• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi pengembangan Masjid Cheng Hoo berbasis kemandirian.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi pengembangan Masjid Cheng Hoo berbasis kemandirian."

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh

Dian Marjayanti NIM. F12915287

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRACT

Funds are one of important element to Mosque development efforts. Meanwhile, during this time mosque board only rely on ZIS funds, which are limited and sufficient to operational costs only. Thus, mosques need to promote the mosque independence program to find other sources of income. Cheng Hoo Mosque Surabaya as one example of a mosque that is realizing the independence of the mosque.

This study discusses the concept of the independence of Cheng Hoo mosque, a strategy is being executed or to be executed and its implications for stakeholders. Its purpose are understand the concept of Cheng Hoo mosque independence, strategies and its implications.

This research using a concept of independence, mosque development and formulation of strategy as a data analysis. The approach of this research is descriptive qualitative. For data collection techniques using semistruktural interviews, documents and observations.

At the end of the study can be concluded that: (1) the concept of independence of the Cheng Hoo mosque is to be a synergy between donors with the society, its form economic and social valued business. (2) The Cheng Hoo mosque board has several strategies: Build committee commitments, create business plans, build partnerships with donors, UKMs and pesantren, build human resources and monitor business development. (3) The implications of the strategy have a positive impact for donors, pesantren, UKMs and Cheng Hoo mosque board. Hoped this research will be useful for other research. And for the Cheng Hoo Mosque board can learn the experience of other mosque which applied successfully.

(7)

ABSTRAK

Upaya pengembangan masjid salah satunya dipengaruhi aspek ketersediaan dana. Sementara, selama ini mayoritas pengurus Masjid hanya mengandalkan dana ZIS donatur yang jumlahnya terbatas dan cukup untuk memenuhi biaya operasional saja. Maka, Masjid perlu menggalakan progam kemandirian masjid untuk mencari sumber pendapatan lain. Masjid Cheng Hoo Surabaya sebagai salah satu contoh masjid yang sedang mewujudkan kemandirian Masjid.

Penelitian ini membahas tentang konsep kemandirian masjid Cheng Hoo, Strategi baik yang sedang dijalankan atau yang akan dijalankan dan implikasi strategi tersebut bagistakeholder. Tujuannya untuk memahami konsep kemandirian Masjid Cheng Hoo, strategi dan implikasi strategi tersebut bagistakeholder.

Tinjauan konsep kemandirian dan pengembangan masjid serta perumusan strategi sebagai pisau analisis data dalam penelitian ini. Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Untuk teknik pengumpulan data menggunakan wawancara semistruktural, dokumen dan observasi.

Pada akhir penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) konsep kemandirian masjid Cheng Hoo adalah menjadi pesinergi antara donatur dengan masyarakat melalui usaha yang bernilai ekonomi dan sosial. (2) Pengurus Masjid Cheng Hoo memiliki beberapa strategi yakni: membangun komitmen pengurus, membuat rencana usaha bisnis, membangun kerja sama dengan donatur, UKM dan pesantren, menyiapkan sumber daya manusia dan memantau perkembangan Usaha. (3) Implikasi startegi tersebut memiliki dampak positif baik bagi donatur, pesantren, UKM dan pengurus Masjid Cheng Hoo sendiri. Diharapkan penelitian ini berguna bagi pengembangan penelitian selanjutnya. Dan bagi para pengurus Masjid Cheng Hoo, dapat melakukan kunjungan ke Masjid lain yang telah menerapkan konsep kemandirian masjid sehingga dapat mengambil pelajaran dari pengalaman mereka.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...i

PERNYATAAN KEASLIAN………......ii

PERSETUJUAN……….………...…..….iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI……….………...iv

PEDOMAN TRANSLERASI……….……..….v

MOTTO……….......viii

ABSTRACT………...ix

UCAPAN TERIMA KASIH………...xi

DAFTAR ISI………...xii

BAB I PENDAHULUAN……..………...1

A. Latar belakang masalah..………...1

B. Identifikasi masalah dan batasan masalah………...………….……....10

C. Rumusanmasalah………...………..……….12

D. Tujuanpenelitian………..……….12

E. Penelitian terdahulu……….………..13

F. Manfaatpenelitian…..………..……….15

BAB II PENGEMBANGAN MASJID DAN KEMANDIRIAN………...17

A. Manajemen Pengembangan Masjid....………17

B. Kemandirian………..…26

(9)

D. Perumusan strategi ………..………..45

E. Langkah dalam perumusan strategi………..48

F. Kerangka Teoretik………...……….60

BAB III METODE PENELITIAN……….61

A. Jenis penelitian……….……....….61

B. Sumber DataPenelitian………...……….61

C. Lokasi penelitian………...………..63

D. Metode Pengumpulan data………...…65

E. Metode Analisa data………...………...68

F. Teknik keabsahan data………...………...70

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN MASJID CHENG HOO BERBASIS KEMANDIRIAN………...……..…71

A. Profil Masjid Cheng Hoo.……….………...71

1. Sejarah berdirinya Masjid Cheng Hoo……….….71

2. Visi dan Misi Masjid Cheng Hoo………..74

3. FungsiMasjid Cheng Hoo……….77

4. Progam Masjid Cheng Hoo………...79

5. Fasilitas Masjid Cheng Hoo………...84

B. Dasar Kemandirian Masjid Cheng Hoo………..……..85

C. Strategi pengembangan Masjid Cheng Hoo…….……….………89

1. Membangun komitmen anggota dalam membangun kemandirian Masjid………89

(10)

3. Membangun dan mempertahankan dukungan dari pihak donatur….93

4. Membangun dan menjaga hubungan silaturahmi dengan pondok

pesantren………...……..98

5. Membangun kesiapansumberdaya manusia………...103

6. Memantau perkembangan jalannya kemandirian Masjid di pesantren……….108

D. Wujud kemandirian Masjid……….………109

E. Implikasi Strategi Kemandirian Masjid bagi pihak Stakeholder.…...116

BAB V PEMBAHASAN………...……….126

A. Analisis ditinjau dari konsep kemandirian Masjid…….….…………126

B. Analisis ditinjau darikonsep pengembangan Masjid……..………...136

C. Analisis ditinjaudari perumusan strategi……….…….………..146

BAB VI PENUTUP……….……...…………....168

A. Kesimpulan………...………..…………..168

B. Implikasi Teoritik………...………..………….170

C. Keterbatasan Study………...170

D.Saran………..………...…...…….171

DAFTAR PUSTAKA………....……….172

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Masjid merupakan tempat ibadah, dilain pihak Masjid merupakan salah

satu lembaga dakwah yang berfungsi menyiarkan nilai-nilai ajaran Islam.

Sebagaimana pendapat Quraish Shihab, dalam pengertian sehari-hari, Masjid

merupakan bangunan tempat sholat kaum Muslim. Tetapi, karena akar katanya

mengandung makna tunduk dan patuh. Hakekat Masjid adalah tempat

melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah.2

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Jinn : 183

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya selain

(menyembah) Allah 4

Sebagai salah satu lembaga dakwah, jumlah Masjid di Indonesia

senantiasa mengalami peningkatan. Menurut data dari Direktorat jendral

Bimbingan Masyarakat (Ditjen Bimas) Islam Kementrian Agama (Kemenag),

Jumlah Masjid pertahun 2013 sebanyak 731.096 bangunan. Dari tahun ketahun,

jumlah pertumbuhannya diperkirakan 20%. Jika dikalkulasikan, jumlah Masjid

di Indonesia hingga 2016 ini mencapai 1.169.753 Masjid5. Sebagaimana

2Eman Suherman,Manajemen masjid,(ALFABETA: Bandung,2012), 61 3Al-Qur an Surat Al-Jinn : 18

4Terjemahan Departermen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya , Bandung:

Diponegoro,2014),573

(12)

pernyataan Jusuf Kalla bahwa jika dibandingkan dengan jumlah populasi,

setidaknya ada satu tempat ibadah untuk setiap 300 Warga Negara Indonesia

(WNI)6. Hal menunjukkan bahwa pembangunan Masjid adalah manifestasi

keadaan Islam dan masyarakat Muslim dalam tiap ruang dan waktu. Apabila

banyak yang dibangunkan, bermakna banyak Muslim berada di sekitas

Masjid-Masjid yang dibangun itu, atau banyak muslim yang memakai Masjid-Masjid dalam

kehidupannya7.

Sementara itu, umat Islam saat ini dihadapkan oleh era globalisasi atau

yang juga dikenal dengan era pasar bebas. Era pasar bebas (free trade) yang

tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat geografi, budaya, dan ideologi politik sebuah

negara, seolah sudah menjadi suatu kepastian yang harus terjadi.8

Negara-negara yang ada di dunia bukan saja semakin terbuka antara satu dengan yang

lainnya, tetapi juga saling ketergantungan satu sama lain. Karena saling

ketergantungan dan saling keterbukaan ini, semua negara semakin terbuka

terhadap pengaruh globalisasi9. DimanaSexbebas, pornografi, konsumerisme,

materialism dan hedonism menjadi budaya baru yang dianggap wajar

dimasyarakat. Tanpa sadar nilai tersebut semakin lama menggerus

nilai-nilai agama yang dimiliki oleh seseorang. Terutama bagi pemeluk agama Islam.

6Nurmulia Rekso Purnomo, “Keberadaan Masjid Harus Bisa Memakmurkan Umat”, dalam http://www.tribunnews.com/regional/2015/03/29/keberadaan-masjid-harus-bisa-memakmurkan-umat. 29 maret 2015. Asp. 21 Desember 2016

7Sidi Gazalba,Mesjd Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam.(Pustaka Al-Husna : Jakarta, 1989), 267 8 Khusnul Khotimah, Islam dan Globalisasi: Sebuah Pandangan tentang Universalitas Islam ,

Komunika, Vol.3,No.1 (Januari-Juni, 2009), 114

9Abdul Khobir, Pendidikan AgamaIslamdi Era Globalisasi , Forum TarbiyahVol.7, No.1, (Juni

2009), 2 yang dikutip dari Shindunata, menggagas paradigm baru Pendidikan Demokratisasi,

(13)

Ditengah tantangan dakwah di era globalisasi yang semakin lama semakin

kompleks dan seiring dengan bertambahnya jumlah Masjid, diharapkan Masjid

juga mampu untuk mengembangkan fungsinya bukan hanya sebagai tempat

ibadah, melainkan pusat kajian Islam, pendidikan, budaya, pemersatu bangsa

dan bahkan pusat ekonomi yang mampu mengembangkan kesejahteraan bagi

jamaah dan masyarakat disekitar Masjid. Disamping sebagai tempat beribadah

bagi umat Islam, Masjid juga berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan

kebudayaan dalam arti yang luas. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW Masjid

Nabawi yang menjadi jantung kota Madinah yang digunakan untuk kegiatan

politik, perencanaan kota, menentukan strategi militer dan untuk mengadakan

perjanjian. Bahkan, di area sekitar Masjid digunakan sebagai tempat tinggal

sementara oleh orang-orang fakir miskin.10

Upaya untuk membangun fungsi Masjid senantiasa dilakukan baik

Masjid-Masjid di desa maupun diperkotaan dan tentu saja ini menjadi

kewajiban bagi umat Muslim. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW

10 Dalmeri, Revitalisasi fungsi masjid sebagai pusat ekonomi dan dakwah multi kultural ,

(14)

Barang siapa membangun Masjid karena Allah, Allah Ta ala akan membangunkan Istana di Surga. (Al Hadis riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa iy, Ibnu Majah, Ad-Darimy, Ahmad dari Usman bin Affan11)

Namun, upaya tersebut tidak terlepas dari berbagai problematika yakni :

pengurus yang tertutup, jamaah yang pasif hanya menggantungkan pada

pengurus, berpihak pada satu golongan atau paham, kegiatan yang kurang,

fasilitas ibadah yang kotor. 12Maka perlu upaya pengelolaan Masjid secara

termanajemen mulai dari menetapkan visi dan misi Masjid, rencana progam

kegiatan Masjid yang sesuai kebutuhan pasar, menempatkan dan

mengembangkan pengurus Masjid yang memiliki kapabilitas dan demokratis,

mengelola asset Masjid serta melakukan control dan pengendalian dalam

menjalankan progam Masjid. Sebagaimana fiman Allah S.W.T yang

menggambarkan bagaimana seharusnya karakter seorang pengurus Masjid di

dalam Q.S At-Taubah : 18

13

Sesungguhnya yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah hanyala orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apapun) selain kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk

orang-orang yang mendapat petunjuk 14

11Ahmad Sutarmadi,Manajemen Masjid Kontemporer,(Media Bangsa : Jakarta Timur, 2012), 26 12Moh. E. Ayub,Manajemen Masjid, (Gema Insani : Jakarta,1996), 21-23

13Al-Qur an Surat At-Taubah : 18 14

(15)

Kesuksesan dalam menjalankan proses manajemen sangat dipengaruhi

beberapa unsur meliputi : sumber daya manusia(man), cara yang

dibutuhkan(method),bahan yang diperlukan(materials),peralatan yang

dibutuhkan (machines), pasar (market), kerja sama (mechanism) dan salah

satunya adalah dana.15Dalam pengelolaan Masjid yang professional mulai dari

pengkayaan progam di Masjid, mengembangkan kualitas dan kompensasi bagi

pengurus Masjid, memperbaiki sarana dan infrastruktur Masjid serta

membayar pengisi kajian tentu saja membutuhkan biaya. Kekurangan dana

akan menyebabkan terhambatnya salah satu progam. Terutama yang

menyangkut progam pengembangan fungsi Masjid bukan hanya sebagai

sarana untuk pelaksanaan ibadah sholat dan kajian saja melainkan fungsi

pendidikan, budaya dan mensejahterahkan masyarakat sekitar Masjid. Dan

pada akhirnya kegiatan dakwah melalui Masjid akan kalah bersaing dengan

berbagai tempat hiburan seperti mall, bioskop atau tempat karaoke, yang

banyak menawarkan nilai-nilai hedonism, materialism dan konsumerism.

Dalam membiayai segala operasional Masjid, mayoritas sumber dana

berasal dari infak jamaah, penggalian dana di pinggir jalan, kotak amal yang

biasa diberikan setiap sholat jumat secara berkeliling dan bantuan dana social

dari pemerintah. Dengan mengandalkan income tersebut, tentu tidak

mencukupi untuk menutupi biaya operasional yang besar. Mengingat jumlah

dana yang diberikan donator tidak menentu, sementara tuntutan untuk

pelaksanaan kegiatan dakwah bersifat wajib untuk sepanjang masa. Jika

(16)

mengandalkan dana bantuan dari pemerintah daerah tentu saja tidak

mencukupi, lantaran dana bantuan tersebut harus dibagi sejumlah Masjid yang

semakin lama jumlahnya juga semakin banyak. Akibatnya mereka tidak

mampu melakukan pengembangan Masjid bahkan hingga memberdayakan

masyarakat disekitar Masjid. Sebagaimana yang disampaikan oleh sekretaris

Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammadiyah Amin

mengatakan, tidak banyak Masjid yang bisa menyisihkan uang hasil infak

untuk pemberdayaan umat.

Rata-rata untuk operasional saja tidak cukup, katanya kepada ROL, Rabu (17/9). Sebagai perbandingan saja, lanjut dia, Masjid sebesar Istiqlal saja biaya operasionalnya tak mampu terpenuhi dari hasil infaqnya. Hasil infaq Masjid Istiqlal Jakarta berkisar antara Rp 100-120 juta per pekan atau sekitar Rp 400-500 juta per bulan. Padahal, kata dia, untuk operasional Masjid Istiqlal bisa sampai Rp 1,2 miliar per bulan16

Dalam memenuhi kebutuhan Masjid saat ini dan demi pengembangan

dimasa yang akan datang, maka pengurus Masjid dituntut untuk memiliki

kemandirian dalam hal dana atau yang disebut dengan pengembangan Masjid

berbasis kemandirian. Artinya Masjid dituntut untuk memiliki kemampuan

untuk membiayai kebutuhannya sendiri. Ada berbagai strategi untuk

memenuhi kebutuhan operasional Masjid secara mandiri selain dengan infak

dan zakat, misalkan saja dengan membuka usaha seperti koperasi,

mengembangkan asset yang dimiliki Masjid dengan menyewakannya,

(17)

memanfaatkan bantuan dari pemerintah untuk membeli tanah yang akan dijual

kembali pada tahun depan atau disewakan dsb.

Kemandirian Masjid dalam mengembangkan fungsinya bukan hanya

memberikan kepastian pemasukan jangka panjang bagi Masjid sendiri.

Melainkan juga meningkatkan kepercayaan para donatur Masjid yang selama

ini memberikan infak dan zakatnya baik secara rutin atau isidentil. Lantaran

selama ini dana yang mereka berikan habis untuk konsumsi ternyata mampu

dikelola oleh pengurus Masjid menjadi usaha yang mampu memberikan

pemasukan tambahan bagi Masjid sendiri. Dengan pemasukan yang

bertambah, Masjid mampu meningkatkan kualitas infrastruktur dan

mengembangkan progamnya. Sehingga jama ah Masjid menjadi nyaman dan

jumlahnya bertambah. Dilain pihak dengan dana tersebut Masjid mampu

mengembangkan progam pemberdayaan bagi jama ahnya seperti koperasi simpan pinjam atau pengobatan gratis.

Bagi donatur, tentu hal ini memberikan amal jariyah yang berlebih.

Sehingga, mendorong mereka untuk lebih berlomba-lomba memberikan

sebagian rejekinya demi pengembangan dakwah. Bagi pengurus Masjid

sendiri, usaha tersebut dapat mendukung percepatan tujuan dakwah. Dan juga

akan me-rebrandingpandangan Masjid dari yang senantiasa meminta menjadi

senantiasa memberi. Sementara bagi para jama ah dan masyarakat sekitar

Masjid akan merasakan manfaat fungsi Masjid, bukan hanya sebagai tempat

ibadah, melainkan sebagai sarana edukasi, kesehatan ekonomi, pemersatu

(18)

Masjid Sunda Kelapa di Jakarta merupakan salah satu contoh Masjid yang

sukses mengembangkan Masjid berbasis pada kemandirian. Masjid ini telah

berhasil mengalokasikan dananya sebanyak 7 miliar untuk progam

pemberdayaan masyarakat berupa santunan yatim dan dhuafa, rumah sehat

bagi yang tidak mampu, pembinaan muallaf, kajian rutin dan wirid pengajian.

Sumber pendapatan Masjid selama ini bersumber dari kotak amal sebanyak 2

miliyar dan pendapat unit bisnis berupa ATM, sewa gedung.17

Hal serupa juga dilakukan oleh Masjid Cheng hoo Surabaya yang dikelola

oleh Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia (YHMCHI). Sebagai

salah satu Masjid bergaya arsitektur Tionghoa pertama di Indonesia. Masjid

Cheng Hoo bukan hanya dikenal sebagai tempat ibadah, melainkan juga

tempat wisata religi. YHMCHI dengan membangun Masjid Cheng Hoo,

memiliki visi sebagai tempat yang mampu mewadahi berbagai kepentingan

atau ras sehingga terjalin komunikasi yang baik ketika terjadi selisih paham.

Disamping juga untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Allah salah

satunya para Muallaf untuk mengolah dan membentuk karakter seorang

muslim yang sejatinya.18

Untuk membiayai operasional kegiatannya berupa pengajian rutin dan

perbaikan infrastruktur Masjid, YHMCHI cabang Surabaya tidak hanya

mengandalkan dana dari infak para jamaah pengajian dan para wisatawan.

17Hafidz Muftisany, Buka Unit Usaha , http://www.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/15/08/21/ntfd0l3-buka-unit-usaha. Asp (13 Desember 2016)

(19)

Melainkan usaha berupa sekolah TK bernama Istana Balita, pelayanan klinik

kesehatan, Kantin, persewaan lapangan basket, gedung serbaguna dan

koperasi yang menjual segala pernak pernik Masjid Cheng Hoo19. Dan tahun

depan YHMCHI cabang Surabaya telah membuka sekolah SD yang

mengajarkan 4 bahasa sekaligus yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,

Bahasa Arab dan Mandarin20dan memiliki rencana untuk membangun Cheng

hoomart,gerai batik dan sewa tempat untuk akad nikah.21

Upaya tersebut dilakukan Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo

Surabaya, demi mewujudkan harapan membangun yayasan yang memiliki

kemandirian terutama diaspek ekonominya.22 Bentuk kesungguhan upaya

mewujudkan harapan tersebut, Ketua Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo,

membentuk tim khusus yang akan menangani pengembangan Masjid bidang

ekonomi demi mewujudkan kemandirian yayasan. 23Dengan kemandirian

tersebut, diharapkan progam Masjid dapat berkembang secara professional

sehingga visi menjadi yayasan dan Masjid yang mampu mewadahi berbagai

kepentingan golongan dan meningkatkan ketaqwaan terhadap Allah dapat

terealisasi. Maka, metode dakwah yang selama ini yang dikenal hanya sekedar

19 Nurul Khotimah, Komodifikasi masjid : Upaya membangun Brand Equity(thesis-UIN Sunan

Ampel Surabaya, 2016), 50-57

20Pidato ketua YHMCH pada perayaan haul Gusdur ke -7 pada tgl 9 Desember 2016 di lapangan

olah raga Masjid Cheng Hoo Surabaya.

21Bapak Soebiantoro, wawancara, kantor kesekretariatan YHMCHI , 17 november 2016.

22Ibid.,

23Pidato ketua YHMCH pada perayaan haul Gusdur ke -7 pada tgl 9 Desember 2016 di lapangan

(20)

menyampaikan nilai-nilai agama Islam secara lisan, dapat berkembang

menjadi dakwah dengan pemberdayaan.

B. Identifikasi masalah dan batasan masalah

Dari deskripsi masalah yang telah dipaparkan, peneliti menemukan

beberapa fakta masalah yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah, yakni :

Masalah masih minimnya optimalisasi fungsi Masjid. Sementara

tuntutan untuk pengembangan fungsi Masjid ditengah era globalisasi cukup

tinggi. Dari realitas masalah ini pula dapat ditarik rumusan masalah strategi

mengoptimalkan fungsi Masjid, analisa kendala pengurus Masjid dalam

mengembangkan fungsi Masjid.

Dan masalah mayoritas hanya mengandalkan infak dan zakat donator

yang sifatnya tidak menentu untuk memenuhi biaya operasional kegiatannya.

Sementara bantuan dana dari pemerintahpun sifatnya terbatas karena harus

dibagi dengan banyaknya Masjid yang jumlahnya senantiasa meningkat.

Sehingga butuh usaha pengembangan Masjid dengan berbasis pada

kemandirian. Yang artinya pengurus Masjid dituntut untuk mampu memenuhi

kebutuhan operasional dan pengembangan progam Masjid secara mandiri.

Peneliti tertarik dengan realitas pengembangan Masjid berbasis kemandirian

yang sedang dilakukan oleh YHMCHI cabang melalui tim khusus yang mereka

bentuk. Yang bukan hanya mengandalkan infak dan zakat untuk memenuhi

kebutuhan operasional Masjid melainkan juga terdapat beberapa usaha untuk

(21)

Untuk mewujudkan hal tersebut, tentu bukanlah hal yang mudah,

pengurus YHMCHI akan berhadapan dengan hambatan internal seperti

keterbatasan modal, sumber daya manusia yang berkualitas, dsb. Dan juga

hambatan eksternal seperti lemahnya dukungan masyarakat dalam

mengembangkan Masjid berbasis kemandirian baik berupa dana dan tenaga

dsb. Maka, perlu adanya sebuah strategi yang tepat dengan mempertimbangkan

segala aspek yang mendukung dan menghambat baik dari internal dan eksternal

YHMCHI cabang Surabaya yang semuanya terarah pada tujuan kemandirian

YHMCHI Surabaya. Karena itulah peneliti memfokuskan penelitian ini pada

proses perumusan strategi pengembangan Masjid berbasis kemandirian yang

dilakukan oleh YHMCHI cabang Surabaya.

Secara structural YHMCHI cabang Surabaya merupakan salah satu anak

cabang dari YHMCHI. Maka, perumusan strategi yang hendak difokusi pada

penelitian ini adalah perumusan strategi unit bisnisnya.

Secara teoritis tahap perumusan strategi dimulai dari menetapkan visi

dan misi organisasi, pemetaan dan analisis kondisi internal serta eksternal,

menetapkan tujuan jangka panjang dan penetapan strategi. Karena yang hendak

difokusi peneliti adalah perumusan strategi untuk mencapai kemandirian

Masjid, yang merupakan salah satu tujuan demi mencapai visi membangun

yayasan dan Masjid yang mampu menjadi wadah pemersatu antar golongan

(khususnya Tionghoa dengan masyarakat non Tionghoa) serta meningkatkan

kualitas ketaqwaan kepada Allah. Maka, proses penetapan visi,misi dan tujuan

(22)

dalam perumusan strategi. Sementara tujuan kemandirian Masjid menjadi salah

satu aspek yang harus dipahami untuk mengetahui faktor-faktor internal dan

eksternal serta analisis penetapan strategi.

C. Rumusan masalah

1. Bagaimana Konsep Kemandirian yang hendak dibangun Yayasan Haji

Muhammad Cheng Hoo cabang Surabaya dalam pengembangan Masjid ?

2. Bagaimana strategi Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Surabaya dalam

pengembangan Masjid berbasis kemandirian?

3. Bagaimana Implikasi strategi pengembangan Masjid berbasis kemandirian

bagi Stakeholder Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Surabaya ?

D. Tujuan penelitian

1. Memahami wujud kemandirian yang hendak dibangun oleh Yayasan Haji

Muhammad Cheng Hoo cabang Surabaya dalam mengembangkan Masjid.

2. Memahami strategi Yayasan haji Muhammad Cheng Hoo Surabaya dalam

mewujudkan pengembangan Masjid berbasis kemandirian.

3. Memahami implikasi Strategi pengembangan Masjid Berbasis kemandirian

bagi Stakeholder Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Surabaya.

E. Penelitian terdahulu

Peneliti melakukan penelusuran terhadap berbagai karya ilmiah berupa

skripsi, jurnal ataupun tesis yang memiliki kesamaan teori atau obyek penelitian

dengan penelitian ini, meliputi :

Pertama, skripsi berjudul Manajemen Pengembangan Ekonomi dan

(23)

Kelapa Jakarta ) yang tulis oleh Tinah Afriani mahasiswa Perbankan Syariah

Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatuallah Jakarta. Penelitian ini mengangkat rumusan masalah pola

manajemen operasional Masjid Agung Sunda kelapa Jakarta, upaya dalam

mengoptimalkan fungsi Masjid serta menganalisa faktor pendukung dan

penghambat dalam melakukan upaya optimalisasi. Yang menjadi subyek

penelitian adalah manajemen dan pengaruhnya bagi kemandirian Masjid.

Sementara obyeknya aktivitas pengembangan ekonomi yang dilakukan

pengurus Masjid Agung Sunda kelapa. Metode penelitian yang digunakan

adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa

pengelolaan manajemen Masjid dengan professional dan optimalisasi potensi

yang dimiliki Masjid adalah bagian terpenting yang dapat menjadikan Masjid

mandiri dari segi pendanaan semua aktifitas Masjid.24

Kedua, tesis yang berjudul Komodifikasi Masjid : Upaya membangun Brand Equity(Study kasus pada Masjid Cheng Hoo Surabaya), yang ditulis oleh

Nurul Khotimah mahasiwa pasca sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.

Penelitian ini mengangkat rumusan masalah proses komidifikasi yang

dilakukan Masjid Cheng Hoo Surabaya dan upaya dalam membangun brand

equity. Subyek yang diteliti adalah komodifikasi Masjid. Dan subyeknya

adalah pengurus Masjid Cheng Hoo. Metode penelitian yang digunakan adalah

kualitatif. Di akhir penelitian menunjukkan bahwa ada praktek komodifikasi

24 Tinah Afriani, Manajemen Pengembangan ekonomi dan Pengaruhnya Terhadap Kemandirian

(24)

yang dilakukan oleh Masjid Cheng Hoo dan Masjid ini juga menerapkan

integrated Marketing Communication untuk membangun brand equitynya

sebagai obyek wisata religi yang unik dengan Masjid berarsitektur kecinaan.25

Ketiga, hasil penelitian dari Ibnu Banyu Ardi, mahasiswa UIN Syarif

Hidayatuallah berjudul Peranan Bidang Usaha dalam Kemandirian Masjid

Ittihadul Muhajirin, pamulang. Rumusan masalah yang diangkat dalam

penelitian ini gambaran peranan bidang usaha dalam membangun kemandirian

Masjid, faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan dan kendala yang

dialami dalam membangun kemandirian Masjid. Subyek penelitianya adalah

peranan bidang usaha Masjid. Obyek yang diteliti adalah bidang usaha Masjid

Ittihadul Muhajirin (MIM). Penelitian ini menggunakan pendekatan

deskriptif-kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah : pertama kegiatan usaha yang

dilakukan MIM sudah mampu memberikan kontribusi baik kegiatan usyiar

maupun kegiatan operasional. Kedua, posisi Masjid yang strategis dan memilik

manajemen yang dikelola secara profesional26

Berdasarkan ketiga penelitian terdahulu, peneliti menemukan kesamaan

dan perbedaan dengan penelitian ini. Yakni :

Pada penelitian milik Tinah Afriani dan Ibnu Bayu Ardi dengan

penelitian ini sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif

dan mengangkat tema kemandirian Masjid. Namun, secara obyek penelitiannya

25Nurul Khotimah, Komodifikasi masjid : Upaya membangun Brand Equity (thesis-UIN Sunan

Ampel Surabaya, 2016)

26 Ibnu Abnyu Ardi, Peranan Bidangn Susaha dalam Kemandirian Masjid Ittihadul Muhajirin

(25)

berbeda. Dimana obyek penelitian ini adalah perumusan strategi dalam

pengembangan Masjid berbasis kemandirian.

Peneliti juga menemukan kesamaan metode penelitian dengan thesis milik

Nurul Khotimah yakni sama-sama mengunakan metode penelitian deskriptif

kualitatif. Selain itu, juga memiliki kesamaan obyek penelitian yakni Masjid

Cheng Hoo Surabaya. Namun, secara subyek penelitiannya berbeda. Dimana

subyek penelitian ini adalah proses perumusan strategi pengembangan Masjid

berbasis kemandirian di Masjid Cheng Hoo Surabaya. Sehingga secara teori

yang digunakan yakni perumusan strategi.

F. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengembangan

disiplin ilmu manajemen dakwah, khususnya keilmuan perumusan rencana

strategi pengembangan Masjid berbasis kemandirian Masjid yang dirasa

masih jarang. Selama ini yang peneliti banyak temui adalah pengembangan

pesantren berbasis kemandirian. Sehingga dengan penelitian ini diharapkan

semakin memperkaya realitasnya.

2. Manfaat praktis

Peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat menjadi inspirasi

bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lanjutan, seperti implementasi

strategi pengembangan Masjid berbasis kemandirian.

Bagi pengurus Masjid atau yayasan lainnya, hasil penelitian ini

(26)

mengembangkan Masjid atau yayasannya dengan basis kemandirian.

Sementara bagi Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo, diharapkan hasil

penelitian ini akan menjadi masukan bagi rencana strategi pengembangan

(27)

BAB II

PENGEMBANGAN MASJID DAN KEMANDIRIAN

A. Manajemen Pengembangan Masjid

Masjid sebagai salah satu lembaga dakwah, tentu tidak luput dari kajian

manajemen dakwah itu sendiri. Karena diharapkan dengan manajemen dakwah

tersebut fungsi Masjid dapat berjalan secara optimal dalam menjalankan misi

dakwah.

1. Pengertian manajemen Masjid

Manajemen Masjid adalah memanfaatkan sumber daya yang ada, baik

sumber daya manusia dan sumber daya fisik material Masjid, untuk mencapai

sasarannya, yaitu pelayanan ibadah bagi anggota jamaah dan pemberdayaan

umat.27

Seperti manajemen umumnya, manajemen Masjid melakukan aktivitasnya

meliputi proses perencanaan, pengorgananisasian, pelaksanaan, dan

pengawasan.28Agar semua proses mampu berjalan secara optimal maka butuh

sumber daya manusia sebagai pelaksana, infrastruktur, dana dan sumber daya

lainnya.

2. Fungsi Masjid

Dilihat dari segi harafiah Masjid berarti "tempat sembahyang", yaitu

berasal dari bahasa Arab yang berarti "sujudan", fiil madinya sajada (ia

27Ahmad Sutarmadi,Manajemen Masjid Kontemporer. (Jakarta Timur :Media Bangsa : 2012),19

(28)

sudah sujud). Fiil sajada diberi awalan ma, sehingga terjadilah isim makan.

Isim makan ini menyebabkan perubahan bentuk sajada menjadi Masjidu,

Masjid29. Dalam ejaan aslinya adalah Masjid (dengan a). Pengambil alih

perubahan bunyi a menjadi e, sehingga terjadi bunyi Masjid. Hal ini

disebabkan perubahan bunyi ma menjadi me, disebabkan tanggapan awalan

me dalam bahasa Indonesia.30

Fungsi Masjid Nabawi pada masa Rasulullah SAW, dapat diuraikan

antara lain, sebagai berikut:31

a. Untuk melaksanakan ibadah mahdhah seperti shalat wajib, shalat

sunnah, sujud, i'tikaf, dan shalat-shalat sunnah yang bersifat insidental

seperti shalat Id, shalat gerhana dan sebagainya

b. Sebagai pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Nabi Muhammad

sering mengajarkan kepada umatnya tentang ajaran Islam meliputi

masalah hukum, kemasyarakatan, ibadah dan lainnya. Nabi

Muhammad dan para sahabatpun juga sering melakukan diskusi

ilmiah mengenai masalah umat dan ajaran Islam di Masjid.

c. Fungsi berikutnya sebagai pusat informasi Islam.

d. Tempat menyelesaikan perkara dan pertikaian yang ada

dimasyarakat. Serta saat proses peradilan dalam memecahkan

masalah hukum

29 Ruspita Rani Pertiwi, Manajemen Dakwah Berbasis Masjid” Jurnal MD Vol I No. 1 (Juli -Desember 2008),59

(29)

e. Fungsi Masjid sebagai pusat kegiatan ekonomi. Yang dimaksud

kegiatan ekonomi, tidak berarti sebagai pusat perdagangan atau

industri, tetapi sebagai pusat untuk melahirkan ide-ide dan system

ekonomi yang Islami, yang melahirkan kemakmuran dan pemerataan

pendapatan bagi umat manusia secara adil dan berimbang.

f. Fungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan politik. Kegiatan sosial,

tidak bisa dipisahkan dengan Masjid sebagai tempat berkumpulnya

para jama'ah dalam berbagai lapisan masyarakat.

3. Pengembangan Masjid

Pengembangan berasal dari kata kerja mengembangkan yang artinya

menjadikan besar (luas, merata, dsb) atau menjadikan maju (baik, sempurna

dsb). Sehingga “mengembangkan” merupakan aktivitas untuk menjadikan

sesuatu menjadi besar, luas, baik dsb. Makna tersebut ternyata memiliki

kesamaan dengan “pengembangan” yang artinya juga proses, cara, perbuatan mengembangkan seperti “kalimat pemerintah selalu berusaha

melakukan pengembangan” yang artinya melakukan pembangunan secara

bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. Maka

pengembangan disini identik dengan sebuah proses untuk menjadikan

sesuatu lebih besar/ baik secara bertahap. Sesuatu itu sendiri bisa beragam,

peneliti sering menemukan penggunaan kata pengembangan yakni

pengembangan bahan ajar, karir, kelas, system, usaha, anak, obyek wisata

dan salah satunya sebuah lembaga. Setelah kata pengembangan senantiasa

(30)

obyek yang hendak buat untuk menjadi lebih besar/ baik. Dan dalam obyek

kajian penelitian ini Masjid adalah sebagai obyek yang dikembangkan.

Namun, yang menjadi rumusan masalah selanjutnya apa saja aspek yang

ada dalam Masjid yang akan dikembangkan.

Dalam perkembangannya terakhir, Masjid mulai memperhatikan kiprah

operasional menuju keberagaman dan kesempurnaan kegiatan. Pada garis

besarnya operasionalisasi Masjid menyangkut bangunan, tujuan dan

kegiatan.32 Maka, upaya pengembangan Masjid tidak terlepas dari ketiga

aspek dalam internal Masjid yakni pengembangan Masjid dari segi

bangunan atau fisik, tujuan, maupun dari segi kegiatannya yakni sebagai

berikut :

a. AspekHissyiyah(bangunan) secara kelembagaan,

Lembaga sendiri artinya badan (organisasi) yang tujuannya

melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha .

Organisasi yang telah mendapatkan kedudukan khusus dan legitimasi

dari masyarakat karena keberhasilannya memenuhi kebutuhan dan

harapan masyarakat dalam waktu yang panjang dapat dikatakan bahwa

organisasi tersebut telah “melembaga”. Sehingga lembaga merupakan sebuah badan/ organisasi yang melakukan usaha untuk memenuhi

kebutuhan dan harapan masyarakat.

32Mohammad E. Ayub,Manajemen Masjid: petunjuk praktis bagi para pengurus,( Jakarta: Gema

(31)

Dari pendekatan memahami pengembangan dan kata lembaga

sendiri, maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan lembaga adalah

proses / cara untuk mengembangkan segala hal yang ada dalam lembaga

tersebut sehingga mampu memenuhi kebutuhan dan harapan

masyarakat secara optimal. Maka, dalam proses pengembangan tersebut

tentu saja ada tujuan yang hendak dicapai, potensi lembaga yang hendak

digunakan serta sumber daya lembaga yang akan didaya gunakan untuk

mengembangkan segala hal yang ada dalam lembaga tersebut.

Pengembangan yang ada dalam lembaga tersebut salah satunya dalam

arti fisik yakni perluasan bangunan badan / organisasi tersebut seperti

kesekretariatan untuk melakukan aktifitas kelembagaan.

Masjid sebagai sebuah lembaga maka melakukan berbagai upaya

untuk memperluas dan memperindah arsitektur bangunan tiap Masjid

sangat beragam. Semua diarahkan bangunan dapat memberikan suasana

nyaman dan mampu menampung bertambahnya jumlah jama’ah yang

ada

b. AspekMaknawiyah(tujuan),

Sebuah Masjid dibangun tentu tidak terlepas dari latar belakang

mengapa Masjid itu diadakan. Sehingga melahirkan tujuan dan fungsi

dari keberadaan Masjid tersebut. Maka, pengembangan sebuah Masjid

tentu tidak akan terlepas dari fungsi dan tujuan Masjid tersebut

(32)

pembangunan Masjid pada masa Rasulallah S.A.W yakni yang meliputi

2 hal yakni :

- Masjid dibangun atas dasar taqwa dengan melibatkan Masjid

sebagai pusat ibadah dan pusat pembinaan jama’ah/ umat Islam

- Masjid dibangun atas dasar permusuhan dan perpecahan kalangan

umat dan sengaja untuk menghancurkan umat.

c. Aspekijtimaiyah(kegiatan), kegiatan Masjid dapat dilihat berdasarkan

ruang lingkup kelembagaan Masjid itu sendiri. Diantara lembaga Masjid

yang mengejawantahkan aspek kegiatan Masjid itu adalah lembaga

dakwah dan bakti sosial, lembaga manajemen dan dana. Serta lembaga

pengelolaan jamaah.

Suherman, menyebutkan paling tidak ada 3 hal yang cukup penting

dalam mengembangkan fungsi, peran dan arti penting Masjid yakni :

1)Derivasikegiatan

Yang dimaksud dari derivasi (turunan) kegiatan yaitu proses

melakukan rincian kegiatan dari “hulu” sampai ke “hilir” sehingga

diperoleh kegiatan yang inovatif dan memiliki manfaat bagi

umat.33Sebagaimana perintah Allah dalam Q.S Al-Jaatsiyah : 13

١ ٣

“Dan Dia menundukkan apa yang di langit dan apa yang di

bumi untukmu semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.

(33)

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”34

Pada ayat tersebut secara jelas menyebutkan bahwa umat

manusia diperintahkan untuk mendayagunakan apa-apa yang ada

dibumi dan dilangit secara optimal sehingga manusia bisa berinovasi

degan sumber daya yang ada tersebut

Maka, Masjid harus menurunkan bidang kegiatannya misalkan

dalam hal pendidikan, maka pendidikan ini bisa didetilkan kembali

dalam bentuk kegiatan yang lebih detil misalkan kegiatan diklat,

diklat pun bisa didetilkan bentuknya diklat untuk siapa dan diklat

apa, sehingga melahirkan berbagai bentuk diklat yang konten

diklatnya dan sasaran diklat yang beragam pula, seperti diklat

manajemen Masjid bagi pengurus Masjid, diklat retorika dakwah

bagi para da’i, dan diklat bimbingan belajar Al-Qur’an bagi para

mad’u dsb.

Gambar 2.135

Derivasi kegiatan Masjid

34Terjemahan Departermen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya , Bandung:

Diponegoro,2014),499

(34)

2) Spiritual Enterpreneur

Quraish Shihab pernah berkata bahwa keberadaan Masjid

haruslah mampu memberikan ketenangan dan ketentraman bagi

pengunjungnya. Agar hal tersebut bisa terwujud, perlu adanya

spiritual enterpreneur yang dimiliki oleh pengurus Masjid. Yang

dimaksd Spiritual Enterpreneur adalah pengelola kegiatan

keagamaan dengan gaya Enterpreneur yang memiliki landasan

agama yang kuat, keimanan yang kokoh dan ketaqwaan yang tinggi.

Sehingga diharapkan mampu memakmurkan Masjid. 36

Maka, pengurus Masjid dalam menciptakan sebuah kegiatan,

bukan hanya sekedar memikirkan asal ada kegiatan, melainkan

kegiatan tersebut haruslah kegiatan yang menarik dan bermanfaat

bagi mad’u. Misalkan saja ada salah satu sebuah Masjid bernama

Baiturrahman yang berada di PT. Sier Surabaya. Masjid tersebut

dikenal dengan Masjid Cinta. Salah satu progam yang cukup menarik

dan inovatif adalah progam akademi pranikah. Progam tersebut

sangat menarik karena berangkat dari masalah banyaknya fenomena

nikah lantas bercerai. Padahal perceraian menurut Islam sangat

dibenci oleh Allah kecuali ada sebab tertentu KDRT misalkan. Maka,

muncul kebutuhan bagaimana menurunkan angka perceraian

dikalangan pasangan muslim sehingga lahirlah progam tersebut.

Nampak bahwa lahirnya progam tersebut bukan asal-asalan

(35)

melainkan hasil dari pembacaan kebutuhan Mad’u tanpa pula

menghilangkan nilai-nilai ajaran Islam yang harus senantiasa terjaga.

Untuk memiliki jiwa Spiritual Enterpreneur paling tidak

pengurus Masjid memiliki berbagai karakter yakni :

 Memiliki Ilmu Pengetahuan Agama yang mumpuni

 Beriman dan bertaqwa

 Mandiri dan Jujur

 Disiplin, Aktif, kreatif, inovatif, produktif37

3) Merencanakan kegiatan yang berorientasi pada kesejahteraan umat.

Kesejahteraan merupakan suatu keadaan seseorang atau

sekelompok orang yang mampu terpenuhi segala kebutuhannya oleh

segala sumber yang ada disekitarnya. Maka, dikatakan kegiatan

yang berorientasi pada kesejahteraan umat adalah kegiatan yang

diadakan oleh pihak tertentu untuk memenuhi kebutuhan

sekelompok orang / umat tertentu.

Pada dasarnya kebutuhan umat dapat dikelompokan menjadi :

kategori utama dan global, yaitu : kebutuhan fisik-material,

kebutuhan mental- spiritual, dan kebutuhan social-environmental.

Untuk menghasilkan kegiatan yang memenuhi tiap-tiap kebutuhan

tersebut, tentu perlu dilakukan langkah derivasi kegiatan yang

berangkat dari ketika kebutuhan dasar tersebut.

(36)

Dengan mengacu pada ketiga kebutuhan dasar tersebut, dapat

ditemukan berbagai derivasi kegiatan sebagai berikut :

a) Kegiatan fisik-material meliputi : pengadaan sarana dan

prasarana peribadatan, kegiatan kesehatan berupa olah raga,

penyediaan sandang murah

b) Kegiatan mental spiritual, meliputi kajian rutin, pendidikan dan

pelatihan pengembangan diri dan bina profesi, BTAQ dsb

c) Kegiatan social-enviromental, meliputi : halal bihalal,

baktisosial. Dsb

Jika ditinjau dari aspek operasionalisasi Masjid, yang terdiri atas aspek

bangunan, tujuan dan kegiatan. Maka pengembangan Masjid yang dituju

dalam penelitian ini lebih mengacu pada proses memperluas /

mengoptimalkan ketiga aspek tersebut yakni bangunan, tujuan Masjid dan

kegiatannya. Dimana ketiga aspek tersebut bukanlah hal yang berdiri sendiri

melainkan saling berkaitan satu sama lain. Untuk mengoptimalkan tujuan

Masjid, maka butuh adanya sebuah kegiatan Masjid yang senantiasa harus

dihidupkan. Dan untuk menghidupkan kegiatan tersebut, maka perlu adanya

bangunan dan sarana pendukung didalamnya yang memadai bagi

pelaksanaan kegiatan Masjid. Sehingga ketika bangunan dan kegiatan

berjalan maka tujuan Masjid akan mampu teroptimalisasi.

B. Kemandirian

(37)

Ditinjau dari kamus besar bahasa Indonesia kemandirian berasal dari kata

“mandiri” yang artinya dalam keadaaan dapat berdiri sendiri, tidak

bergantung pada orang lain. Sementara kemandirian adalah hal atau suatu

keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. 38Kemandirian

(independent) atau perilaku mandiri (independent behavior) sering disamakan

dengan Autonomy. Menurut kamus The Little Oxford (1997) kemandirian

atau independent dimaknai sebagai self governing, not depending on

something else or other person.39Pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa

kemandirian adalah sikap tidak bergantung pada orang lain.

Burnadib, mendefinisikan kemandirian sebagai suatu keadaan ketika

seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya,

mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah,

memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugasnya dan bertanggung

jawab terhadap apa yang dilakukannya.40Mandiri atau kemandirian sering kali

diterjemahkan sebagai kemampuan diri sendiri, artinya menggunakan sumber

daya sendiri, kerja sendiri, dan dalam lingkungan yang diciptakan

sendiri(tertutup).41

Jika ditinjau dalam konteks kebutuhan dasar psikologis manusia, menurut

pendapat Sheldon, Elliot, Keem, dan Kassier kemandirian disamakan dengan

38http://kbbi.web.id/mandiri

39Suharman, “Pengembangan Skala Kemandirian”, Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, (September 2012), vol.1, No.2, 67

40Rizal Muttaqin, “Kemandirian dan Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Pesantren” jurnal ekonomi syariah Indonesia, Vol. I, no. 2 (Desember 2011), 68

41Fahruzzaman, “Pembelajaran Kemandirian Berbasis Kearifan Local di MTS. Daarul Ishlah Desa

(38)

istilah otonomi (Autonomy) dan secara konseptual didefinisikan sebagai :

feeling like you are the cause of your own actions rather than felling that

external forces or pressures are the cause of your action.Lebih lanjut mereka

merinci bahwa kemandirian tersebut mencakup 3 komponen perilaku yakni

(1) pilihan-pilihan yang dilakukan seseorang sesuai minar dan nilai yang

dimiliki, (2) kebebasan melakukan sesutau atau menurut cara-caranya sendiri

(3) pilihan-pilihannya mengeskpresikan siapa dia sebenarnya42

Ditinjau dari makna mandiri dan kemandirian baik secara kebahasaan

serta ahli, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa kemandirian adalah suatu

kondisi dimana seseorang merasa mampu mengambil insiatif, menjalankan

semua tugasnya dan mengambil tanggung jawab atasnya tanpa bantuan orang

lain, dengan menggunakan sumber daya yang mereka miliki.

2. Ciri-ciri kemandirian

Menurut Hetherington kemandirian ditunjukan dengan adanya

kemampuan mengambil inisiatif, kemampuan mengatasi masalah, penuh

ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta berkeinginan

mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Sementara menurut Beller

menyebutkan beberapa tanda kemandirian yaitu : pengambilan insiatif,

mencoba mengatasi rintangan rintangan dalam lingkungan, mencoba

mengarahkan tingkah lakunya menuju kesempurnaan, memperoleh

kepuasan dari bekerja dan mencoba mengerjakan tugas rutinnya.43

42Suharman, “Pengembangan Skala Kemandirian”, Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, (September 2012), vol.1, No.2,68

(39)

Suharman, menegaskan ada beberapa karakteristik dalam menilai

perilaku mandiri seseorang, yakni :

a. Mampu mengambil insiatif bertindak atas kemauan dan kesadaran dari

diri sendiri

b. Mengendalikan aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan segala

sumber daya yang dimiliki

c. Memberdayakan kemampuan yang dimiliki, dalam artinya secara

pribadi mereka memiliki kepercayaan akan sumber daya yang dia

miliki serta berupaya mengoptimalkan sumber daya tersebut demi

mencapai tujuannya

d. Menghargai hasil kerja diri sendiri44

Dari berbagai tinjauan ciri-ciri / karakter kemandirian, dan pendapat para

ahli mengenai makna kemandirian, penulis menemukan beberapa karakteristik

seseorang memiliki kemandirian bilamana : (1) dia memiliki insiatif sendiri,(2)

mampu bertindak sendiri dan memecahkan masalah sendiri, (3) menggunakan

segala sumber daya yang dia miliki tanpa bantuan orang lain, (4) mampu

mengambil resiko apa yang akan dia hadapi dengan kesadaran diri tanpa

paksaan, dan (5) tentunya dia adalah orang yang paham tentang tugas dan

tanggung jawab apa yang harus dia lakukan sehingga dia enggan untuk

memberikannya pada orang lain.

3. Macam bentuk kemandirian

(40)

Banyak ilmuan yang membedakan bentuk dari kemandirian, salah satunya

Robert havighutst. Beliau menyebutkan ada 3 bentuk kemandirian yakni :

a. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan

tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain

b. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri

dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.

c. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai

masalah yang dihadapi.45

Peneliti sendiri, sering menemukan realitas kemandirian melekat bukan

hanya pada sisi seseorang melainkan sebuah lembaga baik pendidikan, social

dan lembaga dakwah sendiri. Masjid merupakan sebagai salah satu lembaga

dakwah yang diharapkan mampu memiliki kemandirian. Spesifiknya dalam

penelitian ini adalah kemandirian pada aspek ekonomi. Sehingga bisa

didefisinikan makna kemandirian Masjid adalah keadaan sebuah Masjid

mampu membiayai segala kebutuhan dalam menjalankan fungsinya dengan

memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya.

Maka, ciri-ciri dikatakan Masjid yang memiliki kemandirian dalam

ekonomi meliputi :

- Pengurus didalam Masjid tersebut senatiasa memiliki berbagai inovasi

dan inisiatif sendiri untuk menemukan berbagai macam strategi yang

bahkan belum pernah terfikirkan oleh lembaga lain dalam upaya

mengembangkan Masjid baik diaspek kegiatannya, infrastruktur, dan

(41)

tujuannya dengan mengoptimalkan segala sumberdaya yang dimiliki

secara mandiri tanpa mengandalkan pihak lain.

- Pengurus Masjid mampu mengambil keputusan dalam menetapkan

strategi atau memecahkan masalah baik yang bersumber dari internal

maupun eksternal. Ataupun yang sifatnya mendukung usaha

pengembangan Masjid ataukah tidak dengan mengoptimalkan segala

sumber daya yang dimiliki secara mandiri tanpa mengandalkan pihak lain

- Pengurus Masjid mengoptimalkan segala sumber daya yang dimiliki baik

dari sisi sdm, dana, bangunan, dsb dalam mendukung usaha

pengembangan Masjid

- Pengurus Masjid secara sadar, berani dan siap dalam menghadapi segala

resiko dalam mengembangkan Masjid dengan sumber daya yang dimiliki

- Pengurus Masjid tentu memahami apa yang menjadi visi dan misi dalam

pengembangan Masjid dan apa yang harus dilakukan sebagai

pengembangan visi dan misi tersebut. Sehingga muncul rasa tanggung

jawab untuk menjalankan visi dan misi tersebut sendiri.

4. Konsep kemandirian dalam Islam

Kemandirian berasal dari kata dasar “ mandiri” jika ditinjau dari bahasa

arab Berasal dari participle aktifﻞ ﻘﺘــــــﺳ ا( istaqalla , " menjadi independen " ) , dari akarق ل ل ( qll ). Kata ini merupakan kata sifat ﻞ ﻘﺘـــــﺴ ﻣ • ( mustaqill ) (

femininﺔ ﻠﻘﺘــــــﺴ ﻣ ( mustaqilla ) , maskulin pluralن ﻮ ﻠﻘﺘـــــــﺴ ﻣ ( mustaqillūn ) yang

artinya independen, otonom, terpisah berbeda dan khusus46. Kata “mustaqill”

(42)

bersinonim dengan kata sifatnya داز آ • ( azad ) yang artinya Mandiri , tanpa

hambatan, liberal, bebas .47 Jika ditinjau dari kebahasaan dalam bahasa arab

dan dikaitkan dengan konteks kemandirian dalam aspek ekonomi, maka dapat

disimpulkan kemandirian ekonomi adalah kebebasan manusia dalam

melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonominya sesuai dengan

sumber daya yang dimiliki tanpa dipengaruhi oleh orang lain.

Banyak sekali ayat dalam al-Qur’an yang menyebutkan bahwa Allah

memerintahkan manusia untuk melakukan usaha demi memenuhi kebutuhan

mereka,bukan hanya memikirkan akhirat semata melainkan juga

keduniawiannya sebagaimana Q.S Al-Mulk : 15

١ ٥

48

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”49

Namun, dalam melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhannya,

meskipun manusia diberikan diperintahkan untuk mencari kehidupan yang

layak didunia ini dan diberi kebebasan untuk menikmati segala sumber daya

yang telah disediakan. Bukan berarti manusia bisa bebas semena-mena dalam

menjalankan usahanya. Dalam firmannya Allah menetapkan berbagai petunjuk

yang harus dilakukan dan ditinggalkan dalam menjalankan usaha demi

mencapai memenuhi kebutuhannya yakni :Q.S Al-Qashash : 77

47https://en.wiktionary.org/wiki/داز آyang diakses tgl. 7 mei 2017

48Q.S. Al-Mulk : 15 49

(43)

٧ ٧

50

“Dan carilah pada apayang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”51

Ayat tersebut mengandung beberapa hal yakni52:

- Masalah keduniawian merupakasna salah satu bagian yang penting

untuk diperhatikan dalam agama Islam selain masalah akhirat

- Dalam memperoleh harta harus dengan cara yang benar (halal) tidak

merampas hak-hak orang lain, serakah, dan zalim

- larangan untuk berbuat kerusakan dimuka bumi

- dalam memperoleh harta tidak boleh merugikan orang lain dan merusak

alam

- segala perbuatan memiliki konsekuensi di akhirat nanti

- kewajiban mengingat segala urusan ibadah disamping urusan dunia

- perintah untuk berbuat baik

Ditinjau dari pendekatan lain dalam tafsir Jalalyn mengenai ayat tersebut,

“perolehan [untuk] kepentingan akhirat[harta kekayaan] yang telah Allah

berikan kepadamu, dengan cara menginfak [sebagian] harta tersebut untuk

ketaatan kepada Allah. Dan jangan kamu lupakan bagian kamu yang berkaitan

dengan keduniawian untuk menjadi amal akhirat..” ayat tersebut mendorong

50Al-Qur’an surat Al-Qashash : 77

51Terjemahan Departermen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya , Bandung:

Diponegoro,2014),396

(44)

mansuaia untuk kerja keras mengumpulkan harta kekayaan, namun tujuannya

untuk menjadi amal akhirat.53

Islam juga menekankan, bahwa umat Islam harus memiliki etos kerja yang

kerja keras dalam menjalankan usahanya memenuhi kebutuhannya sendiri.

Didalam al-Qur’an terdapat 360 ayat yang berbicara tentang “al-amal”, 109 ayat tentang “al-fil’il”,, belum lagi “ al-kasb” sebanyak 67 ayat dan “al

-sa-yu”sebanyak30 ayat. Semua ayat tersebut mengandung hukum –hukum yang berkaitan dengan kerja, menetapkan sikap-sikap terhadap pekerjaan, memberi

arahan dan motivasi dan bahkan contoh-contoh konkret tanggung jawab

kerja.54

Dan tentu saja kerja keras tersebut juga perlu dibekali dengan kemampuan

yang mumpuni karena kemampuan dan kerja keras tersebut akan

mempengaruhi kualitas hasil kinerjanya. Dan setiap pekerjaan yang dilakukan

tentu akan dimintai pertanggung jawabannya Sebagaimana firman Allah

dalam Q.S Ar- Rad : 11

55

١ ١

“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dari depan dan belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki

53Ibid., 27

54Muhammad Tholhah Hasan,Islam dan Masalah Sumber daya Manusia, (Jakarta : Lantabora

Press , 2003), 240

(45)

keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan

tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (Q.S. Ar-Rad : 11)56 Dalam ayat tersebut terkandung beberapa makna yakni :57

 Ayat tersebut berbicara tentang perubahan moral yang dimulai dari

perubahan individu sehingga mempengaruhi bagaimana perubahan yang

ada di masyarakat

 Penggunaan kata “qaum” menunjukkan bahwa adanya sebuah hukum

sunatuallah yang berlaku disebuah kaum berkaitan dengan keduniawian

namun. Dan lantas apakah manusia mengikuti sunatuallah itu atau tidak

tentu akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat

 Pelaku perubahan moral tersebut ada 2 yakni Allah dan manusia.

 Perubahan sebuah masyarakat yang dilakukan oleh Allah perlu didahului

perubahan yang harus dilakukan individu dalam masyarakat itu sendiri.

Karena manusialah yang melahirkan aktivitas itu sendiri, terlepas apakah

aktivitas tersebut positif ataukah negative. Hal ini bisa terjadi karena pada

sisi dalam manusia memiliki nafs. Nafs ini adalah wadah yang didalamnya

ada kotak/ wadah berisikan segala sesuatu yang disadari (Qalbu) atau yang

dilupakan manusia namun, dapat kemungkinan muncul yakni bawah sadar.

Banyak hal yang ditampung oleh nafs yakni :

- Nilai-nilai dimasyarakat

56Terjemahan Departermen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya(,Bandung:

Diponegoro 2014),250

(46)

- Kemauan yaitu iradah yakni tekad dan kemauan keras. Ibnu Taimiyah

menjelaskan hakekat azam iradah yakni tekad yang kuat itulah yang

menghasilkan aktivitas bila disertai kemampuan. Karena dengan

kemampyan tersebut aktivitas yang dikenendaki akan berjalan lancar.

- Kemampuan baik kemampuan fisik atau non fisik. Dengan kemampuan

inilah seseorang / masyarakat akan mampu mengelola dengan baik dan

sebaliknya tanpa kemampuan ini pula seseorang akan gagal

menjalankan aktvitasnya yang akan mempengaruhi kualitas tekad

seseorang.

Nabi Muhammad, sebagai uswatun hasanahpun senantiasa memberikan

suritauladan bagi umatnya untuk berusaha sendiri memenuhi kebutuhan

ekonominya tanpa meminta-minta belas kasih dari orang lain. Sebagaimana

(47)

Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada saya Ibnu Wahab dari Yunus dari Ibnu Syihab berkata, telah menceritakan kepada saya 'Urwah bin Az Zubair bahwa 'Aisyah Radliallahu 'anha berkata: Ketika Abu Bakar Sh-Shiddiq diangkat menjadi khalifah ia berkata: "Kaumku telah mengetahui bahwa pekerjaanku mencari nafkah tidak akan melemahkan urusanku terhadap keluargaku, sementara aku juga disibukkan dengan urusan kaum muslimin. Maka keluarga Abu Bakar akan makan dari harta yang aku usahakan ini sedangkan dia juga bersungguh bekerja untuk urusan Kaum Muslimin.(H.R. Bukhari. No. 1928)58

Dari penelusuran berbagai ayat Al-qur’an dan hadist, tersebut penulis

menemukan karakteristik seseorang atau kelompok orang yang memiliki

kemandirian yakni :

a. Memiliki motivasi dalam usaha memperoleh penghasilan bukan hanya untuk

kepentingan duniawi saja melainkan juga akhirat. Hal ini ditunjukkan dengan

ketika bekerja mereka tidak melupakan kewajiban bersyukur kepada Allah dan

berbuat baik sesama umat manusia

b. Senantiasa berinovasi untuk melakukan usaha yang mampu menghasilkan

pendapatan dengan cara yang benar. Yakni tidak berbuat kerusakan bagi alam

dan masyarakat

c. Memiliki tekad yang kuat

(48)

d. Bekerja keras, mengoptimalkan segala sumber daya yang dimilikinya dan

bertanggung jawab terhadap setiap usahanya (mampu mengambil resiko dan

amanah)

e. Berusaha memiliki kemampuan dan senantiasa meningkatkan kemampuannya

sehingga muncul kreatifitas dan mampu memecahkan masalah dalam tiap

usaha

f. Bekerja butuh sebuah tekad, dan tekad tersebut akan terbentuk bila manusia

memiliki kemampuan. Maka, manusia harus berusaha keras memperoleh

kemampuan dan menjalankan aktivitasnya dengan segala kemampuan yang

ada.

g. Berambisi untuk menjadi yang terbaik dalam menjalankan usahanya

Konsep kemandirian menurut Islam, bukanlah hanya konsep kemandirian

yang berlaku pada individu saja melainkan sekelompok orang dalam masyarakat

tersebut. Maka, jika lembaga dimaknai sebuah badan / wadah bagi kumpulan

beberapa orang yang menjalankan aktivitas bersama demi mencapai tujuan

bersama. Maka tentu konsep kemandirian menurut Islam tersebut, tidak berbeda

dengan konsep kemandirian lembaga menurut Islam. Yang meliputi :

- Lembaga yang terdiri atas kumpulan manusia dengan segala potensi yang

dimilikinya diperintahkan Allah, untuk mampu melakukan usaha memperoleh

pemasukan secara mendiri sehingga mampu mengoptimalkan fungsi dari

lembaga tersebut berada sehingga tujuan akan tercapai.

- Lembaga dalam melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan

(49)

kesuksesan usaha mereka berkat Allah, berbuat baik pada sesama dan tidak

membuat kerusakan.

- Motivasi yang haru dimiliki lembaga dalam memenuhi kebutuhannya bukan

hanya memperkaya diri melainkan juga mengingat bahwa mereka memiliki

kewajiban akhirat yang harus dipenuhi. Yakni dengan menjaga amanah sesuai

visi dan misi lembaga, mencari usaha dengan cara yang halal, berbagi sesama

dan tdiak merugikan siapapun

- Setiap individu dalam lembaga tersebut harus memiliki tekad yang kuat disertai

dengan ketrampilan dan pengetahuan yang memadai dalam menjalankan setiap

usahanya. Sehingga hasilnya optimal

- Setiap lembaga harus memiliki cara berfikir fastabiqul khoirot yang artinya

berlomba-lomba dengan lembaga lainnya untuk menjadi yang terbaik. Maka

jika sebuah lembaga dakwah maka lembaga tersebut harus berlomba-lomba

dalam mengembangkan progam dakwahnya dan jumlah jama’ahnya

- Setiap individu dalam lembaga tersebut memegang tanggung jawab besar akan

kemajuan dan kemunduran lembaga tersebut dalam mencapai visi dan misinya.

Maka, semua sdm harus memiliki tekad yang kuat, ukhwah, rasa tanggung

jawab dan ketrampilan dalam menjalankan kewajibannya.

Setelah melakukan analisis makna kemandirian lembaga baik ditinjau dari

pendekatan ilmuan barat dengan pendekatan Islam, penulis menemukan

kesamaan antara kedua konsep tersebut dalam menjabarkan makna kemandirian

lembaga itu sendiri. Keduanya sama-sama menyampaikan bahwa lembaga yang

(50)

operasional didalamnya dengan menjalankan berbagai usaha memanfaatkan

segala potensi yang dimilikinya demi tercapainya tujuan dari lembaga tersebut.

Didalamnya tentu ada unsur semua komponen sdm didalamnya bekerja keras,

bahu membahu, memiliki inisiatif dan tanggung jawab untuk mengoptimalkan

segala sumber dayanya menghasilkan dan menjalankan progam-progam

lembaga supaya lembaga tersebut mampu berdiri sendiri.

Namun, yang menarik disini selain penulis menemukan kesamaan, penulis

juga menemukan adanya perbedaan yakni dari segi memaknai kebebasan dalam

melakukan usaha sendiri. Didalam pendekatan kelimuan murni kemandirian

lembaga tidak ada memiliki asumsi batasan kebebasan yang bisa lembaga

lakukan dalam menjalankan progam-progam kemandirian tersebut. Sementara

dalam pendekatan Islam, mengatur secara eksplisit bagaimana seseorang atau

kumpulan orang dalam sebuah lembaga dalam menjalankan progam

kemandirian itu sendiri. Bagaimana seharusnya mereka bertindak dan apa yang

tidak seharusnya mereka lakukan.

Sehingga dari kedua pendekatan tersebut penulis mencoba beberapa poin

penting karakteristik kemandirian Masjid sebagai sebuah lembaga yakni :

- Pengurus Masjid wajib senantiasa berinisiatif dan berinovasi menciptakan

progam untuk memperoleh pemasukan secara mendiri sehingga mampu

mengoptimalkan kegiatan, fungsi dan tujuan dibangunnya Masjid sendiri.

- Pengurus Masjid dalam melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan

(51)

kesuksesan usaha mereka berkat Allah, berbuat baik pada sesama dan tidak

membuat kerusakan.

- Pengurus Masjid memiliki motivasi bahwa usaha untuk memperoleh

pemasukan bukan untuk kepentingan pribadi. Melainkan pengembangan

kegiatan, infrastruktur dan tujuan Masjid. Sebagai batu lonjakan memenuhi

kewajiban akhirat mereka yakni mengembangkan dakwah

- Setiap individu dalam Masjid memiliki tekad yang kuat disertai dengan

ketrampilan dan pengetahuan yang memadai dalam menjalankan setiap

usahanya. Serta senantiasa mengembangkan ketrampilan dan

pengetahuannya.

- Setiap pengurus Masjid harus memiliki semangat untuk berlomba-lomba

dengan lembaga lainnya untuk menjadi yang terbaik. Maka jika sebuah

lembaga dakwah maka lembaga tersebut harus berlomba-lomba dalam

mengembangkan progam dakwahnya dan jumlah jama’ahnya

- Pengurus Masjid memegang tanggung jawab besar akan kemajuan dan

kemunduran lembaga tersebut dalam mencapai visi dan misinya. Maka,

semua sdm harus memiliki tekad yang kuat, ukhwah, rasa tanggung jawab

dan ketrampilan dalam menjalankan kewajibannya.

C. Manajemen strategi

Manajemen strategi adalah sebuah konsep sebagaimana yang

disampaikan oleh Winardi, yakni suatu seni dan ilmu pembuatan keputusan

(52)

yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan masa mendatang59.

Dapat didefinisikan pula bahwa manajemen strategi adalah sebuah seni dan

pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi

keputusan-keputusan lintas-fungsional yang memampukan sebuah organisasi

mencapai tujuannya60.

Nawawi mengkonsepsikan manajemen manajemen strategi dengan

berbagai sudut pandang dan formulasi bahwa manajemen strategi merupakan

cara taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam melaksanakan

fungsi manajemen yang terarah pada tujuan strategi. Selanjutnya beliau

mengungkapkan berbagai formulasi sebagai berikut :

• Manajemen strategi yaitu menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada demi mencapai tujuan organisasi

• manajemen strategi merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan kekuatan dengan memanfaatkan peluang yang mana manajer harus

mengenal aspek-aspek yang berpengaruh baik dari inaternal atau

eksternal

• manajemen strategik merupakan proses dalam memutuskan strategi yang tepat demi mencapai tujuan

• manajemen strategik adalah terdiri atass proses penetapan tujuan jangka panjang atau yg disebut visi, serta langkah jangka pendek yang harus

dilakukan manajer atau yang dikenal dengan misi, serta perencanaan

59Ismail Nawawi,Manajemen Strategik Sektor Publik, (Surabaya :ITS Press), 2010, 4

Gambar

Gambar 2.135
Gambar 2.2. Konsep Manajemen strategi fred R.david
Gambar 2.3 Keterhubungan variable eksternal terhadap Organisasi83
Gambar 2.4  Analisis SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel 4. diatas terlihat bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara tiap tingkat pengelolaan kelas terhadap siswa ketika pembelajaran dan

Organisasi muhamadiyah selalu mengajak kadernya untuk selalu berperan aktif dalam menjaga kaum muslimin dari pengaruh misionaris dalam pendangkalan akidah, maka

Bahwa Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kolaka telah meralat dan mencabut pengumuman KPU Kabupaten Kolaka Nomor 206/PP.05.3- PU/7401/KPU-Kab/X/2017 tentang seleksi tertulis calon

yang terjadi. Artinya, energi yang dibakar semakin banyak. Sehingga dari grafik diatas dapat diketahui dengan penggunaan bahan bakar blue gaz dan gas elpiji proses

Diantara variabel risiko sistematis dan likuiditas, variabel manakah yang mempunyai pengaruh dominan terhadap return saham pada PT Bank Muamalat Indonesia Tbk

Strategi penyelesaian konflik yang dilakukan antara Zarri Bano dan Sikander adalah strategi menang-kalah dengan cara tawar menawar. Konflik yang terjadi antara

Pertama , Pesan dakwah pementasan wayang kulit lakon ”ma’rifat dewa ruci” oleh dalang Ki Enthus Susmono adalah: a] Dari segi bahasa (signing) penyampaian isi

Jika kita tidak ingin kehilangan budaya yang merupakan ciri khas bangsa, sudah saatnya kita mengenal, mencintai, dan melestarikan jajanan pasar milik kita. Jika bukan kita