• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL ABSTRAKSI SISWA KELAS IX DITINJAU DARI KEMAMPUAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL ABSTRAKSI SISWA KELAS IX DITINJAU DARI KEMAMPUAN RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING

SKRIPSI

Oleh:

Tsuwaibatul Mukarromah

NIM. D74211066

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program

Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Tsuwaibatul Mukarromah

NIM. D74211066

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

RIGOROUS MATHEMATICAL THINKING

Oleh:

TSUWAIBATUL MUKARROMAH

ABSTRAK

Kemampuan abstraksi dalam pendidikan matematika merupakan kemampuan dalam memahami konsep matematis yang meliputi abstraksi sebagai proses juga hasil. Abstraksi dan Rigorous Mathematical Thinking sama-sama berkaitan erat dengan fungsi kognitif seorang siswa, sehingga penelitian ini ingin menggambarkan bagaimana kemampuan abstraksi siswa jika ditinjau dari kemampuan RMT yang dimiliknya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan profil abstraksi yang dimiliki siswa kelas IX yang berkemampuan level 1, 2, dan 3 dari fungsi kognitif RMT pada materi Geometri dimensi tiga. Pendeskripsian abstraksi ini lebih ditunjukkan pada atribut apa yang digunakan subjek ketika melakukan aktifitas-aktifitas abstraksi yang meliputi aktifitas mengenali, merangkai, dan mengkonstruk.

Kemampuan berpikir matematis rigor terdiri dari tiga tingkatan fungsi kognitif, yaitu level 1 (berpikir kualitatif), level 2 (berpikir kuantitatif), dan level 3 (berpikir relasional abstrak). Untuk penelitian ini, dari tiap level diambil dua siswa sebagai subjek penelitian yang dipilih dengan teknik purposive sampling berdasar pada tes berpikir matematis rigor yang dilakukan di kelas IX-A MTs Negeri Ponorogo. Selanjutnya, data abstraksi diambil dari subjek penelitian, dengan dua teknik, yaitu tes tertulis dan metode wawancara think aloud.

Penelitian ini menghasilkan gambaran bahwa siswa dari semua level Rigorous Mathematical Thinking cenderung menggunakan atribut rutin saat aktivitas mengenali dan saat menuliskan ciri-ciri bangun ruang. Siswa level 1 dan 2 cenderung mendefinisikan dengan tidak akurat, sedangkan level 3 cenderung kurang akurat. Aktifitas merangkai dan mengorganisir ciri yang sama tidak mampu dilakukan oleh siswa level 1. Merangkai ciri yang sama mampu dilakukan dengan cukup benar oleh siswa level 2, sedangkan siswa level 3 mampu namun kurang benar. Aktifitas mengkonstruk mampu dilakukan oleh siswa level 2 namun cenderung tidak benar, begitu juga untuk siswa level 3 mampu dan cenderung cukup benar.

(7)

ix

Halaman Judul ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persembahan ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Gambar ... xi

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

Pernyataan Keaslian Tulisan ... xv

Biodata Penulis ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Batasan Masalah ... 5

F. Definisi Operasional ... 6

G. Sistematika Pembahasan ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep ... 8

B. Abstraksi ... 9

C. Kemampuan Rigorous Mathematical Thinking ... 17

D. Geometri Dimensi Tiga ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 33

B. Subjek Penelitian ... 33

C. Instrumen Penenlitian ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Teknik Ananlisis Data ... 40

F. Prosedur Penelitian ... 44

(8)

x

2. Data Subjek RMT Level 2 (Berpikir Kuantitatif) ... 62 3. Data Subjek RMT Level 3 (Berpikir Relasional Abstrak) ... 82 C. Pembahasan

1. Profil Abstraksi Geometri Siswa Kelas IX Berkemampuan

RMT Level 1 (Berpikir Kualitatif) ... 100 2. Profil Abstraksi Geometri Siswa Kelas IX Berkemampuan

RMT Level 2 (Berpikir Kuantitatif) ... 102 3. Profil Abstraksi Geometri Siswa Kelas IX Berkemampuan

RMT Level 3 (Berpikir Relasional Abstrak) ... 104

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 105 B. Saran ... 106

(9)

xi

Gambar 2.1 Kemungkinan Skema Pertama ... 15

Gambar 2.2 Kemungkinan Skema Kedua ... 16

Gambar 2.3 Kemungkinan Skema Ketiga ... 16

Gambar 2.4 Contoh Soal RMT ... 23

Gambar 2.5 Skema Bangun-bangun Geometri... 28

Gambar 3.1 Alur Pemilihan Subjek Penelitian ... 34

Gambar 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 39

Gambar 4.1 Hasil Tes Abstraksi Subjek KL1 Butir Soal 1 ... 46

Gambar 4.2 Hasil Tes Abstraksi Subjek KL1 Butir Soal 2 ... 47

Gambar 4.3 Hasil Tes Abstraksi Subjek KL1 Butir Soal 3 ... 49

Gambar 4.4 Hasil Tes Abstraksi Subjek KL1 Butir Soal 4 ... 50

Gambar 4.5 Hasil Tes Abstraksi Subjek KL2 Butir Soal 1 ... 54

Gambar 4.6 Hasil Tes Abstraksi Subjek KL2 Butir Soal 2 ... 55

Gambar 4.7 Hasil Tes Abstraksi Subjek KL2 Butir Soal 3 ... 55

Gambar 4.8 Hasil Tes Abstraksi Subjek KL2 Butir Soal 4 ... 56

Gambar 4.9 Hasil Tes Abstraksi Subjek KL2 Butir Soal 5 ... 58

Gambar 4.10 Hasil Tes Abstraksi Subjek KL2 Butir Soal 7 ... 61

Gambar 4.11 Hasil Tes Abstraksi Subjek KN1 Butir Soal 1 ... 63

Gambar 4.12 Hasil Tes Abstraksi Subjek KN1 Butir Soal 2 ... 64

Gambar 4.13 Hasil Tes Abstraksi Subjek KN1 Butir Soal 3 ... 65

Gambar 4.14 Hasil Tes Abstraksi Subjek KN1 Butir Soal 4 ... 66

Gambar 4.15 Hasil Tes Abstraksi Subjek KN1 Butir Soal 5 ... 69

Gambar 4.16 Hasil Tes Abstraksi Subjek KN1 Butir Soal 7 ... 70

Gambar 4.17 Hasil Tes Abstraksi Subjek KN2 Butir Soal 1 ... 74

(10)

xii

Gambar 4.21 Hasil Tes Abstraksi Subjek KN2 Butir Soal 7 ... 79

Gambar 4.22 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA1 Butir Soal 1 ... 82

Gambar 4.23 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA1 Butir Soal 2 ... 83

Gambar 4.24 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA1 Butir Soal 3 ... 84

Gambar 4.25 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA1 Butir Soal 4 ... 84

Gambar 4.26 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA1 Butir Soal 5 ... 86

Gambar 4.27 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA1 Butir Soal 7 ... 88

Gambar 4.28 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA2 Butir Soal 1 ... 90

Gambar 4.29 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA2 Butir Soal 2 ... 91

Gambar 4.30 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA2 Butir Soal 3 ... 92

Gambar 4.31 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA2 Butir Soal 4 ... 93

Gambar 4.32 Hasil Tes Abstraksi Subjek RA2 Butir Soal 5 ... 94

(11)

xiii

Tabel 2.1 Fungsi Kognitif RMT ... 18

Tabel 2.2 Prinsip-prinsip dan Standar Matematika Sekolah NCTM Tahun 2000 ... 25

Tabel 2.3 Pengelompokan Bangun Ruang Menurut NCTM ... 27

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian... 38

Tabel 4.1 Kesimpulan Abstraksi Subjek KL1 ... 53

Tabel 4.2 Kesimpulan Abstraksi Subjek KL2 ... 62

Tabel 4.3 Kesimpulan Abstraksi Subjek KN1 ... 72

Tabel 4.4 Kesimpulan Abstraksi Subjek KN2 ... 81

Tabel 4.5 Kesimpulan Abstraksi Subjek RA1... 89

Tabel 4.6 Kesimpulan Abstraksi Subjek RA2... 98

Tabel 4.7 Profil Abstraksi Geometri Siswa Kelas IX Berkemampuan RMT Level 1 (Berpikir Kualitatif) ... 99

Tabel 4.8 Profil Abstraksi Geometri Siswa Kelas IX Berkemampuan RMT Level 2 (Berpikir Kuantitatif) ... 99

(12)

xiv

Lampiran 2 Lembar Validasi I Tes Rigorous Mathematical Thinking

Lampiran 3 Lembar Validasi II Tes Rigorous Mathematical Thinking

Lampiran 4 Naskah Tes Abstraksi Geometri

Lampiran 5 Lembar Validasi I Tes Abstraksi Geometri

Lampiran 6 Lembar Validasi II Tes Abstraksi Geometri

Lampiran 7 Pedoman Wawancara

Lampiran 8 Lembar Validasi I Pedoman Wawancara

Lampiran 9 Lembar Validasi II Pedoman Wawancara

Lampiran 10 Hasil Tes Rigorous Mathematical Thinking

Lampiran 11 Kisi-kisi Tes Rigorous Mathematical Thinking

Lampiran 12 Indikator Tes Rigorous Mathematical Thinking

Lampiran 13 Rubrik Penilaian Tes Rigorous Mathematical Thinking

Lampiran 14 Kisi-kisi Tes Abstrakasi Geometri

Lampiran 15 Transkrip Wawancara Subjek KL1

Lampiran 16 Transkrip Wawancara Subjek KL2

Lampiran 17 Transkrip Wawancara Subjek KN1

Lampiran 18 Transkrip Wawancara Subjek KN2

Lampiran 19 Transkrip Wawancara Subjek RA1

Lampiran 20 Transkrip Wawancara Subjek RA2

Lampiran 21 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 22 Surat Izin Penelitian

Lampiran 23 Surat Balasan Izin Penelitian

(13)

1

A. Latar Belakang

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 54 Tahun 2013 tentang standart lulusan dalam Dimensi Pengetahuan menyebutkan bahwa siswa harus memiliki pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian tampak mata. Sedangkan dalam Permendikbud no.64 tahun 2013 tingkat kompetensi 4a (muatan Matematika pada SMP/MTs) disebutkan bahwa beberapa kompetensi matematika untuk kelas IX diantaranya adalah menunjukkan sikap logis, kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah; dan memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan matematika dengan jelas. Hal ini sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 (Permendiknas No.68 Tahun 2013) yaitu untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Tujuan dari pendidikan ini memberikan keharusan bahwa siswa diharuskan memiliki multi kemampuan, salah satu kemampuan yang perlu dikuasai dalam matematika yang saat ini banyak dibahas adalah kemampuan abstraksi. Abstraksi pada matematika telah berkembang sangat pesat pada pertengahan abad XX.1 Abstraksi yang terdapat dalam materi pelajaran matematika dapat bermula dari suatu situasi tertentu, yang kemudian mampu dikenali ide-ide matematika dari situasi tersebut. Termasuk dalam kemampuan abstraksi ini adalah kemampuan membawa persoalan-persoalan yang ada ke dalam model-model matematika.

Selama beberapa tahun terakhir, para peneliti telah mengembangkan teori untuk menganalisis proses-proses abstraksi.

1

Mukhtar. Peningkatan Kemampuan Abstraksi dan Generalisasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metaphorical Thinking.

(14)

Para peneliti menganggap abstraksi sebagai aktivitas budaya yang mengarah kepada pembentukan makna baru ketika mengorganisasikan dan merestrukturisasi kembali pengetahuan matematika ke dalam struktur baru. Peretz menyatakan bahwa inti dari matematika yaitu abstraksi dan mengabstraksi konsep2.

Simbol-simbol matematika yang ada saat ini merupakan hasil dari proses abstraksi para matematikawan terdahulu. Maka tidaklah berlebihan jika matematika disebut sebagai ilmu yang abstrak. Abstrak sendiri dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang tidak berwujud atau sesuatu yang tidak berbentuk. Semua simbol-simbol yang ada dalam matematika memang tidak ditemukan dalam kehidupan nyata. Misalnya dalam hal ini lingkaran, definisi lingkaran dalam matematika adalah himpunan titik-titik (tempat kedudukan titik-titik) pada bidang datar yang berjarak sama ke sebuah titik tertentu3. Benda-benda seperti roda dan cincin bukan merupakan lingkaran, melainkan contoh benda yang mempunyai bentuk lingkaran.

Kemampuan abstraksi dalam pendidikan matematika merupakan kemampuan dalam memahami konsep matematis, yang meliputi abstraksi sebagai proses dan juga hasil. Konsep matematis yang dimaksudkan adalah pemahaman dalam sebuah permasalahan matematis atau dengan kata lain abstraksi dapat membangun situasi masalah. Operasi-operasi dalam matematika pun merupakan suatu abstraksi.

Bruner menggunakan pendekatan kognitif klasik pada definisi abstraksi. Ia membuat suatu model representasi abstraksi yang terdiri dari tiga tahap yaitu: enaktif, ikonik, dan simbolik4. Pada tahap enaktif, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan menggunakan benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata bagi para siswa. Pada tahap ikonik, para siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang menggunakan benda konkret atau nyata. Pada tahap simbolik, para siswa harus melewati

2

Ibid, 3.

3 Susanah, Geometri Analitika (Edisi Revisi), (Unesa University Press: Surabaya, 2011). 82. 4 N.N. Marsi, dkk. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan

(15)

suatu tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi.

Berbicara mengenai abstraksi, maka tidak dapat terlepas dari yang namanya fungsi kognitif. Dalam proses pemecahan masalah, mungkin dilakukan secara fisik, misal mengamati kenampakan objek atau karakteristik dari objek tersebut. Tetapi, siswa dituntut untuk menanggapinya secara mental melalui kemampuan berfikir, khususnya mengenai konsep, kaidah atau prinsip atas objek masalah dan pemecahannya. Ini berarti aktivitas dalam belajar terutama abstraksi membutuhkan keterlibatan mental yaitu aspek kognitif.

Kinard mendefinisikan fungsi kognitif sebagai sebuah proses mental yang memiliki makna khusus5. Definisi kognitif atau biasa disebut kognisi dapat dipandang sebagai kemampuan yang mencakup segala bentuk pengenalan, kesadaran, pengertian yang bersifat mental pada diri individu yang digunakan dalam interaksinya antara kemampuan potensial dengan lingkungan.6 Proses utama yang digolongkan di bawah istilah kognisi mencakup: mendeteksi, menafsirkan, mengelompokkan dan mengingat informasi, mengevaluasi gagasan, menyimpulkan prinsip dan kaidah, mengkhayal kemungkinan, menghasilkan strategi dan berfantasi.

Pada saat siswa berpikir untuk memecahkan suatu masalah, maka siswa tersebut sedang menggunakan fungsi kognitifnya. Dalam hal ini berarti, aktifitas berpikir matematis adalah aktifitas berpikir ketika menyelesaikan soal-soal atau masalah yang berkaitan dengan matematika. Kinard mengungkapkan bahwa berfikir matematis, yaitu mensintesis dan memanfaatkan proses kognitif, dapat meningkatkan level abstraksi, sehingga proses tersebut haruslah rigor.

Istilah rigor tidak terlepas dari tahap berpikir belajar geometri yang digagas oleh Van Hiele. Teori Van Hiele ini terdiri dari 5 level atau tahap yaitu, tahap 0 (visualisasi), tahap 1 (analisis), tahap

5

Istikhomah. Berfikir Matematis Rigor Level 1 Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri dalam Kompetensi Dasar Mengidentifikasi Sifat-sifat Bangun Datar. Ekivalen, (Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, 2012), 52.

6 Ernawulan Syaodih. Psikologi Perkembangan.pdf. diakses dari http://file.upi.edu, pada

(16)

2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi), dan tahap 4 (rigor). Tahap rigor merupakan tahap dimana siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi7. Tahap ke empat ini juga sering disebut sebagai tahap keakuratan atau tahap ketepatan. Sehingga di dalam belajar dan menyelesaikan matematika, perlu adanya ketepatan dan tentu saja berpikir matematis rigor untuk mencapai ketepatan atau keakuratan tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam pembelajaran matematika perlu diperhatikan level berpikir matematis rigor atau

Rigorous Mathematical Thinking (RMT) setiap siswa. Dalam paradigma RMT yang spesifik, proses kognitif yang terdefinisikan dengan baik membawa kepada prosedur dan operasi matematika. RMT dan abstraksi sama-sama memiliki hubungan dengan fungsi kognitif. Unsur-unsur dari kedua hal tersebut ada dalam fungsi kognitif, sehingga sangat memungkinkan untuk mengetahui keterkaitan antar keduanya. Berdasarkan hal tersebut, maka penyusun melakukan penelitian yang berjudul “Profil Abstraksi Siswa Kelas IX Ditinjau dari Kemampuan Rigorous Mathematical Thinking”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalahnya adalah,

1. Bagaimana profil abstraksi siswa kelas IX yang berkemampuan level 1 (berpikir kualitatif) dari fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking pada materi Geometri dimensi tiga? 2. Bagaimana profil abstraksi siswa kelas IX yang berkemampuan

level 2 (berpikir kuantitatif dengan ketelitian) dari fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking pada materi Geometri dimensi tiga?

3. Bagaimana profil abstraksi siswa kelas IX yang berkemampuan level 3 (berpikir relasional abstrak) dari fungsi kognitif

Rigorous Mathematical Thinking pada materi Geometri

dimensi tiga?

7Abdussakir, “Pembelajaran Geometri Sesuai Teori Van Hiele”, El

(17)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah,

1. Mendeskripsikan profil abstraksi siswa kelas IX yang berkemampuan level 1 (berpikir kualitatif) dari fungsi kognitif

Rigorous Mathematical Thinking pada materi Geometri

dimensi tiga.

2. Mendeskripsikan profil abstraksi siswa kelas IX yang berkemampuan level 2 (berpikir kuantitatif dengan ketelitian) dari fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking pada materi Geometri dimensi tiga.

3. Mendeskripasikan profil abstraksi siswa kelas IX yang berkemampuan level 3 (berpikir relasional abstrak) dari fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking pada materi Geometri dimensi tiga.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu, khususnya dalam bidang pendidikan mengenai abstraksi siswa pada materi Geometri dimensi tiga dan kemampuan Rigorous Mathematical Thinking siswa kelas IX.

2. Manfaat praktis dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada pihak sekolah mengenai profil abstraksi siswanya pada materi Geometri dimensi tiga sehingga dapat memberikan pembinaan lebih lanjut untuk kemampuan yang lebih baik lagi.

3. Bagi penulis dan pembaca diharapkan dari hasil penelitian ini mampu memberikan pengetahuan mengenai profil abstraksi siswa pada materi Geometri dimensi tiga ditinjau dari kemampuan Rigorous Mathematical Thinking yang dimilikinya.

E. Batasan Masalah

(18)

F. Definisi Operasional 1. Abstraksi

Abstraksi adalah hasil dan proses dimana seseorang menyadari adanya kesamaan diantara perbedaan-perbedaan yang ada, kemudian mampu mengkonstruksikannya ke dalam suatu objek, untuk selanjutnya disebut sebagai konsep.

2. Profil Abstraksi

Profil abstraksi ialah gambaran alami hasil dan proses dimana seseorang menyadari adanya kesamaan diantara perbedaan-perbedaan yang ada, kemudian mampu mengkonstruksikannya kedalam suatu objek, untuk selanjutnya disebut sebagai konsep. Gambaran dapat berbentuk diagram, gambar, grafik, atau skema.

3. Kemampuan Rigorous Mathematical Thinking

Rigorous Mathematical Thinking atau RMT didefinisikan

sebagai perpaduan dan pemanfaatan operasi mental untuk: memperoleh pengetahuan tentang pola dan hubungan; menerapkan peralatan dan skema yang diperoleh secara kultural untuk menguraikan pengetahuan tersebut bagi organisasinya, korelasinya, teknik mengarangnya dan representasi abstraknya untuk membentuk pemahaman dan pengertian; merencanakan penggunaan ide-ide tersebut untuk memfasilitasi penyelesaian masalah dan penurunan pengetahuan baru dalam berbagai konteks dan bidang aktivitas manusia; serta melakukan pemeriksaan kritis, analisis, instropeksi dan pemantauan struktur, operasi dan proses RMT untuk pemahaman dirinya dan integritas intrinsiknya.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, definisi operasional, dan sistematika penelitian.

(19)

kemampuan, contoh soal untuk mengukur kemampuan Rigorous Mathematical Thinking,

geometri dimensi tiga, definisi dari berbagai macam bangun ruang oleh beberapa ahli/sumber, dan kemungkinan atribut yang digunakan siswa ketika melakukan abstraksi pada materi dimensi tiga. Bab 3 : Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian,

subjek penelitian beserta alur pemilihannya, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan prosedur penelitian. Bab 4 : Deskripsi, analisis data, dan pembahasan berisi

tentang hasil tes kemampuan berpikir matematis rigor, deskripsi dan analisis data, serta pembahasan. Bab 5 : Simpulan dan saran berisi tentang simpulan dari

(20)

8

A. Konsep

Belajar matematika bukanlah semata menghitung dan menghafal rumus. Pembelajaran matematika yang baik akan lebih menekankan pada bagaimana siswa memahami konsep-konsep matematika dengan baik, karena siswa yang memahami konsep akan mampu mengeneralisasikan pengetahuannya.1

Para ahli psikologi menyadari pentingnya konsep, namun memang belum ada suatu definisi yang tepat untuk menggambarkan makna konsep. Definisi-definisi yang diberikan dalam kamus, seperti “sesuatu yang diterima dalam pikiran” atau

“suatu ide yang umum dan abstrak” terlalu luas untuk digunakan.2

Rosser berpendapat bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama.3

Terhadap suatu hal, orang mengalami stimulus yang berbeda-beda dan membentuk konsep sesuai dengan cara tertentu. Karena konsep itu adalah abstraksi-abstraksi yang berdasarkan pengalaman dan tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang persis sama, konsep yang dibentuk orang mungkin berbeda juga. Walaupun konsep kita berbeda, konsep itu cukup serupa bagi kita untuk dapat berkomunikasi dengan menggunakan nama-nama yang kita berikan pada konsep-konsep itu yang telah kita terima bersama. Menurut Dahar, untuk memahami konsep perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:4

1. Nama konsep

Pemberian nama sebagai simbol arbitrar (sembarang) untuk sebuah konsep dimaksudkan untuk mempermudah dalam mengkomunikasikannya. Dengan menyetujui nama konsep, maka orang dapat berkomunikasi tentang konsep tersebut. 2. Atribut konsep

1Eka Ratna Juwita., Skripsi: “Profil Abstraksi Siswa dalam Mengkonstruk Hubungan

Antar Segitiga”. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012), 16.

2 Ratna Wilis Dahar. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Erlangga, 2011), 62. 3 Ibid., 63.

4

(21)

Atribut konsep merupakan ciri-ciri konsep yang diperlukan untuk membedakan contoh dan non contoh konsep.

3. Definisi

Definisi merupakan ungkapan untuk membatasi suatu konsep. Dengan adanya definisi, orang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambang dari konsep yang didefinisikan, sehingga semakin jelas apa yang dimaksud dengan suatu konsep tertentu.

4. Contoh dan non contoh

Dengan membuat daftar atribut-atribut suatu konsep, pengembangan konsep dapat diperlancar. Untuk mempermudah siswa dalam memahami konsep, hendaklah contoh konsep dipasangkan dengan noncontoh konsep. Dengan memperhatikan contoh dan noncontoh konsep, siswa dapat memahami arti konsep melalui pengalamannya. Bagi guru, hal terpenting adalah bagaimana dapat menyediakan contoh dan non contoh konsep yang relevan, cukup dan bervariasi.

B. Abstraksi

Abstraksi telah banyak dituliskan oleh para ahli matematika. Namun penelitian mengenai hal ini masih sangat sedikit. Di dalam indeks buku-buku teks matematika pun masih sangat sulit didapat. Berikut beberapa pernyataan ahli matematika.

1. Skemp menyatakan bahwa, “Abstracting is an activity by which

we become aware of similarities … among our experiences.

Classifying means collecting together our experiences on the basis of these similarities. An abstraction is some kind of lasting change, the result of abstracting, which enables us to recognise new experiences as having the similarities of an

already formed class. … to distinguish between abstracting as

an activity and abstraction as its end-product, we shall … call the latter a concept.”5.

Pernyataan tersebut dalam Bahasa Indonesia kurang lebih bermakna, “proses abstraksi adalah suatu aktivitas ketika

(22)

seseorang menjadi peka terhadap karakteristik yang sama dalam pengalaman-pengalaman yang diperolehnya, kemudian kesamaan karakteristik tersebut dijadikan dasar untuk melakukan sebuah klasifikasi sehingga seseorang dapat mengenali suatu pengalaman baru dengan cara membandingkannya terhadap kelas yang sudah terbentuk dalam pikirannya terlebih dahulu. Untuk membedakan abstraksi sebagai suatu aktifitas dan abstraksi sebagai hasil akhir, maka untuk selanjutnya abstraksi sebagai hasil akhir disebut dengan konsep”.

2. Secara definitif, dalam Encarta Encyclopedia, pengertian abstrak adalah “(1) not relating to concrete but expressing something that can only be appreciated intellectually; (2) not aiming to depict an object but composed with the focus on internal structure and form”. (1) tidak berhubungan langsung

dengan objek, tetapi sesuatu yang hanya dapat diekspresikan dengan argumentasi / apresiasi yang beralasan. (2) tidak mengarahkan untuk melukiskan suatu objek terfokus pada struktur internal objek.6

3. Gray & Tall berpendapat bahwa abstraksi adalah proses penggambaran situasi tertentu ke dalam suatu konsep yang dapat dipikirkan melalui sebuah konstruksi7.

4. Cooney menyatakan bahwa proses berabstraksi terjadi pada saat seseorang menyadari adanya kesamaan diantara perbedaan-perbedaan yang ada.8

5. Soedjadi mengemukakan bahwa suatu abstraksi terjadi bila kita

memandang beberapa objek kemudian kita “gugurkan” ciri-ciri

atau sifat-sifat objek itu yang dianggap tidak penting atau tidak diperlukan, dan akhirnya hanya diperhatikan atau diambil sifat penting yang dimiliki bersama.9

6 Joko Wilis Putro. Pentingnya Kemampuan Berpikir Abstrak Dalam Belajar. On line. Di

akses pada 21 Maret 2015. www.suarakumandang.com/2012/07/10.

7 N.N. Marsi, dkk. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif TIPE STAD dan Kemampuan Abstrasksi Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa. E-Journal. Vol.4 Tahun 2014 (Program Studi Teknologi Pembelajaran, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 2014), 4.

8 Ibid., 4.

9 Soedjadi. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. (Surabaya: Departemen Pendidikan

(23)

6. Mega Teguh Budiarto memberikan pengertian bahwa abstraksi merupakan gambaran alami tentang aktivitas mengorganisasi vertical konsep matematika yang telah dikonstruksi sebelumnya menjadi sebuah struktur matematika baru, gambaran alami dapat berupa gambar, skema atau grafik.10 Aktivitas abstraksi yang digunakan dalam abstraksi ialah mengenali, merangkai, dan mengkonstruksi.11

Pernyataan-pernyataan di atas memang berbeda-beda, untuk penelitian ini diambil kesimpulan bahwa abstraksi merupakan aktivitas atau kemampuan menemukan kesamaan dari perbedaan-perbedaan yang kemudian mampu mengkonstruksikannya ke dalam suatu objek, untuk selanjutnya disebut sebagai konsep. Konsep baru dapat dituangkan dalam gambaran alami berupa gambar, skema, atau grafik. Aktivitasnya meliputi:

1. Mengenali berarti mengidentifikasi suatu struktur matematika yang telah ada sebelumnya baik pada aktivitas yang sama atau aktivitas sebelumnya. Pengenalan terhadap suatu struktur matematika yang sudah pernah dipelajari, terjadi ketika seorang siswa menyadari bahwa suatu struktur yang telah dikonstruksinya dan mungkin telah digunakan sebelumnya, sesuai dengan sesuatu situasi matematika yang diberikan. Contoh untuk aktivitas ini, siswa diberikan beberapa model belah ketupat, ia mengenali perbedaan beberapa model belah ketupat. Aribut yang digunakan untuk membedakan ialah panjang sisi dan besar sudut. Ia mengenali ciri yang sama dari beberapa model belah ketupat yaitu mempunyai empat sisi, dua sisi yang berhadapan sejajar dan sama, keempat sisinya sama, mempunyai dua sumbu simetri, mempunyai simetri putar tingkat dua dan dua diagonalnya saling tegak lurus.

2. Merangkai memiliki konotasi aplikasi yaitu menggunakan pengetahuan terstruktur untuk dirangkai menjadi kemungkinan penyelesaian dari masalah yang diberikan. Merangkai ialah mengkombinasikan unsur structural untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengetahuan yang digunakan pada

10Mega Teguh Budiarto, Disertasi: “Profil Abstraksi Siswa dalam Mengkonstruk

Hubungan Antar Segiempat”. (Surabaya: Unesa, 2006), 9.

11

(24)

aktivitas merangkai adalah mengenali ciri suatu bangun dan definisi dari bangun tersebut.

Contoh untuk aktivitas ini, siswa mengenali ciri belah ketupat yaitu mempunyai empat sisi, dua sisi yang berhadapan sejajar dan sama, keempat sisinya sama, mempunyai dua sumbu simetri, mempunyai simetri putar tingkat dua dan dua diagonalnya saling tegak lurus. Ia juga mengenali ciri persegi yaitu mempunyai empat sisi, dua pasang sisi yang berhadapan sejajar dan sama, keempat sudut siku-siku dan diagonalnya saling tegak lurus. Ia merangkai ciri belah ketupat yang dimiliki persegi yaitu dua pasang sisi yang berhadapan sejajar dan sama, serta diagonal saling tegak lurus dan juga ciri persegi yang tidak dimiliki belah ketupat yaitu keempat sudut siku-siku. 3. Mengkonstruksi adalah mengorganisasi ciri yang dimiliki objek

menjadi struktur baru yang belum dimiliki.

Contoh dalam aktivitas ini, siswa diberikan model persegi dan belah ketupat. Ia mengenali ciri belah ketupat yaitu mempunyai empat sisi, dua sisi yang berhadapan sejajar dan sama, keempat sisinya sama, mempunyai dua sumbu simetri, mempunyai simetri putar tingkat dua dan dua diagonalnya saling tegak lurus. Ia juga mengenali ciri persegi yaitu mempunyai empat sisi, dua pasang sisi yang berhadapan sejajar dan sama, keempat sudut siku-siku dan diagonalnya saling tegak lurus. Ia merangkai, jika ciri belah ketupat ditambah ciri “sisinya sama panjang”, maka ciri tersebut merupakan ciri persegi. Ia juga mengkonstruksi himpunan persegi adalah himpunan bagian dari belah ketupat.

Proses abstraksi yang berlangsung dengan beberapa aktivitas tersebut di atas dilakukan siswa dengan menggunakan atribut atau ciri-ciri yang dimiliki oleh objek. Atribut ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu atribut rutin, atribut nonrutin, dan atribut tak bermakna. Berikut penjelasannya:12

1. Atribut rutin yaitu atribut yang lazim dipelajari di sekolah pada permulaan membangun pengertian suatu konsep.

2. Atribut non rutin yaitu atribut yang tidak lazim dipelajari di sekolah pada permulaan membangun pengertian konsep.

12

(25)

3. Atribut tak bermakna, yaitu atribut yang tidak dapat digunakan sebagai perrmulaan membangun awal pengertian konsep.

Penelitian ini akan mendeskripsikan profil abstraksi siswa sebagai proses bagaimana siswa mengenali bentuk-bentuk geometri berdimensi tiga atau bangun ruang, ciri-ciri dan pengertian bangun ruang, merangkai ciri-ciri yang dimiliki oleh beberapa bangun ruang untuk mengkonstruksi hubungan antar bangun ruang tersebut.

Untuk mengobservasi abstraksi tersebut digunakan mengenali, merangkai, dan mengkonstruk13. Aksi mengkonstruksi tidak hanya mengikuti mengenali dan merangkai dalam bentuk linier, tetapi serentak memerlukan mengenali, merangkai, dan mengkonstruk14. Hubungan antara aksi-aksi ini secara alamiah menimbulkan sebuah model abstraksi dimana seseorang dapat mengidentifikasi mekanisme umum. Konstruksi sebuah struktur baru didasarkan pada mengenali dan merangkai sebagai upaya pertama dalam mengidentifikasi mekanisme umum.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam aktivitas abstraksi ini dimungkinkan adanya penggunaan atribut-atribut rutin, nonrutin, ataupun atribut-atribut-atribut-atribut tak bermakna. Berikut penjelasan mengenai indikator untuk mengenali tiap aktivitas abstraksi siswa yang digunakan dalam penelitian ini. 1. Profil aktivitas mengenali bangun ruang

Pada aktivitas ini, siswa telah mampu mengelompokkan bangun ruang. Atribut yang mungkin digunakan adalah: a. Atribut rutinnya adalah panjang rusuk, jenis bidang sisi dan

alas, luas bidang sisi dan alas, dan banyak bidang sisi. b. Atribut non rutin adalah sumbu simetri, simetri putar, besar

sudut, dan ukuran bangun.

c. Atribut tak bermakna adalah rumah, gunung, dan kaleng susu.

2. Profil merangkai ciri-ciri yang sama dari beberapa bangun ruang

Pada aktivitas ini siswa telah mampu:

a. Menyebutkan ciri-ciri bangun ruang dari masing-masing kelompok

13 Ibid, 24 14

(26)

b. Mendefinisikan dari masing-masing kelompok bangun ruang

c. Merangkai ciri-ciri yang sama dari setiap kelompok bangun ruang.

Atribut yang mungkin digunakan adalah:

a. Atribut rutinnya adalah panjang rusuk, jenis bidang sisi dan alas, luas bidang sisi dan alas, dan banyak bidang sisi. b. Atribut non rutinnya adalah sumbu simetri, simetri putar,

besar sudut, dan ukuran bangun.

c. Atribut tak bermaknanya adalah rumah, gunung, dan kaleng susu.

3. Profil mengkonstruksi pengertian dan hubungan antar bangun ruang

Pada aktivitas ini siswa telah mampu menggunakan ciri-ciri atau atribut-atribut pada proses mengenali dan merangkai untuk membangun atau menghasilkan suatu konsep baru.

Contoh:

Aktivitas mengenali bangun ruang dilakukan dengan siswa diberikan beberapa model dari bangun ruang, ia mampu untuk mengelompokkan berdasarkan kesamaan-kesamaan yang dimilikinya dari beberapa model bangun ruang itu. Sedangkan pertimbangan atau atribut yang digunakan untuk mengelompokkannya adalah panjang rusuk, jenis sisi, jenis alas ataupun tutup, jumlah titik sudut, dan sebagainya.

Aktivitas merangkai ciri-ciri yang sama dari beberapa model bangun ruang ditandai dengan siswa mengetahui ciri dari tabung yaitu dua sisi berupa lingkaran yang kongruen dan sejajar yang selanjutnya disebut sebagai alas, mempunyai garis-garis penghubung titik-titik bersesuaian pada dua alas sejajar tersebut15. Ia juga mengenali ciri prisma segiempat yaitu dua sisi berupa segiempat yang kongruen dan sejajar yang selanjutnya disebut sebagai alas, mempunyai sisi yang bersesuaian menghubungkan dua alas sejajar tersebut sehingga berupa empat buah segiempat.16 Siswa mendefinisikan pengertian tabung sebagai bangun ruang

15John A. Van de Walle, “Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2”,

diterjemahkan oleh Suryono, (Jakarta: Erlangga, 2008), 165.

16

(27)

yang memiliki alas berupa lingkaran yang kongruen dan sejajar, sedangkan prisma segiempat adalah bangun ruang yang memiliki alas berupa segiempat sejajar dan kongruen. Dari ciri-ciri dan definisi yang diberikan tersebut siswa dapat mengetahui bahwa ciri yang sama dari kedua bangun ruang tersebut adalah sama-sama mempunyai dua alas yang sejajar dan kongruen.

Aktivitas mengkonstruk hubungan antar bangun ruang dilakukan siswa dengan membuat konstruk atau skema berdasar kesamaan dari pengertian maupun ciri dari kedua bangun ruang tersebut, sehingga diketahui bahwa prisma segiempat termasuk dalam tabung, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama memiliki dua alas sejajar dan kongruen.

Hubungan yang mungkin dibuat oleh siswa adalah:

a.

Kemungkinan pertama17,

17 John A. Van de Walle, “Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2”,

diterjemahkan oleh Suryono, (Jakarta: Erlangga, 2008), 150. Bangun

Polihedron

(sisi banyak)

Tabung/Silinder

(dua sisi sebagai alas sejajar dan

kongruen)

Kerucut

(dengan satu sisi dan satu titik sudut di luar sisi tersebut)

Prisma

(Sisi berupa polygon)

Prisma Persegi Panjang

(Sisi berupa persegi panjang)

Kubus

(Sisi berupa persegi)

Pyramid/Limas

(Alas berupa polygon )

Bola

(tanpa rusuk dan titik sudut)

Kerucut lingkar

(Alas berupa lingkaran)

Silinder tegak

(Unsurnya tegak terhadap alas)

(28)

b. Kemungkinan kedua18,

c.

Kemungkinan ketiga19

18Ahsanul In’am, Pengantar Geometri, (Malang: UMM Press, 2003), 9. 19

Susanah & Hartono, Geometri, (Unesa University Press, 2004), 176-237.

Paralelepipedum Elipsoida

Parabola

Bangun Ruang

Limas Prisma Tabung Bola

Kerucut Balok

Kubus

Beraturan Sebarang

Gambar 2.2 Kemungkinan Skema Kedua

Bangun Ruang

Limas

(dengan satu alas dan satu titik puncak)

Prisma

(dengan dua alas sejajar dan kongruen)

Bola

(bersisi lengkung)

Kerucut

(alas lingkaran)

Limas segi-n

(alas segi-n)

Kubus

(semua sisi berupa persegi)

Tabung

(alas lingkaran)

Balok

(alas persegi panjang)

Prisma segi-n

(alas segi-n)

(29)

C. Kemampuan Rigorous Mathematical Thinking

Teori Rigorous mathematical thinking (RMT) atau berpikir matematis rigor pertama kali dicetuskan oleh James T. Kinard pada tahun 2000. Teori ini dibangun berdasar pada dua teori utama, yaitu Teori Psikologi Vygotski dan Teori Belajar Feuerstein.20

Dalam paradigma RMT yang spesifik, proses kognitif yang terdefinisikan dengan baik membawa kepada prosedur dan operasi matematika. Alat-alat kognitif yang spesifik secara matematis, melalui hubungan-hubungan fungsi atau susunannya, mengorganisir dan mengintegrasikan penggunaan operasi matematika dan proses-proses untuk membangun pemahaman konsep matematis secara sistematis.21

Rigorous Mathematical Thinking atau RMT didefinisikan sebagai perpaduan dan pemanfaatan operasi mental untuk: 22 a. Memperoleh pengetahuan tentang pola dan hubungan;

b. Menerapkan peralatan dan skema yang diperoleh secara kultural untuk menguraikan pengetahuan tersebut bagi organisasinya, korelasinya, teknik mengarangnya dan representasi abstraknya untuk membentuk pemahaman dan pengertian;

c. Merencanakan penggunaan ide-ide tersebut untuk memfasilitasi penyelesaian masalah dan penurunan pengetahuan baru dalam berbagai konteks dan bidang aktivitas manusia; serta

d. Melakukan pemeriksaan kritis, analisis, instropeksi dan pemantauan struktur, operasi dan proses RMT untuk pemahaman dirinya dan integritas intrinsiknya.

Proses berpikir matematis rigor adalah langkah-langkah berpikir individu dalam kegiatan matematik atau dalam menyelesaikan tugas matematik yang melibatkan penggunaan beberapa fungsi kognitif matematis. Fungsi kognitif matematis ini dapat dikategorikan dalam tiga level, yaitu level berpikir kualitatif,

20 James.T Kinard & Alex Konzulin. Rigorous Mathematical Thinking: Conceptual Formation in The Mathematics Classroom. (Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 2.

21 Ibid., 3.

(30)
[image:30.420.66.396.146.461.2]

level berpikir kuantitatif, dan level berpikir relasional abstrak.23 Ketiga level fungsi kognitif itu secara bersama-sama mendefinisikan proses mental dari ketrampilan kognitif umum ke fungsi kognitif matematis khusus tingkat lebih tinggi. Berikut disajikan tabel mengenai level fungsi kognitif RMT yang dituliskan Kinard,24

Tabel 2.1 Fungsi Kognitif RMT

Fungsi kognitif Keterangan Simbol

Level 1 Fungsi Kognitif Berfikir Kualitatif

Pelabelan-visualisasi (

labelling-visualizing)

Memberi suatu nama bangun berdasarkan atribut kritisnya (misalnya simbol sejajar, sama panjang, siku-siku) ketika

menkonstruk gambar (bangun) dalam pikiran atau menghasilkan konstruk yang terinternalisasi dari sebuah objek yang namanya diberikan.

A-1

Pembandingan (comparing)

mencari persamaan dan perbedaan (dalam hal ciri atau atribut kritisnya) antara dua atau lebih objek.

A-2

Pencarian secara sistematis untuk mengumpulkan dan melengkapi

informasi (searching systematically to gather clear and complete information)

memperhatikan (misal gambar) dengan seksama, terorganisir, dan penuh rencana untuk mengumpulkan dan melengkapi informasi.

A-3

23Arie Mangestoe Juani, Thesis: “Proses Berpikir Matematis Rigor Siswa Sma Kelas XII IPA Dalam Menyelesaikan Masalah Luas Daerah Ditinjau Dari Gaya Kognitif”.

(Surabaya: UNESA, 2013), 11.

(31)

Penggunaan lebih dari satu sumber informasi (using more than one source of information)

bekerja secara mental dengan lebih dari satu konsep pada saat yang sama (warna, ukuran, bentuk atau situasi dari berbagai sudut pandang) atau menguji situasi dari berbagai sudut pandang. A-4 Penyandian-pemecahan kode ( Encoding-Decoding)

memaknai (objek) ke dalam kode/simbol dan mengartikan suatu kode/simbol suatu objek.

A-5

Level 2 Fungsi Kognitif Berpikir Kuantitatif dengan Ketelitian

Pengawetan ketetapan (Conserving constancy)

mengidentifikasi dan menjelaskan apa yang tetap sama dalam hal atribut, konsep atau hubungan ketika yang lainnya berubah.

B-1

Pengukuran ruang dan hubungan spasial (Quantifying space

and spatial

relationships)

menggunakan referensi internal / eksternal sebagai panduan atau panduan terpadu untuk mengatur, menganalisis, membantu

mengartikulasikan, dan mengukur

perbedaan, representasi ruang dan hubungan spasial berdasarkan hubungan keseluruhan ke sebagian.

B-2

Pengukuran waktu dan pengukuran tempat (Quantifying time and temporal relationships)

Menetapkan referensi untuk

mengkategorikan, mengukur, dan waktu dan hubungan temporal berdasarkan hubungan keseluruhan ke sebagian.

B-3

Penganalisisan (analyzing)

memecahkan keseluruhan atau menguraikan kuantitas ke dalam atribut kritis atau susunannya.

B-4

Pengintegrasian (integrating)

membangun keseluruhan dengan

menggabungkan bagian-bagian atau atribut kritisnya, atau menyusun sebuah kuantitas dengan menggabungkan kuantitas lainnya secara bersama.

B-5

Penggeneralisasian (Generalizing)

mengamati dan menggambarkan sifat suatu objek tanpa merujuk ke rincian khusus ataupun atribut kritisnya

(32)

Ketelitian (Being precise)

menyimpulkan/ memutuskan dengan fokus dan tepat

B-7

Level 3 Fungsi Kognitif Berpikir Relasional Abstrak Pengaktifan

pengetahuan matematika sebelumnya (Activatingprior mathematically related knowledge)

menghimpun pengetahuan sebelumnya untuk menghubungkan dan menyesuaikan aspek yang sedang dipikirkan dengan aspek pengalaman sebelumnya.

C-1

Penyediaan dan pelafalan bukti matematika logis (providing and articulating

mathematical logical evidence)

memberikan rincian pendukung, petunjuk, dan bukti yang masuk akal untuk

membuktikan kebenaran suatu pernyataan, hipotesis, ataupun dugaan;

membangun dugaan, pertanyaan, pencarian jawaban, dan mengkomunikasikan

penjelasan yang sesuai dengan aturan matematika dan memastikan kekonsistenan yang logis.

C-2

Pendefinisian masalah (defining the problem)

mencermati masalah dengan menganalisis dan melihat hubungan untuk mengetahui secara tepat apa yang harus dilakukan secara matematis.

C-3

Berpikir inferensial – hipotesis (Inferential - Hypothetical thinking)

Membentuk proposisi matematika atau dugaan dan mencari bukti matematis untuk mendukung atau menyangkal proposisi atau dugaannya tersebut; mengembangkan generalisasi dan bukti yang valid

berdasarkan sejumlah kejadian matematika.

C-4

Pemroyeksian dan perestrukturisasian hubungan

(Projecting and restructuring relationships)

membuat hubungan antara objek atau kejadian yang tampak dan membangun kembali keberadaan hubungan antara objek atau kejadian untuk memecahkan masalah baru.

(33)

Pembentukan hubungan kuantitatif proporsional (forming proportional quantitative relationships)

menetapkan hubungan kuantitatif yang menghubungkan konsep A dan konsep B atau antara konsep yang sama dalam dua konteks yang berbeda dengan menentukan beberapa banyaknya konsep A dan hubungannya dengan konsep B serta tes hipotesis untuk mengetahui jumlah kelipatan dari nilai asli A dan nilai penyesuaian dari B akan menjadi hasil dari kelipatan yang sama dari nilai asli B.

C-6

Pembentukan sebuah hubungan fungsional (Forming a

functional relationship)

Membentuk hubungan antara dua atau lebih hal yang merubah nilai mereka, sedemikian rupa perubahan bentuk jaringan atau kerja sama didalam sebuah cara yang saling bergantung atau berkaitan.

C-7

Pembentukan sebuah unit hubungan fungsional (Forming a unit functional relationship)

Membuat sebuah hubungan antara

perubahan dalam jumlah variabel dependent yang dihasilkan oleh sebuah unit perubahan dalam jumlah untuk variabel independen yang didefinisikan oleh hubungan fungsional antara dua variabel terekspresikan dalam fungsi matematika atau persamaan aljabar.

C-8

Berpikir induktif - deduktif matematis

(mathematical inductif - deductive thinking)

mengambil aspek dari berbagai rincian matematis yang diberikan untuk membentuk pola, mengkategorikan ke dalam hubungan atribut yang umum dan mengatur hasilnya untuk membentuk aturan matematika umum, berprinsip, rumus, panduan atau menerapkan aturan umum atau rumus untuk situasi khusus atau detail keadaan yang

berhubungan hanya dengan aturan dalam kepemilikan jenis atribut dan atau kebiasaan yang ditunjukkan dengan aturan.

(34)

Berpikir analogik matematis (mathematical analogical thinking)

Menganalisa struktur yang dipahami dengan baik dan sebuah operasi matematika yang baru, prinsip, atau masalah, membentuk aspek relasional dari masing-masing komponen struktur secara terpisah,

memetakan situasi hubungan untuk struktur yang baru, dan menggunakan pengetahuan seseorang tentang situasi yang telah dipahami dengan baik bersama dengan pemetaan untuk memahami konstruk dan wawasan mengenai situasi baru.

C-10

Berpikir silogistik matematis (mathematical syllogistic thinking)

Menggunakan hubungan yang terbentuk antara objek A dan B yang dinyatakan dalam proporsisi matematika bersama dengan hubungan yang dibentuk antara objek A dan C yang dinyatakan dalam sebuah proporsisi matematika kedua, untuk kemudian disimpulkan secara logis sebuah hubungan yang tidak diketahui sebelumnya antara objek B dan C.

C-11 Berpikir relasional transitif matematis (mathematical transitive relational thinking)

mempertimbangkan proposisi matematika yang menyajikan sebuah hubungan terurut secara kuantitatif (>, <, =, dsb.) antara dua objek matematika A dan B, dengan proposisi matematika kedua yang menyajikan

hubungan terurut secara kuantitatif antara objek matematis A dan C dan kemudian terlibat dalam sebuah pemikiran deduktif inferensial untuk menyimpulkan secara logis hubungan terurut secara kuantitatif antara B dan C. C-12 Penjabaran aktivitas matematika melalui kategori kognitif (elaborating mathematical activity through cognitive categories)

Merefleksikan dan menganalisis aktivitas matematika dan menemukan, menandai, dan mengartikulasi, secara lisan dan tertulis, menggaris bawahi dasar-dasar dan konsep-konsep matematis menggunakan bahasa matematis dan fungsi kognitif.

(35)

Level pertama fungsi kognitif umum membutuhkan kemampuan berpikir kualitatif dalam persetujuan dengan apapun isi atau tugasnya. Level kedua fungsi kognitif memerlukan kemampuan berpikir kuantitatif dan ketelitian. Level ketiga fungsi kognitif menghubungkan proses mengenai kuantitas dan ketelitian kedalam sebuah logika unik dan men-generalisasi-kan kemampuan berpikir relasional abstrak dibutuhkan kespesifikan untuk kultur matematika.

Berikut contoh soal matematika yang digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan rigorous mathematical thinking.25

Soal 1 : Perhatikan kedua gambar bangun berikut ini!

Berdasarkan ciri yang dimiliki oleh kedua gambar bangun diatas; a) Menurut pendapat kamu, disebut apakah bangun geometri

yang ada di gambar 1?

b) Menurut pendapat kamu, disebut apakah bangun geometri yang ada di gambar 2?

c) Apakah ada ciri-ciri yang sama dari kedua bangun di atas? Jelaskan jawaban kamu!

Soal 2 : Bolehkah persegi disebut persegi panjang? - Jika boleh, berikan alasannya.

-

Jika tidak, mengapa?

25 Harina Fitriyani. Identifikasi Kemampuan Berpikir Matematis Rigor Sisiwa SMP Berkemampuan Matematika Sedang dalam Menyelesaikan Soal Matematika. (Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan

[image:35.420.73.349.148.423.2]

tema “Matematika dan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran”, Yogyakarta, 2011), 5.

Gambar 1 Gambar 2

(36)

D. Geometri Dimensi Tiga

Tujuan belajar geometri akan lebih terlihat manfaatnya ketika membaginya menjadi dua struktur. Dua hal ini sangat berbeda namun tetap terkait, yaitu logika keruangan atau pemahaman ruang, dan materi spesifik seperti yang biasanya ditemukan dalam tujuan negara dan daerah26. Mengenai logika keruangan berhubungan dengan cara siswa berpikir dan memamahami bentuk dan ruang. Struktur yang kedua berupa materi lebih kepada pemahaman yang lebih tradisional, seperti mengetahui tentang simetri, segitiga, dan garis sejajar. Pembuat prinsip dan standard Matematika dari NCTM (National Council of Teachers of Mathematics) telah membantu menjelaskan tujuan isi ke semua tingkat. Kedua aspek geometri ini, pemahaman ruang dan materi, perlu dipahami dengan baik, sehingga pendidik dapat membantu perkembangan siswa.

Secara bebas, tujuan geometri dibagi menjadi empat, yaitu: bentuk dan sifat, transformasi, lokasi, dan visualisasi27.

a. Bentuk dan sifat mencakup pembelajaran sifat-sifat dari bentuk-bentuk baik dua maupun tiga dimensi, juga pembelajaran tentang hubungan yang terbangun dari sifat-sifat tersebut.

b. Transformasi mencakup pembelajaran translasi, refleksi, rotasi (pergeseran, pembalikan, dan perputaran), pembelajaran simetri, dan konsep kesebangunan.

c. Lokasi mengacu terutama kepada geometri koordinat atau cara lain dalam menentukan bagaimana benda-benda terletak dalam bidang maupun ruang.

d. Visualisasi mencakup pengenalan bentuk-bentuk di lingkungan sekitar, pengembangan hubungan, antara benda-benda dua dimensi dengan tiga dimensi, serta kemampuan untuk menggambar dan mengenal bentuk dari berbagai sudut pandang.

Pandangan yang lebih spesifik mengenai area-area tujuan geometri diatas, berikut tujuan dan sasaran geometri (

26John A. Van de Walle, “Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2”.

Diterjemahkan oleh Suryono, (Jakarta: Erlangga, 2008), 150.

27

(37)

prinsip dan Standar Matematika Sekolah) menurut NCTM tahun 200028.

Tabel 2.2

Prinsip-prinsip dan Standar Matematika Sekolah NCTM tahun 2000 STANDAR

Program pengajaran dari pra taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan semua siswa untuk -

KELAS 9-12

Harapan

Semua siswa kelas 9-12 harus -

Menganalisa

karakteristik dan sifat-sifat bentuk-bentuk geomateri berdimensi dua dan tiga serta mengembangkan alasan matematika tentang hubungan geometri.

 Menganalisa dan menentukan sifat-sifat benda berdimensi dua dan tiga;

 Mengungkap hubungan (termasuk

kongruensi dan kesebangunan) antara kelas-kelas benda geometri berdimensi dua dan tiga, membuat dan menguji dugaan tentang sifat-sifat tersebut, dan menyelesaikan masalah-masalah yang terkait;

 Membuktikan kebenaran dugaan-dugaan geometri dengan menggunakan alasan deduktif, membuktikan teorema, dan memeriksa bukti yang diberikan oleh orang lain;

 Menggunakan hubungan trigonometri untuk menentukan ukuran panjang dan sudut. Menetapkan lokasi dan

menggambarkan hubungan ruang dengan menggunakan geometri koordinat dan sistem penyajian yang lain.

 Menggunakan koordinat Kartesius dan sistem koordinat yang lain seperti sistem navigasi, koordinat kutub, atau koordinat bola untuk menganalisis situasi-situasi geometri;

 Menyelidiki dugaan-dugaan dan

menyelesaikan masalah yang melibatkan benda-benda dua dan tiga dimensi yang disajikan dalam sistem koordinat Kartesius. Menerapkan

transformasi dan

 Memahami dan menyajikan translasi, refleksi, rotasi, dan dilatasi dari benda-benda

28

(38)

menggunakan simetri untuk menganalisa situasi yang bersifat matematis.

dalam bidang dengan menggunakan sketsa, koordinat, vector, notasi fungsi, dan matriks;  Menggunakan berbagai macam ungkapan

untuk membantu memahami pengaruh dan transformasi sederhana dan komposisinya. Menggunakan

visualisasi, alasan yang menyangkut ruang dan model geometri untuk menyelesaikan masalah.

 Menggambar dan membuat ungkapan benda-benda geometri berdimensi dua dan tiga dengan menggunakan berbagai macam alat;  Memvisualisasikan benda-benda tiga

dimensi dari sudut pandang yang berbeda-beda dan menganalisa irisan-irisannya;  Menggunakan grafik sudut dan sisi untuk

memodelkan dan menyelesaikan masalah;  Menggunakan model-model geometri untuk

memperoleh gambaran dan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bidang lain di luar matematika;

 Menggunakan ide-ide geometri untuk memperoleh gambaran menyelesaikan masalah dalam mata pelajaran lain dan dalam bidang lain seperti seni dan arsitektur.

Berdasarkan tabel diatas, salah satu harapan untuk siswa kelas 9-12 adalah menganlisa dan menentukan sifat-sifat benda berdimensi dua dan tiga. Berikut disajikan tabel yang mendeskripsikan pengelompokan bangun ruang29.

29

(39)
[image:39.420.72.363.79.519.2]

Tabel 2.3

Pengelompokan Bangun Ruang Menurut NCTM Kategori Bentuk-bentuk Tiga Dimensi

Bentuk Deskripsi

Berdasar rusuk & titik sudut Bola dan bentuk

seperti telur

Bentuk tanpa rusuk dan titik sudut (pojok) Bentuk dengan rusuk tanpa titik sudut (piring terbang)

Bentuk dengan titik sudut tanpa rusuk (bola rugby)

Berdasar sisi dan permukaan Polyhedron (bangun

ruang sisi banyak)

Bentuk terbuat dari semua sisi (sisi adalah permukaan rata dari bangun ruang). Jika semua permukaan adalah sisi, semua rusuk berupa garis lurus.

Beberapa kombinasi sisi dan permukaan melingkar (silinder lingkaran adalah contohnya, tapi ini bukan definisi silinder). Bentuk dengan semua permukaan lengkung. Bentuk dengan atau tanpa rusuk dan dengan atau tanpa titik sudut.

Sisi dapat sejajar. Sisi sejajar terletak pada bidang-bidang yang tidak pernah

bersinggungan. Silinder

Silinder Dua sisi kongruen, sejajar disebut alas. Garis-garis penghubung titik-titik bersesuaian pada dua alas selalu sejajar. Garis-garis sejajar ini disebut unsur-unsur silinder.

Silinder tegak Silinder dengan unsur-unsur tegak lurus terhadap alas. Silinder yang bukan silinder tegak adalah silinder miring.

Prisma Silinder dengan polygon sebagai alas. Semua prisma adalah kasus khusus dari silinder.

Prisma persegi panjang

(40)

Kubus Prisma bujur sangkar dengan sisi-sisi bujur sangkar.

Kerucut

Kerucut Bangun ruang dengan tepat satu sisi dan satu titik sudut yang terletak bukan di sisi. Garis lurus (unsur) dapat digambar dari sebarang titik pada rusuk alas ke titik sudut. Alas dapat berbentuk apa saja. Titik sudut tidak mesti tepat di atas alas.

Kerucut lingkar Kerucut dengan alas lingkaran. Pyramid Kerucut dengan polygon sebagai alas.

Semua sisi yang bergabung di titik sudut adalah segi tiga. Pyramid dinamai sesuai bentuk alas; piramida segitiga, piramida bujur sangkar, piramida segidelapan, dsb. Semua pyramid adalah kasus khusus dari kerucut.

Selain pada tabel diatas, bangun-bangun geometri dibagi secara mendetail dalam skema berikut30:

30Ahsanul In’am,

Pengantar Geometri, (Malang: UMM Press, 2003), 9.

Segi-3 Segi-4 Segi-N

Persegi Panjang

Trapesium Paralelogram

1. Balok 2. Kubus 3. Prisma

4. Paralelepipedum 5. Limas

6. Bola 7. Kerucut 8. Tabung 9. Elipsoida 10. Parabola

Bujur

Belah Ketupat Bangun-bangun

Lingkaran Poligon

Bangun ruang

Sebarang Beraturan

Gambar 2.5

(41)

Berikut disajikan definisi beberapa bangun ruang oleh Susanah dan Hartono,

1. Polihedron adalah suatu ruang yang dibatasi oleh bagian-bagian dari bidang-bidang yang berpotongan.31

2. Polihedron beraturan adalah bangun ruang yang semua sisinya merupakan polygon yang kongruen, dan banyak polygon yang bertemu pada setiap titik sudut sama.32

3. Balok adalah polihedron yang mempunyai enam sisi berbentuk persegipanjang.33

4. Prisma adalah polihedron yang mempunyai dua sisi yang sejajar, sedangkan semua sisi yang lain sejajar dengan sebuah garis yang memotong pemuat-pemuat kedua sisi yang sejajar itu. 34

5. Sebuah prisma disebut beraturan jika prisma itu prisma tegak yang bidang alasnya berupa poligon beraturan.35

6. Prisma segiempat yang alasnya berupa parallelogram (jajar genjang) disebut paralelepipedum (disingkat parpd).36

7. Rhomhedron (Rhomboeder) adalah paralelepipedum miring yang sisi-sisinya semuanya berupa belahketupat-belahketupat yang kongruen.37

8. Limas (Piramida) adalah polyhedron yang segala titik sudutnya, kecuali satu saja terletak pada sebuah bidang.38

9. Suatu limas disebut beraturan, bila bidang alasnya merupakan poligon beraturan dan proyeksi puncak pada bidang alas berimpit dengan titik pusat poligon tersebut.39

10.Andaikan W bidang (datar), kurva c pada bidang W dan garis g memotong bidang W di titik P. Himpunan semua garis yang memotong kurva c dan sejajar dengan garis g disebut bidang tabung. 40 Jika kurva c berupa lingkaran maka bidang tabung disebut tabung lingkaran.

31 Susanah & Hartono, Geometri. (Unesa University Press, 2004), 197. 32 Ibid., 199.

33 Ibid., 197. 34 Ibid., 204. 35 Ibid., 205. 36 Ibid., 205. 37 Ibid., 205. 38 Ibid., 219. 39 Ibid., 221. 40

(42)

11.Andaikan u sebuah bidang dan kurva c pada bidang u. Titik P titik yang tidak terletak pada bidang u. Himpunan garis-garis yang melalui titik P dan memotong kurva c disebut bidang kerucut. 41

12.Bola adalah himpunan semua titik-titik pada ruang yang berjarak sama terhadap titik tertentu (disebut pusat).42

Definisi-definisi bangun ruang juga telah banyak diberikan dalam buku-buku Matematika SMP, berikut diantaranya,

1. Tabung adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang yang berbentuk lingkaran sebagai sisi alas dan sisi atas dan sebuah bidang lengkung yang merupakan sisi tegak yang disebut selimut tabung43.

2. Kerucut adalah bangun ruang yang dibatasioleh dua sisi, yaitu sisi alas berbentuk lingkaran dan selimut kerucut44.

3. Bola tidak mempunyai titik sudut dan rusuk. Bola hanya memiliki satu bidang sisi yang lengkung.45

4. Kubus adalah bangun ruang yang semua sisinya berbentuk persegi dan semua rusuknya sama panjang46.

5. Balok adalah bangun ruang yang memiliki tiga pasang sisi berhadapan yang sama bentuk dan ukurannya, di mana setiap sisinya berbentuk persegipanjang47.

6. Prisma adalah bangun ruang yang memiliki bentuk alas dan atap yang sama bentuk dan aturannya, selain itu sisi bagian samping berbentuk persegipanjang48.

7. Limas adalah bangun ruang dengan sisi alas dan satu titik puncak dengan sisi samping berbentuk segitiga49.

41 Ibid., 237. 42 Ibid., 176.

43R. Sulaiman, dkk “Contextual Teaching and Learning Matematika: Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah Kelas IX Edisi 4”. (Jakarta: Pusat Perbukuan,

Departemen Pendidikan Nasional, 2008), 40.

44 Ibid., 47. 45 Ibid., 54.

46Nuniek Avianti Agus, “Mudah Belajar Matematika 2: untuk kelas viii Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah”. (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen

Pendidikan Nasional, 2008), 184.

47 Ibid., 192. 48 Ibid., 199. 49

(43)

Berdasarkan definisi-definisi diatas, berikut kemungkinan atribut yang digunakan oleh siswa pada saat aktivitas mengenali dan merangkai saat proses abstraksi bangun ruang,

1. Tabung

i. Atribut rutin : alas dan tutup berbentuk lingkaran, sebuah bidang lengkung yang merupakan sisi tegak yang disebut selimut tabung.

ii. Atribut nonrutin : himpunan semua titik yang memotong suatu kurva yang melingkar di suatu bidang datar.

iii. Atribut tak bermakna : kaleng. 2. Bola

i. Atribut rutin : tanpa rusuk dan titik sudut.

ii. Atribut nonrutin : memiliki titik pusat yang memiliki jarak sama terhadap semua titik pada ruang.

iii. Atribut tak bermakna : buah melon. 3. Balok

i. Atribut rutin : tiga pasang sisi berhadapan yang sama bentuk dan ukurannya, enam sisinya berbentuk persegipanjang.

ii. Atribut nonrutin : semua sudut besarnya 900 , rusuk sejajarnya sama panjang, diagonal bidang berhadapan sama panjang, diagonal ruang sama panjang, bidang diagonalnya berupa persegi panjang.

iii. Atribut tak bermakna : kardus. 4. Kubus

i. Atribut rutin : enam sisi berbentuk persegi, rusuknya sama panjang.

ii. Atribut nonrutin : semua sudut besarnya 900, diagonal bidang dan ruangnya sama panjang, bidang diagonalmya berupa persegi panjang.

iii. Atribut tak bermakna : kotak. 5. Limas segi-n

i. Atribut rutin : memiliki alas berupa segi-n dengan satu titik puncak di luar bidang alas.

ii. Atribut nonrutin : sisi samping berupa segitiga. iii. Atribut tak bermakna : atap rumah.

6. Kerucut

(44)

ii. Atribut nonrutin : mempunyai garis pelukis. iii.Atribut tak bermakna : es krim, topi pak tani. 7. Prisma segi-n

i. Atribut rutin : alas dan tutup kongruen berbentuk segi-n. ii. Atribut nonrutin : jumlah sisi tegak sama dengan jumlah sisi

segi-n, sisi tegak berupa persegi.

iii.Atribut tak bermakna : potongan kue, kotak kado. 8. Paralelepipedum

i. Atribut rutin : semua sisinya berbentuk segiempat.

ii. Atribut nonrutin : besar sudut berdasar kemiringan sisi tegak dan alas.

iii.Atribut tak bermakna : balok miring. 9. Polihedron

i. Atribut rutin : semua sisinya poligon.

(45)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan profil abstraksi siswa kelas IX pada materi geometri dimensi tiga yang ditinjau dari kemampuan Rigorous Mathematical Thinking. Oleh karena itu, data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa deskripsi tentang kemampuan abstraksi siswa berdasarkan hasil tes dan wawancara yang diberikan kepada beberapa siswa yang dijadikan sampel penelitian. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan proses daripada hasil suatu aktivitas.

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri Ponorogo kelas IX. Pemilihan subjek penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling atau memilih subjek sesuai tujuan penelitian, yaitu siswa berkemampuan Rigorous Mathematical Thinking. Pertama yang dilakukan peneliti adalah dengan meminta pertimbangan saran dari guru, terkait kemampuan siswa yang sesuai dengan kriteria level-level fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking

(dokumentasi). Semua siswa yang termasuk dalam daftar pertimbangan guru terkait, diberikan tes kemampuan berpikir rigor.

(46)

C. Instrumen Penelitian

1. Lembar tes kemampuan berpikir matematis Rigor

Instrumen pengukuran siswa berkemampuan Rigorous Mathematical Thinking (lampiran 1) disusun berdasarkan semua kriteria yang ada dalam level-level RMT kepada siswa-siswa yang termasuk dalam daftar siswa yang telah disarankan oleh guru terkait. Instrumen yang akan digunakan adalah hasil adaptasi dari tes RMT yang digunakan oleh Harina Fitriyani dalam makalah berjudul Identifikasi

Kemampuan Berpikir Matematis Rigor Siswa SMP

Berkemampuan Matematika Sedang dalam Menyelesaikan

Soal Matematika, yang dipresentasikan dalam Seminar

Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan

tema “Matematika dan Pendidikan Matematika dalam

Pembelajaran” di Yogyakarta tahun 2011. Sebelum

Subjek Penelitian

Wawancara dengan guru

Daftar siswa kelas IX yang berkemampuan sesuai kriteria

Pemberian tes berpikir

Analisis hasil tes

Apakah ada siswa yang termasuk dalam level 1, 2, dan 3

Dua

siswa siswa Dua

Dua siswa Ya

Tidak

: kegiatan

: hasil

: siklus jika : pertanyaan

: urutan Keterangan

Gambar 3.1

[image:46.420.70.359.61.392.2]
(47)

digunakan, materi tes terlebih dahulu divalidasikan kepada dosen yang berkompeten dalam bidang ini yaitu Ahmad Hanif Ashar, M.Si (Kaprodi Matematika UIN Sunan Ampel) dan Imam Rofiki (Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel). Tes ini juga telah melalui proses revisi sesuai pendapat-pendapat dan pertimbangan dari validator tersebut. Lembar validasi tes berpikir matematis rigor ini terdapat pada lampiran 2 dan 3.

Penilaian tes kemampuan berpikir matematis rigor ini berdasarkan kriteria yang ada dalam fungsi kognitif Rigorous Mathematical Thinking. Seperti yang telah dijelaskan didalam Bab II bahwa seseorang memenuhi level-n jika mampu memenuhi semua kriteria yang ada dalam level tersebut dan level sebelumnya. Penskoran menggunakan rubrik di tiap kriterianya sehingga mempunyai batasan yang jelas tentang suatu jawaban yang benar, dengan syarat setiap indikator memiliki skor minimal 2.

Gambar

Tabel 2.1 Fungsi Kognitif RMT
Gambar 1 Gambar 2
Tabel 2.3 Pengelompokan Bangun Ruang Menurut NCTM
 Gambar 3.1 Alur Pemilihan Subjek Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai sebuah bahasa di dalam kehidupan tentu banyak ragamnya, bahasa seseorang dengan bahasa yang lainnya memiliki bermacam-macam kosa- kata (leksikon), istilah dan

PENGARUH VARIASI DAYA DAN WAKTU EKSTRAKSI BERBANTU GELOMBANG MIKRO TERHADAP TOTAL FENOL DAN pH BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) The Effect Of Power Variation And Time Of

Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah pelarut yang baik yang dapat memisahkan senyawa yang diinginkan dari bahan dan senyawa kandungan lain..

Memahami resiliensi komunitas di kedua desa dengan kasus “bencana” pada lahan pertanian padi sawah tidak dapat dipisahkan dengan keragaman sumber matapencaharian

Berdasarkan hasil analisis data yang dikorelasikan dengan teori pembelajaran metode hypnoteaching maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa kekurangan pada siklus 1

mengkonstruksi gambar bangun jajargenjang sesuai ciri dan sifat yang diberikan soal. 2) Subjek mengenali bangun jajargenjang dan belah ketupat dengan baik dan

Persiapan bagi Presbiter yang akan melayani pada Ibadah Hari Minggu, tanggal 20 September 2015 dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 15 September 2015 pukul

Perlakuan berbagai diameter pulley pada alat pengiris pisang mekanis memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kapasitas olah, kapasitas hasil, serta persentase kerusakan