PENINGKATAN SPELLING PUZZ
DI SLB B
Dia un gun
PROGR JUR UNI
i
N PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI M ZLE PADA ANAK TUNARUNGU KELAS TA
B KARNNAMANOHARA YOGYAKARTA SKRIPSI
iajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan una Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Lestari Galuh Putri NIM. 11103241052
RAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA URUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN IVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MEI 2015
I MEDIA TAMAN 2
v
MOTTO
Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah (Lessing).
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orangtua tercinta, Bapak Eli Nurjamil dan Ibu Tuti yang selalu memberikan motivasi, semangat, dukungan dalam segala bentuk dan selalu mendoakan saya.
vii
PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA SPELLING PUZZLE PADA ANAK TUNARUNGU KELAS TAMAN 2 DI SLB
KARNNAMANOHARA YOGYAKARTA
Oleh
Lestari Galuh Putri NIM. 11103241052
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kosakata melalui media spelling puzzle pada siswa tunarungu kelas Taman 2 di SLB B Karnnamanohara.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian adalah siswa tunarungu kelas Taman 2 di SLB B Karnnamanohara sejumlah 12 orang. Penelitian dilaksanakan 2 siklus dengan kolaborasi antara peneliti dan guru kelas. Siklus I terdiri dari 3 pertemuan dan siklus II terdiri dari 2 pertemuan. Pengumpulan data dilakukan dengan tes tertulis penguasaan kosakata dan observasi mengenai aktivitas siswa dalam pembelajaran digunakan untuk data pelengkap. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan penyajian data berupa tabel dan grafik histogram.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan media spelling puzzle dapat meningkatkan penguasaan kosakata anak tunarungu. Hal ini dibuktikan dari hasil tes pada siklus 1 ada 11 anak yang mengalami peningkatan dan 1 anak mendapat nilai sama dibandingkan tes kemampuan awal. Pada siklus I ada 5 anak yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal sehingga dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II semua siswa telah mencapai kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan yaitu sebesar 70 dan 3 anak memperoleh nilai 100 pada tes pasca tindakan siklus II. Dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas Taman 2 di SLB B Karnnamanohara meningkat setelah menggunakan media spelling puzzle.
viii
KATA PENGANTAR
Allhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunianyalah, penulisan tugas akhir skripsi dengan judul “Peningkatan Penguasaan Kosakata Melalui Media Spelling Puzzle Pada Anak Tunarungu Kelas Taman 2 Di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta” dapat terselesaikan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Penyusunan tugas akhir skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memfasilitasi selama penulis menempuh studi.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Yogyakarta, yang telah memberikan kemudahan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa yang telah memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini.
ix
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.
6. Bapak dan Ibu staf karyawan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah membantu penyelesaian administrasi selama kegiatan perkuliahan serta dalam proses penyelesaian penelitian sampai selesai.
7. Kepala Sekolah SLB B Karnnamanohara yang telah memberikan izin penelitian, dukungan, dan kemudahan selama penelitian.
8. Ibu Siti Kalimah, S.Psi selaku kolaborator yang telah banyak membimbing dan membantu dalam proses penelitian tindakan kelas.
9. Kedua orang tuaku, Bapak Eli Nurjamil dan Ibu Tuti yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, semangat, nasehat, dan motivasi yang sangat berarti.
10.Kakak dan adikku, Mentari Galuh Putri dan Aji Mandala Putra yang telah menjadi penyemangat dan memberikan dukungan.
11.Teman-teman Pendidikan Luar Biasa angkatan 2011 yang telah memberikan informasi selama penyelesaian skripsi ini.
12.Teman-teman PLB B 2011 yang memberikan pengalaman berharga selama saya berada di jogja.
xi DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ……….. i
HALAMAN PERSETUJUAN ……….. ii
HALAMAN PERNYATAAN ……….. iii
HALAMAN PENGESAHAN ……….. iv
HALAMAN MOTTO ……….. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. vi
ABSTRAK ……….. vii
KATA PENGANTAR ……….. viii
DAFTAR ISI ……….. xi
DAFTAR TABEL ……….. xiv
DAFTAR GAMBAR ……….. xv
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... …… 1
B. Identifikasi Masalah ………... 5
C. Batasan Masalah ………... 6
D. Rumusan Masalah ………... 6
E. Tujuan Penelitian ………... 7
F. Kegunaan Penelitian ………... 7
G. Definisi Operasional ………... 8
BAB II : KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Anak Tunarungu ………... 9
1. Pengertian Anak Tunarungu ………... 9
2. Karakteristik Anak Tunarungu ………... 10
xii
B. Kajian Tentang Kosakata ………... 13
1. Pengertian Kosakata ………... 13
2. Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu ………... 13
3. Ruang Lingkup Pembelajaran Kosakata ………... 15
4. Tujuan Penguasaan Kosakata ………... 17
C. Kajian Tentang Teori Belajar ………... 18
1. Teori Belajar yang Mendasari Proses Pembelajaran ………. 18
2. Teori Pembelajaran Bahasa ………... 19
D. Kajian Tentang Media Spelling Puzzl ……….. 20
1. Pengertian Media Pembelajaran ………... 20
2. Manfaat Media Pembelajaran ………... 21
3. Pengertian Media Spelling Puzzle ………... 22
4. Tujuan Menggunakan Media Spelling Puzzle dalam pembelajaran ………... 24
5. Kelebihan dan Kekurangan Media Spelling Puzzle ……… ……. 27
E. Kerangka Pikir ………... 28
F. Hipotesis Tindakan ………... 29
BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...………...……….. 30
B. Desain Penelitian ...………... 31
C. Prosedur Penelitian ...………... 32
1. Siklus 1 ...………...……….. 33
2. Siklus II ...………...……….. 38
D. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 38
E. Sunyek Penelitian ...………...…………. 39
F. Teknik Pengumpulan Data ……….. 39
1. Observasi ……….. 39
xiii
G. Pengembangan Instrumen Penelitian .………. 40
1. Panduan observasi ………..……… 40
2. Tes tertulis penguasaan kosakata ………... 41
H. Validitas ……….. 43
I. Indikator Keberhasilan Tindakan ……….. 44
J. Analisis Data ………... 44
BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 45
B. Deskripsi Subjek Penelitian ……….. 46
C. Deskripsi Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata ………... 54
D. Hasil Penelitian ………..… 66
1. Siklus I ……….. 66
a. Deskripsi Pelaksanaan Siklus I ……….. 66
b. Deskripsi Data Hasil Tindakan Siklus I ………. 73
c. Hasil Refleksi Tindakan Siklus I ………. 77
2. Siklus II ……….. 91
a. Perencanaan Tindakan Siklus II ………. 91
b. Deskripsi Pelaksanaan Siklus II ……….. 93
c. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus II ……….. 97
d. Hasil Refleksi Tindakan Siklus II ………...100
E. Pembahasan Hasil Penelitian ………...112
F. Uji Hipotesis Tindakan ………...116
xiv BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ………...120
B. Saran ………...121
DAFTAR PUSTAKA ………...122
xv
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1 Jadwal Penelitian ………. 38
Tabel 2 Kisi-kisi Panduan Observasi Penguasaan Kosakata ……… 41
Tabel 3 Kisi-kisi Tes Tertulis Penguasaan Kosakata ……… 42
Tabel 4 Tes Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata Anak
Tunarungu Kelas Taman 2 ……… 54
Tabel 5 Hasil Tes Pasca Tindakan Siklus I ………... 76
Tabel 6 Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu Kelas Taman 2
Pasca Tindakam Siklus I ………... 78
Tabel 7 Hasil Tes Pasca Tindakan Siklus II ……….. 98
Tabel 8 Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu Kelas Taman 2
Pasca Tindakam Siklus II ………...100
Tabel 9 Hasil Peningkatan Tes Kemampuan Awal Penguasaan
Kosakata, Pasca Tindakan Siklus I, dan Pasca Tindakan
xvi
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1 Tahap-tahap Penelitian Tindakan Kelas ……….. 29
Gambar 2 Histogram Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata ………. 64
Gambar 3 Histogram Hasil Tes Pasca Tindakan Siklus I ………. 75
Gambar 4 Histogram Perbandingan Penguasaan Kosakata Pasca
Tindakan Siklus I dan Kemampuan Awal ……… 87
Gambar 5 Histogram Hasil Tes Pasca Tindakan Siklus II ……… 97
Gambar 6 Histogram Perbandingan Penguasaan Kosakata Pasca
Tindakan Siklus II dan Siklus I ………... 99
Gambar 7 Histogram Perbandingan Penguasaan Kosakata Pasca
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1 Surat-surat ………...124
1.1 Surat Izin Penelitian dari Dekan FIP, UNY ………...125
1.3 Surat Izin Penelitian dari BPPD Kabupaten Sleman ………...126
1.2 Surat Izin Penelitian dari Kesatuan Kebangsaan Kabupaten Sleman………...127
1.4 Surat Keterengan Telah Melakukan Penelitian ………...128
1.5 Surat Keterangan Konsultasi Ahli ………...129
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ………...130
2.1 RPP Pertemuan 1 s/d III Siklus I ………...131
2.2 RPP Pertemuan 1 dan 2 Siklus II ………...138
Lampiran 3 Instrumen Penelitian ………...143
3.1 Instrumen Tes Penguasaan Kosakata ………...144
3.2 Lembar Observasi Siswa Pada Pembelajaran Penguasaan Kosakata ……...157
Lampiran 4 Rekapitulasi Data dan Analisis Data ………...163
4.1 Data Hasil Pre Tes, Post Tes Siklus I dan Post Tes Siklus II Penguasaan Kosakata ………...164
4.2 Data Hasil Observasi Siswa Pada Pembelajaran Penguasaan Kosakata ………...180
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hak bagi semua masyarakat, tidak terkecuali
tunarungu. Meskipun tunarungu memiliki hambatan dari segi pendengaran
tetapi mereka memiliki hak dan kesempatan yang sama seperti anak normal
pada umumnya untuk menempuh pendidikan guna mengoptimalkan bakat dan
potensi yang dimilikinya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa tunarungu memerlukan
pendidikan yang sesuai dengan hambatan dan kemampuannya.
Secara fisik, anak tunarungu tampak sama bahkan tidak berbeda
dengan anak pada umumnya. Akan tetapi orang akan mengetahui bahwa anak
tersebut menyandang ketunarunguan pada saat berbicara. Mereka berbicara
dengan suara yang kurang jelas artikulasinya, bahkan tidak berbicara sama
sekali. Hal tersebut mengakibatkan sulitnya tunarungu dalam berkomunikasi,
sedangkan kesulitan berkomunikasi merupakan permasalahan yang sangat
2
penerimaan informasi dan pemerolehan bahasa. Ketidakmampuan tunarungu
untuk mendengar dan berbicara berdampak pada terhambatnya kemampuan
untuk berbahasa serta kesulitan untuk menerima mata pelajaran. Sedangkan
bahasa merupakan alat yang digunakan untuk mengungkapkan segala sesuatu
yang ada pada pikiran atau perasaannya. Hambatan-hambatan tersebut
menyebabkan anak tunarungu kurang mampu dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya. Oleh karena itu pelajaran bahasa indonesia yang
dianggap mudah bagi sebagian orang justru dapat dianggap sulit bagi
tunarungu. Terlebih lagi tunarungu yang masih memiliki kosakata sedikit. Hal
tersebut akan mengakibatan pemahaman tunarungu terhadap suatu bacaan
akan semakin sulit. Sebaliknya semakin banyak kosakata yang dimiliki
tunarungu maka semakin baik pula pemahamannya terhadap suatu bacaan.
Pemerolahan kosakata memungkinkan seseorang dapat berbahasa dengan baik
dan benar. Dengan kata lain, kualitas keterampilan berbahasa seseorang dan
informasi yang didapat seseorang jelas bergantung pada kualitas dan kuantitas
kosakata yang dimilikinya.
Gangguan indera pendengaran pada tunarungu mengakibatkan anak
mengalami hambatan pada pemerolehan perbendaharaan kata sehingga
kosakata yang dimiliki siswa tunarungu khusunya kelas rendah, memang
masih sedikit. Berdasarkan hasil pengamatan di kelas taman dua SLB B
Karnnamanohara pada bulan agustus dan oktober dilihat dari penguasaan
3
siswa yang sulit memahami kosakata yang digunakan dalam percakapan
sehari-hari. Bahkan ada beberapa nama benda sekitar yang belum siswa
pahami. Kemampuan siswa kelas taman dua di SLB B Karnnamanohara untuk
pengenalan kata-kata baru perlu diulang berkali-kali sampai siswa dapat
membaca dan paham kata tersebut. Itu pun harus disertai benda konkrit agar
siswa dapat memahami kata tersebut bukan sekedar dapat membaca tanpa
mengetahui arti kata tersebut. Selain itu, siswa juga belum mampu
menyebutkan kosakata yang jarang ditemui di kelas tetapi untuk kata-kata
yang biasa digunakan anak sudah bisa seperti alat transportasi, buah-buahan,
alat-alat tulis. Pada saat menulis kosakata pun siswa masih menulis dengan
cara menyalin tulisan. Siswa memerlukan banyak latihan agar kosakata yang
dimiliki dapat terus bertambah. Pada usia tersebut anak akan mudah dilatih
untuk dikenalkan kata-kata baru sehingga pada saat dewasa anak memiliki
penguasaan kosakata yang lebih baik.
Media merupakan salah satu alat yang dapat membantu dalam proses
pembelajaran. Media yang biasanya digunakan guru di kelas Taman 2 adalah
benda-benda nyata dari anak atau dibawa anak. Guru mengenalkan nama
benda tersebut kemudian kata baru yang didapat diangkat sebagai percakapan
hari itu. Penggunaan media yang lebih bervariasi dapat memberikan
pengalaman serta memperkaya kosakata sehingga lebih bervariasi. Untuk itu
4
penting. Sebagaimana yang dikemukakan Arsyad (2002:26-27) manfaat
media pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi
siswa sehingga pada saat pembelajaran siswa dapat memperlancar dan
meningkatkan proses dan hasil belajar.
2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian
anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang
lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan
siswa uuntuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan
minatnya
3. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan
waktu.
4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada
siswa tentang peristiwa-peristiwa dilingkungan mereka, serta
memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat,
dan lingkungannya.
Dengan kata lain apabila media yang digunakan menarik maka siswa
akan lebih tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran. Pada siswa kelas
taman pemilihan media permainan yang bersifat edukatif akan sangat
membantu siswa dalam pembelajaran. Karakteristik siswa yang masih
tergolong suka bermain perlu diimbangi dengan media yang akan mendorong
5
meningkatkan penguasaan kosakata baru karena permainan puzzle dimainkan
dengan cara mengacak-acak potongan huruf atau gambar kemudian disusun
kembali hingga terbentuk suatu huruf atau gambar. Pada permainan puzzle
terdapat beberapa jenis puzzle. Salah satunya adalah Spelling puzzle.Spelling
puzzle adalah puzzle yang berupa potongan-potongan gambar yang disertai
huruf acak lalu dijodohkan menjadi kosakata yang benar sesuai dengan
pertanyaan atau pernyataan yang ada. Salah satu media pembelajaran yang
dapat diberikan untuk anak kelas taman dapat berupa media Spelling puzzle.
Media Spelling puzzle yang diberikan untuk pembelajaran dapat berupa
potongan-potongan gambar yang terdapat nama dari gambar tersebut dan
apabila disatukan akan menjadi sebuah gambar yang disertai nama gambar.
Setelah anak berhasil menyusun anak diminta menyebutkan kata yang sudah
terbentuk.
Alasan dipilihnya media spelling puzzle adalah karena media ini
efisien untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata
pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, media ini akan
memunculkan kreativitas anak saat belajar. Anak bisa bermain sambil belajar
serta berfungsi membimbing siswa secara sistematis maupun terarah dan
merupakan upaya untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk
6 B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dilihat
beberapa permasalahan yang dapat diangkat untuk diadakannya penelitian
antara lain sebagai berikut:
1. Kemampuan penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas taman
dua di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta masih kurang.
2. Penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas taman dua di SLB B
Karnnamanohara Yogyakarta belum mencapai ketuntasan
minimal.
3. Belum variatifnya guru dalam pembelajaran penguasaan kosakata
pada kelas taman dua di SLB Karnnamanohara Yogyakarta.
4. Penguasaan kosakata beberapa siswa kelas taman dua SLB
Karnnamanohara Yogyakarta belum tercapai maksimal.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini dibatasi
masalah nomor 1 dan 3 yaitu sebagai berikut:
Penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas taman dua di SLB B
Karnnamanohara Yogyakarta masih kurang dan belum digunkannya media
spelling puzzle dalam pembelajaran kosakata di kelas taman dua SLB B
7 D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Bagaimana peningkatan
penguasaan kosakata dengan menggunakan media spelling puzzle pada siswa
tunarungu kelas taman 2 di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta?”.
E. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan penguasaan kosakata
siswa tunarungu kelas taman dua di SLB Karnnamanohara Yogyakarta
dengan menggunakan media spelling puzzle.
F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi siswa hasil penelitian ini dapat membantu untuk meningkatkan
penguasaan kosakata melalui pembelajaran dengan media spelling
puzzle.
b. Bagi guru penelitian ini sebagai salah satu model pemanfaatan media
spelling puzzle dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang sesuai bagi
siswa tunarungu.
c. Bagi sekolah sebagai bahan pertimbangan penetapan kebijakan
pelaksanaan kurikulum oleh guru atau peningkatan mutu pembelajaran
8
karakteristik siswa dan dalam jangka panjang dapat sebagai upaya
peningkatan mutu pembelajaran dan mutu sekolah.
G. Definisi operasional
1. Penguasaan kosakata
Penguasaan kosakata dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
kemampuan untuk menggunakan (pengetahuan, kepandaian) dalam
mengenal, memahami, dan menggunakan kata-kata dengan baik dan
benar serta dapat menggunakan dalam kehidupan sehari-hari. Indikator
keberhasilan ditentukan dari 70% ketuntasan minimal penguasaan
kosakata.
2. Media spelling puzzle
Media spelling puzzle yang digunakan adalah puzzle yang berupa
potongan-potongan gambar dan huruf acak lalu dijodohkan menjadi
gambar dan nama yang benar sesuai dengan pertanyaan atau
pernyataan yang ada..
3. Siswa tunarungu adalah siswa yang memiliki gangguan pada indera
pendengaran sehingga mereka kesulitan untuk berkomunikasi dengan
orang-orang di sekitarnya. Yaitu siswa kelas taman dua dan tiga di
9 BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Tentang Anak Tunarungu
1. Pengertian Anak Tunarungu
Kehilangan pendengaran pada tunarungu mengakibatkan mereka
kesulitan dalam berkomunikasi dan menerima informasi. Pengertian
tunarungu menurut Sadjah (2005: 69) adalah anak yang mengalami
gangguan pada pendengaran yang disebabkan oleh berbagai hal sehingga
sangat mengganggu aktivitas hidupnya. Menurut Haenudin (2013: 53)
tunarungu adalah istilah yang diberikan kepada anak yang mengalami
kehilangan atau kekurangmampuan dalam mendengar sehingga mengalami
gangguan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Tunarungu dibedakan
menjadi dua yaitu tuli dan kurang dengar. Berdasarkan definisi hallahan,
Kauffman, dan pullen (2009: 340) adalah
A deaf person is one whose hearing disability precludes successful processing of linguistic information through audition, with or without hearing aid. A person who is hard of hearing generally, with the use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable successful processing of linguistic information through audition.
Artinya orang yang tuli adalah seseorang yang mengalami gangguan
mendengar sehingga berpengaruh pada bahasanya dan penerimaan informasi
dengan atau tanpa hearing aid. Sedangkan orang yang sulit mendengar
10
yang cukup untuk memungkinkan pengolahan informasi linguistic melalui
audisi.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa tunarungu merupakan istilah yang diberikan kepada seseorang yang
mengalami kesulitan atau gangguan pendengaran dari yang ringan sampai
yang berat dan digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar sehingga
mengalami gangguan dalam menerima informasi dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Karakteristik Anak Tunarungu
Ada beberapa karakteristik yang dimiliki tunarungu yaitu sebagai berikut:
a. Karakteristik sosial
Karakteristik sosial dari anak tunarungu adalah sebagai berikut
(Somad dan Hernawati, 1996: 37) :
1) Egosentrisme yang melebihi anak normal
2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
3) Ketergantungan terhadap orang lain
4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
5) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung
b. Karakteristik dalam segi intelektual
Pada dasarnya kemampuan intelektual anak tunarungu sama
11
normal atau rata-rata, tetapi karena perkembangan bahasanya, anak
tunarungu akan menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan
oleh kesulitannya memahami bahasa. Kehilangan pendengaran yang
dialami anak tunarungu berdampak pada kemiskinan kosakata,
kesulitan berbahasa dan berkomunikasi, dan efeknya menyebabkan
perbedaan yang signifikan tentang apa yang tidak dapat dilakukan dan
apa yang dapat dilakukan oleh anak tunarungu maupun anak normal
(effendi, 2009: 79) .
c. Karakteristik dalam segi bahasa
Karakteristik anak tunarungu dalam segi bahasa dan bicara
menurut (Suparno, 2001:14) adalah sebagai berikut:
a) Miskin kosakata
b) Mengalami kesulitan dalam mengerti ungkapan bahasa yang
mengandung arti kiasan dan kata-kata abstrak.
c) Kurang menguasai irama dan gaya bahasa.
d) Sulit memahami kalimat yang kompleks atau
kalimat-kalimat yang panjang serta bentuk kiasan.
3. Klasifikasi dan jenis-jenis ketunarunguan
Ketunarunguan dibagi ke dalam beberapa klasifikasi. Pembagian
klasifikasi sangat diperlukan untuk menentukan alat bantu yang sesuai
12
pembelajaran. Menurut Boothroyd dalam (Winarsih, 2007: 23-24) klasifikasi
dan karakteristik tunarungu adalah sebagai berikut:
Kelompok I : Kehilangan 15 - 30 dB, mild hearing losses atau biasa
disebut dengan ketunarunguan ringan. Pada
ketunarunguan ini daya tangkap terhadap suara
percakapan manusia masih terdengar normal.
Kelompok II : Kehilangan 31-60 dB, moderate hearing losses atau
biasa disebut ketunarunguan sedang. Pada
ketunarunguan ini daya tangkap terhadap cakapan
manusia hanya sebagian yang bisa terdengar.
Kelompok III : Kehilangan 61-90 Db, severe hearing losses atau
ketunarunguan yang berarti berat. Pada ketunarunguan
ini daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak
ada.
Kelompok IV : Kehilangan 91-120Db, profound hearing losses atau
ketunarunguan sangat berat. Pada ketunarunguan ini
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak
ada sama sekali.
Kelompok V : Kehilangan lebih dari 120db, total hearing losses atau
ketunarunguan total. Pada ketunarunguan ini daya
tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada
13 B. Kajian Tentang Kosakata
1. Pengertian Kosakata
Kosakata menurut Soedjito dan Djoko ( 2011: 3) adalah
perbendaharaan atau kekayaan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa. Untuk
dapat berkomunikasi tentu diperlukan ketersediaan dan ketercukupan
perbendaharaan kata (Hermanto, 2011: 121). Selain itu penguasaan kosakata
yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh kelengkapan pancaindra yang
dimiliki. Perbendaharaan yang dimiliki seseorang juga akan bertambah
seiring pengalaman hidup yang telah dilalui. Menurut (Hermanto 2011: 121)
ketersediaan dan ketercukupan perbendaharaan kata itu tidak saja hanya
dalam kemampuan pengucapan tetapi juga kemampuan memahami arti apa
yang didengar, diucapkan, atau yang dibaca.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli maka kosakata merupakan
perbendaharaan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa yang apabila
perbendaharaaan yang dimiliki tercukupi dapat digunakan sebagai sarana
berkomunikasi. Kosakata yang dimiliki seseorangpun bukan hanya sekedar
kata-kata yang dimiliki dan diucapkan oleh seseorang tetapi haruslah
14
2. Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu
Penguasaan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah (1)
proses, cara, perbuatan menguasai (2) pemahaman atau kesanggupan untuk
menggunakan (pengetahuan, kepandaian). Menurut Darmiyati Zuchdi
(dalam Chindy Dwi 2012: 14) penguasaan kosakata adalah kemampuan
seseorang untuk mengenal, memahami, dan menggunakan kata-kata dengan
baik dan benar dengan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.
Menurut Yuanita (2013: 130) penguasaan kosakata merupakan kemampuan
seseorang dalam memahami atau menguasai kata berdasarkan struktur
morfologinya (jenis kata). Berdasarkan definisi dari beberapa ahli maka
dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata adalah kemampuan atau
proses untuk menggunakan (pengetahuan, kepandaian) dalam mengenal,
memahami, dan menggunakan kata-kata dengan baik dan benar dengan
mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.
Penguasaan kosakata seseorang dipengaruhi oleh kelengkapan
pancaindera yang dimiliki. Dengan kata lain seorang yang mengalami
ketunarunguan dan memiliki gangguan pada pendengarannya akan memiliki
kosakata yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang-orang normal pada
umumnya. Butuh waktu berminggu-minggu untuk melatih kemampuan anak
agar anak mampu mengucapkan satu kata (Yuswanjaya Wiwit, 2013:1).
Berbicara anak tunarungu dalam perolehan informasi, mereka sangat terbatas
15
2011: 122). Hal tersebut ditentukan dengan proses komunikasi seorang
tunarungu dalam kehidupan sehari-harinya. Penggunaan bahasa verbal
dalam keseharian akan lebih memudahkan tunarungu memperoleh informasi.
Peningkatan kemampuan kebahasaan khususnya dalam penguasaan kosakata
dapat dilakukan apabila metode dan media pembelajaran yang diajarkan
tepat bagi anak tunarungu.
3. Ruang Lingkup Pembelajaran Kosakata
Kosakata berdasarkan penggolongan kelas kata bahasa Indonesia
digolongkan menjadi: kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata
ganti, kata bilangan, dan kata tugas. Kosakata menurut Soedjito dan Djoko (
2011: 3) adalah perbendaharaan atau kekayaan kata yang dimiliki oleh suatu
bahasa. Ruang lingkup kosakata yang dikembangkan dalam penelitian ini
yaitu pada kata benda dan kata kerja. Pengertian kata benda (nomina) pada
academia.edu (TT: 1) adalah kata-kata yang merujuk pada bentuk suatu
benda, bentuk benda itu sendiri dapat bersifat abstrak ataupun konkret .
Proses pembentukan kata benda menurut academia.edu (TT: 1) terdiri dari
dua jenis yaitu:
a. Kata benda (nomina) dasar: Kata benda dasar atau nomina dasar ialah kata-kata yang yang secara konkret menunjukkan identitas suatu benda, sehingga kata ini sudah tidak bisa lagi diuraikan ke bentuk lainnya
16
Sedangkan pengertian kata kerja menurut (Abdul Chaer 1988: 127)
adalah kata-kata yang dapat diikuti oleh frase dengan, baik yang menyatakan
alat, yang menyatakan keadaan, maupun yang menyatakan penyerta. Dilihat
dari strukturnya ada dua macam kata kerja (Abdul Chaer: 1988: 127) yaitu:
a. Kata kerja dasar: kata kerja yang belum diberi imbuhan seperti
pulang, tidur, pergi, tulis.
b. Kata kerja berimbuhan: adalah kata kerja yang terbentuk dari kata
dasar yang mungkin kata benda, kata kerja, kata sifat, atau jenis kata
lain dari imbuhan.
Ruang lingkup yang dikembangkan dalam penelitian ini disesuaikan
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berlaku di sekolah.
Standar kompetensinya adalah anak mampu melakukan percakapan
sederhana sedangkan kompetensi dasarnya adalah melakukan percakapan
sederhana dengan mengungkapkan isi hati secara lisan atau bahasa tubuh.
Peningkatan penguasaan kosakata yang dilakukan dalam penelitian ini
bertujuan untuk memberikan penguasaan mengenai kosakata dasar sehingga
17 4. Tujuan Penguasaan Kosakata
Penguasaan kosakata merupakan hal yang penting karena dengan
adanya kosakata yang dimiliki, seseorang dapat berbahasa dengan baik dan
benar. Menurut Yuanita Ayu (2013: 129) kosakata merupakan unsur bahasa
yang penting dan perlu dipelajari, dipahami, dan dimengerti agar dapat
digunakan dengan baik dan benar. Semakin banyak kosakata yang dimiliki
seseorang maka keterampilan dalam berbahasa akan semakin baik. Dengan
keterampilan berbahasa yang baik maka komunikasi yang dilakukan dapat
berjalan dengan baik. Totok dan Toni (2003: 33) mengemukakan bahwa
bahasa merupakan media yang digunakan seseorang untuk menyampaikan
pikirannya kepada orang lain, mengidentifikasi perasaannya yang paling
dalam, membantu memecahkan masalah pribadi, dan menjelajah dunianya
melampaui penglihatan serta masa kini.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli maka dapat disimplkan bahwa
penguasaan kosakata seseorang akan membentuk bahasanya. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa tujuan penguasaan kosakata adalah untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa sehingga komunikasi yang dilakukan
18 C. Kajian tentang Media Spelling Puzzle
1. Pengertian Media Pembelajaran
Menurut arsyad ( 2002: 4) media merupakan komponen sumber
belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di
lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. AEC
(Association of education and communication technology) memberi batasan
tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyampaikan pesan atau informasi.
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan peserta didik
sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran dapat berjalan secara efektif (
Sukiman, 2012: 29). Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah komponen sumber belajar
berupa fisik yang mengandung materi dan digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga tujuan pembelajaran dapat
19 2. Manfaat Media Pembelajaran
Menurut Arsyad 2002: 26-27) manfaat media pembelajaran adalah sebagai
berikut:
a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi
sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses hasil belajar.
b. Media pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak
sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih
langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk
belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
c. Media pengajaran dapaat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan
waktu:
1) Obyek atau benda ang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di
ruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film,
radio, atau model;
2) Obyek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh
indera dapat disajikan dengan bantuan mikrosop, film, slide, atau
gambar.
3) Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam
puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film,
20
4) Obyek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat
ditampilkan secara konkrit melalui film, gambar, slide, atau
simulasi computer;
5) Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat
disimulasikan dengan media seperti computer, film, dan video.
6) Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau
proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama seperti proses
kepompong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan
teknik-teknik rekaman seperti time-lapse untuk film, video, slide, atau
simulasi computer.
d. Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa
tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan
terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan
lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke
museum atau kebun binatang.
3. Pengertian Media Spelling Puzzle
Pada dasarnya puzzle merupakan sebuah permainan edukatif.
Permainan puzzle terdiri dari potongan-potongan gambar yang disusun
menjadi sebuah gambar atau bentuk tertentu. Dalam setiap permainan yang
dimainkan, tujuan menyelesaikan sebuah puzzle adalah untuk menantang
21
menantang mental tertentu (Dave Moursund, 2007: 8). Permainan edukatif
memperkenalkan elemen yang menyenangkan ke dalam pelajaran, yang
dapat membantu untuk menghasilkan lebih banyak perasaan positif tentang
materi pelajaran dan untuk meningkatkan hasil belajar (Serna dan Azor,
2011: 2). Dengan kata lain permainan edukatif seperti puzzle merupakan
bentuk permainan yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar anak. Selain memotivasi belajar siswa, puzzle ini dapat membantu
siswa untuk memperluas pengetahuan kosakata (Orawiwatnakul, 2013: 417)
Spelling puzzle merupakan puzzle atau potongan-potongan gambar
yang terdapat tulisan nama gambar pada potongannya dan apabila disusun
akan menjadi sebuah gambar dan terdapat nama dari gambar tersebut.
Setelah siswa selesai menyusun puzzle tersebut menjadi utuh siswa diminta
menyebutkan gambar yang terdapat pada puzzle tersebut. Siswa akan
mendapatkan kosakata baru dengan memainkan permainan ini. Jadi media
spelling puzzle merupakan permainan edukatif berbentuk
potongan-potongan dari sebuah gambar dan terdapat nama dari gambar tersebut yang
apabila disusun menjadi sebuah gambar yang utuh kemudian siswa diminta
22
4. Tujuan Menggunakan Media Spelling Puzzle dalam pembelajaran
Penelitian yang dilakukan oleh Niati Tusniati pada skripsinya yang
berjudul penggunaan media puzzle dalam meningkatkan kosakata tunarungu
membuktikan bahwa media puzzle dapat meningkatkan kemampuan
memahami kosakata pada siswa yang mengalami ketunarunguan. Adapun
delapan kegunaan puzzle dalam pembelajaran menurut Dave Moursund,
(2007: 54-55) yaitu sebagai berikut:
a. Sejarah, budaya. Puzzle mungkin memiliki makna sejarah dan budaya.
Misalnya, orang tua dan kakek-nenek mungkin ingin anak-anak mereka
dan cucu untuk mempelajari beberapa puzzle yang mereka mainkan
selama mereka sendiri masa kanak-kanak. Guru mungkin ingin berbagi
beberapa puzzle dari masa kanak-kanak dengan siswa mereka. Puzzle
tertentu mungkin umum di kota atau wilayah yang lebih besar. Untuk
alasan ini, mereka mungkin sering dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
Dalam lingkungan sekolah, siswa mungkin mempelajari sejarah dari
puzzle atau set puzzle, ini dapat mencakup sejarah dan lingkungan
budaya di mana puzzle diciptakan. Sangat mudah untuk melihat
bagaimana "Sejarah, budaya" Tujuan cocok dengan tujuan umum
pendidikan. Memang, puzzle dan permainan dapat memberikan benang
sejarah yang memiliki arti kepada anak-anak dan orang dewasa dari
23
b. Pemikiran logis dan pemecahan masalah. Kebanyakan memecahkan
puzzle membutuhkan penggunaan berpikir logis dan kemampuan
memecahkan masalah seseorang. Menyusun puzzle sering membutuhkan
pemikiran strategis dan kreatif. Terutama dengan beberapa mentoring
yang membantu, siswa dapat mentransfer peningkatan berbasis puzzle
logika dan pemecahan masalah mereka untuk situasi lain.
c. Disiplin atau spesifisitas domain. Banyak puzzle yang memiliki disiplin
tertentu, dan mungkin memerlukan pengetahuan dan keterampilan dalam
domain tertentu dalam disiplin. Sebuah puzzle kata mungkin sangat baik
"berolahraga" ejaan dan kosakata keterampilan siswa, sementara puzzle
matematika mungkin baik untuk berlatih aritmatika mental, dan puzzle
spasial mungkin berguna untuk meningkatkan kemampuan seseorang
untuk memvisualisasikan penempatan spasial dan gerakan benda.
d. Ketekunan dan kemandirian. Banyak puzzle memerlukan terkonsentrasi
dan usaha gigih. Puzzle solver didorong oleh motivasi intrinsik dan
mengembangkan keyakinan pada kemampuan nya untuk menghadapi dan
memecahkan masalah. Meningkatkan ketekunan dan kemandirian
merupakan suatu hal yang penting dalam tujuan pendidikan.
e. Belajar tentang diri sendiri sebagai seorang pelajar. Lingkungan puzzle
memungkinkan seseorang untuk mengeksplorasi karakteristik belajar
seseorang. Banyak permainan dan puzzle memungkinkan pelajar untuk
24
dan kemudian terus mengalami lebih banyak keberhasilan melalui
tambahan belajar. Siswa belajar bagaimana upaya terkonsentrasi dan
praktek selama periode waktu sehingga menyebabkan peningkatan
keahlian.
f. Instruksi rekan. Anak-anak banyak belajar mengenai puzzle dan
permainan dari anak-anak lain. Belajar untuk belajar dari rekan-rekan
seseorang dan pembelajaran untuk membantu rekan-rekan seseorang
untuk belajar karena keduanya merupakan tujuan pendidikan yang cukup
penting.
g. Individualisasi instruksi. Puzzle dan permainan dapat digunakan untuk
membantu dalam membedakan instruksi, mana fokus mungkin
independen, koperatif, atau kegiatan kompetitif.
h. Sibuk bekerja atau hiburan murni. Puzzle yang sering digunakan di
sekolah dan rumah untuk menjaga siswa untuk diam dan terhibur. Guru
atau orang tua tidak memiliki tujuan pendidikan tertentu seperti yang
tercantum di atas, tetapi hanya ingin menjaga siswa untuk diam sehingga
siswa tidak membuat masalah di kelas. Guru dan orang tua membuat
penggunaan tersebut sebagai alat bantu untuk kelas dan manajemen anak
di rumah. Menggunakan ide dari buku ini dapat membantu meningkatkan
25
5. Kelebihan dan Kekurangan Media Spelling Puzzle
Adapun kekurangan dan kelebihan menurut Dave Moursund, (2007:
55) kelebihan media puzzle adalah suatu puzzle juga dapat memberikan
lingkungan yang baik bagi siswa untuk belajar mengenai beberapa
kemampuan dan keterbatasan mereka sebagai seorang pelajar. Sedangkan
kekurangan dari media puzzle adalah ada kemungkinan siswa untuk
menggunakan waktu sekolah untuk bermain puzzle yang sama dan berulang
kali. Penggunaan media puzzle tidak dapat digunakan berulang-ulang
dengan menggunakan puzzle yang sama karena tidak akan menambah
kosakata yang dimiliki apabila terus menggunakan puzzle yang sama.
Penggunaan media puzzle sebaiknya menggunakan beberapa puzzle yang
berbeda sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan sebelumnya dapat
tercapai.
D. Kajian Tentang Teori Belajar yang Mendasari Proses Pembelajaran
1. Teori Belajar yang Mendasari Proses Pembelajaran dengan
Menggunakan Media Spelling Puzzle Pada Penelitian Ini.
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dari hasil interaksi
individu dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang terjadi dapat
terjadi pada tingkat pengetahuan, sikap, atau keterampilan. Menurut
pandangan behavioristik (Dali 2004: 43) belajar terjadi melalui
26
belum diketahui dengan hal yang diketahui. Menurut thorndike (dalam
sugihartono dkk, 2007: 91) belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus dan
respon. Sementara itu Skinner (dalam Sugihartono dkk, 2007: 97) meyakini
bahwa prilaku dikontrol melalui proses penguatan prilaku operan (penguatan
positif atau negative).
Pengertian belajar yang dikemukan beberapa ahli memiliki
keterkaitan. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang
dialami siswa untuk bertingkah laku sebagai hasil interaksi antara stimulus
dan respon. Hal ini sesuai dengan tiga ranah yang dikembangkan dalam
aspek penguasaan yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam suatu
proses sebagai tingkah laku yang dapat terjadi.
Media spelling puzzle merupakan sarana pembelajaran yang digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media puzzle ini merupakan bentuk
permainan yang menarik dan dapat membentuk kreatifitas siswa karena anak
mencoba memecahkan masalah yang ada pada puzzle. Selain itu, setelah
menyusun puzzle, siswa mendapatkan kosakata baru. Dengan bermain
sambil belajar inilah anak menemukan berbagai hal baru sehingga anak
senantiasa berusaha ingin tahu mengenai lingkungan dan hal-hal yang belum
diketahui anak sebelumnya. Hal ini dapat membentuk perubahan tingkah
27 2. Teori Pembelajaran Bahasa
Pada pembelajaran bahasa ada beberapa pendekatan yang dapat
mengoptimalkan pembelajaran bahasa diantaranya yaitu receptive skills dan
productive skills. Pada kemampuan reseptif, anak mengerti bicara
lingkungan melalui menyimak dan membaca. Menurut Hermanto (2011,
123) kemampuan reseptif anak tunarungu yaitu mengerti bicara lingkungan
melalui membaca ujaran, ideo visual, isyarat, dan sisa pendengaran.
Sedangkan pada kemampuan memproduksi yang lebih ditekankan yaitu
aspek berbicara dan menulis. Kemampuan memproduksi dalam artian siswa
dapat menuangkan gagasan yang terdapat dalam pikirannya ke dalam
keterampilan berbicara dan menulis.
Pembelajaran bahasa yang digunakan lebih mengarahkan kepada
aspek pemahaman terlebih dahulu. Hal tersebut lebih dianggap penting
karena untuk dapat berbicara, siswa terlebih dahulu harus paham apa yang
dibicarakan sehingga pembelajaran bahasa akan lebih efektif. Oleh karena
itu pada pembelajaran dengan menggunakan media spelling puzzle diarahkan
pada receptive skills terlebih dahulu yaitu anak paham terhadap materi
28 E. Kerangka Pikir
Tunarungu merupakan istilah yang diberikan kepada seseorang yang
mengalami kesulitan atau gangguan pendengaran dari yang ringan sampai
yang berat dan digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar sehingga
mengalami gangguan dalam menerima informasi dalam kehidupan
sehari-hari. Seseorang yang mengalami ketunarunguan dan memiliki gangguan pada
pendengarannya akan memiliki kosakata yang lebih sedikit dibandingkan
dengan orang-orang normal pada umumnya.
Anak tunarungu di kelas Taman 2 SLB B Karnnamanohara
Yogyakarta memiliki kosakata yang masih rendah, sehingga diperlukan media
yang tepat untuk meningkatkan penguasaan kosakata yang dimiliki anak.
Media yang digunakan untuk tunarungu sebaiknya berbasis visual karena
informasi yang di dapat oleh tunarungu lebih banyak di dapat menggunakan
visualnya. Salah satu media yang dapat digunakan untuk meningkatkan
penguasaan kosakata adalah media spelling puzzle.
Pemilihan media spelling puzzle ini mempertimbangkan kelebihan
yang ada apabila menggunakan media tersebut yaitu puzzle dapat memberikan
lingkungan yang baik bagi siswa untuk belajar, selain itu siswa dapat bermain
sambil belajar dengan menggunakan media puzzle. Media spelling puzzle
merupakan puzzle atau potongan-potongan gambar yang terdapat tulisan
nama gambar pada potongannya dan apabila disusun akan menjadi sebuah
29
menyusun puzzle tersebut menjadi utuh siswa diminta menyebutkan gambar
yang terdapat pada puzzle tersebut. Media ini akan membantu siswa dalam
memahami kosakata baru terlebih bagi siswa kelas taman yang masih
memiliki kosakata yang rendah. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
penguasaan kosakata tunarungu dengan menggunakan media spelling puzzle
di kelas Taman 2 SLB B Karnnamanohara Yogyakarta.
F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah diuraikan
diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut “Penguasaan
kosakata anak tunarungu di kelas Taman dua SLB B Karnnamanohara
30 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Jenis penelitian
yang digunakan adalah Penelitiaan Tindakan Kelas (PTK). Menurut E.
Mulyasa (2011:11) penelitian tindakan kelas adalah suatu upaya unyuk
mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan
sebuah tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan. Sedangkan menurut
Kunandar (2012: 46) penelitian tindakan kelas adalah sebuah bentuk kegiatan
refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam suatu situasi
kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang
praktik-praktik kependidikan, pemahaman mereka tentang praktik-praktik-praktik-praktik tersebut,
dan situasi dimana praktik-praktik tersebut dilaksanakan.
Dari definisi tersebut di atas maka penelitian tindakan kelas adalah
sebuah bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran
yang ada di kelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
penguasaan siswa tunarungu dalam menambah kosakata. Alasan penelitian
tindakan kelas ini karena peneliti ingin mengetahui peningkatan kemampuan
yang dapat dicapai oleh siswa tunarungu dalam penguasaan kosakata melalui
31 B. Desain Penelitian
Model desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis
[image:48.612.119.527.142.659.2]dan McTaggart yang di modifikasi.
Gambar 1. Tahap-Tahap Penelitian Tindakan Kelas Perencanaan
menyepakati jadwal dan tugas, menyiapkan RPP, menyiapkan media, menyiapkan instrumen yang terdiri dari tes tertulis dan panduan observasi, menyusun lembar kerja siswa, dan menetapkan indicator keberhasil.
Pelaksanaan 1.Bermain puzzle
a. Aktivitas siswa saat menyusun puzzle. b. Siswa melafalka kata yang terdapat pada puzzle. 2.Menulis 3.Membaca Refleksi a. Peneliti bersama kolaborator memeriksa catatan dari hasil observasi. b. Revisi puzzle
jika terlalu sulit.
SIKLUS I
Pengamatan
Peneliti mencatat
hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa.
SIKLUS II Perencanaan
menyepakati jadwal dan tugas, menyiapkan RPP, menyiapkan media, menyiapkan instrumen yang terdiri dari tes tertulis dan panduan observasi, menyusun lembar kerja siswa, dan menetapkan indicator keberhasil.
Pelaksanaan 1. Bermain puzzle
a. Aktivitas siswa saat menyusun puzzle. b. Siswa melafalkan kata yang terdapat pada puzzle. 2.Menuliskan 3.membaca Refleksi a. Peneliti bersama kolaborator memeriksa catatan dari hasil observasi. b. Revisi puzzle
jika terlalu sulit.
Pengamatan
Peneliti mencatat
32 1. Perencanaan
Perencanaan yang akan dilakukan adalah rencana tindakan yang akan
dilakukan ketika menemukan masalah. Perencanaan tindakan yang
dilakukan bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang ada di
kelas.
2. Pelaksanaan dan Pengamatan
Pada tahap ini merupakan pelaksanaan tindakan yang telah
direncanakan sebelumnya. Isi dari pelaksanaan yaitu membahas
langkah-langkah untuk memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Pada tahap
pengamatan ini yang dilakukan adalah mencatat hasil dari kegiatan yang
dilakukan oleh guru dan siswa. Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan
lembar observasi.
3. Refleksi
Kegiatan ini dilakukan untuk menganalisis kembali tindakan-tindakan
yang telah dilakukan serta keberhasilan tindakan dan kekurangannya pada
saat melakukan tindakan. Hasil refleksi ini dapat dijadikan tindak lanjut
dalam perencanaan siklus selanjutnya.
C. Prosedur Penelitian
Pada penelitian tindakan kelas terdapat empat komponen yang dibagi
33 1. Siklus 1
Langkah-langkah pada siklus 1 yaitu sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan dalam penelitian ini merupakan persiapan yang akan
dilakukan dalam tindakan. Kegiatan perencanaan yang dilakukan dalam
penelitian ini terdiri dari beberapa langkah yaitu: menyepakati jadwal dan
tugas, menyiapkan RPP, menyiapkan media, menyiapkan instrumen yang
terdiri dari tes tertulis dan panduan observasi, menyusun lembar kerja
siswa, dan menetapkan indicator keberhasil.
1) Menetapkan jadwal dan tugas
Peneliti dan guru menetapkan jadwal yang disepakati untuk
melakukan tindakan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran
di kelas. Pada penelitian ini yang melakukan tindakan adalah guru dan
peneliti sebagai pengamat.
2) Menyiapkan RPP
Penyusunan RPP dilakukan oleh guru dan peneliti. Materi yang
akan diajarkan dalam tindakan mengacu pada isi RPP. Penetapan
indikator untuk setiap pertemuannya berdasarkan pada kemampuan
yang telah diperoleh siswa pada pertemuan sebelumnya dengan tetap
34 3) Menyiapkan metode
Metode yang akan digunakan dalam tindakan adalah metode
maternal reflektif (MMR). Metode ini dilakukan karena siswa sudah
terbiasa menggunakan metode ini sehingga memudahkan siswa dalam
mempelajari kosakata.
4) Menyiapkan media
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media
spelling puzzle. Puzzle yang digunakan berbentuk persegi panjang
dengan ukuran 30 x 22cm. Puzzle yang disusun anak bukan hanya
berupa potongan gambar-gambar saja tetapi terdapat tulisan nama
gambar pada puzzle. Media ini digunakan agar siswa mendapatkan
pengalaman langsung saat belajar sehingga siswa dapat bermain
sambil belajar.
5) Menyiapkan instrument
Instrument yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
panduan observasi dan soal tes tes tertulis.
6) Menyusun lembar kerja (LKS)
Materi yang ditulis pada lembar kerja siswa berbeda untuk
setiap pertemuan. Jadi penyusunan lembar kerja siswa ini disesuaikan
35
7) Menetapkan indikator keberhasilan
Penetapan indikator keberhasilan dalam penelitian ini disesuaikan
dengan standar kompetensi dasar yang terdapat dalam penjabaran
indicator depdiknas. Siswa dikatakan mencapai indikator keberhasilan
ditunjukan dengan kemampuan sebagai berikut.
1) Nilai post test yang diperoleh siswa mencapai 70%, sesuai
criteria ketuntasan yang telah ditetapkan.
2) Siswa mampu menambah kosakata dengan media spelling
puzzle.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan penerapan rancangan pembelajaran yang
telah disusun pada tahap perencanaan. Pelaksanaan dalam penelitian ini
akan dilakukan dengan menerapkan media pembelajaran spelling puzzle
untuk menambah penguasaan kosakata siswa. Pelaksanaan dilakukan
dalam 3 kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran tiap
pertemuan, 1 jam pelajaran sama dengan 35 menit. Langkah-langkah
tindakan yaitu:
1) Melakukan Kegiatan Awal Pembelajaran
a) Guru masuk ke dalam kelas dan mengkondisikan semua anak
36
b) Guru dan siswa berdoa bersama-sama dan mengucapkan
salam.
c) Memberikan stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan kepada
siswa, seperti: alat-alat apa yang dipakai untuk mandi?
2) Kegiatan inti
a) Guru menunjukan media puzzle yang akan digunakan dalam
pembelajaran dan bertanya kepada siswa mengenai gambar
yang terdapat pada puzzle.
b) Siswa dan guru bersama-sama menyebutkan nama gambar
yang terdapat pada puzzle.
c) Guru meminta siswa untuk menyusun potongan-potangan
puzzle.
d) Siswa mengambil secara bergantian dan mulai menyusun
puzzle secara bersamaan.
e) Setelah siswa selesai menyusun puzzle, siswa diminta
menyebutkan gambar apa yang terbentuk pada puzzle tersebut.
f) Pada saat menyebutkan, apabila siswa masih melakukan
kesalahan dalam pengucapan maka guru memperbaiki dengan
cara memberi contoh kemudian siswa diminta mengulangi.
g) Setelah siswa berhasil menyusun dan menyebutkan nama
profesi yang ada siswa diminta menuliskan nama gambar
37 3) Kegiatan Akhir
a) Guru mengulang secara singkat mengenai materi yang telah
diajarkan, guru bersama siswa membuat kesimpulan tentang
materi yang telah dipelajari.
b) Guru melakukan evaluasi. Kegiatan yang dilakukan pada tahap
post test ini adalah dengan memberikan soal tes kepada siswa.
Test ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah
diberi tindakan.
c. Pengamatan atau observasi
Pada tahap pengamatan ini yang dilakukan adalah mencatat hasil
dari kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa. Pencatatan dilakukan
untuk menjadi bahan analisis dan pertimbangan untuk menentukan
langkah selanjutnya. Kegiatan pengamatan dilakukan di tempat
pelaksanaan tindakan . pihak yang melakukan pengamatan adalah
peneliti.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi ini dilakukan ketika peneliti sudah selesai
melakukan tindakan. Refleksi dilakukan untuk mengetahui
38
masih ditemukan masalah maka akan dilakukan perbaikan pada siklus
berikutnya.
2. Siklus II
Pada siklus II tindakan yang akan dilakukan didasarkan dari hasil
refleksi siklus I sehingga pada hasil akhir nanti diperoleh peningkatan
penguasaan kosakata pada siswa kelas taman 2.
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta. Lokasi
sekolah tersebut berada di Jalan Pandean 2, Gang Wulung, Condongcatur,
Depok, Sleman, Yogyakarta.. Kondisi bangunan sekolah tersebut cukup baik
dan sudah aksesibel untuk penyandang tunarungu. Kelas yang digunakan pada
penelitian ini adalah kelas taman 2. Penelitian ini dilakukan dalam 1 bulan
[image:55.612.146.529.519.641.2]atau 4 minggu.
Tabel 1. Jadwal penelitian
Waktu Kegiatan penelitian
Minggu I Observasi kelas dan pelaksanaan pre test
Minggu II Pelaksanaan tindakan siklus 1 pertemuan
pertama, kedua, dan ketiga
Minggu III Melaksanakan tes pasca tindakan I
Minggu IV Pelaksanaan post test II dan refleksi bila
hasilnya belum mencapai KKM maka
39 E. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa tunarungu kelas Taman 2 di
SLBB Karnnamanohara Yogyakarta berjumlah 12 siswa. Siswa yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh siswa tunarungu yang ada di
kelas Taman 2 dengan penguasaan kosakata yang masih rendah.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah tes tertulis
dan observasi terstruktur. Pengumpulan data dilakukan saat pre test,
pemberian tindakan berlangsung, dan post test. Berikut penjelasan mengenai
teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu tes tertulis dan observasi.
1. Observasi
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan yang sedang dilakukan. Manfaat
observasi dalam penelitian akan terwujud apabila masukan balik atau
feedback dapat dilakukan dengan cermat (Wiriaatmadja, 2007: 105).
Peneliti melakukan pengamatan terstruktur berpedoman pada panduan
yang telah disusun. Aspek yang diamati yaitu tingkah laku dan hasil
belajar siswa selama mengikuti proses pembelajaran untuk meningkatkan
bahasa penguasaan kosakata dengan menggunakan media spelling puzzle.
40
Jenis tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes
tertulis. Tes tertulis digunakan untuk mengetahui kemampuan awal anak
sebelum diberi tindakan yang dilakukan pada tahap pre test dan
kemampuan anak setelah diberi tindakan yaitu pada tahap post test.
Bentuk soal yang diberikan berupa soal-soal mengenai kosakata baru
yang di dapat anak.
G. Pengembangan Instrumen Penelitian
Pada suatu penelitian agar peneliti mendapatkan data, informasi atau
kejadian dengan lengkap, jelas, dan objektif, peneliti memerlukan suatu
instrument PTK (Kunandar, 2012: 135). Adapun instrument yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar Observasi
Panduan observasi ini berisi tentang penilaian mengenai siswa pada
saat proses pelaksanaan pembelajaran. Aspek yang diamati pada observasi
adalah pemahaman siswa pada materi dan keaktifan siswa pada saat di kelas.
41
Table 2. Kisi-kisi lembar observasi penguasaan kosakata
Variabel Sub
Variabel
Deskripsi Indikator Jumlah
butir
Ket.
Penguasaan
Pengetahuan Mampu
mengenal atau memahami kata
a.Anak mampu
menyebutkan nama-nama kata
benda yang
disajikan melalui
media spelling
puzzle
b.Anak memahami
materi dan
mengerti makna kosakata
2 observasi
Kesadaran akan kata
Menyadari adanya kosakata
a.Siswa mampu
mengidentifikasi nama benda yang disajikan melalui
media spelling
puzzle.
b.Siswa
menyebutkan kosakata
2 observasi
Keterampilan Mampu menyampai kan secara lisan atau verbal
a.Mampu
menuliskan nama-nama kata benda
2 observasi
2. Tes tertulis penguasaan kosakata dan lembar observasi
Tes tertulis dilaksanakan pada saat pre test dan post test. Tujuan pre
test adalah untuk mengetahui penguasaan kosakata awal siswa. Sedangkan
pos tes adalah untuk mengetahui penguasaan kosakata anak tunarungu setelah
42
dengan program kelas taman di SLB B Karnnamanohara. Pada kisi-kisi tes
terdapat aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang disesuaikan dengan
kurikulum yang ada. Berikut kisi-kisi tes tertulis penguasaan kosakata:
Table 3. Kisi-kisi tes tertulis penguasaan kosakata
Variabel Sub
Variabel
Deskripsi Indikator Butir
Soal
Ket.
Penguasaan
Pengetahuan Mampu
mengenal atau memahami kata
a.Anak mampu
[image:59.612.101.534.195.500.2]mencocokan
gambar dan
tulisan .
1-15 Tes
tertulis Kesadaran akan kata Menyadari adanya kosakata
a.Siswa mampu
mengidentifikasi nama benda yang disajikan melalui
media spelling
puzzle.
27-35 Tes
tertulis
Keterampilan Mampu menyampai kan secara lisan atau verbal
a.Mampu
menuliskan nama kosakata
16-27 Tes
tertulis
Cara penentuan skor tertulis:
Butir soal dengan jawaban benar mendapatkan skor 1 dan butir soal
dengan jawaban salah mendapatkan skor 0. Hasil skor dapat dirumuskan
sebagai berikut:
43 N= Nilai yang ingin diketahui
R= Skor yang diperoleh
N= Skor maksimum tes tersebut
H. Validitas
Menurut Arief Furchan (2005: 293) masalah validitas berhubungan
dengan sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang dianggap orang
seharusnya diukur oleh alat tersebut. Uji validitas instrument pada penelitian
ini menggunakan validitas isi yaitu dengan menggunakan kurikulum sebagai
pedoman dalam pembuatan kisi-kisi instrument lalu dikembangkan menjadi
butir-butir instrument penelitian.
Uji validitas dilakukan dengan uji ahli yang dilakukan oleh Guru Kelas
Taman dua SLB Karnnamanohara Yogyakarta yaitu ibu Siti Kalimah, S.Psi
dengan menelaah konsep materi. Konsep materi yang diajukan oleh peneliti
ditelaah oleh guru sehingga sudah sesuai sebagai instrument tes atau belum.
Alas an penelaahan dilakukan oleh Guru Kelas Taman dua SLB
Karnnamanohara Yogyakarta karena guru tersebut sudah berpengalaman
mengajar di Sekolah Luar Biasa dan memahami kondisi anak berkebutuhan
44 I. Indikator Keberhasilan Tindakan
Pada penelitian ini tindakan yang diberikan dikatakan berhasil apabila
skor penguasaan kosakata yang dicapai siswa dapat mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal yaitu mendapatkan skor 70.
J. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menggambarkan hasil penelitian. Analisis
data dalam hal ini, seseorang yang sedang melakukan suatu kegiatan
penelitian perlu memahami berbagai bentuk data yang berbeda dengan jenis
analisisnya masing-masing yang sesuai (Mulyasa, 2011: 27). Proses analisis
data dilakukan sejak data diperoleh dari pelaksanaan penelitian hingga data
disajikan.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis skor tes
tertulis yang diperoleh siswa. Skor tes tersebut kemudian dihitung menjadi
nilai yang dinyatakan dalam persen. Penskoran juga dilakukan dengan cara
membandingkan hasil pre tes dan pos tes. Criteria ketuntasan minimal yaitu
70 dan total nilai keseluruhan tes adalah 100. Apabila hasil tes mencapai 70
atau lebih setelah dilakukan tindakan maka dapat dikatakan penguasaan
45 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Sekolah Luar Biasa Karnnamanohara merupakan sekolah yang
melayani pendidikan bagi anak tunarungu. Sekolah ini berdiri di bawah
Yayasan Tunarungu Yogyakarta dan beralamat di Jalan Pandean 2, Gang
Wulung, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. SLB Karnnamanohara
menyelenggarakan pendidikan dari jenjang kelas latihan, taman, Sekolah
Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Pelayanan
pendidikan yang diberikan di sekolah ini menggunakan Metode Maternal
Reflektif, yaitu suatu metode pembelajaran yang mengembangkan bahasa oral
bagi anak tunarungu.