dalam membiayai segala operasional Masjid, mayoritas sumber dana
berasal dari infak jamaah, penggalian dana di pinggir jalan, kotak amal yang
biasa diberikan setiap sholat jumat secara berkeliling dan bantuan dana social
dari pemerintah. Dengan mengandalkan income tersebut, tentu tidak
mencukupi untuk menutupi biaya operasional yang besar. Mengingat jumlah
dana yang diberikan donator tidak menentu, sementara tuntutan untuk
pelaksanaan kegiatan dakwah bersifat wajib untuk sepanjang masa. Jika
mengandalkan dana bantuan dari pemerintah daerah tentu saja tidak
mencukupi, lantaran dana bantuan tersebut harus dibagi sejumlah Masjid yang
semakin lama jumlahnya juga semakin banyak. Akibatnya mereka tidak
mampu melakukan pengembangan Masjid bahkan hingga memberdayakan
masyarakat disekitar Masjid. Sebagaimana yang disampaikan oleh sekretaris
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammadiyah Amin
mengatakan, tidak banyak Masjid yang bisa menyisihkan uang hasil infak
untuk pemberdayaan umat.
Rata-rata untuk operasional saja tidak cukup, katanya kepada ROL, Rabu (17/9). Sebagai perbandingan saja, lanjut dia, Masjid sebesar Istiqlal saja biaya operasionalnya tak mampu terpenuhi dari hasil infaqnya. Hasil infaq Masjid Istiqlal Jakarta berkisar antara Rp 100-120 juta per pekan atau sekitar Rp 400-500 juta per bulan. Padahal, kata dia, untuk operasional Masjid Istiqlal bisa sampai Rp 1,2 miliar per bulan16
Dalam memenuhi kebutuhan Masjid saat ini dan demi pengembangan
dimasa yang akan datang, maka pengurus Masjid dituntut untuk memiliki
kemandirian dalam hal dana atau yang disebut dengan pengembangan Masjid
berbasis kemandirian. Artinya Masjid dituntut untuk memiliki kemampuan
untuk membiayai kebutuhannya sendiri. Ada berbagai strategi untuk
memenuhi kebutuhan operasional Masjid secara mandiri selain dengan infak
dan zakat, misalkan saja dengan membuka usaha seperti koperasi,
mengembangkan asset yang dimiliki Masjid dengan menyewakannya,
memanfaatkan bantuan dari pemerintah untuk membeli tanah yang akan dijual
kembali pada tahun depan atau disewakan dsb.
Kemandirian Masjid dalam mengembangkan fungsinya bukan hanya
memberikan kepastian pemasukan jangka panjang bagi Masjid sendiri.
Melainkan juga meningkatkan kepercayaan para donatur Masjid yang selama
ini memberikan infak dan zakatnya baik secara rutin atau isidentil. Lantaran
selama ini dana yang mereka berikan habis untuk konsumsi ternyata mampu
dikelola oleh pengurus Masjid menjadi usaha yang mampu memberikan
pemasukan tambahan bagi Masjid sendiri. Dengan pemasukan yang
bertambah, Masjid mampu meningkatkan kualitas infrastruktur dan
mengembangkan progamnya. Sehingga jama ah Masjid menjadi nyaman dan
jumlahnya bertambah. Dilain pihak dengan dana tersebut Masjid mampu
mengembangkan progam pemberdayaan bagi jama ahnya seperti koperasi simpan pinjam atau pengobatan gratis.
Bagi donatur, tentu hal ini memberikan amal jariyah yang berlebih.
Sehingga, mendorong mereka untuk lebih berlomba-lomba memberikan
sebagian rejekinya demi pengembangan dakwah. Bagi pengurus Masjid
sendiri, usaha tersebut dapat mendukung percepatan tujuan dakwah. Dan juga
akan me-rebrandingpandangan Masjid dari yang senantiasa meminta menjadi
senantiasa memberi. Sementara bagi para jama ah dan masyarakat sekitar
Masjid akan merasakan manfaat fungsi Masjid, bukan hanya sebagai tempat
ibadah, melainkan sebagai sarana edukasi, kesehatan ekonomi, pemersatu
Masjid Sunda Kelapa di Jakarta merupakan salah satu contoh Masjid yang
sukses mengembangkan Masjid berbasis pada kemandirian. Masjid ini telah
berhasil mengalokasikan dananya sebanyak 7 miliar untuk progam
pemberdayaan masyarakat berupa santunan yatim dan dhuafa, rumah sehat
bagi yang tidak mampu, pembinaan muallaf, kajian rutin dan wirid pengajian.
Sumber pendapatan Masjid selama ini bersumber dari kotak amal sebanyak 2
miliyar dan pendapat unit bisnis berupa ATM, sewa gedung.17
Hal serupa juga dilakukan oleh Masjid Cheng hoo Surabaya yang dikelola
oleh Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia (YHMCHI). Sebagai
salah satu Masjid bergaya arsitektur Tionghoa pertama di Indonesia. Masjid
Cheng Hoo bukan hanya dikenal sebagai tempat ibadah, melainkan juga
tempat wisata religi. YHMCHI dengan membangun Masjid Cheng Hoo,
memiliki visi sebagai tempat yang mampu mewadahi berbagai kepentingan
atau ras sehingga terjalin komunikasi yang baik ketika terjadi selisih paham.
Disamping juga untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Allah salah
satunya para Muallaf untuk mengolah dan membentuk karakter seorang
muslim yang sejatinya.18
Untuk membiayai operasional kegiatannya berupa pengajian rutin dan
perbaikan infrastruktur Masjid, YHMCHI cabang Surabaya tidak hanya
mengandalkan dana dari infak para jamaah pengajian dan para wisatawan.
17Hafidz Muftisany, Buka Unit Usaha , http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/15/08/21/ntfd0l3-buka-unit-usaha. Asp (13 Desember 2016)
Melainkan usaha berupa sekolah TK bernama Istana Balita, pelayanan klinik
kesehatan, Kantin, persewaan lapangan basket, gedung serbaguna dan
koperasi yang menjual segala pernak pernik Masjid Cheng Hoo19. Dan tahun
depan YHMCHI cabang Surabaya telah membuka sekolah SD yang
mengajarkan 4 bahasa sekaligus yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Bahasa Arab dan Mandarin20dan memiliki rencana untuk membangun Cheng
hoomart,gerai batik dan sewa tempat untuk akad nikah.21
Upaya tersebut dilakukan Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo
Surabaya, demi mewujudkan harapan membangun yayasan yang memiliki
kemandirian terutama diaspek ekonominya.22 Bentuk kesungguhan upaya
mewujudkan harapan tersebut, Ketua Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo,
membentuk tim khusus yang akan menangani pengembangan Masjid bidang
ekonomi demi mewujudkan kemandirian yayasan. 23Dengan kemandirian
tersebut, diharapkan progam Masjid dapat berkembang secara professional
sehingga visi menjadi yayasan dan Masjid yang mampu mewadahi berbagai
kepentingan golongan dan meningkatkan ketaqwaan terhadap Allah dapat
terealisasi. Maka, metode dakwah yang selama ini yang dikenal hanya sekedar
19 Nurul Khotimah, Komodifikasi masjid : Upaya membangun Brand Equity(thesis-UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2016), 50-57
20Pidato ketua YHMCH pada perayaan haul Gusdur ke -7 pada tgl 9 Desember 2016 di lapangan
olah raga Masjid Cheng Hoo Surabaya.
21Bapak Soebiantoro, wawancara, kantor kesekretariatan YHMCHI , 17 november 2016.
22Ibid.,
23Pidato ketua YHMCH pada perayaan haul Gusdur ke -7 pada tgl 9 Desember 2016 di lapangan
menyampaikan nilai-nilai agama Islam secara lisan, dapat berkembang
menjadi dakwah dengan pemberdayaan.
B. Identifikasi masalah dan batasan masalah
Dari deskripsi masalah yang telah dipaparkan, peneliti menemukan
beberapa fakta masalah yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah, yakni :
Masalah masih minimnya optimalisasi fungsi Masjid. Sementara
tuntutan untuk pengembangan fungsi Masjid ditengah era globalisasi cukup
tinggi. Dari realitas masalah ini pula dapat ditarik rumusan masalah strategi
mengoptimalkan fungsi Masjid, analisa kendala pengurus Masjid dalam
mengembangkan fungsi Masjid.
Dan masalah mayoritas hanya mengandalkan infak dan zakat donator
yang sifatnya tidak menentu untuk memenuhi biaya operasional kegiatannya.
Sementara bantuan dana dari pemerintahpun sifatnya terbatas karena harus
dibagi dengan banyaknya Masjid yang jumlahnya senantiasa meningkat.
Sehingga butuh usaha pengembangan Masjid dengan berbasis pada
kemandirian. Yang artinya pengurus Masjid dituntut untuk mampu memenuhi
kebutuhan operasional dan pengembangan progam Masjid secara mandiri.
Peneliti tertarik dengan realitas pengembangan Masjid berbasis kemandirian
yang sedang dilakukan oleh YHMCHI cabang melalui tim khusus yang mereka
bentuk. Yang bukan hanya mengandalkan infak dan zakat untuk memenuhi
kebutuhan operasional Masjid melainkan juga terdapat beberapa usaha untuk
Untuk mewujudkan hal tersebut, tentu bukanlah hal yang mudah,
pengurus YHMCHI akan berhadapan dengan hambatan internal seperti
keterbatasan modal, sumber daya manusia yang berkualitas, dsb. Dan juga
hambatan eksternal seperti lemahnya dukungan masyarakat dalam
mengembangkan Masjid berbasis kemandirian baik berupa dana dan tenaga
dsb. Maka, perlu adanya sebuah strategi yang tepat dengan mempertimbangkan
segala aspek yang mendukung dan menghambat baik dari internal dan eksternal
YHMCHI cabang Surabaya yang semuanya terarah pada tujuan kemandirian
YHMCHI Surabaya. Karena itulah peneliti memfokuskan penelitian ini pada
proses perumusan strategi pengembangan Masjid berbasis kemandirian yang
dilakukan oleh YHMCHI cabang Surabaya.
Secara structural YHMCHI cabang Surabaya merupakan salah satu anak
cabang dari YHMCHI. Maka, perumusan strategi yang hendak difokusi pada
penelitian ini adalah perumusan strategi unit bisnisnya.
Secara teoritis tahap perumusan strategi dimulai dari menetapkan visi
dan misi organisasi, pemetaan dan analisis kondisi internal serta eksternal,
menetapkan tujuan jangka panjang dan penetapan strategi. Karena yang hendak
difokusi peneliti adalah perumusan strategi untuk mencapai kemandirian
Masjid, yang merupakan salah satu tujuan demi mencapai visi membangun
yayasan dan Masjid yang mampu menjadi wadah pemersatu antar golongan
(khususnya Tionghoa dengan masyarakat non Tionghoa) serta meningkatkan
kualitas ketaqwaan kepada Allah. Maka, proses penetapan visi,misi dan tujuan
dalam perumusan strategi. Sementara tujuan kemandirian Masjid menjadi salah
satu aspek yang harus dipahami untuk mengetahui faktor-faktor internal dan
eksternal serta analisis penetapan strategi.
C. Rumusan masalah
1. Bagaimana Konsep Kemandirian yang hendak dibangun Yayasan Haji
Muhammad Cheng Hoo cabang Surabaya dalam pengembangan Masjid ?
2. Bagaimana strategi Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Surabaya dalam
pengembangan Masjid berbasis kemandirian?
3. Bagaimana Implikasi strategi pengembangan Masjid berbasis kemandirian
bagi Stakeholder Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Surabaya ?
D. Tujuan penelitian
1. Memahami wujud kemandirian yang hendak dibangun oleh Yayasan Haji
Muhammad Cheng Hoo cabang Surabaya dalam mengembangkan Masjid.
2. Memahami strategi Yayasan haji Muhammad Cheng Hoo Surabaya dalam
mewujudkan pengembangan Masjid berbasis kemandirian.
3. Memahami implikasi Strategi pengembangan Masjid Berbasis kemandirian
bagi Stakeholder Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Surabaya.
E. Penelitian terdahulu
Peneliti melakukan penelusuran terhadap berbagai karya ilmiah berupa
skripsi, jurnal ataupun tesis yang memiliki kesamaan teori atau obyek penelitian
dengan penelitian ini, meliputi :
Pertama, skripsi berjudul Manajemen Pengembangan Ekonomi dan
Kelapa Jakarta ) yang tulis oleh Tinah Afriani mahasiswa Perbankan Syariah
Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatuallah Jakarta. Penelitian ini mengangkat rumusan masalah pola
manajemen operasional Masjid Agung Sunda kelapa Jakarta, upaya dalam
mengoptimalkan fungsi Masjid serta menganalisa faktor pendukung dan
penghambat dalam melakukan upaya optimalisasi. Yang menjadi subyek
penelitian adalah manajemen dan pengaruhnya bagi kemandirian Masjid.
Sementara obyeknya aktivitas pengembangan ekonomi yang dilakukan
pengurus Masjid Agung Sunda kelapa. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa
pengelolaan manajemen Masjid dengan professional dan optimalisasi potensi
yang dimiliki Masjid adalah bagian terpenting yang dapat menjadikan Masjid
mandiri dari segi pendanaan semua aktifitas Masjid.24
Kedua, tesis yang berjudul Komodifikasi Masjid : Upaya membangun Brand Equity(Study kasus pada Masjid Cheng Hoo Surabaya), yang ditulis oleh
Nurul Khotimah mahasiwa pasca sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.
Penelitian ini mengangkat rumusan masalah proses komidifikasi yang
dilakukan Masjid Cheng Hoo Surabaya dan upaya dalam membangun brand
equity. Subyek yang diteliti adalah komodifikasi Masjid. Dan subyeknya
adalah pengurus Masjid Cheng Hoo. Metode penelitian yang digunakan adalah
kualitatif. Di akhir penelitian menunjukkan bahwa ada praktek komodifikasi
24 Tinah Afriani, Manajemen Pengembangan ekonomi dan Pengaruhnya Terhadap Kemandirian
yang dilakukan oleh Masjid Cheng Hoo dan Masjid ini juga menerapkan
integrated Marketing Communication untuk membangun brand equitynya
sebagai obyek wisata religi yang unik dengan Masjid berarsitektur kecinaan.25
Ketiga, hasil penelitian dari Ibnu Banyu Ardi, mahasiswa UIN Syarif
Hidayatuallah berjudul Peranan Bidang Usaha dalam Kemandirian Masjid
Ittihadul Muhajirin, pamulang. Rumusan masalah yang diangkat dalam
penelitian ini gambaran peranan bidang usaha dalam membangun kemandirian
Masjid, faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan dan kendala yang
dialami dalam membangun kemandirian Masjid. Subyek penelitianya adalah
peranan bidang usaha Masjid. Obyek yang diteliti adalah bidang usaha Masjid
Ittihadul Muhajirin (MIM). Penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif-kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah : pertama kegiatan usaha yang
dilakukan MIM sudah mampu memberikan kontribusi baik kegiatan usyiar
maupun kegiatan operasional. Kedua, posisi Masjid yang strategis dan memilik
manajemen yang dikelola secara profesional26
Berdasarkan ketiga penelitian terdahulu, peneliti menemukan kesamaan
dan perbedaan dengan penelitian ini. Yakni :
Pada penelitian milik Tinah Afriani dan Ibnu Bayu Ardi dengan
penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif
dan mengangkat tema kemandirian Masjid. Namun, secara obyek penelitiannya
25Nurul Khotimah, Komodifikasi masjid : Upaya membangun Brand Equity (thesis-UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2016)
26 Ibnu Abnyu Ardi, Peranan Bidangn Susaha dalam Kemandirian Masjid Ittihadul Muhajirin
berbeda. Dimana obyek penelitian ini adalah perumusan strategi dalam
pengembangan Masjid berbasis kemandirian.
Peneliti juga menemukan kesamaan metode penelitian dengan thesis milik
Nurul Khotimah yakni sama-sama mengunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif. Selain itu, juga memiliki kesamaan obyek penelitian yakni Masjid
Cheng Hoo Surabaya. Namun, secara subyek penelitiannya berbeda. Dimana
subyek penelitian ini adalah proses perumusan strategi pengembangan Masjid
berbasis kemandirian di Masjid Cheng Hoo Surabaya. Sehingga secara teori
yang digunakan yakni perumusan strategi.
F. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengembangan
disiplin ilmu manajemen dakwah, khususnya keilmuan perumusan rencana
strategi pengembangan Masjid berbasis kemandirian Masjid yang dirasa
masih jarang. Selama ini yang peneliti banyak temui adalah pengembangan
pesantren berbasis kemandirian. Sehingga dengan penelitian ini diharapkan
semakin memperkaya realitasnya.
2. Manfaat praktis
Peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat menjadi inspirasi
bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lanjutan, seperti implementasi
strategi pengembangan Masjid berbasis kemandirian.
Bagi pengurus Masjid atau yayasan lainnya, hasil penelitian ini
mengembangkan Masjid atau yayasannya dengan basis kemandirian.
Sementara bagi Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo, diharapkan hasil
penelitian ini akan menjadi masukan bagi rencana strategi pengembangan
BAB II
PENGEMBANGAN MASJID DAN KEMANDIRIAN
A. Manajemen Pengembangan Masjid
Masjid sebagai salah satu lembaga dakwah, tentu tidak luput dari kajian
manajemen dakwah itu sendiri. Karena diharapkan dengan manajemen dakwah
tersebut fungsi Masjid dapat berjalan secara optimal dalam menjalankan misi
dakwah.
1. Pengertian manajemen Masjid
Manajemen Masjid adalah memanfaatkan sumber daya yang ada, baik
sumber daya manusia dan sumber daya fisik material Masjid, untuk mencapai
sasarannya, yaitu pelayanan ibadah bagi anggota jamaah dan pemberdayaan
umat.27
Seperti manajemen umumnya, manajemen Masjid melakukan aktivitasnya
meliputi proses perencanaan, pengorgananisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan.28Agar semua proses mampu berjalan secara optimal maka butuh
sumber daya manusia sebagai pelaksana, infrastruktur, dana dan sumber daya
lainnya.
2. Fungsi Masjid
Dilihat dari segi harafiah Masjid berarti "tempat sembahyang", yaitu
berasal dari bahasa Arab yang berarti "sujudan", fiil madinya sajada (ia
27Ahmad Sutarmadi,Manajemen Masjid Kontemporer. (Jakarta Timur :Media Bangsa : 2012),19
sudah sujud). Fiil sajada diberi awalan ma, sehingga terjadilah isim makan.
Isim makan ini menyebabkan perubahan bentuk sajada menjadi Masjidu,
Masjid29. Dalam ejaan aslinya adalah Masjid (dengan a). Pengambil alih
perubahan bunyi a menjadi e, sehingga terjadi bunyi Masjid. Hal ini
disebabkan perubahan bunyi ma menjadi me, disebabkan tanggapan awalan
me dalam bahasa Indonesia.30
Fungsi Masjid Nabawi pada masa Rasulullah SAW, dapat diuraikan
antara lain, sebagai berikut:31
a. Untuk melaksanakan ibadah mahdhah seperti shalat wajib, shalat
sunnah, sujud, i'tikaf, dan shalat-shalat sunnah yang bersifat insidental
seperti shalat Id, shalat gerhana dan sebagainya
b. Sebagai pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Nabi Muhammad
sering mengajarkan kepada umatnya tentang ajaran Islam meliputi
masalah hukum, kemasyarakatan, ibadah dan lainnya. Nabi
Muhammad dan para sahabatpun juga sering melakukan diskusi
ilmiah mengenai masalah umat dan ajaran Islam di Masjid.
c. Fungsi berikutnya sebagai pusat informasi Islam.
d. Tempat menyelesaikan perkara dan pertikaian yang ada
dimasyarakat. Serta saat proses peradilan dalam memecahkan
masalah hukum
29 Ruspita Rani Pertiwi, “Manajemen Dakwah Berbasis Masjid” Jurnal MD Vol I No. 1 (Juli -Desember 2008),59
e. Fungsi Masjid sebagai pusat kegiatan ekonomi. Yang dimaksud
kegiatan ekonomi, tidak berarti sebagai pusat perdagangan atau
industri, tetapi sebagai pusat untuk melahirkan ide-ide dan system
ekonomi yang Islami, yang melahirkan kemakmuran dan pemerataan
pendapatan bagi umat manusia secara adil dan berimbang.
f. Fungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan politik. Kegiatan sosial,
tidak bisa dipisahkan dengan Masjid sebagai tempat berkumpulnya
para jama'ah dalam berbagai lapisan masyarakat.
3. Pengembangan Masjid
Pengembangan berasal dari kata kerja mengembangkan yang artinya
menjadikan besar (luas, merata, dsb) atau menjadikan maju (baik, sempurna
dsb). Sehingga “mengembangkan” merupakan aktivitas untuk menjadikan
sesuatu menjadi besar, luas, baik dsb. Makna tersebut ternyata memiliki
kesamaan dengan “pengembangan” yang artinya juga proses, cara, perbuatan mengembangkan seperti “kalimat pemerintah selalu berusaha
melakukan pengembangan” yang artinya melakukan pembangunan secara
bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. Maka
pengembangan disini identik dengan sebuah proses untuk menjadikan
sesuatu lebih besar/ baik secara bertahap. Sesuatu itu sendiri bisa beragam,
peneliti sering menemukan penggunaan kata pengembangan yakni
pengembangan bahan ajar, karir, kelas, system, usaha, anak, obyek wisata
dan salah satunya sebuah lembaga. Setelah kata pengembangan senantiasa
obyek yang hendak buat untuk menjadi lebih besar/ baik. Dan dalam obyek
kajian penelitian ini Masjid adalah sebagai obyek yang dikembangkan.
Namun, yang menjadi rumusan masalah selanjutnya apa saja aspek yang
ada dalam Masjid yang akan dikembangkan.
Dalam perkembangannya terakhir, Masjid mulai memperhatikan kiprah
operasional menuju keberagaman dan kesempurnaan kegiatan. Pada garis
besarnya operasionalisasi Masjid menyangkut bangunan, tujuan dan
kegiatan.32 Maka, upaya pengembangan Masjid tidak terlepas dari ketiga
aspek dalam internal Masjid yakni pengembangan Masjid dari segi
bangunan atau fisik, tujuan, maupun dari segi kegiatannya yakni sebagai
berikut :
a. AspekHissyiyah(bangunan) secara kelembagaan,
Lembaga sendiri artinya badan (organisasi) yang tujuannya
melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha .
Organisasi yang telah mendapatkan kedudukan khusus dan legitimasi
dari masyarakat karena keberhasilannya memenuhi kebutuhan dan
harapan masyarakat dalam waktu yang panjang dapat dikatakan bahwa
organisasi tersebut telah “melembaga”. Sehingga lembaga merupakan sebuah badan/ organisasi yang melakukan usaha untuk memenuhi
kebutuhan dan harapan masyarakat.
32Mohammad E. Ayub,Manajemen Masjid: petunjuk praktis bagi para pengurus,( Jakarta: Gema
Dari pendekatan memahami pengembangan dan kata lembaga
sendiri, maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan lembaga adalah
proses / cara untuk mengembangkan segala hal yang ada dalam lembaga
tersebut sehingga mampu memenuhi kebutuhan dan harapan
masyarakat secara optimal. Maka, dalam proses pengembangan tersebut
tentu saja ada tujuan yang hendak dicapai, potensi lembaga yang hendak
digunakan serta sumber daya lembaga yang akan didaya gunakan untuk
mengembangkan segala hal yang ada dalam lembaga tersebut.
Pengembangan yang ada dalam lembaga tersebut salah satunya dalam
arti fisik yakni perluasan bangunan badan / organisasi tersebut seperti
kesekretariatan untuk melakukan aktifitas kelembagaan.
Masjid sebagai sebuah lembaga maka melakukan berbagai upaya
untuk memperluas dan memperindah arsitektur bangunan tiap Masjid
sangat beragam. Semua diarahkan bangunan dapat memberikan suasana
nyaman dan mampu menampung bertambahnya jumlah jama’ah yang
ada
b. AspekMaknawiyah(tujuan),
Sebuah Masjid dibangun tentu tidak terlepas dari latar belakang
mengapa Masjid itu diadakan. Sehingga melahirkan tujuan dan fungsi
dari keberadaan Masjid tersebut. Maka, pengembangan sebuah Masjid
tentu tidak akan terlepas dari fungsi dan tujuan Masjid tersebut
pembangunan Masjid pada masa Rasulallah S.A.W yakni yang meliputi
2 hal yakni :
- Masjid dibangun atas dasar taqwa dengan melibatkan Masjid
sebagai pusat ibadah dan pusat pembinaan jama’ah/ umat Islam
- Masjid dibangun atas dasar permusuhan dan perpecahan kalangan
umat dan sengaja untuk menghancurkan umat.
c. Aspekijtimaiyah(kegiatan), kegiatan Masjid dapat dilihat berdasarkan
ruang lingkup kelembagaan Masjid itu sendiri. Diantara lembaga Masjid
yang mengejawantahkan aspek kegiatan Masjid itu adalah lembaga
dakwah dan bakti sosial, lembaga manajemen dan dana. Serta lembaga
pengelolaan jamaah.
Suherman, menyebutkan paling tidak ada 3 hal yang cukup penting
dalam mengembangkan fungsi, peran dan arti penting Masjid yakni :
1)Derivasikegiatan
Yang dimaksud dari derivasi (turunan) kegiatan yaitu proses
melakukan rincian kegiatan dari “hulu” sampai ke “hilir” sehingga
diperoleh kegiatan yang inovatif dan memiliki manfaat bagi
umat.33Sebagaimana perintah Allah dalam Q.S Al-Jaatsiyah : 13
١ ٣
“Dan Dia menundukkan apa yang di langit dan apa yang di
bumi untukmu semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”34
Pada ayat tersebut secara jelas menyebutkan bahwa umat
manusia diperintahkan untuk mendayagunakan apa-apa yang ada
dibumi dan dilangit secara optimal sehingga manusia bisa berinovasi
degan sumber daya yang ada tersebut
Maka, Masjid harus menurunkan bidang kegiatannya misalkan
dalam hal pendidikan, maka pendidikan ini bisa didetilkan kembali
dalam bentuk kegiatan yang lebih detil misalkan kegiatan diklat,
diklat pun bisa didetilkan bentuknya diklat untuk siapa dan diklat
apa, sehingga melahirkan berbagai bentuk diklat yang konten
diklatnya dan sasaran diklat yang beragam pula, seperti diklat
manajemen Masjid bagi pengurus Masjid, diklat retorika dakwah
bagi para da’i, dan diklat bimbingan belajar Al-Qur’an bagi para
mad’u dsb.
Gambar 2.135
Derivasi kegiatan Masjid
34Terjemahan Departermen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya , Bandung:
Diponegoro,2014),499
2) Spiritual Enterpreneur
Quraish Shihab pernah berkata bahwa keberadaan Masjid
haruslah mampu memberikan ketenangan dan ketentraman bagi
pengunjungnya. Agar hal tersebut bisa terwujud, perlu adanya
spiritual enterpreneur yang dimiliki oleh pengurus Masjid. Yang
dimaksd Spiritual Enterpreneur adalah pengelola kegiatan
keagamaan dengan gaya Enterpreneur yang memiliki landasan
agama yang kuat, keimanan yang kokoh dan ketaqwaan yang tinggi.
Sehingga diharapkan mampu memakmurkan Masjid. 36
Maka, pengurus Masjid dalam menciptakan sebuah kegiatan,
bukan hanya sekedar memikirkan asal ada kegiatan, melainkan
kegiatan tersebut haruslah kegiatan yang menarik dan bermanfaat
bagi mad’u. Misalkan saja ada salah satu sebuah Masjid bernama
Baiturrahman yang berada di PT. Sier Surabaya. Masjid tersebut
dikenal dengan Masjid Cinta. Salah satu progam yang cukup menarik
dan inovatif adalah progam akademi pranikah. Progam tersebut
sangat menarik karena berangkat dari masalah banyaknya fenomena
nikah lantas bercerai. Padahal perceraian menurut Islam sangat
dibenci oleh Allah kecuali ada sebab tertentu KDRT misalkan. Maka,
muncul kebutuhan bagaimana menurunkan angka perceraian
dikalangan pasangan muslim sehingga lahirlah progam tersebut.
Nampak bahwa lahirnya progam tersebut bukan asal-asalan
melainkan hasil dari pembacaan kebutuhan Mad’u tanpa pula
menghilangkan nilai-nilai ajaran Islam yang harus senantiasa terjaga.
Untuk memiliki jiwa Spiritual Enterpreneur paling tidak
pengurus Masjid memiliki berbagai karakter yakni :
Memiliki Ilmu Pengetahuan Agama yang mumpuni
Beriman dan bertaqwa
Mandiri dan Jujur
Disiplin, Aktif, kreatif, inovatif, produktif37
3) Merencanakan kegiatan yang berorientasi pada kesejahteraan umat.
Kesejahteraan merupakan suatu keadaan seseorang atau
sekelompok orang yang mampu terpenuhi segala kebutuhannya oleh
segala sumber yang ada disekitarnya. Maka, dikatakan kegiatan
yang berorientasi pada kesejahteraan umat adalah kegiatan yang
diadakan oleh pihak tertentu untuk memenuhi kebutuhan
sekelompok orang / umat tertentu.
Pada dasarnya kebutuhan umat dapat dikelompokan menjadi :
kategori utama dan global, yaitu : kebutuhan fisik-material,
kebutuhan mental- spiritual, dan kebutuhan social-environmental.
Untuk menghasilkan kegiatan yang memenuhi tiap-tiap kebutuhan
tersebut, tentu perlu dilakukan langkah derivasi kegiatan yang
berangkat dari ketika kebutuhan dasar tersebut.
Dengan mengacu pada ketiga kebutuhan dasar tersebut, dapat
ditemukan berbagai derivasi kegiatan sebagai berikut :
a) Kegiatan fisik-material meliputi : pengadaan sarana dan
prasarana peribadatan, kegiatan kesehatan berupa olah raga,
penyediaan sandang murah
b) Kegiatan mental spiritual, meliputi kajian rutin, pendidikan dan
pelatihan pengembangan diri dan bina profesi, BTAQ dsb
c) Kegiatan social-enviromental, meliputi : halal bihalal,
baktisosial. Dsb
Jika ditinjau dari aspek operasionalisasi Masjid, yang terdiri atas aspek
bangunan, tujuan dan kegiatan. Maka pengembangan Masjid yang dituju
dalam penelitian ini lebih mengacu pada proses memperluas /
mengoptimalkan ketiga aspek tersebut yakni bangunan, tujuan Masjid dan
kegiatannya. Dimana ketiga aspek tersebut bukanlah hal yang berdiri sendiri
melainkan saling berkaitan satu sama lain. Untuk mengoptimalkan tujuan
Masjid, maka butuh adanya sebuah kegiatan Masjid yang senantiasa harus
dihidupkan. Dan untuk menghidupkan kegiatan tersebut, maka perlu adanya
bangunan dan sarana pendukung didalamnya yang memadai bagi
pelaksanaan kegiatan Masjid. Sehingga ketika bangunan dan kegiatan
berjalan maka tujuan Masjid akan mampu teroptimalisasi.
B. Kemandirian
Ditinjau dari kamus besar bahasa Indonesia kemandirian berasal dari kata
“mandiri” yang artinya dalam keadaaan dapat berdiri sendiri, tidak
bergantung pada orang lain. Sementara kemandirian adalah hal atau suatu
keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. 38Kemandirian
(independent) atau perilaku mandiri (independent behavior) sering disamakan
dengan Autonomy. Menurut kamus The Little Oxford (1997) kemandirian
atau independent dimaknai sebagai self governing, not depending on
something else or other person.39Pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa
kemandirian adalah sikap tidak bergantung pada orang lain.
Burnadib, mendefinisikan kemandirian sebagai suatu keadaan ketika
seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya,
mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah,
memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugasnya dan bertanggung
jawab terhadap apa yang dilakukannya.40Mandiri atau kemandirian sering kali
diterjemahkan sebagai kemampuan diri sendiri, artinya menggunakan sumber
daya sendiri, kerja sendiri, dan dalam lingkungan yang diciptakan
sendiri(tertutup).41
Jika ditinjau dalam konteks kebutuhan dasar psikologis manusia, menurut
pendapat Sheldon, Elliot, Keem, dan Kassier kemandirian disamakan dengan
38http://kbbi.web.id/mandiri
39Suharman, “Pengembangan Skala Kemandirian”, Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, (September 2012), vol.1, No.2, 67
40Rizal Muttaqin, “Kemandirian dan Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Pesantren” jurnal ekonomi syariah Indonesia, Vol. I, no. 2 (Desember 2011), 68
41Fahruzzaman, “Pembelajaran Kemandirian Berbasis Kearifan Local di MTS. Daarul Ishlah Desa
istilah otonomi (Autonomy) dan secara konseptual didefinisikan sebagai :
feeling like you are the cause of your own actions rather than felling that
external forces or pressures are the cause of your action.Lebih lanjut mereka
merinci bahwa kemandirian tersebut mencakup 3 komponen perilaku yakni
(1) pilihan-pilihan yang dilakukan seseorang sesuai minar dan nilai yang
dimiliki, (2) kebebasan melakukan sesutau atau menurut cara-caranya sendiri
(3) pilihan-pilihannya mengeskpresikan siapa dia sebenarnya42
Ditinjau dari makna mandiri dan kemandirian baik secara kebahasaan
serta ahli, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa kemandirian adalah suatu
kondisi dimana seseorang merasa mampu mengambil insiatif, menjalankan
semua tugasnya dan mengambil tanggung jawab atasnya tanpa bantuan orang
lain, dengan menggunakan sumber daya yang mereka miliki.
2. Ciri-ciri kemandirian
Menurut Hetherington kemandirian ditunjukan dengan adanya
kemampuan mengambil inisiatif, kemampuan mengatasi masalah, penuh
ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta berkeinginan
mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Sementara menurut Beller
menyebutkan beberapa tanda kemandirian yaitu : pengambilan insiatif,
mencoba mengatasi rintangan rintangan dalam lingkungan, mencoba
mengarahkan tingkah lakunya menuju kesempurnaan, memperoleh
kepuasan dari bekerja dan mencoba mengerjakan tugas rutinnya.43
42Suharman, “Pengembangan Skala Kemandirian”, Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, (September 2012), vol.1, No.2,68
Suharman, menegaskan ada beberapa karakteristik dalam menilai
perilaku mandiri seseorang, yakni :
a. Mampu mengambil insiatif bertindak atas kemauan dan kesadaran dari
diri sendiri
b. Mengendalikan aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan segala
sumber daya yang dimiliki
c. Memberdayakan kemampuan yang dimiliki, dalam artinya secara
pribadi mereka memiliki kepercayaan akan sumber daya yang dia
miliki serta berupaya mengoptimalkan sumber daya tersebut demi
mencapai tujuannya
d. Menghargai hasil kerja diri sendiri44
Dari berbagai tinjauan ciri-ciri / karakter kemandirian, dan pendapat para
ahli mengenai makna kemandirian, penulis menemukan beberapa karakteristik
seseorang memiliki kemandirian bilamana : (1) dia memiliki insiatif sendiri,(2)
mampu bertindak sendiri dan memecahkan masalah sendiri, (3) menggunakan
segala sumber daya yang dia miliki tanpa bantuan orang lain, (4) mampu
mengambil resiko apa yang akan dia hadapi dengan kesadaran diri tanpa
paksaan, dan (5) tentunya dia adalah orang yang paham tentang tugas dan
tanggung jawab apa yang harus dia lakukan sehingga dia enggan untuk
memberikannya pada orang lain.
3. Macam bentuk kemandirian
Banyak ilmuan yang membedakan bentuk dari kemandirian, salah satunya
Robert havighutst. Beliau menyebutkan ada 3 bentuk kemandirian yakni :
a. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan
tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain
b. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri
dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.
c. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai
masalah yang dihadapi.45
Peneliti sendiri, sering menemukan realitas kemandirian melekat bukan
hanya pada sisi seseorang melainkan sebuah lembaga baik pendidikan, social
dan lembaga dakwah sendiri. Masjid merupakan sebagai salah satu lembaga
dakwah yang diharapkan mampu memiliki kemandirian. Spesifiknya dalam
penelitian ini adalah kemandirian pada aspek ekonomi. Sehingga bisa
didefisinikan makna kemandirian Masjid adalah keadaan sebuah Masjid
mampu membiayai segala kebutuhan dalam menjalankan fungsinya dengan
memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya.
Maka, ciri-ciri dikatakan Masjid yang memiliki kemandirian dalam
ekonomi meliputi :
- Pengurus didalam Masjid tersebut senatiasa memiliki berbagai inovasi
dan inisiatif sendiri untuk menemukan berbagai macam strategi yang
bahkan belum pernah terfikirkan oleh lembaga lain dalam upaya
mengembangkan Masjid baik diaspek kegiatannya, infrastruktur, dan
tujuannya dengan mengoptimalkan segala sumberdaya yang dimiliki
secara mandiri tanpa mengandalkan pihak lain.
- Pengurus Masjid mampu mengambil keputusan dalam menetapkan
strategi atau memecahkan masalah baik yang bersumber dari internal
maupun eksternal. Ataupun yang sifatnya mendukung usaha
pengembangan Masjid ataukah tidak dengan mengoptimalkan segala
sumber daya yang dimiliki secara mandiri tanpa mengandalkan pihak lain
- Pengurus Masjid mengoptimalkan segala sumber daya yang dimiliki baik
dari sisi sdm, dana, bangunan, dsb dalam mendukung usaha
pengembangan Masjid
- Pengurus Masjid secara sadar, berani dan siap dalam menghadapi segala
resiko dalam mengembangkan Masjid dengan sumber daya yang dimiliki
- Pengurus Masjid tentu memahami apa yang menjadi visi dan misi dalam
pengembangan Masjid dan apa yang harus dilakukan sebagai
pengembangan visi dan misi tersebut. Sehingga muncul rasa tanggung
jawab untuk menjalankan visi dan misi tersebut sendiri.
4. Konsep kemandirian dalam Islam
Kemandirian berasal dari kata dasar “ mandiri” jika ditinjau dari bahasa
arab Berasal dari participle aktifﻞ ﻘﺘــــــﺳ ا( istaqalla , " menjadi independen " ) , dari akarق ل ل ( qll ). Kata ini merupakan kata sifat ﻞ ﻘﺘـــــﺴ ﻣ • ( mustaqill ) (
femininﺔ ﻠﻘﺘــــــﺴ ﻣ ( mustaqilla ) , maskulin pluralن ﻮ ﻠﻘﺘـــــــﺴ ﻣ ( mustaqillūn ) yang
artinya independen, otonom, terpisah berbeda dan khusus46. Kata “mustaqill”
bersinonim dengan kata sifatnya داز آ • ( azad ) yang artinya Mandiri , tanpa
hambatan, liberal, bebas .47 Jika ditinjau dari kebahasaan dalam bahasa arab
dan dikaitkan dengan konteks kemandirian dalam aspek ekonomi, maka dapat
disimpulkan kemandirian ekonomi adalah kebebasan manusia dalam
melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonominya sesuai dengan
sumber daya yang dimiliki tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Banyak sekali ayat dalam al-Qur’an yang menyebutkan bahwa Allah
memerintahkan manusia untuk melakukan usaha demi memenuhi kebutuhan
mereka,bukan hanya memikirkan akhirat semata melainkan juga
keduniawiannya sebagaimana Q.S Al-Mulk : 15
١ ٥
48
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”49
Namun, dalam melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhannya,
meskipun manusia diberikan diperintahkan untuk mencari kehidupan yang
layak didunia ini dan diberi kebebasan untuk menikmati segala sumber daya
yang telah disediakan. Bukan berarti manusia bisa bebas semena-mena dalam
menjalankan usahanya. Dalam firmannya Allah menetapkan berbagai petunjuk
yang harus dilakukan dan ditinggalkan dalam menjalankan usaha demi
mencapai memenuhi kebutuhannya yakni :Q.S Al-Qashash : 77
47https://en.wiktionary.org/wiki/داز آyang diakses tgl. 7 mei 2017
48Q.S. Al-Mulk : 15 49
٧ ٧
50
“Dan carilah pada apayang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”51
Ayat tersebut mengandung beberapa hal yakni52:
- Masalah keduniawian merupakasna salah satu bagian yang penting
untuk diperhatikan dalam agama Islam selain masalah akhirat
- Dalam memperoleh harta harus dengan cara yang benar (halal) tidak
merampas hak-hak orang lain, serakah, dan zalim
- larangan untuk berbuat kerusakan dimuka bumi
- dalam memperoleh harta tidak boleh merugikan orang lain dan merusak
alam
- segala perbuatan memiliki konsekuensi di akhirat nanti
- kewajiban mengingat segala urusan ibadah disamping urusan dunia
- perintah untuk berbuat baik
Ditinjau dari pendekatan lain dalam tafsir Jalalyn mengenai ayat tersebut,
“perolehan [untuk] kepentingan akhirat[harta kekayaan] yang telah Allah
berikan kepadamu, dengan cara menginfak [sebagian] harta tersebut untuk
ketaatan kepada Allah. Dan jangan kamu lupakan bagian kamu yang berkaitan
dengan keduniawian untuk menjadi amal akhirat..” ayat tersebut mendorong
50Al-Qur’an surat Al-Qashash : 77
51Terjemahan Departermen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya , Bandung:
Diponegoro,2014),396
mansuaia untuk kerja keras mengumpulkan harta kekayaan, namun tujuannya
untuk menjadi amal akhirat.53
Islam juga menekankan, bahwa umat Islam harus memiliki etos kerja yang
kerja keras dalam menjalankan usahanya memenuhi kebutuhannya sendiri.
Didalam al-Qur’an terdapat 360 ayat yang berbicara tentang “al-amal”, 109 ayat tentang “al-fil’il”,, belum lagi “ al-kasb” sebanyak 67 ayat dan “al
-sa-yu”sebanyak30 ayat. Semua ayat tersebut mengandung hukum –hukum yang berkaitan dengan kerja, menetapkan sikap-sikap terhadap pekerjaan, memberi
arahan dan motivasi dan bahkan contoh-contoh konkret tanggung jawab
kerja.54
Dan tentu saja kerja keras tersebut juga perlu dibekali dengan kemampuan
yang mumpuni karena kemampuan dan kerja keras tersebut akan
mempengaruhi kualitas hasil kinerjanya. Dan setiap pekerjaan yang dilakukan
tentu akan dimintai pertanggung jawabannya Sebagaimana firman Allah
dalam Q.S Ar- Rad : 11
55
١ ١
“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dari depan dan belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
53Ibid., 27
54Muhammad Tholhah Hasan,Islam dan Masalah Sumber daya Manusia, (Jakarta : Lantabora
Press , 2003), 240
keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan
tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (Q.S. Ar-Rad : 11)56 Dalam ayat tersebut terkandung beberapa makna yakni :57
Ayat tersebut berbicara tentang perubahan moral yang dimulai dari
perubahan individu sehingga mempengaruhi bagaimana perubahan yang
ada di masyarakat
Penggunaan kata “qaum” menunjukkan bahwa adanya sebuah hukum
sunatuallah yang berlaku disebuah kaum berkaitan dengan keduniawian
namun. Dan lantas apakah manusia mengikuti sunatuallah itu atau tidak
tentu akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat
Pelaku perubahan moral tersebut ada 2 yakni Allah dan manusia.
Perubahan sebuah masyarakat yang dilakukan oleh Allah perlu didahului
perubahan yang harus dilakukan individu dalam masyarakat itu sendiri.
Karena manusialah yang melahirkan aktivitas itu sendiri, terlepas apakah
aktivitas tersebut positif ataukah negative. Hal ini bisa terjadi karena pada
sisi dalam manusia memiliki nafs. Nafs ini adalah wadah yang didalamnya
ada kotak/ wadah berisikan segala sesuatu yang disadari (Qalbu) atau yang
dilupakan manusia namun, dapat kemungkinan muncul yakni bawah sadar.
Banyak hal yang ditampung oleh nafs yakni :
- Nilai-nilai dimasyarakat
56Terjemahan Departermen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya(,Bandung:
Diponegoro 2014),250
- Kemauan yaitu iradah yakni tekad dan kemauan keras. Ibnu Taimiyah
menjelaskan hakekat azam iradah yakni tekad yang kuat itulah yang
menghasilkan aktivitas bila disertai kemampuan. Karena dengan
kemampyan tersebut aktivitas yang dikenendaki akan berjalan lancar.
- Kemampuan baik kemampuan fisik atau non fisik. Dengan kemampuan
inilah seseorang / masyarakat akan mampu mengelola dengan baik dan
sebaliknya tanpa kemampuan ini pula seseorang akan gagal
menjalankan aktvitasnya yang akan mempengaruhi kualitas tekad
seseorang.
Nabi Muhammad, sebagai uswatun hasanahpun senantiasa memberikan
suritauladan bagi umatnya untuk berusaha sendiri memenuhi kebutuhan
ekonominya tanpa meminta-minta belas kasih dari orang lain. Sebagaimana
Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada saya Ibnu Wahab dari Yunus dari Ibnu Syihab berkata, telah menceritakan kepada saya 'Urwah bin Az Zubair bahwa 'Aisyah Radliallahu 'anha berkata: Ketika Abu Bakar Sh-Shiddiq diangkat menjadi khalifah ia berkata: "Kaumku telah mengetahui bahwa pekerjaanku mencari nafkah tidak akan melemahkan urusanku terhadap keluargaku, sementara aku juga disibukkan dengan urusan kaum muslimin. Maka keluarga Abu Bakar akan makan dari harta yang aku usahakan ini sedangkan dia juga bersungguh bekerja untuk urusan Kaum Muslimin.(H.R. Bukhari. No. 1928)58
Dari penelusuran berbagai ayat Al-qur’an dan hadist, tersebut penulis
menemukan karakteristik seseorang atau kelompok orang yang memiliki
kemandirian yakni :
a. Memiliki motivasi dalam usaha memperoleh penghasilan bukan hanya untuk
kepentingan duniawi saja melainkan juga akhirat. Hal ini ditunjukkan dengan
ketika bekerja mereka tidak melupakan kewajiban bersyukur kepada Allah dan
berbuat baik sesama umat manusia
b. Senantiasa berinovasi untuk melakukan usaha yang mampu menghasilkan
pendapatan dengan cara yang benar. Yakni tidak berbuat kerusakan bagi alam
dan masyarakat
c. Memiliki tekad yang kuat
d. Bekerja keras, mengoptimalkan segala sumber daya yang dimilikinya dan
bertanggung jawab terhadap setiap usahanya (mampu mengambil resiko dan
amanah)
e. Berusaha memiliki kemampuan dan senantiasa meningkatkan kemampuannya
sehingga muncul kreatifitas dan mampu memecahkan masalah dalam tiap
usaha
f. Bekerja butuh sebuah tekad, dan tekad tersebut akan terbentuk bila manusia
memiliki kemampuan. Maka, manusia harus berusaha keras memperoleh
kemampuan dan menjalankan aktivitasnya dengan segala kemampuan yang
ada.
g. Berambisi untuk menjadi yang terbaik dalam menjalankan usahanya
Konsep kemandirian menurut Islam, bukanlah hanya konsep kemandirian
yang berlaku pada individu saja melainkan sekelompok orang dalam masyarakat
tersebut. Maka, jika lembaga dimaknai sebuah badan / wadah bagi kumpulan
beberapa orang yang menjalankan aktivitas bersama demi mencapai tujuan
bersama. Maka tentu konsep kemandirian menurut Islam tersebut, tidak berbeda
dengan konsep kemandirian lembaga menurut Islam. Yang meliputi :
- Lembaga yang terdiri atas kumpulan manusia dengan segala potensi yang
dimilikinya diperintahkan Allah, untuk mampu melakukan usaha memperoleh
pemasukan secara mendiri sehingga mampu mengoptimalkan fungsi dari
lembaga tersebut berada sehingga tujuan akan tercapai.
- Lembaga dalam melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
kesuksesan usaha mereka berkat Allah, berbuat baik pada sesama dan tidak
membuat kerusakan.
- Motivasi yang haru dimiliki lembaga dalam memenuhi kebutuhannya bukan
hanya memperkaya diri melainkan juga mengingat bahwa mereka memiliki
kewajiban akhirat yang harus dipenuhi. Yakni dengan menjaga amanah sesuai
visi dan misi lembaga, mencari usaha dengan cara yang halal, berbagi sesama
dan tdiak merugikan siapapun
- Setiap individu dalam lembaga tersebut harus memiliki tekad yang kuat disertai
dengan ketrampilan dan pengetahuan yang memadai dalam menjalankan setiap
usahanya. Sehingga hasilnya optimal
- Setiap lembaga harus memiliki cara berfikir fastabiqul khoirot yang artinya
berlomba-lomba dengan lembaga lainnya untuk menjadi yang terbaik. Maka
jika sebuah lembaga dakwah maka lembaga tersebut harus berlomba-lomba
dalam mengembangkan progam dakwahnya dan jumlah jama’ahnya
- Setiap individu dalam lembaga tersebut memegang tanggung jawab besar akan
kemajuan dan kemunduran lembaga tersebut dalam mencapai visi dan misinya.
Maka, semua sdm harus memiliki tekad yang kuat, ukhwah, rasa tanggung
jawab dan ketrampilan dalam menjalankan kewajibannya.
Setelah melakukan analisis makna kemandirian lembaga baik ditinjau dari
pendekatan ilmuan barat dengan pendekatan Islam, penulis menemukan
kesamaan antara kedua konsep tersebut dalam menjabarkan makna kemandirian
lembaga itu sendiri. Keduanya sama-sama menyampaikan bahwa lembaga yang
operasional didalamnya dengan menjalankan berbagai usaha memanfaatkan
segala potensi yang dimilikinya demi tercapainya tujuan dari lembaga tersebut.
Didalamnya tentu ada unsur semua komponen sdm didalamnya bekerja keras,
bahu membahu, memiliki inisiatif dan tanggung jawab untuk mengoptimalkan
segala sumber dayanya menghasilkan dan menjalankan progam-progam
lembaga supaya lembaga tersebut mampu berdiri sendiri.
Namun, yang menarik disini selain penulis menemukan kesamaan, penulis
juga menemukan adanya perbedaan yakni dari segi memaknai kebebasan dalam
melakukan usaha sendiri. Didalam pendekatan kelimuan murni kemandirian
lembaga tidak ada memiliki asumsi batasan kebebasan yang bisa lembaga
lakukan dalam menjalankan progam-progam kemandirian tersebut. Sementara
dalam pendekatan Islam, mengatur secara eksplisit bagaimana seseorang atau
kumpulan orang dalam sebuah lembaga dalam menjalankan progam
kemandirian itu sendiri. Bagaimana seharusnya mereka bertindak dan apa yang
tidak seharusnya mereka lakukan.
Sehingga dari kedua pendekatan tersebut penulis mencoba beberapa poin
penting karakteristik kemandirian Masjid sebagai sebuah lembaga yakni :
- Pengurus Masjid wajib senantiasa berinisiatif dan berinovasi menciptakan
progam untuk memperoleh pemasukan secara mendiri sehingga mampu
mengoptimalkan kegiatan, fungsi dan tujuan dibangunnya Masjid sendiri.
- Pengurus Masjid dalam melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
kesuksesan usaha mereka berkat Allah, berbuat baik pada sesama dan tidak
membuat kerusakan.
- Pengurus Masjid memiliki motivasi bahwa usaha untuk memperoleh
pemasukan bukan untuk kepentingan pribadi. Melainkan pengembangan
kegiatan, infrastruktur dan tujuan Masjid. Sebagai batu lonjakan memenuhi
kewajiban akhirat mereka yakni mengembangkan dakwah
- Setiap individu dalam Masjid memiliki tekad yang kuat disertai dengan
ketrampilan dan pengetahuan yang memadai dalam menjalankan setiap
usahanya. Serta senantiasa mengembangkan ketrampilan dan
pengetahuannya.
- Setiap pengurus Masjid harus memiliki semangat untuk berlomba-lomba
dengan lembaga lainnya untuk menjadi yang terbaik. Maka jika sebuah
lembaga dakwah maka lembaga tersebut harus berlomba-lomba dalam
mengembangkan progam dakwahnya dan jumlah jama’ahnya
- Pengurus Masjid memegang tanggung jawab besar akan kemajuan dan
kemunduran lembaga tersebut dalam mencapai visi dan misinya. Maka,
semua sdm harus memiliki tekad yang kuat, ukhwah, rasa tanggung jawab
dan ketrampilan dalam menjalankan kewajibannya.
C. Manajemen strategi
Manajemen strategi adalah sebuah konsep sebagaimana yang
disampaikan oleh Winardi, yakni suatu seni dan ilmu pembuatan keputusan
yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan masa mendatang59.
Dapat didefinisikan pula bahwa manajemen strategi adalah sebuah seni dan
pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi
keputusan-keputusan lintas-fungsional yang memampukan sebuah organisasi
mencapai tujuannya60.
Nawawi mengkonsepsikan manajemen manajemen strategi dengan
berbagai sudut pandang dan formulasi bahwa manajemen strategi merupakan
cara taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam melaksanakan
fungsi manajemen yang terarah pada tujuan strategi. Selanjutnya beliau
mengungkapkan berbagai formulasi sebagai berikut :
• Manajemen strategi yaitu menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada demi mencapai tujuan organisasi
• manajemen strategi merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan kekuatan dengan memanfaatkan peluang yang mana manajer harus
mengenal aspek-aspek yang berpengaruh baik dari inaternal atau
eksternal
• manajemen strategik merupakan proses dalam memutuskan strategi yang tepat demi mencapai tujuan
• manajemen strategik adalah terdiri atass proses penetapan tujuan jangka panjang atau yg disebut visi, serta langkah jangka pendek yang harus
dilakukan manajer atau yang dikenal dengan misi, serta perencanaan
59Ismail Nawawi,Manajemen Strategik Sektor Publik, (Surabaya :ITS Press), 2010, 4