• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA SPELLING PUZZLE PADA ANAK TUNARUNGU KELAS TAMAN 2 DI SLB KARNNAMANOHARA YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA SPELLING PUZZLE PADA ANAK TUNARUNGU KELAS TAMAN 2 DI SLB KARNNAMANOHARA YOGYAKARTA."

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN SPELLING PUZZ

DI SLB B

Dia un gun

PROGR JUR UNI

i

N PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI M ZLE PADA ANAK TUNARUNGU KELAS TA

B KARNNAMANOHARA YOGYAKARTA SKRIPSI

iajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan una Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Lestari Galuh Putri NIM. 11103241052

RAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA URUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN IVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

MEI 2015

I MEDIA TAMAN 2

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah (Lessing).

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orangtua tercinta, Bapak Eli Nurjamil dan Ibu Tuti yang selalu memberikan motivasi, semangat, dukungan dalam segala bentuk dan selalu mendoakan saya.

(7)

vii

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA SPELLING PUZZLE PADA ANAK TUNARUNGU KELAS TAMAN 2 DI SLB

KARNNAMANOHARA YOGYAKARTA

Oleh

Lestari Galuh Putri NIM. 11103241052

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kosakata melalui media spelling puzzle pada siswa tunarungu kelas Taman 2 di SLB B Karnnamanohara.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan kuantitatif. Subjek penelitian adalah siswa tunarungu kelas Taman 2 di SLB B Karnnamanohara sejumlah 12 orang. Penelitian dilaksanakan 2 siklus dengan kolaborasi antara peneliti dan guru kelas. Siklus I terdiri dari 3 pertemuan dan siklus II terdiri dari 2 pertemuan. Pengumpulan data dilakukan dengan tes tertulis penguasaan kosakata dan observasi mengenai aktivitas siswa dalam pembelajaran digunakan untuk data pelengkap. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan penyajian data berupa tabel dan grafik histogram.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan media spelling puzzle dapat meningkatkan penguasaan kosakata anak tunarungu. Hal ini dibuktikan dari hasil tes pada siklus 1 ada 11 anak yang mengalami peningkatan dan 1 anak mendapat nilai sama dibandingkan tes kemampuan awal. Pada siklus I ada 5 anak yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal sehingga dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II semua siswa telah mencapai kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan yaitu sebesar 70 dan 3 anak memperoleh nilai 100 pada tes pasca tindakan siklus II. Dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas Taman 2 di SLB B Karnnamanohara meningkat setelah menggunakan media spelling puzzle.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Allhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunianyalah, penulisan tugas akhir skripsi dengan judul “Peningkatan Penguasaan Kosakata Melalui Media Spelling Puzzle Pada Anak Tunarungu Kelas Taman 2 Di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta” dapat terselesaikan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Penyusunan tugas akhir skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memfasilitasi selama penulis menempuh studi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Yogyakarta, yang telah memberikan kemudahan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa yang telah memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini.

(9)

ix

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

6. Bapak dan Ibu staf karyawan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah membantu penyelesaian administrasi selama kegiatan perkuliahan serta dalam proses penyelesaian penelitian sampai selesai.

7. Kepala Sekolah SLB B Karnnamanohara yang telah memberikan izin penelitian, dukungan, dan kemudahan selama penelitian.

8. Ibu Siti Kalimah, S.Psi selaku kolaborator yang telah banyak membimbing dan membantu dalam proses penelitian tindakan kelas.

9. Kedua orang tuaku, Bapak Eli Nurjamil dan Ibu Tuti yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, semangat, nasehat, dan motivasi yang sangat berarti.

10.Kakak dan adikku, Mentari Galuh Putri dan Aji Mandala Putra yang telah menjadi penyemangat dan memberikan dukungan.

11.Teman-teman Pendidikan Luar Biasa angkatan 2011 yang telah memberikan informasi selama penyelesaian skripsi ini.

12.Teman-teman PLB B 2011 yang memberikan pengalaman berharga selama saya berada di jogja.

(10)
(11)

xi DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN ……….. ii

HALAMAN PERNYATAAN ……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iv

HALAMAN MOTTO ……….. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. vi

ABSTRAK ……….. vii

KATA PENGANTAR ……….. viii

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……….. xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... …… 1

B. Identifikasi Masalah ………... 5

C. Batasan Masalah ………... 6

D. Rumusan Masalah ………... 6

E. Tujuan Penelitian ………... 7

F. Kegunaan Penelitian ………... 7

G. Definisi Operasional ………... 8

BAB II : KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Anak Tunarungu ………... 9

1. Pengertian Anak Tunarungu ………... 9

2. Karakteristik Anak Tunarungu ………... 10

(12)

xii

B. Kajian Tentang Kosakata ………... 13

1. Pengertian Kosakata ………... 13

2. Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu ………... 13

3. Ruang Lingkup Pembelajaran Kosakata ………... 15

4. Tujuan Penguasaan Kosakata ………... 17

C. Kajian Tentang Teori Belajar ………... 18

1. Teori Belajar yang Mendasari Proses Pembelajaran ………. 18

2. Teori Pembelajaran Bahasa ………... 19

D. Kajian Tentang Media Spelling Puzzl ……….. 20

1. Pengertian Media Pembelajaran ………... 20

2. Manfaat Media Pembelajaran ………... 21

3. Pengertian Media Spelling Puzzle ………... 22

4. Tujuan Menggunakan Media Spelling Puzzle dalam pembelajaran ………... 24

5. Kelebihan dan Kekurangan Media Spelling Puzzle ……… ……. 27

E. Kerangka Pikir ………... 28

F. Hipotesis Tindakan ………... 29

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...………...……….. 30

B. Desain Penelitian ...………... 31

C. Prosedur Penelitian ...………... 32

1. Siklus 1 ...………...……….. 33

2. Siklus II ...………...……….. 38

D. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 38

E. Sunyek Penelitian ...………...…………. 39

F. Teknik Pengumpulan Data ……….. 39

1. Observasi ……….. 39

(13)

xiii

G. Pengembangan Instrumen Penelitian .………. 40

1. Panduan observasi ………..……… 40

2. Tes tertulis penguasaan kosakata ………... 41

H. Validitas ……….. 43

I. Indikator Keberhasilan Tindakan ……….. 44

J. Analisis Data ………... 44

BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 45

B. Deskripsi Subjek Penelitian ……….. 46

C. Deskripsi Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata ………... 54

D. Hasil Penelitian ………..… 66

1. Siklus I ……….. 66

a. Deskripsi Pelaksanaan Siklus I ……….. 66

b. Deskripsi Data Hasil Tindakan Siklus I ………. 73

c. Hasil Refleksi Tindakan Siklus I ………. 77

2. Siklus II ……….. 91

a. Perencanaan Tindakan Siklus II ………. 91

b. Deskripsi Pelaksanaan Siklus II ……….. 93

c. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus II ……….. 97

d. Hasil Refleksi Tindakan Siklus II ………...100

E. Pembahasan Hasil Penelitian ………...112

F. Uji Hipotesis Tindakan ………...116

(14)

xiv BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………...120

B. Saran ………...121

DAFTAR PUSTAKA ………...122

(15)

xv

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1 Jadwal Penelitian ………. 38

Tabel 2 Kisi-kisi Panduan Observasi Penguasaan Kosakata ……… 41

Tabel 3 Kisi-kisi Tes Tertulis Penguasaan Kosakata ……… 42

Tabel 4 Tes Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata Anak

Tunarungu Kelas Taman 2 ……… 54

Tabel 5 Hasil Tes Pasca Tindakan Siklus I ………... 76

Tabel 6 Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu Kelas Taman 2

Pasca Tindakam Siklus I ………... 78

Tabel 7 Hasil Tes Pasca Tindakan Siklus II ……….. 98

Tabel 8 Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu Kelas Taman 2

Pasca Tindakam Siklus II ………...100

Tabel 9 Hasil Peningkatan Tes Kemampuan Awal Penguasaan

Kosakata, Pasca Tindakan Siklus I, dan Pasca Tindakan

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1 Tahap-tahap Penelitian Tindakan Kelas ……….. 29

Gambar 2 Histogram Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata ………. 64

Gambar 3 Histogram Hasil Tes Pasca Tindakan Siklus I ………. 75

Gambar 4 Histogram Perbandingan Penguasaan Kosakata Pasca

Tindakan Siklus I dan Kemampuan Awal ……… 87

Gambar 5 Histogram Hasil Tes Pasca Tindakan Siklus II ……… 97

Gambar 6 Histogram Perbandingan Penguasaan Kosakata Pasca

Tindakan Siklus II dan Siklus I ………... 99

Gambar 7 Histogram Perbandingan Penguasaan Kosakata Pasca

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Surat-surat ………...124

1.1 Surat Izin Penelitian dari Dekan FIP, UNY ………...125

1.3 Surat Izin Penelitian dari BPPD Kabupaten Sleman ………...126

1.2 Surat Izin Penelitian dari Kesatuan Kebangsaan Kabupaten Sleman………...127

1.4 Surat Keterengan Telah Melakukan Penelitian ………...128

1.5 Surat Keterangan Konsultasi Ahli ………...129

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ………...130

2.1 RPP Pertemuan 1 s/d III Siklus I ………...131

2.2 RPP Pertemuan 1 dan 2 Siklus II ………...138

Lampiran 3 Instrumen Penelitian ………...143

3.1 Instrumen Tes Penguasaan Kosakata ………...144

3.2 Lembar Observasi Siswa Pada Pembelajaran Penguasaan Kosakata ……...157

Lampiran 4 Rekapitulasi Data dan Analisis Data ………...163

4.1 Data Hasil Pre Tes, Post Tes Siklus I dan Post Tes Siklus II Penguasaan Kosakata ………...164

4.2 Data Hasil Observasi Siswa Pada Pembelajaran Penguasaan Kosakata ………...180

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hak bagi semua masyarakat, tidak terkecuali

tunarungu. Meskipun tunarungu memiliki hambatan dari segi pendengaran

tetapi mereka memiliki hak dan kesempatan yang sama seperti anak normal

pada umumnya untuk menempuh pendidikan guna mengoptimalkan bakat dan

potensi yang dimilikinya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa tunarungu memerlukan

pendidikan yang sesuai dengan hambatan dan kemampuannya.

Secara fisik, anak tunarungu tampak sama bahkan tidak berbeda

dengan anak pada umumnya. Akan tetapi orang akan mengetahui bahwa anak

tersebut menyandang ketunarunguan pada saat berbicara. Mereka berbicara

dengan suara yang kurang jelas artikulasinya, bahkan tidak berbicara sama

sekali. Hal tersebut mengakibatkan sulitnya tunarungu dalam berkomunikasi,

sedangkan kesulitan berkomunikasi merupakan permasalahan yang sangat

(19)

2

penerimaan informasi dan pemerolehan bahasa. Ketidakmampuan tunarungu

untuk mendengar dan berbicara berdampak pada terhambatnya kemampuan

untuk berbahasa serta kesulitan untuk menerima mata pelajaran. Sedangkan

bahasa merupakan alat yang digunakan untuk mengungkapkan segala sesuatu

yang ada pada pikiran atau perasaannya. Hambatan-hambatan tersebut

menyebabkan anak tunarungu kurang mampu dalam menyesuaikan diri

terhadap lingkungannya. Oleh karena itu pelajaran bahasa indonesia yang

dianggap mudah bagi sebagian orang justru dapat dianggap sulit bagi

tunarungu. Terlebih lagi tunarungu yang masih memiliki kosakata sedikit. Hal

tersebut akan mengakibatan pemahaman tunarungu terhadap suatu bacaan

akan semakin sulit. Sebaliknya semakin banyak kosakata yang dimiliki

tunarungu maka semakin baik pula pemahamannya terhadap suatu bacaan.

Pemerolahan kosakata memungkinkan seseorang dapat berbahasa dengan baik

dan benar. Dengan kata lain, kualitas keterampilan berbahasa seseorang dan

informasi yang didapat seseorang jelas bergantung pada kualitas dan kuantitas

kosakata yang dimilikinya.

Gangguan indera pendengaran pada tunarungu mengakibatkan anak

mengalami hambatan pada pemerolehan perbendaharaan kata sehingga

kosakata yang dimiliki siswa tunarungu khusunya kelas rendah, memang

masih sedikit. Berdasarkan hasil pengamatan di kelas taman dua SLB B

Karnnamanohara pada bulan agustus dan oktober dilihat dari penguasaan

(20)

3

siswa yang sulit memahami kosakata yang digunakan dalam percakapan

sehari-hari. Bahkan ada beberapa nama benda sekitar yang belum siswa

pahami. Kemampuan siswa kelas taman dua di SLB B Karnnamanohara untuk

pengenalan kata-kata baru perlu diulang berkali-kali sampai siswa dapat

membaca dan paham kata tersebut. Itu pun harus disertai benda konkrit agar

siswa dapat memahami kata tersebut bukan sekedar dapat membaca tanpa

mengetahui arti kata tersebut. Selain itu, siswa juga belum mampu

menyebutkan kosakata yang jarang ditemui di kelas tetapi untuk kata-kata

yang biasa digunakan anak sudah bisa seperti alat transportasi, buah-buahan,

alat-alat tulis. Pada saat menulis kosakata pun siswa masih menulis dengan

cara menyalin tulisan. Siswa memerlukan banyak latihan agar kosakata yang

dimiliki dapat terus bertambah. Pada usia tersebut anak akan mudah dilatih

untuk dikenalkan kata-kata baru sehingga pada saat dewasa anak memiliki

penguasaan kosakata yang lebih baik.

Media merupakan salah satu alat yang dapat membantu dalam proses

pembelajaran. Media yang biasanya digunakan guru di kelas Taman 2 adalah

benda-benda nyata dari anak atau dibawa anak. Guru mengenalkan nama

benda tersebut kemudian kata baru yang didapat diangkat sebagai percakapan

hari itu. Penggunaan media yang lebih bervariasi dapat memberikan

pengalaman serta memperkaya kosakata sehingga lebih bervariasi. Untuk itu

(21)

4

penting. Sebagaimana yang dikemukakan Arsyad (2002:26-27) manfaat

media pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi

siswa sehingga pada saat pembelajaran siswa dapat memperlancar dan

meningkatkan proses dan hasil belajar.

2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian

anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang

lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan

siswa uuntuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan

minatnya

3. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan

waktu.

4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada

siswa tentang peristiwa-peristiwa dilingkungan mereka, serta

memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat,

dan lingkungannya.

Dengan kata lain apabila media yang digunakan menarik maka siswa

akan lebih tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran. Pada siswa kelas

taman pemilihan media permainan yang bersifat edukatif akan sangat

membantu siswa dalam pembelajaran. Karakteristik siswa yang masih

tergolong suka bermain perlu diimbangi dengan media yang akan mendorong

(22)

5

meningkatkan penguasaan kosakata baru karena permainan puzzle dimainkan

dengan cara mengacak-acak potongan huruf atau gambar kemudian disusun

kembali hingga terbentuk suatu huruf atau gambar. Pada permainan puzzle

terdapat beberapa jenis puzzle. Salah satunya adalah Spelling puzzle.Spelling

puzzle adalah puzzle yang berupa potongan-potongan gambar yang disertai

huruf acak lalu dijodohkan menjadi kosakata yang benar sesuai dengan

pertanyaan atau pernyataan yang ada. Salah satu media pembelajaran yang

dapat diberikan untuk anak kelas taman dapat berupa media Spelling puzzle.

Media Spelling puzzle yang diberikan untuk pembelajaran dapat berupa

potongan-potongan gambar yang terdapat nama dari gambar tersebut dan

apabila disatukan akan menjadi sebuah gambar yang disertai nama gambar.

Setelah anak berhasil menyusun anak diminta menyebutkan kata yang sudah

terbentuk.

Alasan dipilihnya media spelling puzzle adalah karena media ini

efisien untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata

pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, media ini akan

memunculkan kreativitas anak saat belajar. Anak bisa bermain sambil belajar

serta berfungsi membimbing siswa secara sistematis maupun terarah dan

merupakan upaya untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk

(23)

6 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dilihat

beberapa permasalahan yang dapat diangkat untuk diadakannya penelitian

antara lain sebagai berikut:

1. Kemampuan penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas taman

dua di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta masih kurang.

2. Penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas taman dua di SLB B

Karnnamanohara Yogyakarta belum mencapai ketuntasan

minimal.

3. Belum variatifnya guru dalam pembelajaran penguasaan kosakata

pada kelas taman dua di SLB Karnnamanohara Yogyakarta.

4. Penguasaan kosakata beberapa siswa kelas taman dua SLB

Karnnamanohara Yogyakarta belum tercapai maksimal.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini dibatasi

masalah nomor 1 dan 3 yaitu sebagai berikut:

Penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas taman dua di SLB B

Karnnamanohara Yogyakarta masih kurang dan belum digunkannya media

spelling puzzle dalam pembelajaran kosakata di kelas taman dua SLB B

(24)

7 D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Bagaimana peningkatan

penguasaan kosakata dengan menggunakan media spelling puzzle pada siswa

tunarungu kelas taman 2 di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta?”.

E. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan penguasaan kosakata

siswa tunarungu kelas taman dua di SLB Karnnamanohara Yogyakarta

dengan menggunakan media spelling puzzle.

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi siswa hasil penelitian ini dapat membantu untuk meningkatkan

penguasaan kosakata melalui pembelajaran dengan media spelling

puzzle.

b. Bagi guru penelitian ini sebagai salah satu model pemanfaatan media

spelling puzzle dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang sesuai bagi

siswa tunarungu.

c. Bagi sekolah sebagai bahan pertimbangan penetapan kebijakan

pelaksanaan kurikulum oleh guru atau peningkatan mutu pembelajaran

(25)

8

karakteristik siswa dan dalam jangka panjang dapat sebagai upaya

peningkatan mutu pembelajaran dan mutu sekolah.

G. Definisi operasional

1. Penguasaan kosakata

Penguasaan kosakata dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

kemampuan untuk menggunakan (pengetahuan, kepandaian) dalam

mengenal, memahami, dan menggunakan kata-kata dengan baik dan

benar serta dapat menggunakan dalam kehidupan sehari-hari. Indikator

keberhasilan ditentukan dari 70% ketuntasan minimal penguasaan

kosakata.

2. Media spelling puzzle

Media spelling puzzle yang digunakan adalah puzzle yang berupa

potongan-potongan gambar dan huruf acak lalu dijodohkan menjadi

gambar dan nama yang benar sesuai dengan pertanyaan atau

pernyataan yang ada..

3. Siswa tunarungu adalah siswa yang memiliki gangguan pada indera

pendengaran sehingga mereka kesulitan untuk berkomunikasi dengan

orang-orang di sekitarnya. Yaitu siswa kelas taman dua dan tiga di

(26)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Tentang Anak Tunarungu

1. Pengertian Anak Tunarungu

Kehilangan pendengaran pada tunarungu mengakibatkan mereka

kesulitan dalam berkomunikasi dan menerima informasi. Pengertian

tunarungu menurut Sadjah (2005: 69) adalah anak yang mengalami

gangguan pada pendengaran yang disebabkan oleh berbagai hal sehingga

sangat mengganggu aktivitas hidupnya. Menurut Haenudin (2013: 53)

tunarungu adalah istilah yang diberikan kepada anak yang mengalami

kehilangan atau kekurangmampuan dalam mendengar sehingga mengalami

gangguan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Tunarungu dibedakan

menjadi dua yaitu tuli dan kurang dengar. Berdasarkan definisi hallahan,

Kauffman, dan pullen (2009: 340) adalah

A deaf person is one whose hearing disability precludes successful processing of linguistic information through audition, with or without hearing aid. A person who is hard of hearing generally, with the use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable successful processing of linguistic information through audition.

Artinya orang yang tuli adalah seseorang yang mengalami gangguan

mendengar sehingga berpengaruh pada bahasanya dan penerimaan informasi

dengan atau tanpa hearing aid. Sedangkan orang yang sulit mendengar

(27)

10

yang cukup untuk memungkinkan pengolahan informasi linguistic melalui

audisi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan

bahwa tunarungu merupakan istilah yang diberikan kepada seseorang yang

mengalami kesulitan atau gangguan pendengaran dari yang ringan sampai

yang berat dan digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar sehingga

mengalami gangguan dalam menerima informasi dalam kehidupan

sehari-hari.

2. Karakteristik Anak Tunarungu

Ada beberapa karakteristik yang dimiliki tunarungu yaitu sebagai berikut:

a. Karakteristik sosial

Karakteristik sosial dari anak tunarungu adalah sebagai berikut

(Somad dan Hernawati, 1996: 37) :

1) Egosentrisme yang melebihi anak normal

2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas

3) Ketergantungan terhadap orang lain

4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan

5) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung

b. Karakteristik dalam segi intelektual

Pada dasarnya kemampuan intelektual anak tunarungu sama

(28)

11

normal atau rata-rata, tetapi karena perkembangan bahasanya, anak

tunarungu akan menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan

oleh kesulitannya memahami bahasa. Kehilangan pendengaran yang

dialami anak tunarungu berdampak pada kemiskinan kosakata,

kesulitan berbahasa dan berkomunikasi, dan efeknya menyebabkan

perbedaan yang signifikan tentang apa yang tidak dapat dilakukan dan

apa yang dapat dilakukan oleh anak tunarungu maupun anak normal

(effendi, 2009: 79) .

c. Karakteristik dalam segi bahasa

Karakteristik anak tunarungu dalam segi bahasa dan bicara

menurut (Suparno, 2001:14) adalah sebagai berikut:

a) Miskin kosakata

b) Mengalami kesulitan dalam mengerti ungkapan bahasa yang

mengandung arti kiasan dan kata-kata abstrak.

c) Kurang menguasai irama dan gaya bahasa.

d) Sulit memahami kalimat yang kompleks atau

kalimat-kalimat yang panjang serta bentuk kiasan.

3. Klasifikasi dan jenis-jenis ketunarunguan

Ketunarunguan dibagi ke dalam beberapa klasifikasi. Pembagian

klasifikasi sangat diperlukan untuk menentukan alat bantu yang sesuai

(29)

12

pembelajaran. Menurut Boothroyd dalam (Winarsih, 2007: 23-24) klasifikasi

dan karakteristik tunarungu adalah sebagai berikut:

Kelompok I : Kehilangan 15 - 30 dB, mild hearing losses atau biasa

disebut dengan ketunarunguan ringan. Pada

ketunarunguan ini daya tangkap terhadap suara

percakapan manusia masih terdengar normal.

Kelompok II : Kehilangan 31-60 dB, moderate hearing losses atau

biasa disebut ketunarunguan sedang. Pada

ketunarunguan ini daya tangkap terhadap cakapan

manusia hanya sebagian yang bisa terdengar.

Kelompok III : Kehilangan 61-90 Db, severe hearing losses atau

ketunarunguan yang berarti berat. Pada ketunarunguan

ini daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak

ada.

Kelompok IV : Kehilangan 91-120Db, profound hearing losses atau

ketunarunguan sangat berat. Pada ketunarunguan ini

daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak

ada sama sekali.

Kelompok V : Kehilangan lebih dari 120db, total hearing losses atau

ketunarunguan total. Pada ketunarunguan ini daya

tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada

(30)

13 B. Kajian Tentang Kosakata

1. Pengertian Kosakata

Kosakata menurut Soedjito dan Djoko ( 2011: 3) adalah

perbendaharaan atau kekayaan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa. Untuk

dapat berkomunikasi tentu diperlukan ketersediaan dan ketercukupan

perbendaharaan kata (Hermanto, 2011: 121). Selain itu penguasaan kosakata

yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh kelengkapan pancaindra yang

dimiliki. Perbendaharaan yang dimiliki seseorang juga akan bertambah

seiring pengalaman hidup yang telah dilalui. Menurut (Hermanto 2011: 121)

ketersediaan dan ketercukupan perbendaharaan kata itu tidak saja hanya

dalam kemampuan pengucapan tetapi juga kemampuan memahami arti apa

yang didengar, diucapkan, atau yang dibaca.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli maka kosakata merupakan

perbendaharaan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa yang apabila

perbendaharaaan yang dimiliki tercukupi dapat digunakan sebagai sarana

berkomunikasi. Kosakata yang dimiliki seseorangpun bukan hanya sekedar

kata-kata yang dimiliki dan diucapkan oleh seseorang tetapi haruslah

(31)

14

2. Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu

Penguasaan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah (1)

proses, cara, perbuatan menguasai (2) pemahaman atau kesanggupan untuk

menggunakan (pengetahuan, kepandaian). Menurut Darmiyati Zuchdi

(dalam Chindy Dwi 2012: 14) penguasaan kosakata adalah kemampuan

seseorang untuk mengenal, memahami, dan menggunakan kata-kata dengan

baik dan benar dengan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.

Menurut Yuanita (2013: 130) penguasaan kosakata merupakan kemampuan

seseorang dalam memahami atau menguasai kata berdasarkan struktur

morfologinya (jenis kata). Berdasarkan definisi dari beberapa ahli maka

dapat disimpulkan bahwa penguasaan kosakata adalah kemampuan atau

proses untuk menggunakan (pengetahuan, kepandaian) dalam mengenal,

memahami, dan menggunakan kata-kata dengan baik dan benar dengan

mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.

Penguasaan kosakata seseorang dipengaruhi oleh kelengkapan

pancaindera yang dimiliki. Dengan kata lain seorang yang mengalami

ketunarunguan dan memiliki gangguan pada pendengarannya akan memiliki

kosakata yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang-orang normal pada

umumnya. Butuh waktu berminggu-minggu untuk melatih kemampuan anak

agar anak mampu mengucapkan satu kata (Yuswanjaya Wiwit, 2013:1).

Berbicara anak tunarungu dalam perolehan informasi, mereka sangat terbatas

(32)

15

2011: 122). Hal tersebut ditentukan dengan proses komunikasi seorang

tunarungu dalam kehidupan sehari-harinya. Penggunaan bahasa verbal

dalam keseharian akan lebih memudahkan tunarungu memperoleh informasi.

Peningkatan kemampuan kebahasaan khususnya dalam penguasaan kosakata

dapat dilakukan apabila metode dan media pembelajaran yang diajarkan

tepat bagi anak tunarungu.

3. Ruang Lingkup Pembelajaran Kosakata

Kosakata berdasarkan penggolongan kelas kata bahasa Indonesia

digolongkan menjadi: kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata

ganti, kata bilangan, dan kata tugas. Kosakata menurut Soedjito dan Djoko (

2011: 3) adalah perbendaharaan atau kekayaan kata yang dimiliki oleh suatu

bahasa. Ruang lingkup kosakata yang dikembangkan dalam penelitian ini

yaitu pada kata benda dan kata kerja. Pengertian kata benda (nomina) pada

academia.edu (TT: 1) adalah kata-kata yang merujuk pada bentuk suatu

benda, bentuk benda itu sendiri dapat bersifat abstrak ataupun konkret .

Proses pembentukan kata benda menurut academia.edu (TT: 1) terdiri dari

dua jenis yaitu:

a. Kata benda (nomina) dasar: Kata benda dasar atau nomina dasar ialah kata-kata yang yang secara konkret menunjukkan identitas suatu benda, sehingga kata ini sudah tidak bisa lagi diuraikan ke bentuk lainnya

(33)

16

Sedangkan pengertian kata kerja menurut (Abdul Chaer 1988: 127)

adalah kata-kata yang dapat diikuti oleh frase dengan, baik yang menyatakan

alat, yang menyatakan keadaan, maupun yang menyatakan penyerta. Dilihat

dari strukturnya ada dua macam kata kerja (Abdul Chaer: 1988: 127) yaitu:

a. Kata kerja dasar: kata kerja yang belum diberi imbuhan seperti

pulang, tidur, pergi, tulis.

b. Kata kerja berimbuhan: adalah kata kerja yang terbentuk dari kata

dasar yang mungkin kata benda, kata kerja, kata sifat, atau jenis kata

lain dari imbuhan.

Ruang lingkup yang dikembangkan dalam penelitian ini disesuaikan

dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berlaku di sekolah.

Standar kompetensinya adalah anak mampu melakukan percakapan

sederhana sedangkan kompetensi dasarnya adalah melakukan percakapan

sederhana dengan mengungkapkan isi hati secara lisan atau bahasa tubuh.

Peningkatan penguasaan kosakata yang dilakukan dalam penelitian ini

bertujuan untuk memberikan penguasaan mengenai kosakata dasar sehingga

(34)

17 4. Tujuan Penguasaan Kosakata

Penguasaan kosakata merupakan hal yang penting karena dengan

adanya kosakata yang dimiliki, seseorang dapat berbahasa dengan baik dan

benar. Menurut Yuanita Ayu (2013: 129) kosakata merupakan unsur bahasa

yang penting dan perlu dipelajari, dipahami, dan dimengerti agar dapat

digunakan dengan baik dan benar. Semakin banyak kosakata yang dimiliki

seseorang maka keterampilan dalam berbahasa akan semakin baik. Dengan

keterampilan berbahasa yang baik maka komunikasi yang dilakukan dapat

berjalan dengan baik. Totok dan Toni (2003: 33) mengemukakan bahwa

bahasa merupakan media yang digunakan seseorang untuk menyampaikan

pikirannya kepada orang lain, mengidentifikasi perasaannya yang paling

dalam, membantu memecahkan masalah pribadi, dan menjelajah dunianya

melampaui penglihatan serta masa kini.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli maka dapat disimplkan bahwa

penguasaan kosakata seseorang akan membentuk bahasanya. Oleh karena itu

dapat disimpulkan bahwa tujuan penguasaan kosakata adalah untuk

meningkatkan kemampuan berbahasa sehingga komunikasi yang dilakukan

(35)

18 C. Kajian tentang Media Spelling Puzzle

1. Pengertian Media Pembelajaran

Menurut arsyad ( 2002: 4) media merupakan komponen sumber

belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di

lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. AEC

(Association of education and communication technology) memberi batasan

tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk

menyampaikan pesan atau informasi.

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan

untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan peserta didik

sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran dapat berjalan secara efektif (

Sukiman, 2012: 29). Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah komponen sumber belajar

berupa fisik yang mengandung materi dan digunakan untuk menyalurkan

pesan dari pengirim ke penerima sehingga tujuan pembelajaran dapat

(36)

19 2. Manfaat Media Pembelajaran

Menurut Arsyad 2002: 26-27) manfaat media pembelajaran adalah sebagai

berikut:

a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi

sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses hasil belajar.

b. Media pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak

sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih

langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk

belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

c. Media pengajaran dapaat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan

waktu:

1) Obyek atau benda ang terlalu besar untuk ditampilkan langsung di

ruang kelas dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film,

radio, atau model;

2) Obyek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh

indera dapat disajikan dengan bantuan mikrosop, film, slide, atau

gambar.

3) Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam

puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film,

(37)

20

4) Obyek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat

ditampilkan secara konkrit melalui film, gambar, slide, atau

simulasi computer;

5) Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat

disimulasikan dengan media seperti computer, film, dan video.

6) Peristiwa alam seperti terjadinya letusan gunung berapi atau

proses yang dalam kenyataan memakan waktu lama seperti proses

kepompong menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan

teknik-teknik rekaman seperti time-lapse untuk film, video, slide, atau

simulasi computer.

d. Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa

tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan

terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan

lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke

museum atau kebun binatang.

3. Pengertian Media Spelling Puzzle

Pada dasarnya puzzle merupakan sebuah permainan edukatif.

Permainan puzzle terdiri dari potongan-potongan gambar yang disusun

menjadi sebuah gambar atau bentuk tertentu. Dalam setiap permainan yang

dimainkan, tujuan menyelesaikan sebuah puzzle adalah untuk menantang

(38)

21

menantang mental tertentu (Dave Moursund, 2007: 8). Permainan edukatif

memperkenalkan elemen yang menyenangkan ke dalam pelajaran, yang

dapat membantu untuk menghasilkan lebih banyak perasaan positif tentang

materi pelajaran dan untuk meningkatkan hasil belajar (Serna dan Azor,

2011: 2). Dengan kata lain permainan edukatif seperti puzzle merupakan

bentuk permainan yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan hasil

belajar anak. Selain memotivasi belajar siswa, puzzle ini dapat membantu

siswa untuk memperluas pengetahuan kosakata (Orawiwatnakul, 2013: 417)

Spelling puzzle merupakan puzzle atau potongan-potongan gambar

yang terdapat tulisan nama gambar pada potongannya dan apabila disusun

akan menjadi sebuah gambar dan terdapat nama dari gambar tersebut.

Setelah siswa selesai menyusun puzzle tersebut menjadi utuh siswa diminta

menyebutkan gambar yang terdapat pada puzzle tersebut. Siswa akan

mendapatkan kosakata baru dengan memainkan permainan ini. Jadi media

spelling puzzle merupakan permainan edukatif berbentuk

potongan-potongan dari sebuah gambar dan terdapat nama dari gambar tersebut yang

apabila disusun menjadi sebuah gambar yang utuh kemudian siswa diminta

(39)

22

4. Tujuan Menggunakan Media Spelling Puzzle dalam pembelajaran

Penelitian yang dilakukan oleh Niati Tusniati pada skripsinya yang

berjudul penggunaan media puzzle dalam meningkatkan kosakata tunarungu

membuktikan bahwa media puzzle dapat meningkatkan kemampuan

memahami kosakata pada siswa yang mengalami ketunarunguan. Adapun

delapan kegunaan puzzle dalam pembelajaran menurut Dave Moursund,

(2007: 54-55) yaitu sebagai berikut:

a. Sejarah, budaya. Puzzle mungkin memiliki makna sejarah dan budaya.

Misalnya, orang tua dan kakek-nenek mungkin ingin anak-anak mereka

dan cucu untuk mempelajari beberapa puzzle yang mereka mainkan

selama mereka sendiri masa kanak-kanak. Guru mungkin ingin berbagi

beberapa puzzle dari masa kanak-kanak dengan siswa mereka. Puzzle

tertentu mungkin umum di kota atau wilayah yang lebih besar. Untuk

alasan ini, mereka mungkin sering dimasukkan dalam kurikulum sekolah.

Dalam lingkungan sekolah, siswa mungkin mempelajari sejarah dari

puzzle atau set puzzle, ini dapat mencakup sejarah dan lingkungan

budaya di mana puzzle diciptakan. Sangat mudah untuk melihat

bagaimana "Sejarah, budaya" Tujuan cocok dengan tujuan umum

pendidikan. Memang, puzzle dan permainan dapat memberikan benang

sejarah yang memiliki arti kepada anak-anak dan orang dewasa dari

(40)

23

b. Pemikiran logis dan pemecahan masalah. Kebanyakan memecahkan

puzzle membutuhkan penggunaan berpikir logis dan kemampuan

memecahkan masalah seseorang. Menyusun puzzle sering membutuhkan

pemikiran strategis dan kreatif. Terutama dengan beberapa mentoring

yang membantu, siswa dapat mentransfer peningkatan berbasis puzzle

logika dan pemecahan masalah mereka untuk situasi lain.

c. Disiplin atau spesifisitas domain. Banyak puzzle yang memiliki disiplin

tertentu, dan mungkin memerlukan pengetahuan dan keterampilan dalam

domain tertentu dalam disiplin. Sebuah puzzle kata mungkin sangat baik

"berolahraga" ejaan dan kosakata keterampilan siswa, sementara puzzle

matematika mungkin baik untuk berlatih aritmatika mental, dan puzzle

spasial mungkin berguna untuk meningkatkan kemampuan seseorang

untuk memvisualisasikan penempatan spasial dan gerakan benda.

d. Ketekunan dan kemandirian. Banyak puzzle memerlukan terkonsentrasi

dan usaha gigih. Puzzle solver didorong oleh motivasi intrinsik dan

mengembangkan keyakinan pada kemampuan nya untuk menghadapi dan

memecahkan masalah. Meningkatkan ketekunan dan kemandirian

merupakan suatu hal yang penting dalam tujuan pendidikan.

e. Belajar tentang diri sendiri sebagai seorang pelajar. Lingkungan puzzle

memungkinkan seseorang untuk mengeksplorasi karakteristik belajar

seseorang. Banyak permainan dan puzzle memungkinkan pelajar untuk

(41)

24

dan kemudian terus mengalami lebih banyak keberhasilan melalui

tambahan belajar. Siswa belajar bagaimana upaya terkonsentrasi dan

praktek selama periode waktu sehingga menyebabkan peningkatan

keahlian.

f. Instruksi rekan. Anak-anak banyak belajar mengenai puzzle dan

permainan dari anak-anak lain. Belajar untuk belajar dari rekan-rekan

seseorang dan pembelajaran untuk membantu rekan-rekan seseorang

untuk belajar karena keduanya merupakan tujuan pendidikan yang cukup

penting.

g. Individualisasi instruksi. Puzzle dan permainan dapat digunakan untuk

membantu dalam membedakan instruksi, mana fokus mungkin

independen, koperatif, atau kegiatan kompetitif.

h. Sibuk bekerja atau hiburan murni. Puzzle yang sering digunakan di

sekolah dan rumah untuk menjaga siswa untuk diam dan terhibur. Guru

atau orang tua tidak memiliki tujuan pendidikan tertentu seperti yang

tercantum di atas, tetapi hanya ingin menjaga siswa untuk diam sehingga

siswa tidak membuat masalah di kelas. Guru dan orang tua membuat

penggunaan tersebut sebagai alat bantu untuk kelas dan manajemen anak

di rumah. Menggunakan ide dari buku ini dapat membantu meningkatkan

(42)

25

5. Kelebihan dan Kekurangan Media Spelling Puzzle

Adapun kekurangan dan kelebihan menurut Dave Moursund, (2007:

55) kelebihan media puzzle adalah suatu puzzle juga dapat memberikan

lingkungan yang baik bagi siswa untuk belajar mengenai beberapa

kemampuan dan keterbatasan mereka sebagai seorang pelajar. Sedangkan

kekurangan dari media puzzle adalah ada kemungkinan siswa untuk

menggunakan waktu sekolah untuk bermain puzzle yang sama dan berulang

kali. Penggunaan media puzzle tidak dapat digunakan berulang-ulang

dengan menggunakan puzzle yang sama karena tidak akan menambah

kosakata yang dimiliki apabila terus menggunakan puzzle yang sama.

Penggunaan media puzzle sebaiknya menggunakan beberapa puzzle yang

berbeda sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan sebelumnya dapat

tercapai.

D. Kajian Tentang Teori Belajar yang Mendasari Proses Pembelajaran

1. Teori Belajar yang Mendasari Proses Pembelajaran dengan

Menggunakan Media Spelling Puzzle Pada Penelitian Ini.

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dari hasil interaksi

individu dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang terjadi dapat

terjadi pada tingkat pengetahuan, sikap, atau keterampilan. Menurut

pandangan behavioristik (Dali 2004: 43) belajar terjadi melalui

(43)

26

belum diketahui dengan hal yang diketahui. Menurut thorndike (dalam

sugihartono dkk, 2007: 91) belajar merupakan peristiwa terbentuknya

asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus dan

respon. Sementara itu Skinner (dalam Sugihartono dkk, 2007: 97) meyakini

bahwa prilaku dikontrol melalui proses penguatan prilaku operan (penguatan

positif atau negative).

Pengertian belajar yang dikemukan beberapa ahli memiliki

keterkaitan. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang

dialami siswa untuk bertingkah laku sebagai hasil interaksi antara stimulus

dan respon. Hal ini sesuai dengan tiga ranah yang dikembangkan dalam

aspek penguasaan yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam suatu

proses sebagai tingkah laku yang dapat terjadi.

Media spelling puzzle merupakan sarana pembelajaran yang digunakan

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media puzzle ini merupakan bentuk

permainan yang menarik dan dapat membentuk kreatifitas siswa karena anak

mencoba memecahkan masalah yang ada pada puzzle. Selain itu, setelah

menyusun puzzle, siswa mendapatkan kosakata baru. Dengan bermain

sambil belajar inilah anak menemukan berbagai hal baru sehingga anak

senantiasa berusaha ingin tahu mengenai lingkungan dan hal-hal yang belum

diketahui anak sebelumnya. Hal ini dapat membentuk perubahan tingkah

(44)

27 2. Teori Pembelajaran Bahasa

Pada pembelajaran bahasa ada beberapa pendekatan yang dapat

mengoptimalkan pembelajaran bahasa diantaranya yaitu receptive skills dan

productive skills. Pada kemampuan reseptif, anak mengerti bicara

lingkungan melalui menyimak dan membaca. Menurut Hermanto (2011,

123) kemampuan reseptif anak tunarungu yaitu mengerti bicara lingkungan

melalui membaca ujaran, ideo visual, isyarat, dan sisa pendengaran.

Sedangkan pada kemampuan memproduksi yang lebih ditekankan yaitu

aspek berbicara dan menulis. Kemampuan memproduksi dalam artian siswa

dapat menuangkan gagasan yang terdapat dalam pikirannya ke dalam

keterampilan berbicara dan menulis.

Pembelajaran bahasa yang digunakan lebih mengarahkan kepada

aspek pemahaman terlebih dahulu. Hal tersebut lebih dianggap penting

karena untuk dapat berbicara, siswa terlebih dahulu harus paham apa yang

dibicarakan sehingga pembelajaran bahasa akan lebih efektif. Oleh karena

itu pada pembelajaran dengan menggunakan media spelling puzzle diarahkan

pada receptive skills terlebih dahulu yaitu anak paham terhadap materi

(45)

28 E. Kerangka Pikir

Tunarungu merupakan istilah yang diberikan kepada seseorang yang

mengalami kesulitan atau gangguan pendengaran dari yang ringan sampai

yang berat dan digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar sehingga

mengalami gangguan dalam menerima informasi dalam kehidupan

sehari-hari. Seseorang yang mengalami ketunarunguan dan memiliki gangguan pada

pendengarannya akan memiliki kosakata yang lebih sedikit dibandingkan

dengan orang-orang normal pada umumnya.

Anak tunarungu di kelas Taman 2 SLB B Karnnamanohara

Yogyakarta memiliki kosakata yang masih rendah, sehingga diperlukan media

yang tepat untuk meningkatkan penguasaan kosakata yang dimiliki anak.

Media yang digunakan untuk tunarungu sebaiknya berbasis visual karena

informasi yang di dapat oleh tunarungu lebih banyak di dapat menggunakan

visualnya. Salah satu media yang dapat digunakan untuk meningkatkan

penguasaan kosakata adalah media spelling puzzle.

Pemilihan media spelling puzzle ini mempertimbangkan kelebihan

yang ada apabila menggunakan media tersebut yaitu puzzle dapat memberikan

lingkungan yang baik bagi siswa untuk belajar, selain itu siswa dapat bermain

sambil belajar dengan menggunakan media puzzle. Media spelling puzzle

merupakan puzzle atau potongan-potongan gambar yang terdapat tulisan

nama gambar pada potongannya dan apabila disusun akan menjadi sebuah

(46)

29

menyusun puzzle tersebut menjadi utuh siswa diminta menyebutkan gambar

yang terdapat pada puzzle tersebut. Media ini akan membantu siswa dalam

memahami kosakata baru terlebih bagi siswa kelas taman yang masih

memiliki kosakata yang rendah. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

penguasaan kosakata tunarungu dengan menggunakan media spelling puzzle

di kelas Taman 2 SLB B Karnnamanohara Yogyakarta.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah diuraikan

diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut “Penguasaan

kosakata anak tunarungu di kelas Taman dua SLB B Karnnamanohara

(47)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Jenis penelitian

yang digunakan adalah Penelitiaan Tindakan Kelas (PTK). Menurut E.

Mulyasa (2011:11) penelitian tindakan kelas adalah suatu upaya unyuk

mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan

sebuah tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan. Sedangkan menurut

Kunandar (2012: 46) penelitian tindakan kelas adalah sebuah bentuk kegiatan

refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam suatu situasi

kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas dan keadilan tentang

praktik-praktik kependidikan, pemahaman mereka tentang praktik-praktik-praktik-praktik tersebut,

dan situasi dimana praktik-praktik tersebut dilaksanakan.

Dari definisi tersebut di atas maka penelitian tindakan kelas adalah

sebuah bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran

yang ada di kelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan

penguasaan siswa tunarungu dalam menambah kosakata. Alasan penelitian

tindakan kelas ini karena peneliti ingin mengetahui peningkatan kemampuan

yang dapat dicapai oleh siswa tunarungu dalam penguasaan kosakata melalui

(48)

31 B. Desain Penelitian

Model desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis

[image:48.612.119.527.142.659.2]

dan McTaggart yang di modifikasi.

Gambar 1. Tahap-Tahap Penelitian Tindakan Kelas Perencanaan

menyepakati jadwal dan tugas, menyiapkan RPP, menyiapkan media, menyiapkan instrumen yang terdiri dari tes tertulis dan panduan observasi, menyusun lembar kerja siswa, dan menetapkan indicator keberhasil.

Pelaksanaan 1.Bermain puzzle

a. Aktivitas siswa saat menyusun puzzle. b. Siswa melafalka kata yang terdapat pada puzzle. 2.Menulis 3.Membaca Refleksi a. Peneliti bersama kolaborator memeriksa catatan dari hasil observasi. b. Revisi puzzle

jika terlalu sulit.

SIKLUS I

Pengamatan

Peneliti mencatat

hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa.

SIKLUS II Perencanaan

menyepakati jadwal dan tugas, menyiapkan RPP, menyiapkan media, menyiapkan instrumen yang terdiri dari tes tertulis dan panduan observasi, menyusun lembar kerja siswa, dan menetapkan indicator keberhasil.

Pelaksanaan 1. Bermain puzzle

a. Aktivitas siswa saat menyusun puzzle. b. Siswa melafalkan kata yang terdapat pada puzzle. 2.Menuliskan 3.membaca Refleksi a. Peneliti bersama kolaborator memeriksa catatan dari hasil observasi. b. Revisi puzzle

jika terlalu sulit.

Pengamatan

Peneliti mencatat

(49)

32 1. Perencanaan

Perencanaan yang akan dilakukan adalah rencana tindakan yang akan

dilakukan ketika menemukan masalah. Perencanaan tindakan yang

dilakukan bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang ada di

kelas.

2. Pelaksanaan dan Pengamatan

Pada tahap ini merupakan pelaksanaan tindakan yang telah

direncanakan sebelumnya. Isi dari pelaksanaan yaitu membahas

langkah-langkah untuk memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Pada tahap

pengamatan ini yang dilakukan adalah mencatat hasil dari kegiatan yang

dilakukan oleh guru dan siswa. Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan

lembar observasi.

3. Refleksi

Kegiatan ini dilakukan untuk menganalisis kembali tindakan-tindakan

yang telah dilakukan serta keberhasilan tindakan dan kekurangannya pada

saat melakukan tindakan. Hasil refleksi ini dapat dijadikan tindak lanjut

dalam perencanaan siklus selanjutnya.

C. Prosedur Penelitian

Pada penelitian tindakan kelas terdapat empat komponen yang dibagi

(50)

33 1. Siklus 1

Langkah-langkah pada siklus 1 yaitu sebagai berikut:

a. Perencanaan

Perencanaan dalam penelitian ini merupakan persiapan yang akan

dilakukan dalam tindakan. Kegiatan perencanaan yang dilakukan dalam

penelitian ini terdiri dari beberapa langkah yaitu: menyepakati jadwal dan

tugas, menyiapkan RPP, menyiapkan media, menyiapkan instrumen yang

terdiri dari tes tertulis dan panduan observasi, menyusun lembar kerja

siswa, dan menetapkan indicator keberhasil.

1) Menetapkan jadwal dan tugas

Peneliti dan guru menetapkan jadwal yang disepakati untuk

melakukan tindakan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran

di kelas. Pada penelitian ini yang melakukan tindakan adalah guru dan

peneliti sebagai pengamat.

2) Menyiapkan RPP

Penyusunan RPP dilakukan oleh guru dan peneliti. Materi yang

akan diajarkan dalam tindakan mengacu pada isi RPP. Penetapan

indikator untuk setiap pertemuannya berdasarkan pada kemampuan

yang telah diperoleh siswa pada pertemuan sebelumnya dengan tetap

(51)

34 3) Menyiapkan metode

Metode yang akan digunakan dalam tindakan adalah metode

maternal reflektif (MMR). Metode ini dilakukan karena siswa sudah

terbiasa menggunakan metode ini sehingga memudahkan siswa dalam

mempelajari kosakata.

4) Menyiapkan media

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media

spelling puzzle. Puzzle yang digunakan berbentuk persegi panjang

dengan ukuran 30 x 22cm. Puzzle yang disusun anak bukan hanya

berupa potongan gambar-gambar saja tetapi terdapat tulisan nama

gambar pada puzzle. Media ini digunakan agar siswa mendapatkan

pengalaman langsung saat belajar sehingga siswa dapat bermain

sambil belajar.

5) Menyiapkan instrument

Instrument yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

panduan observasi dan soal tes tes tertulis.

6) Menyusun lembar kerja (LKS)

Materi yang ditulis pada lembar kerja siswa berbeda untuk

setiap pertemuan. Jadi penyusunan lembar kerja siswa ini disesuaikan

(52)

35

7) Menetapkan indikator keberhasilan

Penetapan indikator keberhasilan dalam penelitian ini disesuaikan

dengan standar kompetensi dasar yang terdapat dalam penjabaran

indicator depdiknas. Siswa dikatakan mencapai indikator keberhasilan

ditunjukan dengan kemampuan sebagai berikut.

1) Nilai post test yang diperoleh siswa mencapai 70%, sesuai

criteria ketuntasan yang telah ditetapkan.

2) Siswa mampu menambah kosakata dengan media spelling

puzzle.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan penerapan rancangan pembelajaran yang

telah disusun pada tahap perencanaan. Pelaksanaan dalam penelitian ini

akan dilakukan dengan menerapkan media pembelajaran spelling puzzle

untuk menambah penguasaan kosakata siswa. Pelaksanaan dilakukan

dalam 3 kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran tiap

pertemuan, 1 jam pelajaran sama dengan 35 menit. Langkah-langkah

tindakan yaitu:

1) Melakukan Kegiatan Awal Pembelajaran

a) Guru masuk ke dalam kelas dan mengkondisikan semua anak

(53)

36

b) Guru dan siswa berdoa bersama-sama dan mengucapkan

salam.

c) Memberikan stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan kepada

siswa, seperti: alat-alat apa yang dipakai untuk mandi?

2) Kegiatan inti

a) Guru menunjukan media puzzle yang akan digunakan dalam

pembelajaran dan bertanya kepada siswa mengenai gambar

yang terdapat pada puzzle.

b) Siswa dan guru bersama-sama menyebutkan nama gambar

yang terdapat pada puzzle.

c) Guru meminta siswa untuk menyusun potongan-potangan

puzzle.

d) Siswa mengambil secara bergantian dan mulai menyusun

puzzle secara bersamaan.

e) Setelah siswa selesai menyusun puzzle, siswa diminta

menyebutkan gambar apa yang terbentuk pada puzzle tersebut.

f) Pada saat menyebutkan, apabila siswa masih melakukan

kesalahan dalam pengucapan maka guru memperbaiki dengan

cara memberi contoh kemudian siswa diminta mengulangi.

g) Setelah siswa berhasil menyusun dan menyebutkan nama

profesi yang ada siswa diminta menuliskan nama gambar

(54)

37 3) Kegiatan Akhir

a) Guru mengulang secara singkat mengenai materi yang telah

diajarkan, guru bersama siswa membuat kesimpulan tentang

materi yang telah dipelajari.

b) Guru melakukan evaluasi. Kegiatan yang dilakukan pada tahap

post test ini adalah dengan memberikan soal tes kepada siswa.

Test ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah

diberi tindakan.

c. Pengamatan atau observasi

Pada tahap pengamatan ini yang dilakukan adalah mencatat hasil

dari kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa. Pencatatan dilakukan

untuk menjadi bahan analisis dan pertimbangan untuk menentukan

langkah selanjutnya. Kegiatan pengamatan dilakukan di tempat

pelaksanaan tindakan . pihak yang melakukan pengamatan adalah

peneliti.

d. Refleksi

Kegiatan refleksi ini dilakukan ketika peneliti sudah selesai

melakukan tindakan. Refleksi dilakukan untuk mengetahui

(55)

38

masih ditemukan masalah maka akan dilakukan perbaikan pada siklus

berikutnya.

2. Siklus II

Pada siklus II tindakan yang akan dilakukan didasarkan dari hasil

refleksi siklus I sehingga pada hasil akhir nanti diperoleh peningkatan

penguasaan kosakata pada siswa kelas taman 2.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SLB B Karnnamanohara Yogyakarta. Lokasi

sekolah tersebut berada di Jalan Pandean 2, Gang Wulung, Condongcatur,

Depok, Sleman, Yogyakarta.. Kondisi bangunan sekolah tersebut cukup baik

dan sudah aksesibel untuk penyandang tunarungu. Kelas yang digunakan pada

penelitian ini adalah kelas taman 2. Penelitian ini dilakukan dalam 1 bulan

[image:55.612.146.529.519.641.2]

atau 4 minggu.

Tabel 1. Jadwal penelitian

Waktu Kegiatan penelitian

Minggu I Observasi kelas dan pelaksanaan pre test

Minggu II Pelaksanaan tindakan siklus 1 pertemuan

pertama, kedua, dan ketiga

Minggu III Melaksanakan tes pasca tindakan I

Minggu IV Pelaksanaan post test II dan refleksi bila

hasilnya belum mencapai KKM maka

(56)

39 E. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa tunarungu kelas Taman 2 di

SLBB Karnnamanohara Yogyakarta berjumlah 12 siswa. Siswa yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh siswa tunarungu yang ada di

kelas Taman 2 dengan penguasaan kosakata yang masih rendah.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah tes tertulis

dan observasi terstruktur. Pengumpulan data dilakukan saat pre test,

pemberian tindakan berlangsung, dan post test. Berikut penjelasan mengenai

teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu tes tertulis dan observasi.

1. Observasi

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dilaksanakan

bersamaan dengan pelaksanaan tindakan yang sedang dilakukan. Manfaat

observasi dalam penelitian akan terwujud apabila masukan balik atau

feedback dapat dilakukan dengan cermat (Wiriaatmadja, 2007: 105).

Peneliti melakukan pengamatan terstruktur berpedoman pada panduan

yang telah disusun. Aspek yang diamati yaitu tingkah laku dan hasil

belajar siswa selama mengikuti proses pembelajaran untuk meningkatkan

bahasa penguasaan kosakata dengan menggunakan media spelling puzzle.

(57)

40

Jenis tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes

tertulis. Tes tertulis digunakan untuk mengetahui kemampuan awal anak

sebelum diberi tindakan yang dilakukan pada tahap pre test dan

kemampuan anak setelah diberi tindakan yaitu pada tahap post test.

Bentuk soal yang diberikan berupa soal-soal mengenai kosakata baru

yang di dapat anak.

G. Pengembangan Instrumen Penelitian

Pada suatu penelitian agar peneliti mendapatkan data, informasi atau

kejadian dengan lengkap, jelas, dan objektif, peneliti memerlukan suatu

instrument PTK (Kunandar, 2012: 135). Adapun instrument yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

1. Lembar Observasi

Panduan observasi ini berisi tentang penilaian mengenai siswa pada

saat proses pelaksanaan pembelajaran. Aspek yang diamati pada observasi

adalah pemahaman siswa pada materi dan keaktifan siswa pada saat di kelas.

(58)
[image:58.612.98.533.104.519.2]

41

Table 2. Kisi-kisi lembar observasi penguasaan kosakata

Variabel Sub

Variabel

Deskripsi Indikator Jumlah

butir

Ket.

Penguasaan

Pengetahuan Mampu

mengenal atau memahami kata

a.Anak mampu

menyebutkan nama-nama kata

benda yang

disajikan melalui

media spelling

puzzle

b.Anak memahami

materi dan

mengerti makna kosakata

2 observasi

Kesadaran akan kata

Menyadari adanya kosakata

a.Siswa mampu

mengidentifikasi nama benda yang disajikan melalui

media spelling

puzzle.

b.Siswa

menyebutkan kosakata

2 observasi

Keterampilan Mampu menyampai kan secara lisan atau verbal

a.Mampu

menuliskan nama-nama kata benda

2 observasi

2. Tes tertulis penguasaan kosakata dan lembar observasi

Tes tertulis dilaksanakan pada saat pre test dan post test. Tujuan pre

test adalah untuk mengetahui penguasaan kosakata awal siswa. Sedangkan

pos tes adalah untuk mengetahui penguasaan kosakata anak tunarungu setelah

(59)

42

dengan program kelas taman di SLB B Karnnamanohara. Pada kisi-kisi tes

terdapat aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang disesuaikan dengan

kurikulum yang ada. Berikut kisi-kisi tes tertulis penguasaan kosakata:

Table 3. Kisi-kisi tes tertulis penguasaan kosakata

Variabel Sub

Variabel

Deskripsi Indikator Butir

Soal

Ket.

Penguasaan

Pengetahuan Mampu

mengenal atau memahami kata

a.Anak mampu

[image:59.612.101.534.195.500.2]

mencocokan

gambar dan

tulisan .

1-15 Tes

tertulis Kesadaran akan kata Menyadari adanya kosakata

a.Siswa mampu

mengidentifikasi nama benda yang disajikan melalui

media spelling

puzzle.

27-35 Tes

tertulis

Keterampilan Mampu menyampai kan secara lisan atau verbal

a.Mampu

menuliskan nama kosakata

16-27 Tes

tertulis

Cara penentuan skor tertulis:

Butir soal dengan jawaban benar mendapatkan skor 1 dan butir soal

dengan jawaban salah mendapatkan skor 0. Hasil skor dapat dirumuskan

sebagai berikut:

(60)

43 N= Nilai yang ingin diketahui

R= Skor yang diperoleh

N= Skor maksimum tes tersebut

H. Validitas

Menurut Arief Furchan (2005: 293) masalah validitas berhubungan

dengan sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang dianggap orang

seharusnya diukur oleh alat tersebut. Uji validitas instrument pada penelitian

ini menggunakan validitas isi yaitu dengan menggunakan kurikulum sebagai

pedoman dalam pembuatan kisi-kisi instrument lalu dikembangkan menjadi

butir-butir instrument penelitian.

Uji validitas dilakukan dengan uji ahli yang dilakukan oleh Guru Kelas

Taman dua SLB Karnnamanohara Yogyakarta yaitu ibu Siti Kalimah, S.Psi

dengan menelaah konsep materi. Konsep materi yang diajukan oleh peneliti

ditelaah oleh guru sehingga sudah sesuai sebagai instrument tes atau belum.

Alas an penelaahan dilakukan oleh Guru Kelas Taman dua SLB

Karnnamanohara Yogyakarta karena guru tersebut sudah berpengalaman

mengajar di Sekolah Luar Biasa dan memahami kondisi anak berkebutuhan

(61)

44 I. Indikator Keberhasilan Tindakan

Pada penelitian ini tindakan yang diberikan dikatakan berhasil apabila

skor penguasaan kosakata yang dicapai siswa dapat mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal yaitu mendapatkan skor 70.

J. Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menggambarkan hasil penelitian. Analisis

data dalam hal ini, seseorang yang sedang melakukan suatu kegiatan

penelitian perlu memahami berbagai bentuk data yang berbeda dengan jenis

analisisnya masing-masing yang sesuai (Mulyasa, 2011: 27). Proses analisis

data dilakukan sejak data diperoleh dari pelaksanaan penelitian hingga data

disajikan.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis skor tes

tertulis yang diperoleh siswa. Skor tes tersebut kemudian dihitung menjadi

nilai yang dinyatakan dalam persen. Penskoran juga dilakukan dengan cara

membandingkan hasil pre tes dan pos tes. Criteria ketuntasan minimal yaitu

70 dan total nilai keseluruhan tes adalah 100. Apabila hasil tes mencapai 70

atau lebih setelah dilakukan tindakan maka dapat dikatakan penguasaan

(62)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Sekolah Luar Biasa Karnnamanohara merupakan sekolah yang

melayani pendidikan bagi anak tunarungu. Sekolah ini berdiri di bawah

Yayasan Tunarungu Yogyakarta dan beralamat di Jalan Pandean 2, Gang

Wulung, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. SLB Karnnamanohara

menyelenggarakan pendidikan dari jenjang kelas latihan, taman, Sekolah

Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Pelayanan

pendidikan yang diberikan di sekolah ini menggunakan Metode Maternal

Reflektif, yaitu suatu metode pembelajaran yang mengembangkan bahasa oral

bagi anak tunarungu.

Gambar

Gambar 1. Tahap-Tahap Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 1. Jadwal penelitian
Table 2. Kisi-kisi lembar observasi penguasaan kosakata
gambar dan
+7

Referensi

Dokumen terkait