• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAJAAN KUTAI KARTANEGARA ING MARTADIPURA DAN PERAN RAJA DALAM PENGEMBANGAN AGAMA ISLAM DI KERAJAAN KUTAI ABAD KE-17 DAN 18.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KERAJAAN KUTAI KARTANEGARA ING MARTADIPURA DAN PERAN RAJA DALAM PENGEMBANGAN AGAMA ISLAM DI KERAJAAN KUTAI ABAD KE-17 DAN 18."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KERAJAAN KUTAI KARTANEGARA ING MARTADIPURA

DAN PERAN RAJA DALAM PENGEMBANGAN AGAMA ISLAM DI KERAJAAN KUTAI ABAD KE-17 DAN 18

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

:

Muhammad Fahmi Noor

NIM: A72212127

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang sejarah “Kerajaan Kutai Kartanegara Ing

Martadipura dan peran raja dalam pengembangan agama Islam di Kerajaan Kutai

pada abad ke-17 dan 18 M”. Adapun permasalahan yang dibahas: (1) Bagaimana

kondisi Kerajaan Kutai pada masa sebelum kedatangan Islam? (2) Kebijakan politik apa saja yang diambil para Raja/Sultan Kutai Kartanegara dalam masa pemerintahannya?

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah, yang dapat mendeskripsikan dan menganalisis secara lengkap dan mendetail, dan juga secara lengkap membahas tentang peran raja Kutai Kartanegara Ing Martadipura dalam pengembangan agama Islam dengan menggunakan pendekatan hisroris. Menggunakan teori siklus Ibnu Khaldun dan teori kekuasaan menurut Harold D. Laswell.

(8)

ABSTRACT

This thesis discusses the history of the "Kingdom of Kutai Ing Martadipura and the king's role in the development of Islam in the Kutai Kingdom in the 17th century and 18 M". The issues were discussed: (1) How is the Kingdom of Kutai in the period before the advent of Islam? (2) any political policy taken by the King / Sultan Kutai during his reign?

This research is using methods of historical research , to describe and analyze the complete and detailed , and also fully discuss the role of the king of Kutai Ing Martadipura in the development of Islam by using hisroris approach . Ibn Khaldun's use cycle theory and the theory of power by Harold D. Laswell .

(9)

H. Sistematika Pembahasan ... 14

BAB II: KERAJAAN KUTAI DI KALIMANTAN TIMUR A. Kerajaan Kutai Mulawarman ... 16

a. Kehidupan Sosial ... 20

b. Kehidupan Politik ... 20

c. Kehidupan Ekonomi ... 20

B. Kerajaan Kutai Kartanegara ... 21

a. Berdirinya Kerajaan Kutai Kartanegara ... 23

b. Teori Asal Usul Kerajaan Kutai Kartanegara ... 24

c. Politik Kerajaan Kutai Kartanegara ... 27

d. Silsilah Raja-Raja Kutai Kartanegara ... 28

(10)

B. Kondisi Politik ... 35

C. Keadaan Keagamaan Dan Kepercayaan Sebelum Kedatangan Islam . 36 D. Latar Belakang Dan Faktor Masuknya Islam ... 38

E. Pembawa Islam Dan Asalnya Kedatangannya ... 40

F. Sistem Pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara ... 44

BAB IV: PERAN SULTAN KUTAI KARTANEGARA DALAM PENEGMBANGAN AGAMA ISLAM DI KALIMANTAN TIMUR A. Raja Aji Sinum Panji ... 48

1. Perubahan Corak Pemerintahan Setelah Masuknya Islam ... 49

2. Lahirnya Kota Samarinda ... 51

B. Sultan Aji Muhammad Idris ... 55

1. Perubahan Status Kerajaan Menjadi Kesultanan ... 55

C. Sultan Aji Muhammad Muslihuddin ... 58

1. Perebutan Kekuasaan Kesultanan Kutai Kartanegara ... 58

2. Pemindahan Pusat Pemerintahan Kerajaan Ke Tenggarong ... 60

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berita-berita India yang dikutip awal abad masehi menyebut-nyebut

daerah-daerah di Nusantara dengan lafal India.Melalui studi toponomi dapat

diperoleh kesimpulan tentang jalur pelayaran bangsa India pada awal masehi.

Antara lain disebutkan Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Karena hasil kekayaan

alamnya yang melimpah ruah, maka pulau-pulau timur seperti Kalimantan,

Sulawesi dan Maluku menjadi daerah tujuan perdagangan yang amat menarik.1

Berita-berita India menyebutkan Kalimantan sebagai salah satu tujuan

perdagangan. Belum menyebut dengan pasti apakah jalur perdagangan itu sampai

daerah Kutai. Meskipun pada awal abad masehi belum dapat berita yang

menyebutkan kata Kutai, namun sekitar abad ke-4 telah ada berita India yang

menyebut dengan tegas disebutkan nama “Quetaire” yang berarti hutan

belantara. Diperkirakan Quetaire dimaksud adalah Kerajaan Kutai. Mengingat di

daerah Kalimantan Timur terdapat dua kerajaan dengan nama Kutai yakni Kutai

yang berdiri abad ke-4 di Muara Kaman (Kutai Mulawarman) dan Kutai yang

berdiri abad ke-13 di Jahitan Layar (Kutai Kartanegara). Bias dipastikan bahwa

1

Pemerintah Daerah Tingkat 1 Kalimantan Timur, Sejarah Pemerintahan di Kalimantan Timur dari

(12)

2

kata “Quetaire” atau “Kutai” yang dimaksud dalam berita India itu adalah

Kerajaan Kutai Mulawarman yang berada di Muara Kaman.

Hal yang sangat menarik adalah, bahwa para sejarawan umumnya

menyebut Kerajaan Kutai yang berada di Muara Kaman dengan nama Kerajaan

Mulawarman. Padahal Mulawarman adalah nama salah satu raja dari dinasti

ketiga Kerajaan Kutai yang dimulai dari Kudungga, Aswarman dan

Mulawarman.

Padahal di Kalimantan Timur, selain kerajaan Kutai Mulawarman, juga

terdapat kerajaan lain yang juga sama besarnya, yaitu Kerajaan Kutai

Kartanegara.

Meskipun awal berdirinya kerajaan Kutai Kartanegara jauh setelah

kerajaan Kutai Mulawarman berdiri, kerajaan ini kelak nantinya menjadi

kerajaan yang paling besar di Kalimantan Timur.

Kedatangan Islam di Nusantara tidaklah secara bersama-sama. Demikian

juga kerajaan-kerajaan yang didatanginya mempunyai situasi politik, ekonomi

dan sosial-budaya yang berlainan. Pada abad ke-7 dan 8, saat kerajaan Sriwijaya

mulai mengembangkan kekuasaannya. Saat itu Selat Malaka mulai ramai dengan

kapal-kapal para pedagang, tidak terkecuali pedagang Muslim. Mereka melewati

Selat Malaka dalam pelayarannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara dan Asia

Timur.2

2

(13)

3

Pada saat memasuki Nusantara, para pedagang Muslim tersebut

berangsur-angsur mulai menyebarkan agama Islam. Mulai dari Pulau Sumatra,

Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan sebagian daerah Timur Nusantara.

Islam adalah agama dakwah, yakni agama yang harus disampaikan

kepada seluruh umat manusia. Hal ini dapat disadari bahwa agama Islam tidak

akan berkembang secara otomatis tanpa adanya usaha untuk menyebarkannya.

Penyebaran agama Islam di Nusantara merupakan salah satu proses yang

sangat penting dalam sejarah Indonesia, tetapi juga yang paling tidak jelas.

Tampaknya, para pedagang muslim sudah tiba atau ada di sebagian wilayah

Indonesia selama beberapa abad sebelum Islam menjadi agama yang besar.

Penyebaran Islam menurut Ricklef, secara umum ada dua proses yang mungkin

telah terjadi. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama Islam

dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia (Arab, India, cina,

dll), yang telah memeluk agama Islam tinggal secara tetap di suatu wilayah

Indonesia, menikah dengan penduduk asli, dan mengikuti gaya hidup masyarakat

lokal. Mungkin kedua proses ini sering terjadi bersama-sama.3

Mengenai proses masuk dan berkembangnya agama Islam ke Indonesia,

para sarjana dan peneliti sepakat bahwa umumnya Islamisasi itu dianggap

sebagai proses damai, karena tidak ada satu pun bukti mengenai

ekspedisi-ekspedisi militer asing yang memaksakan agama ini melalui penaklukan. Akan

tetapi, setelah sebuah kerajaan Islam berdiri di Indonesia, agama Islam

3

(14)

4

kadang disebarkan dari sana ke kawasan lain melalui peperangan.4 Secara umum

mereka menerima Islam tanpa meninggalkan kepercayaan dan praktek

keagamaan yang lama. Hal ini sering dilakukan oleh juru dakwah yang ada di

tanah Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga, mereka mengajarkan Isalm

dalam bentuk kompromi dengan kepercayaan-kepercayaan setempat.5

Keadaan politik di Kalimantan Timur ketika pengaruh Islam datang agak

berbeda dengan di daerah lain. Hikayat Kutai tidak menyebut adanya perpecahan

di lingkungan Kerajaan dalam hal perebutan kekuasaan. Sebelum kedatangan

Islam, Kerajaan Kutai bercorak Indonesia-Hindu, sedang di pedalaman

kebanyakan penduduk masih menganut animisme dan dinamisme. Di dalam

hikayat itu diceritakan mengenai hubungan-hubungan dengan Majapahit, dan hal

ini diperkuat oleh berita dalam Nagarakertagama.

Masuknya Agama Islam di Kerajaan Kutai Kertanegara memiliki riwayat

yang cukup menarik. Secara singkat dikisahkan pada masa pemerintahan

Kerajaan Kutai Kertanegara diperintah oleh raja ke-6 bernama Pangerah Aji

Mahkota Mulia (1525-1600 M), maka datanglah misi penyiaran Islam yang

dilakukan oleh dua orang ulama asal Minangkabau yang bernama Datuk Ri

Bandang dan Tuanku Tunggang Parangan. Kedua mubaligh itu datang ke daerah

Kutai untuk menyebarkan agama Islam. Tetapi orang-orang Makassar yang telah

masuk Islam keluar dari Islam. Karena itu Tuan di Bandang kembali ke

4

Ibid., 26.

5

(15)

5

Makassar, sedangkan Tuan Tunggang Parangan menetap di Kutai. Raja Mahkota

masuk Islam setelah ia kalah dalam kesaktian.6

Proses penyebaran Islam di Nusantara tidak terlepas dari usaha-usaha

para pedagang Arab dan pengaruh kerajaan-kerajaan Islam saat itu, khususnya di

Kalimantan Timur. Di Kalimantan Timur juga terdapat kerajaan Islam yang

besar, yaitu Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Dengan masuknya Islam, maka membawa perubahan baru bagi kerajaan

Kutai Kartanegara. Sejak awal masuknya Islam, budaya Islam memang belum

begitu terasa berpengaruh. Tetapi secara perlahan mulai mempengaruhi

kehidupat kerabat keraton. Maka denyut nafas kehidupan Islam mulai menghiasi

kehdupan di dalam lingkungan istana.

Tanpa disadari nilai-nilai Islam mulai masuk mewarnai sistem

pemerintahan. Unsur-unsur tata nilai lama yang mendominasi corak

pemerintahan Hindu, sedikit demi sedikit digeser oleh nilai-nilai yang

bernafaskan Islam. Keseluruhannya itu merupakan fase dari perkembangan

sistem Islamisasi di Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Setelah Raja Makota memeluk Islam dan kemudian diikuti oleh para

penghuni istana, maka mereka diberi pelajaran Agama Islam mengenai sholat

lima waktu, hukum Islam, membaca tulis Arab dan lain-lain.7

6

Pusponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, 25.

7

(16)

6

Istilah Kutai Ing Martadipura dipakai setelah raja ke-3 dari Kerajaan

Kutai Kertanegara, yaitu Raja Aji Sinum Panji telah berhasil mengalahkan Raja

Derma Setia dari Kutai Martapura. Kerajaan Mulawarman atau Kutai Martapura

yang awalnya merupakan kerajaan Hindu dan Budha, kemudian sekitar abad

ke-16 kerajaan itu ditaklukan oleh Islam dan berganti nama menjadi Kutai

Kartanegara Ing Martadipura. Setelah itu, Raja Aji Sinum Panji dikenal sebagai

Raja Sinum Panji Ing Martadipura. Sebuah gelar nama yang diambil dari nama

pusat Pemerintahan Kerajaan yang ia kalahkan, yakni Martadipura.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan ruang lingkup penulisan di atas, maka penulis akan

membuat rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimana Kondisi Kerajaan Kutai pada masa sebelum kedatangan Islam?

2. Kebijakan politik apa saja yang diambil para Raja/Sultan Kutai Kartanegara

dalam masa pemerintahannya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsai

ini adalah sebagai berikut:

(17)

7

2. Untuk menguraikan struktur dan kebijakan-kebijakan pemerintahan beberapa

Sultan Kutai Kartanegara yang berhasil menjadikan Kerajaan/Kesultanan

Kutai Ing Martadipura mencapai kejayaannya.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai:

1. Mempermudah pembaca untuk membedakan antara Kerajaan Kutai

Mulawarman (Hindu) dan Kutai Ing Martadipura (Islam).

2. Menambah jumlah koleksi keilmuan dalam bidang Sejarah Islam di Indonesia.

3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kita untuk menelaah kembali

kajian sejarah Islam tentang Kesultanan Kutai Ing Martadipura di

Tenggarong.

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

Pembahasan dalam skripsi ini penulis lebih menggunakan pada

pendekatan historis, yang mana pendekatan ini dimaksudkan adalah memandang

suatu peristiwa yang berhubungan dengan masa lampau.8 Dengan pendekatan ini,

penulis mengharapkan dapat mengungkap secara jelas tantang latar belakang

sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara di Tenggarong yang awalnya merupakan

kerajaan yang bercorak Hindu-Budha menjadi kerajaan Islam dan kemajuan

8

(18)

8

pemerintahan beberapa Sultan dalam pengembangan kerajaan Kutai kedepannya.

Hal ini juga termasuk mengenai pada pengembangan struktur dan kebijakan para

Sultan Kutai yang digunakan dalam pemerintahnnya dan kemajuan-kemajuan

yang dicapainya dalam beberapa bidang, yaitu ekonomi, politik, kemudian di

bidang kebudayaan dan peradaban, serta ilmu pengetahuan dan keagamaan.

Selain pendekatan historis tersebut, dalam penulisan skripsi ini penulis

memakai teori siklus menurut Ibnu Khaldun, teori Siklus dalam buku

muqaddimah Ibn Khaldun telah memperlihatkan ketajaman analisis mengenai kehidupan politik (kekuasaan dan negara) yang aktual pada masanya,

jatuh-bangunnya kekuasaan-kekuasaan islam (dinasti Islam), baik diamati secara

langsung maupun yang dialami sendiri Ibn Khaldun, merupakan fenomena yang

rekontruksi secara sistematis dan teorotis dengan objektif dan kritis menjadi

karya tulis yang momental.9

Secara umum, pemikiran politik Ibn Khaldun dapat diklasifikasikan ke

alam dua hal penting yaitu kekuasaan dan negara. Kedua konsep politik tersebut

dapat ditemukan dalam muqaddimah. Buku itu sendiri sebagian besar memuat

mengenai “ sosiologi politik “ dalam arti yang sanngat luas, karena Ibn Khaldun

membicarakan persoalan manusia, kebudayaan atau peradaban, relasi sosial antar

manusia, relasi antar kekuatan-kekuatan sosial politik, dan bangunan identik

politik masyarakat dalam zamannnya.

9Nico Fergiyono, “Teori

-Teori Yang dikemukakan Oleh Ibnu Khaldun”, dalam

(19)

9

Selain menggunakan teori siklus menurut Ibnu Khaldun, penulisan skripsi

ini juga menggunakan teori kekuasaan menurut Harold D. Laswell. Menurutnya,

kekuasaan itu berarti kemampuan si pelaku dalam mempengaruhi seseorang dan

sekitarnya sehingga seseorang tersebut bersikap sesuai dengan apa yang

diinginkan oleh pelaku yang mempunyai kekuasaan.10

Kedua teori ini diharapkan dapat mengungkap struktur dan kebijakan

yang dipakai oleh beberapa Sultan Kutai Kartanegara sehingga pada masa

pemerintahannya mengalami kemajuan yang pesat.

F. Penelitian Terdahulu

Tema Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura Dan Peran Raja

Dalam Pengembangan Agama Islam Di Kerajaan Kutai Pada Abad Ke-17 Dan 18 M, yang difokuskan kebijakan politik dan hukum Islam yang diterapkan oleh beberapa Sultan Kerajaan Kutai Kartanegara, sebagai objek penelitian tesis ini

betul-betul relavan, dan menarik. Namun belum dikaji serta diteliti oleh

penulis-penulis lain. Meski jarang sekali penulis-penulis temui literature yang membahas tentang

Kutai Ing Martadipura tetapi ada sedikit literature yang membahas Kerajaan

Kutai, di antaranya:

1. D. Adham dalam buku Salasilah Kutai Kertanegara.Samarinda: Pemerintah

Daerah Kabupaten Kutai Kalimantan Timur, 1979. Buku ini menceritakan

10

Doni Pengalaman, “Teori Kekuasaan”, dalam

(20)

10

tentang bagaimana awal mula lahirnya pendiri Kerajaan Kutai Kertanegara

(Hindu) sampai bagaimana beliau mendirikan Kerajaan Kutai Kertanegara.

2. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam buku Sebuah Paparan

Sejarah Dari Kutai Martadipura Hingga Kerajaan Kutai Ing Martadipura.

Buku ini menceritakan bagaimana asal usul awal nenek moyang orang Kutai,

Kerajaan Kutai Martadipura, Kerajaan Kutai Kertanegara, masa pemerintahan

Hindia Belanda, masa pemerintahan Jepang, hingga bagaimana proses

Kerajaan Kutai menjadi sebuah pemerintahan Kabupaten di provinsi

Kalimantan Timur.

3. H. Aji Bambang Abdul Rachim, SH., MM dalam bukunya Adji Muhammad

Sulaiman. Samarinda: Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kabupaten Kutai Kartanegara, 2013. Buku ini berisi biografi singkat dari Sultan Aji

Muhammad Sulaiman.

4. Halimah, S. Hum dalam skripsinya Masuknya Islam di Kalimantan Timur.

Skripsi ini berisi tentang proses awal masuknya agama Islam di Kalimantan

Timur dan sedikit membahas tentang peralihan Kerajaan Kutai Martapura atau

Kutai Mulawarman (Hindu-Budha) menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara

Ing Martadipura (Islam).

Selain buku-buku yang telah disebutkan di atas tadi, tentu masih terdapat

buku-buku atau tulisan lain yang membahas Kerajaan Kutai Kartanegara Ing

(21)

11

Kutai Pada Abad Ke-17 Dan 18 M. Tetapi buku tersebut tidak memiliki ruang yang signifikan dalam membahas tentang peran para Sultan Kutai dalam

pengembangan agama Islam di kawasan Kerajaan Kutai.

G. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, metode yang digunakan oleh penulis adalah

metode penelitian sejarah.Metode penelitian sejarah ini berfungsi untuk

mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa “Kerajaan Kutai Kartanegara Ing

Martadipura Dan Peran Raja Dalam Pengembangan Agama Islam Di Kerajaan Kutai Pada Abad Ke-17 Dan 18 M”. Topik ini difokuskan pada peran beberapa

Sultan Kutai Kartanegara dalam kemajuan agama Islam dan penerapan beberapa

keputusan hukum yang berlandaskan pada syariat Islam. Terdapat beberapa tahap

yang harus dilalui dalam metode penelitian sejarah, yaitu pengumpulan data

sebagai sumber (heuristik), verifikasi (kritik sejarah/keabsahan sumber),

interpretasi, historiografi.11 Aplikasi (penerapan) dari metode tersebut adalah

sebagai berikut:

Pertama, pengumpulan data sebagai sumber. Pengumpulan sumber di sini adalah pengumpulan sumber yang sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis.

Untuk memperoleh sumber-sumber yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini,

penulis mengumpulkan berbagai data yang ada hubungannya dengan penulisan

proposal ini. Data penulisan ini diperoleh melalui sumber primer, yakni

11

(22)

12

mengambil data dari berbagai sumber yang ada hubungannya dengan “Kerajaan

Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan peran raja dalam pengembangan agama Islam di Kerajaan Kutai abad ke-17 dan 18 M”. Sebuah sumber data yang nantinya dihasilkan dalam penulisan karya ilmiah tersebut dapat diterima

dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sumber premier yang

dimaksud adalah Kraton Kerajaan Kutai Kartanegara dan buku silsilah Raja-raja

Kutai (terj. Bahasa Indonesia). Adapun sumber sekunder yang mendukung dalam

penelitian ini adalah sumber kepustakaan (literatur) yang ada hubungannya

dengan Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dan peran raja dalam

pengembangan agama Islam di Kerajaan Kutai abad ke-17 dan 18 M.

Kedua, verifikasi (kritik sejarah/keabsahan sumber), yaitu untuk membuktikan apakah sumber-sumber tersebut memang yang dibutuhkan atau

tidak.12Dalam hal ini penulis tidak melakukan kritik terhadap sumber primer

dalam penulisan skripsi ini, sehingga tidak memungkinkan penulis untuk

melakukan kritik. Untuk dapat menilai apakah sumber yang penulis peroleh

memang yang diperlukan atau tidak maka yang penulis lakukan adalah dengan

validitas eksternal yaitu dengan melakukan perbandingan antara satu sumber

dengan sumber yang lain.13Agar mendapatkan sumber yang benar-benar sesuai

dan diperlukan, karena tidak semua sumber yang penulis dapatkan tersebut sesuai

dengan kebutuhan penulis untuk menyusun skripsi.

12

Nugroho Noto Susanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Jakarta: Yayasan Idayu, 1978), 36.

13

(23)

13

Ketiga, interpretasi atau penafsiran sejarah.Analisis sering kali disebut juga dengan analisis sejarah.Analisis sejarah berarti menguraikan data-data

sejarah setelah datanya terkumpul kemudian dibandingkan lalu disimpulkan

untuk ditafsirkan.14Analisis yang penulis gunakan untuk interpretasi adalah

analisis isi (contents analiysis) yang sering didefinisikan sebagai analisis yang

berusaha mendeskripsikan sesuatu secara objektif dan sistematis yang terdapat

dalam isi tulisan.Dalam hal ini penulis mengaitkan data-data yang penulis

peroleh dengan pembahasan dalam judul skripsi ini.Untuk menganalisis

sumber-sumber sejarah yang penulis peroleh tersebut adalah dengan menyusun dan

mendaftar sumber sejarah yang diperoleh, selanjutnya penulis menganalisis

sumber-sumber tersebut sesuai dengan judul proposal yaitu “Kerajaan Kutai

Kartanegara Ing Martadipura Dan Peran Raja Dalam Pengembangan Agama Islam Di Kerajaan Kutai Pada Abad Ke-17 Dan 18 M”.

Keempat, Historiografi, yaitu penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian. Layaknya laporan-laporan penelitian ilmiah, penulis mencoba

menuangkan penelitian sejarah ke dalam suatu karya skripsi yang berjudul

“Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura Dan Peran Raja Dalam

Pengembangan Agama Islam Di Kerajaan Kutai Pada Abad Ke-17 Dan 18 M”.

Penulisan ini diharapkan memberikan gambaran yang jelas mengenai proses

penelitian dari awal hingga akhir.

14

(24)

14

H. Sistematika Bahasan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan memberikan suatu sistematika

pembehasan yang terdiri dari lima bab. Yang mana sistematika pembahasan ini

merupakan suatu kesatuan yang utuh, sehingga dapat memudahkan bagi penulis

sendiri dalam melakukan penulisan skripsi ini dan memberikan kemudahan bagi

pembaca untuk lebih paham pada skripsi ini. Kelima bab sistematika pembehasan

tersebut adalah:

Bab I adalah Pendahuluan. Bab ini menguraikan latar belakang, ruang

lingkup dan rumusan masalah, tujuan penelitian, pendekatan dan kerangka teori,

arti penting penelitian, tinjauan penelitian terdahulu, metode penelitian,

sistematika pembahasan dan bahan sumber. Bab pertama ini merupakan pondasi

bagi bab-bab selanjutnya, karena pada bab pertama inilah segala hal yang

berhubungan dengan penulisan skripsi ini diatur.

Bab II menerangkan bagaimana sejarah awal berdirinya kerajaan Kutai

Martadipura (Mulawarman), yang merupakan kerajaan bercorak Hindu-Budha

tertua di Indonesia yang terletak di hulu sungai Mahakam, yaitu di Muara

Kaman. Kemudian bab ini juga membahas tentang berdirinya kerajaan Kutai

Kartanegara yang juga bercorak Hindu. Berbeda dengan kerajaan Kutai

Martadipura, kerajaan Kutai Kartanegara ini terletak di hilir sungai Mahakam,

yaitu di Tanjung Kute (Kutai Lama)

Bab III menjelaskan tentang letak geografis Kalimantan Timur yang

(25)

15

kondisi politik masyarakat Kalimantan Timur, kemudian juga menjelaskan

bagaimana kondisi masyarakat Kalimantan Timur sebelun kedatangan agama

Islam, lalu dibahas juga latar belakang masuknya Islam di kerajaan Kutai

Kartanegara, kemudian yang terakhir penyebar agama Islam dan asalnya.

Bab IV Berkaitan dengan pembahasan judul skripsi ini, maka juga akan

diuraikan tentang bidang apa saja yan dicapai oleh Sultan Kutai dalam

pengembangan agama Islam, khususnya dalam hal kebijakan-kebijakan yang

diambil Raja/Sultan.

Bab V akan diuraikan kesimpulan dari keseluruhan isi skripsi ini dari bab

satu sampai bab empat, di samping kesimpulan dalam bab ini juga akan diisi

dengan saran-saran.

Pada bagian akhir skripsi ini memuat tentang daftar pustaka dan

(26)

BAB II

KERAJAAN KUTAI DI KALIMANTAN TIMUR

A. Kerajaan Kutai Mulawarman

Kerajaan Kutai Mulawarman adalah salah satu kerajaan yang tertuan di

Indonesia, yang muncul pada abad ke-5 Masehi atau ± 400 Masehi. Kerajaan ini

terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam.

Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya

prasasti Yupa yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut.1

Meskipun kutai itu tak terletak dalam sebuah jalur perdagangan

internasional, akan tetapi kerajaan tersebut telah memiliki hubungan dagang

dengan india dan sudah berkembang dari sejak awal. Pada hal tersebut kemudian,

Pengaruh Hindu-Budha mulai tersebar. Salah satu yang menjadi bukti yang

menerangkan mengenai kerajaan kutai dimana Yupa diidentifikasi yang

merupakan suatu peninggalan Hindu-Buddha dan bahasa yang telah digunakan

yaitu bahasa sansekerta. Bahasa sansekerta ialah bahasa Hindu asli. Tulisan atau

bentuk dari hurufnya itu dinamakan huruf pallawa, yaitu tulisan yang digunakan

pada tanah Hindu Selatan sekitar ditahun 400 masehi. Dengan melihat adanya

bentuk huruf dari prasasti yang telah ditemukan maka para ahli menyatakan

1

(27)

17

bahwa Yupa itu telah dibuat sekitar abad kelima. Jadi bisa disimpulkan bahwa

kerajaan kutai adalah kerajaan hindu yang pertama ada di Indonesia.

Yupa adalah sebuah tiang batu berukuran ± 1 meter sebagian ditanam di

atas tanah. Pada tiang batu inilah terukir prasasti dari kerajaan Kutai

Mulawarman yang dianggap msebagai sumber tulisan tertua, sehingga Indonesia

mulai memasuki masa sejarah dan mengakhiri masa prasejarahnya.

Kerajaan Kutai diperkirakan berdiri pada abad ke-5 Masehi, ini

dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah Yupa (prasasti berupa tiang batu) yang

ditulis dengan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang berasal dari India yang

sudah mengenal Hindu. Yupa mempunyai 3 fungsi utama, yaitu sebagai prasasti,

tiang pengikat hewan untuk upacara korban keagamaan, dan lambang

kebesaran raja.

Dari tulisan yang tertera pada yupa nama raja Kundungga diperkirakan

merupakan nama asli Indonesia, namun penggantinya seperti Aswawarman,

Mulawarman itu menunjukan nama yang diambil dari nama India dan upacara

yang dilakukannya menujukan kegiatan upacara agama Hindu. Dari sanalah

dapat kita simpulkan bahwa kebudayaan Hindu telah masuk di Kerajaan Kutai.

Kerajan Kutai Mulawarman (Martadipura) didirikan oleh pembesar

kerajaan Campa (Kamboja) bernama Kudungga, yang selanjutnya menurunkan

Raja Asmawarman, Raja Mulawarman, sampai 21 (dua puluh satu) generasi

(28)

18

1. Maharaja Kudungga, bergelar Anumerta Dewawarman (pendiri)

2. Maharaja Aswarman (anak Kudungga)

3. Maharaja Mulawarman (raja yang terkenal)

4. Maharaja Marawijaya Warman

5. Maharaja Gajayana Warman

6. Maharaja Tungga Warman

7. Maharaja Tungga Warman

8. Maharaja Jayanaga Warman

9. Maharaja Nalasinga Warman

10. Maharaja Gadingga Warman Dewa

11. Maharaja Indra Warman Dewa

12. Maharaja Sangga Warman Dewa

13. Maharaja Candrawarman

14. Maharaja Sri Langka Dewa

15. Maharaja Guna Parana Dewa

16. Maharaja Wijaya Warman

17. Maharaja Sri Aji Dewa

18. Maharaja Mulia Putera

19. Maharaja Nala Pandita

20. Maharaja Indra Paruta Dewa

(29)

19

Nama Maharaja Kundungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai

nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India.

Sementara putranya yang bernama Asmawarman diduga telah terpengaruh

budaya Hindu. Hal ini di dasarkan pada kenyataan bahwa kata Warman berasal

dari bahasa Sanskerta. Kata itu biasanya digunakan untuk ahkiran nama-nama

masyarakat atau penduduk India bagian Selatan.

Pada salah satu yupa tersebut, diketahui bahwa yang menjadi cikal bakal

dari kerajaan kutai adalah kundungga, yang diteruskan kepada Aswawarman.

Kemudian adapun pengganti dari Aswawarman yang memiliki putra sebanyak

tiga orang yaitu Mulawarman. Nampaknya, pada zaman Mulawarman disitulah

kerajaan kutai mencapai kejayaan tersebut.

Kejayaan ini dapat dilihat dari aktivitas ekonomi. Dalam salah satu Yupa

tersebut telah dikatakan bahwa pada Raja Mulawarman telah melakukan sebuah

upacara korban emas yang sangat banyak. Kemajuan dari kerajaan kutai ini juga

terlihat dari tanda adanya golongan terdidik. Mereka terdiri dari para golongan

ksatrian dan brahmana yang kemungkinan telah bepergian ke India atau pada

pusat-pusat penyebaran agama Hindu yang ada di Asia Tenggara. Masyarakat

tersebut mendapat kedudukan yang terhormat dalam kerajaan kutai.2

Ada beberapa aspek kehidupan yang dapat kita perhatikan dalam

kehidupan masyarakat di Kerajaan Kutai Mulawarman, antara lain:

2

(30)

20

a. Kehidupan Sosial

Pada kerajaan Kutai memiliki golongan masyarakat yang telah

menguasai bahasa sansekerta dan bisa menulis huruf Pallawa yaitu

golongan para Brahmana. Golongan yang lain ialah suatu golongan

ksatria yang terdiri atas kerabat dari Raja Mulawarman. Pada

masyarakat kutai akan sendiri merupakan suatu golongan penduduk

yang masih erat memegang teguh suatu kepercayaan asli dari leluhur

mereka. Mulawarman kemudian menjadi penganut agama hindu syiwa

dan golongan para brahmana.

b. Kehidupan Politik

Kudungga tak dianggap menjadi sebagai pendiri dari dinasti

karena menggunakan konsep keluarga raja di zaman tersebut masih

terbatas di para keluarga raja yang sudah menyerap kebudayaan india

pada setiap kehidupan dalam sehari-hari. Raja mulawaranman juga

menciptakan adanya stabilitas politik dimana pada masa

pemerintahannya tersebut. Itu terlihat dari adanya Yupa yang

menyebutkan bahwa Mulawarman menjadi raja berkuasa, kuat dan

bijaksana.

c. Kehidupan Ekonomi

Adapun mata pencaharian yang utama dalam masyarakat zaman

kerajaan kutai merupakan beternak sapi. Pada mata pencaharian yang

(31)

21

kerajaan kutai berada ditepian sungai mahakam yang sangat subur

sehingga cocok untuk pertanian.

Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma

Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji

Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai

Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya

pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di

tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai

Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan Kutai

Kartanegara.3

B. Kerajaan Kutai Kartanegara.

Sekarang lokasi bekas kerajaan Kutai Kartanegara yang berada di Kutai

Lama4 hanyalah berupa belukar dan kebun penduduk yang berada dipinggir

sungai Mahakam. Di lokasi yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Kutai5 itu

hanya terdapat makam kuno sebagai saksi sejarah bahwa ditempat itu pada

zaman dahulu pernah berdiri sebuah kerajaan. Disinilah Raja-Raja Kutai

3

http://sasyamsihd.blogspot.co.id/2012/05/kerajaan-kutai.html (10 Juni 2016)

4

Salah satu nama desa di kecamatan Anggana, Samarinda, berdasarkan sumber https: //id.eikipedia.org/wiki/Anggana,_Kutai_Kartanegara

5

(32)

22

Kartanegara mennceritakan dan menggambarkan kronologis sejarah

kebesarannya secara turun temurun.

Sekarang ini mungkin sudah tidak bisa lagi ditemukan tanda-tanda

kebesaran sebagai Ibukota Kerajaan yang berpenduduk ribuan jiwa. Juga tidak

bisa lagi didapatkan istana megah yang diramaikan oleh para saudagar yang

hilir-mudik menawarkan barang dagangannya. Di lokasi itu kini hanya dihuni oleh

masyarakat setempat dengan jumlah hanya sekitar kurang lebih 500 jiwa.

Kerajaan Kutai Kartanegara, untuk pertama kali disebut-sebut dalam

kesusasteraan kuno kitab Negara Kertagama.6 Yakni sebuah kakawin untuk Raja

Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit yang disusun oleh Empu Prapanca pada

tahun 1365.7 Dalam pasal 13 dan 14 tercantum daftar beberapa wilayah yang

dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Salah satu diantaranya disebut Kerajaan Kutai

yang dalam kitab tersebut ditulis dengan istilah “Tunjung Kute”. Sedangkan kitab

lain yang menyebutkan Kerajaan Kutai Kartanegara adalah terdapat pada Hikayat

Raja-Raja Pasir dan kitab Pararaton.8

Sebuah cerita lain yang berkembang dalam masyarakat menegenai

berdirinya Kerajaan kutai Kartanegara juga terdaoat dalam buku Salasilah Kutai.

Yakni sebuah kitab yang ditulis dalam bentuk bahasa Arab Melayu yang

mengisahkan kehidupan Raja-Raja Kutai Kartanegara. Meskipun dalam kitab

6

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Membangun Kembali Kebanggaan Budaya Kraton Kutai

Kertanegara, (Kutai Kartanegara Regency), 55.

7

Ibid., 55.

8

(33)

23

tersebut masih berisi kisah-kisah dalam bentuk mitologi, namun jika disimak

secara mendalam pastilah di balik cerita yang kadang hanya bersifat dongeng itu

mengandung fakta historis yang sahih.9

a. Berdirinya Kerajaan Kutai Kartanegara

Ceritanya dimulai dari seorang kepala Desa Jahitan Layar, yang sudah

sekian lama berumah tangga tidak memperoleh keturunan. Kemuadian secara

ajaib ia mendapat anak yang diturunkan dari langit dalam sebuah bola emas.

Oleh ayah angkatnya, anak ajaib itu diberi nama Aji Batara Agung Dewa

Sakti.10

Pada waktu yang hampir bersamaan, Kepala Desa Hulu Dusun juga

memperoleh anak perempuan dengan cara yang sama menakjubkan. Anak

perempuan itu ditemukan di atas buih air sungai Mahakam didekat Melanti.

Suatu tempat yang sekarang terletak di Muara sungai Mahakam, termasuk

wilayah Kutai Lama. Oleh orang tuanya, anak perempuan itu diberi nama

Putri Karang Melenu atau bisa disebut juga putri Junjung Buih.11

Setelah keduanya dewasa, Aji Batara Agung Dewa Sakti mendirikan

kerajaan di hilir sungai Mahakam yang bernama “Kutai Kartanegara”.12

dan

menjadi raja di kerajaan tersebut, setelah itu dia menikah dengan Putri Karang

Melenu. Perkawinannya membuahkan seoarang keturunan laki-laki bernama

9

Adham, Salasilah Kutai, 27.

10

Ibid., 2.

11

Ibid., 13-14.

12

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Membangun Kembali Kebanggaan Budaya Kraton Kutai

(34)

24

Aji Paduka Nira. Sesudah kelahiran anak pertamanya, Aji Batara Agung

Dewa Sakti melakukan perjalanan ke Pulau Jawa, mengunjungi kerajaan

Majapahit. Atas kepergian suaminya itu, sang Permaisuri Putri Karang

Melenu tidak tahan hidup sendirian. Lalu ia memutuskan untuk meninggalkan

dunia ini dengan cara menceburkan diri ke sungai Mahakam dimana ia

dilahirkan.13

Aji Batara Agung Dewa Sakti sepulang dari Majapahit merasa sedih

menerima kanyataan bahwa isterinya telah meninggal dunia. Kemudian ia

memutuskan menceburkan diri masuk ke sungai Mahakam sama seperti

istrinya.

Sepeninggal kedua orang tuanya, Aji Batara Agung Nira menjadi

yatim piatu. Selanjutnya, seorang penduduk terkemuka dari desa Muara

Bengalon14 dengan cara ajaib memperoleh anak perempuan dari rumpun

bambu. Anak angkatnya itu diberi nama Putri Paduka Suri. Setelah dewasa, ia

diperistri oleh Aji Paduka Nira yang menjadi Raja kedua dari kerajaan Kutai

Kartanegara. Dari perkawinannya ini kemudian lahir tujuh orang anak. Lima

diantaranya laki-laki dan dua lainnya perempuan.

b. Teori Asal Usul Kerajaan Kutai Kartanegara

Cerita mitologi mengenai asal usul berdirinya Kerajaan Kutai

Kartanegara dari berbagai aspek sangat menarik untuk dicermati. Meskipun

13

Adham, Salasilah Kutai, 42-45.

14

(35)

25

cerita itu terkesan hanya hasil ciptaan dari pujangga saat itu, namun dalam

cerita itu memuat alur kronologi sejarah yang luar biasa.

Sumber sejarah dari sebuah manuskrip kerabat Keraton Kutai

Kartanegara. Aji Batara Agung Sakti itu sebenarnya adalah merupakan salah

satu keturunan dari dinasti Kerajaan Singasari Malang. Berdasar pada sumber

sejarah itu disebut-sebut bahwa:

Aji Batara Agung Dewa Sakti sebenarnya seorang pelarian pembesar

Kerajaan Singasari yang bernama “Raden Kusuma”. Ia melarikan diri

bersama tentara Khubilai Khan yang dipimpin Jendral Cheng Ho. Setelah tentara Singasari dibawah Raja Kartanegara berhasil dikalahkan oleh tentara Raden Wijaya (pendiri Majapahit) dalam perang Paregreg di Desa Dander Kabupaten Kediri. Raden Kusuma melarikan diri dari kejaran tentara Raden Wijaya kearah Utara dengan menggunakan kapal layar.15

Dalam pelariannya rombongan sisa armada pasukan Raden Kusuma

bersama Jendran Cheng Ho memasuki sungai Mahakam untuk memperbaiki

layar yang sobek. Tempat mereka bersandar kini terkenal dengan istilah

Jahitan Layar”. Yakni sebuah Desa yang kini berada di Kutai Lama.

Raden Kusuma yang memiliki darah keturunan yang berasal dari

keluarga bangsawan itu kemudian mendirikan Kerajaan baru di hilir sungai

Mahakam yang bernama “Kutai Kartanegara”. Nama Kerajaan baru ini

diambil dari nama raja dinasti Kerajaan Singasari, Raden Kartanegara yang

telah ditaklukan oleh pendiri Majapahit, Raden Wijaya.

15

(36)

26

Raden Kusuma berkeinginan melestarikan kejayaan dinasti

Kartanegara di Kalimantan Timur dengan menggunakan nama dari Raja

Singasari yaitu Raden Kartanegara. Guna menghindar dari ancaman Raja

Majapahit, maka diciptakanlah sebuah mitos, agar rahasianya tertutupi yaitu

dengan cerita mitologi bahwa dirinya lahir dari bola emas yang jatuh dari

langit. Cerita mitologi yang penuh keajaiban ini selain untuk

menyembunyikan identitas bahwa dirinya merupakan salah satu keturunan

Raja Singasari, juga untuk menegaskan bahwa adanya kewibawaan sebagai

keturunan Dewa yang sakti.

Kalau kita buka lagi lembaran sejarah Majapahit, Gajah Mada menjadi

Pati pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk pada tahun 1331 M. Di

bawah kebesarannya, Kerajaan Majapahit meluaskan wilayah kekuasaannya

ke berbagai penjuru Nusantara. Termasuk ke Kalimantan Timur, Sabah dan

Filipina Selatan. Juga masih kuran jelas apakah pada saat itu Kerajaan Kutai

Karanegara juga tunduk terhadap kekuasaan Majapahit. Ataukah kerajaan itu

hanya merupakan Kerajaan kecil yang hanya mempumya otonomi terbatas

yang membuat mereka berdiri sendiri. Hal yang patut untuk diketahui adalah,

ada beberapa Raja Kutai pernah belajar ke Majapahit untuk mencontoh

pemerintahan disana.

Teori lain juga menyebutkan bahwa Kerajaan Kutai Kartanegara

didirikan oleh seorang pembesar Hindu Jawa yang berasa dari Kalimantan

(37)

27

dulu mendirikan Kerajaan Daha dan Kuripan di Kalimantan Selatan. Hal ini

karena didukung dengan penyebutan nama-nama Aji yang diambil dari nama

Aji Jaha yang berarti tinggi. Disamping itu pada Kerajaan Kutai Kartanegara

terdapat Undang-Undang “Panji Selaten” yang diperkirakan ada hubungan

dengan cerita Panji yang sangat terkenal di Kerajaan Daha.16

c. Politik Kerajaan Kutai Kartanegara

Aji Batara Agung Nira yang telah yatim piatu kemudian meneruskan

tahta dari orang tuanya. Setelah cukup dewasa kemuadian ia menikah dengan

Putri Paduka Suri, yakni seorang putri yang dipercaya lahir dari rumpun

bambu. Berdasar data yang dihimpun dari manuskrip kerabat Keraton Kutai

Kartanegara, menyebutkan antara lain bahwa Putri Paduka Suri sebenarnya

adalah salah seorang keturunan Raja Kutai Martadipura, yang bernama Indra

Perwati Dewi. Ia anak dari Raja Guna Perana Tungga, dinasti ke-20 dari

Kerajaan Kutai Martadipura.17 Setelah menikah dengan Aji Batara Agung

Nira, kemudian bergelar menjadi Putri Paduka Suri.

Kerajaan Kutai Kartanegara berusaha memperkuat Kerajaan dengan

melakukan pernikahan politik dengan Kerajaan Kutai Martadipura, yang

beribukota di Muara Kaman. Masih kurang jelas motivasi dari perkawinan

tersebut. Apakah sekedar untuk menghindarkan perselisihan dengan Kerajaan

Kutai Martadipura, atau berusaha untuk menghimpun kekuatan baru.

16

Coomens, Manusia Dayak Dulu Sekarang Dan Masa Depan,10.

17

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Membangun Kembali Kebanggaan Budaya Kraton Kutai

(38)

28

Selanjutnya, setelah Aji Paduka Nira wafat, ia digantikan oleh anak

sulungnya yang bernama Maharaja Sultan (1450-1474M). Maharaja Sultan

bersama Raja Indera Mulia dari Kerajaan Kutai Martadipura berangkat ke

Majapahit untuk belajar adat istiadat kerajaan. Namun karena suatu alasan,

Raja Indera Mulia pulang kembali ke Muara Kaman sebelum menyelesaikan

belajarnya tentang adat istiadat kerajaan.

Setelah Maharaja Sultan berhasil menamatkan belajarnya di

Majapahit, ia kembali ke Kutai Kartanegara. Kemudian menikah dengan Aji

Paduka Sari. Dari perkawinan tersebut, Maharaja Sultan mempunyai seorang

anak yang bernama Mandarsyah.

Raja Mandarsah memerintah Kutai Kartanegara setelah setelah beliau

beranjak dewasa. Karena saat beliau berusia empat tahun, ayah kandungnya,

Maharaja Sultan meninggal dunia.

Raja Mandarsah saat hidupnya tidak memiliki seorang keturunan

untuk meneruskan pemerintahannya. Maka saat itu pemerintahan dilanjutkan

oleh Tumenggung Baya-Baya. Ia menjadi Raja kelima dari dinasti Kutai

Kartanegara. Ketika wafat, kekuasaan diserahkan kepada anak sulungnya ,

yaitu Raja Mahkota (1575-1610M) yang baru berusia 14 tahun.18

d. Silsilah Raja-Raja Kutai Kartanegara

Dalam silsilah raja-raja Kutai Kartanegara terdapat perbedaan dalam

menentukan tahun kapan awal kerajaan ini didirikan. Meskipun begitu,

18

(39)

29

perbedaan tersebut tidak merubah apapun dalam peamahaman kita untuk

mengetahui tentang Kerajaan Kutai Kartanegara.

1) Masa Pemerintahan Raja-Raja Kutaiu Kartanegara Menurut Drs. H

Ahmad Dahlan

No Nama Raja/Sultan Tahun

1 Aji Batara Agung Dewa Sakti 1300-1325 M

2 Aji Batara Agung Paduka Nira 1325-1360 M

3 Maharaja Sultan 1360-1420 M

4 Raja Mandarsyah 1420-1475 M

5 Pangerang Tumenggung Bayabaya 1475-1545 M

6 Raja Makota 1454-1610 M

7 Aji Dilanggar 1610-1635 M

8 Pangeran Sinum Panji Mendapa Ing Martadipura 1635-1650 M

9 Pangeran Dipati Agung Ing Martadipura 1650-1665 M

10 Pangeran Dipati Maja Kusuma Ing Martadipura 1665-1686 M

11 Aji Ragi Gelar Ratu Agung 1686-1700 M

12 Pangeran Dipati Tua Ing Martadipura 1700-1710 M

13 Pangeran Anum Panji Mendapa Ing Martadipura 1710-1735 M

14 Sultan Aji Muhammad Idris 1735-1778 M

15 Sultan Aji Muhammad Aliyeddin 1778-1780 M

(40)

30

17 Sultan Aji Muhammad Salehuddin 1816-1845 M

18 Dewan Perwalian 1845-1850 M

19 Sultan Aji Muhammad Sulaiman 1850-1899 M

20 Sultan Aji Muhammad Alimuddin 1899-1910 M

21 Dewan Perwalian/Pangeran Mangkunegoro 1910-1920 M

22 Sultan Aji Muhammad Parikesit 1920-1960 M

2) Masa Pemerintahan Raja-Raja Kutai Kartanegara19

No Nama Raja/Sultan Tahun

1 Aji Batara Agung Dewa Sakti 1300-1325 M

2 Aji Batara Agung Paduka Nira 1325-1360 M

3 Maharaja Sultan 1360-1420 M

4 Raja Mandarsyah 1420-1475 M

5 Pangerang Tumenggung Bayabaya 1475-1525 M

6 Raja Makota 1525-1600 M

7 Aji Dilanggar 1600-1605 M

8 Pangeran Sinum Panji Mendapa Ing Martadipura 1605-1635 M

9 Pangeran Dipati Agung Ing Martadipura 1635-1650 M

10 Pangeran Dipati Maja Kusuma Ing Martadipura 1650-1686 M

11 Aji Ragi Gelar Ratu Agung 1686-1700 M

19

(41)

31

12 Pangeran Dipati Tua Ing Martadipura 1700-1730 M

13 Pangeran Anum Panji Mendapa Ing Martadipura 1730-1732 M

14 Sultan Aji Muhammad Idris 1732-1739 M

15 Sultan Aji Muhammad Muslihuddin 1739-1780 M

16 Sultan Aji Muhammad Salehuddin 1880-1850 M

17 Sultan Aji Muhammad Sulaiman 1850-1899 M

18 Sultan Aji Muhammad Alimuddin 1899-1915 M

(42)

BAB III

PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI KERAJAAN KUTAI KARTANEGARA

A. Letak Geografis

Kalimantan Timur atau bisa disingkat Kaltim merupakan salah satu

Provinsi Indonesia yang terletak di bagian Timur Pulau Kalimantan. Wilayahnya,

yang apabila dibandingkan dengan empat provinsi yang ada di pulau Kalimantan,

Kalimantan Timur merupakan yang paling luas. Bahkan jika disejajarkan dengan

provinsi lain di Indonesia, Provinsi Kalimantan Timur menduduki peringkat

kedua luasnya, setelah Irian jaya.

Selain mencakup daratan utamanya di sebelah timur pulau Kalimantan,

wilayahnya jugs meliputi beberapa pulau kecil yang tersebar diperairan Selat

Mkassar. Wilayah ini berada pada posisi 4o 24’ Lintang Utara (LU)-2o 2525’

Lintang selatan (LS) dan antara 113o 44’- 119o 00’ Bujur Timur (BJ). Wilayah

Provinsi Kalimantan Timur berbatasan dengan Kaimantan Utara di sebelah utara,

Provinsi Kalimantan Selatan di sebelah selatan, Selat Makassar dan Laut

Sulawesi di sebelah timur serta Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi

Kalimantan Tengah di sebelah Barat.1

1

(43)

33

Luas provinsi ini mencapai 129.066,64 km2 atau 10,55% dari luas

Indonesia dan memiliki populasi sebesar 3,6 juta jiwa. Kaltim merupakan

wilayah dengan jumlah kepadatan penduduk paling sedikit keempat di Indonesia.

Secara administrasi pada berdasarkan UU nomor 27 tahun 1959, dearah

di Kaltimantan Timur dibagi dalam enam daerah tingkat II yaitu, Kabupaten

Pasir, Kabupaten Bulungan, Kabupaten kutai, Kabupaten Berau, Kotamadya

Balikpapan dan Kotamadya Samarinda yang juga menjadi Ibukota Provinsi ini.

Seiring dengan perkembangan zaman, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

47 tahun 1981, maka dibentuk Kota Administratif Bontang di wilayang

Kabupaten Kutai dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1989,

maka dibentuk pula Kotamadya Tarakan di wilayah Kabupaten Bulungan. Dalam

perkembangannya lagi, sesuai dengan peraturan yang terdapat pada

Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, maka dibentuk dua kota dan

empat kabupaten, yaitu:

1. Kabupaten Kutai Barat, ibukota di Sendawar.

2. Kabupaten Kutai Timur, ibukota di Sangatta.

3. Kabupaten Malinau, ibukota Malinau.

4. Kabupaten Nunukan, ibukota Nunukan.

5. Kabupaten Mahakam Ulu, ibukota Ujoh Bilang.

6. Kota Tarakan (peningkatan kota administratif Tarakan menjadi kotamadya).

(44)

34

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2002, maka

Kabupaten Pasir mengalami pemekaran dan pemekarannya bernama Kabupaten

Penajam Paser Utara.

Pada tanggal 17 Juli 2007, DPR RI sepakat menyetujui berdirinya Tana

Tidung sebagai kabupaten baru di Kalimantan Timur, maka jumlah keseluruhan

kabupaten/kota di Kalimantan Timur menjadi 14 wilayah. Pada tahun yang sama,

nama Kabupaten Pasir berubah menjadi Kabupaten Paser berdasarkan PP No. 49

Tahun 2007.

Pada tanggal 25 Oktober 2012, DPR RI mengesahkan pembentukan

Provinsi Kalimantan Utara yang merupakan pemekaran dari Kalimantan Timur.

Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, Kabupaten

Tana Tidung, dan Kota Tarakan menjadi wilayah provinsi baru tersebut,

sehingga jumlah kabupaten dan kota di Kalimantan Timur berkurang menjadi 9

wilayah.

Keadaan alam Kalimantan Timur terdiri dari daerah dataran rendah,

perbukitan, dan pegunungan. Di sebelah barat terdapat bentangan pegunungan

sambungan dari gugus pegunungan Iban dan pegunungan Muller yang

merupakan batas alam dengan wilayah Malaysia Timur. Di sebelah selatan

membujur pegunungan Meratus Utara dari barat ke timur yang juga menjadi

batas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.2

2

(45)

35

Daerah Kalimantan Timur mempunyai iklim tropis basah. Di wilayah

bagian utara (Lintang Utara) musim hujan berawal pada bulan

Oktober-November ampai bulan Maret-April. Selama enam bulan tersebut bertiup angina

muson timur laut yang banyak membawa uap air. Sebaliknya musim kemarau

berlangsung antara bulai Mei hingga September dan selama musim kemarau

bertiup angina muson barat daya.3

B. Kondisi Politik

Sebagai salah satu daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam

seperti minyak dan gas bumi, batu bara, timh dan lain-lain, Kalimantan Timur

memang baru dikenal seiring dengan masuknya investasi besar-besaran ke daerah

itu untuk mengeksploitasi kekayaan alam tersebut. Sejak dahulu Kalimantan

Timur adalah daerah yang penting. Bahkan, jauh sebelumnya daerah ini telah

mencatat diri sebagai tumbuhnya kerajaan pertama di Nusantara lewat

keberadaan kerajaan Mulawarman.

Dari latar belakang sejarahnya diketahui bahwa pada mulanya, kehidupan

masyarakat secara umum di Kalimantan Timur sengatlah dipengaruhi oleh ajaran

Hindu yang memang merupakan agama resmi masyarakat ketika itu. Hal ini

dengan sendirinya juga berpengaruh besar terhadap kehidupan berpolitik masa

itu, di mana tingkatan masyarakat berdasarkan kelas-kelas kasta merupana warna

yang dominan.

3

(46)

36

C. Keadaan Keagamaan dan Kepercayaan Sebelum Kedatangan Islam

Diteliti dari zaman pra-sejarah bahwa antara kesenian dan kehidupan

agama terdapat hubungan yang erat sekali. Temuan benda-benda peninggalan

dari zama ini dapat dipelajari mengenai kepercayaan atau agama yang dianut

masyarakat.

Sebagian besar masyarakat Kalimantan adalah suku Dayak. Agama asli

mereka adalah Kaharingan, penganut agama ini percaya kepada arwah nenek

moyang serta kekuatan gaib yang menguasai alam. Suasan religius-magis sangat

menguasai suku bangsa Dayak, sehingga mereka sangat ditakuti masyarakat lain.

Salah satu tradisi yang cukup ditakuti adalah mengayau atau mencari dan

memotong kepala manusia. Tradisi mengayau tersebut bertujuan untuk

melindungi suku atau kampung dari pengaruh jahat, mendapat tambahan daya

rohaniah, membalas dendam dan tindakan kepahlawanan.

Orang Dayak juga percaya, bahwa seseorang yang meninggal dunia dan

mempunyai sifat yang baik, maka rohnya akan menjadi baik pula dan akan dapat

memberi pertolongan kepada orang yang masih hidup, apabila yang

bersangkutan mendapat bencana dan sebaliknya. Selain itu mereka juga

mempercayai bahwa setiap benda memilik kekuatan yang dapat menimbulkan

akibat sehingga dapat mempengaruhi kehidupan manusia.

Dalam kata kehidupan mereka mempercayai adanya dewa-dewa yang

(47)

37

mempunyai tugas sendiri atas kehidupan manusia. Selain dari para dewa di

langit, tinggal pula makhluk gaib yang tinggal di bumi, dewa-dewa itu mereka

namakan nayuq seniang yang dianggap sebagai pelindung, sehingga harus

dihormati. Selain itu mereka juga percaya kepada roh-roh nenek moyang yang

sudah meninggal dunia. Hal ini jelas pada kebiasaan mengayau untuk menambah

kekuatan gaib seseorang. Mereka percaya bahwa semakin banyak kepala yang

dipenggal, maka semakin kuatlah orang tersebut dan kesaktiannya akan

bertambah.4

Umat Kaharingan percaya bahwa alam sekitar hidupnya itu penuh

dengan makhluk-makhluk halus dan ruh-ruh yang menempati tiang rumah, batu

besar, hutan belukar, air. Menurut mereka ruh-ruh itu dapat dibagi dalam dua

golongan yaitu,ruh-ruh jahat dan baik. Di samping itu menurut kepercayaan

orang Dayak, jiwa orang yang sudah mati itu meninggalkan tubuh dan

menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia. Kepercayaan terhadap nenek

moyangdan makhluk-makhluk halus lainnya yang menempati alam sekeliling itu,

terwujud dalam upacara-upacara keagamaannya. Kecuali upacara-upacara kecil

yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu, dan yang pada umumnya berupa

upacara pemberian sajian kepada ruh-ruh tersebut.5

4

Ibid., 91-92.

5

(48)

38

D. Latar Belakang dan Faktor Masuknya Islam

Sejak zaman pra-sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai

pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad masehi

sudah ada rute-rute pelayaran daqn perdagangan antara kepulauan Indonesia

dengan berbagai daerah di daratan Asian Ternggara. Wilayah barat Nusantara

dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik

perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual di sana menarik perhatian

pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara India dan Cina.6

Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai kepulauan

Indonesia untuk berdagang sejak adab ke 7 Masehi, ketika Islam pertama kali

berkembang di Timur Tengah.7

Sebagaimana diketahui bahwa terjadi perselisihan faham tentang siapa

mula-mula yang telah membawa ajaran Islam ke Indonesia. Pendapat ini berkisar

bahwa pembawa Islsm ke Indonesia adalah orang-orang India atau orang Arab

yang keduanya sama-sama sebagai pedagang, dan pengaruh Islam masuk ke

Indonesia Timur tidak lepas dari jalur perdagangan.8

Pada abad ke 16 di daerah Kalimantan Timur telah berdiri kerajaan yaang

bercorak Islam, pertumbuhan kerajaan ini tidak dapat dipisahkan dari tiga

peristiwa penting yang terjadi di kawasan Nusantara pada waktu itu, antara lain:

6

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 191.

7

Ibid., 195.

8

(49)

39

1. Jatuhnya kerajaan Majapahit, yaitu sebuah kerajaan yang bercorak Hindu

yang berusaha mempersatukan wilayah Nusantara dengan kekeuatan armada

lautnya. Keruntuhan kerajaan ini menyebabkan daerah-daerah yang jatuh

dari pusat pemerintahannya memisahkan diri.

2. Perkembangan agama Islam di daerah-daerah pesisir yang menjadi pusat

kegiatan perdagangan. Kemakmuran yang dinikmati penduduk kota-kota

pantai dari hasil perdagangan yang berkembang sangat pesat menimbulkan

kecenderungan untuk melepasakan diri dari penguasa di pedalaman yang

mengandalkan kehidupan dari pertanian.

3. Semakin meningkatnya permintaan reampah-rempah Indonesia di pasar

Internasional, khususnya Eropa. Kalimantan Timur merupakan salah satu

daerah penting penghasil lada, beras, kayu rotan, kayu, sarang burung,

tripang dan getah perca.9

Latar belakang selanjutnya adalah keagamaan atau dakwah Islamiyah,

sebagaimana tersebut dimuka bahwa kedatangan para saudagar di daerah pantai

kepulauan Indonesia tidak semata-mata berperan sebagai pedagang, melainkan

sekaligus bertindak sebagai pendakwah atau da’i yang memberikan pengetahuan

tentang agama Isam dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari kepada

masyarakat sekitar.10

9

Tim Penyusun, Profil Provinsi Republik Indonesia, 16.

10

(50)

40

Diceritakan bahwa orang-orang Kutai menaruh kepercayaan kepada

dewa-dewa. Dewa-dewa inilah yang anggapan mereka mengatur kehidupan

makhluk sesuai dengan tugas masing-masing. Selain itu orang Kutai

beranggapan bahwa benda-benda alam seperti: gunung, air dan sebagainya

mempunyai suatu kekuatan gaib.

Cerita mengenai agama masyarakat Kutai ini telah menarik perhatian

Tuan Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan untuk berkunjung ke Kutai

Kartanegara. Kedua orang ini adalah pendakwah agama Islam yang berasal dari

tanah Minang Kabau. Awalnya mereka ke tanah Bugis dan Makassar untuk

mengislamkan penduduk di sana, satelah itu mereka bertolak ke tanah Kutai

untuk mengislamkan orang-orang Kutai.11

E. Pembawa Islam dan Asal Datangnya

Menurut catatan sejarah Alawiyin dikenal tokoh Datuk Tunggang

Parangan atau Habib Hasyim bin Musyayakh bin Abdullah bin Yahya yang

lahirnya di Tarim, Hadralmaut Yaman Selatan, seorang ulama penyebar

agama Islam di Kalimantan Timur. Makamnya berada di desa Kutai Lama

Kabupatan Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.12

Habib Hasyim bin Musyyakh keluar dari Hadralmaut Yaman, hijrah

untuk menyebarkan Islam di Pulau Jawa , Pulau Sumatera kemudian

11

Adham, Salasilah Kutai, 223.

12

(51)

41

kepulau Sulawesi. Disini Habib Hasyim bertemu dengan seorang ulama

berasal Kota tengah kampar Riau yang telah lama menetap di Sulawesi

bernama Khotib Tunggal Abdul Makmur bergelar Datuk Ri Bandang.

Dari Sulawesi Habib Hasyim menuju negeri Matan (Ketapang) Kalimantan

Barat. Disini Habib Hasim sebagai seorang ulama dikenal dengan gelar

Habib Tunggang Parangan dan sebutan Si Janggut Merah.

Menurut Risalah Kutai , dua orang penyebar agama Islam tiba di

Kutai pada masa pemerintahan raja Mahkota. Salah satu diantaranya adalah

Tuan Ri Bandang, yang lebih dikenal dengan Datuk Ri Bandang dari

Makassar dan Tuan Tunggang Parangan.13 Disebut Tuan Tunggang

Parangan oleh masyarakat sekita karena ketika datang ke Kutai beliau

menunggang jukut (ikan) Parangan.14

Sementara menurut dokumentasi Wikipedia, disebutkan Habib

Hasyim adalah seorang ulama Minangkabau yang menyebarkan agama

Islam di Kerajaan Kutai di Kalimantan bersama temannya Datuk Ri

Bandang pada masa pemerintahan Raja Aji Mahkota yang memerintah dari

tahun 1525 hingga 1589. Datuk Tunggang Parangan berperan besar dalam

menyebarkan Islam bersama Raja Aji Dilanggar atau Aji Gendung gelar

Meruhum Aji Mandaraya yang memerintah setelah menggantikan ayahnya,

13

Yatim, Sejarah Sejarah Peradaban Islam, 221.

14

(52)

42

Aji Mahkota sejak tahun 1589 hingga 1605, sehingga rakyat Kutai akhirnya

memeluk Islam.

Pada saat Kerajaan Kutai Kartanegara diperintah Aji Mahkota Mulia

, datanglah misi penyiaran Islam yang dilakukan oleh dua orang ulama dari

Minangkabau yang bernama Datuk Ri Bandang dan Tuanku Tunggang

Parangan. Kedua Mubaligh itu datang ke Kutai setelah orang-orang

Makassar masuk Islam, tetapi beberapa waktu kemudian keluar lagi dari

Islam.15 Karena itu Tuan Ri Bandang kembali lagi ke Makassar, sedangkan

Tuanku Tunggang Parangan menetap di Kutai.

Selanjutnya diceritakan proses Islamisasi di Kerajaan Kutai

Kartanegara dilakukan dengan adu kesaktian yang menakjubkan antara

Tuanku Tunggang Parangan dan Aji Mahkota. Langkah kedua ulama ini

untuk mengajak Aji Raja Mahkota untuk memeluk Islam ditolak. Bahkan

karena langkah dakwah ini buntu, Tuan Ri Bandang akhirnay memutuskan

kembali ke Makassar untuk melanjutkan dakwahnya disana dan

meninggalkan Tuan Tunggang Parangan di kerajaan Kutai Kartanegara.

Sebagai jalan akhir, dikisahkan Tunggang Parangan menawarkan solusi

kepada Aji Raja Mahkota untuk mengadu kesaktian, dengan taruhan apabila

Aji Raja Mahkota kalah, maka sang raja harus bersedia untuk memeluk

Islam. Akan tetapi jika Aji Raja Mahkota yang menang, maka Tunggang

Parangan akan mengabdikan hidupnya untuk kerajaan Kutai Kartanegara.

15

(53)

43

Raja Aji Mahkota masuk Islam setelah ia merasa kalah dalam adu

kesaktian dengan Tuanku Tunggang Parangan. Kemudian diikuti oleh

keluarga, menteri, punggawa, dan para pembesar kerajaan.16 Para

Bangsawan diberi pelajaran agama Islam mengenai sholat lima waktu,

hukum Islam, membaca tulis Arab dan lain-lain.17

Setelah para kerabat Keraton masuk Islam Petinggi dan penduduk

seluruh negeri seperti Jahitan Layar, Hulu Dusun, Sembaran, Binalu,

Sambuyutan dan Dondang masuk agama Islam. Kemudian Raja Mahkota

juga menyabarkan agama Islam sampai beberapa wilayah daerah. Antara

lain kearah hulu hingga Loa Bakung, ke arah pantai hingga Kaniungan,

Manubar, Sangkulirang dan Balikpapan. Negeri-negeri ini kemudian

menjadi daerah taklukan Kerajaan Kutai Kartanegara.

Di bawah asuhan Datuk Ri Bandang, dibantu oleh Raja Mahkota,

maka agama Islam dalam waktu yang tidak begitu lama sudah tersebar dari

Sangkulirang di sebelah utara hingga di sekitar sungai Jumpi. Dan pada

waktu itu Ibukota kerajaan telah didirikan masjid yang indah, dan disanalah

Datuk Ri Bandang (Tuanku Tunggang Parangan) mendidik murid-muridnya

menjadi pemeluk agama Islam yang taat dan menjadikan juru dakwah yang

akan melanjutkan Ukhuwah Islamiyah di masa mendatang.

16

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Membangun Kembali Kebanggaan Budaya Kraton Kutai

Kertanegara, 66.

17

(54)

44

Tuanku Tunggang Parangan hingga akhir hayatnya berada di Kutai,

dan ketika beliau berpulang ke rahmatullah. Jenazah beliau dimakamkan di

desa Jahitan Layar. Makam tersebut sekarang dapat dilihat di kampung Kutai

Lama yang termasuk wilayah kecamatan Anggana.18

Dengan demikian menurut refrensi yang ada, mulai tersebarnya Islam

di Kalimantan Timur, khusunya di kerajaan Kutai Kartanegara paling cepat

baru pada tahun 1606. Diantara para pemeluk Islam yang mula-mula hanya

kerabat di kerajaan Kutai Kartanegara sebagai hasil usaha dakwah dari

Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, termasuk rajanya sendiri

yang dalam tahun 1606 itu sedang atau masih menduduki tahta kerajaan.19

Pada usia ke-35, Raja Mahkota wafat, kemudian digantikan oleh

putranya yang bernama Aji Dilanggar (1610-1635M). Setelah Raja Aji

Dilanggar wafat, ia digantikan putranya yang bernama Aji Sinum Panji

(1635-1650M).

F. Sistem Pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara

Dalam system ini Sultan/raja membawahi mangkubumi, jabatan yang

biasanya dipegang oleh keluarga dekat raja/sultan misalnya paman. Tugas

mangkubumi mewakili raja dalam sebuah acara apabila raja berhalangan hadir

18

H. Dachlan Sjahrani, Samarinda dengan Perkembangan Dakwah Islam (Samarinda, dalam Seminar Sejarah Masuknya Agama Islam di Kalimantan Timur, 1981), 27.

19

(55)

45

dan memangku jabatan raja untuk menggantikan kedudukan putra mahkota

apabila putra mahkota tersebut belum berumur 21 tahun dan ini tercantum dalam

Undang-Undang pasal 9.20

Kedudukan di bawah raja yang setara dengan Mangkubumi adalah

majelis orang-orang besar arif dan bijaksana. Majelis berisi kaum bangsawan dan

rakyat biasa yang mengerti adat-istiada Kutai, majelis ini bertugas membuat

rancangan peraturan dan di ajukan pada raja. Apabila peraturan tersebut disetujui

maka akan di berlakukan kepada seluruh rakyat Kutai Kartanegara ing

Martadipura dan ini juga disebut “adat yang diadatkan”.

Menteri berkedudukan dibawah raja dan bertugas sebagai mediator antara

raja dan mangkubumi dengan rakyat, punggawa, dan petinggi (Kepala

Kampung). Menteri diangkat dari keluarga dekat raja atau keturunan bangsawan,

kedudukan dan fungsi menteri diatur dalam Undang-Undang kerajaan yang

dikenal dengann “Panji salaten”. Tugas dari menteri ini adalah menjalankan

perintah raja dan mangkubumi, memberikan nasehat kepada raja ketika

menjalankan hokum dan adat bersama senopati, dan punggawa agar hokum

berjalan dengan baiak, menghukum gantung hulubalang dan senopati yang

berkhianat pada kerajaan, menyelenggarakan kesejahteraan rakyat, dan

menyanggah pendapat rakyat yang zalim dan berbuat sewenang-wenang.

20

Referensi

Dokumen terkait

Di Indonesia, pemanfaatan cen- dawan entomopatogen untuk mengen- dalikan hama khususnya pada tanaman pangan lebih rendah dibandingkan pada tanaman perkebunan dan sayuran (Har-

Google Classroom (GC) adalah pembelajaran digital yang tersedia secara percuma yang membolehkan pensyarah berhubung dengan pelajar secara dalam talian.. Sesiapa sahaja yang

memili makna dimana arak tersebut terbuat dari tuak yang dihasilkan oleh pohon kelapa dan juga sebagai identitas desa yang kaya akan pohon kelapanya. Pohon

Orang tua (ayah atau ibu) di Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate Kota Makassar Landasan analisis penelitian pola komunikasi orang tua mengacu pada 3 model komunikasi: Model

Eksistensi pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dengan perubahan sosial budaya dan masyarakatnya yang berkembang secara dinamis. Dalam perjalanan sejarah, sebuah proses

Kata EDQ\D¶ dan kata siket berantonim secara relatif. Kedua kata tersebut disebut bersifat relatif, karena batas antara satu dengan lainnya tidak dapat ditentukan secara

Pendekatan sosiologi seperti halnya pendekatan kesejarahan sangat mempersoalkan masalah-masalah yang berada di luar tubuh karya sastra seperti latar belakang

Pada 1999, melanjutkan studi Pascasarjana pada program studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada (UGM)