PROFIL KEMAMPUAN SPASIAL SISWA SMP
PADA MATERI GEOMETRI BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN
RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT)
DI SMPN 1 SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh: WAHYUNING AISAH
NIM. D94211079
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROFIL KEMAMPUAN SPASIAL SISWA SMP
PADA MATERI GEOMETRI BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN
RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT)
DI SMPN 1 SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
WAHYUNING AISAH NIM. D94211079
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
ix
PROFIL KEMAMPUAN SPASIAL SISWA SMP PADA MATERI GEOMETRI BANGUN RUANG SISI DATAR
DITINJAU DARI KEMAMPUAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING (RMT)
Oleh: Wahyuning Aisah
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi karena sebagian besar siswa SMP ketika belajar materi Geometri bangun ruang sisi datar sering mengalami beberapa kesulitan. Selain karena materi geometri bangun ruang sisi datar memuat beberapa konsep yang dinotasikan berupa simbol-simbol dan beberapa macam abstraksi gambar yang tidak mudah dipahami dan dimengerti bagi siswa, hal ini dikarenakan kemampuan siswa yang kurang dalam menginterpretasikan gambar-gambar dalam bentuk visual. Kemampuan spasial yang baik akan membuat siswa mampu mendeteksi hubungan dan perubahan bentuk bangun geometri. Tanpa kemampuan spasial siswa tidak akan mampu mengkomunikasikan hubungan serta membayangkan perubahan posisi atau ukuran suatu objek. Saat siswa menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan matematika maka siswa tersebut sedang melakukan aktifitas bepikir matematis. Berpikir matematis mensintesis dan memanfaatkan proses kognitif yang meningkatkan level abstraksi lebih tinggi.
Rigorous Mathematical Thinking (RMT) merupakan suatu aktivitas berpikir matematis yang melibatkan penggunaan beberapa fungsi kognitif dan operasi mental yang dimiliki sehingga dapat dijadikan sebagai landasan untuk mengetahui sejauh mana kognitif yang dimiliki siswa. Level RMT meliputi level 1, level 2, dan level 3.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kemampuan spasial siswa SMP yang memiliki kemampuan
Rigorous Mathematical Thinking (RMT) level 1, 2, dan 3 pada materi geometri bangun ruang sisi datar. Penelitian ini dilaksanakan SMPN 1 Sidoarjo kelas IX-10. Data penelitian diperoleh dari hasil analisis tes kemampuan Rigorous Mathematical Thinking
(RMT), tes kemampuan spasial, dan pedoman wawancara. Kemampuan spasial berdasarkan pada teori Linn dan Petersen yang mengelompokkan kemampuan spasial ke dalam tiga kategori yaitu: Persepsi spasial, Rotasi mental, dan Visualisasi spasial.
Subjek yang memiliki kemampuan Rigorous Mathematical Thinking (RMT) level 1 memiliki kemampuan spasial di atas rata-rata dan keahlian tinggi. Subjek yang memiliki kemampuan Rigorous Mathematical Thinking (RMT) level 2 memiliki kemampuan spasial level jenius dan rata-rata. Subjek yang memiliki kemampuan Rigorous Mathematical Thinking (RMT) level 3 memiliki kemampuan spasial level jenius dan keahlian tinggi.
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
1. Pengertian Kemampuan Spasial ... 11
2. Unsur-unsur Kemampuan Spasial ... 12
xiii
C. Kemampuan Rigorous Mathematical Thinking ... 21
1. Teori Sosio-Kultural Vygotsky ... 22
a. Peralatan Psikologis ... 23
b. Zone of Proximal Development (ZPD) ... 24
2. Belajar Termediasi ... 25
D. Keterkaian Antara Kemampuan Spasial dengan Rigorous Mathematical Thinking (RMT) ... 32
A. Analisis Data Hasil Penelitian ... 51
1. Pemilihan Subjek Penelitian ... 51
2. Data Penelitian ... 53
1) Paparan Data Kemampuan Spasial Subjek dengan Kemampuan RMT level 1... 55
2) Paparan Data Kemampuan Spasial Subjek dengan Kemampuan RMT level 2... 96
3) Paparan Data Kemampuan Spasial Subjek dengan Kemampuan RMT level 3... 136
B. Pembahasan ... 175
1. Kemampuan Spasial Subjek S1 yang memiliki kemampuan RMT level 1 ... 175
2. Kemampuan Spasial Subjek S2 yang memiliki kemampuan RMT level 1 ... 177
3. Kemampuan Spasial Subjek S3 yang memiliki kemampuan RMT level 2 ... 178
5. Kemampuan Spasial Subjek S5 yang memiliki
kemampuan RMT level 3 ... 182
6. Kemampuan Spasial Subjek S6 yang memiliki kemampuan RMT level 3 ... 184
DISKUSI ... 185
BAB V PENUTUP ... 187
A. Simpulan ... 187
B. Saran ... 188
DAFTAR PUSTAKA ... 189
LAMPIRAN ... 192
4.1. Hasil Tes Kemampuan Rigorous Mathematical
Thinking (RMT) ... 51 4.11. Hasil Analisis Data Kemampuan Spasial
Subjek S3 ... 108 4.12. Hasil Tes kemampuan Spasial Subjek S4 ... 127 4.13. Hasil Analisis Data Kemampuan Spasial
Subjek S4 ... 128 4.14. Hasil Tes kemampuan Spasial Subjek S5 ... 146 4.15. Hasil Analisis Data Kemampuan Spasial
Subjek S5 ... 147 4.16. Hasil Tes kemampuan Spasial Subjek S6 ... 166 4.17. Hasil Analisis Data Kemampuan Spasial
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia pendidikan akan berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan memberikan peranan penting dalam membentuk manusia yang
berkualitas dan berpotensi. Keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan akan terwujud bila semua unsur dalam sistem tersebut dapat berjalan dengan baik seiring tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Mengingat peran pendidikan tersebut maka sudah seyogyanya aspek ini menjadi perhatian pemerintah dalam rangka meningkatkan sumber daya masyarakat Indonesia yang berkualitas. Matematika sebagai salah satu matapelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas, karena matematika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis.
Salah satu cabang dari matematika adalah geometri. Geometri merupakan ilmu yang mempelajari titik, garis, bidang, benda-benda ruang serta sifat, ukuran, dan hubungan satu dengan
lainnya. Tujuan pembelajaran geometri adalah untuk
mengembangkan kemampuan keruangan pada dunia nyata dan menunjang pembelajaran matapelajaran yang lain. Belajar geometri berarti belajar berpikir kritis matematis yaitu meletakkan struktur hierarki dari konsep-konsep pada tingkat yang lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Misalnya ketika siswa dihadapkan pada suatu kubus dan diberi satu konsep jaring-jaring maka siswa dituntut untuk berpikir kritis untuk menemukan jaring-jarig kubus yang lain. Salah satu bagian ilmu geometri adalah bangun ruang sisi datar yang diantaranya
kubus, balok, prisma, dan limas. Kemampuan dalam
2
Menurut Harmony and Theis, kemampuan spasial merupakan kemampuan untuk menangkap dunia ruang secara tepat atau dengan kata lain kemampuan untuk memvisualisasikan gambar, yang di dalamnya termasuk kemampuan mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam pikirannya dan mengenali perubahan tersebut, menggambarkan sesuatu hal atau benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata, mengungkapkan data dalam bentuk grafik serta kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang1. Sedangkan menurut pendapat Carter, kemampuan spasial merupakan kemampuan persepsi dan kognitif yang menjadikan
seseorang mampu melihat hubungan ruang2. Pendapat lain
mengatakan bahwa kemampuan spasial menyangkut kemampuan
mempresentasi, mentransformasi, dan memanggil kembali
informasi simbolis3. Selain itu ada juga pendapat lain yang
mengemukakan bahwa kemampuan spasial merupakan
kemampuan seseorang untuk memvisualisasikan gambar atau
menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi4. Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut, maka kemampuan spasial merupakan
suatu keterampilan dalam melihat hubungan ruang,
mempresentasikan, mentransformasikan, dan memanggil kembali informasi simbolik serta kemampuan untuk menggambarkan sesuatu yang ada dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata.
Menurut Maier, kemampuan spasial meliputi spatial
perception, vizualitation, mental rotation, spatial relation, spatial
1 Harmony, Junsella dan Roseli and Theis, ”Jurnal Edumatica” Pengaruh Kemampuan Spasial Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Kota Jambi, 2:1, (April, 2012), 12.
2
Philip Carter. Tes IQ dan Bakat: Menilai Kemampuan, Penalaran Verbal, Numerik, dan Spasial Anda. (Jakarta: PT. Indeks, 2010), 28.
3Evi Febriana, “Jurnal Elemen” Profil Kemampuan Spasial Siswa Menengah Pertama (SMP) dalam Menyelesaikan Masalah Geometri Dimensi Tiga Ditinjau dari Kemampuan Matematika., (Januari 2015), 14.
4 Nora Faradhila, dkk, “Jurnal Pendidikan Matematika Solusi”
3
orientation5. Menurut Piaget dan Inhelder, kemampuan spasial sebagai konsep abstrak yang di dalamnya meliputi hubungan spasial (kemampuan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam ruang), kerangka acuan (tanda yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan posisi objek dalam ruang), hubungan proyektif (kemampuan untuk melihat objek dari berbagai sudut pandang), konservasi jarak (kemampuan untuk memperkirakan jarak antara
dua titik), representasi spasial (kemampuan untuk
mempresetasikan hubungan spasial dengan memanipulasi secara kognitif), rotasi mental (membayangkan perputaran objek dalam
ruang)6. Menurut McGee, dua komponen penyusun kemampuan
spasial, yaitu visualisasi spasial dan orientasi spasial. Visualisasi spasial menyangkut kemampuan memanipulasi, merotasi, atau membalik suatu objek sedangkan orientasi spasial diartikan sebagai kemampuan membayangkan suatu objek dari orientasi (persektif)
berbeda pengamat7. Sedangkan Linn dan Petersen
mengelompokkan kemampuan spasial ke dalam tiga kategori yaitu: (1) Persepsi spasial, (2) Rotasi mental, dan (3) visualisasi spasial8. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam mengenali suatu objek/gambar dengan tepat diperlukan kemampuan spasial.
Kemampuan spasial yang baik akan membuat siswa mampu mendeteksi hubungan dan perubahan bentuk bangun geometri. Materi geometri ini memuat beberapa konsep yang dinotasikan berupa simbol-simbol dan beberapa macam abstraksi gambar yang tidak mudah untuk dipahami dan dimengerti bagi siswa tanpa bimbingan, arahan dan mediasi dari guru atau pun dari orang dewasa. Saat siswa menyelesaikan soal-soal atau masalah yang berkaitan dengan matematika maka siswa tersebut sedang melakukan aktifitas berpikir matematis. Berpikir matematis bukan
5 A. Yahya, dkk, “Unnes Journal of Mathematics Education”
Pembelajaran Kooperatif Berbasis Proyek Model Bangun Ruang Secara Modular untuk Meningkatkan Kemampuan Keruangan Siswa SMK Penerbangan, (Agustus, 2014), 95.
6 Siti Marliah Tambunan, “Jurnal Makara, Sosial Humaniora” Hubungan Antara
Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar matematika”, 10:1 (Juni, 2006), 27. 7 Evi Febriana, “Jurnal Elemen”
Profil kemampuan spasial siswa menengah pertama (SMP) dalam menyelesaikan masalah geometri dimensi tiga ditinjau dari kemampuan matematika, 1:1 (Januari, 2015), 14.
4
hanya sekedar berpikir seadanya, tetapi perlu berpikir dengan tingkatan yang paling dalam atau berpikir dengan menggunakan
prosedur atau langkah‐langkah untuk dapat menyelesaikan
masalah. Berpikir matematis mensintesis dan memanfaatkan proses
kognitif yang meningkatkan level abstraksi lebih tinggi. Berkaitan
dengan keharusan adanya rigor dalam mensintesis dan
memanfaatkan proses kognitif untuk meningkatkan level fungsi
abstraksi maka diperlukan adanya berpikir matematis rigor9.
Terdapat tiga level dalam fungsi kognitif yang diperlukan untuk berpikir matematis rigor. Ketiga level fungsi kognitif itu secara bersama-sama mendefinisikan proses mental dari keterampilan kognitif umum ke fungsi kognitif matematis khusus tingkat lebih tinggi.
Berpikir matematis rigor dicirikan dengan adanya tiga level fungsi kognitif, yakni fungsi kognitif untuk berpikir kualitatif, fungsi kognitif untuk berpikir kuantitatif, dan fungsi kognitif untuk berpikir relasional abstrak. Langkah pertama yang perlu dilakukan
untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir matematis rigor siswa
adalah dengan melakukan identifikasi terhadap tingkat kemampuan
berpikir matematis rigor siswa. Dengan melakukan identifikasi
tersebut, dapat dijadikan acuan untuk mengambil langkah selanjutnya sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Bentuk
identifikasi yang relevan diterapkan adalah identifikasi
kemampuan berpikir matematis rigor. Identifikasi ini berdasarkan
pada teori Rigorous Mathematical Thinking (RMT). Hasil
identifikasi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap suatu materi dan dapat diketahui kesulitan siswa dalam memahami suatu materi. Pada akhirnya dapat digunakan untuk proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Teori Rigorous Mathematical Thinking (RMT) merupakan
teori yang dikembangkan berdasarkan 2 teori belajar, teori sosio-kultural Vygotsky dan teori pengalaman belajar termediasi (MLE)
9 Harina Fitriyani, Identifikasi Kemampuan Berpikir Matematis Rigor Siswa SMP
Berkemampuan Matematika Sedang dalam Menyelesaikan Soal Matematika, Makalah
5
Feuerstein.10Rigorous Mathematical Thinking (RMT) merupakan
suatu aktivitas berpikir matematis yang melibatkan penggunaan beberapa fungsi kognitif dan operasi mental yang dimiliki sehingga dapat dijadikan sebagai landasan untuk mengetahui sejauh mana kognitif yang dimiliki siswa.
Sebagian besar siswa ketika belajar materi geometri sering mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan kemampuan siswa yang kurang dalam menginterpretasikan gambar-gambar dalam bentuk visual. Untuk memecahkan soal-soal dalam bangun ruang sisi datar, seseorang harus memiliki kemampuan spasial karena dalam materi bangun ruang sisi datar banyak materi-materi soal yang tidak dapat diwujudkan dalam bentuk atau bangun yang sesungguhnya. Tanpa kemampuan spasial siswa tidak akan mampu mengkomunikasikan tentang posisi dan hubungan antar objek, memberi dan menerima arah, serta membayangkan perubahan posisi atau ukuran suatu objek.
Menurut penulis kesulitan siswa terjadi selain karena faktor kemampuan spasial siswa juga karena dipengaruhi oleh ketidakmampuan siswa dalam menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Di samping itu, peserta didik juga mengalami kesulitan dalam mengenali bentuk dan memahami sifat keruangan. Hal ini bisa terjadi saat mereka latihan mengerjakan soal. Mereka biasa mengerjakan soal-soal yang setipe dengan yang dicontohkan guru namun pada saat mereka menemukan soal yang membutuhkan pemahaman konsep mereka mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya. Ini dikarenakan siswa terbiasa menghafal suatu konsep tanpa mengetahui bagaimana pembentukan konsep itu berlangsung. Banyak siswa yang mampu menyajikan tingkat hafalan yang dimilikinya terhadap materi yang diterimanya, namun pada kenyataannya mereka sering kali tidak memahami secara mendalam isi materinya.
6
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Profil Kemampuan Spasial
Siswa SMP Pada Materi Geometri Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau dari Kemampuan Rigorous Mathematical Thinking
(RMT)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Profil kemampuan spasial siswa SMP yang
memiliki kemampuan Rigorous Mathematical Thinking
(RMT) level 1 pada materi geometri bangun ruang sisi datar?
2. Bagaimana profil kemampuan spasial siswa SMP yang
memiliki kemampuan Rigorous Mathematical Thinking
(RMT) level 2 pada materi geometri bangun ruang sisi datar?
3. Bagaimana profil kemampuan spasial siswa SMP yang
memiliki kemampuan Rigorous Mathematical Thinking
(RMT) level 3 pada materi geometri bangun ruang sisi datar?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1. Untuk mengetahui profil kemampuan spasial siswa SMP
yang memiliki kemampuan Rigorous Mathematical
Thinking (RMT) level 1 pada materi geometri bangun ruang sisi datar.
2. Untuk mengetahui profil kemampuan spasial siswa SMP
yang memiliki kemampuan Rigorous Mathematical
Thinking (RMT) level 2 pada materi geometri bangun ruang sisi datar.
3. Untuk mengetahui profil kemampuan spasial siswa SMP
yang memiliki kemampuan Rigorous Mathematical
7
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat, antara lain :
1. Bagi siswa :
Mengembangkan kemampuan spasial yang dimiliki siswa, karena tidak semua siswa SMP memiliki kemampuan spasial yang baik.
2. Bagi tenaga pendidik :
Sebagai informasi mengenai profil kemampuan spasial yang dimiliki sehingga dapat digunakan guru untuk merancang pembelajaran guna mengembangkan kemampuan spasial yang dimiliki siswa khususnya pada materi geometri bangun ruang sisi datar.
3. Bagi Peneliti :
Sebagai pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian terhadap profil kemampuan spasial siswa pada materi geometri bangun ruang sisi datar ditinjau dari
kemampuan Rigorous Mathematical Thinking (RMT).
E. Batasan Penelitian
Adapun batasan penelitian ini, meliputi :
1. Level fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking
(RMT) mengacu pada Kinard (2007), yaitu hanya mencantumkan butir 1 sampai butir 6 untuk level 3 (level berpikir relasional abstrak) karena keterbatasan peneliti dalam hal analisa level fungsi kognitif RMT siswa.
2. Materi Geometri bangun ruang sisi datar yang digunakan
dalam penelitian ini hanya sebatas 1 KD saja yaitu KD 3.9. Menentukan luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas.
3. Siswa yang dipilih untuk dilakukan wawancara Rigorous
Mathematical Thinking (RMT) sebagai subjek penelitian hanya sebatas 12 siswa, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dan keterbatasan peneliti dalam hal analisis. F. Definisi Operasional
1. Profil merupakan grafik, diagram, atau tulisan yang
8
2. Kemampuan spasial merupakan suatu keterampilan dalam
melihat hubungan ruang, mempresentasikan,
mentransformasikan, dan memanggil kembali informasi simbolik serta kemampuan untuk menggambarkan sesuatu yang ada dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata. Kemampuan Spasial dalam penelitian ini meliputi persepsi spasial, visualisasi spasial, rotasi mental, hubungan spasial dan orientasi spasial. Dimana:
a. Spatial perception (persepsi spasial) merupakan kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi objek-objek vertikal dan horizontal, meskipun posisi objek-objek dimanipulasi.
b. Spatial vizualitation (visualisasi spasial) merupakan kemampuan seseorang untuk melihat komposisi suatu objek setelah dimanipulasi posisi dan bentuknya. c. Mental rotation (rotasi mental) adalah kemampuan
seseorang untuk mengidentifikasi suatu objek dan unsur-unsur yang telah dimanipulasi posisinya, dimana manipulasi berupa rotasi terhadap objek.
3. Profil kemampuan spasial adalah gambaran atau deskripsi
kemampuan yang terdiri dari persepsi spasial, orientasi mental, dan visualisasi spasial.
4. Geometri bangun ruang sisi datar merupakan materi kelas VIII
yang mempelajari tentang sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagian-bagiannya serta luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas.
9
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab 1 : Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.
Bab 2 : Kajian pustaka berisi tentang definisi kemampuan
spasial, materi geometri bangun ruang sisi datar,
kemampuan Rigorous Mathematical Thinking
(RMT), dan keterkaitan antara kemampuan spasial
dengan kemampuan Rigorous Mathematical
Thinking (RMT).
Bab 3 : Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian,
waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.
Bab 4 : Hasil dan pembahasan berisi tentang analisis data
dan pembahasan.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kemampuan Spasial
1. Pengertian Kemampuan Spasial
Spasial merupakan sesuatu yang berkenaan dengan
ruang atau tempat11. Kemampuan spasial adalah kemampuan
seseorang untuk menangkap ruang dengan segala
implikasinya12. Menurut Armstrong, Kemampuan spasial
merupakan kemampuan untuk menangkap dunia ruang secara
tepat atau dengan kata lain kemampuan untuk
memvisualisasikan gambar, yang di dalamnya termasuk kemampuan mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam pikirannya dan mengenali perubahan tersebut, menggambarkan sesuatu hal atau benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata, mengungkapkan data dalam bentuk grafik serta kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang13. Sedangkan menurut pendapat Carter, kemampuan spasial merupakan kemampuan persepsi dan kognitif yang menjadikan seseorang mampu melihat
hubungan ruang14. Pendapat lain mengatakan bahwa
kemampuan spasial menyangkut kemampuan mempresentasi,
mentransformasi, dan memanggil kembali informasi
simbolis15. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka kemampuan spasial merupakan suatu keterampilan dalam
melihat hubungan ruang, mempresentasikan,
mentransformasikan, dan memanggil kembali informasi
11
W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), 1086 12 M. Hariwijaya, Tes Intelegensi, (Yogyakarta: Andi Offset, 2005), 14.
13Harmony, Junsella dan Roseli and Theis, ”Jurnal Edumatica” Pengaruh Kemampuan Spasial Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Kota Jambi, 2:1, (April, 2012), 12.
14
Philip Carter. Tes IQ dan Bakat: Menilai Kemampuan, Penalaran Verbal, Numerik, dan Spasial Anda. (Jakarta: PT. Indeks, 2010), 28.
12
simbolik serta kemampuan untuk menggambarkan sesuatu yang ada dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata.
Kemampuan spasial memuat kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara
objek dan ruang16. Adapun kemampuan spasial memiliki
ciri-ciri antara lain: (1) Memberikan gambaran visual yang jelas ketika mengerjakan sesuatu; (2) Mudah membaca peta atau diagram; (3) Menggambar sosok orang atau benda mirip dengan aslinya;(4) Sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya; (5) Mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas sekolah; dan (6) Lebih mendalami informasi lewat gambar daripada kata-kata atau uraian17. Siswa yang memiliki kemampuan spasial yang baik relatif lebih mudah belajar dengan gambar-gambar visual. Mereka lebih mampu menyerap pembelajaran jika disajikan dengan bentuan benda-benda visual.
2. Unsur-unsur Kemampuan Spasial
Maier menjelaskan bahwa banyak peneliti
membuktikan kemampuan mengenai ruang adalah hal yang kompleks sehingga kemampuan mengenai ruang pada
umumnya dibagi menjadi lima unsur18. Menurut Maier,
kemampuan spasial meliputi spatial perception, vizualitation,
mental rotation, spatial relation, spatial orientation19. Menurut Piaget dan Inhelder, kemampuan spasial sebagai konsep abstrak yang di dalamnya meliputi hubungan spasial (kemampuan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam ruang), kerangka acuan (tanda yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan posisi objek dalam ruang), hubungan proyektif (kemampuan untuk melihat objek dari berbagai sudut pandang), konservasi jarak (kemampuan untuk memperkirakan jarak antara dua titik), representasi spasial
16
Moch. Masykur Ag, Mathematical Intelligence, (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2007), 107. 17
Moch. Masykur Ag, Mathematical Intelligence, (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2007), 108. 18 Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung: Alfabeta, 2005), 147.
13
(kemampuan untuk mempresetasikan hubungan spasial dengan memanipulasi secara kognitif), rotasi mental
(membayangkan perputaran objek dalam ruang)20. Menurut
McGee, dua komponen penyusun kemampuan spasial, yaitu visualisasi spasial dan orientasi spasial. Visualisasi spasial menyangkut kemampuan memanipulasi, merotasi, atau membalik suatu objek sedangkan orientasi spasial diartikan sebagai kemampuan membayangkan suatu objek dari
orientasi (persektif) berbeda pengamat21. Sedangkan Linn dan
Petersen mengelompokkan kemampuan spasial ke dalam tiga kategori yaitu: (1) Persepsi spasial, (2) Rotasi mental, dan (3) visualisasi spasial22. Hal ini mencakup kemampuan untuk memvisualisasikan, mewakili ide-ide visual atau spasial secara grafis, dan mengoreintasi diri secara tepat dalam sebuah matriks spasial.
Untuk mengidentifikasi kemampuan Spasial dalam penelitian ini maka peneliti menggunakan kemampuan spasial menurut Linn dan Petersen yang meliputi persepsi spasial, rotasi mental,danvisualisasi spasial.
a. Persepsi spasial
Persepsi spasial adalah kemampuan
membedakan garis, bidang horizontal, dan bidang vertikal pada bangun ruang23. Kemampuan spasial ini
meliputi kemampuan seseorang dalam
mengidentifikasi objek-objek vertikal dan horizontal, meskipun posisi objek dimanipulasi. Contoh tes persepsi spasial misalnya adalah mengidentifikasi posisi horizontal pada gambar air dalam bejana, meskipun posisi bejana dimiringkan.
20 Siti Marliah Tambunan, “Jurnal Makara, Sosial Humaniora”
Hubungan Antara
Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar matematika”, 10:1 (Juni, 2006), 27. 21 Evi Febriana, “Jurnal Elemen” Profil kemampuan spasial siswa menengah pertama (SMP) dalam menyelesaikan masalah geometri dimensi tiga ditinjau dari kemampuan matematika, 1:1 (Januari, 2015), 14.
22
National Academy of Science, 2006. Learning to Think Spatially, Washington DC: The National Academy Press, 46.
14
Gambar 2.1. Persepsi spasial
b. Rotasi mental
Rotasi mental adalah kemampuan untuk menggambarkan bangun ruang di dimensi 2 atau 3, setelah dikenai rotasi24. Kemampuan rotasi mental ini
meliputi kemampuan seseorang untuk
mengidentifikasi suatu objek dan unsur-unsur yang telah dimanipulasi posisinya, dimana manipulasi berupa rotasi terhadap objek. Rotasi mental mencakup kemampuan merotasikan suatu bangun ruang dan membayangkan perputaran dari bangun ruang secara cepat dan tepat. Contoh tes rotasi mental adalah mengidentifikasi posisi titik sudut dari suatu bangun ruang yang telah dirotasikan dengan sudut dan sumbu putar tertentu.
Gambar 2.2. Rotasi mental
15
c. Visualisasi spasial
Visualisasi spasial merupakan kemampuan
untuk memvisualisasikan atau melihat sebuah
konfigurasi dimana terdapat gerakan atau perpindahan pada bagian dari konfigurasi tersebut25. Kemampuan ini meliputi kemampuan seseorang untuk melihat komposisi suatu objek setelah dimanipulasi posisi dan bentuknya. Contoh tes visualisasi spasial misalkan adalah mengidentifikasi pola jaring-jaring dari suatu bangun ruang.
Gambar 2.3. Visualisasi spasial
Berdasarkan kemampuan spasial Linn dan Petersen, maka indikator kemampuan spasial sebagai berikut26:
Tabel 2.1.
Persepsi Spasial Mengamati suatu
bangun ruang atau
Mengidentifikasi bangun
ruang yang diletakkan
16
bagian-bagian bangun ruang.
posisi vertikal atau
horizontal.
Rotasi Mental Merotasikan suatu
objek
Mengidentifikasi suatu
objek dan unsur-unsur yang telah dimanipulasi
posisinya, dimana
manipulasi berupa rotasi terhadap objek.
komposisi suatu objek, dimana bentuk bangun ruang yang bagiannya terdapat perubahan atau perpindahan.
B. Geometri Bangun Ruang Sisi Datar
Geometri merupakan ilmu yang mempelajari titik, garis, bidang, benda-benda ruang serta sifat, ukuran, dan hubungan satu dengan lainnya. Tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan keruangan pada dunia nyata dan menunjang pembelajaran mata pelajaran yang lain. Belajar geometri berarti belajar berpikir kritis matematis yaitu meletakkan struktur hierarki dari konsep-konsep pada tingkat yang lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Misalnya ketika siswa dihadapkan pada suatu kubus dan diberi satu konsep jaring-jaring maka siswa dituntut untuk berpikir kritis untuk menemukan jaring-jarig kubus yang lain.
Salah satu cabang ilmu geometri adalah bangun ruang sisi datar. Sisi pada bangun ruang berupa bidang datar, karena yang membatasi bagian dalam dan luar bangun ruang adalah bidang. Sedangkan sisi pada bangun datar berupa garis, karena yang membatasi bagian dalam dan bagian luar bangun datar adalah
garis27. Bangun ruang memiliki beberapa unsur di dalamnya antara
17
lain: sisi/bidang, rusuk, titik sudut, diagonal bidang, diagonal ruang, dan bidang diagonal. Bangun ruang sisi dalam penelitian ini diantaranya kubus, balok, prisma, dan limas.
1. Kubus
Kubus adalah bangun ruang yang dibatasi oleh enam daerah persegi yang kongruen. Kubus merupakan bangun ruang yang semua sisinya berbentuk persegi dan semua rusuknya sama panjang28. Unsur-unsur dari kubus adalah sebagai berikut:
a. Sisi kubus adalah bidang yang membatasi kubus29.
Kubus memiliki 6 buah sisi yang semuanya berbentuk persegi
b. Rusuk kubus adalah garis potong antara dua sisi kubus. Kubus memiliki 12 buah rusuk.
c. Titik sudut merupakan titik potong antara tiga buah
rusuk30. Kubus memliliki 8 buah titik sudut.
d. Diagonal bidang kubus merupakan ruas garis yang
menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam setiap sisi kubus.
e. Diagonal ruang kubus merupakan garis yang
menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang.
f. Luas permukaan kubus =
6
s
2g. V =
s
3Dengan V= Volume kubus, s= sisi kubus
Gambar 2.4.
Kubus dan jaring-jaring kubus
28
Nuniek Avianti Agus, Mudah Belajar Matematika 2 untuk Kelas VIII SMP/ MTs., (Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2007) , 184
29 Ibid.
18
2. Balok
Balok adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua sisi/bidang berhadapan yang sama dan sebangun atau kongruen dan sejajar. Unsur-unsur dari balok adalah sebagai berikut:
a. Sisi balok adalah bidang yang membatasi suatu
balok. Balok memiliki 6 buah sisi dan sisi-sisi yang berhadapan sama panjang.
b. Rusuk balok adalah garis potong antara dua sisi balok. Balok memiliki 12 buah rusuk.
c. Titik sudut merupakan titik potong antara tiga buah
rusuk. Balok memiliki 8 buah titik sudut.
d. Diagonal bidang balok adalah ruas garis
menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam setiap sisi balok.
e. Diagonal ruang balok adalah ruas garis
menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang.
f. Luas Permukaan Balok:
= 2(
p l
) + 2(l t
) + 2(p t
) = 2{(p l
) + (l t
) + (p t
)}g. V = p l t
Dengan V = Volume balok,
p
= panjang balok,l
= lebar balok,
t
= tinggi balokGambar 2.5.
19
3. Prisma
Prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua sisi/bidang berhadapan yang sama dan sebangun atau kongruen dan sejajar, serta bidang-bidang lain yang berpotongan menurut rusuk-rusuk yang sejajar. Unsur-unsur dari prisma adalah sebagai berikut:
a. Sisi prisma adalah bidang yang membatasi prisma.
b. Rusuk prisma adalah garis potong antara dua sisi prisma.
c. Titik sudut prisma adalah titik potong antara tiga buah rusuk.
d. Diagonal bidang prisma adalah ruas garis yang
menghubungkan titik sudut yang saling berhadapan dalam satu sisi.
e. Diagonal ruang prisma adalah ruas garis
menghubungkan dua titik sudut yang saling berhadapan dalam satu ruang.
f. Bidang diagonal prisma adalah diagonal bidang
yang sejajar.
g. Luas Permukaan Prisma = 2 luas alas + luas
sisi-sisi tegak h. V = Lalas tprisma
Dengan V= Volume prisma, Lalas= luas alas, tprisma = tinggi prisma
Gambar 2.6.
sebuah segitiga ataupun segibanyak sebagai alas dan beberapa buah sisi/bidang berbentuk segitiga sebagai sisi/bidang tegak yang bertemu pada satu titik puncak. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa unsur-unsur dari limas adalah sebagai berikut:
a. Sisi limas adalah bidang yang membatasi limas.
b. Rusuk limas adalah garis potong antara dua sisi bidang limas.
c. Titik sudut limas adalah titik potong antara dua rusuk.
d. Luas Permukaan Limas = Luas alas + jumlah luas
sisi-sisi tegak
21
Macam-macam Limas
Gambar 2.9. Macam-macam limas
C. Kemampuan Rigorous Mathematical Thinking (RMT)
Kemampuan diartikan juga sebagai kapasitas seseorang
individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan31.
Kinard mendefinisikan Rigorous Mathematical Thinking (RMT)
sebagai kombinasi dan penggunaan operasi mental untuk : 1) Memperoleh pengetahuan tentang pola dan hubungan: 2) Menerapkan alat dan skema yang diperoleh secara kultural untuk
menguraikan pengetahuan mereka untuk mengorganisasi,
hubungan, teknik penyusunan, dan gambaran abstrak untuk membentuk pemahaman dan gagasan; 3) Mentransformasi dan menggeneralisasikan terjadinya konseptualisasi dan pemahaman kedalam ide yang koheren, logika, dan ide yang saling terkait; 4) Perencanaan pemakaian ide untuk memfasiltasi solusi sebuah masalah dan menurunnya pengetahuan baru dalam berbagai konteks dan lingkungan kegiatan manusia; 5) Mengadakan ujian secara kritis, analisis, intropeksi dan observasi secara struktural, operasi dan proses RMT untuk pemahaman mereka sendiri dan hakikat integritas. Jadi Rigorous Mathematical Thinking (RMT) merupakan suatu aktivitas berpikir matematis yang melibatkan penggunaan beberapa fungsi kognitif dan operasi mental yang dimiliki sehingga dapat dijadikan sebagai landasan untuk mengetahui sejauh mana kognitif yang dimiliki siswa.
Berpikir matematis mensintesis dan memanfaatkan proses kognitif yang meningkatkan level abstraksi tingkat tinggi, oleh
31 Robbins, Stephen P. & Judge, Timothy A. Perilaku Organisasi. (Jakarta: Salemba Empat, 2008), 57.
Limas Segiempat
22
karenanya ia haruslah rigour ous sifatnya. Ada tiga unsur-unsur yang dimiliki oleh rigor. Unsur-unsur dasar rigour, yaitu: (1) Ketajaman fokus dan persepsi; (2) Kejelasan dan kelengkapan dalam definisi, konsep, dan penggambaran atribut kritis; (3) Keseksamaan dan ketepatan. Sedangkan unsur-unsur sistemik dari rigor, yaitu: (1) Penemuan kritis dan pencarian kebenaran yang intens; (2) Keterlibatan mental yang intensif dan agresif yang secara dinamis berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan kualitas berpikir yang lebih tinggi. Selain unsur-unsur dasar dan sistemik, rigor juga meliputi superstruktur tingkat tinggi, yaitu: (1) Sebuah pola pikir untuk keterlibatan kritis; (2) Suatu keadaan waspada yang didorong oleh keinginan yang kuat, gigih, dan tidak fleksibel untuk
mengetahui dan memahami secara mendalam32. Jika semua
unsur-unsur tersebut telah terpenuhi maka siswa tersebut sudah mencapai level abstraksi yang lebih tinggi.
Paradigma Rigorous Mathematical Thinking (RMT)
didasarkan pada dua teori belajar, yaitu teori sosio-kultural Vygotsky dengan penekanan khususnya pada konsep peralatan psikologisnya sebagai mediator proses kognitif, dan teori
pengalaman belajar termediasi(MLE) Feuerstein.
1. Teori Sosio-Kultural Vygotsky
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang itu sesuai dengan yang diungkapkan oleh teori sosiogenesis. Dimensi kesadaran bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivatif atau merupakan turunan dan bersifat sekunder33. Artinya, pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial diluar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Teori Vygotsky juga menyatakan bahwa perkembangan proses mental anak yang lebih tinggi tergantung pada hadirnya perantara mediasi dalam interaksi anak dengan lingkungan. Vygotsky sendiri menekankan mediator peralatan
32 J. T. Kinard & A. Kozulin, Rigorous Mathematical Thinking: Conceptual Formation in the Mathematics Classroom, (New York : Cambridge University Press, 2008), 6. 33
23
simbolis disesuaikan dengan anak-anak dalam konteks sosio-kultural tertentu, yang paling penting yang dia anggap sebagai pendidikan formal.
Teori sosio-kultural mengidentifikasi adanya tiga kelompok mediator antara siswa dan lingkungannya, yaitu: (1) Mediator fisik, (2) Alat simbolis, dan (3) Mediator manusia. Sedangkan aspek mediasi meliputi tiga hal, yaitu: (1) Perolehan alat simbolis dan internalisasinya dalam bentuk peralatan psikologis intern kemudian menjadi salah satu tujuan pokok pendidikan, (2) Pembelajaran di ruang kelas menjadi terorganisir khususnya merancang kegiatan belajar yang memainkan peran mediator antara siswa dan kurikulum, (3) Peran guru juga berubah dari penyedia informasi dan
aturan ke sumber pengalaman belajar termediasi34. Dua
konsep dalam teori sosio-kultural Vygotsky yang penting adalah peralatan psikologis dan zona perkembangan terdekat yang akan dipakai dalam penelitian ini.
a) Peralatan Psikologis
Kinard mendefinisikan peralatan psikologis sebagai isyarat-isyarat, simbol-simbol atau artefak-artefak yang memiliki makna khusus dalam kultural
seseorang dan masyarakat35. Sedangkan peralatan
psikologis menurut Kozulin adalah artefak-artefak simbolis (isyarat-isyarat, simbol-sombol, naskah, rumus, grafik) yang membantu seorang individu menguasai fungsi-fungsi psikologis alaminya sendiri menyangkut
persepsi, memori, perhatian dan sebagainya36. Sehingga
yang dimaksud peralatan psikologis adalah segala sesuatu yang mengandung makna khusus dan berguna dalam menguasai fungsi-fungsi psikologis alami seseorang di dalam kultural dan masyarakatnya.
Kelompok alat psikologis matematis Spesifik terdiri dari tiga kategori kode dan simbol. Kategori
34 Ibid, 51. 35
J.T. Kinard, Method and Apparatus for Creating Rigorous Mathemaical Thinking, 2007, Diakses dari http://www.freepatentsonline. com/.... Pada tanggal 31 Oktober 2014, 4. 36 J. T. Kinard. & A. Kozulin, Creating Rigorous Mathemaical Thinking: A Dynamic that
24
pertama terdiri dari kode dan simbol untuk membentuk hubungan kualitatif, seperti urutan operasi atau hubungan geometris (misalnya, paralel atau tegak lurus). kategori kedua terdiri dari kode dan simbol untuk pengkodean hubungan kuantitatif (misalnya, =, < , > ) dan operasi matematika (+, -, ×, dan ÷). Masing-masing menandakan definisi operasi kuantitatif antara aspek kuantitatif dari dua konsepsi. Arah membaca dari kiri ke kanan dikombinasikan dengan mengkodekan makna dari
proses tertentu membentuk hubungan yang
menunjukkan hubungan konsep/ fungsi-fungsi. Kategori ketiga terdiri dari kode-kode dan simbol untuk membentuk hubungan fungsional dan kompleks, seperti rumus, tanda Σ, turunan, differensial, integral, dan sebagainya37. Peralatan psikologis tersebut berfungsi sebagai jembatan antara tindakan-tindakan kognisi individu dan prasyarat simbolis sosio-kultural dari tindakan-tindakan tersebut.
b) Zone of Proximal Development (ZPD)
Konsep Vygotsky tentang zone of proximal
development (ZPD) atau zona perkembangan terdekat didasarkan pada ide bahwa perkembangan didefinisikan pertama oleh apa yang dilakukan oleh seorang anak secara mandiri dan kedua oleh apa yang dapat dilakukan seorang anak apabila dibantu oleh orang dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten38. ZPD merupakan celah antara kemampuan aktual dan kemampuan potensial, yaitu jarak antara apa yang seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa (secara mandiri) dan apa yang seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Vygotsky meyakini bahwa belajar terjadi pada saat anak-anak berada pada ZPD mereka. Tugas-tugas dalam ZPD adalah tugas-tugas yang tidak bisa dikerjakan anak secara mandiri tapi bisa
37 J.T. Kinard, Method and Apparatus for Creating Rigorous Mathemaical Thinking, 2007, Diakses dari http://www.freepatentsonline. com/.... Pada tanggal 31 Oktober 2014, 110-112.
38
25
dikerjakannya dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya yang kompeten.
2. Belajar Termediasi
Teori Feuerstein tentang pengalaman belajar termediasi (MLE) berbeda dari pengalaman belajar langsung. Menurut Feuerstein, anak terkena dua jenis situasi belajar. Situasi pembelajaran langsung meliputi interaksi tidak termediasi antara materi pembelajaran dan pikiran anak. Jika pikiran anak siap untuk menerima materi ini akan mendapatkan keuntungan dari itu. Jika anak tidak siap menerima materi, tidak dapat mengerti maknanya, atau tidak tahu bagaimana menanggapinya, kedua jenis pembelajaran yang termediasi menjadi sangat penting. Pengalaman belajar yang termediasi dapat diartikan sebagai kualitas interaksi antara anak dan lingkungan yang tergantung pada maksud aktivitas orang dewasa dan dimulai dengan menempatkan dirinya di antara anak dan dunia. Pengalaman belajar termediasi adalah kondisi yang sangat penting bagi perkembangan Kondisi manusia yang sangat unik atau kemampuan untuk
mendapatkan keuntungan dari paparan terhadap
rangsangan dengan cara yang lebih umum daripada yang biasanya terjadi.
Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa teori RMT didasari oleh teori sosio-kultural Vygotsky dan teori MLE Feuerstein. Teori sosio-kultural Vygotsky yang ditekankan dalam teori RMT ini adalah konsep peralatan psikologis. Peralatan psikologis dirancang untuk mengubah proses kognitif dasar menjadi proses psikologis yang lebih tinggi. Sedangkan teori MLE penerapannya pada belajar termediasi dengan menggunakan tugas kognitif yang dirancang untuk mengembangkan berpikir umum dan belajar bagaimana mempelajari keterampilan.
26
psikologis untuk memecahkan masalah, dan menggunakan stategi yang berbeda. Proses pembelajaran dengan menggunakan paradigma RMT menuntut siswanya berpikir dan belajar bagaimana belajar sehingga proses pembelajarannya menjadi lebih bermakna. Sedangkan guru bertindak sebagai mediator yang akan membimbing dan mendorong siswanya menjadi lebih aktif dalam membangun proses berpikir dan belajar dengan memanfaatkan peralatan psikologis dan pengetahuan yang dimilikinya.
Pembentukan RMT serta perkembangan konsep dan ilmu pengetahuan disusun dan dicapai melalui ikatan yang kuat dan pola hubungan seperti pada Gambar 2.10. Sedangkan penyusunan dan pemeliharaan ikatan dibangun melalui konsep MLE.
Gambar 2.10. Ikatan Rigorous untuk RMT
Interaksi yang dikembangkan melalui rigor adalah
dinamis, saling bergantung, dan transformatif sehingga ketika interaksi dua arah tersebut diserap masing-masing untuk menghasilkan keterlibatan dinamis melalui interaksi yang terjadi, maka ikatan rigorous telah dimulai. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran RMT siswa dimediasi untuk membangun dan mengembangkan pemahaman dan pengetahuan yang dmiliki sebelumnya dengan memanfaatkan dan memadukan operasi mental dan fungsi kognitif yang dimiliki oleh siswa. selain itu terdapat ikatan penting antara guru, siswa, dan materi dalam kegiatan pembelajarannya.
Paradigma yang muncul dalam RMT ada 3 aspek fungsi kognitif yang bekerja terjalin di antara aspek-aspek untuk memberikan fungsi kognitif pada integrasi sebagai kegiatan mental atau proses. Ketiga aspek yang komponen konseptual, komponen
tindakan, dan komponen motivasi. Komponen memberi
mekanisme kemudi konseptual untuk aktivitas mental dengan mendefinisikan atau memberikan komponen ilustrasi. Ini dapat
GURU SISWA
27
dilihat sebagai interaksi antara prosedur dan tujuan. Komponen tindakan adalah realisasi komponen. Sedangkan konseptual, komponen motivasi berasal dari kesadaran siswa tentang pentingnya dan manfaat dari tindakan mental. Dengan adanya pembelajaran yang melibatkan intervensi RMT ini diharapkan
kemampuan dan keterampilan berpikir matematis rigor siswa akan
terasah dan berkembang.
Paradigma RMT memuat fungsi-fungsi kognitif
memberikan dasar untuk dan menghasilkan mekanisme berpikir matematis secara rigorous yang menjadi katalis dan pembangunan kembali untuk pembentukan konsep. Terdapat tiga level dalam fungsi kognitif yang diperlukan untuk berpikir matematis rigor.
Ketiga level fungsi kognitif itu secara bersama-sama
mendefinisikan proses mental dari keterampilan kognitif umum ke fungsi kognitif matematis khusus tingkat lebih tinggi. Kinard & Kozulin mengatakan bahwa untuk berpikir matematis secara rigorous diperlukan tiga level fungsi kognitif.39 Ketiga level tersebut diuraikan pada Tabel 2.2. berikut :
Tabel 2.2.
Tiga Level Fungsi Kognitif RMT Level 1- Fungsi kognitif untuk berpikir kualitatif
Fungsi Kognitif Keterangan
1.
Pelabelan-visualisasi
Memberikan suatu nama
berdasarkan atribut kritisnya
sementara itu mengkonstruk
gambar dalam pikirannya atau menghasilkan sebuah konstruk dari
sebuah objek yang namanya
diberikan.
2. Pembandingan Mencari persamaan dan perbedaan
(dalam hal ciri/ atribut kritis) antara dua atau lebih objek, kejadian atau situasi.
3. Pencarian secara Memperhatikan (misal gambar)
dengan seksama, terorganisir, dan
penuh rencana untuk untuk
mengumpulkan informasi yang
benar dan lengkap.
4. Penggunaan lebih
dari satu sumber lebih dari berbagai sudut pandang
5.
Penyandian-pemecahan kode
Memaknai (objek) ke dalam
kode/simbol dan mengartikan suatu kode/simbol suatu objek.
Level 2- Fungsi kognitif untuk berpikir kuantitatif dengan ketelitian Fungsi Kognitif Keterangan
1. Pengawetan
ketetapan
Mengidentifikasi dan menjelaskan apa yang tetap sama dalam hal atribut, konsep atau hubungan ketika beberapa lainnya berubah.
2. Pengukuran ruang
dan hubungan
spasial
Menggunakan referensi internal/ eksternal sebagai panduan untuk mengatur, menganalisis hubungan
spasial berdasarkan hubungan
keseluruhan ke sebagian.
3. Pengukuran waktu
dan hubungan
temporal
Menetapkan referensi untuk
mengkategorikan, mengukur, dan mengurutkan waktu dan hubungan temporal (sementara) berdasarkan hubungan keseluruhan ke sebagian.
4. Penganalisisan–
pengintegrasian
Memilah keseluruhan atau
menguraikan kuantitas ke dalam
atribut kritis atau susunan
kuantitasnya; membangun
keseluruhan dengan
29
atribut kritisnya, atau menyusun
sebuah kuantitas dengan
menggabungkan kuantitas lainnya secara bersama-sama.
5. Penggeneralisasian Mengamati dan menggambarkan
sifat suatu tanpa merujuk ke rincian khususnya atau atribut kritisnya.
6. Ketelitian Menyimpulkan/ memutuskan
dengan fokus dan tepat.
Level 3- Fungsi kognitif untuk berpikir relasional abstrak dengan ketelitian
Fungsi Kognitif Keterangan
1. Pengaktifan
pengetahuan matematika sebelumnya
Menghimpun pengetahuan
matematika yang diperoleh
berdasarkan pengalaman yang
diperoleh sebelumnya untuk
membuat hubungan; dan
menyesuaikan aspek yang sedang dipikirkan dan aspek pengalaman yang diperoleh sebelumnya.
2. Penyediaan dan
pengartikulasian
bukti matematika
logis
Memberikan rincian pendukung, petunjuk, dan bukti matematis yang masuk akal untuk memperkuat validitas atau pernyataan, hipotesis, atau dugaan. Membangun dugaan, pertanyaan, pencarian jawaban, dan
mengkomunikasikan penjelasan
yang sesuai dengan aturan
matematika dan tetap logis.
3. Pendefinisian
masalah
Mencermati masalah dengan
menganalisis dan melihat hubungan untuk mengetahui secara tepat apa
yang harus dilakukan secara
matematis.
4. Berpikir hipotesis- Membentuk proposisi matematika
30
inferensial matematis untuk mendukung atau
menyangkal proposisi atau
hipotesisnya tersebut;
Mengembangkan generalisasi dan
bukti yang valid berdasarkan
sejumlah permasalahan
matematika.
5. Pemroyeksian dan
restrukturisasi hubungan
Membentuk hubungan antara objek atau kejadian yang tampak dan membangun kembali keberadaan
hubungan antara objek atau
kejadian untuk memecahkan
masalah baru.
6. Pembentukan
hubungan kuantitatif proporsional
Menetapkan hubungan kuantitatif
yang menghubungkan antara
konsep A dan konsep B dengan menentukan berapa banyak konsep A dan hubungannya dengan konsep B atau dalam konsep yang sama dalam konteks yang berbeda.
7. Pembentukan
hubungan fungsional
Membentuk hubungan antara dua atau lebih hal yang merubah nilai mereka, sedemikian rupa perubahan bentuk jaringan atau kerja sama tersebut saling bergantung atau berkaitan.
8. Pembentukan unit
hubungan fungsional
Membentuk hubungan antara
perubahan dalam jumlah variabel terikat yang dihasilkan oleh unit
perubahan sejumlah variabel
bebasnya yang didefinisikan oleh hubungan fungsional antara dua variabel dinyatakan dalam fungsi matematika atau persamaan aljabar.
9. Berpikir
induktif-deduktif matematis
Mengambil aspek dari berbagai rincian matematis yang diberikan
31
mengkategorikan ke dalam
hubungan atribut umum dan / atau perilaku, dan mengatur hasilnya
untuk membentuk aturan
matematika umum, prinsip, rumus, atau panduan; menerapkan aturan umum atau formula pada situasi tertentu; menerapkan aturan umum atau rumus untuk situasi khusus
atau kumpulan rincian yang
terhubung hanya dengan aturan kategori atribut tersebut dan/atau perilaku yang di ungkapkan leh aturan itu.
10. Berpikir analogis
matematis
Menganalisa struktur yang
dipahami dan operasi matematika yang baru, prinsip, atau masalah, membentuk aspek relasional dari masing-masing komponen struktur secara terpisah, memetakan situasi hubungan untuk struktur yang baru,
dan menggunakan pengetahuan
seseorang tentang situasi yang telah dipahami dengan baik bersama dengan pemetaan untuk memahami konstruk dan wawasan mengenai situasi yang baru.
11. Berpikir silogisme
matematis
Menggunakan hubungan yang
terbentuk antara obyek A dan B yang dinyatakan dalam proposisi matematika dengan hubungan yang dibentuk antara obyek A dan C yang dinyatakan dalam sebuah proposisi matematika kedua, untuk kemudian disimpulkan secara logis hubungan yang tidak diketahui sebelumnya antara obyek B dan C.
32
transitif matematis matematika yang menyajikan
sebuah hubungan terurut secara kuantitatif ( > , < , =, dll) antara dua objek matematika A dan B, dengan proposisi matematika kedua yang menyajikan hubungan antara objek A dan C dan kemudian
menyimpulkan secara logis
hubungan B dan C.
13. Penjabaran aktivitas
matematika melalui kategori kognitif
Merefleksikan dan menganalisis
aktivitas matematika dan
menemukan, menandai, dan
mengartikulasikan, secara lisan dan tertulis, menggaris bawahi dasar-dasar dan konsep matematika
dengan menggunakan bahasa
matematika dan fungsi kognitif. Sedangkan deskripsi tiga level fungsi kognitif menurut Kinard (2007) sedikit berbeda dengan yang diungkapkan di atas. Kinard (2007) hanya mencantumkan butir 1 sampai butir 6 untuk level ketiga atau level berpikir relasional abstrak. Sedangkan level 1 dan level 2 sama dengan pemaparan di atas. Menurut hemat penulis, karena keterbatasan penulis, juga dalam hal analisa, dalam penelitian ini fungsi kognitif untuk
berpikir rigorous akan mengacu pada deskripsi menurut Kinard (2007).
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mendefinisikan
Fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking (RMT) sebagai proses
mental yang memiliki makna khusus yang terdiri dari tiga level fungsi kognitif yaitu level satu (level berpikir kualitatif). Level dua (berpikir kuantitatif), dan level tiga (level berpikir relasional abstrak).
D. Keterkaitan Antara Kemapuan Spasial Rigorous Mathematical
Thinking (RMT)
33
arahan dan mediasi dari guru atau pun dari orang dewasa. Saat siswa menyelesaikan soal-soal atau masalah yang berkaitan dengan matematika maka siswa tersebut sedang melakukan aktifitas berpikir matematis. Berpikir matematis bukan hanya sekedar berpikir seadanya, tetapi perlu berpikir dengan tingkatan yang paling dalam
atau berpikir dengan menggunakan prosedur atau langkah‐langkah
untuk dapat menyelesaikan masalah. Berpikir matematis mensintesis dan memanfaatkan proses kognitif yang meningkatkan level abstraksi lebih tinggi. Untuk memecahkan soal-soal dalam bangun ruang sisi datar, seseorang harus memiliki kemampuan spasial karena dalam materi bangun ruang sisi datar banyak materi-materi soal yang tidak dapat diwujudkan dalam bentuk atau bangun yang sesungguhnya.
Tanpa kemampuan spasial siswa tidak akan mampu
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati40. Sedangkan kualitatif dipandang sebagai gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden dan melakukan studi pada situasi yang alami41. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil kemampuan spasial siswa pada materi geometri bangun ruang sisi
datar ditinjau dari kemampuan Rigorous Mathematical Thinking
(RMT).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 28 Juli – 1 Agustus 2015 di SMPN 1 Sidoarjo yang terletak di Jl. Gelora Delta Sidoarjo.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX-10 SMPN 1 Sidoarjo. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu42. Pertama yang dilakukan peneliti adalah memilih subjek penelitian
dengan memberikan tes kemampuan Rigorous Mathematical
Thinking kepada seluruh siswa kelas IX-10. Berdasarkan jawaban
hasil tes kemampuan Rigorous Mathematical Thinking siswa,
peneliti hanya memilih 12 nama siswa untuk kemudian dilakukan
wawancara tes kemampuan Rigorous Mathematical Thinking
dengan tujuan untuk mempermudah peneliti dalam hal analisis subjek penelitian serta karena keterbatasan waktu penelitian.
40Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), 3.
41Juliansyah Noor, Metode Penelitian, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 34. 42
36
Berdasarkan hasil tes dan wawancara tersebut, kemudian
dipilih 6 siswa berdasarkan level fungsi kognitif Rigorous
Mathematical Thinking masing-masing 2 siswa untuk level 1 (berpikir kualitatif), 2 siswa untuk level 2 (berpikir kuantitatif dengan ketelitian), dan 2 siswa untuk level 3 (berpikir relasional abstrak).
Diagram alur pemilihan subjek dalam penelitian digambarkan pada Gambar 3.1. berikut ini :
Pemberian tes kemampuan Rigorous Mathematical Thinking kepada siswa kelas
IX-10
Tidak
12 nama siswa kelas IX yang berkemampuan sesuai kriteria RMT
Ya Wawancara tes kemampuan Rigorous Mathematical Thinking
Analisis hasil tes dan wawancara
Apakah memenuhi
37
D. Instr umen Pe neli tia n
Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa instrumen penelitian sebagai alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpilkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah43.
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tes kemampuan Rigorous Mathematical Thinking (RMT)
Instrumen tes kemampuan Rigorous Mathematical
Thinking (RMT) ini berupa 4 soal uraian yang mencakup tiga level fungsi kognitif yang diperlukan untuk berpikir
matematis rigor dengan alokasi waktu pengerjaan 60 menit.
Instrumen tes divalidasi oleh 2 orang validator dan kriteria kevalidannya adalah apabila 2 orang validator memberikan minimal nilai B. Validator dalam penelitian ini terdiri dari dosen pendidikan matematika UIN Sunan Ampel Surabaya. Jika setelah dilakukan validasi dan dinyatakan valid, maka
tes kemampuan Rigorous Mathematical thinking (RMT)
tersebut layak diberikan kepada calon subjek penelitian.
Soal tes kemampuan Rigorous Mathematical thinking
(RMT) ini dipergunakan untuk memilih subjek penelitian
43 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. ( Jakarta: Rineka Cipta, 2006 ), 151.
Keterangan
: Kegiatan
: Hasil
: Siklus jika diperlukan : Keputusan
38
yang diperkuat dengan hasil wawancara tes kemampuan Rigorous Mathematical thinking (RMT).
2. Pedoman Wawancara Tes kemampuan Rigorous
Mathematical Thinking (RMT)
Pedoman wawancara tes kemampuan Rigorous
Mathematical Thinking (RMT) digunakan sebagai arahan dalam wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan saat melakukan wawancara kepada siswa setelah mengerjakan
tes kemampuan Rigorous Mathematical Thinking (RMT).
Pedoman wawancara disusun oleh peneliti untuk dapat mengidentifikasi ide-ide dan pemahaman siswa dalam
menyelesaikan tes kemampuan Rigorous Mathematical
thinking (RMT). Pedoman wawancara ini dikonsultasikan dengan dosen validator.
3. Tes Kemampuan Spasial
Tes kemampuan spasial pada penelitian ini
menggunakan tes bakat spasial umum berdasarkan indikator kemampuan spasial (Bab II) untuk mengukur tingkat kemampuan spasial siswa. Pemberian tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan spasial siswa. Tes bakat spasial umum ini menyelidiki kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi pola dan makna dari sesuatu yang sekilas
tampak seperti informasi yang acak atau sangat kompleks44.
Hasil tes dapat mengungkap bagaimana baiknya seseorang membayangkan atau membentuk gambar-gambar mental dari objek-objek padat hanya dengan melihat rencana-rencana di atas kertas yang rata (flat paper plans), dan
bagaimana baiknya seseorang berpikir dalam tiga dimensi45.
Tes ini akan mengungkap kemampuan seseorang untuk melihat, membayangkan bentuk-bentuk dan permukaan-permukaan suatu objek yang telah selesai sebelum dibangun, hanya dengan melihat gambar-gambar yang akan digunakan sebagai penuntun.
Tes ini berisi 20 soal dengan alokasi waktu pengerjaan 60 menit. Instrumen tes divalidasi oleh 3 orang validator
44 Philip Carter, Tes IQ dan Bakat: Menilai Kemampuan, Penalaran Verbal, Numerik, dan Spasial Anda, (Jakarta: PT. Indeks, 2010), 28-29
39
dan kriteria kevalidannya adalah apabila 3 orang validator memberikan nilai minimal B. Validator dalam penelitian ini terdiri dari 2 dosen pendidikan matematika UIN Sunan Ampel Surabaya dan seorang psikolog. Setelah dilakukan validasi dan dinyatakan valid, maka tes kemampuan spasial tersebut layak diberikan kepada calon subjek penelitian. Soal tes kemampuan spasial ini dipergunakan untuk mengetahui profil kemampuan spasial siswa pada materi geometri ditinjau dari kemampuan matematika dan fungsi
kognitif Rigorous Mathematical thinking (RMT) dengan
mengacu pada kajian teori di BAB II.
4. Pedoman Wawancara Tes Kemampuan Spasial
Pedoman wawancara Tes kemampuan spasial
digunakan sebagai arahan dalam wawancara yang berisi butir-butir pertanyaan saat melakukan wawancara kepada subjek penelitian setelah mengerjakan tes kemampuan spasial. Pedoman wawancara disusun oleh peneliti untuk dapat mengidentifikasi ide-ide dan pemahaman siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan spasial berdasarkan unsur-unsur kemampuan spasial persepsi spasial, rotasi mental,
dan visualisasi spasial. Pedoman wawancara ini
dikonsultasikan dengan dosen validator. E. Tek nik Peng umpul an Da ta
Teknik pengumpulan data yang disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tes Tertulis
Tes tertulis dalam penelitian ini meliputi:
a. Tes kemampuan Rigorous Mathematical thinking
(RMT)
Tes kemampuan Rigorous Mathematical
thinking (RMT digunakan untuk mengetahui
tingkatan kemampuan Rigorous Mathematical
thinking (RMT) yang dimiliki oleh siswa. tes
kemampuan Rigorous Mathematical Thinking
(RMT) ini berupa 4 soal uraian yang mencakup tiga level fungsi kognitif yang diperlukan untuk berpikir
40
menit, kemudian dilakukan analisis terhadap jawaban dari siswa. Berdasarkan hasil jawaban siswa, dipilih beberapa siswa yang memenuhi kriteria RMT untuk kemudian dilakukan wawancara.
Hasil tes kemampuan Rigorous Mathematical
Thinking digunakan untuk memilih subjek penelitian.
b. Tes Kemampuan Spasial
Tes kemampuan spasial digunakan untuk mendapatkan data kemampuan spasial subjek penelitian. Tes ini berisi 20 soal dengan alokasi waktu pengerjaan 60 menit. Hasil analisis yang diperoleh digunakan untuk memperoleh gambaran atau profil kemampuan spasial siswa SMP pada materi geometri bangun ruang sisi datar ditinjau dari
kemampuan Rigorous Mathematical thinking.
2. Wawancara
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara berbasis tugas. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:
a. Wawancara tes kemampuan Rigorous Mathematical
thinking
Tujuan wawancara ini adalah untuk mendalami jawaban siswa setelah mengerjakan tes kemampuan Rigorous Mathematical thinking.
b. Wawancara tes kemampuan spasial
Tujuan wawancara ini adalah untuk mendalami jawaban siswa setelah mengerjakan tes kemampuan spasial.
Penelitian ini menggunakan triangulasi untuk
mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk